Anda di halaman 1dari 7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Angin

Angin adalah udara yang bergerak akibat rotasi bumi dan perbedaan tekanan udara di
sekitarnya. Angin bergerak dari tempat bertekanan udara tinggi ke bertekanan udara rendah.
Angin terjadi ketika udara dipanaskan akan memuai dan menjadi lebih ringan, sehingga hal
ini dapat menyebabkan tekanan udara menurun dan udara yang ringan naik. Sedangkan udara
dingin disekitarnya menyusut menjadi lebih berat dan turun ke tanah. Diatas tanah udara
menjadi panas agi dan naik kembali. Aliran naiknya udara panas dan turunnya udara dingin ini
dinamakan konveksi.Adapun karakteristik dari angin, antara lain:

- Arah angin yang sering berubah-ubah


- Sering terjadinya turbulensi
- Kecepatan rata-rata angin yang relatif rendah
- Kecepatan bertambah terhadap ketinggian (energi sebanding dengan
pangkat tiga kecepatan)
- Potensi aktual ditentukan oleh distribusi kecepatan angin (topografi) lokasi

Daerah yang banyak terkena paparan sinar matahari akan memiliki temperatur yang lebih
tinggi daripada daerah yang sedikit terkena paparan sinar matahari. Menurut hukum gas ideal,
temperatur berbanding terbalik dengan tekanan, dimana temperatur yang tinggi akan memiliki
tekanan yang rendah, dan sebaliknya
Udara yang memiliki massa m dan kecepatan v akan menghasilkan energi kinetik
sebesar:
1
E= m v2 ……………………………………………………………………….(2.1)
2
Volume udara per satuan waktu (debit) yang bergerak dengan kecepatan v dan melewati daerah
seluas A adalah:
V =vA…………………………………………………………………….............(2.2)

Massa udara yang bergerak dalam satuan waktu dengan kerapatan  , yaitu:
m=ρV =ρvA……................................................................................................(2.3)

Sehingga energi kinetik angin yang berhembus dalam satuan waktu (daya angin) adalah:
1 1
Pw = ( ρAv ) ( v 2 )= ρA v 3………………………………………………….(2.4)
2 2

Dengan: Pw  daya angin (watt)

  densitas udara (   1,225 kg/m3 )


A = luas penampang turbin (m2 )
v = kecepatan udara (m/s)
Besar daya di atas adalah daya yang dimiliki oleh angin sebelum dikonversi atau sebelum
melewati turbin angin. Dari daya tersebut tidak semuanya dapat dikonversi menjadi energi
mekanik oleh turbin (Ajao dan Adeniyi, 2009).
2.2 Potensi Energi Angin
Studi potensi pemanfaatan energi angin dimulai dengan kajian data sekunder dan
observasi lapangan untuk mendapatkan data primer. Data sekunder dan hasil observasi
dianalisa untuk dijadikan dasar rancangan umum sistem konversi energi angin. Untuk
memperoleh data primer yang dapat dipercaya, harus diperhatikan letak aktual alat
pengkur arah dan kecepatan angin (anemometer), jarak dan tinggi bangunan terdekat,
vegetasi, pepohonan dan bukit-bukit terdekat yang dapat menjadi rintangan sehingga
menimbulkan aliran berolak (Daryanto, 2007).

Data kecepatan angin tersebut berguna untuk menentukan apakah lokasi tersebut
cocok untuk dibangun sistem konversi energi angin. Analisa potensi angin dapat
memberikan informasi mengenai:

 Pola angin berkala dalam periode tertentu

 Durasi kecepatan angin rendah dan kecepatan angin tinggi

 Kecepatan angin di daerah yang tidak jauh dengan lokasi pengukuran


(pengambilan data primer)

 Berapa banyak energi yang dapat tersedia pertahunnya (Daryanto, 2007).


Kecepatan angin pada tempat di mana sistem konversi turbin angin akan dipasang akan
dianalisa dan dihitung berdasarkan data yang ada, baik dari data sekunder maupun hasil
pengukuran sebagai dasar untuk perancangan turbin angin.

Data angin yang tersedia dalam rata-rata per jam atau rata-rata per hari selama
kurun waktu satu bulan dalam satu tahun akan diolah dengan menggunakan metode

statistik standar pengolahan data angcionmdmanit atokaunsedrisajikan dalam beberapa


buah bentuk grafik. Dalam tugas akhir ini, metode pengolahan data kecepatan angin
menggunakan distribusi Weibull

2.3 Turbin Angin


Turbin angin adalah kincir angin yang digunakan untuk membangkitkan tenaga listrik.
Turbin angin ini pada awalnya dibuat untuk mengakomodasi kebutuhan para petani dalam
melakukan penggilingan padi, keperluan irigasi, dll. Turbin angin terdahulu banyak dibangun di
Denmark, Belanda dan negara-negara Eropa lainnya dan lebih dikenal dengan Windmill. Kini
turbin angin lebih banyak digunakan untuk mengakomodasi kebutuhan listrik masyarakat,
dengan menggunakan prinsip konversi energi dan menggunakan sumber daya alam yang dapat
diperbaharui yaitu angin (Daryanto, 2007)
Saat ini pembangunan turbin angin masih belum dapat menyaingi pembangkit listrik
konvensional (Contoh: PLTD, PLTU, dll), namun turbin masih lebih dikembangkan oleh para
ilmuwan karena dalam waktu dekat manusia akan dihadapkan dengan masalah kekurangan
sumber daya alam tak dapat diperbaharui (Contoh: batubara, minyak bumi) sebagai bahan
dasar untuk membangkitkan listrik. Turbin angin dapat dibagi menjadi dua kategori utama,
yaitu: turbin angin sumbu horizontal dan turbin angin sumbu vertikal (Daryanto, 2007)
Energi angin adalah energi kinetik yang dapat dikonversi atau ditransfer ke dalam
bentuk energi lain seperti mekanik atau listrik dengan menggunakan alat yang disebut turbin
angin. Oleh karena itu, turbin angin sering disebut sebagai Sistem Konversi Energi Angin
(SKEA).

Tenaga angin mekanik yang sangat sederhana telah dikembangkan untuk penggilingan
di Afganistan pada abad ketujuh. Sistem energi angin pembangkit listrik pertama kali dibangun
di Amerika tahun 1888 dengan memodifikasi turbin angin untuk menggerakkan generator.
Tahapan penting dalam pengembangan sistem tersebut dilakukan oleh ilmuwan Denmark
bernama Dane Poul LaCour pada tahun 1891. Kemudian ratusan turbin angin empat sudu
dengan soliditas rendah yang merupakan pelopor turbin angin untuk pengisian baterai.

Pada akhir abad ke-19, turbin angin dengan desain yang kompleks telah menjadi sumber
energi yang utama di Eropa sebagai refleksi kemajuan teknologi energi angin. Sekitar 20 ribu
unit turbin angin telah dioperasikan di Perancis dan 90% kebutuhan industri di Belanda adalah
dari turbin angin. Pada tahun 1920-an, sekitar 600 ratus ribu unit turbin angin sudu majemuk
telah dioperasikan di Amerika. Tipe turbin angin Amerika itu kemudian menyebar dan paling
banyak dikembangkan di seluruh dunia (Tresher dkk, 1998).

Pengembangan desain sistem energi angin meningkat pesat tahun 1930-an

dengan diterapkannya aerodinamika dan struktur pada pesawat terbang. Akan tetapi, dalam era
industri hampir semua instalasi sistem energi angin yang dekat dengan jaringan listrik
menghilang dan digantikan oleh tenaga fosil yang lebih murah dan lebih praktis. Hanya sistem
energi angin skala kecil yang masih digunakan secara terbatas untuk kebutuhan pedesaan dan
untuk daerah terpencil.

Minat terhadap sistem energi angin menguat kembali ketika harga minyak meningkat
drastis dalam dasawarsa 1970-an. Sistem energi angin diproduksi kembali untuk segera
digunakan. Riset dan pengembangan dilanjutkan dengan semua pendekatan yang dimungkinkan
untuk meningkatkan prestasi dan keandalan sistem, seperti pengembangan turbin angin dengan
starting torque yang rendah agar dapat beroperasi pada kecepatan angin yang rendah.

2.1 Gambar Turbin Angin

2.4 Jenis Turbin Angin

Turbin angin dibedakan menjadi dua jenis, yaitu turbin angin sumbu horizontal (TASH)
dan turbin angin sumbu vertikal (TASV). Turbin angin sumbu horizontal merupakan turbin
angin dimana sumbu putarnya sejajar dengan tanah (Arwoko, 1999). Biasanya turbin jenis ini
memiliki sudu berbentuk airfoil seperti bentuk sayap pada pesawat. Pada turbin ini, putaran
rotor terjadi karena adanya gaya lift (gaya angkat) pada sudu yang ditimbulkan oleh aliran udara.
Turbin ini cocok digunakan pada tipe angin sedang dan tinggi dan banyak digunakan sebagai
pembangkit listrik skala besar. Berdasarkan jumlah sudu, turbin angin sumbu horizontal dapat
dibedakan menjadi single bladed, two bladed, three bladed dan multi bladed

Turbin angin sumbu vertikal (TASV) merupakan turbin angin dimana sumbu putarnya
tegak lurus dengan tanah (Arwoko, 1999). Ada tiga tipe rotor pada turbin angin jenis ini yaitu:
Savonius, Darrieus, dan H-rotor, seperti diperlihatkan pada gambar 2.3. Turbin Savonius
memanfaatkan gaya drag sedangkan Darrieus dan H- rotor memanfaatkan gaya lift.

Secara umum, kelebihan TASV yaitu memiliki torsi tinggi sehingga dapat berputar pada
kecepatan angin rendah sehingga sangat cocok beroperasi pada daerah dengan kecepatan angin
rendah sampai sedang. Generator ditempatkan dibagian bawah turbin sehingga mempermudah
perawatan. TASV dapat menerima angin dari segala arah sehingga tidak memerlukan yaw
mechanism atau pengarah angin dan juga tidak terlalu bising

Kekurangan TASV untuk jenis Darrieus dan H-Rotor yaitu memiliki cut-in wind speed
yang tinggi sehingga memerlukan gaya tambahan untuk memutar turbin pada saat awal
beroperasi. Efisiensi TASV juga lebih rendah dibandingkan dengan TASH. TASV awalnya
lebih berkembang untuk konversi energi mekanik, tetapi seiring dengan perkembangan desain,
turbin tipe ini banyak digunakan untuk konversi energi listrik skala kecil.

(a) (b)

2.2 Turbin angin sumbu horizontal(a) dan turbin angin sumbu vertical(b)

2.5 Turbin Angin Savonius

Salah satu jenis turbin angin sumbu vertikal (VAWT) yang dapat digunakan pada angin
dengan kecepatan rendah adalah turbin angin Savonius. Turbin ini ditemukan oleh sarjana
Finlandia bernama Sigurd J. Savonius pada tahun 1922. Konstruksi turbin sangat sederhana,
tersusun dari dua buah sudu setengah silinder.Pada perkembangannya turbin Savonius ini banyak
mengalami perubahan bentuk rotor, seperti desain rotor yang berbentuk huruf L.
Gambar 2.3 Rotor Savonius

Pada rotor Savonius, angin yang berhembus salah satu bilah rotor diharapkan lebih
banyak mengalir ke bilah rotor lainnya melalui celah di sekitarporos sehingga menyediakan daya
dorong tambahan pada bilah rotor ini, akibatnya rotor dapat berputar lebih cepat. Pada bentuk
rotor Savonius setengah lingkaran (Savonius U), aliran udara di kedua sisi bilah sama besar,
sementara pada rancangan kedua (Savonius L) aliran udara pada sisi bilah yang lurus lebih besar
dibandingkan pada sisi bilah lengkung seperempat lingkaran (Soelaiman, 2006).

Gambar 2.4 Rotor Savonius U dan Savonius L

2.6 Teori Momentum Elementer Betz

Albert Betz seorang aerodinamikawan Jerman, adalah orang pertama yang


memperkenalkan teori tentang turbin angin. Dalam bukunya “Die Windmuhlen im Lichte neurer
Forschung. Die Naturwissenschaft.” (1927), ia mengasumsikan bahwa, suatu turbin mempunyai
sudu-sudu yang tak terhingga jumlahnya dan tanpa hambatan. Juga diasumsikan bahwa aliran
udara di depan dan di belakang rotor memiliki kecepatan yang seragam (aliran laminar)
(Reksoatmodjo, 2004). Dalam sistem konversi energi angin, energi mekanik turbin hanya dapat
diperoleh dari energi kinetik yang tersimpan dalam aliran angin, berarti tanpa perubahan aliran
massa udara, kecepatan angin di belakang turbin haruslah mengalami penurunan. Dan pada saat
yang bersamaan luas penampang yang dilewati angin haruslah lebih besar, sesuai dengan
persamaan kontinuitas. Jika v1  kecepatan angin di depan rotor, v  kecepatan angin saat
melewati rotor, dan v2  kecepatan angin di belakang rotor, maka daya mekanik turbin diperoleh
dari selisih energi kinetik angin sebelum dan setelah melewati turbin

Gambar 2.5 Profil kecepatan angin melewati penampang rotor (Dutta,2006)

2.7 Prinsip Kerja Turbin Angin

Turbin angin bekerja berdasarkan prinsip perubahan energi kinetik angin sebelum dan
setelah melewati rotor turbin angin. Ketika melewati rotor, angin mengalami pengurangan
energi kinetik yang ditandai dengan berkurangnya kecepatan angin. Energi kinetik yang hilang
ini dikonversikan menjadi energi mekanik yang memutar rotor turbin angin. Putaran rotor
tersebut kemudian digunakan untuk beberapa hal sesuai dengan kebutuhan seperti memutar
dinamo atau generator untuk menghasilkan listrik atau menggerakkan pompa untuk pengairan.

Daya yang dihasilkan dari konversi oleh rotor turbin angin sebanding dengan pangkat
tiga kecepatan angin. Daya yang dapat dihasilkan oleh rotor turbin angin adalah (Sidiq dan
Ridwan, 2008).

Anda mungkin juga menyukai