Anda di halaman 1dari 17

REFERAT

Syok Anafilaktik

Oleh :

Nia Samah 201510330311190

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

FAKULTAS KEDOKTERAN

2019

BAB I
PENDAHULUAN

Syok atau renjatan merupakan suatu keadaan patofisiologik dinamik yang terjadi
bila oxygen delivery (DO2) ke mitokondria sel di seluruh tubuh manusia tidak mampu
memenuhi kebutuhan oxygen consumtion (VO2). Sebagai respon terhadap pasokan
oksigen yang tidak cukup ini, metabolisme sel menjadi anaerobik. Keadaan ini hanya
dapat ditoleransi tubuh untuk waktu yang terbatas, lebih lanjut penderita dapat
meninggal. 1
Dengan kata lain terjadi ketidakcukupan aliran darah di seluruh tubuh sehingga
jaringan tubuh mengalami kerusakan akibat terlalu sedikitnya aliran, terutama terlampau
sedikitnya penyediaan oksigen dan zat makanan lainnya bagi sel-sel jaringan. Bahkan
sistem kardiovaskuler itu sendiri yaitu otot jantung, dinding pembuluh darah, sistem
vasomotor, dan bagian sirkulasi lainnya-mulai rusak, sehingga syok secara progresif
menjadi lebih buruk. Syok bukan merupakan penyakit dan tidak selalu disertai
kegagalan perfusi jaringan. 1,2
Syok sirkulasi disebabkan oleh curah jantung yang tidak mencukupi atau tidak
adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan. Ada dua macam faktor yang
memperberat penurunan curah jantung:
1. Kelainan jantung yang menurunkan kemampuan jantung untuk memompa darah.
Kelainan ini meliputi khususnya infark miokard, tetapi juga keadaan toksik jantung,
disfungsi katup jantung yang berat, aritmia jantung dan keadaan lainnya.
2. Faktor-faktor yang menurunkan aliran balik vena. Penyebab paling sering adalah
penurunan volume darah, tetapi alir balik vena juga dapat berkurang karena
penurunan tonus vaskular, terutama penampung darah vena. Atau obstruksi aliaran
darah pada beberapa tempat di sirkulasi, terutama di lintasan alir balik vena ke
jantung. 1
Syok dapat terjadi dengan curah jantung yang normal bahkan lebih. Tetapi
metabolisme tubuh yang berlebihan, sehingga bahkan curah jantung yang normal pun
tidak mencukupi atau pola perfusi jaringan yang abnormal, sehingga sebagian besar
curah jantung mengalir melalui pembuluh darah di samping pembuluh darah yang
menyediakan nutrisi bagi jaringan lokal. 1
Banyak dokter yang berpendapat bahwa nilai tekanan darah merupakan ukuran
utama untuk fungsi sirkulasi yang adekuat. Akan tetapi tekanan arteri seringkali dapat
menyesatkan karena banyak kali seseorang dalam keadaan syok berat namun tetap
mempunyai tekanan hampir normal karena refleks saraf yang sangat kuat mencegah
turunnya tekanan. Pada keadaan lain, tekanan arteri dapat menurun sampai separuh
normal, namun orang tersebut masih mempunyai perfusi jaringan yang normal. 1,2
Pada sebagian jenis syok, terutama yang disebabkan oleh kehilangan darah yang
banyak, tekanan arteri menurun pada saat bersamaan dengan penurunan curah jantung,
meskipun biasanya tidak sebanyak pada penurunan curah jantung. 2
Karena sifat-sifat khas dari syok sirkulasi dapat berubah pada berbagai derajat
keseriusan, syok dibagi dalam tiga tahap utama berikut:
1. Tahap non-progresif (tahap kompensasi),
Mekanisme kompensasi sirkulasi normal akhirnya akan menyebabkan
pemulihan sempurna tanpa dibantu terapi dari luar. Hal ini kemungkinan besar
karena terjadi penurunan tekanan darah yang sedikit dengan pemulihan yang cepat.
Faktor-faktor yang menyebabkan penderita pulih kembali dari syok tingkat sedang
merupakan mekanisme umpan balik negatif dari sirkulasi yang berusaha untuk
mengembalikan curah jantung dan tekanan arteri kembali ke normal.
2. Tahap progresif,
Ketika syok menjadi semakin buruk sampai timbul kematian. Dimana sistem
sirkulasi mulai rusak dan berbagai umpan balik positif timbul, yang dapat
menyebabkan suatu lingkaran setan dari penurunan progresif curah jantung.
3. Tahap irreversible,
Ketika syok telah jauh berkembang sedemikian rupa sehingga semua bentuk
terapi yang diketahui tidak mampu lagi menolong penderita, meskipun pada saat itu
orang tersebut masih hidup. Terjadi pada penderita yang sudah melewati titik
tertentu, dimana sudah begitu banyak terjadi kerusakan jaringan, begitu banyak
enzim destruktif yang telah dikeluarkan ke dalam cairan tubuh, begitu hebat
asidosis yang timbul dan begitu banyak faktor destruktif lainnya yang kini
berfungsi, sehingga bahkan curah jantung yang normal pun tidak mampu mengatasi
kerusakan. 1
 
Berdasarkan patofisiologinya, syok terdiri atas:
1. Syok hipovolemik
a. Kehilangan volume darah yang berlebihan (perdarahan), misalnya pada
perdarahan yang hebat.
b. Kehilangan cairan yang berasal dari plasma, misalnya diare, muntah – muntah,
DSS.
2. Syok kardiogenik
Kegagalan jantung memompa darah secara adekuat, misalnya MCI, gagal jantung
kongestif.
3. Syok vasogenik
a. Syok septik: perforasi usus, apendisitis pecah. Keadaan yang menyertai suatu
infeksi yang luas (infeksi oleh bakteri hematogen.
b Syok anafilaksis: karena alergi terhadap sesuatu seperti obat. Keadaan ini terjadi
setelah respon terhadap alergi yang luas, seperti dilepaskan histamin dan
prostaglandin sehingga vasodilatasi yang luas.
4. Syok neurogenik
a. Gangguan tonus vasokonstriktor.
b. Hilangnya tonus vaskuler secara mendadak di seluruh tubuh. 1,2
BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Definisi
Syok anafilaktik adalah suatu respons hipersensitivitas yang mengancam jiwa
yang diperantarai oleh IgE (hipersensitivitas tipe I) yang ditandai dengan COP dan
tekanan arteri yang menurun hebat. Hal ini disebabkan oleh adanya suatu Reaksi
Antigen-Antibodi yang timbul segera setelah suatu antigen yang sensitif untuk
seseorang telah masuk dalam sirkulasi. 1,3
Renjatan anafilaktik merupakan salah satu manifestasi reaksi anafilaktik yang
berat dengan tanda-tanda kolaps vaskular dengan atau tanpa penurunan kesadaran.
Reaksi ini terjadi akibat pengeluaran mediator mastosit jaringan atau basofil darah
perifer yang mengakibatkan vasodilatasi umum pembuluh darah perifer dan
peningkatan permeabilitas. Akibatnya terjadi kebocoran cairan ke jaringan sehingga
volume darah efektif menurun, disamping hipoksemia dan disfungsi ventrikel.
Reaksi anafilaktik timbulnya tiba-tiba, tidak terduga dan potensial mematikan,
serta memerlukan penanganan yang cepat dan tepat. Oleh karena itu harus dimengerti
dan selalu diwaspadai.
Dewasa ini, umumnya para sarjana di seluruh dunia lebih banyak
mempergunakan cara klasifikasi reaksi alergi menurut COOMBS dan GELL, oleh
karena dirasakan lebih tepat. Mereka membagi reaksi alergi menjadi empat tipe, yaitu:
a. Reaksi Tipe I atau Reaksi Tipe Anafilaktik
b. Reaksi Tipe II atau Reaksi Tipe Sitotoksik
c. Reaksi Tipe III atau Reaksi Tipe Kompleks-Toksik
d. Reaksi Tipe IV atau Reaksi Tipe Seluler
Tipe I hingga III, semuanya termasuk alergi atau hipersensitivitas tipe cepat,
sedangkan tipe IV termasuk tipe lambat.2
Secara klinik terdapat 3 tipe dari reaksi anafilaktik yaitu:
1. Rapid reaction/reaksi cepat, terjadi beberapa menit sampai 1 jam setelah terpapar
dengan alergen
2. Moderate reaction/reaksi moderat terjadi antara 1-24 jam setelah terpapar dengan
alergen
3. Delayed rection/reaksi lambat terjadi >24 jam setelah terpapar dengan alergen.1
2.2 Etiologi
Penyebab anafilaksis sangat beragam, diantaranya adalah antibiotik, ekstrak
alergen, serum kuda, zat diagnostik, bisa (venom), produk darah, anestetikum lokal,
makanan, enzim, hormon, dan lain-lain. Antibiotik dapat berupa penisilin dan
derivatnya, basitrasin, neomisin, terasiklin, streptomisin, sulfonamid, dan lain-lain.
Ekstrak alergen biasanya berupa rumput-rumputan atau jamur, atau serum ATS, ADS
dan anti bisa ular.
Beberapa bahan yang sering dipergunakan untuk prosedur diagnosis dan dapat
menimbulkan anafilaksis misalnya adalah zat radioopak, bromsulfalein,
benzilpenisiloil-polilisin. Demikian pula dengan anestetikum lokal seperti prokain atau
lidokain. Bisa yang dapat menimbulkan anafilasik misalnya bisa ular, semut, dan
sengatan lebah. Darah lengkap atau produk darah seperti gamaglobulin dan
kriopresipitat dapat pula menyebabkan anafilaksis. Makanan yang telah dikenal sebagai
penyebab anafilaksis seperti misalnya susu sapi, kerang, kacang-kacangan, ikan, telur
dan udang.
Dengan melihat ada begitu banyak alergen yang dapat menyebabkan atau
mencetuskan syok anafilaksis, maka dari itu, khusus untuk pemberian terapi (obat-
obatan) sebaiknya dilakukan ’skin test’ terlebih dahulu untuk mencegah terjadinya syok
anafilaksis tersebut. Teknik pelaksanaan skin test, antara lain:
a. Fiksasi daerah follar antebraki
b. Suntikkan 0,02 ml intrakutan, obat yang akan digunakan dalam pengobatan nantinya
c. Lalu buat lingkaran dengan diameter ± 2 cm mengelilingi daerah suntikan
d. Tunggu ± 15 menit untuk melihat apakah terjadi pembesaran melebihi daerah
lingkaran yang dibuat (dianggap dapat mengakibatkan anafilaksis bila lingkaran
kemerahan akibat suntikan mencapai 1 inci = 2,54 cm). 1,2
2.3 Patogenesis
Berbagai manifestasi klinis yang timbul dalam reaksi yang muncul dalam reaksi
anafilaktik pada umumnya disebabkan oleh pelepasan mediator oleh mastosit/basofil
baik yang timbul segera (yang timbul dalam beberapa menit) maupun yang timbul
belakangan (sesudah beberapa jam). 1
Fase Sensitisasi
Fase ini adalah waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan Ig E sampai
diikatnya oleh reseptor spesifik pada permukaan mastosit dan basofil. Alergen yang
masuk lewat kulit, mukosa, saluran nafas atau saluran makan di tangkap oleh Makrofag.
Makrofag segera mempresentasikan antigen tersebut kepada Limfosit T, di mana ia
akan mensekresikan sitokin (IL-4, IL-13) yang menginduksi Limfosit B berproliferasi
menjadi sel Plasma (Plasmosit). Sel plasma memproduksi Immunoglobulin E (IgE)
spesifik untuk antigen tersebut. IgE ini kemudian terikat pada reseptor permukaan sel
Mast (Mastosit) dan basofil.
Fase Aktivasi
Fase ini adalah waktu selama terjadinya pemaparan ulang dengan antigen yang
sama. Mastosit dan Basofil melepaskan isinya yang berupa granula yang menimbulkan
reaksi pada paparan ulang. Pada kesempatan lain masuk alergen yang sama ke dalam
tubuh. Alergen yang sama tadi akan diikat oleh Ig E spesifik dan memicu terjadinya
reaksi segera yaitu pelepasan mediator vasoaktif antara lain histamin, serotonin,
bradikinin dan beberapa bahan vasoaktif lain dari granula yang disebut dengan istilah
Preformed mediators. Ikatan antigen-antibodi merangsang degradasi asam arakidonat
dari membran sel yang akan menghasilkan Leukotrien (LT) dan Prostaglandin (PG)
yang terjadi beberapa waktu setelah degranulasi yang disebut Newly formed mediators.
1,4

Fase Efektor
Fase ini adalah waktu terjadinya respon yang kompleks (anafilaksis) sebagai
efek mediator yang dilepas mastosit atau basofil dengan aktivitas farmakologik pada
organ organ tertentu. Histamin memberikan efek bronkokonstriksi, meningkatkan
permeabilitas kapiler yang nantinya menyebabkan edema, sekresi mukus dan
vasodilatasi. Serotonin meningkatkan permeabilitas vaskuler dan Bradikinin
menyebabkan kontraksi otot polos. Platelet activating factor (PAF) berefek
bronkospasme dan meningkatkan permeabilitas vaskuler, agregasi dan aktivasi
trombosit. Beberapa faktor kemotaktik menarik eosinofil dan neutrofil. Prostaglandin
yang dihasilkan menyebabkan bronkokonstriksi, demikian juga dengan Leukotrien.4
2.4 Gambaran klinik
Gambaran klinis anafilaksis sangat bervariasi baik cepat dan lamanya reaksi
maupun luas dan beratnya reaksi. Reaksi dapat mulai dalam beberapa detik atau menit
sesudah terpajan alergen dan gejala ringan dapat menetap sampai 24 jam meskipun
diobati. Gejala dapat dimulai dengan gejala prodormal baru menjadi berat, tetapi
kadang-kadang langsung berat. Gejala dapat terjadi segera setelah terpapar dengan
antigen, yang dapat terjadi pada satu atau lebih organ target, antara lain kardiovaskuler,
respirasi, gastrointestinal, kulit, mata, susunan saaraf pusat dan sistem saluran kencing.
Keluhan yang sering dijumpai pada fase permulaan ialah rasa takut, perih dalam mulut,
gatal pada mata dan kulit, panas dan kesemutan pada tungkai, sesak, serak, mual,
pusing, lemas dan sakit perut. 4
Gejala yang timbul pada organ ialah:
a. Kardiovaskuler
Dapat terjadi sentral maupun perifer. Gangguan pada sirkulasi perifer dapat dilihat dari
pucat dan ekstremitas dingin. Selain itu kurangnya pengisian vena perifer lebih bermakna
dibandingkan penurunan tekanan darah. Dapat pula terjadi tekanan darah rendah, vena
perifer kolaps, CVP rendah, palpitasi, takikardi, hipotensi, aritmia, penurunan volume
efektif plasma, nadi cepat dan halus sampai tidak teraba, renjatan, pingsan, pada EKG dapat
ditemukan aritmia, T mendatar atau terbalik, irama nodal, fibrilasi ventrikel sampai asistol.
b. Respirasi
Dapat terjadi pernapasan cepat dan dangkal, rhinitis, bersin, gatal dihidung, batuk, sesak,
mengi, stridor, suara serak, gawat napas, takipnea sampai apnea, kongesti hidung, edema
dan hiperemi mukosa, obstuksi jalan napas, bronkospasme, hipersekresi mukus, wheezing
dispnea, dan kegagalan pernafasan.
c. Gastrointestinal
Kram perut karena kontraksi dan spasme otot polos intestinal. Mual, muntah, sakit perut,
diare.
d. Kulit
Pruritus, urtikaria, angioedema, eritema.
e. Mata
Gatal, lakrimasi, merah, bengkak.
f. Susunan saraf pusat
Disorientasi, halusinasi, rasa logam, kejang, koma.
g. Sistem saluran kencing
Produksi urin berkurang. 1,3,4
Kematian dapat disebabkan oleh gagal napas, aritmia ventrikel atau renjatan
yang ireversibel. Selain beberapa gangguan pada beberapa sistem organ, Manifestasi
klinik syok Anafilaksis masih dibagi dalam derajat berat ringannya, yaitu sebagai
berikut:
a. Ringan
1. Kesemutan perifer, sensasi hangat, rasa sesak dimulut dan tenggorok.
2. Kongesti hidung, pembengkakan periorbital, pruritus, bersin-bersin, mata berair.
3. Awitan gejala-gejala dimulai dalam 2 jam pertama setelah pemajanan. 1
b. Sedang
1. Dapat mencakup semua gejala-gejala ringan ditambah bronkospasme dan
edema jalan nafas atau laring dengan dispnea, batuk dan mengi.
2. Wajah kemerahan, hangat, ansietas dan gatal-gatal.
3. Awitan gejala-gejala sama dengan reaksi ringan. 5
c. Berat/parah
1. Awitan yang sangat mendadak dengan tanda-tanda dan gejala-gejala yang sama
seperti yang telah disebutkan diatas disertai kemajuan yang pesat ke arah
bronkospame, edema laring, dispnea berat dan sianosis.
2. Disfagia, keram pada abdomen, muntah, diare dan kejang-kejang.
3. Henti jantung dan koma jarang terjadi. 4
Tabel 1. Gajala & tanda syok anafilaktik
Tanda dan gejala Keterangan
Tekanan darah Turun sampai sangat turun
Tekanan nadi Turun sampai sangat turun
Denyut nadi Meningkat sampai sangat meningkat
Isi nadi Normal atau kecil
Vasokonstriksi perifer Meningkat
Suhu kulit Dingin
Warna Normal atau pucat
Tekanan vena sentral Normal atau rendah
Diuresis Tidak ada
EKG Normal
Foto paru Normal

2.5 Diagnosis Banding


Beberapa keadaan dapat menyerupai reaksi anafilaktik, seperti:
1.   Urtikaria
Urtikaria akut biasanya berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari (kurang dari
6 minggu) dan umumnya penyebabnya dapat diketahui. Urtikaria kronik, yaitu
urtikaria yang berlangsung lebih dari 6 minggu, dan urtikaria berulang biasanya
tidak diketahui pencetusnya dan dapat berlangsung sampai beberapa tahun.2
2. Reaksi vasovagal
Reaksi vasovagal sering dijumpai setelah pasien mandapat suntikan. Pasien tampak
pingsan, pucat dan berkeringat. Tetapi dibandingkan dengan reaksi anafilaktik, pada
reaksi vasovagal nadinya lambat dan tidak terjadi sianosis. Meskipun tekanan
darahnya turun tetapi masih mudah diukur dan biasanya tidak terlalu rendah seperti
anafilaktik. 1
3.  Infark miokard akut
Pada infark miokard akut gejala yang menonjol adalah nyeri dada, dengan atau tanpa
penjalaran. Gejala tersebut sering diikuti rasa sesak tetapi tidak tampak tanda-tanda
obstruksi saluran napas. Sedangkan pada anafilaktik tidak ada nyeri dada. 1
4.  Reaksi hipoglikemik
Reaksi hipoglikemik disebabkan oleh pemakaian obat antidiabetes atau sebab lain.
Pasien tampak lemah, pucat, berkeringat, sampai tidak sadar. Tekanan darah
kadang-kadang menurun tetapi tidak dijumpai tanda-tanda obstruksi saluran napas.
Sedangkan pada reaksi anafilaktik ditemui obstruksi saluran napas. 1
5.  Reaksi histeris
Pada reaksi histeris tidak dijumpai adanya tanda-tanda gagal napas, hipotensi, atau
sianosis. Pasien kadang-kadang pingsan meskipun hanya sementara. Sedangkan
tanda-tanda diatas dijumpai pada reaksi anafilaksis. 1
6.  Carsinoid syndrome
Pada sindrom ini dijumpai gejala-gejala seperti muka kemerahan, nyeri kepala,
diare, serangan sesak napas seperti asma. 1
7.  Chinese restaurant syndrome
Dapat dijumpai beberapa keadaan seperti mual, pusing, dan muntah pada beberapa
menit setelah mengkonsumsi MSG lebih dari 1 gr, bila penggunaan lebih dari 5 gr
bisa menyebabkan asma. Namun tekanan darah, kecepatan denyut nadi, dan
pernapasan tidak berbeda nyata dengan mereka yang diberi makanan tanpa MSG.
8. Asma bronkial
Gejala-gejalanya dapat berupa sesak napas, batuk berdahak, dan suara napas yang
berbunyi ngik-ngik. Dan biasanya timbul karena faktor pencetus seperti debu,
aktivitas fisik, dan makanan, dan lebih sering terjadi pada pagi hari. 1
9.  Rhinitis alergika
Penyakit ini menyebabkan gejala seperti pilek, bersin, buntu hidung, gatal hidung
yang hilang-timbul, mata berair yang disebabkan karena faktor pencetus, mis. debu,
terutama di udara dingin.dan hampir semua kasus asma diawali dengan RA. 1
2.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan syok anafilaktik memerlukan tindakan cepat sebab penderita
berada pada keadaan gawat. Sebenarnya, pengobatan syok anafilaktik tidaklah sulit, asal
tersedia obat-obat emergensi dan alat bantu resusitasi gawat darurat serta dilakukan
secepat mungkin. Hal ini diperlukan karena kita berpacu dengan waktu yang singkat
agar tidak terjadi kematian atau cacat organ tubuh menetap. 6
Pada komplikasi syok anafilaktik setelah kemasukan obat atau zat kimia, baik
peroral maupun parenteral, maka tindakan awal yang dilakukan, adalah:
1. Segera baringkan penderita pada alas yang keras. Kaki diangkat lebih tinggi dari
kepala untuk meningkatkan aliran darah balik vena, dalam usaha memperbaiki curah
jantung dan menaikkan tekanan darah. 3
2. Penilaian A, B, C dari tahapan resusitasi jantung paru, yaitu:
A. Airway (membuka jalan napas). Jalan napas harus dijaga tetap bebas, tidak ada
sumbatan sama sekali. Untuk penderita yang tidak sadar, posisi kepala dan leher
diatur agar lidah tidak jatuh ke belakang menutupi jalan napas, yaitu dengan
melakukan ekstensi kepala, tarik mandibula ke depan, dan buka mulut.3
B. Breathing support, segera memberikan bantuan napas buatan bila tidak ada tanda-
tanda bernapas, baik melalui mulut ke mulut atau mulut ke hidung. Pada syok
anafilaktik yang disertai udem laring, dapat mengakibatkan terjadinya obstruksi
jalan napas total atau parsial. Penderita yang mengalami sumbatan jalan napas
parsial, selain ditolong dengan obat-obatan, juga harus diberikan bantuan napas dan
oksigen. Penderita dengan sumbatan jalan napas total, harus segera ditolong dengan
lebih aktif, melalui intubasi endotrakea, krikotirotomi, atau trakeotomi. 6
C. Circulation support, yaitu bila tidak teraba nadi pada arteri besar (a. karotis, atau a.
femoralis), segera lakukan kompresi jantung luar. 3
Setelah dilakukan tindakan awal, dilanjutkan dengan penanganan untuk syok
anafilaktik, yaitu sebagai: 5
a. Oksigenasi
Prioritas pertama dalam pertolongan adalah pernafasan. Jalan nafas yang etrbuka
dan bebas harus dijamin, kalau perlu lakukan sesuai dengan ABC-nya resusitasi. 3,5
b. Epinefrin
Epinefrin atau adrenalin bekerja sebagai penghambat pelepasan histamine dan
mediator lain yang poten. Mekanismenya adalah adrenalin meningkatkan siklik AMP
dalam sel mast dan basofil sehingga menghambat terjadinya degranulasi serta pelepasan
histamine dan mediator lainnya. Selain itu adrenalin mempunyai kemampuan
memperbaiki kontraktilitas otot jantung, tonus pembuluh darah perifer dan otot polos
bronkus. 1,3
Dosis yang dianjurkan adalah 0,25 mg sub kutan setiap 15 menit sesuai berat
gejalanya. Bila penderita mengalami presyok atau syok dapat diberikan dengan dosis
0,01 mg/kgbb secara intra muskuler dan dapat diulang tiap 15 menit sampi tekanan
darah sistolik mencapai 90-100 mmHg. Cara lain adalah dengan memberikan larutan 1-
2 mg dalam 100 ml garam fisiologis secara intravena, dilakukan bila perfusi otot jelek
karena syok dan pemberiannya dengan monitoring EKG. Pada penderita tanpa kelainan
jantung, adrenalin dapat diberikan dalam larutan 1:100.000 yaitu melarutkan 0,1 ml
adrenalin dalam 9,9 ml NaCl 0,9% dan diberikan sebanyak 10 ml secara intravena
pelan-pelan dalam 5-10 menit. Adrenalin harus diberikan secara hati-hati pada penderita
yang mendapat anestesi volatil untuk menghindari terjadinya aritmia ventrikuler. 3,6,7
c. Pemberian cairan infus intravena
Pemberian cairan infus dilakukan bila tekanan sistolik belum mencapai 50
mmHg. Karena cairan koloid dapat menyebabkan alergi, sebaiknya tidak digunakan
pada kasus syok anafilaktik. Hartmann solution atau salin 0,9% adalah cairan yang tepat
untuk resusitasi awal. Karena cukup banyak cairan yang dibutuhkan, pemantauan CVP
dan hematokrit secara serial sangat membantu. 3

d. Obat-obat vasopresor
Bila pemberian adrenalin dan cairan infus yang dirasakan cukup adekwat tetapi
tekanan sistolik tetap belum mencapai 90 mmHg atau syok belum teratasi, dapat
diberikan vasopresor. Dopamin dapat diberikan secara infus dengan dosis awal
0,3mg/KgBB/jam dan dapat ditingkatkan secara bertahap 1,2mg/KgBB/jam untuk
mempertahankan tekanan darah yang membaik. Noradrenalin dapat diberikan untuk
hipotensi yang tetap membandel. 1,7
e. Kortikosteroid
Berperan sebagai penghambat mitosis sel prekursor IgE dan juga menghambat
pemecahan fosfolipid menjadi asam arakhidonat pada fase lambat. Kortikosteroid
digunakan untuk mengatasi spasme bronkus yang tidak dapat diatasi dengan adrenalin
dan mencegah terjadinya reaksi lambat dari anafilaksis. Dosis yang dapat diberikan
adalah 7-10 mg/kg i.v prednisolon dilanjutkan dengan 5 mg/kg tiap 6 jam atau dengan
deksametason 40-50 mg i.v. Kortisol dapat diberikan secara i.v dengan dosis 100-200
mg dalam interval 24 jam dan selanjutnya diturunkan secara bertahap. 3
Dosis hidrokortison diberikan sesuai dengan usia yaitu:
> 12 tahun dan dewasa : 200 mg IM atau IV perlahan
> 6 – 12 tahun : 100 mg IM atau IV perlahan
> 6 bulan – 6 tahun : 50 mg IM atau IV perlahan
< 6 bulan : 25 mg IM atau IV perlahan. 3
f. Antihistamin
Bekerja sebagai penghambat sebagian pengaruh histamine terhadap sel target.
Antihistamin diindikasikan pada kasus reaksi yang memanjang atau bila terjadi edema
angioneurotik dan urtikaria. Difenhidramin dapat diberikan dengan dosis 1mg/kg tiap 4-
6 jam.
Dosis klorpenamin tergantung dengan usia, yaitu:
> 12 tahun dan dewasa : 10 mg IM atau IV perlahan
> 6 – 12 tahun : 5 mg IM atau IV perlahan
> 6 bulan – 6 tahun : 2,5 mg IM atau IV perlahan
< 6 bulan : 250 µg/kgbb IM atau IV perlahan. 3

g. Resusitasi Jantung Paru


RJP dilakukan apabila terdapat tanda-tanda kagagalan sirkulasi dan pernafasan.
Untuk itu tidakan RJP yang dilakukan sama seperti pada umumnya.
Penderita yang tertolong dan telah stabil jangan terlalu cepat dipulangkan karena
kemungkinan terjadinya reaksi lambat anafilaksis. Sebaiknya penderita tetap dimonitor
paling tidak untuk 12-24 jam. Untuk keperluan monitoring yang kektat dan kontinyu ini
sebaiknya penderita dirawat di Unit Perawatan Intensif.
Mempertahankan Suhu Tubuh
Suhu tubuh dipertahankan dengan memakaikan selimut pada penderita untuk
mencegah kedinginan dan mencegah kehilangan panas. Jangan sekali-kali memanaskan
tubuh penderita karena akan sangat berbahaya.
Pemberian Cairan
Jangan memberikan minum kepada penderita yang tidak sadar, mual-mual,
muntah, atau kejang karena bahaya terjadinya aspirasi cairan ke dalam paru. Jangan
memberi minum kepada penderita yang akan dioperasi atau dibius dan yang mendapat
trauma pada perut serta kepala (otak). Penderita hanya boleh minum bila penderita sadar
betul dan tidak ada indikasi kontra. Pemberian minum harus dihentikan bila penderita
menjadi mual atau muntah. 3
Pada syok hipovolemik, jumlah cairan yang diberikan harus seimbang dengan
jumlah cairan yang hilang. Sedapat mungkin diberikan jenis cairan yang sama dengan
cairan yang hilang, darah pada perdarahan, plasma pada luka bakar. Kehilangan air
harus diganti dengan larutan hipotonik. Kehilangan cairan berupa air dan elektrolit
harus diganti dengan larutan isotonik. Penggantian volume intra vaskuler dengan cairan
kristaloid memerlukan volume 3–4 kali volume perdarahan yang hilang, sedang bila
menggunakan larutan koloid memerlukan jumlah yang sama dengan jumlah perdarahan
yang hilang. Telah diketahui bahwa transfusi eritrosit konsentrat yang dikombinasi
dengan larutan ringer laktat sama efektifnya dengan darah lengkap. Pemantauan tekanan
vena sentral penting untuk mencegah pemberian cairan yang berlebihan. 6
2.7 Pencegahan
Pencegahan syok anafilaktik merupakan langkah terpenting dalam setiap
pemberian obat, tetapi ternyata tidaklah mudah untuk dilaksanakan. Ada beberapa hal
yang dapat kita lakukan, antara lain:
1. Pemberian obat harus benar-benar atas indikasi yang kuat dan tepat.
2. Individu yang mempunyai riwayat penyakit asma dan orang yang mempunyai
riwayat alergi terhadap banyak obat, mempunyai risiko lebih tinggi terhadap
kemungkinan terjadinya syok anafilaktik.
3. Penting menyadari bahwa tes kulit negatif, pada umumnya penderita dapat
mentoleransi pemberian obat-obat tersebut, tetapi tidak berarti pasti penderita tidak
akan mengalami reaksi anafilaktik. Orang dengan tes kulit negatif dan mempunyai
riwayat alergi positif mempunyai kemungkinan reaksi sebesar 1–3% dibandingkan
dengan kemungkinan terjadinya reaksi 60%, bila tes kulit positif.
4. Yang paling utama adalah harus selalu tersedia obat penawar untuk mengantisipasi
kemungkinan terjadinya reaksi anafilaktik atau anafilaktoid serta adanya alat-alat
bantu resusitasi kegawatan. 6
BAB III
KESIMPULAN

1. Syok atau renjatan merupakan suatu keadaan patofisiologik dinamik yang terjadi
bila oxygen delivery (DO2) ke mitokondria sel di seluruh tubuh manusia tidak
mampu memenuhi kebutuhan oxygen consumtion (VO2).
2. Syok anafilaktik adalah suatu respons hipersensitivitas yang mengancam jiwa yang
diperantarai oleh IgE (hipersensitivitas tipe I) yang ditandai dengan COP dan
tekanan arteri yang menurun hebat.
3. Penyebab anafilaksis sangat beragam, diantaranya adalah antibiotik, ekstrak alergen,
serum kuda, zat diagnostik, bisa (venom), produk darah, anestetikum lokal,
makanan, enzim, hormon, dan lain-lain.
4. Berbagai manifestasi klinis yang timbul dalam reaksi yang muncul dalam reaksi
anafilaktik pada umumnya disebabkan oleh pelepasan mediator oleh mastosit/basofil
baik yang timbul segera (yang timbul dalam beberapa menit) maupun yang timbul
belakangan (sesudah beberapa jam).
5. Gambaran klinis anafilaksis sangat bervariasi baik cepat dan lamanya reaksi maupun
luas dan beratnya reaksi. Reaksi dapat mulai dalam beberapa detik atau menit
sesudah terpajan alergen dan gejala ringan dapat menetap sampai 24 jam meskipun
diobati. Gejala dapat dimulai dengan gejala prodormal baru menjadi berat, tetapi
kadang-kadang langsung berat.
6. Penatalaksanaan syok anafilaktik memerlukan tindakan cepat sebab penderita
berada pada keadaan gawat. Sebenarnya, pengobatan syok anafilaktik tidaklah sulit,
asal tersedia obat-obat emergensi dan alat bantu resusitasi gawat darurat serta
dilakukan secepat mungkin.
DAFTAR PUSTAKA

1. Resuscitation Council (UK), Emergency Treatment of Anaphylactic Reactions –


Guideline for Healthcare Providers, Tavistock Square, London, January 2008.
2. Anonymous, Anaphylactic Shock in Children, available at:
http://www.kidsallergies.co.uk/AnaphylacticShock.html,
3. Johannes Ring et.all. History and Classification of Anaphylaxis. anaphylaxis.Wiley,
Chichester (Novartis Foundation Symposium 257):2004 p 6-24.
4. Imbawan Eka, Suryana Ketut, Suadarmana Ketut. Asosiasi Cara Pemberian Obat
dengan Onset dan Derajat Klinis Reaksi Hipersensitifitas Akut/Anafilaksis pada
Penderita yang Dirawat di RSUP Sanglah Denpasar Bali. J Penyakit Dalam
2010;vol.11:135-139.
5. Estelle et.all. WAO Guideline for the Assessment and Management of Anaphylaxis.
2011;4:13-37.
6. Longmore Murray et.all. Anaphylactic Shock. Oxford Handbook of Clinical
Medicine.2010:8th:806-807. 8. F Estelle. Anaphylaxis: the acute episode and
beyond. BMJ 2013; 1–10

Anda mungkin juga menyukai