Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN DEFISIENSI VOLUME


CAIRAN PADA PASIEN PERITONITIS GASTER PERFORASI
DI RUANG IMAN RUMAH SAKIT BINASEHAT JEMBER

OLEH:

Ido Prasetyo, S.Kep NIM 192311101042


Zulfa Alfania, S.Kep NIM 192311101048
Bella Fitra M, S.Kep NIM 192311101070
Norma Nabilah, S.Kep NIM 192311101092
Martina Fitria, S.Kep NIM 192311101134
Istna Abidah m, S.Kep NIM 152310101070

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
JEMBER
2019

DAFTAR ISI
ii

halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................. i
DAFTAR ISI .............................................................................................. ii
LAPORAN PENDAHULUAN ................................................................. 1
A. Definisi................................................................................................... 1
B. Epidemiologi ......................................................................................... 5
C. Etiologi ................................................................................................... 6
D. Tanda dan Gejala .................................................................................... 8
E. Patofisiologi dan Clinical Pathway ........................................................ 9
F. Penatalaksanaan Medis ........................................................................... 10
G. Penatalaksanaan Keperawatan ............................................................... 11
1. Diagnosa Keperawatan yang Sering Muncul (PES) .......................... 13
2. Perencanaan/ Nursing Care Plan ....................................................... 14
H. Penatalaksanaan berdasarkan Evidance Based Practice in Nursing ..... 20
I. Daftar Pustaka........................................................................................... 24

ii
1

LAPORAN PENDAHULUAN DEFISIENSI VOLUME CAIRAN

A. Definisi Defisiensi Volume Cairan


Kekurangan volume cairan terjadi ketika tubuh kehilangan cairan dan
elektrolit ekstrasel dalam jumlah yang proporsional (isotonik). Kondisi seperti ini
disebut juga hipovolemi. Umumnya gangguan ini diawali dengan kehilangan
cairan intravaskuler lalu diikuti dengan perpindahan cairan intrasel menuju
intravaskuler sehingga menyebabkan penurunan jumlah cairan ekstrasel. Untuk
mengompensasi kondisi ini, tubuh melakukan pemindaha cairan intrasel. Secara
umum, deficit volume cairan disebabkan oleh beberapa hal, yaitu kehilangan
cairan abnormal melalui kulit, penurunan asupan cairan, perdarahan dan
pergerakan cairan ke lokasi ketiga. Lokasi ketiga yang dimaksud adalah lokasi
tempat cairan berpindah dan tidak mudah untuk mengembalikannya ke lokasi
semula dalam kondisi cairan ekstrasel istirahat. Cairan dapat berpindah dari lokasi
intravaskuler menuju lokasi potensial seperti pleura, peritoneum (Faqih, 2011).
Cairan tubuh terdistribusi dalam dua kompartemen, yaitu cairan ekstrasel
(CES) dan cairan intrasel (CIS). Cairan ekstrasel terdiri dari cairan intersisial dan
cairan intravaskuler. Lima belas persen berat tubuh merupakan cairan interstitial.
Cairan intravaskuler terdiri dari plasma, bagian cairan limfe, yang mengandung
air yang tidak berwarna dan darah. Plasma menyusun 5% berat tubuh. Cairan
intrasel merupakan cairan dalam membrane sel yang membentuk 40% berat
tubuh. Kompartemen cairan intrasel memiliki banyak solute yang sama dengan
cairan yang berada di ruang ekstrasel. Namun proporsi substansi-substansi
tersebut berbeda (Potter&Perry, 2006).

B. Epidemiologi
Dehidrasi adalah kehilangan cairan yang berlebihan dari jaringan tubuh.
Apabila terjadi ketidakseimbangan cairan di dalam tubuh, maka akan timbul
kejadian dehidrasi atau kehilangan air secara berlebihan (Tamsuri, 2009). Hal ini
didukung dengan Brenna dkk (2012) yang menyebutkan bahwa dehidrasi adalah
kondisi dimana tubuh kehilangan cairan atau defisit volume cairan sebanyak 1 %
2

atau lebih dari berat badan. Berdasarkan penelitian The Indonesian Regional
Hydration Study (THIRST) tahun 2010 yang dilakukan di beberapa kota di
Indonesia, Jakarta menempati angka dehidrasi terbesar kedua setelah
Makassar yaitu sebesar 53,1% pada penduduk Indonesia dan dehidrasi ringan
atau jangka pendek ternyata lebih banyak terjadi pada kelompok usia dewasa
(20-50 tahun) sebesar 49,5%.
Selama satu tahun didapatkan 742 responden, dan yang mengalami
gangguan elektrolit sebesar 637. Usia termuda 60 tahun dan usia tertua 85 tahun.
Kelompok usia terbanyak yang mengalami gangguan elektrolit adalah kelompok
usia 65 – 69 tahun sebanyak 240 (37,7%). Laki-laki yang mengalami gangguan
elektrolit sebesar 420 (65,9%), perempuan sebesar 217 (34,1%). Jenis gangguan
elektrolit yang terjadi adalah hiperklorida sebesar 224 (35,2%), kemudian
hiponatremi sebesar 133 (20,9%) (Aras, 2007).
Hasil penelitian didapatkan dari total 35 pasien gagal ginja kronik
didapatkan bahwa sebanyak 54% (19 pasien) mengalami hiponatremia, sebanyak
22,9% (8 pasien) mengalami gangguan keseimangan kadar klorida dan 22,9%
pasien (8 pasien) mengalami hiperkloremia (Tambajong dkk, 2016).

C. Etiologi
Beberapa yang dapat menyebabkan kondisi kekurangan volume cairan
yaitu kehilangan cairan aktif dan kegagalan mekanisme regulasi. Kehilangan
cairan aktiv seperti demam dan laju peningkatan metabolic, drainase tidak normal,
luka bakar, menstruasi berlebih, diare, peritonitis (Herman & Kamitsuru, 2011).
Faktor pencetus dari kekurangan volume cairan dapat disebabkan oleh :
a. Usia
Perbedaan usia menentukan luas permukaan tubuh dan aktivitas organ,
sehingga dapat mempengaruhi jumlah kebutuhan cairan dan elektrolit.
Kebutuhan cairan pada anak tergantung berat badan, sampai 10 kg kira-kira
perlu 100 ml/kg berat badan. Kebutuhan cairan pada orang dewasa yaitu 50 cc
per kg berat badan.
3

b. Temperatur yang tinggi


Dapat menyebabkan proses pengeluaran cairan melalui keringat cukup banyak,
sehingga tubuh akan banyak kehilangan cairan.
c. Diet
Apabila tubuh kekurangan zat gizi, maka tubuh akan memecah cadangan
makanan yang tersimpan dalam tubuh sehingga terjadi pergerakan cairan dari
interstisial ke interseluler, yang dapat berpengaruh pada jumlah pemenuhan
kebutuhan cairan.
d. Stres
Dapat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit, melalui
proses peningkatan produksi ADH karena pada proses ini dapat meningkatkan
metabolisme sehingga mengakibatkan terjadinya glikolisis otot yang dapat
menimbulkan retensi natrium dan air.
e. Sakit
Pada keadaan sakit terdapat banyak sel yang rusak, sehingga untuk
memperbaikinya sel membutuhkan proses pemenuhann kebutuhan cairan yang
cukup. Keadaan sakit menimbulkan ketidakseimbangan sistem dalam tubuh
seperti ketidakseimbangan hormonal yang dapat mengganggu keseimbangan
kebutuhan cairan.
f. Pembedahan
Pasien dengan tindakan pembedahan memiliki resiko tinggi mengalami
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh,dikarenakan kehilangan
darah selama pembedahan.Sedangkan beberapa klien lainya justru mengalami kelebihan
bebancairan akibat asupan cairan berlebih melalui intravena selama pembedahan atausekresi
hormon ADH selama masa stress akibat obat- obat anastesi. (Potter&Perry, 2006)

D. Tanda dan Gejala


Beberapa tanda dan gejala pada kekurangan volume cairan menurut
(Herman & Kamitsuru, 2018):
1. Perubahan pada status mental
2. Penurunan tekanan darah
4

3. Penurunan tekanan nadi


4. Penurunan volume nadi
5. Penurunan turgor kulit
6. Penurunan turgor lidah
7. Penurunan haluaran urin
8. Penurunan pengisian vena
9. Membrane mukosa kering
10. Kulit kering
11. Peningkatan hematokrit
12. Peningkatan suhu tubuh
13. Peningkatan frekuensi nadi
14. Peningkatan konsentrasi urin
15. Penurunan BB tiba-tiba
16. Haus
17. Kelemahan

Adapun manifestasi klinik dari defisiensi volume cairan menurut (Brunner


& Suddarth, 2002) :
a. Manifestasi Klinik :
Tanda dan gejala klinik yang mungkin didapatkan pada klien dengan
hipovolemia antara lain : pusing, kelemahan, keletihan, sinkope, anoreksia, mual,
muntah, haus, kekacauan mental, konstipasi, oliguria. Tergantung jenis
kehilangan cairan hipovolemia dapat disertai ketidak seimbangan asam basa,
osmolar/elektrolit. Penipisan (CES) berat dapat menimbulkan syok hipovolemik.
Mekanisme kompensasi tubuh pada kondisi hipolemia adalah dapat berupa
peningkatan rangsang sistem syaraf simpatis (peningkatan frekwensi jantung,
inotropik (kontraksi jantung) dan tahanan vaskuler), rasa haus, pelepasan hormon
antideuritik (ADH), dan pelepasan aldosteron. Kondisi hipovolemia yang lama
menimbulkn gagal ginjal akut.
5

b. Komplikasi akut dari defisiensi volume cairan

Akibat lanjut dari kekurangan volume cairan dapat mengakibatkan :


1. Dehidrasi (Ringan, sedang berat).
2. Renjatan hipovolemik.
3. Kejang pada dehidrasi hipertonik.

E. Patofisiologi dan Clinical Pathway


1. Patofisiologi Kekurangan Cairan

Defisiensi volume cairan atau kekurangan volume cairan bisa disebabkan


oleh berbagai faktor yang mendorong terjadinya proses tersebut. Penyebab
kekurangan volume cairan bisa dari kurangnya intake cairan dan nutrisi,
hipertermi, stress, proses penyakit dan proses pembedahan. Proses pembedahan
ini bisa diakibatkan oleh berbagai macam jenis penyakit yang diderita salah
satunya jenis penyakit pencernaan seperti peritonitis. Penyakit peritonitis adalah
suatu penyakit dimana teradi proses inflamasi dari peritonium (lapisan serosa
yang menutupi rongga abdomen dan organ-organ abdomen didalamnya), penyakit
bisa terjadi diakibatkan oleh penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen, ruptur
saluran cerna maupun luka tembus abdomen. Terjadinya Proses inflamasi pada
penyakit ini bisa menyebabkan perlekatan antara organ-organ intra abdominal dan
lapisan peritonium viseral dan parietal. Timbulnya perlekatan ini menyebabkan
aktivitas peristaltik berkurang dan menyebabkan cairan dan elektrolit berpindah
dari lokasi intravaskuler menuju ke lokasi potensial (peritonium). Keadaan ini
apabila tubuh tidak mampu melakukan mekanisme kompensasi akan
menyebabkan jatuh pada kondisi kekurangan volume cairan dan resiko syok
(Faqih, 2011).

Penatalaksanaan medis penyakit peritonitis salah satunya dengan melakukan


prosedur bedah, bedah laparatomi merupakan salah satu prosedur bedah yang
biasa digunakan untuk melakukan perbaikan pada bagian peritonium yang
mengalami kerusakan. Klien yang akan melakukan proses pembedahan
laparotomi harus berpuasa terlebih dahulu sebelum melakukan operasi. Proses ini
6

berguna untuk mencegah terjadinya aspirasi pernafasan pada saat dilakukan


proses pembedahan. Setelah melakukan prosedur pembedahan fungsi absorpsi
sistem ganstrointestinal belum pulih seutuhnya dan harus menunggu proses
adaptasi dan proses perbaikan organ, oleh karena itu pasien harus dipuasakan
terlebih dahulu untuk menyiapkan saluran pencernaan. Puasa post op pada pasien
peritonitis gaster prforasi membutuhkan waktu 3-4 hari. Proses puasa yang cukup
lama memerlukan manajemen cairan yang adekuat untuk meminimalkan
terjadinya gangguan keseimbangan cairan yang berujung pada resiko terjadinya
defisiensi volume cairan (Warsinggih, 2016).

Kekurangan volume cairan terjadi ketika tubuh kehilangan cairan dan


elektrolit ekstraseluler dalam jumlah yang proporsional (isotonik). Kondisi seperti
ini disebut juga hipovolemia. Umumnya, gangguan ini diawali dengan kehilangan
cairan intravaskuler, lalu diikuti dengan perpindahan cairan interseluler menuju
intravaskuler sehingga menyebabkan penurunan cairan ekstraseluler. Untuk untuk
mengkompensasi kondisi ini, tubuh melakukan pemindahan cairan intraseluler.
Secara umum, defisit volume cairan disebabkan oleh beberapa hal, yaitu
kehilangan cairan abnormal melalui kulit, penurunan asupancairan , perdarahan
dan pergerakan cairan ke lokasi ketiga (lokasi tempat cairan berpindah dan tidak
mudah untuk mengembalikanya ke lokasi semula dalam kondisi cairan
ekstraseluler istirahat). Cairan dapat berpindah dari lokasi intravaskuler menuju
lokasi potensial seperti pleura, peritonium, perikardium, atau rongga sendi. Selain
itu, kondisi tertentu, seperti terperangkapnya cairan dalam saluran pencernaan,
dapat terjadi akibat obstruksi saluran pencernaan (Tamsuri, 2004).
7

2. Clinical Pathway

Penyebab terjadinya Defisiensi Volume


Cairan (kurang intake nutrisi, hipertermi,
stress, proses penyakit (Peritonitis), proses
pembedahan).

Peristaltik dan
kemampuan Terjadi Peritonitis Gaster Penatalaksanaan
sistem pencernaan Inflamasi Perforasi Medis
berkurang peritonium

Prosedur Proses
Cairan dan Post Op Pembedahan
Insisi Bedah
elektrolit Laparaotomi (Laparatomi
(Luka Bedah)
berpindah dari Repair Gaster)
intravaskuler ke
(peritonium)
Prosedur Puasa
Mengaktifkan
(Adaptasi Saluran
reseptor nyeri Luka post op
Pencernaan paska
pada bagian
operasi)
abdomen

Kenyamanan:
Nyeri Akut2 Pembatasan Intake
cairan dan makanan Prosedur
perawatan
Defisiensi luka yg salah
(Kekurangan)
Volume Cairan1 Terdapat Defisiensi Volume
jahitan Cairan1
lukapost op Resiko
Infeksi4

Keterbatsan
rentang gerak
pasien

Hambatan
Mobilitas Fisik3
8

F. Penatalaksanaan Medis
1. Terapi cairan
Terapi cairan dibutuhkan jika tubuh tidak dapat memasukkan air, elektrolit,
dan zat-zat makanan secara oral misalnya pada keadaan pasien harus puasa
lama (misal karena pembedahan saluran cerna), perdarahan banyak, syok
hipovolemik, anoreksia berat, mual muntah terus-menerus, dll. Dengan
terapi cairan, kebutuhan air dan elektrolit dapat terpenuhi. Selain itu, dalam
keadaan tertentu terapi cairan dapat digunakan sebagai tambahan untuk
memasukkan obat dan zat makanan secara rutin atau dapat juga digunakan
untuk menjaga keseimbangan asam-basa.
a. Teknik Pemberian
Prioritas utama dalam menggantikan volume cairan yang hilang adalah
melalui rute enteral / fisiologis misalnya minum atau melalui NGT.
Untuk pemberian terapi cairan dalam waktu singkat dapat digunakan
vena-vena di punggung tangan, sekitar daerah pergelangan tangan,
lengan bawah atau daerah cubiti. Pada anak kecil dan bayi sering
digunakan daerah punggung kaki, depan mata kaki dalam atau kepala.
Pemberian terapi cairan pada bayi baru lahir dapat dilakukan melalui
vena umbilikalis.
Penggunaan jarum anti-karat atau kateter plastik anti trombogenik pada
vena perifer biasanya perlu diganti setiap 1-3 hari untuk menghindari
infeksi dan macetnya tetesan. Pemberian cairan infus lebih dari 3 hari
sebaiknya menggunakan kateter besar dan panjang yang ditusukkan pada
vena femoralis, vena cubiti, vena subclavia, vena jugularis eksterna atau
interna.
2. Monitor vital sign
3. Monitor status nutrisi
4. Dorong keluarga untuk membantu pasien makan
5. Kolaborasi dengan dokter
6. Mengukur intake dan output
Pengertian
9

Merupakan suatu tindakan mengukur jumlah cairan yang masuk ke dalam


tubuh (intake) dan mengukur jumlah cairan yang keluar dari tubuh (output).
Tujuan
1. Menentukan status keseimbangan cairan tubuh klien
2. Menentukan tingkat dehidrasi klien

Prosedur Pelaksanaan
1. Menentukan jumlah cairan yang masuk kedalam tubuh klien terdiri dari:
 Air minum
 Air dalam makanan
 Air hasil oksidasi (metabolisme)
 Cairan intravena
2. Menentukan jumlah cairan yang keluar dari tubuh klien terdiri dari:
 Urine
 Insensible water loss (IWL): paru dan kulit
 Keringat
 Feces
 Muntah
3. Menentukan keseimbangan cairan tubuh klien dengan rumus:
Intake - output

Hal-hal yang perlu diperhatikan


1) Rata-rata intake cairan perhari
 Air minum 1500-2500 ml
 Air dari makanan 750 ml
 Air hasil oksidasi (metabolism) 200 ml
2) Rata-rata output cairan per hari
 Urine 1400-1500 ml
 IWL
- Paru 350-400 ml
- Kulit 350-400 ml
10

 Keringat 100 ml
 Feses 100-200 ml
3) Insensible Water Loss
 Dewasa 15cc/kgBB/hari
 Anak (30- usia (tahun) cc/kgBB/hari

*Rumus IWL
     
      IWL = (15 x BB )
                        24 jam

*Rumus IWL Kenaikan Suhu

       [(10% x CM)x jumlah kenaikan suhu]  + IWL normal


                             24 jam

PENGHITUNGAN BALANCE CAIRAN UNTUK DEWASA


Input cairan:   Air (makan+Minum)  = ......cc
                       Cairan Infus               = ......cc
                       Therapi injeksi           = ......cc
                     Air Metabolisme        = ......cc    (Hitung AM= 5cc/kgBB/hari)

Output cairan:      Urine                          = ......cc


                              Feses                          = .....cc (kondisi normal 1 BAB
feses = 100 cc)
                  Muntah/perdarahan
                   cairan drainage luka/
                cairan NGT terbuka   = .....cc
                    IWL                           = .....cc (hitung IWL= 15cc/kgBB/hari)
                  (Insensible Water Loss)
11

G. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Diagnosa Keperawatan
1. (00027) Defisiensi Volume Cairan berhubungan dengan hambatan mengakses
cairan, asupan cairan kurang,kurang pengetahuan tentang kebutuhan cairan
yang ditandai dengan perubahan status mental, penurunan turgor kulit,
penurunan tekanan darah, penurunan tekanan nadi, membran mukosa kering,
kulit kering, peningkatan suhu tubuh, peningkatan frekuensi nadi, haus dan
kelemahan.
2. (00132) Kenyamanan : Nyeri Akut berhubungan dengan agen cedera
biologis, agen cedera kimiawi dan agen cedera fisik.
3. (00085) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidaknyamanan
nyeri, penurunan kekuatan otot yang ditandai dengan keterbatasan rentang
gerak, gerakan lambat, kesulitan membolak-balikkan posisi.
4. (00004) Resiko Infeksi berhubungan dengan gngguan peristaltik, gangguan
integrias kulit, vaksinasi tidak adekuat, kurang pengetahuan untuk menghindari
pemajanan patogen, malnutrisi, obesitas, merokok, obesitas, merokok, dan
stasis cairan tubuh.
12

b. Perencanaan Keperawatan (Nursing Care Plan)


PARAF
DIAGNOSIS
NO TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI &
KEPERAWATAN
NAMA
1. (00027) Defisiensi volume Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 4x24 Manajemen Cairan (4120)
cairan diharapkan volume cairan klien menjadi seimbang baik 1. Monitor status hidrasi pasien
dengan kriteria hasil: 2. Monitor tanda vital pasien
3. Berikan cairan dengan tepat
Keseimbangan Cairan (0601) 4. Berikan cairan IV sesuai dengan suhu
Tujuan kamar
No Indikator Awal 5. Tingkatkan asupan oral yang sesuai
1 2 3 4 5 6. Distribusikan asupan cairan selama 24
1. Tekanan darah jam

2. Denyut nadi radial Monitor Cairan (4130)


3. Turgor kulit 1. Monitor asupan dan pengeluaran
4. Kelembaban 2. Monitor tekanan darah, denyut jantung
membran mukosa dan status pernapasan
5. Keseimbangan intake 3. Monitor membran mukosa, turgor kulit
dan output dalam 24 dan respon haus
jam 4. Monitor warna dan kuantitas urin
6. Kehausan
8. Pusing
13

Keterangan:
1. Sangat terganggu/berat
2. Banyak terganggu/cukup berat
3. Cukup terganggu/sedang
4. Sedikit terganggu/ringan
5. Tidak terganggu/tidak ada

2. (00132) Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 Manajemen Nyeri (1400)
diharapkan klien tidak lagi menrasakan nyeri dengan 1. Observasi adanya petunjuk nonverbal
kriteria hasil: mengenai ketidaknyamanan
2. Kendalikan faktor lingkungan yang
Tingkat Nyeri (2102) dapat mempengaruhi respon pasien
terhadap ketidaknyamanan
Tujuan 3. Dukung istirahat/tidur yang adekuat
No Indikator Awal
1 2 3 4 5 untuk membantu penurunan nyeri
4. Ajarkan penggunaan teknik non-
1. Nyeri yang
farmakologi (relaksasi)
dilaporkan
5. Evaluasi keefektifan dari tindakan
2. Panjangnya episode pengontrol nyeri yang telah dilakukan
nyeri
3. Ekspresi nyeri wajah
4. Mengerinyit Pemberian Analgesik (2210)
5. Mengeluarkan 1. Cek perintah pengobatan meliputi obat,
14

keringat dosis dan frekuensi obat analgesic yang


6. Tekanan darah diresepkan
7. Denyut nadi radial 2. Cek adanya riwayat alergi obat
3. Evaluasi keefektifan analgesik dengan
8. Frekuensi napas interval yang teratur
Keterangan:
1. Berat/deviasi berat dari kisaran normal
2. Cukup berat/deviasi yang cukup berat dari kisaran
normal
3. Sedang/deviasi sedang dari kisaran normal
4. Ringan/deviasi ringan dari kisaran normal
5. Tidak ada/tidak ada deviasi dari kisaran normal

Pemulihan Pembedahan: Segera Setelah Operasi (2305)

Tujuan
No Indikator Awal
1 2 3 4 5
1. Nyeri
2. Kepatenan jalan
napas
3. Tekanan darah
4. Suhu tubuh
Keterangan:
15

1. Berat/deviasi berat dari kisaran normal


2. Cukup berat/deviasi yang cukup berat dari kisaran
normal
3. Sedang/deviasi sedang dari kisaran normal
4. Ringan/deviasi ringan dari kisaran normal
5. Tidak ada/tidak ada deviasi dari kisaran normal

3. (00085) Hambatan Setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam Manajemen nyeri (1400)
mobilitas fisik diharapkan pergerakan meningkat dan tingkat 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
ketidaknyaman menurun dengan kriteria hasil: komprehensif termasuk lokasi,
Pergerakan (0208) karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas.
Skala 2. Observasi reaksi non verbal dari
Indikator Keterangan skala
Awal Akhir
ketidaknyamanan
Gerakan 1. Sangat terganggu
Bergerak 3. Gunakan teknik komunikasi teraupetik
2. Banyak
dengan mudah untuk mengetahui pengalaman nyeri
terganggu
klien sebelumnya
3. Cukup terganggu
4. Ajarkan teknik relaksasi dan distraksi
4. Sedikit terganggu
untuk mengatasi nyeri
5. Tidak terganggu
5. Kolaborasi dengan memberikan
16

Tingkat ketidaknyamanan (2109) analgetik untuk mengurangi nyeriTerapi


Skala latihan: ambulasi
Indikator Keterangan skala
Awal Akhir
Nyeri 1. Berat
Meringis Bantuan perawatan diri (1800)
2. Cukup berat
1. Monitor kemampuan melakukan
3. Sedang
perawatan diri secara mandiri
4. Ringan
2. Monitor kebutuhan pasien terkait alat-
5. Tidak ada
alat kebersihan diri, alat bantu
berpakaian, bedandan, eliminasi, dan
makan
3. Bantu pasien sampai pasien mampu
melakukan perawatan diri mandiri
4. Bantu pasien menerima kebutuhan
terkait dengan kondisi
5. Dorong pasien melakukan aktivitas
normal sehari-hari sampai batas
kemampuan
6. Ajarkan keluarga untuk mendukung
kemandirian dengan membantu hanya
17

ketika pasien tidak mampu melakukan


perawatan diri

Terapi latihan: ambulasi (0221)


1.Kaji kemampuan ambulasi pasien
2.Anjurkan dan bantu pasien duduk
ditempat tidur sesuai toleransi
3.Atur posisi setiap 2 jam sesuai toleransi
4.Sediakan alat bantu untuk ambulasi jika
diperlukan
5.Dorong ambulasi independen dalam
batas aman
6.Konsultasikan pada ahli terapi fisik
mengenai rencana ambulasi sesuai
kebutuhan
4. (00004) Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 Kontrol Infeksi (6540)
diharapkan klien tidak memiliki risiko infeksi dengan 1. Cuci tangan sebelum dan sesudah
kriteria hasil: perawatan pasien
2. Pakai sarung tangan steril dengan
Pemulihan Pembedahan: Segera Setelah Operasi (2305)
18

Tujuan tepat
No Indikator Awal 3. Pastikan teknik perawatan luka yang
1 2 3 4 5
tepat
1. Suhu tubuh 4. Ajarkan pasien dan keluarga
2. Cairan merembes dari mengenai tanda gejala infeksi dan
drain luka kapan harus melaporkannya pada
3. Perdarahan penyedia perawatan kesehatan
5. Ajarkan pasien dan anggota keluarga
4. Cairan merembes
pada balutan mengenai bagaimana menghindari
5. Pembengkakan sisi infeksi
luka
Keterangan:
1. Berat/deviasi berat dari kisaran normal
2. Cukup berat/deviasi yang cukup berat dari kisaran
normal
3. Sedang/deviasi sedang dari kisaran normal
4. Ringan/deviasi ringan dari kisaran normal
5. Tidak ada/tidak ada deviasi dari kisaran normal

Kontrol Risiko: Proses Infeksi (1924)

Tujuan
No Indikator Awal
1 2 3 4 5
19

1. Mengenali faktor
risiko individu terkait
infeksi
2. Mengetahui
konsekuensi terkait
infeksi
3. Mempraktikkan
strategi untuk
mengontrol infeksi
Keterangan:
1. Tidak pernah menunjukkan
2. Jarang menunjukkan
3. Kadang-kadang menunjukkan
4. Sedang menunjukkan
5. Secara konsisten menunjukkan
20

H. Penatalaksanaan Berdasarkan Evidence Based Parctice in Nursing


Berdasakan hasil penelitian yang berjudul “Pengaruh Aromaterapi Lemon
terhadap Penurunan Skala Nyeri Pasien Post Operasi Laparatomi” yang dilakukan
di Ruang Rawat Inap Bedah RSUD dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung
didapatkan bahwa terdapat penurunan skala nyeri yang dialami oleh pasien post
op laparotomi dengan menggunakan aromaterapi lemon (Rahmayati dkk, 2018).
Menurut Potter & Perry (2006), nyeri adalah keluhan tersering pada pasien
setalah mengalami pembedahan. Nyeri yang dialami pasien post operasi muncul
disebabkan rangsangan mekanik luka yang menyebabkan tubuh menghasilkan
mediator-mediator kimia nyeri sehingga muncul nyeri pada setiap pasien post
operasi (Smeltzer & Bare, 2002). Faktor yang dapat menyebabkan nilai nyeri
berbeda-beda atau bervariasi dan menunjukan perubahan yang relatif kecil, dan
reaksi terhadap nyeridipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti usia, jenis kelamin,
latar belakang sosial budaya, lingkungan, dan pengalaman sensori itu sendiri.
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan penurunan rata-rata skala nyeri
pasien post op laparotomi dari 5,25 menjadi 4,00. Dimana nilai tertinggi nyeri
sebelum pemberian aroma terapi lemon menunjukkan nilai 6 dan nyeri terendah
berada pada nilai 3. Ketika setelah pemberian intervensi sromaterapi lemon nilai
tertinggi nyeri turun satu tingakt menjadi 5 dan nilai terendah menunjukkan nilai
3. Secara kuantitatif penelitian ini bermakna karena menunjukkan adanya
perbedaan skor nyeri sebelum dan sesudah diberikan aromaterapi lemon dimana
rata-rata nyeri berkurang menjadi nilai 4,00.
Hal ini sesuai dengan teori Koensoemardiyah (2009) mengungkapkan
bahwa teknik pemberian aromaterapi menjadi salah satu alternatif terapi bagi
mereka yang sedang mengalami tekanan batin atau stres, dan yang paling penting
yaitu untuk menurunkan intensitas nyeri. Minyak essensial atau minyak atsiri
yang bersifat menurunkan atau menghilangkan rasa nyeri, antara lain: lemon,
lavender, cengkeh, dan peppermint, dengan menggunakan wewangian dari
berbagai jenis tanaman ini bisa membuat seseorang menjadi lebih rileks dan
tenang. Aromaterapi merupakan suatu metode yang menggunakan minyak atsiri
21

untuk meningkatkan kesehatan fisik dan juga memengaruhi kesehatan emosi


seseorang (Koensoemardiyah, 2009).
Penurunan nyeri yang dialami oleh responden disebabkan oleh pemberin
terapi non farmakologi yaitu aromaterapi lemon karena didalam aromaterapi
lemon tersebut terdapat zat-zat yang dapat membuat responden menjadi rileks dan
tenang, sehingga nyeri yang dirasakan tersebut dapat berkurang. Aromaterapi
dapat digunakan dalam intervensi asuhan keperawatan post operasi. Dalam
penelitian ini terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara nyeri sebelum dan
sesudah pemberian aromaterapi lemon. Jika dilihat dari analisa bivariat dapat
disimpulkan bahwa terdapat pengaruh pemberian aromaterapi lemon terhadap
penurunan nyeri pasien post operasi laparatomi (Rahmayati dkk, 2018).
.
22

DAFTAR PUSTAKA

Aras, Sriwaty. 2007. Artikel Ilmiah: Prevalensi dan Distribusi Gangguan


Elektrolit pada Lanjut Usia di Bangsal Penyakit Dalam RSUP Dr. Kariadi
Semarang. Semarang
Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD. 2013. Morgan & Mikhail’s Clinical
Anesthesiology Fifth Edition. Mc Graw Hill Education.
Carpenito, Lynda Juall. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 10.
Jakarta : EGC
D’Anci, K. et al. 2006. Hydration and cognitive function in
children. Nutrition reviews. Vol 64(10), 457-464.
Herdman, T. Heather. 2012. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi
2012-2014. Jakarta: EGC
Joanne, dkk. 2008. Nursing Interventions Classification (NIC), Fifth Edition.
Amerika: Mosby
Koensoemardiyah. 2009. A-Z Aromatherapy untuk Kesehatan, Kecantikan, dan
Kebugaran. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Mangku, dr, Sp. An. KIC & Senapathi, dr, Sp. An. 2010. Buku Ajar Ilmu Anestesi
dan Reanimasi. Jakarta: PT. Indeks.
Miller RD. 2015. Miller’s Anesthesia. 8th Edition. Philadelphia, PA: Elsevier
Saunders.
Muscari, M. E. 2005. Keperawatan Pediatrik, Jakarta, Penerbit
Buku Kedokteran EGC
Moorhead, dkk. 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC), Fourth Edition.
Amerika: Mosby
Potter, Patricia A. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses,
dan Praktik, E/4, Vol. 2. Jakarta: EGC
Rahmayati.,Hardiansyah.,Nurhayati. 2018. Pengaruh Aromaterapi Lemon
terhadap Penurunan Skala Nyeri Pasien Post Operasi Laparatomi. Jurnal
Kesehatan Volume 9, Nomor 3, November 2018 ISSN 2086-7751 (Print),
ISSN 2548-5695
23

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &


Suddarth. Vol. 1. E/8. Jakarta : EGC
Tamsuri, A.2009. Klien Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit Seri
Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai