Anda di halaman 1dari 2

Alfred Tanjung 03

Pyorrhoea
Dentistry
01

BPJS Dinilai Eksploitasi Warga Negara, Lebih Sadis dari Jamsostek

Merdeka.com - Pengamat Ekonomi, Salamudin Daeng menyimpulkan bahwa sistem BPJS


Kesehatan sadis. Sebab dalam peraturannya setiap warga negara wajib mengikuti dan membayar
iuran.

"Ini lebih sadis daripada Jamsostek, karena pendekatannya individual. Pendekatannya setiap
orang yang ingin mendapat jaminan dari negara, maka dia harus membayar. Jadi orang-orang
harus mengikuti ini, wajib, ini eksploitasi terhadap rakyat," kata Salamudin dalam diskusi Forum
Alumni Aktivis Pers Mahasiswa di D Resto Cafe, Pasar Festival, Jl. HR Rasuna Said,
Kuningan,Jakarta Selatan, Minggu (9/8).

Sebelum diputuskan, Salamudin mengakui bahwa pernah menggugat undang-undang SJSN.


Menurutnya BPJS Kesehatan payung hukumnya juga bermuara ke situ. Namun pada tahun 2011
silam gugatannya sebagai pemohon digagalkan Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD.

"Askes, Jamsostek, dan Taspen diprivatisasi sama BPJS," pungkasnya.

Salamudin menegaskan ada beberapa pokok permasalahan di dalam BPJS Kesehatan. Selain
kewajiban setiap masyarakat untuk membayar, ada pula permasalahan badan hukumnya yang
bersifat otonom itu.

"Mereka didesain untuk menjadi investment di pasar keuangan. Kalau dikumpulin BPJS sendiri
bisa diakumulasi Rp 500 triliun. Badan hukumnya otonom yang terintegrasi langsung dengan
pasar bebas. Jangan-jangan duit BPJS sudah di bank-bank tapi tidak bisa dicarikan karena
terkena likuiditas. Ketika dicairkan pemiliknya berkonflik dengan negara karena dananya tidak
ada," tegasnya.

Sifat badan hukum tersebut akan mendorong pihak asing untuk turut ambil bagian. Sebab sistem
BPJS Kesehatan cenderung liberal dan menyerahkan pada pasar bebas. Hal tersebut karena
terintegrasi dengan institusi keuangan. Memang dana BPJS tidak bisa dibagikan pada pemberi
saham. Namun bisa diinvestasikan, hal tersebut tidak menyalahi sistem nirlaba.

"Uangnya diinvestasikan bahwa digunakan untuk kegiatan riba. Transformasi ini berjalan tanpa
ditopang transparasi. Apakah benar keuntungan pasar keuangan dialihkan kembali kepada rakyat
atau investasi yang lain. Nirlaba itu bukan tidak boleh mencari laba, labanya tidak dibagikan ke
pemegang saham," pungkasnya.

Salamudin menjelaskan pula bahwa BPJS Kesehatan bisa berbahaya daripada sistem asuran si
komersial. Hal tersebut jika sistem sirkulasi keuangannya tidak diawasi.

"Memang sistem ini ke depan akan melahirkan kerancuan mulai pengelolaan keuangan sampai
kesulitan pelayan kesehatan, akan terus bermasalah. Ini bersumber daripada tidak tegasnya badan
hukum dan sistem pengelolaan yang terakumulasi di situ," tutupnya.

Sumber : http://www.merdeka.com/peristiwa/bpjs-dinilai-eksploitasi-warga-negara-lebih-sadis-
dari-jamsostek.html

Pendapat Saya:

Menurut saya, BPJS adalah sebuah asuransi kesehatan atau asuransi social sehingga seharusnya
bersifat tidak memaksa, karena tidak setiap orang merasa membutuhkannya atau sudah memiliki
yang asuransi yang lain yang mungkin lebih baik. Bila tetap dipaksakan berarti bisa dibilang
BPJS melakukan monopoli pasar yang mewajibkan orang-orang harus membeli preminya. Dan
bila jaminan yang dimaksud harus dibayarkan juga bila ingin mendapat jaminan dari Negara,
berarti tidak ada bedanya dengan kita membeli premi asuransi di tempat lain.

Untuk masalah investasi asing, seharusnya BPJS tidak diperkenankan menerima modal asing,
akarena BPJS ini menyangkut kepentingan masyarakat luas, tidak hanya segelintir orang saja dan
bila ada investasi asing, bila ada keuntungan akan diberikan kepada asing yang seharusnya lebih
diperlukan untuk Negara asing, sehingga menurut saya seharusnya investasi seluruhnya dari
Negara. Dan menurut saya, BPJS seharusnya bukan asuransi kesehatan yang berorientasi
keuntungan, tetapi asuransi social atau jaminan social yang benar-benar untuk tujuan nirlaba,
bukan untuk mencari keuntungan, bila ditujukan untuk motif keuntungan maka premi yang kita
bayar pasti diutamakan untuk keuntungan terlebih dahulu.

Anda mungkin juga menyukai