Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Modernisasi dan perkembangan teknologi membawa perubahan
tentang cara berpikir dalam pola hidup bermasyarakat, sehingga perubahan
tersebut membawa pada kosekuensi di bidang kesehatan  fisik dan bidang
kesehatan jiwa.
Manusia harus selalu menyesuaikan diri dengan kehidupan dunia yang
selalu berubah-ubah. Manusia sebagaimana dia ada pada suatu ruang dan
waktu, merupakan hasil interaksi antara jasmani, rohani, dan lingkungan.
Ketiga unsur tersebut saling mempengaruhi satu dengan yang lain. Dalam
segala masalah, kita harus mempertimbangkan ketiganya sebagai suatu
keseluruhan (holistik) sehingga manusia disebut makhluk somato-psiko-sosial.
Setiap individu memiliki intensitas atau derajat perasaan yang berbeda
walaupun menghadapi stimulus yang sama. Perasaan dan emosi biasanya
disifatkan sebagai keadaan dari diri individu pada suatu saat, misalnya orang
merasa terharu melihat banyaknya warga masyarakat yang tertimpa musibah
kebanjiran.(Drs.Sunaryo, M.Kes , 2004 : 149)
Sumber gangguan jasmani (somatik) maupun psikologis adalah stress.
Penyesuaian yang berorientasi pada tugas disebut adaptasi dan yang
berorientasi pada pembelaan ego disebut mekanisme pertahanan diri.
Pemahaman tentang stres dan akibatnya penting bagi upaya
pengobatan maupun pencegahan gangguan kesehatan jiwa. Masalah stress
sering dihubungkan dengan kehidupan modern  dan nampaknya kehidupan
modern merupakan sumber gangguan stress lainya. Perlu diperhatikan bahwa
kepekaan orang terhadap stress berbeda. Hal ini juga bergantung pada kondisi
tubuh individu yang turut menampilkan gangguan jiwa.
Stress merupakan gangguan kesehatan jiwa yang tidak dapat dihindari,
karena merupakan bagian dari kehidupan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang maka rumusan masalah dalam makalah ini
adalah :
1. Apakah yang disebut emosi ?
2. Apakah yang dimaksud stress ?
3. Apakah yang dimaksud adaptasi ?
4. Apakah yang dimkasud dengan koping?

C. Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah maka dalam makalah
ini kami hanya membatasi seputar masalah emosi, stress,adaptasi dan koping.

D. Tujuan Penulisan
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah maka tujuan
penulisan makalah ini adalah :
1. Mengetahui pengertian emosi, komponen emosi, afek dan emosi, serta
sakit mental karena gangguan emosi.
2. Mengetahui pengertian stress, penggolongan stress, kemampuan individu
menahan stress, sumber stress psikologis, tahapan stress, reaksi-reaksi
terhadap stress, dan cara mengendalikan stress.
Mengetahui pengertian adaptasi dan dimensi adaptasi.

E. Manfaat penulisan
1. Sebagai bahan pembelajaran dalam mata kuliah Psikologi Keperawatan.
2. Sebagai bahan referensi bagi mahasiswa dan pihak-pihak lain yang akan
melakukan penyusunan makalah dengan topik yang sama.

.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Emosi
Emosi adalah “Manifestasi perasaan atau afek keluar dan disertai
banyak komponen fisiologik, dan biasanya berlangsung tidak lama”(Maramis,
1990). Sedangkan menurut Bimo Walgito, 1989 emosi adalah suatu keadaan
perasaan yang telah melampaui batas sehingga untuk mengadakan hubungan
dengan sekitarnya mungkin terganggu. Bisa perasaan marah, takut, sedih,
senang, benci cinta, antusias, bosan dan lain-lain sebagai akibat dari peristiwa
yang terjadi pada kita.
Jadi, emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran-pikiran khasnya,
suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk
bertindak. Emosi sebagai gejala kejiwaan berhubungan dengan gejala
kejasmanian. Apabila individu mengalami emosi, dalam diri individu itu akan
terdapat perubahan-perubahan dalam kejasmanian, misalnya ketakutan pada
gejala kejasmanian yang tampak adalah muka pucat dan jantung berdebar-
debar.
1. Komponen Emosi
Menurut Atkinson R.L., dkk, komponen emosi terdiri dari :
a. Respon atau reaksi tubuh internal, terutama yang melibatkan sistem
otomatik, misalnya bila marah suara menjadi tinggi dan gemetar.
b. Keyakinan atau penilaian kognitif bahwa telah terjadi keadaan positif
atau negatif, misalnya kegembiraan saat diterima disalah satu Perguruan
Tinggi ternama.
c. Ekspresi wajah, apabila merasa benci pada seseorang, mungkin akan
mengerutkan dahi atau kelopak mata menutup sedikit.
d. Reaksi terhadap emosi, misalnya marah-marah menjadi agresi atau
gembira hinggah meneteskan air mata
2.    Afek dan Emosi
Afek adalah perasaan yang menguasai segenap hidup jiwa dan tidak
bisa dikontrol serta dikuasai oleh pikiran. Biasanya afek disertai reaksi
jasmaniah, yaitu peredaran darah, denyut jantung, dan pernapasan bisa cepat
atu menjadi lemah. Dan emosi merupakan gejala kejiwaan yang
berhubungan dengan gejala kejasmanian itu. Contohnya, orang yang sedang
marah akan mengambil, melempar, dan membanting benda dari sekitarnya,
disertai dengan muka merah, tekanan darah meningkat, dan tubuhnya
gemetar.
Afek dan emosi biasanya dipakai secara bergantian, dengan aspek-
aspek yang lain pada manusia (proses berpikir, psikomotor, persepsi,
ingatan) saling memengaruhi dan menentukan tingkat fungsi manusia itu
pada suatu waktu.
Jenis gangguan afek dan emosi yaitu :
a.    Defresi atau melankolis
1. Ciri-ciri psikologik misalnya, sedih, susah, murung, rasa tak
berguna, kehilangan, gagal, putus asa, dan penyesalan yang
patologis.
2. Ciri-ciri somatik, misalnya anoreksia, konstipasi, dan kulit menjadi 
lembab atau dingin.
b.    Kecemasan (ansietas)
1. Ciri-ciri psikologik, misalnya khawatir, gugup, tegang, cemas, rasa
tidak aman, takut, dan lekas terkejut.
2. Ciri-ciri somatik, misalnya debaran jantung yang cepat atau keras
(palpitasi), keringat dingin pada telapak tangan, tekanan darah
meninggi, dan peristaltik bertambah.

B. Stress
Dewasa ini perubahan tata nilai kehidupan (perubahan psikososial)
berjalan begitu cepat karena pengaruh globalisasi, modernisasi, informasi,
industrialisasi, serta ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal tersebut
berpengaruh terhadap pola hidup, moral, dan etika. Beberapa contoh
perubahan pola hidup, misalnya pola hidup sosial religius berubah
individualistis, materialistis, dan sekuler, pola hidup produktif ke pola hidup
konsumtif dan mewah serta ambisi karier yang menganut asas moral dan etika
hukum.
Perubahan psikososial dapat merupakan tekanan mental (stressor
psikososial) sehingga bagi sebagian individu dapat menimbulkan perubahan
dalam kehidupan dan berusaha beradaptasi untuk menanggulanginya
1. Pengertian stress
a. Menurut Hans Selye, “Stress adalah respon manusia yang bersifat
nonspesifik terhadap setiap tuntutan kebuthan yang ada dalam dirinya”
(Pusdiknakes, Dep.Kes.RI, 1989)
b. “Stress adalah suatu kekuatan yang mendesak atau mencekam, yang
menimbulkan suatu ketegangan daqlam diri seseorang” (Soeharto
Heerdjan. 1987)
c. “Stress adalah segala masalah atau tuntutan penyesuaian diri , dan
karena itu, sesuatu yang mengganggu keseimbangan kita” (Maramis,
1999)
d. “Stress adalah reaksi atau respons tubuh terhadap stresor psikososial
(tekanan mental atau beban kehidupan)” (Dadang Hawari, 2001)
b. Jadi, secara umum yang dimaksud stress adalah reaksi tubuh terhadap
situasi yang menimbulkan tekanan, perubahan, dan  ketegangan emosi.
2.    Penggolongan stress
Menurut Sri Kusmiati dan Desminiarti (1990), apabila ditinjau dari
penyebabnya stress dapat digolongkan sebagai berikut :
a. Stress fisik, disebabkan oleh suhu atau temperatur yang terlalu tinggi
atau rendah, suara amat bising, sinar yang terlalu terang, atau tersengat
arus listrik.
b. Stress kimiawi, disebabkan oleh asam-basa kuat, obat-obatan, zat
beracun, hormon, atau gas.
c. Stress mikrobiologik, disebabkan oleh virus, bakteri, atau parasit yang
menimbulkan penyakit.
d. Stress fisiologik, disebabkan oleh gangguan struktur, fungsi jaringan,
organ, atau sistemik sehingga menimbulkan fungsi tubuh tidak normal.
e. Stress proses pertumbuhan dan perkembangan, disebabkan oleh
gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada masa bayi hingga trua.
f. Stress psikis/emosional, disebabkan oleh gangguan hububgan
interpersonal, sosial, budaya, atau keagamaan.

Adapun menurut Brench Grand (2000), stress ditinjau dari


penyebabnya hanya dibedakan menjadi 2 macam, yaitu :
1. Penyebab makro, yaitu menyangkut peristiwa besar dalam kehidupan,
seperti kematian, perceraian, pensiun, luka batin, dan kebangkrutan.
2. Penyebab mikro, yaitu menyangkut peristiwa kecil sehari-hari, seperti
pertengkaran rumah tangga, beban pekerjaan, masalah apa yang akan
dimakan, dan antri.

3.    Kemampuan individu menahan stress


Setiap individu mempunyai kemampuan yang berbeda-beda dalam
menahan stress. Hal tersebut sangat bergantung pada sifat dan hakikat
stress yaitu intensitas, lokal, lamanya, dan umum.  Selain itu juga pada
sifat individu yang terkait dengan proses adaptasi.
Sebagaimana dikemukakan oleh Prof. Dadang Hawari (2001)
bahwa stress apabila ditinjau dari tipe kepribadian individu dibedakan
menjadi 2 macam, yaitu :
a.    Tipe yang rentan (vulnerable)
Individu dengan tipe ini memiliki resiko yang tinggi mengalami
stress dengan ciri-ciri kepribadian sebagai berikut :
1) Cita-citanya tinggi (ambisius)
2) Agresif
3) Suka bersaing yang kurang sehat
4) Banyak jabatan rangkap
5) Emosional, yang ditandai dengan mudah marah, mudah
tersinggung, mudah mengalami ketegangan, dan kurang sabar
6) Terlalu percaya diri (over confident)
7) Self kontrol kuat
8) Terlalu waspada
9) Tindakan dan cara bicaranya cepat serta tidak dapat diam
(hiperaktif)
10) Cakap dalam berorganisasi (organisatoris)
11) Cakap dalam memimpim (leader)
12) Tipe kepemimpinan otoriter
13) Bekerja tidak mengenal waktu (workaholic)
14) Bila menghadapi tantangan senang bekerja sendiri
15) Disiplin waktu yang ketat
16) Kurang rileks dan serba terburu-buru
17) Kurang atau bahkan tidak ramah
18) Tidak mudah bergaul
19) Mudah empati, namun juga mudah bersikap bermusuhan
20) Sulit dipengaruhi
21) Sifatnya kaku (tidak fleksibel)
22) Pikiran tercurah kepekerjaan walaupun sedang libur
23) Berusaha keras agar segala sesuatunya terkendali

c. Tipe yang kebal (immune)


Individu dengan tipe ini kebal terhadap stress, yang ciri-ciri
kepribadiannya sebagai berikut :
1) Cita-cita atau ambisinya wajar
2) Berkompetensi secara sehat
3) Tidak agresif
4) Tidak memaksakan diri
5) Emosi terkendali, yang ditandai dengan tidak mudah marah, tidak
mudah tersinggung, penyabar, dan tenang
6) Kewaspadaan wajar
7) Self control wajar
8) Self confident wajar
9) Cara bicara tenang
10) Cara bertindak tenang dan dilakukan pada saat yang tepat
11) Ada keseimbangan waktu bekerja dan istirahat
12) Sikap dalam memimpin maupun berorganisasi akomodatif dan
manusiawi
13) Mudah bekerja sama (kooperatif)
14) Tidak memaksakan diri dalam menghadapi tantangan
15) Bersikap ramah
16) Mudah bergaul
17) Dapat menimbulkan empati untuk mencapai kebersamaan (mutual
benefit)
18) Bersikap fleksibel, akomodatif, dan tidak merasa dirinya paling
benar
19) Dapat melepaskan masalah pekerjaan ataupun kehidupan disaat
libur
20) Mampu menahan dan mengendalikan diri

4.    Sumber stress psikologis


Menurut Maramis (1999), ada empat sumber atau penyebab
stress psikologis, sebagai berikut :
a. Frustasi
Timbul akibat kegagalan dalam mencapai tujuan karena ada
aral melintang. Frustasi ada yang bersifat instrinsik (cacat badan
dan kegagalan usaha) dan ekstrinsik (kecelakaan, bencana alam,
kematian orang yang dicintai, kegoncangan ekonomi,
perselingkuhan, pengangguran, dan lain-lain).
b. Konflik
Hal ini ditimbulkan karena tidak bisa memilih antara dua atau
lebih macam keinginan, kebutuhan, atau tujuan.
c. Tekanan
Timbul sebagai akibat tekanan hidup sehari-hari. Tekanan
dapat berasal dari dalam diri individu maupun dari luar diri
individu.
d. Krisis
Krisis adalah keadaan yang mendadak, yang menimbulkan
stress pada individu. Keadaan stress dapat terjadi oleh beberapa
sebab sekaligus, misalnya frustasi, konflik dan tekanan.

5.    Tahapan stress


Menurut Dr.Robert J. Van Amberg (1979), sebagaimana
dikemukakan oleh Prof. Dadang Hawari (2001) bahwa tahapan stress
ada 6 tahapan, yaitu sebagai berikut :
a. Stress tahap pertama (paling ringan), yaitu stress yang disertai
perasaan nafsu bekerja yang besar dan berlebihan, mampu
menyelesaikan pekerjaan tanpa memperhitungkan tenaga yang
dimiliki, dan penglihatan menjadi tajam.
b. Stress tahap kedua, yaitu stress yang disertai keluhan, seperti bangun
pagi tidak segar atau letih, lekas capek pada saat menjelang sore,
lekas lelah sesudah makan, tidak dapat rileks, lambung atau perut
tidak  nyaman, jantung berdebar, dan punggung tegang. Hal ini
karena cadangan tenaga tidak memadai.
b. Stress tahap ketiga, yaitu tahapan stress dengan keluhan, seperti
defekasi yang tidak teratur, otot semakin tegang, emosional,
insomnia, mudah terjaga dan sulit tidur kembali, koordinasi tubuh
terganggu, dan mau jatuh pingsan.
c. Stress tahap keempat, yaitu tahapan stress dengan keluhan, seperti
tidak mampu bekerja sepanjang hari, aktivitas pekerjaan terasa sulit
dan menjenuhkan, kegiatan rutin terganggu, gangguan pola tidur,
sering menolak ajakan, konsentrasi dan daya ingat menurun, serta
timbul ketakutan dan kecemasan.
d. Stress tahap kelima, yaitu tahapan stress yang ditandai dengan
kelelahan fisik dan mental, ketidakmampuan menyelesaikan
pekerjaan yang sederhana dan ringan, gangguan pencernaan berat,
meningkatnya rasa takut dan cemas, bingung, dan panik.
e. Stress tahap keenam (paling berat), yaitu tahapan stress dengan
tanda-tanda seperti jantung berdebar keras, sesak napas, badan
gemetar, dingin, dan banyak keluar keringat, loyo, serta pingsan atau
collaps.

6.    Reaksi-reaksi terhadap stress


Stress dapat menimbulkan berbagai macam reaksi, baik reaksi
terhadap tubuh maupun terhadap psikologis. Adapun reaksi tubuh terhadap
stress sebagai berikut.
a. Rambut
Rambut semula yang berwarna hitam pekat, lambat laun akan
mengalami perubahan warna. Ubanan terjadi sebelum waktunya,
demikian pula dengan kerontokan rambut.
b.  Mata
Ketajaman mata seringkali terganggu. Hal ini disebabkan karena
otot-otot bola mata mengalami kekenduran atau sebaliknya sehingga
mempengaruhi fokus lensa mata.
c.  Telinga
Pendengaran seringkali terganggu dengan suara berdenging
(tinitus).
d. Daya pikir
Kemampuan mengingat, berpikir, dan konsentrasi menurun.
Seringkali  menjadi pelupa dan mengeluh sakit kepala pusing.
e.  Ekspresi wajah
Orang yang stress wajahnya nampak tegang, dahi berkerut, mimik
wajah nampak serius, tidak santai, bicara berat, sukar untuk senyum
atau tertawa dan kulit muka kedutan.
f.  Mulut
Mulut dan bibir terasa kering sehingga seseorang sering minum.
Selain itu, pada tenggorokan seolah-olah ada ganjalan sehingga ia sukar
untuk menelan, hal ini disebabkan karena otot-otot lingkar di
tenggorokan mengalami spasme (muscle cramps) sehingga serasa
“tercekik”.
g.   Kulit
Reaksi kulit bermacam-macam, pada kulit dari sebagian tubuh
terasa panas atau dingin dan bahkan keringat berlebihan. Reaksi lain
kelembaban kulit yang berubah, kulit menjadi lebih kering. Selain itu,
bisa terkena penyakit kulit, seperti munculnya eksim, urtikaria
(biduran), gatal-gatal dan pada kulit muka seringkali timbul jerawat
(acne) berlebihan, juga sering dijumpai kedua belah tapak tangan dan
kaki berkeringat.
h.    Sistem Pernafasan
Pernafasan seseorang yang sedang mengalami stres dapat
terganggu misalnya nafas terasa berat dan sesak disebabkan terjadi
penyempitan pada saluran pernafasan mulai dari hidung, tenggorokan
dan otot-otot rongga dada. Nafas terasa sesak dan berat dikarenakan
otot-otot rongga dada (otot-otot antar tulang iga) mengalami spasme
dan tidak atau kurang elastis sebagaimana biasanya. Sehingga ia harus
mengeluarkan tenaga ekstra untuk menarik nafas. Stres juga dapat
memicu timbulnya penyakit asma (asthma bronchiale) disebabkan
karena otot-otot pada saluran nafas dan paru-paru mengalami spasme.
i.     Sistem Kardiovaskuler
Sistem jantung dan pembuluh darah dapat terganggu faalnya
karena stres. Misalnya, jantung berdebar-debar, pembuluh darah
melebar (dilatation) atau menyempit (constriction) sehingga yang
bersangkutan nampak mukanya merah atau pucat. Pembuluh darah
tepi (perifer) terutama di bagian ujung jari-jari tangan atau kaki juga
menyempit sehingga terasa dingin dan kesemutan. Selain daripada itu
sebagian atau seluruh tubuh terasa “panas” (subfebril) atau sebaliknya
terasa “dingin”.
j.     Sistem Pencernaan
Seringkali seseorang yang stress mengalami gangguan pada
sistem pencernaannya. Misalnya, pada lambung terasa kembung, mual
dan pedihd. Hal ini disebabkan karena asam lambung yang berlebihan
(hiperacidity). Dalam istilah kedokteran disebut gastritis atau dalam
istilah awam dikenal dengan sebutan penyakit maag. Selain gangguan
pada lambung tadi, gangguan juga dapat terjadi pada usus, sehingga
yang bersangkutan merasakan perutnya mulas, sukar buang air besar
atau sebaliknya sering diare.
Sedangkan reaksi psikologis terhadap stress antara lain :
a.    Kecemasan
Kecemasan merupakan respon yang paling umum
Merupakan tanda bahaya yang menyatakan diri dengan suatu
penghayatan yang khas, yang sukar digambarkan. Jantung berdebar,
keluar keringat dingin, mulut kering, tekanan darah tinggi dan susah
tidur.
b.    Kemarahan dan agresi
Merupakan perasaan jengkel sebagai respon terhadap
kecemasan yang dirasakan sebuah ancaman. Reaksi umum lain
terhadap situasi stress yang mungkin dapat menyebabkan agresi.
Agresi adalah kemarahan yang meluap-luap, dan orang melakukan
serangan secara kasar dengan jalan yang tidak wajar.Kadang-kadang
disertai perilaku kegilaan, tindakan sadis dan usaha membunuh
orang.
c.    Depresi
Keadaan yang ditandai dengan hilangnya gairah dan
semangat. Terkadang disertai rasa sedih yang berkepanjangan.
7.    Cara mengendalikan stress
Adapun cara-cara yang dapat dilakukan untuk mengendalikan
stress yaitu :
a.    Bersyukur
Bersyukur merupakan cara yang paling ampuh dalam mengatasi
stress, bagaimana tidak. karena pada umumnya orang mengalami stress
karena tidak kuat dengan apa yang telah terjadi atau keadaan yang
menimpanya. Dengan bersyukur kita akan senantiasa ingat bahwa segala
sesuatu yang kita peroleh merupakan pemberian dari Tuhan.
b.    Kenali penyebab stress
Meskipun terdengar mudah, namun tidak segampang itu untuk
mengenali sumber stress. Apabila stress baru saja terjadi, mungkin bisa
segera dikenali penyebabnya. Namun pada stress jangka panjang,
penyebabnya mungkin sudah dilupakan atau bertumpuk-tumpuk dengan
penyebab stress baru. Apabila sudah benar-benar mengenali penyabab
stress, berkonsentrasilah pada masalah tersebut. Apabila belum bisa
dipecahkan dengan segera, cobalah untuk setidaknya memperkecil
dampaknya.
c.    Buatlah perencanaan yang baik
Stres terjadi karena perubahan. Jika sudah direncanakan semua
hal dengan baik, stres tidak akan berakibat buruk. Perubahan seharusnya
bisa dilakukan dengan menyenangkan. Namun, tanpa perencanaan yang
matang, perubahan bisa menjadi malapetaka.  Buatlah perencanaan yang
baik untuk segala hal misalnya menikmati saat istirahat di rumah, hingga
merencanakan keuangan dengan benar.
d.    Jagalah kesehatan
Tubuh yang sehat akan lebih mudah mengatasi stres. Makan dan
berolahraga yang teratur serta istirahat dengan cukup.
e.    Jagalah perasaan anda
Berhentilah selalu menjaga perasaan orang lain. Jika perasaan
sendiri tidak dijaga, dampaknya juga akan buruk untuk orang-orang di
sekitar kita. Tidak ada salahnya menolak hal-hal yang tida disukai.
Untungnya, perempuan seringkali lebih mudah menunjukkan perasaan
ketimbang seorang lelaki.
f.     Mintalah bantuan
Jika tingkat stres sudah terlalu tinggi dan merusak kesehatan,
berkonsultasilah pada orang-orang terdekat atau pada konsultan ahli.
Jangan biarkan diri menderita stres terlalu lama.
g.    Ingatlah bahwa sedikit stress justru baik karena dengan adanya stres,
maka akan memiliki rangsangan untuk melakukan sesuatu dan bisa
menjadikan stres sebagai alat pendorong untuk lebih berkembang dan
maju. Hal inilah yang disebut dengan stres yang positif.
h.    Terima kenyataan bahwa stres adalah bagian dari hidup. Selama
hidup, stres tidak akan pernah bisa hindari 100%. Terimalah bahwa
dalam hidup selalu akan muncul yang namanya stres. Karena jika
menerima stres sebagai bagian hidup. Secara mental dan fisik akan lebih
siap menghadapi stres.
i.      Persiapkan diri untuk menghadapi berbagai berntuk stres setiap hari.
Persiapan yang baik adalah selalu mempersiapkan diri untuk beradaptasi
dengan segala situasi.
j.      Hidupkan pengharapan dalam hati. Harapan dapat mengurangi
dampak stres yang muncul. Dimana dengan harapan akan merasa adanya
jalan keluar dari stres. Harapan akan muncul ketika kita sudah melakukan
tindakan positif.
k.    Lakukan aktifitas baru. Sesuatu yang baru dan menarik akan terasa
lebih menyenangkan.
l.      Meditasi sangat bagus tidak hanya untuk menghilangkan stres,
tetapi juga untuk relaksasi otot. Penelitian telah menunjukkan bahwa
meditasi dapat membantu dalam menurunkan tekanan darah. Cobalah
mulai sekarang renungkan untuk memanggil energi positif. Caranya
mudah, cukup hanya mengambil nafas panjang dan mengosongkan
pikiran Anda. Lakukan meditasi10 menit.
m.  Optimisme dapat menangkal dampak negatif stres, ketegangan dan
kecemasan telah di sistem kekebalan tubuh. Sangat penting untuk
mengelilingi diri dengan orang-orang positif.
n.    Tertawa, membantu sel-sel kekebalan tubuh berfungsi lebih baik.
Temukan humor dalam hal-hal dan terlibat dalam aktivitas yang
membuat tertawa untuk meningkatkan fungsi kekebalan tubuh dan
ketahanan terhadap penyakit.
o.    Olahraga teratur dan aktivitas fisik tidak hanya memperkuat sistem
kekebalan tubuh, sistem kardiovaskular, jantung, otot dan tulang, tetapi
juga membantu dalam manajemen stres dengan menyediakan gangguan
dari situasi stres dan meningkatkan endorfin (merasa-baik tubuh kimia).

C. Adaptasi
Ada beberapa pengertian tentang mekanisme penyesuaian diri, antara lain :
a. Menurut Soeharto Heerdjan (1987),”Penyesuaian diri adalah usaha
atau perilaku yang tujuannya mengatasi kesulitan dan hambatan”.
b. “Penyesuaian diri adalah mengubah diri sesuai keadaan lingkungan,
tetapi juga mengubah lingkungan sesuai keadaan (keinginan
diri)”(W.A.Gerungan , 1996).
c. Jadi, adaptasi adalah suatu perubahan yang menyertai individu dalam
merespons terhadap perubahan yang ada di lingkungan dan dapat
memengaruhi keutuhan tubuh baik secara fisiologis maupun
psikologis yang akan menghasilkan perilaku adaptif.
1. Dimensi adaptasi
Adaptasi terbagi menjadi beberapa jenis yaitu :
a.    Adaptasi fisiologis
Indikator adaptasi ini bisa terjadi secara lokal atau umum. Lebih
mudah diidentifikasi dan secara umum dapat diamati atau diukur. Namun
demikian, indikator ini tidak selalu teramati sepanjang waktu pada semua
klien yang mengalami stress, dan indikator tersebut bervariasi menurut
individunya. Tanda vital biasanya meningkat dan klien mungkin tampak
gelisah dan tidak mampu untuk beristirahat serta berkonsentrasi. Indikator
ini dapat timbul sepanjang tahap stress.
Contoh :
1. Seseorang yang mampu menyesuaikan diri dengan keadaan yang berat
dan tidak merasa mengalami gangguan apa-apa pada organ tubuh.
2. Seseorang yang mampu mengatasi stress, wajahnya tidak pucat,
tangannya tidak berkeringat dan tidak gemetar.

b.    Adaptasi psikologis


Adaptasi psikologis bisa terjadi secara :
1. Sadar, individu mencoba memecahkan atau menyesuaikan diri dengan
masalah
2. Tidak sadar , menggunakan mekanisme pertahanan diri (defence
mechanism)
3. Menggunakan gejala fisik atau psikofisiologik/psikosomatik.
Apabila seseorang mempunyai kesulitan atau hambatan dalam
beradaptasi, baik berupa tekanan, perubahan, maupun ketegangan emosi
dapat menimbulkan stress.

c.    Adaptasi Perkembangan


Stres yang berkepanjangan dapat mempengaruhi kemampuan untuk
menyelesaikan tugas perkembangan. Pada setiap tahap perkembangan,
seseorang biasanya menghadapi tugas perkembangan dan menunjukkan
karakteristik perilaku dari tahap perkembangan tersebut. Stress yang
berkepanjangan dapat mengganggu atau menghambat kelancaran
menyelesaikan tahap perkembangan tersebut. Dalam bentuk yang ekstrem,
stress yang berkepanjangan dapat mengarah pada krisis pendewasaan.
d.    Adaptasi Sosial Budaya
Mengkaji stressor dan sumber koping dalam dimensi sosial
mencakup penggalian bersama klien tentang besarnya, tipe, dan kualitas
dari interaksi sosial yang ada. Stresor pada keluarga dapat menimbulkan
efek disfungsi yang mempengaruhi klien atau keluarga secara keseluruhan
(Reis & Heppner, 1993).Perawat juga harus waspada tentang perbedaan
cultural dalam respon stress atau mekanisme koping. Misalnya klien dari
suku Afrika-Amerika mungkin lebih menyukai mendapatkan dukungan
sosial dari anggota keluarga ketimbang dari bantuan professional (Murata,
1994).
d. Adaptasi Spiritual
Orang menggunakan sumber spiritual untuk mengadaptasi stress
dalam banyak cara, tetapi stress dapat juga bermanifestasi dalam dimensi
spiritual. Stress yang berat dapat mengakibatkan kemarahan pada Tuhan,
atau individu mungkin memandang stressor sebagai hukuman. Stresor
seperti penyakit akut atau kematian dari orang yang disayangi dapat
mengganggu makna hidup seseorang dan dapat menyebabkan depresi.
Ketika perawatan pada klien yang mengalami gangguan spiritual, perawat
tidak boleh menilai kesesuaian perasaan atau praktik keagamaan klien
tetapi harus memeriksa bagaimana keyakinan dan nilai telah berubah.

D. koping
koping adalah cara yang dilakukan individu dalam menyelesaikan
masalah, menyesuaikan diri dengan perubahan, serta respon terhadap
situasi yang mengancam (Keliat, 1999)
Menurut Nursalam (2007) dalam (Carlson, 1994) mekanisme koping
adalah mekanisme yang digunakan individu untuk menghadapi perubahan
yang diterima. Apabila mekanisme koping berhasil, maka orang tersebut
akan dapat dipelajari, sejak awal timbulnya stresor sehingga individu
tersebut menyadari dampak dari stresor tersebut. Kemampuan koping
individu tergantung dari tempramen, persepsi, dan kognisi serta latar
belakang budaya/norma tempatnya. Sedangkan menurut kozier, (2004)
dalam Lazarus, (2006) mekanisme koping adalah cara alami atau belajar
untuk menanggapi perubahan lingkungan atau masalah tertentu atau
situasi. Dalam kata lain koping adalah "upaya kognitif dan perilaku untuk
mengelola tuntutan eksternal dan/atau internal yang spesifik yang dinilai
sebagai bobot atau kelebihan dari sumber daya seseorang.
1. Metode Koping
Metode koping terbagi dua yaitu diantaranya Long-term coping
strategy bisa konstruktif dan realistis, mencangkup perubahan pola hidup,
atau mengunakan problem solving dalam memutuskaan pilihan.
Sedangkan Short-term coping strategies bisa mengurangi stress menjadi
dalam limt yang bisa ditoleransi, namun tida efektif untuk mengatasi stress
yang berkpanjangan karena bersifat haya menyelesaikan stress pada suatu
waktu tertentu. Bahkan bisa menjadi destruktif ketika hal ini menjadi
ketergantungan dengan penggunaan yang berlebihan (Kozier, Erb, Snyder,
Berman, 2015).
2. Strategi koping
Ada dua macam strategi koping menurut Lazarus (2000): (1)
Problem-solving focused coping, dimana individu secara aktif mencari
penyelesaian masalah untuk menghilangkan kondisi atau situasi yang
menimbulkan stress; (2) Emotion-focused coping, dimana individu
melibatkan usaha-usaha untuk mengatur emosinya dalam rangaka
menyesuaikan diri dengan dampak yang akan di timbulkan suatu kondisi
dari suatu tekanan (Kozier, Erb, Snyder, Berman, 2015)
3. Sumber Koping
Sumber koping dari individu mengarah pada pengalaman individu,
intelegensi, kepercayaan, dan kebutuhan individu untuk mengatasi rasa
khawatir yang dialami. Individu mengambil peran penting dalam
pengambilan keputusan strategi sampai sejauh mana usaha yang akan
dilakukan dalam mengatasi masalahnya, kepercayaan terhadap dirinya
dapat kembali pada kondisi sebelumnya ikut membantu individu
mengambil keputusan. Dalam sumber koping ini mengarah pada
kemampuan dan keinginan individu untuk mengatasi masalahnya (Potter
& Perry, 2013).
Sumber koping dari lingkungan individu dipengaruhi oleh
dorongan emosi dan motivasi dari orang-orang yang dekat, budaya tempat
dibesarkan individu, dan kondisi ekonomi saat ini. Pada hakikatnya
keluarga merupakan faktor pendukung paling kuat dalam mendukung klien
agar mampu beradaptasi. Keyakinan berupa spiritual yang mencakup
esensi keberadaan individu dan keyakinan tentang makna dan tujuan hidup
merupakan bagian dari budaya juga memengaruhi seseorang melakukan
koping terhadap stress. Dorongan positif kepada individu dari orang-orang
disekitarnya dan budaya akan kebersamaan di lingkungan individu
membuat individu menjadi lebih tenang dan meningkatkan percaya diri
dalam pengambilan strategi koping kedepanya. Selain itu faktor ekonomi
juga mempengaruhi pengambilan keputusan individu seberapa lama
strategi koping akan dilakukan (Potter & Perry, 2013)
4. Mekanisme Koping
Mekanisme koping juga dipandang sebagai mekanisme jangka
panjang atau jangka pendek. Mekanisme koping jangka panjang dapat
berwujud konstruktif dan praktis. Dalam situasi tertentu, berbicara dengan
orang lain dan berusaha untuk mengetahui lebih lanjut tentang situasi
merupakan bagian dari strategi jangka panjang. Strategi jangka panjang
lainnya berupa perubahan pola gaya hidup seperti diet yang sehat,
berolahraga secara teratur, menyeimbangkan waktu luang dengan bekerja,
atau menggunakan pemecahan dalam membuat keputusan (Kozier, 2004).
Menurut Stuart (2013) mekanisme pertahan ego terdiri dari 17 (tujuh
belas) macam, yaitu:
a. Represi, yaitu suatu cara pertahanan untuk menyingkirkan dari
kesadaran pikiran dan perasaan yang mengancam. Mekanisme represi
secara tidak sadar menekan pikiran keluar pikiran yang mengganggu,
memalukan dan menyedihkan dirinya, dari alam sadar ke alam tak sadar
b. Supresi, yaitu suatu proses yang digolongkan sebagai mekanisme
pertahanan tetapi sebetulnya merupakan analog represi yang disadari;
pengesampingan yang sengaja tentang suatu bahan dari kesadaran
seseorang; kadang-kadang dapat mengarah pada represi yang
berikutnya. Rasa tidak nyaman dirasakan tetapi ditekan
c. Penyangkalan (denial), dilakukan dengan cara melarikan diri dari
kenyataan atau kesibukan dengan hal-hal lain. Penghindaran
penyangkalan aspek yang menyakitkan dari kenyataan dengan
menghilangkan data sensoris. Penyangkalan dapat digunakan dalam
keadaan normal maupun patologis.
d. Proyeksi, yaitu ketika impuls internal yang tidak dapat diterima dan
yang dihasilkannya akan dirasakan dan ditanggapi seakan-akan berasal
dari luar diri. Pada tingkat psikotik, hal ini mengambil bentuk waham
yang jelas tentang kenyataan eksternal
e. Sublimasi, merupakan dorongan kehendak atau cita-cita yang yang tak
dapat diterima oleh norma-norma di masyarakat lalu disalurkan menjadi
bentuk lain yang lebih dapat diterima bahkan ada yang mengagumi
f. Reaksi formasi atau penyusunan reaksi mencegah keinginan yang
berbahaya baik yang diekspresikan dengan cara melebih-lebihkan sikap
dan prilaku yang berlawanan dan menggunakannya sebagai rintangan
untuk dilakukannya
g. Introyeksi, terjadi bila seseorang menerima dan memasukkan ke dalam
penderitannya berbagai aspek keadaan yang akan mengancamnya
h. Pengelakan atau salah pindah, terjadi apabila kebencian terhadap
seseorang dicurahkan atau “dielakkan” kepada orang atau obyek lain
yang kurang membahayakan
i. Rasionalisasi, merupakan upaya untuk membuktikan bahwa prilakunya
itu masuk akal (rasional) dan dapat disetujui oleh dirinya sendiri dan
masyarakat\
j. Simbolisasi, merupakan suatu mekanisme apabila suatu ide atau obyek
digunakan untuk mewakili ide atau obyek lain, sehingga sering
dinyatakan bahwa simbolisme merupakan bahasa dari alam tak sadar
k. Konversi, merupakan proses psikologi dimana suatu konflik yang
berakibat penderitaan afek akan dikonversikan menjadi terhambatannya
fungsi motorik atau sensorik dalam upayanya menetralisasikan
pelepasan afek
l. Identifikasi, upaya untuk menambah rasa percaya diri dengan
menyamakan diri dengan orang lain atau institusi yang mempunyai
nama
m. Regresi, upaya untuk mundur ke tingkat perkembangan yang lebih
rendah dengan respons yang kurang matang dan biasanya dengan
aspirasi yang kurang
n. Kompensasi, menutupi kelemahan dengan menonjolkan sifat yang
diinginkan atau pemuasan secara frustasi dalam bidang lain
o. Pelepasan (Undoing), upaya untuk menebus sehingga dengan
demikian meniadakan keinginan atau tindakan yang tidak bermoral
p. Penyekatan Emosional (Emotional Insulation), terjadi apabila
seseorang mempunyai tingkat keterlibatan emosionalnya dalam keadaan
yang dapat menimbulkan kekecewaan atau yang menyakitkan
q. Isolasi (Intelektualisasi dan disosiasi) merupakan bentuk penyekatan
emosional. Misalnya bila orang yang kematian keluarganya maka
kesedihan akan dikurangi dengan mengatakan “sudah nasibnya” atau
“sekarang sudah tidak menderita lagi”  dan sambil tersenyum.
5. Kaitan Koping dan Mekanisme Pertahanan Diri
Alasan kenapa seseorang bisa sampai membutuhkan koping adalah
karena mereka memiliki meknisme pertahanan terhadap stress. Pada
dasarnya mekanisme pertahanan diri terjadi tanpa disadari dan bersifat
membohongi diri sendiri terhadap realita yang ada, baik realita yang
ada diluar (fakta atau kebenaran) maupun realita yang ada di dalam
(dorongan atau impuls atau nafsu). Mekanisme pertahanan bersifat
menyaring realita yang ada sehingga individu bersangkutan tidak bisa
memahami hakekat dari keseluruhan realita yang ada. Ini membuat
sebagian besar ahli menyatakan koping jenis mekanisme pertahanan diri
merupakan yang tidak sehat kecuali sublimasi.
Koping dan mekanisme pertahanan mempunyai aspek yang
berkaitan, dimana keduanya sama-sama muncul karena situasi yang
melibatkan ketidakseimbangan psikologis. Koping ditujukan untuk: (1)
menurunkan pengaruh negatif, (2)mengembalikan fungsi dengan
segera, dan (3) memecahkan atau mengelola masalah (Aldwin, Sutton,
& Lackman, 1996 dalam Cramer, 2006). Sementara mekasnisme
pertahanan berkaitan dengan tujuan ke-(1) dan ke-(2), mekanisme
pertahanan berfungsi untuk melawan kecemasan berlebihan atau
pengaruh negative lainnya, sehingga dapat mengembalikan fungsi
semula.
BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan

Emosi adalah suatu perasaan dengan pikiran-pikiran khasnya, suatu keadaan


biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Emosi
sebagai gejala kejiwaan berhubungan dengan gejala kejasmanian. Apabila
individu mengalami emosi, dalam diri individu itu akan terdapat perubahan-
perubahan dalam kejasmanian.
Sedangkan stress  yang terjadi pada setiap individu berbeda-beda tergantung
pada masalah yang dihadapi dan kemampuan menyelesaikan masalah tersebut.
Jika masalah tersebut dapat diselesaikan dengan baik maka individu tersebut akan
senang, sedangkan jika masalah tersebut tidak dapat diselesaikan dengan baik
dapat menyebabkan individu tersebut marah-marah, frustasi hingga depresi.
Adaptasi adalah proses dimana dimensi fisiologis dan psikososial berubah
dalam berespon terhadap stress. Karena banyak stressor tidak dapat dihindari,
promosi kesehatan sering difokuskan pada adaptasi individu, keluarga atau
komunitas terhadap stress. Ada banyak bentuk adaptasi. Adaptasi fisiologis
memungkinkan homeostasis fisiologis. Namun demikian mungkin terjadi proses
yang serupa dalam dimensi psikososial dan dimensi lainnya. Suatu proses adaptif
terjadi ketika stimulus dari lingkungan internal dan eksternal menyebabkan
penyimpangan keseimbangan organisme. Dengan demikian adaptasi adalah suatu
upaya untuk mempertahankan fungsi yang optimal.
DAFTAR PUSTAKA

Drs. Sunaryo, M.Kes (2004). Psikologi untuk Keperawatan. Jakarta : EGC


Suliswati, Yenni Sianturi, dkk (2005). Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan
Jiwa. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai