PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Modernisasi dan perkembangan teknologi membawa perubahan
tentang cara berpikir dalam pola hidup bermasyarakat, sehingga perubahan
tersebut membawa pada kosekuensi di bidang kesehatan fisik dan bidang
kesehatan jiwa.
Manusia harus selalu menyesuaikan diri dengan kehidupan dunia yang
selalu berubah-ubah. Manusia sebagaimana dia ada pada suatu ruang dan
waktu, merupakan hasil interaksi antara jasmani, rohani, dan lingkungan.
Ketiga unsur tersebut saling mempengaruhi satu dengan yang lain. Dalam
segala masalah, kita harus mempertimbangkan ketiganya sebagai suatu
keseluruhan (holistik) sehingga manusia disebut makhluk somato-psiko-sosial.
Setiap individu memiliki intensitas atau derajat perasaan yang berbeda
walaupun menghadapi stimulus yang sama. Perasaan dan emosi biasanya
disifatkan sebagai keadaan dari diri individu pada suatu saat, misalnya orang
merasa terharu melihat banyaknya warga masyarakat yang tertimpa musibah
kebanjiran.(Drs.Sunaryo, M.Kes , 2004 : 149)
Sumber gangguan jasmani (somatik) maupun psikologis adalah stress.
Penyesuaian yang berorientasi pada tugas disebut adaptasi dan yang
berorientasi pada pembelaan ego disebut mekanisme pertahanan diri.
Pemahaman tentang stres dan akibatnya penting bagi upaya
pengobatan maupun pencegahan gangguan kesehatan jiwa. Masalah stress
sering dihubungkan dengan kehidupan modern dan nampaknya kehidupan
modern merupakan sumber gangguan stress lainya. Perlu diperhatikan bahwa
kepekaan orang terhadap stress berbeda. Hal ini juga bergantung pada kondisi
tubuh individu yang turut menampilkan gangguan jiwa.
Stress merupakan gangguan kesehatan jiwa yang tidak dapat dihindari,
karena merupakan bagian dari kehidupan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang maka rumusan masalah dalam makalah ini
adalah :
1. Apakah yang disebut emosi ?
2. Apakah yang dimaksud stress ?
3. Apakah yang dimaksud adaptasi ?
4. Apakah yang dimkasud dengan koping?
C. Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah maka dalam makalah
ini kami hanya membatasi seputar masalah emosi, stress,adaptasi dan koping.
D. Tujuan Penulisan
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah maka tujuan
penulisan makalah ini adalah :
1. Mengetahui pengertian emosi, komponen emosi, afek dan emosi, serta
sakit mental karena gangguan emosi.
2. Mengetahui pengertian stress, penggolongan stress, kemampuan individu
menahan stress, sumber stress psikologis, tahapan stress, reaksi-reaksi
terhadap stress, dan cara mengendalikan stress.
Mengetahui pengertian adaptasi dan dimensi adaptasi.
E. Manfaat penulisan
1. Sebagai bahan pembelajaran dalam mata kuliah Psikologi Keperawatan.
2. Sebagai bahan referensi bagi mahasiswa dan pihak-pihak lain yang akan
melakukan penyusunan makalah dengan topik yang sama.
.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Emosi
Emosi adalah “Manifestasi perasaan atau afek keluar dan disertai
banyak komponen fisiologik, dan biasanya berlangsung tidak lama”(Maramis,
1990). Sedangkan menurut Bimo Walgito, 1989 emosi adalah suatu keadaan
perasaan yang telah melampaui batas sehingga untuk mengadakan hubungan
dengan sekitarnya mungkin terganggu. Bisa perasaan marah, takut, sedih,
senang, benci cinta, antusias, bosan dan lain-lain sebagai akibat dari peristiwa
yang terjadi pada kita.
Jadi, emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran-pikiran khasnya,
suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk
bertindak. Emosi sebagai gejala kejiwaan berhubungan dengan gejala
kejasmanian. Apabila individu mengalami emosi, dalam diri individu itu akan
terdapat perubahan-perubahan dalam kejasmanian, misalnya ketakutan pada
gejala kejasmanian yang tampak adalah muka pucat dan jantung berdebar-
debar.
1. Komponen Emosi
Menurut Atkinson R.L., dkk, komponen emosi terdiri dari :
a. Respon atau reaksi tubuh internal, terutama yang melibatkan sistem
otomatik, misalnya bila marah suara menjadi tinggi dan gemetar.
b. Keyakinan atau penilaian kognitif bahwa telah terjadi keadaan positif
atau negatif, misalnya kegembiraan saat diterima disalah satu Perguruan
Tinggi ternama.
c. Ekspresi wajah, apabila merasa benci pada seseorang, mungkin akan
mengerutkan dahi atau kelopak mata menutup sedikit.
d. Reaksi terhadap emosi, misalnya marah-marah menjadi agresi atau
gembira hinggah meneteskan air mata
2. Afek dan Emosi
Afek adalah perasaan yang menguasai segenap hidup jiwa dan tidak
bisa dikontrol serta dikuasai oleh pikiran. Biasanya afek disertai reaksi
jasmaniah, yaitu peredaran darah, denyut jantung, dan pernapasan bisa cepat
atu menjadi lemah. Dan emosi merupakan gejala kejiwaan yang
berhubungan dengan gejala kejasmanian itu. Contohnya, orang yang sedang
marah akan mengambil, melempar, dan membanting benda dari sekitarnya,
disertai dengan muka merah, tekanan darah meningkat, dan tubuhnya
gemetar.
Afek dan emosi biasanya dipakai secara bergantian, dengan aspek-
aspek yang lain pada manusia (proses berpikir, psikomotor, persepsi,
ingatan) saling memengaruhi dan menentukan tingkat fungsi manusia itu
pada suatu waktu.
Jenis gangguan afek dan emosi yaitu :
a. Defresi atau melankolis
1. Ciri-ciri psikologik misalnya, sedih, susah, murung, rasa tak
berguna, kehilangan, gagal, putus asa, dan penyesalan yang
patologis.
2. Ciri-ciri somatik, misalnya anoreksia, konstipasi, dan kulit menjadi
lembab atau dingin.
b. Kecemasan (ansietas)
1. Ciri-ciri psikologik, misalnya khawatir, gugup, tegang, cemas, rasa
tidak aman, takut, dan lekas terkejut.
2. Ciri-ciri somatik, misalnya debaran jantung yang cepat atau keras
(palpitasi), keringat dingin pada telapak tangan, tekanan darah
meninggi, dan peristaltik bertambah.
B. Stress
Dewasa ini perubahan tata nilai kehidupan (perubahan psikososial)
berjalan begitu cepat karena pengaruh globalisasi, modernisasi, informasi,
industrialisasi, serta ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal tersebut
berpengaruh terhadap pola hidup, moral, dan etika. Beberapa contoh
perubahan pola hidup, misalnya pola hidup sosial religius berubah
individualistis, materialistis, dan sekuler, pola hidup produktif ke pola hidup
konsumtif dan mewah serta ambisi karier yang menganut asas moral dan etika
hukum.
Perubahan psikososial dapat merupakan tekanan mental (stressor
psikososial) sehingga bagi sebagian individu dapat menimbulkan perubahan
dalam kehidupan dan berusaha beradaptasi untuk menanggulanginya
1. Pengertian stress
a. Menurut Hans Selye, “Stress adalah respon manusia yang bersifat
nonspesifik terhadap setiap tuntutan kebuthan yang ada dalam dirinya”
(Pusdiknakes, Dep.Kes.RI, 1989)
b. “Stress adalah suatu kekuatan yang mendesak atau mencekam, yang
menimbulkan suatu ketegangan daqlam diri seseorang” (Soeharto
Heerdjan. 1987)
c. “Stress adalah segala masalah atau tuntutan penyesuaian diri , dan
karena itu, sesuatu yang mengganggu keseimbangan kita” (Maramis,
1999)
d. “Stress adalah reaksi atau respons tubuh terhadap stresor psikososial
(tekanan mental atau beban kehidupan)” (Dadang Hawari, 2001)
b. Jadi, secara umum yang dimaksud stress adalah reaksi tubuh terhadap
situasi yang menimbulkan tekanan, perubahan, dan ketegangan emosi.
2. Penggolongan stress
Menurut Sri Kusmiati dan Desminiarti (1990), apabila ditinjau dari
penyebabnya stress dapat digolongkan sebagai berikut :
a. Stress fisik, disebabkan oleh suhu atau temperatur yang terlalu tinggi
atau rendah, suara amat bising, sinar yang terlalu terang, atau tersengat
arus listrik.
b. Stress kimiawi, disebabkan oleh asam-basa kuat, obat-obatan, zat
beracun, hormon, atau gas.
c. Stress mikrobiologik, disebabkan oleh virus, bakteri, atau parasit yang
menimbulkan penyakit.
d. Stress fisiologik, disebabkan oleh gangguan struktur, fungsi jaringan,
organ, atau sistemik sehingga menimbulkan fungsi tubuh tidak normal.
e. Stress proses pertumbuhan dan perkembangan, disebabkan oleh
gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada masa bayi hingga trua.
f. Stress psikis/emosional, disebabkan oleh gangguan hububgan
interpersonal, sosial, budaya, atau keagamaan.
C. Adaptasi
Ada beberapa pengertian tentang mekanisme penyesuaian diri, antara lain :
a. Menurut Soeharto Heerdjan (1987),”Penyesuaian diri adalah usaha
atau perilaku yang tujuannya mengatasi kesulitan dan hambatan”.
b. “Penyesuaian diri adalah mengubah diri sesuai keadaan lingkungan,
tetapi juga mengubah lingkungan sesuai keadaan (keinginan
diri)”(W.A.Gerungan , 1996).
c. Jadi, adaptasi adalah suatu perubahan yang menyertai individu dalam
merespons terhadap perubahan yang ada di lingkungan dan dapat
memengaruhi keutuhan tubuh baik secara fisiologis maupun
psikologis yang akan menghasilkan perilaku adaptif.
1. Dimensi adaptasi
Adaptasi terbagi menjadi beberapa jenis yaitu :
a. Adaptasi fisiologis
Indikator adaptasi ini bisa terjadi secara lokal atau umum. Lebih
mudah diidentifikasi dan secara umum dapat diamati atau diukur. Namun
demikian, indikator ini tidak selalu teramati sepanjang waktu pada semua
klien yang mengalami stress, dan indikator tersebut bervariasi menurut
individunya. Tanda vital biasanya meningkat dan klien mungkin tampak
gelisah dan tidak mampu untuk beristirahat serta berkonsentrasi. Indikator
ini dapat timbul sepanjang tahap stress.
Contoh :
1. Seseorang yang mampu menyesuaikan diri dengan keadaan yang berat
dan tidak merasa mengalami gangguan apa-apa pada organ tubuh.
2. Seseorang yang mampu mengatasi stress, wajahnya tidak pucat,
tangannya tidak berkeringat dan tidak gemetar.
D. koping
koping adalah cara yang dilakukan individu dalam menyelesaikan
masalah, menyesuaikan diri dengan perubahan, serta respon terhadap
situasi yang mengancam (Keliat, 1999)
Menurut Nursalam (2007) dalam (Carlson, 1994) mekanisme koping
adalah mekanisme yang digunakan individu untuk menghadapi perubahan
yang diterima. Apabila mekanisme koping berhasil, maka orang tersebut
akan dapat dipelajari, sejak awal timbulnya stresor sehingga individu
tersebut menyadari dampak dari stresor tersebut. Kemampuan koping
individu tergantung dari tempramen, persepsi, dan kognisi serta latar
belakang budaya/norma tempatnya. Sedangkan menurut kozier, (2004)
dalam Lazarus, (2006) mekanisme koping adalah cara alami atau belajar
untuk menanggapi perubahan lingkungan atau masalah tertentu atau
situasi. Dalam kata lain koping adalah "upaya kognitif dan perilaku untuk
mengelola tuntutan eksternal dan/atau internal yang spesifik yang dinilai
sebagai bobot atau kelebihan dari sumber daya seseorang.
1. Metode Koping
Metode koping terbagi dua yaitu diantaranya Long-term coping
strategy bisa konstruktif dan realistis, mencangkup perubahan pola hidup,
atau mengunakan problem solving dalam memutuskaan pilihan.
Sedangkan Short-term coping strategies bisa mengurangi stress menjadi
dalam limt yang bisa ditoleransi, namun tida efektif untuk mengatasi stress
yang berkpanjangan karena bersifat haya menyelesaikan stress pada suatu
waktu tertentu. Bahkan bisa menjadi destruktif ketika hal ini menjadi
ketergantungan dengan penggunaan yang berlebihan (Kozier, Erb, Snyder,
Berman, 2015).
2. Strategi koping
Ada dua macam strategi koping menurut Lazarus (2000): (1)
Problem-solving focused coping, dimana individu secara aktif mencari
penyelesaian masalah untuk menghilangkan kondisi atau situasi yang
menimbulkan stress; (2) Emotion-focused coping, dimana individu
melibatkan usaha-usaha untuk mengatur emosinya dalam rangaka
menyesuaikan diri dengan dampak yang akan di timbulkan suatu kondisi
dari suatu tekanan (Kozier, Erb, Snyder, Berman, 2015)
3. Sumber Koping
Sumber koping dari individu mengarah pada pengalaman individu,
intelegensi, kepercayaan, dan kebutuhan individu untuk mengatasi rasa
khawatir yang dialami. Individu mengambil peran penting dalam
pengambilan keputusan strategi sampai sejauh mana usaha yang akan
dilakukan dalam mengatasi masalahnya, kepercayaan terhadap dirinya
dapat kembali pada kondisi sebelumnya ikut membantu individu
mengambil keputusan. Dalam sumber koping ini mengarah pada
kemampuan dan keinginan individu untuk mengatasi masalahnya (Potter
& Perry, 2013).
Sumber koping dari lingkungan individu dipengaruhi oleh
dorongan emosi dan motivasi dari orang-orang yang dekat, budaya tempat
dibesarkan individu, dan kondisi ekonomi saat ini. Pada hakikatnya
keluarga merupakan faktor pendukung paling kuat dalam mendukung klien
agar mampu beradaptasi. Keyakinan berupa spiritual yang mencakup
esensi keberadaan individu dan keyakinan tentang makna dan tujuan hidup
merupakan bagian dari budaya juga memengaruhi seseorang melakukan
koping terhadap stress. Dorongan positif kepada individu dari orang-orang
disekitarnya dan budaya akan kebersamaan di lingkungan individu
membuat individu menjadi lebih tenang dan meningkatkan percaya diri
dalam pengambilan strategi koping kedepanya. Selain itu faktor ekonomi
juga mempengaruhi pengambilan keputusan individu seberapa lama
strategi koping akan dilakukan (Potter & Perry, 2013)
4. Mekanisme Koping
Mekanisme koping juga dipandang sebagai mekanisme jangka
panjang atau jangka pendek. Mekanisme koping jangka panjang dapat
berwujud konstruktif dan praktis. Dalam situasi tertentu, berbicara dengan
orang lain dan berusaha untuk mengetahui lebih lanjut tentang situasi
merupakan bagian dari strategi jangka panjang. Strategi jangka panjang
lainnya berupa perubahan pola gaya hidup seperti diet yang sehat,
berolahraga secara teratur, menyeimbangkan waktu luang dengan bekerja,
atau menggunakan pemecahan dalam membuat keputusan (Kozier, 2004).
Menurut Stuart (2013) mekanisme pertahan ego terdiri dari 17 (tujuh
belas) macam, yaitu:
a. Represi, yaitu suatu cara pertahanan untuk menyingkirkan dari
kesadaran pikiran dan perasaan yang mengancam. Mekanisme represi
secara tidak sadar menekan pikiran keluar pikiran yang mengganggu,
memalukan dan menyedihkan dirinya, dari alam sadar ke alam tak sadar
b. Supresi, yaitu suatu proses yang digolongkan sebagai mekanisme
pertahanan tetapi sebetulnya merupakan analog represi yang disadari;
pengesampingan yang sengaja tentang suatu bahan dari kesadaran
seseorang; kadang-kadang dapat mengarah pada represi yang
berikutnya. Rasa tidak nyaman dirasakan tetapi ditekan
c. Penyangkalan (denial), dilakukan dengan cara melarikan diri dari
kenyataan atau kesibukan dengan hal-hal lain. Penghindaran
penyangkalan aspek yang menyakitkan dari kenyataan dengan
menghilangkan data sensoris. Penyangkalan dapat digunakan dalam
keadaan normal maupun patologis.
d. Proyeksi, yaitu ketika impuls internal yang tidak dapat diterima dan
yang dihasilkannya akan dirasakan dan ditanggapi seakan-akan berasal
dari luar diri. Pada tingkat psikotik, hal ini mengambil bentuk waham
yang jelas tentang kenyataan eksternal
e. Sublimasi, merupakan dorongan kehendak atau cita-cita yang yang tak
dapat diterima oleh norma-norma di masyarakat lalu disalurkan menjadi
bentuk lain yang lebih dapat diterima bahkan ada yang mengagumi
f. Reaksi formasi atau penyusunan reaksi mencegah keinginan yang
berbahaya baik yang diekspresikan dengan cara melebih-lebihkan sikap
dan prilaku yang berlawanan dan menggunakannya sebagai rintangan
untuk dilakukannya
g. Introyeksi, terjadi bila seseorang menerima dan memasukkan ke dalam
penderitannya berbagai aspek keadaan yang akan mengancamnya
h. Pengelakan atau salah pindah, terjadi apabila kebencian terhadap
seseorang dicurahkan atau “dielakkan” kepada orang atau obyek lain
yang kurang membahayakan
i. Rasionalisasi, merupakan upaya untuk membuktikan bahwa prilakunya
itu masuk akal (rasional) dan dapat disetujui oleh dirinya sendiri dan
masyarakat\
j. Simbolisasi, merupakan suatu mekanisme apabila suatu ide atau obyek
digunakan untuk mewakili ide atau obyek lain, sehingga sering
dinyatakan bahwa simbolisme merupakan bahasa dari alam tak sadar
k. Konversi, merupakan proses psikologi dimana suatu konflik yang
berakibat penderitaan afek akan dikonversikan menjadi terhambatannya
fungsi motorik atau sensorik dalam upayanya menetralisasikan
pelepasan afek
l. Identifikasi, upaya untuk menambah rasa percaya diri dengan
menyamakan diri dengan orang lain atau institusi yang mempunyai
nama
m. Regresi, upaya untuk mundur ke tingkat perkembangan yang lebih
rendah dengan respons yang kurang matang dan biasanya dengan
aspirasi yang kurang
n. Kompensasi, menutupi kelemahan dengan menonjolkan sifat yang
diinginkan atau pemuasan secara frustasi dalam bidang lain
o. Pelepasan (Undoing), upaya untuk menebus sehingga dengan
demikian meniadakan keinginan atau tindakan yang tidak bermoral
p. Penyekatan Emosional (Emotional Insulation), terjadi apabila
seseorang mempunyai tingkat keterlibatan emosionalnya dalam keadaan
yang dapat menimbulkan kekecewaan atau yang menyakitkan
q. Isolasi (Intelektualisasi dan disosiasi) merupakan bentuk penyekatan
emosional. Misalnya bila orang yang kematian keluarganya maka
kesedihan akan dikurangi dengan mengatakan “sudah nasibnya” atau
“sekarang sudah tidak menderita lagi” dan sambil tersenyum.
5. Kaitan Koping dan Mekanisme Pertahanan Diri
Alasan kenapa seseorang bisa sampai membutuhkan koping adalah
karena mereka memiliki meknisme pertahanan terhadap stress. Pada
dasarnya mekanisme pertahanan diri terjadi tanpa disadari dan bersifat
membohongi diri sendiri terhadap realita yang ada, baik realita yang
ada diluar (fakta atau kebenaran) maupun realita yang ada di dalam
(dorongan atau impuls atau nafsu). Mekanisme pertahanan bersifat
menyaring realita yang ada sehingga individu bersangkutan tidak bisa
memahami hakekat dari keseluruhan realita yang ada. Ini membuat
sebagian besar ahli menyatakan koping jenis mekanisme pertahanan diri
merupakan yang tidak sehat kecuali sublimasi.
Koping dan mekanisme pertahanan mempunyai aspek yang
berkaitan, dimana keduanya sama-sama muncul karena situasi yang
melibatkan ketidakseimbangan psikologis. Koping ditujukan untuk: (1)
menurunkan pengaruh negatif, (2)mengembalikan fungsi dengan
segera, dan (3) memecahkan atau mengelola masalah (Aldwin, Sutton,
& Lackman, 1996 dalam Cramer, 2006). Sementara mekasnisme
pertahanan berkaitan dengan tujuan ke-(1) dan ke-(2), mekanisme
pertahanan berfungsi untuk melawan kecemasan berlebihan atau
pengaruh negative lainnya, sehingga dapat mengembalikan fungsi
semula.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan