Anda di halaman 1dari 7

Materi 9

Demokrasi dan Sistem Politik Indonesia Dalam Islam

BU HAYUMUTI.M.PDI

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang masalah

Masalah politik termasuk salah satu bidang studi yang menarik perhatian masyarakat
pada umumnya. Hal ini antara lain disebabkan karena masalah politik selalu mempengaruhi
kehidupan masyarakat. Masyarakat yang tertib,aman,damai,sejahtera dan seterusnya tidak
bisa dilepaskan dari system politik yang diterapkan. Karena demikian pentingnya masalah
politik ini, telah banyak studi dan kajian yang dilakukan para ahli terhadapnya. Demikian
pula ajaran Islam sebagai ajaran yang mengatur kehidupan manusia secara menyeluruh juga
diyakini mengandung kajian masalah politik dan kenegaraan.
Dalam hubungan ini, Ibn Khaldun berpendapat bahwa agama memperkokoh kekuatan
yang telah dipupuk oleh Negara dan solidaritas dan jumlah penduduk. Sebabnya adalah
karena semangat agama bisa meredakan pertentangan dan irihati yang dirasakan oleh satu
anggota dari golongan itu terhadap anggota lainnya, dan menuntun mereka kearah kebenaran.
Sejalan dengan pemikiran tersebut, masalah politik dalam pandangan Islam yang
meliputi pengertiannya, sejarah perpolitikan dalam Islam, prinsip-prinsip dasar politik Islam,
dan ruang lingkup politik Islam. Supaya tidak ada lagi pemikiran-pemikiran yang bersifat
fanatic terhadap pemikiran barat yang mengatakan bahwa Islam adalah agama yang hanya
mengatur urusan hamba dengan tuhannya dan tidak mengatur masalah-masalah social
termasuk politik ini. Padahal, persoalan yang pertama-tama timbul dalam Islam menurut
sejarah bukanlah persoalan tentang keyakinan melainkan persoalan politik.

1.2  Rumusan Masalah


1.      Apa yang dimaksud dengan islam dan negara?
2.      Apa hubungan antara islam dan negara dalam sistem politik Indonesia?
3.      Bagaimana hubungan antara islam dengan demokrasi?
4.      Bagaimana kontribusi umat islam dalam perpolitikan nasional?

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN ISLAM DAN NEGARA

                 Dalam mendefinisikan islam, terdapat perbedaan pendapat umat islam tentang


pengertian politik dalam syari’at Islam.
                 Pertama,  mengatakan bahwa Islam adalah satu agama yang serba lengkap yang
didalamnya terdapat antara lain system ketatanegaraan atau politik. Dalam bahasa lain,
system politik atau fiqih Siyasah merupakan integral dan ajaran Islam. Lebih jauh kelompok
ini berpendapat bahwa system keteladanan yang harus diteladani adalah sistem yang telah
dilaksanakan oleh Nabi Muhammad Saw dan para Khulafaurrasyidin, yaitu system khalifah.
                 Kedua, menyatakan bahwa Islam adalah agama dalam pengertian barat (sekuler),
artinya agama tidak ada hubungannya dengan urusan kenegaraan atau system pemerintahan.
Menuru taliranini Nabi Muhammad Saw hanya seorang rasul, seperti rasul-rasul yang lain,
yang mempunyai misi menyiarkan agama bukan sebagai pemimpin dan pengatur Negara.
                 Ketiga,  menyatakan menolak bahwa Islam merupakan agama yang serba lengkap
yang terdapat didalamnya segala system kehidupan termasuk system ketatanegaraan, tetapi
juga menolak pendapat bahwa islam sebagaimana pendapat barat yang hanya mengatur
hubungan manusia dengan tuhan. Aliran ini berpendirian bahwa dalam Islam tidak terdapat
system ketatanegaraan, tetapi terdapat seperangkat tata nilai etika bagi kehidupan bernegara.
                 Namun perlu diingat, sejarah membuktikan bahwa nabi kecuali seorang rasul atau
kepala agama beliau adalah sebagai kepala negara. Nabi menguasai wilayah Yasrib atau
Madinah al-Munawarah sebagai wilayah kekuasaan nabi, sekaligus menjadi pusat
pemerintahannya dengan Piagam Madinah sebagai aturan dasar negaranya. Sepeninggalan
nabi, kedudukan beliau sebagai kepala Negara digantikan oleh Abu Bakar yang merupakan
hasil kesepakatan para tokoh sahabat, selanjutnya disebut Khalifah. Sistem pemerintahannya
disebut Khilafah, system ini berlangsung hingga kepemimpinan dibawah kekuasaan Ali bin
Abi Tholib.
Negara adalah integrasi dari kekuasaan politik. Negara adalah alat dari masyarakat
yang mempunyai kekuasaan untuk mengatur hubungan-hubungan manusia dalam masyarakat
dan menertibkan gejala-gejala kekuasaan dalam masyarakat. Manusia hidup dalam suasana
kerjasama, sekaligus suasana antagonis dan penuh pertentangan. Negara adalah himpunan
suatu bangsa yang bercita-cita menegakkan hak dan keadilan bagi segenap rakyat serta
berusaha untuk memudahkan jalan mencari penghidupan dengan penuh kebahagiaan dan
kedamaian.Negara disebut juga dengan sekumpulan manusia yang secara tetap mendiami
suatu wilayah tertentu dan memiliki institusi abstraknya sendiri serta sistem yang dipatuhi
dari para pemegang kekuasaan yang ditaatinya serta memiliki kemerdekaan politik.
Tujuan negara Republik Indonesia sendiri sebagaimana tercantum dalam undang-
undang dasar 1945 ialah untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan
kesejahteraan umum,  mencerdaskan kehidupan bangsa dan melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial dengan berdasarkan
kepada Pancasila.

3
2.2 ISTILAH ISLAM DAN NEGARA DALAM SISTEM POLITIK

Sistem politik seperti halnya organisme dalam ilmu biologi, terdiri dari bagian-bagian
atau komponen-komponen yang saling bergantung pada yang lain dan saling berinteraksi.
Pada dasarnya, konsep sistem politik dipakai untuk keperluan analisa, dimana suatu sistem
bersifat abstrak. Sistem politik dapat diterapkan pada suatu situasi yang konkret, misalnya
negara, atau kesatuan yang lebih kecil seperti kota atau suku bangsa.
Setiap sistem masing-masing mempunyai fungsi tertentu yang dimaksudkan untuk
menjaga kelangsungan hidup dan mencapai tujuan dari masyarakat tersebut. Sistem-sistem
ini merupakan lingkungan dari sistem politik yang memengaruhi jalannya sistem politik serta
pelaku-pelaku politik.

Umumnya dianggap bahwa dalam sistem politik terdapat empat variabel :

1. Kekuasaan, yaitu sebagai cara untuk mencapai hal yang diinginkan, antara lain
membagi sumber-sumber diantara kelompok-kelompok dalam masyarakat.
2. Kepentingan, yaitu tujuan-tujuan yang dikejar oleh pelaku-pelaku atau
kelompok politik.
3. Kebijaksanaan, yaitu hasil dari interaksi antara kekuasaan dan kepentingan,
biasanya dalam bentuk perundang-undangan.
4. Budaya politik, yaitu orientasi subyektif dari individu terhadap sistem politik.

Politik dalam pandangan Islam adalah pengaturan urusan-urusan rakyat yang


didasarkan kepada hukum-hukum Islam. Adapun hubungan antara politik dan Islam secara
tepat digambarkan oleh Imam al-Ghazali: “Agama dan kekuasaan adalah dua saudara
kembar. Agama adalah pondasi (asas) dan kekuasaan adalah penjaganya. Segala sesuatu yang
tidak berpondasi niscaya akan runtuh dan segala sesuatu yang tidak berpenjaga niscaya akan
hilang dan lenyap”.
Berbeda dengan pandangan Barat politik diartikan sebatas pengaturan kekuasaan,
bahkan menjadikan kekuasaan sebagai tujuan dari politik. Akibatnya yang terjadi hanyalah
kekacauan dan perebutan kekuasaan, bukan untuk mengurusi rakyat. Hal ini bias kita dapati
dari salah satu pendapat ahli politik di barat, yaitu Loewenstein yang berpendapat “politic is
nichtanderesals der kamps um die Macht” (politik tidak lain merupakan perjuangan
kekuasaan).

4
2.3 ISLAM DAN DEMOKRASI

Islam dan Demokrasi sering diartikan sebagai penghargaan terhadap hak-hak asasi
manusia, partisipasi dalam pengambilan keputusan dan persamaan hak di depan hukum. Dari
sini kemudian muncul idiom-idiom demokrasi, seperti egalite (persamaan), equality
(keadilan), liberty (kebebasan), human right (hak asasi manusia).
Dalam dunia Barat, demokrasi didasarkan pada penekanan bahwa rakyat seharusnya
menjadi “pemerintah” bagi dirinya sendiri, dan wakil rakyat seharusnya menjadi pengendali
yang bertanggung jawab atas tugasnya. Karena alasan inilah maka lembaga legislatif di dunia
Barat menganggap sebagai pioner dan garda depan demokrasi. Lembaga legislatif benar-
benar menjadi wakil rakyat dan berfungsi sebagai agen rakyat yang aspiratif. Keberadaan
wakil rakyat didasarkan atas pertimbangan, bahwa tidak mungkin semua rakyat dalam suatu
negara mengambil keputusan karena jumlahnya yang terlalu besar. Oleh sebab itu kemudian
dibentuk dewan perwakilan. Di sini lantas prinsip amanah dan tanggung jawab menjadi
keharusan bagi setiap anggota dewan. Sehingga jika ada tindakan pemerintah yang cenderung
mengabaikan hak-hak sipil dan hak politik rakyat, maka harus segera ditegur. Itulah perlunya
perwakilan rakyat yang kuat untuk menjadi penyeimbang dan kontrol pemerintah.
Secara normatif, Islam menekankan pentingnya ditegakkan amar ma’ruf nahi munkar
bagi semua orang, baik sebagai individu, anggota masyarakat maupun sebagai pemimpin
negara. Doktrin tersebut merupakan prinsip Islam yang harus ditegakkan dimana pun dan
kapan saja, supaya terwujud masyarakat yang aman dan sejahtera. Agama berasal dari wahyu
sementara demokrasi berasal dari pergumulan pemikiran manusia. Namun begitu, tidak ada
halangan bagi agama untuk berdampingan dengan demokrasi. Dalam perspektif Islam
elemen-elemen demokrasi meliputi: syura, musawah, adalah, amanah, masuliyyah dan
hurriyyah.
Jika suatu negara konsisten dengan penegakan prinsip-prinsip atau elemen-elemen
demokrasi di atas, maka pemerintahan akan mendapat legitimasi dari rakyat. dengan
demikian maka roda pemerintahan akan berjalan dengan stabil. Watak ajaran Islam
sebagaimana banyak dipahami orang adalah inklusif dan demokratis. Oleh sebab itu doktrin
ajaran ini memerlukan aktualisasi dalam kehidupan kongkret di masyarakat.
Konsep demokrasi secara umum berarti dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Secara politik juga berarti kedaulatan tertinggi ada di tangan rakyat dalam membuat undang-
undang dan peraturan negara. Tapi karena tidak mungkin seluruh rakyat dari berbagai
penjuru berkumpul guna membuat perundang-undangan, maka rakyat memilih wakilnya yang
mereka percayai sebagai penyambung lidah. Rakyat memilih sekelompok orang yang
bertugas menyusun undang-undang (legislatif), menjalankan undang-undang (eksekutif), dan
menegakkan hukum (yudikatif). Dengan sistem demokrasi kehidupan bernegara dapat
menjamin terealisasinya prinsip-prinsip kemanusiaan seperti kebebasan, persamaan dan
keadilan.

5
2.4 KONTRIBUSI UMAT ISLAM DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL

Prinsip politik dalam negeri menurut Islam ialah, bahwa manusia diciptakan Allah
dalam berbagai bangsa, berbagai suku bangsa, dan atau yang sejenisnya dengan tujuan, agar
manusia saling kenal mengenal antara yang satu dengan yang lain. Islam sebagai sebuah
ajaran yang mencakup persoalan spiritual dan politik telah memberikan kontribusi yang
cukup signifikasi terhadap kehidupan politik di Indonesia. Pertama ditandai dengan
munculnya partai-partai berasaskan islam serta partai nasionalis berbasis umat Islam dan
kedua dengan ditandai sikap proaktifnya tokoh-tokoh politik Islam dan umat Islam terhadap
keutuhan Negara kesatuan Republik Indonesia, sejak proses awal kemerdekaan, hingga
sekarang jaman reformasi.

Berkaitan dengan keutuhan Negara, misalnya Muhammad Natsir pernah menyerukan


umat Islam, perumusan Pancasila bukan merupakan sesuatu yang bertentangan dengan ajaran
Al-Qur’an, karena nilai-nilai yang terdapat dalam Pancasila juga merupakan bagian dari nilai-
nilai yang terdapat dalam al-Qur’an. Demi keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa, umat
Islam rela menghilangkan melaksanakan tujuh kata dari sila kesatu dari Pancasila, yaitu kata-
kata “kewajiban melaksanakan syari’at Islam bagi para pemaluknya”.Umat Islam Indonesia
dapat menyetujui pancasila dan UUD 45 setidak-tidaknya atas dua pertimbangan: pertama;
nilai-nilainya dibenarkan oleh ajaran agama Islam; kedua, fungsinya sebagai nuktah-nuktah
kesepakatan antara berbagai golongan untuk mewujudkan kesatuan politik bersama.
Di dalam Islam, kekuasaan politik sangat berkaitan dengan hukum. Yang intinya
adalah peraturan, undang-undang, patokan atau kaidah, dan keputusan atau vonis
(pengadilan).
Perlu diketahui bahwa konsep sistem politik Islam adalah konsep politik yang bersifat
majemuk. Sebabnya, karena sistem politik Islam lahir dari pemahaman atau penafsiran
seseorang terhadap Al-Qur'an berdasarkan kondisi kesejarahan dan konteks persoalan
masyarakat para pemikir politik.

6
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Makalah sederhana ini telah menguraikan tentang pemikiran politik berkaitan dengan
persoalan antara Islam dan negara di samping berbagai masalah keislaman lainnya. Dapat
dikatakan bahwa gagasan-gagasannya tersebut mempunyai kontribusi besar dalam
mengembangkan makna baru politik Islam khususnya bagi pemikiran politik Islam di
Indonesia.
Pemikiran politik lebih berorientasi pada nilai-nilai keadilan, musyawarah dan
persamaan. Dalam konsepsi seperti itu, politik Islam didasarkan atas bagaimana nilai-nilai
yang telah terdapat dalam ajaran Islam itu dapat diterapkan dalam konteks bermasyarakat dan
bernegara.

Anda mungkin juga menyukai