“PENDIDIKAN KESEHATAN”
DOSEN PEMBIMBING :
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 7
2020/2021
A. DEFINISI PENDIDIKAN & PENYULUHAN KESEHATAN
Penyuluhan sebagai proses belajar pendidikan, dalam konsep akademik dapat mudah
dipahami, tetapi dakam praktek kegiatan perlu dijelaskan lebih lanjut. Sebab pendidikan yang
berlangsung disini tidak bersifat vertikal yang lebih berkesan menggurui tetapi merupakan
pendidikan orang dewasa yang bersifat horizontal (Mead, 1959 dalam Waryana, 2016) yang
lebih bersifat partisipatif.
Pendidikan kesehatan dalam arti pendidikan. secara umum adalah segala upaya yang
direncanakan untuk mempengaruhi orang lain, baik individu, kelompok, atau masyarakat,
sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan atau promosi
kesehatan. Dan batasan ini tersirat unsure-unsur input (sasaran dan pendidik dari pendidikan),
proses (upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain) dan output (melakukan
apa yang diharapkan). Hasil yang diharapkan dari suatu promosi atau pendidikan kesehatan
adalah perilaku kesehatan, atau perilaku untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang
kondusif oleh sasaran dari promosi kesehatan. (Notoadmojo, 2012)
Ruang lingkup pendidikan kesehatan dapat dilihat dari berbagai dimensi, antara lain
dimendi sasaran pendidikan, dimensi tempat pelaksanaan atau aplikasinya, dan dimensi
tingkat pelayanan kesehatan (Notoatmodjo, 2007 Hal : 111).
Di bawah ini akan diuraikan beberapa metode pendidikan individual, kelompok, dan
massa (public).
Yang dimaksud alat bantu pendidikan adalah alat-alat yang digunakan oleh pendidik
dalam menyampaikan bahan pendidikan/pengajaran. Alat bantu ini lebih sering disebut 'alat
peraga', karena berfungsi untuk membantu dan meragakan sesuatu dalam proses pendidikan
pengajaran (Notoatmodjo, 2007 Hal : 122).
Alat peraga ini disusun berdasarkan prinsip bahwa pengetahuan yang ada pada setiap
manusia itu diterima atau ditangkap melalui panca indra. Semakin banyak indra yang
digunakan untuk menerima sesuatu maka semakin banyak dan semakin jelas pula
pengertian/pengetahuan yang diperoleh. Dengan kata lain, alat peraga ini dimaksudkan untuk
mengerahkan indra sebanyak mungkin kepada suatu objek, sehingga mempermudah persepsi
(Notoatmodjo, 2007 Hal : 122).
Alat ini berguna dalam membantu menstimulasi indra mata (penglihatan) pada waktu
terjadinya proses pendidikan. Alat ini ada 2 bentuk:
a. Alat yang diproyeksikan, misalnya: slide, film, film strip, dan sebagainya.
b. Alat-alat yang tidak diproyeksikan: Dua dimensi. Tiga dimensi.
Ialah alat yang dapat membantu menstimulasi indra pendengar, pada waktu proses
penyampaian bahan pendidikan/pengajaran. Misalnya: piringan hitam, radio, pita
suara, dan sebagainya.
1. Mudah dibuat.
2. Bahan-bahannya dapat diperoleh.
3. Mencerminkan kebiasaan, kehidupan dan kepercayaan setempat.
4. Ditulis (digambar) dengan sederhana.
5. Bahasa setempat dan mudah dimengerti oleh masyarakat.
6. Memenuhi kebutuhan-kebutuhan petugas kesehatan dan masyarakat.
Yang dimaksud dengan media pendidikan kesehatan pada hakikatnya adalah alat
bantu pendidikan (AVA). Disebut media pendidikan karena alat-alat tersebut merupakan alat
saluran (channel) untuk menyampaikan kesehatan karena alat-alat tersebut digunakan untuk
mempermudah penerimaan pesan-pesan kesehatan bagi masyarakat atau 'klien'. Berdasarkan
fungsinya sebagai penyaluran pesan-pesan kesehatan (media), media ini dibagi menjadi 3,
yakni:
G. PERILAKU KESEHATAN
Konsep Perilaku
Skinner (1938) seorang ahli perilaku mengemukakan bahwa perilaku merupakan hasil
hubungan antara perangsang (stimulus) dan tanggapan dan respona. Ia membedakan adanya
dua respons, yakni:
1. Respondent respon atau reflexive reapons, ialah respone yang ditimbulkan oleh
rangsangan-rangsangan tertentu.
2. Operant respons atau instrumental respons, adalah respons yang timbul dan
berkembangnya diikuti oleh perangsang tertentu. Perangsang semacam ini disebut
reinforcing stimuli atau reinforcer, karena perangsangan-perangsangan tersebut
memperkuat respons yang telah dilakukan oleh organisme.
Dari hal tersebut maka akan dapat dilakukan pembentuk kebiasan, sehingga seseorang
akan menjadi berperilaku sehat (Notoatmodjo, 2007 Hal : 134).
Perilaku Kesehatan
Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respons seseorang (organisme)
terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sintem pelayanan kesehatan,
makanan (Notoatmodjo, 2007 Hal : 136).
Perilaku manusia itu sangat kompleks dan mempunyai ruang lingkup yang sangat
luas. Benyamin Bloom (1908) seorang ahli psikologi pendidikan membagi perilaku itu ke
dalam 3 domain (ranah/kawasan), meskipun kawasan-kawasan tersebut tidak mempunyai
batasan yang jelas dan tegas. Pembagian kawasan ini dilakukan untuk kepentingan tujuan
pendidikan. Bahwa dalam tujuan suatu pendidikan adalah mengembangkan atau
meningkatkan ketiga domain perilaku tersebut, yang terdiri dari:
Dalam perkembangan selanjutnya oleh para ahli pendidikan, dan untuk kepentingan
pengukuran hasil pendidikan, ketiga domain ini diukur dari:
Terbentuknya suatu perilaku baru, terutama pada orang dewasa dimulai pada domain
kognitif, dalam arti subjek tahu terlebih dahulu terhadap stimulus yang berupa materi atau
objek di luarnya. Sehingga menimbulkan pengetahuan baru pada subjek tersebut, dan
selanjutnya menimbulkan respons batin dalam bentuk sikap si subjek terhadap objek yang
diketahui itu. Akhirnya rangsangan yakni objek yang telah diketahui dan disadari sepenuhnya
tersebut akan menimbulkan respons lebih jauh lagi, yaitu berupa tindakan (action) terhadap
atau sehubungan dengan stimulus atau objek tadi namun demikian, dalam kenyataan stimulus
yang diterima oleh subjek dapat langsung menimbulkan tindakan.
Menurut Ki Hajar Dewantara tokoh pendidikan nasional kita, ketiga kawasan perilaku
ini disebut: cipta (kognisi), rasa (emosi), dan karsa (konasi). Tokoh pendidikan kita ini
mengajarkan bahwa tujuan pendidikan adalah membentuk dan atau meningkatkan
kemampuan manusia yang mencakup cipta, rasa, dan karsa tersebut. Ketiga kemampuan
tersebut harus dikembangkan bersama-sama secara seimbang, sehingga terbentuk manusia
Indonesia yang seutuhnya (harmonis) (Notoatmodjo, 2007 Hal : 143).
Penelitian Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru
(berperilaku baru), dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni : Awareness
(kesadaran), Interest (merasa tertarik, Evaluation (menimbang-nimbang), Trial, Adoption.
I. PERUBAHAN PERILAKU
Hal yang penting dalam perilaku kesehatan adalah masalah pembentukan dan
perubahan perilaku. Karena perubahan perilaku merupakan tujuan dari pendidikan atau
penyuluhan kesehatan sebagai penunjang program-program kesehatan yang lainnya. Banyak
teori tentang perubahan perilaku ini, antara lain akan diuraikan di bawah ini.
Hosland, et al. (1953) mengatakan bahwa proses perubahan perilaku pada hakikatnya
adalah sama dengan proses belajar. Proses perubahan perilaku tersebut menggambarkan
proses belajar pada individu yang terdiri dari:
i. Stimulus (rangsang) yang diberikan pada organisme dapat diterima atau ditolak.
Apabila stimulus tersebut tidak diterima atau ditolak berarti stimulus itu tidak efektif
mempengaruhi perhatian individu dan berhenti di sini. Akan tetapi bila stimulus
diterima oleh organisme berarti ada perhatian dari individu dan stimulus tersebut
efektif.
ii. Apabila stimulus telah mendapat perhatian dari organisme (diterima) maka ia
mengerti stimulus ini dan dilanjutkan kepada proses berikutnya.
iii. Setelah itu organisme mengolah stimulus tersebut sehingga terjadi bertindak demi
stimulus yang teleh diterimanya (bersikap).
iv. Akhirnya dengan dukungan fasilitas serta dorongan dari lingkungan maka stimulus
tersebut mempunyai efek tindakan dari individu tersebut (perubahan perilaku).
Teori Finger (1957) telah banyak pengaruhnya dalam psikologi sosial. Teori ini
sebenarnya sama dengan konsep 'imbalance' ( tidak seimbang). Hal ini berarti bahwa keadaan
“cognitive dissonance” merupakan keadaan ketidakseimbangan psikologis yang diliputi oleh
ketegangan diri yang berusaha untuk mencapai keseimbangan kembali. Apabila terjadi
keseimbangan dalam diri individu, maka berarti sudah tidak terjadi ketegangan diri lagi, dan
keadaan ini disebut “consonance” (keseimbangan).
3. Teori Fungsi
Teori ini berdasarkan anggapan bahwa perubahan perilaku individu itu tergantung
kepada keutuhan. Hal ini berarti bahwa stimulus yang dapat mengakibatkan perubahan
perilaku seseorang apabila stimulus tersebut dapat dimengerti dalam konteks kebutuhan
orang tersebut. Menurut Katz (1960) perilaku dilatarbelakangi oleh kebutuhan individu yang
bersangkutan. Katz berasumsi bahwa:
1. Perilaku itu memiliki fungsi instrumental, artinya dapat berfungsi dan memberikan
pelayanan terhadap kebutuhan. Seseorang dapat bertindak (berperilaku) positif terhadap
objek demi pemenuhan kebutuhannya. Sebaliknya bila objek tidak dapat memenuhi
kebutuhannya maka ia akan berperilaku negatif. Misalnya, orang mau membuat jamban
apabila jamban tersebut benar-benar sudah menjadi kebutuhannya.
2. Perilaku dapat berfungsi sebagai 'defence mecanism' atau sebagai pertahanan diri dalam
menghadapi lingkungannya. Artinya, dengan perilakunya, dengan tindakan-
tindakannya manusia dapat melindungi ancaman-ancaman yang datang dari luar.
Misalnya, orang dapat menghindari penyakit demam berdarah, karena penyakit tersebut
merupakan ancaman bagi dirinya.
3. Perilaku berfungsi sebagai penerima objek dan memberikan arti. Dalam peranannya itu
seseorang senantiasa menyesuaikan diri dengan lingkungannya melalui tindakannya.
Dengan tindakan sehari-hari tersebut seseorang telah melakukan keputusan-keputusan
sehubungan dengan objek atau stimulus yang dihadapi. Pengambilan keputusan yang
mengakibatkan tindakan-tindakan tersebut dilakukan secara spontan dan dalam waktu
yang singkat. Misalnya, jika seseorang merasa sakit kepala maka mengatasi rasa sakit
tersebut dengan membeli obat di warung dan meminumnya, atau tindakan-tindakan
lain.
4. Perilaku berfungsi sebagai nilai ekspresif dari diri seseorang dalam menjawab suatu
situasi. Nilai ekspresif ini berasal dari konsep diri seseorang dan merupakan
pencerminan dari hati sanubari. Oleh sebab itu, perilaku dapat merupakan 'layar' di
mana segala ungkapan diri orang dapat dilihat. Misalnya, orang yang sedang marah,
senang, gusar, dan sebagainya dapat dilihat dari perilaku atau tindakannya.
Teori ini berkeyakinan bahwa perilaku itu mempunyai fungsi untuk menghadapi
dunia luar individu, dan senantiasa menyesuaikan diri dengan lingkungannya menurut
kebutuhannya. Oleh sebab itu, di dalam kehidupan manusia, perilak itu tampak terus-menerus
dan berubah secara relatif (Notoatmodjo, 2007 Hal : 154).
Kurt Lewin (1970) berpendapat bahwa perilaku manusia itu adalah suatu keadaan
yang seimbang antara kekuatan-kekuatan pendorong (driving forces) dan kekuatan-kekuatan
penahan (restrining forces). Perilaku itu dapat berubah apabila terjadi ketidakseimbangan
antara kedua kekuatan tersebut di dalam diri seseorang. Sehingga ada tiga kemungkinan
terjadinya perubahan perilaku pada diri seseorang itu, yakni:
J. BENTUK PERILAKU
Bentuk perilaku
Secara lebih operasional perilaku dapat diartikan suatu organisme atau seseorang
terhadap rangsangan (stimulus) dari luar objek tersebut. Respons ini berbentuk dua macam
yakni :
Bentuk pasif adalah respons internal, yaitu yang terjadi didalam diri manusia dan
tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain, misalnya berpikir, tanggapan atau
sikap batin dan pengetahuan. Misalnya, seorang ibu tahu bahwa imunisasi itu dapat
mencegah suatu penyakit tertentu, meskipun ibu tersebut tidak membawa anaknya ke
Puskesmas untuk diimunisasi Contoh lain, seorang yang menganjurkan orang lain
untuk mengikuti keluraga berencana meskipun ia sendiri tidak ikut keluarga
berencana. Dari kedua contoh tersebut terlihat bahwa si ibu telah tahu gunanya,
imunisasi, dan contoh kedua orang tersebut telah mempunyai sikap yang positif untuk
mendukung keluarga berencana, meskipun mereka sendiri belum melakukan secara
konkret terbadap kedua hal tersebut. Oleh sebab itu perilaku mereka ini masih
terselubung (covert behaviaur)
Bentuk aktif, yaitu apabila perilaku itu jelas dapat diobservasi secara langsung.
Misalnya pada kedua contoh tersebut, si ibu sudah membawa anaknya ke Puskesmas
atau fasilitas kesehatan lain untuk imunisasi, dan pada kasus kedua sudah ikut
keluarga berencana dalam arti sudah menjadi akseptor KB. Oleh karena perilaku
mereka ini sudah tampak dalam bentuk tindakan nyata, maka disebut overt behaviour.
K. STUDI KASUS
STUDI KASUS UPAYA-UPAYA KESEHATAN MASYARAKAT
Pemberantasan penyakit menular dan tidak menular. Kasus : penyakit DBD di
kecamatan Sewon Bantul. Faktor-faktor yang mempengaruhi :
a. Faktor lingkungan. Kebersihan lingkungan tempat tinggal warga yang belum terjaga
dengan baik. Banyak sampah yang menyebabkan genangan air, sehingga menjadi
sarang perkembangbiakann yamuk.
b. Faktor perilaku. Kesadaran warga yang kurang terhadap lingkungan sekitar tempat
tinggal, masih sering membuang sampah sembarangan.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Kesehata Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta : PT. Rineka
Cipta
http://keperawatanlenisundari.blogspot.com/2016/05/makalah-penyuluhan-kesehatan.html
http://repository.ump.ac.id/677/3/AKHZUL%20RAZAK%20APILAYA%20BAB%20II.pdf
SOAL
1.