D
I
S
U
S
U
N
OLEH
Kelompok 4:
Puji dan syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmatnya
yang telah dia berikan kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas kelompok
yang berjudul ‘Asuhan Keperawatan Sindrom Nefrotic Dan SNA’. Kami menyajikan
makalah ini dari beberapa sumber. Penyajian kamipun dalam makalah ini cukup sederhana
dan mudah dimengerti.
Berkat bantuan, dorongan, dan bimbingannya sehingga kendala-kendala yang kami hadapi
dalam pembuatan makalah ini dapat teratasi.
Penulis menyadari bahwa sepenuhnya dalam penyusunan makalah ini masih terdapat
kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharpkan kritik dan saran semua pihak untuk
menyempurnakan makalah ini.
Akhirnya kami mengharapkan semoga makalah ini dapat membantu mahasiswa yang lain
dalam mempelajari tentang ‘Asuhan Keperawatan Sindrom Nefrotic Dan SNA’’, baik dari
segi pandangan mahasiswa maupun masyarakat lainnya. Dan akhirnya penulis mengucapka
terimakasih dan semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca.
Penyusun
Kelompok 4
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................. ii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang........................................................................4
1.2 Tujuan Penulisan.....................................................................5
BAB 2 TINJAUAN TEORITIS
2.1 Pengertian................................................................................6
2.2 Etiologi....................................................................................6
2.3 Tanda Dan Gejala....................................................................7
2.4 Klasifikasi................................................................................7
2.5 Patofisiologi.............................................................................7
2.6 Pemeriksaan Penunjang...........................................................8
2.7 Penatalaksanaan.......................................................................9
2.8 Asuhan Keperawatan...............................................................10
BAB 3 TINJAUAN KASUS
BAB 4 PENUTUP
3.1 Kesimpulan.............................................................................30
3.2 Saran.......................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sistem perkemihan terdiri dari organ ginjal, ureter, vesika urinaria (kandung kemih)
dan uretra membentuk sistem urinarius. Fungsi utama ginjal adalah mengatur cairan serta
elektrolit dan komposisi asam- basa cairan tubuh, mengeluarkan produk akhir metabolic dari
dalam darah, dan mengatur tekanan darah. Urine yang terbentuk sebagai hasil dari proses ini
diangkut dari ginjal melalui ureter kedalam kandung kemih tempat urine tersebut disimpan
untuk sementara waktu. Pada saat urinasi kandung kemih berkontraksi dan urine akan di
ekskresikan dari tubuh lewat uretra. Namun, fungsi masing-masing organ dari sistem
perkemihan tersebut tidak luput dari suatu masalah atau abnormal. Sehingga hal ini dapat
menimbulkan beberapa penyakit atau gangguan salah satunya berupa sindrom nefrotik.
Pada tahun 1905 Friedrich Muller menggunakan istilah nefrosis untuk membedakan
degenerasi lemak tubulus dengan glomerulus. Namun istilah nefrosis sekarang tidak dipakai
lagi. Tahun 1913 Munk melaporkan adanya butir-butir lipoid (Lipoid droplets) dalam
sedimen urin pasien dengan “nefritis parenkimatosa kronik”. Kelainan ini ditemukan
terutama atas dasar adanya lues dan diberikan istilah nefrosis lipoid. Istilah sindrom nefrotik
(SN) kemudian digunakan untuk menggantikan istilah terdahulu yang menunjukkan suatu
keadaan klinik dan laboratorik tanpa menunjukkan satu penyakit yang mendasari.
Insidens lebih tinggi pada laki-laki dari pada perempuan. Mortalitas dan prognosis
anak dengan sindrom nefrotik bervariasi berdasarkan etiologi, berat, luas kerusakan ginjal,
usia anak, kondisi yang mendasari, dan responnya trerhadap pengobatan. Sindrom nefrotik
jarang menyerang anak dibawah usia 1 tahun. Sindrom nefrotik perubahan minimal ( SNPM )
menacakup 60 – 90 % dari semua kasus sindrom nefrotik pada anak. Angka mortalitas dari
SNPM telah menurun dari 50 % menjadi 5 % dengan majunya terapi dan pemberian steroid.
Bayi dengan sindrom nefrotik tipe finlandia adalah calon untuk nefrektomi bilateral dan
transplantasi ginjal. Berdasarkan hasil penelitian univariat terhadap 46 pasien, didapatkan
insiden terbanyak sindrom nefrotik berada pada kelompok umur 2 – 6 tahun sebanyak 25
pasien (54,3%), dan terbanyak pada laki-laki dengan jumlah 29 pasien dengan rasio 1,71 : 1.
Insiden sindrom nefrotik pada anak di Hongkong dilaporkan 2 - 4 kasus per 100.000 anak per
tahun ( Chiu and Yap, 2005 ). Insiden sindrom nefrotik pada anak dalam kepustakaan di
Amerika Serikat dan Inggris adalah 2 - 4 kasus baru per 100.000 anak per tahun. Di negara
berkembang, insidennya lebih tinggi. Dilaporkan, insiden sindrom nefrotik pada anak di
Indonesia adalah 6 kasus per 100.000 anak per tahun.
1.2 Tujuan
a) Tujuan umum:
Mahasiswa dapat mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan sindrom
nefrotik
b) Tujuan khusus
Mampu mengidentifikasi pengertian, etiologi, tanda dan gejala, klasifikasi, patofisiologi,
penatalaksanaan, pemeriksaan diagnostik sindrom nefrotik
Mampu mengiidentifikasi proses keperawatan dengan sindrom nefrotik meliputi:
Pengkajian, Diagnosa Keperawatan, Intervensi dan Rasionalisasi
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Pengertian
Sindrom nefrotik adalah kumpulan gejala klinis yang timbul dari kehilangan
protein karena kerusakan glomerulus yang difus.
Sindrom nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria,
hipoalbuminemia dan hiperkolesterolemia kadang-kadang terdapat hematuria,
hipertensi dan penurunan fungsi ginjal.
2.2 Etiologi
Sebab penyakit sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini
dianggap sebagai suatu penyakit autoimun. Jadi merupakan suatu reaksi antigen-
antibodi. Umumnya para ahli membagi etiologinya menjadi:
a. ,Sindrom nefrotik bawaan
Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal. Gejalanya
adalah edema pada masa neonatus. Sindrom nefrotik jenis ini resisten terhadap
semua pengobatan. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah pencangkokan
ginjal pada masa neonatus namun tidak berhasil. Prognosis buruk dan biasanya
penderita meninggal dalam bulan-bulan pertama kehidupannya.
b. Sindrom nefrotik sekunder
Disebabkan oleh:
1) Malaria kuartana atau parasit lain.
2) Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura anafilaktoid.
3) Glumeronefritis akut atau glumeronefritis kronis, trombisis vena renalis.
4) Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, sengatan
lebah, racun oak, air raksa.
5) Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis membranoproliferatif
hipokomplementemik.
c. Sindrom nefrotik idiopatik ( tidak diketahui sebabnya )
Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal dengan pemeriksaan
mikroskop biasa dan mikroskop elektron, Churg dkk membagi dalam 4 golongan
yaitu: kelainan minimal,nefropati membranosa, glumerulonefritis proliferatif dan
glomerulosklerosis fokal segmental.
2.3 Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala yang muncul pada anak yang mengalami Sindrom nefrotik
adalah:
a. Oedem umum ( anasarka ), terutama jelas pada muka dan jaringan periorbital.
b. Proteinuria dan albuminemia.
c. Hipoproteinemi dan albuminemia.
d. Hiperlipidemi khususnya hipercholedterolemi.
e. Lipid uria.
f. Mual, anoreksia, diare.
g. Anemia, pasien mengalami edema paru.
2.4 Klasifikasi
Whaley dan membagi tipe-tipe sindrom nefrotik:
a. Sindrom Nefrotik Lesi Minimal ( MCNS : minimal change nephrotic syndrome).
Kondisi yang sering menyebabkan sindrom nefrotik pada anak usia sekolah.
Anak dengan sindrom nefrotik ini, pada biopsi ginjalnya terlihat hampir normal
bila dilihat dengan mikroskop cahaya.
b. Sindrom Nefrotik Sekunder
Terjadi selama perjalanan penyakit vaskuler seperti lupus eritematosus
sistemik, purpura anafilaktik, glomerulonefritis, infeksi system endokarditis,
bakterialis dan neoplasma limfoproliferatif.
c. Sindrom Nefrotik Kongenital
Faktor herediter sindrom nefrotik disebabkan oleh gen resesif autosomal.
Bayi yang terkena sindrom nefrotik, usia gestasinya pendek dan gejala awalnya
adalah edema dan proteinuria. Penyakit ini resisten terhadap semua pengobatan
dan kematian dapat terjadi pada tahun-yahun pertama kehidupan bayi jika tidak
dilakukan dialysis.
2.5 Patofisiologi
Kelainan yang terjadi pada sindrom nefrotik yang paling utama adalah
proteinuria sedangkan yang lain dianggap sebagai manifestasi sekunder. Kelainan ini
disebabkan oleh karena kenaikan permeabilitas dinding kapiler glomerulus yang
sebabnya belum diketahui yang terkait dengan hilannya muatan negative gliko protein
dalam dinding kapiler. Pada sindrom nefrotik keluarnya protein terdiri atas campuran
albumin dan protein yang sebelumnya terjadi filtrasi protein didalam tubulus terlalu
banyak akibat dari kebocoran glomerolus dan akhirnya diekskresikan dalam urin.
(Husein A Latas, 2002 : 383).
Pada sindrom nefrotik protein hilang lebih dari 2 gram perhari yang terutama
terdiri dari albumin yang mengakibatkan hipoalbuminemia, pada umumnya edema
muncul bila kadar albumin serum turun dibawah 2,5 gram/dl. Mekanisme edema
belum diketahui secara fisiologi tetapi kemungkinan edema terjadi karena penurunan
tekanan onkotik/ osmotic intravaskuler yang memungkinkan cairan menembus
keruang intertisial, hal ini disebabkan oleh karena hipoalbuminemia. Keluarnya cairan
keruang intertisial menyebabkan edema yang diakibatkan pergeseran cairan.
Akibat dari pergeseran cairan ini volume plasma total dan volume darah arteri
menurun dibandingkan dengan volume sirkulasi efektif, sehingga mengakibatkan
penurunan volume intravaskuler yang mengakibatkan menurunnya tekanan perfusi
ginjal. Hal ini mengaktifkan system rennin angiotensin yang akan meningkatkan
konstriksi pembuluh darah dan juga akan mengakibatkan rangsangan pada reseptor
volume atrium yang akan merangsang peningkatan aldosteron yang merangsang
reabsorbsi natrium ditubulus distal dan merangsang pelepasan hormone anti diuretic
yang meningkatkan reabsorbsi air dalam duktus kolektifus. Hal ini mengakibatkan
peningkatan volume plasma tetapi karena onkotik plasma berkurang natrium dan air
yang direabsorbsi akan memperberat edema. (Husein A Latas, 2002: 383).
Stimulasi renis angiotensin, aktivasi aldosteron dan anti diuretic hormone akan
mengaktifasi terjadinya hipertensi. Pada sindrom nefrotik kadar kolesterol, trigliserid,
dan lipoprotein serum meningkat yang disebabkan oleh hipoproteinemia yang
merangsang sintesis protein menyeluruh dalam hati, dan terjadinya katabolisme lemak
yang menurun karena penurunan kadar lipoprotein lipase plasma. Hal ini dapat
menyebabkan arteriosclerosis. (Husein A Latas, 2002: 383).
2.6 Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
1) Urine
Volume biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (fase oliguria). Warna urine kotor,
sediment kecoklatan menunjukkan adanya darah, hemoglobin, mioglobin,
porfirin.
2) Darah
Hemoglobin menurun karena adanya anemia. Hematokrit menurun. Natrium
biasanya meningkat, tetapi dapat bervariasi. Kalium meningkat sehubungan
dengan retensi seiring dengan perpindahan seluler (asidosis) atau pengeluaran
jaringan (hemolisis sel darah merah). Klorida, fsfat dan magnesium
meningkat. Albumin <>
b. Biosi ginjal dilakukan untuk memperkuat diagnosa.
2.7 Penatalaksanaan
a. Diperlukan tirah baring selama masa edema parah yang menimbulkan keadaan
tidak berdaya dan selama infeksi yang interkuten. Juga dianjurkan untuk
mempertahankan tirah baring selama diuresis jika terdapat kehilangan berat badan
yang cepat.
b. Diit. Pada beberapa unit masukan cairan dikurangi menjadi 900 sampai 1200 ml/
hari dan masukan natrium dibatasi menjadi 2 gram/ hari. Jika telah terjadi diuresis
dan edema menghilang, pembatasan ini dapat dihilangkan. Usahakan masukan
protein yang seimbang dalam usaha memperkecil keseimbangan negatif nitrogen
yang persisten dan kehabisan jaringan yang timbul akibat kehilangan protein. Diit
harus mengandung 2-3 gram protein/ kg berat badan/ hari. Anak yang mengalami
anoreksia akan memerlukan bujukan untuk menjamin masukan yang adekuat.
c. Perawatan kulit. Edema masif merupakan masalah dalam perawatan kulit. Trauma
terhadap kulit dengan pemakaian kantong urin yang sering, plester atau verban
harus dikurangi sampai minimum. Kantong urin dan plester harus diangkat
dengan lembut, menggunakan pelarut dan bukan dengan cara mengelupaskan.
Daerah popok harus dijaga tetap bersih dan kering dan scrotum harus disokong
dengan popok yang tidak menimbulkan kontriksi, hindarkan menggosok kulit.
d. Perawatan mata. Tidak jarang mata anak tertutup akibat edema kelopak mata dan
untuk mencegah alis mata yang melekat, mereka harus diswab dengan air hangat.
e. Kemoterapi:
1) Prednisolon digunakan secra luas. Merupakan kortokisteroid yang mempunyai
efek samping minimal. Dosis dikurangi setiap 10 hari hingga dosis
pemeliharaan sebesar 5 mg diberikan dua kali sehari. Diuresis umumnya
sering terjadi dengan cepat dan obat dihentikan setelah 6-10 minggu. Jika obat
dilanjutkan atau diperpanjang, efek samping dapat terjadi meliputi terhentinya
pertumbuhan, osteoporosis, ulkus peptikum, diabeters mellitus, konvulsi dan
hipertensi.
2) Jika terjadi resisten steroid dapat diterapi dengan diuretika untuk mengangkat
cairan berlebihan, misalnya obat-obatan spironolakton dan sitotoksik
( imunosupresif ). Pemilihan obat-obatan ini didasarkan pada dugaan
imunologis dari keadaan penyakit. Ini termasuk obat-obatan seperti 6-
merkaptopurin dan siklofosfamid.
a. Penatalaksanaan krisis hipovolemik. Anak akan mengeluh nyeri abdomen dan
mungkin juga muntah dan pingsan. Terapinya dengan memberikan infus plasma
intravena. Monitor nadi dan tekanan darah.
b. Pencegahan infeksi. Anak yang mengalami sindrom nefrotik cenderung
mengalami infeksi dengan pneumokokus kendatipun infeksi virus juga merupakan
hal yang menganggu pada anak dengan steroid dan siklofosfamid.
c. Perawatan spesifik meliputi: mempertahankan grafik cairan yang tepat,
penimbnagan harian, pencatatan tekanan darah dan pencegahan dekubitus.
d. Dukungan bagi orang tua dan anak. Orang tua dan anak sering kali tergangu
dengan penampilan anak. Pengertian akan perasan ini merupakan hal yang
penting. Penyakit ini menimbulkan tegangan yang berta pada keluarga dengan
masa remisi, eksaserbasi dan masuk rumah sakit secara periodik. Kondisi ini harus
diterangkan pada orang tua sehingga mereka mereka dapat mengerti perjalanan
penyakit ini. Keadaan depresi dan frustasi akan timbul pada mereka karena
mengalami relaps yang memaksa perawatan di rumahn sakit.
2.8 Asuhan Keperawatan
2.8.1 Pengkajian
2.8.1.1 Lakukan pengkajian fisik, termasuk pengkajian luasnya edema.
2.8.1.2 Kaji riwayat kesehatan, khususnya yang berhubungan dengan adanya peningkatan
berat badan dan kegagalan fungsi ginjal.
2.8.1.3 Observasi adanya manifestasi dari Sindrom nefrotik : Kenaikan berat badan,
edema, bengkak pada wajah ( khususnya di sekitar mata yang timbul pada saat
bangun pagi , berkurang di siang hari ), pembengkakan abdomen (asites),
kesulitan nafas ( efusi pleura ), pucat pada kulit, mudah lelah, perubahan pada urin
( peningkatan volum, urin berbusa ).
2.8.1.4 Pengkajian diagnostik meliputi meliputi analisa urin untuk protein, dan sel darah
merah, analisa darah untuk serum protein ( total albumin/globulin ratio,
kolesterol ) jumlah darah, serum sodium.
2.8.2 Prioritas Diagnosa Keperawatan
a. Kelebihan volume cairan b. d. penurunan tekanan osmotic plasma. ( Wong, Donna
L, 2004 : 550)
b. Perubahan pola nafas b.d. penurunan ekspansi paru.(Doengoes, 2000: 177)
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. anoreksia. (Carpenito,1999:
204)
d. Resti infeksi b.d. menurunnya imunitas, prosedur invasif (Carpenito, 1999:204).
e. Intoleransi aktivitas b.d. kelelahan. (Wong, Donna L, 2004:550)
f. Gangguan integritas kulit b.d. immobilitas.(Wong,Donna,2004:550)
g. Gangguan body image b.d. perubahan penampilan. (Wong, Donna, 2004:553).
h. Gangguan pola eliminasi:diare b.d. mal absorbsi.
A. Pengkajian
1. Identitas klien
Nama : An. A
Umur : 6 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
2. Riwayat kesehatan
a) Keluhan utama
An. A (6 tahun ), JK : laki-laki, datang dibawa ibunya kerumah sakit dengan keluhan
badan anaknya bengkak-bengkak di seluruh badan terutama dibagian wajah dan mata.
b) Riwayat penyakit sekarang
Ibunya mengatakan 5 hari SMRS saat bangun tidur pagi hari mata anaknya sembab,
namun sembab berkurang di sore hari, sembab juga menyebar dibagian perut dan esoknya
pada kedua kaki, sejak 4 hari yag lalu BAK berwarna merah tua dan sedikit. Pada saat dikaji
terlihat terdapat luka borok pada kulit An. A. Keadaan umum pasien tampak sakit sedang,
kesadaran kompos mentis, pada pemeriksaan TTV didapatkan nadi 112x/menit, RR :
44x/menit, suhu : 36,70C, dan tekanan darah 130/80mmHg. Pasien anoreksia (+), oedem
priorbita (+), hipoalbuminemia (+) dan pada ektstremitas pitting edema (+) dengan derajat II.
c) Riwayat penyakit dahulu
d) Riwayat penyakit keluarga
Tekanan darah dan l. Pantau infus intra m. Untuk menurunkan
nadi dalam batas vena ekskresi proteinuria
4.2 Saran
Demikian makalah yang kami sampaikan. Kami berharap agar makalah yang kami
buat ini dapat bermanfaat bagi para dosen, teman-teman dan pembaca terutama
mahasiswa keperawatan
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2003. Medical Surgical Nursing (Perawatan Medikal Bedah), alih
bahasa: Monica Ester. Jakarta : EGC.
Carpenito, L. J.1999. Hand Book of Nursing (Buku Saku Diagnosa Keperawatan), alih
bahasa: Monica Ester. Jakarta: EGC.
Doengoes, Marilyinn E, Mary Frances Moorhouse. 2000. Nursing Care Plan: Guidelines for
Planning and Documenting Patient Care (Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman
Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien), alih bahasa: I
Made Kariasa. Jakarta: EGC.
Donna L, Wong. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Anak, alih bahasa: Monica Ester.
Jakarta: EGC.
Price A & Wilson L. 1995. Pathofisiology Clinical Concept of Disease Process (Patofisiologi
konsep klinis proses-proses penyakit), alih bahasa: Dr. Peter Anugrah. Jakarta: EGC.