Anda di halaman 1dari 29

ASUHAN KEPERAWATAN SINDROM NEFROTIC DAN SNA

D
I
S
U
S
U
N
OLEH
Kelompok 4:

Refortinus Zega 170204058


Sasmita 170204065
Nora Amara Simbolon 170204002
Henny Situmorang 170204008

Dosen Pengajar: Ns.Marthalena,M.Kep.

PROGRAM STUDI NERS


FAKULTAS FARMASI & ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmatnya
yang telah dia berikan kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas kelompok
yang berjudul ‘Asuhan Keperawatan Sindrom Nefrotic Dan SNA’. Kami menyajikan
makalah ini dari beberapa sumber. Penyajian kamipun dalam makalah ini cukup sederhana
dan mudah dimengerti.

Pada kesempatan ini kelompok mengucapkan terimakasih kepada:


1. Bapak Ns.Jack Amidos Pardede,M.Kep.,Sp.Kep.J Selaku dosen pembimbing mata kuliah
2. Orang tua kami yang telah membantu baik moril maupun materi
3. Rekan-rekan satu kelompok yang telah membantu menyusun makalah ini.

Berkat bantuan, dorongan, dan bimbingannya sehingga kendala-kendala yang kami hadapi
dalam pembuatan makalah ini dapat teratasi.

Penulis menyadari bahwa sepenuhnya dalam penyusunan makalah ini masih terdapat
kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharpkan kritik dan saran semua pihak untuk
menyempurnakan makalah ini.

Akhirnya kami mengharapkan semoga makalah ini dapat membantu mahasiswa yang lain
dalam mempelajari tentang ‘Asuhan Keperawatan Sindrom Nefrotic Dan SNA’’, baik dari
segi pandangan mahasiswa maupun masyarakat lainnya. Dan akhirnya penulis mengucapka
terimakasih dan semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca.

Medan, 29 September 2019

Penyusun
Kelompok 4

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................. ii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang........................................................................4
1.2 Tujuan Penulisan.....................................................................5
BAB 2 TINJAUAN TEORITIS
2.1 Pengertian................................................................................6
2.2 Etiologi....................................................................................6
2.3 Tanda Dan Gejala....................................................................7
2.4 Klasifikasi................................................................................7
2.5 Patofisiologi.............................................................................7
2.6 Pemeriksaan Penunjang...........................................................8
2.7 Penatalaksanaan.......................................................................9
2.8 Asuhan Keperawatan...............................................................10
BAB 3 TINJAUAN KASUS
BAB 4 PENUTUP
3.1 Kesimpulan.............................................................................30
3.2 Saran.......................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Sistem perkemihan terdiri dari organ ginjal, ureter, vesika urinaria (kandung kemih)
dan uretra membentuk sistem urinarius. Fungsi utama ginjal adalah mengatur cairan serta
elektrolit dan komposisi asam- basa cairan tubuh, mengeluarkan produk akhir metabolic dari
dalam darah, dan mengatur tekanan darah. Urine yang terbentuk sebagai hasil dari proses ini
diangkut dari ginjal melalui ureter kedalam kandung kemih tempat urine tersebut disimpan
untuk sementara waktu. Pada saat urinasi kandung kemih berkontraksi dan urine akan di
ekskresikan dari tubuh lewat uretra. Namun, fungsi masing-masing organ dari sistem
perkemihan tersebut tidak luput dari suatu masalah atau abnormal. Sehingga hal ini dapat
menimbulkan beberapa penyakit atau gangguan salah satunya berupa sindrom nefrotik.
Pada tahun 1905 Friedrich Muller menggunakan istilah nefrosis untuk membedakan
degenerasi lemak tubulus dengan glomerulus. Namun istilah nefrosis sekarang tidak dipakai
lagi. Tahun 1913 Munk melaporkan adanya butir-butir lipoid (Lipoid droplets) dalam
sedimen urin pasien dengan “nefritis parenkimatosa kronik”. Kelainan ini ditemukan
terutama atas dasar adanya lues dan diberikan istilah nefrosis lipoid. Istilah sindrom nefrotik
(SN) kemudian digunakan untuk menggantikan istilah terdahulu yang menunjukkan suatu
keadaan klinik dan laboratorik tanpa menunjukkan satu penyakit yang mendasari.
Insidens lebih tinggi pada laki-laki dari pada perempuan. Mortalitas dan prognosis
anak dengan sindrom nefrotik bervariasi berdasarkan etiologi, berat, luas kerusakan ginjal,
usia anak, kondisi yang mendasari, dan responnya trerhadap pengobatan. Sindrom nefrotik
jarang menyerang anak dibawah usia 1 tahun. Sindrom nefrotik perubahan minimal ( SNPM )
menacakup 60 – 90 % dari semua kasus sindrom nefrotik pada anak. Angka mortalitas dari
SNPM telah menurun dari 50 % menjadi 5 % dengan majunya terapi dan pemberian steroid.
Bayi dengan sindrom nefrotik tipe finlandia adalah calon untuk nefrektomi bilateral dan
transplantasi ginjal. Berdasarkan hasil penelitian univariat terhadap 46 pasien, didapatkan
insiden terbanyak sindrom nefrotik berada pada kelompok umur 2 – 6 tahun sebanyak 25
pasien (54,3%), dan terbanyak pada laki-laki dengan jumlah 29 pasien dengan rasio 1,71 : 1.
Insiden sindrom nefrotik pada anak di Hongkong dilaporkan 2 - 4 kasus per 100.000 anak per
tahun ( Chiu and Yap, 2005 ). Insiden sindrom nefrotik pada anak dalam kepustakaan di
Amerika Serikat dan Inggris adalah 2 - 4 kasus baru per 100.000 anak per tahun. Di negara
berkembang, insidennya lebih tinggi. Dilaporkan, insiden sindrom nefrotik pada anak di
Indonesia adalah 6 kasus per 100.000 anak per tahun.
1.2  Tujuan
a)   Tujuan umum:
Mahasiswa dapat mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan sindrom
nefrotik
b)  Tujuan khusus
         Mampu mengidentifikasi pengertian, etiologi, tanda dan gejala, klasifikasi, patofisiologi,
penatalaksanaan, pemeriksaan diagnostik sindrom nefrotik
         Mampu mengiidentifikasi proses keperawatan dengan sindrom nefrotik meliputi:
Pengkajian, Diagnosa Keperawatan, Intervensi dan Rasionalisasi
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Pengertian
Sindrom nefrotik adalah kumpulan gejala klinis yang timbul dari kehilangan
protein karena kerusakan glomerulus yang difus.
Sindrom nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria,
hipoalbuminemia dan hiperkolesterolemia kadang-kadang terdapat hematuria,
hipertensi dan penurunan fungsi ginjal.
2.2 Etiologi
Sebab penyakit sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini
dianggap sebagai suatu penyakit autoimun. Jadi merupakan suatu reaksi antigen-
antibodi. Umumnya para ahli membagi etiologinya menjadi:
a. ,Sindrom nefrotik bawaan
Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal. Gejalanya
adalah edema pada masa neonatus. Sindrom nefrotik jenis ini resisten terhadap
semua pengobatan. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah pencangkokan
ginjal pada masa neonatus namun tidak berhasil. Prognosis buruk dan biasanya
penderita meninggal dalam bulan-bulan pertama kehidupannya.
b. Sindrom nefrotik sekunder
Disebabkan oleh:
1) Malaria kuartana atau parasit lain.
2) Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura anafilaktoid.
3) Glumeronefritis akut atau glumeronefritis kronis, trombisis vena renalis.
4) Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, sengatan
lebah, racun oak, air raksa.
5) Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis membranoproliferatif
hipokomplementemik.
c. Sindrom nefrotik idiopatik ( tidak diketahui sebabnya )
Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal dengan pemeriksaan
mikroskop biasa dan mikroskop elektron, Churg dkk membagi dalam 4 golongan
yaitu: kelainan minimal,nefropati membranosa, glumerulonefritis proliferatif dan
glomerulosklerosis fokal segmental.
2.3 Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala yang muncul pada anak yang mengalami Sindrom nefrotik
adalah:
a. Oedem umum ( anasarka ), terutama jelas pada muka dan jaringan periorbital.
b. Proteinuria dan albuminemia.
c. Hipoproteinemi dan albuminemia.
d. Hiperlipidemi khususnya hipercholedterolemi.
e. Lipid uria.
f. Mual, anoreksia, diare.
g. Anemia, pasien mengalami edema paru.
2.4 Klasifikasi
Whaley dan membagi tipe-tipe sindrom nefrotik:
a. Sindrom Nefrotik Lesi Minimal ( MCNS : minimal change nephrotic syndrome).
Kondisi yang sering menyebabkan sindrom nefrotik pada anak usia sekolah.
Anak dengan sindrom nefrotik ini, pada biopsi ginjalnya terlihat hampir normal
bila dilihat dengan mikroskop cahaya.
b. Sindrom Nefrotik Sekunder
Terjadi selama perjalanan penyakit vaskuler seperti lupus eritematosus
sistemik, purpura anafilaktik, glomerulonefritis, infeksi system endokarditis,
bakterialis dan neoplasma limfoproliferatif.
c. Sindrom Nefrotik Kongenital
Faktor herediter sindrom nefrotik disebabkan oleh gen resesif autosomal.
Bayi yang terkena sindrom nefrotik, usia gestasinya pendek dan gejala awalnya
adalah edema dan proteinuria. Penyakit ini resisten terhadap semua pengobatan
dan kematian dapat terjadi pada tahun-yahun pertama kehidupan bayi jika tidak
dilakukan dialysis.
2.5 Patofisiologi
Kelainan yang terjadi pada sindrom nefrotik yang paling utama adalah
proteinuria sedangkan yang lain dianggap sebagai manifestasi sekunder. Kelainan ini
disebabkan oleh karena kenaikan permeabilitas dinding kapiler glomerulus yang
sebabnya belum diketahui yang terkait dengan hilannya muatan negative gliko protein
dalam dinding kapiler. Pada sindrom nefrotik keluarnya protein terdiri atas campuran
albumin dan protein yang sebelumnya terjadi filtrasi protein didalam tubulus terlalu
banyak akibat dari kebocoran glomerolus dan akhirnya diekskresikan dalam urin.
(Husein A Latas, 2002 : 383).
Pada sindrom nefrotik protein hilang lebih dari 2 gram perhari yang terutama
terdiri dari albumin yang mengakibatkan hipoalbuminemia, pada umumnya edema
muncul bila kadar albumin serum turun dibawah 2,5 gram/dl. Mekanisme edema
belum diketahui secara fisiologi tetapi kemungkinan edema terjadi karena penurunan
tekanan onkotik/ osmotic intravaskuler yang memungkinkan cairan menembus
keruang intertisial, hal ini disebabkan oleh karena hipoalbuminemia. Keluarnya cairan
keruang intertisial menyebabkan edema yang diakibatkan pergeseran cairan.
Akibat dari pergeseran cairan ini volume plasma total dan volume darah arteri
menurun dibandingkan dengan volume sirkulasi efektif, sehingga mengakibatkan
penurunan volume intravaskuler yang mengakibatkan menurunnya tekanan perfusi
ginjal. Hal ini mengaktifkan system rennin angiotensin yang akan meningkatkan
konstriksi pembuluh darah dan juga akan mengakibatkan rangsangan pada reseptor
volume atrium yang akan merangsang peningkatan aldosteron yang merangsang
reabsorbsi natrium ditubulus distal dan merangsang pelepasan hormone anti diuretic
yang meningkatkan reabsorbsi air dalam duktus kolektifus. Hal ini mengakibatkan
peningkatan volume plasma tetapi karena onkotik plasma berkurang natrium dan air
yang direabsorbsi akan memperberat edema. (Husein A Latas, 2002: 383).
Stimulasi renis angiotensin, aktivasi aldosteron dan anti diuretic hormone akan
mengaktifasi terjadinya hipertensi. Pada sindrom nefrotik kadar kolesterol, trigliserid,
dan lipoprotein serum meningkat yang disebabkan oleh hipoproteinemia yang
merangsang sintesis protein menyeluruh dalam hati, dan terjadinya katabolisme lemak
yang menurun karena penurunan kadar lipoprotein lipase plasma. Hal ini dapat
menyebabkan arteriosclerosis. (Husein A Latas, 2002: 383).
2.6 Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
1) Urine
Volume biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (fase oliguria). Warna urine kotor,
sediment kecoklatan menunjukkan adanya darah, hemoglobin, mioglobin,
porfirin.
2) Darah
Hemoglobin menurun karena adanya anemia. Hematokrit menurun. Natrium
biasanya meningkat, tetapi dapat bervariasi. Kalium meningkat sehubungan
dengan retensi seiring dengan perpindahan seluler (asidosis) atau pengeluaran
jaringan (hemolisis sel darah merah). Klorida, fsfat dan magnesium
meningkat. Albumin <>
b. Biosi ginjal dilakukan untuk memperkuat diagnosa.
2.7 Penatalaksanaan
a. Diperlukan tirah baring selama masa edema parah yang menimbulkan keadaan
tidak berdaya dan selama infeksi yang interkuten. Juga dianjurkan untuk
mempertahankan tirah baring selama diuresis jika terdapat kehilangan berat badan
yang cepat.
b. Diit. Pada beberapa unit masukan cairan dikurangi menjadi 900 sampai 1200 ml/
hari dan masukan natrium dibatasi menjadi 2 gram/ hari. Jika telah terjadi diuresis
dan edema menghilang, pembatasan ini dapat dihilangkan. Usahakan masukan
protein yang seimbang dalam usaha memperkecil keseimbangan negatif nitrogen
yang persisten dan kehabisan jaringan yang timbul akibat kehilangan protein. Diit
harus mengandung 2-3 gram protein/ kg berat badan/ hari. Anak yang mengalami
anoreksia akan memerlukan bujukan untuk menjamin masukan yang adekuat.
c. Perawatan kulit. Edema masif merupakan masalah dalam perawatan kulit. Trauma
terhadap kulit dengan pemakaian kantong urin yang sering, plester atau verban
harus dikurangi sampai minimum. Kantong urin dan plester harus diangkat
dengan lembut, menggunakan pelarut dan bukan dengan cara mengelupaskan.
Daerah popok harus dijaga tetap bersih dan kering dan scrotum harus disokong
dengan popok yang tidak menimbulkan kontriksi, hindarkan menggosok kulit.
d. Perawatan mata. Tidak jarang mata anak tertutup akibat edema kelopak mata dan
untuk mencegah alis mata yang melekat, mereka harus diswab dengan air hangat.
e. Kemoterapi:
1) Prednisolon digunakan secra luas. Merupakan kortokisteroid yang mempunyai
efek samping minimal. Dosis dikurangi setiap 10 hari hingga dosis
pemeliharaan sebesar 5 mg diberikan dua kali sehari. Diuresis umumnya
sering terjadi dengan cepat dan obat dihentikan setelah 6-10 minggu. Jika obat
dilanjutkan atau diperpanjang, efek samping dapat terjadi meliputi terhentinya
pertumbuhan, osteoporosis, ulkus peptikum, diabeters mellitus, konvulsi dan
hipertensi.
2) Jika terjadi resisten steroid dapat diterapi dengan diuretika untuk mengangkat
cairan berlebihan, misalnya obat-obatan spironolakton dan sitotoksik
( imunosupresif ). Pemilihan obat-obatan ini didasarkan pada dugaan
imunologis dari keadaan penyakit. Ini termasuk obat-obatan seperti 6-
merkaptopurin dan siklofosfamid.
a. Penatalaksanaan krisis hipovolemik. Anak akan mengeluh nyeri abdomen dan
mungkin juga muntah dan pingsan. Terapinya dengan memberikan infus plasma
intravena. Monitor nadi dan tekanan darah.
b. Pencegahan infeksi. Anak yang mengalami sindrom nefrotik cenderung
mengalami infeksi dengan pneumokokus kendatipun infeksi virus juga merupakan
hal yang menganggu pada anak dengan steroid dan siklofosfamid.
c. Perawatan spesifik meliputi: mempertahankan grafik cairan yang tepat,
penimbnagan harian, pencatatan tekanan darah dan pencegahan dekubitus.
d. Dukungan bagi orang tua dan anak. Orang tua dan anak sering kali tergangu
dengan penampilan anak. Pengertian akan perasan ini merupakan hal yang
penting. Penyakit ini menimbulkan tegangan yang berta pada keluarga dengan
masa remisi, eksaserbasi dan masuk rumah sakit secara periodik. Kondisi ini harus
diterangkan pada orang tua sehingga mereka mereka dapat mengerti perjalanan
penyakit ini. Keadaan depresi dan frustasi akan timbul pada mereka karena
mengalami relaps yang memaksa perawatan di rumahn sakit.
2.8 Asuhan Keperawatan
2.8.1 Pengkajian
2.8.1.1 Lakukan pengkajian fisik, termasuk pengkajian luasnya edema.
2.8.1.2 Kaji riwayat kesehatan, khususnya yang berhubungan dengan adanya peningkatan
berat badan dan kegagalan fungsi ginjal.
2.8.1.3 Observasi adanya manifestasi dari Sindrom nefrotik : Kenaikan berat badan,
edema, bengkak pada wajah ( khususnya di sekitar mata yang timbul pada saat
bangun pagi , berkurang di siang hari ), pembengkakan abdomen (asites),
kesulitan nafas ( efusi pleura ), pucat pada kulit, mudah lelah, perubahan pada urin
( peningkatan volum, urin berbusa ).
2.8.1.4 Pengkajian diagnostik meliputi meliputi analisa urin untuk protein, dan sel darah
merah, analisa darah untuk serum protein ( total albumin/globulin ratio,
kolesterol ) jumlah darah, serum sodium.
2.8.2 Prioritas Diagnosa Keperawatan
a. Kelebihan volume cairan b. d. penurunan tekanan osmotic plasma. ( Wong, Donna
L, 2004 : 550)
b. Perubahan pola nafas b.d. penurunan ekspansi paru.(Doengoes, 2000: 177)
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. anoreksia. (Carpenito,1999:
204)
d. Resti infeksi b.d. menurunnya imunitas, prosedur invasif (Carpenito, 1999:204).
e. Intoleransi aktivitas b.d. kelelahan. (Wong, Donna L, 2004:550)
f. Gangguan integritas kulit b.d. immobilitas.(Wong,Donna,2004:550)
g. Gangguan body image b.d. perubahan penampilan. (Wong, Donna, 2004:553).
h. Gangguan pola eliminasi:diare b.d. mal absorbsi.

2.8.3 Perencanaan Keperawatan

 Kelebihan volume cairan b. d. penurunan tekanan osmotic plasma (Wong,


Donna L, 2004 : 550)
Tujuan : tidak terjadi akumulasi cairan dan dapat mempertahankan
keseimbangan intake dan output.
Kriteria Hasil : menunjukkan keseimbangan dan haluaran, tidak terjadi
peningkatan berat badan, tidak terjadi edema.
Intervensi:
1) Pantau, ukur dan catat intake dan output cairan
2) Observasi perubahan edema
3) Batasi intake garam
4) Ukur lingkar perut
5) timbang berat badan setiap hari
 Perubahan pola nafas b.d. penurunan ekspansi paru.(Doengoes, 2000: 177)
Kolaborasi pemberian obat-obatan sesuai program dan monitor efeknya
Tujuan : Pola nafas adekuat
Kriteria Hasil : Frekuensi dan kedalaman nafas dalam batas normal
Intervensi:
1) auskultasi bidang paru
2) pantau adanya gangguan bunyi nafas
3) berikan posisi semi fowler
4) observasi tanda-tanda vital
5) kolaborasi pemberian obat diuretic
 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. anoreksia.
(Carpenito,1999: 204)
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria Hasil : tidak terjadi mual dan muntah, menunjukkan masukan yang
adekuat, mempertahankan berat badan
Intervensi:
1) tanyakan makanan kesukaan pasien
2) anjurkan keluarga untuk mrndampingi anak pada saat makan
3) pantau adanya mual dan muntah
4) bantu pasien untuk makan
5) berikan makanan sedikit tapi sering
6) berikan informasi pada keluarga tentang diet klien
 Resti infeksi b.d. menurunnya imunitas, prosedur invasif. (Carpenito, 1999:204).
Tujuan : tidak terjadi infeksi
Kriteria Hasil : tidak terdapat tanda-tanda infeksi, tanda-tanda vitl dalam
batas normal, leukosit dalam batas normal.
Intervensi:
1) cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan
2) pantau adanya tanda-tanda infeksi
3) lakukan perawatan pada daerah yang dilakukan prosedur invasif
4) anjurkan keluarga untuk mrnjaga kebersihan pasien
5) kolaborasi pemberian antibiotic
 Intoleransi aktivitas b.d. kelelahan. (Wong, Donna L, 2004:550)
Tujuan : pasien dapat mentolerir aktivitas dan mrnghemat energi
Kriteria Hasil : menunjukkan kemampuan aktivitas sesuai dengan
kemampuan, mendemonstrasikan peningkatan toleransi
aktivitas
Intervensi:
1) pantau tingkat kemampuan pasien dalan beraktivitas
2) rencanakan dan sediakan aktivitas secara bertahap
3) anjurkan keluarga untuk membantu aktivitas pasien
4) berikan informasi pentingnya aktivitas bagi pasien
 Gangguan integritas kulit b.d. immobilitas.(Wong,Donna,2004:550)
Tujuan : tidak terjadi kerusakan integritas kulit
Kriteria Hasil : integritas kulit terpelihara, tidak terjadi kerusakan kulit
Intervensi:
1) inspeksi seluruh permukaan kulit dari kerusakan kulit dan iritasi
2) berikan bedak/ talk untuk melindungi kulit
3) ubah posisi tidur setiap 4 jam
4) gunakan alas yang lunak untuk mengurangi penekanan pada kulit.
 Gangguan body image b.d. perubahan penampilan. (Wong, Donna, 2004:553).
Tujuan : tidak terjadi gangguan boby image
Kriteria Hasil : menytakan penerimaan situasi diri, memasukkan perubahan
konsep diri tanpa harga diri negatif
Intervensi:
1) gali perasaan dan perhatian anak terhadap penampilannya
2) dukung sosialisasi dengan orang-orang yang tidak terkena infeksi
3) berikan umpan balik posotif terhadap perasaan anak
 Gangguan pola eliminasi:diare b.d. mal absorbsi.
Tujuan : tidak terjadi diare
Kriteria Hasil : pola fungsi usus normal, mengeluarkan feses lunak
Intervensi:
1) observasi frekuensi, karakteristik dan warna feses
2) identifikasi makanan yang menyebabkan diare pada pasien
3) berikan makanan yang mudah diserap dan tinggi serap.
BAB III
TINJAUAN KASUS
Skenario
An. A (6 tahun ), JK : laki-laki, datang dibawa ibunya kerumah sakit dengan keluhan
badan anaknya bengkak-bengkak di seluruh badan terutama dibagian wajah dan mata. Ibunya
mengatakan 5 hari SMRS saat bangun tidur pagi hari mata anaknya sembab, namun sembab
berkurang di sore hari, sembab juga menyebar dibagian perut dan esoknya pada kedua kaki,
sejak 4 hari yag lalu BAK berwarna merah tua dan sedikit. Mual muntah (-), batuk pilek(-)
dan sesak nafas (-). Pada saat dikaji terlihat terdapat luka borok pada kulit An. A. Keadaan
umum pasien tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis, pada pemeriksaan TTV
didapatkan nadi 112x/menit, RR : 44x/menit, suhu : 36,70C, dan tekanan darah 130/80mmHg.
BB= 42kg, PB 136cm. pada pemeriksaan lab darah rutin diperoleh HB : 10,9 g/dl, WBC :
5.900, trombosit : 398.00, Ht : 33%, kolesterol total 479 gr/dl, protein total 2,4 g/dl, albumin:
1,0 g/dl, globulin : 1,46 g/dl, Ureum : 31mg/dl,. Pasien anoreksia (+), oedem priorbita (+),
hipoalbuminemia (+) dan pada ektstremitas pitting edema (+) dengan derajat II. Pada
pemeriksaan urin lengkap diperoleh warna : kuning, kejernihan :agak keruh, berat jenis :
1,005, pH 5,5, glukosa (-), bilirubin (-),darah (+2), protein (+3) , urobilonogen (+1), leukosit
(+1). Th/ medikamentosa yg diberikan furosemid 2x30gr.

A.     Pengkajian
1.      Identitas klien
Nama : An. A
Umur : 6 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
2.      Riwayat kesehatan
a)      Keluhan utama
An. A (6 tahun ), JK : laki-laki, datang dibawa ibunya kerumah sakit dengan keluhan
badan anaknya bengkak-bengkak di seluruh badan terutama dibagian wajah dan mata.
b)      Riwayat penyakit sekarang
Ibunya mengatakan 5 hari SMRS saat bangun tidur pagi hari mata anaknya sembab,
namun sembab berkurang di sore hari, sembab juga menyebar dibagian perut dan esoknya
pada kedua kaki, sejak 4 hari yag lalu BAK berwarna merah tua dan sedikit. Pada saat dikaji
terlihat terdapat luka borok pada kulit An. A. Keadaan umum pasien tampak sakit sedang,
kesadaran kompos mentis, pada pemeriksaan TTV didapatkan nadi 112x/menit, RR :
44x/menit, suhu : 36,70C, dan tekanan darah 130/80mmHg. Pasien anoreksia (+), oedem
priorbita (+), hipoalbuminemia (+) dan pada ektstremitas pitting edema (+) dengan derajat II.
c)      Riwayat penyakit dahulu
d)      Riwayat penyakit keluarga

3.      Pola fungsional


No Pola fungsional Hasil pasien
1 Pola Makan/cairan Pasien anoreksia (+)
2 Pola Aktivitas/latihan -
3 Pola Sirkulasi nadi 112x/menit, RR : 44x/menit, tekanan darah
130/80mmHg. badan anaknya bengkak-bengkak di seluruh
badan terutama dibagian wajah dan mata. Ibunya
mengatakan 5 hari SMRS saat bangun tidur pagi hari mata
anaknya sembab, namun sembab berkurang di sore hari,
sembab juga menyebar dibagian perut dan esoknya pada
kedua kaki, oedem priorbita (+), hipoalbuminemia (+) dan
pada ektstremitas pitting edema (+) dengan derajat II.
4 Pola Eliminasi sejak 4 hari yag lalu BAK berwarna merah tua dan sedikit,
Pada pemeriksaan urin lengkap diperoleh warna : kuning,
kejernihan :agak keruh, berat jenis : 1,005, pH 5,5, glukosa
(-), bilirubin (-),darah (+2), protein (+3) , urobilonogen
(+1), leukosit (+1).
5 Pola Nyeri/kenyamanan -
6 Pola Pernapasan RR : 44x/menit.
7 Pola Keamanan -
8 Pola Istirahat-tidur -
9 Penyuluhan / -
Pembelajaran
10 Persepsi dan Sensori -

4.      Pemeriksaan fisik


a)      Keadaan umum
Keadaan umum pasien tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis,
b)      Tb : 136 cm
c)      BB : 42 kg
d)      Tanda-tanda Vital
Tanda- Nilai Normal Nilai Ketera Abnormalitas
Tanda Pasien ngan
Vital pd
pasien
TD Bayi: 70-90/50 mmHg 130/80 normal
Meningkat: apabila terjadi Penyakit
Anak : 80-100/60 mmHg
ginjal, ketidakstabilan aorta, kelainan
mmHg
hormonal, dan arteri yang menyempit,
Remaja : 90-110/66
Keadaan emosi yang tak menentu
mmHg
Dewasa muda: 110- Penurunan: apabila terjadi
140/60-90 mmHg perubahan hormon, pelebaran
Dewasa tua : 130- pembuluh darah, efek samping
150/80-90 mmHg obat, anemia, hati & endokrin
bermasalah, Dehidrasi,
Pendarahan, Otot jantung lemah,
Detak jantung tidak normal,
kehamilan, kurang nutrisi, dan
Suhu 36,50C -37,50C 36,70C normal Meningkat: apabila terjadi
demam (infeksi bakteri atau virus
seperti influenza, pilek, HIV,
malaria, gastroenteritis; berbagai
radang kulit seperti borok, jerawat,
abses; penyakit-penyakit
imunologi seperti lupus
eritematosus, sarkoidosis;
kerusakan jaringan yang dapat
terjadi pada pembedahan,
hemolisis, perdarahan serebral;
obat-obatan baik secara langsung
seperti obat-obat progesteron,
kemoterapi atau sebagai efek
samping obat seperti obat
antibiotik, atau akibat penghentian
obat seperti pada orang yang
ketagihan heroin; kanker seperti
penyakit hodgkin; penyakit
metabolik seperti gout, forforia;
serta proses tromboemboli seperti
emboli paru dan trombosis vena
dalam (DVT).

Menurun: apabila terjadi akibat


penurunan produksi
panas, gangguan hormon tiroid
atau pituitary, gangguan
termoregulasi, gangguan di
hipotalamus, Kelelahan dan
Kurang tidur.
Nadi Bayi: 120-130 x/mnt 112x/ Tidak Meningkat: Pada waktu
Anak : 80-90 x/mnt menit normal melakukan aktivitas, kebugaran,
Dewasa: 70-100 x/mnt (terjadi suhu, temperatur udara,  posisi
Lansia: 60-70 x/mnt peningk tubuh, emosi, berat badan, obat-
atan) obatan. faktor risiko untuk stroke,
jantung.
RR Bayi: 30-40 x/mnt 44x/ Tidak Meningkat: apabila terjadi
Anak: 20-30 x/mnt menit normal susunan tulang yang abnormal,
Dewasa : 16-20 x/mnt (terjadi kekurangan cairan, emosi yang
peningk tidak stabil.
atan)

5.      Pemeriksaan penunjang


Pemeri Nilai Nilai Keteranga Abnormalitas
ksaan normal pasie n pd pasien
lab n
Hb Wanita : 10,9 Normal Penurunan: anemia penyakit ginjal, dan pemberian
12-14 gr/dl g/dl cairan intra-vena (misalnya infus) yang berlebihan.
Pria: 13-16 Selain itu dapat pula disebabkan oleh obat-obatan
gr/dL tertentu seperti antibiotika, aspirin, antineoplastic
Anak- (obat kanker), indometasin (obat antiradang).
anak: 10- Peningkatan: dehidrasi, penyakit paru obstruktif
16 gr/dL menahun (COPD), gagal jantung kongestif,
Bayi baru dan luka bakar. Obat yang dapat meningkatkan
lahir: 12-   Hb yaitu metildopa (salah satu jenis obat darah tinggi)
24gr/dL   dan gentamicin (Obat untuk infeksi pada kulit
Trombo Pria: 398.0 Normal Menurun: apabila terjadi demam berdarah,
sit Trombosit : 0 perdarahan dan hambatan perm-  bekuan darah,
150.000 – adanya infeksi, anemia aplastik, leukimia,
440.000 mielofibrosis, immunologic thrombocitopenia
(150.000 – perpura (ITP).
400.000) Meningkat: kelainan pada sumsum tulang dan
mm3 DNA sebagai pemberi perintah, infeksi akut,
Wanita: perdarahan, hemolisis, kanker, spelenektomi,
Trombosit : dan penyakit sel darah seperti leukemia serta
150.000 – TBC kronik.
400.000
mm3
WBC pria: 4.000- 5.900 tdk normal Peningkatan : menunjukkan adanya proses infeksi
11.000 (terjadi atau radang akut,misalnya pneumonia
wanita: penurunan) (radang paru-paru), meningitis
5.000- (radang selaput otak), apendiksitis
10.000 (radang usus buntu), tuberculosis, tonsilitis,
anak: 9.000- dan Iain-Iain. Selain itu juga dapat
12.000 disebabkan oleh obat-obatan misalnya aspirin,
prokainamid, alopurinol, antibiotika terutama
ampicilin, eritromycin, kanamycin, streptomycin.
Penurunan : dapat terjadi pada infeksi tertentu
terutama virus, malaria, alkoholik, obat-obatan,
terutama asetaminofen (parasetamol), kemoterapi
kanker, antidiabetika oral, antibiotika
(penicillin, cephalosporin, kloramfenikol),
sulfonamide (obat anti infeksi terutama yang
disebabkan oleh bakter).
Ht Wanita: 37 33% Normal Penurunan: terjadi pada pasien yang
– 45 % mengalami kehilangan darah akut
Pria: 40 – (kehilangan darah secara mendadak, missal
50 % pada kecelakaan), anemia, leukemia, gagal
Anak: 33 ginjal kronik, malnutrisi, kekurangan
-38% vitamin B dan C, kehamilan, ulkus peptikum
(penyakit tukak lambung).
Peningkatan: Ht terjadi pada dehidrasi,
diare berat,eklampsia (komplikasi pada
kehamilan), efek pembedahan, dan luka bakar.
kolester 150-270 479 Tdk normal Meningkat: jaundice obstruksi
ol total mg/dl gr/dl (terjadi Menurun: penyakit hati, sindrom malaborpsi
peningkatan
protein 6,5-8,8 2,4 Tdak Meningkat: penyakit hati, penyakit kolagen,
total mg/dl gr/dl normal infeksi kronis.
(terjadi Menurun: penyakit hati lanjut/berat,
penurunan) alkoholik, penyakit ginjal, coliitis ulseratif,
perdarahan hebat, gagal jantung tau immobilisasi.
albumi Dewasa: 1,0 Tdk normal Penurunan: malnutrisi, radang menahun,
n 3,8 – 5,1 g/dl (terjadi sindrom malabsorpsi, penyakit hati
gr/dl penurunan) menahun, kelainan genetik, Peningkatan
Anak: 4,0 – ekskresi (pengeluaran); luka bakar luas,
5,8 gr/dl penyakit usus, nefrotik sindrom (penyakit ginjal).
Bayi: 4,4 – Meningkat: infeksi, rusaknya ginjal dan
5,4 gr/dl glomerulus, glomerulonefritis, hepatitis,
Bayi baru malaria, tubulointerstitisl disease
lahir: 2,9 – (toxic, allergic, vasculer, infective, hereditary),
5,4 gr/dl neoplasia, mieloma multiple
(igG, IgA, IgD, IgE, dan rantai ringan bebas),
limfoma.
globuli 2.0 - 3.5 1,46 Tdk normal Meningkat: Infeksi kronis (Tuberculosis,
n g/dL g/dl (terjadi  Adrenal cortical hypofunction , disfungsi
penurunan) hati, Collagen Vascular Disease
(Rheumatoid Arthritis, Systemic Lupus,
Scleroderma), Gejala Hipersensitivitas,
Dehidrasi, Gangguan respirasi, Hemolisis,
Cryoglobulinemia, Alcoholism, Leukimia
Menurun: Malnutrisi dan malabsorbsi
Gangguan produksi protein, Penyakit Liver,
Diare, Ketidakseimbangan hormone
sehingga merusak jaringan, Proteinuria,
Kehamilan.
Ureum 20-40 mg 31mg/ Normal Peningkatan kadar ureum disebut uremia:
dl gagal ginjal, penurunan aliran darah ke ginjal
seperti pada syok, kehilangan darah, dan
dehidrasi, peningkatan katabolisme protein
seperti pada perdarahan gastrointestinal disertai
pencernaan hemoglobin dan penyerapannya
sebagai protein dalam makanan, perdarahan
ke dalam jaringan lunak atau rongga
tubuh, hemolisis, leukemia (pelepasan
protein leukosit), cedera fisik berat, luka
bakar, demam, obstruksi saluran kemih
di bagian bawah ureter, kandung kemih,
atau urethra yang menghambat
ekskresi urin, obat-obatan (nefrotoksik;
diuretic (hidroklorotiazid, asam etakrinat,
furosemid, triamteren); antibiotic
(basitrasin, sefaloridin (dosis besar),
gentamisin, kanamisin, kloramfenikol,
metisilin, neomisin, vankomisin).
Penurunan : Pada nekrosis hepatik akut,
sirosis hepatis, karsinoma payudara,
malnutrisi protein jangka panjang, akhir
kehamilan, dan obat fenotiazin.
6.      Pemeriksaan lainnya
anoreksia (+), oedem priorbita (+), hipoalbuminemia (+) dan pada ektstremitas pitting edema
(+) dengan derajat II.
7.      Pemeriksaan urine
Pemeriksaan Nilai normal Nilai pasien Keterangan pd
urine pasien
Warna Kuning muda-kuning tua Kuning Normal
Kejernihan Jernih-agak keruh agak keruh Normal
Berat jenis 1.003-1.030 1,005 Normal
Ph 4,6-8,5 5,5 Normal
Glukosa (-) (-) Normal
Bilirubin (-) (-) Normal
Darah (-) (+2) Tidak normal
Protein (-) (+3) Tidak normal
Urobilonogen (-) (+1) Tidak normal
Leukosit (-) (+1) Tidak normal

B.     Data Fokus


Data subjektif Data objektif
1. datang dibawa ibunya kerumah sakit 1. Pada saat dikaji terlihat terdapat luka borok
dengan keluhan badan anaknya bengkak- pada kulit An. A.
bengkak di seluruh badan terutama 2. nadi 112x/menit,
dibagian wajah dan mata. 3. RR : 44x/menit,
2. Ibunya mengatakan 5 hari SMRS saat 4. tekanan darah 130/80mmHg
bangun tidur pagi hari mata anaknya 5. kolesterol total 479 gr/dl,
sembab, namun sembab berkurang di sore 6. wbc 5.900
hari, sembab juga menyebar dibagian perut 7. Protein total 2,4 g/dl,
dan esoknya pada kedua kaki, 8. Albumin: 1,0 g/dl,
3. sejak 4 hari yag lalu BAK berwarna merah 9. globulin : 1,46 g/dl,
tua dan sedikit. 10.                 Pasien anoreksia (+),
11.                 oedem priorbita (+),
12.                 hipoalbuminemia (+)
13.                 pada ektstremitas pitting edema (+)
dengan derajat II.
14.                 darah (+2),
15.                 protein (+3) ,
16.                 urobilonogen (+1),
17.                 leukosit (+1).

C.     Analisa data


Nama : An. A
Umur : 6 tahun
Diagnosa medis : sindrom nefrotik
Data etiologi Masalah
Ds: Kehilangan Kelebihan
    An. A (6 tahun ), JK : laki-laki, datang dibawa ibunya protein volume cairan
kerumah sakit dengan keluhan badan anaknya bengkak- sekunder
bengkak di seluruh badan terutama dibagian wajah dan terhadap
mata. peningkatan
    Ibunya mengatakan 5 hari SMRS saat bangun tidur pagi permeabilitas
hari mata anaknya sembab, namun sembab berkurang di sekunder
sore hari, sembab juga menyebar dibagian perut dan
esoknya pada kedua kaki.
     sejak 4 hari yag lalu BAK berwarna merah tua dan sedikit.
Do:
     oedem priorbita (+)
     pada ektstremitas pitting edema (+) dengan derajat II.
     nadi 112x/menit
     RR : 44x/menit
     tekanan darah 130/80mmHg
     darah (+2)
     urobilonogen (+1)
     leukosit (+1)
Ds: Pasien anoreksia (+) Anoreksia ketidakseimba
Do: ngan nutrisi
      kolesterol total 479 gr/dl kurang dari
      Protein total 2,4 g/dl, kebutuhan

      Albumin: 1,0 g/dl, tubuh.

      globulin : 1,46 g/dl,


      hipoalbuminemia (+)
     protein (+3)
Ds: Edema Kerusakan
    An. A (6 tahun ), JK : laki-laki, datang dibawa ibunya integritas kulit
kerumah sakit dengan keluhan badan anaknya bengkak-
bengkak di seluruh badan terutama dibagian wajah dan
mata.
    Ibunya mengatakan 5 hari SMRS saat bangun tidur pagi
hari mata anaknya sembab, namun sembab berkurang di
sore hari, sembab juga menyebar dibagian perut dan
esoknya pada kedua kaki.
DO:
     Pada saat dikaji terlihat terdapat luka borok pada kulit An.
A.
     oedem priorbita (+)
     pada ektstremitas pitting edema (+) dengan derajat II.
Ds: kerusakan resiko infeksi
Do: jaringan
     Pada saat dikaji terlihat terdapat luka borok pada kulit An.
A.
     Wbc 5.900

D.     Diagnosa keperawatan


1.      Kelebihan volume cairan b.d Kehilangan protein sekunder terhadap peningkatan
permeabilitas sekunder
2.      ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d Anoreksia
3.      kerusakan integritas kulit b.d edema
4.      resiko infeksi b.d kerusakan jaringan
E.     Intervensi keperawatan
Diagnosa Tujuan & KH Intervensi Rasional
Kelebihan volume Tujuan : Dalam h.      Kaji masukan yangh.      perlu untuk
cairan b.d waktu 3x24 jam relatif terhadap menentukan fungsi
Kehilangan protein pasien tidak keluaran secara ginjal, kebutuhan
sekunder terhadap menunjukkan bukti- akurat. penggantian cairan dan
peningkatan bukti akumulasi i.        Timbang berat penurunan resiko
permeabilitas cairan (pasien badan setiap hari kelebihan cairan.
sekunder mendapatkan volume (ataui lebih sering i.        Mengkaji retensi cairan
cairan yang tepat) jika diindikasikan). j.        Untuk mengkaji ascites
j.        Kaji perubahan dan karena merupakan
edema : ukur lingkar sisi umum edema.
Kriteria hasil: abdomen pada k.      Agar tidak
       Penurunan edema, umbilicus serta mendapatkan lebih dari
ascites pantau edema sekitar jumlah yang dibutuhkan
       Kadar protein darah mata. l.        Untuk
meningkat k.      Atur masukan mempertahankan
       Output urine adekuat cairan dengan masukan yang
600 – 700 ml/hari cermat. diresepkan

       Tekanan darah dan l.        Pantau infus intra m.    Untuk menurunkan
nadi dalam batas vena ekskresi proteinuria

normal. m.    Kolaborasi : Berikan


n.      Untuk memberikan
kortikosteroid sesuai penghilangan sementara
ketentuan. dari edema.
n.      Berikan diuretik bila
diinstruksikan.
ketidakseimbangan Tujuan : Dalam i.        Catat intake dan i.        Monitoring asupan
nutrisi kurang dari waktu 2x24 jam output makanan nutrisi bagi tubuh
kebutuhan tubuh kebutuhan nutrisi secara akurat j.        Gangguan nuirisi dapat
b.d Anoreksia akan terpenuhi j.        Kaji adanya terjadi secara perlahan.
anoreksia, Diare sebagai reaksi
Kriteria Hasil : hipoproteinemia, edema
         Napsu makan baik diare. intestinalMencegah
         Tidak terjadi k.      Pastikan anak status nutrisi menjadi
hipoprtoeinemia mendapat makanan lebih buruk.
         Porsi makan yang dengan diet yang k.      membantu pemenuhan
dihidangkan cukup. nutrisi anak dan
dihabiskan l.        Beri diet yang meningkatkan daya
         Edema dan ascites bergizi tahan tubuh anak
tidak ada. m.    Batasi natrium l.        asupan natrium dapat
selama edema dan memperberat edema
trerapi usus yang
kortikosteroid menyebabkan hilangnya
n.      Beri lingkungan nafsu makan anak
yang m.    agar anak lebih
menyenangkan, mungkin untuk makan
bersih, dan rileks n.      untuk merangsang
pada saat makan nafsu makan anak
o.      Beri makanan dalam
o.      untuk mendorong agar
porsi sedikit pada anak mau makan
awalnya dan Beri p.      untuk menrangsang
makanan dengan nafsu makan anak
cara yang menarik
p.      Beri makanan
spesial dan disukai
anak
Kerusakan Tujuan : g.       Berikan perawatan f.       memberikan
integritas kulit b.d Kulit anak tidak kulit kenyamanan pada anak
Edema menunjukkan adanya
h.      Hindari pakaian dan mencegah
kerusakan integritas : ketat kerusakan kulit
kemerahan atau i.        Bersihkan dan g.       dapat mengakibatkan
iritasiKerusakan bedaki permukaan area yang menonjol
integritas kulit tidak kulit beberapa kali tertekan
terjadi sehari h.      untuk mencegah
Kriteria hasil: j.        Topang organ terjadinya iritasi pada
         Menunjukkan edema, seperti kulit karena gesekan
perilaku untuk skrotum dengan alat tenun
k.      Ubah posisi dengani.        untuk menghilangkan
mencegah kerusakan
kulit. sering ; pertahankan aea tekanan
         Turgor kulit bagus kesejajaran tubuh j.        karena anak dengan
         Edema tidak ada. dengan baik edema massif selalu
l.        Gunakan letargis, mudah lelah
penghilang tekanan dan diam saja
atau matras atau k.      untuk mencegah
tempat tidur penurun terjadinya ulkus
tekanan sesuai
kebutuhan
resiko infeksi b.d Tujuan : dalam a.       Lindungi anak darii.         Meminimalkan
kerusakan jaringan waktu 2x24 jam orang-orang yang masuknya organisme.
Tidak terjadi infeksi terkena infeksi Mencegah terjadinya
Kriteria hasil : melalui pembatasan infeksi nosokomial.
         Tanda-tanda infeksi pengunjung. j.        Mencegah terjadinya
tidak ada b.      Tempatkan anak di infeksi nosokomial.
         Tanda vital dalam ruangan non infeksi.k.       Membatasi masuknya
batas normal c.       Cuci tangan bakteri ke dalam tubuh.
         Ada perubahan sebelum dan sesudah Deteksi dini adanya
perilaku keluarga tindakan. infeksi dapat mencegah
dalam melakukan d.      Lakukan tindakan sepsis.
perawatan invasif secara l.         Untuk meminimalkan
aseptik pajanan pada organisme
e.      Gunakan teknik infektif
mencuci tangan m.    Untuk memutus mata
yang baik rantai penyebaran
f.        Jaga agar anak tetap infeksi
hangat dan kering n.      Karena kerentanan
g.       Pantau suhu. terhadap infeksi
h.      Ajari orang tua pernafasan
tentang tanda dan o.      Indikasi awal adanya
gejala infeksi tanda infeksi
p.      Memberi pengetahuan
dasar tentang tanda dan
gejala infeksi
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Sindrom nefrotik merupakan gangguan klinis ditandai oleh peningkatan protein,
penurunan albumin dalam darah (hipoalbuminemia), edema dan serum kolesterol
yang tinggi dan lipoprotein densitas rendah (hiperlipidemia).
Etiologi nefrotik sindrom dibagi menjadi 3, yaitu primer (Glomerulonefritis dan
nefrotik sindrom perubahan minimal), sekunder (Diabetes Mellitus, Sistema Lupus
Erimatosis, dan Amyloidosis), dan idiopatik (tidak diketahui penyebabnya). Tanda
paling umum adalah peningkatan cairan di dalam tubuh. Tanda lainnya seperti
hipertensi (jarang terjadi), oliguri (tidak umum terjadi pada nefrotik sindrom),
malaise, mual, anoreksia, irritabilitas, dan keletihan.
Sehingga masalah keperawatan yang mungkin muncul adalah kelebihan volume
cairan berhubungan, resiko tinggi infeksi, perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan,
resiko tinggi kerusakan integritas kulit, resiko kehilangan volume cairan intravaskuler,
gangguan perfusi jaringan perifer, gangguan citra tubuh, intoleransi aktivitas
berhubungan dengan kelelahan, dan defisit pengetahuan.

4.2 Saran
Demikian makalah yang kami sampaikan. Kami berharap agar makalah yang kami
buat ini dapat bermanfaat bagi para dosen, teman-teman dan pembaca terutama
mahasiswa keperawatan

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2003. Medical Surgical Nursing (Perawatan Medikal Bedah), alih
bahasa: Monica Ester. Jakarta : EGC.
Carpenito, L. J.1999. Hand Book of Nursing (Buku Saku Diagnosa Keperawatan), alih
bahasa: Monica Ester. Jakarta: EGC.

Doengoes, Marilyinn E, Mary Frances Moorhouse. 2000. Nursing Care Plan: Guidelines for
Planning and Documenting Patient Care (Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman
Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien), alih bahasa: I
Made Kariasa. Jakarta: EGC.

Donna L, Wong. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Anak, alih bahasa: Monica Ester.
Jakarta: EGC.

Husein A Latas. 2002. Buku Ajar Nefrologi. Jakarta: EGC.

Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.

Price A & Wilson L. 1995. Pathofisiology Clinical Concept of Disease Process (Patofisiologi
konsep klinis proses-proses penyakit), alih bahasa: Dr. Peter Anugrah. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai