KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmaanirrohiim,
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWY, atas segala Rahmat yang
telah dikaruniakan kepada tim penyusun, sehingga buku Panduan Triage Rumah
Sakit Islam Surabaya ini dapat diselesaikan.
Kami sampaikan terima kasih kepada Direksi dan seluruh pihak yang mendukung
kami dalam penyusunan Pedoman ini, kami menyadari bahwa buku Panduan ini
masih ada kekurangan maka kami mohon saran dan masukan untuk
penyempurnaan panduan ini di masa yang akan datang.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Tim Penyusun
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Triage, suatu system untuk menyeleksi, pasien mana yang harus
mendapat penolongan terlebih dahulu, pertama kali dilakukan pada medan
pertemuan abad ke-18 masa Napoleon. Tujuan Triage pada saat itu adalah
untuk memberi penanganan kepada prajurit-prajurit yang mempunyai resiko
tinggi untuk meninggal, jika tidak segera ditolong. Saat ini Triage diterapkan
pada berbagai macam latar belakang pelayanan kesehatan, seperti kejadian
musibah massal, Instalasi Pelayanan Intensif (IPI), dan Instalasi Gawat
Darurat (IGD)(Van der Wulp,2010).
Sistem triage cenderung bergantung pada 3 (tiga) macam nilai
pelayanan kesehatan Yang berbeda. Pertama, triage bertujuan mencegah
bahaya fatal terhadap nyawa dan kesehatan manusia. Pada system ini,
memprioritaskan pasien yang membutuhkan pelayanan kesehatan segera,
sementara pasien lain yang kondisi penyakit atau lukanya tidak berat,
dipastikan dapat menunggu giliran dengan aman. Kedua, trige bertujuan
untuk efisiensi sumber daya yang tersedia. Pada kondisi dimana ada
beberapa pasien yang membutuhkan penanganan Life Saving, sementara ada
seseorang pasien yang membutuhkan banyak petugas penolong, maka pasien
seorang tersebut tidak harus diberikan penanganan terlebih dahulu karena
jumlah petugas di pelayanan kesehatan terbatas, maka petugas-petugas
kesehatan tersebut lebih dialokasikan pada pasien yang paling membutuhkan
dengan kemungkinan yang hidup yang besar. Ketiga, nilai terakhir system
triage bergantung pada kejujuran dan berpegangan pada guidelines atau
pedoman yang sudah ditetapkan dalam hal pengalokasian sumberdaya
(sarana atau prasarana kesehatan). Dengan guidelines tersebut, keputusan
dibuat berdasarkan standart atau bukan keinginan perorangan (Vander
Wult), 2010.
Sistem triage sering diterapkan di Instalasi Gawat Darurat, hal ini
disebabkan oleh adanya peningkatan tuntutan untuk bekerja secara terlatih
dan peningkatan beban kerja, akibat banyaknya pasien untuk tidak gawat
4
tidak darurat (Triage Hijau) yang memilih berobat ke Instalasi Gawat
Darurat, terutama pada hari libur dan diluar jam praktek pribadi dokter.
Triage merupakan penilaian keperawatan yang dimulai dari saat pasien tiba
di Instalasi Gawat Darurat. Triage merupakan kunci dimana penanganan
kegawat-daruratan dimulai. Triage merupakan proses yang
berkesinambungan meliputi penilaian yang terus menerus dan penilaian
ulang.
Ada beberapa macam metode triage Instalasi Gawat Darurat yang
digunakan diberbagai rumah sakit diseluruh dunia, diantaranya adalah:
1. Austrazilian triage-scaler, menggunakan lima tingkat skala triage.
2. Carnazilian triage and acury scaler, menggunakan lima scala triage.
3. Manchester Triage, menggunakan 5 tingkat skala Triage dan, 52
macam flow chart. Mula – mula perawat mengidentufikasi keluhan
utama pasien, kemudian mengambil flow chart yang sesuai untuk
memenuhi wawancara yang berstuktur, kemudian menetapkan tingkat
triage dari 1 (perlu penanganan segera) sampai 5 (dapat menunggu
selama 4 jam).
4. Emergency Savety Indeks (ESI), menggunakan 5 tingkat skala triage dan
4 point kunci yang digunakan untuk menentukan tingkat skala triage.
Dokter jaga dan perawat IGD dibagi menjadi 3 (tiga) shift, pagi, sore
dan malam. Pada saat bertugas dokter IGD juga menerima konsulan dari
ruang rawat inap apabila dibutuhkan.
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka IGD RS Islam Surabaya juga
menggunakan sistem Triage dalam memberikan pelayanan terhadap pasien,
terutama pada kondisi dimana beberapa pasien datang hampir bersamaan,
dan adanya konsulan dari ruang rawat inap. Sistem Triage yang kami anggap
tepat diterapkan di IGD RS Islam Surabaya adalah Metode ESI.
Triage ESI dapat dilakukan oleh perawat IGD yang sudah
berpengalaman oleh karena itu pengalaman perawat di IGD sangat penting
untuk menghindari terjadinya kesalahan dalam penggolongan tingkat
kegawatan pasien (under triage atau over triage).
Seperti metode triage lainnya (ATS, CTAS, Menchester), triage ESI,
mengelompokkan pasien menjadi 5 berdasarkan tingkat. Perbedaan
utamanya adalah tujuan triage ATS, CTAS, Manchester lebih kepada
menentukan beberapa lama pasien dapat menunggu untuk ditangani di
5
Instalasi Gawat Darurat, sedangkan Triage ESI tidak menentukan lama waktu
tunggu evaluasi oleh dokter (Response Time), melainkan pemulihan secara
cepat pasien mana yang harus dievaluasi lebih dahulu oleh dokter. Selain itu
Triage ESI mempunyai keunikan dimana perawat triage juga harus mampu
memperkirakan banyaknya sumber daya yang dibutuhkan untuk memilah lagi
tingkat triage pasien yang kondisinya tidak akut. Jadi Triage ESI adalah
proses pemilihan yang cepat menjadi 5 kelompok dengan proyeksi kebutuhan
sumber daya yang sangat berbeda secara klinis, sehingga berpengaruh juga
pada kebutuhan operasional.
Dengan menggunakan ESI, aliran pasien ke IGD lebih lancar. Begitu
tingkat Triage ESI ditegakkan, pasien dapat ditetapkan apakah pemeriksaan
yang lengkap dulu, pendaftaran dulu, langsung terapi awal, atau menunggu,
berdasarkan pada tingkat kegawatan (acuity) mereka dan perkiraan
banyaknya sumber daya yang mereka perlukan. Contoh, tingkat 1 dan 2,
dapat langsung diterima di area penanganan untuk evaluasi dan terapi yang
cepat, sedangkan pasien tingkat 4 dan 5 dipersilakan ke pendaftaran dulu,
kemudian menunggu sampai ada tempat atau tenaga kosong.
2. Tujuan
a. Penilaian dan penentuan yang cepat terhadap kondisi pasien, mana yang
harus segera ditangani dan mana yang dapat ditunda penangananya, atau
mana yang tidak memerlukan penanganan lebih lanjut.
b. Memberikan pelayanan gawat darurat atau kesehatan berdasarkan prioritas.
c. Efisiensi Sumber Daya.
d. Pengelokasian Sumber Daya yang sesuai dengan standart atau pedoman
yang ditetapkan.
e. Memberikan pelayanan kesehatan yang tepat waktu.
3. Pengertian
a. Evaluasi dan pengkategorian atau pengelompokkan terhadap pasien
maupun korban luka, dimana tidak tersedia sumber daya manusia atau
petugas kesehatan yang cukup untuk memberikan pertolongan Medis bagi
semua orang dalam waktu yang bersamaan.
b. Pada kondisi musibah massal ,Triage dilakukan dengan menentukan siapa
yang paling membutuhkan pertolongan segera dan dikirim ke rumah sakit
atau membutuhkan perawatan segera yaitu yang mempunyai harapan
6
hidup, tetapi dapat meninggal jika tidak segera ditangani (Triage Merah),
dan siapa yang dianggap lebih ringan luka – lukanya sehingga dapat
ditunda pengirimannya ke rumah sakit (Triage Hijau dan Triage Kuning).
c. Triage juga diterapkan di Instalasi Gawat Darurat dari poliklinik yang
ramai, untuk menentukan siapa yang harus diperiksa dan terapi terlebih
dahulu berdasarkan tingkat kegawat-daruratannya.
d. Triage juga untuk memilah-milah atau memprioritaskan pemakaian ruang
dan peralatan media, misalnya penggunaan kamar operasi pada rumah
sakit yang ramai. (Mikal Rose, 2009, Types Of Triage System).
a. Triage Acuity adalah :
Tingkat kegawatan (Urgentcy) sebagaimana ditampilkan dengan skala
triage. Acuity ditentukan oleh : stabilitas fungsi vital dan harapan hidup,
ancaman terhadap organ atau system tulang belakang. Suatu Triage
Acuity Systems digunakan sebagai panduan bagi perawat Instalasi Gawat
Darurat untuk menentukan pasien mana yang masih bisa menunggu
dengan aman dan pasien mana yang harus segera diperiksa atau ditangani.
(Gilboy at al, 2003).
Sumber Daya :
Alat – alat medis
Infus untuk rehidrasi
7
Obat – obat injeksi
Laboratorium darah dan urin
Radiologi (Rontgent, CT Scan, MRI, ECG)
Prosedur simple (jahit luka, pasang kateter)
Prosedur komplek (pembiusan)
Konsul spesialis
8
BAB II
RUANG LINGKUP
Prosedur komplek = 2
Pemasangan bidai, slink
(pembiusan)
9
BAB III
TATA LAKSANA
Semua pasien yang datang ke IGD harus dinilai oleh petugas triase dan
mendapatkan penanganan gawat darurat yang sesuai dengan tingkat
kegawatdaruratan pasien, sesuai dengan kriteria Emergency Severity Index:
1) ESI Level 1 Resusitasi: Memerlukan intervensi segera untuk menyelamat
kan nyawa atau pasien tidak responsif – prioritas tertinggi.Dan pasien segera
di bawa ke ruang resusitasi,untuk di beri tindakan life saving.
Kondisi yang termasuk dalam kriteria ESI Level 1, misalnya:
a. Henti jantung
b. Henti napas
c. Distress pernapasan yang berat dengan tipe pernapasan agonal atau
gasping.
d. SpO2 < 90 %
e. Trauma berat dengan penurunan kesadaran
f. Overdosis dengan jumlah pernapasan < 6 kali per menit
g. Bradikardi atau takikardi berat dengan tanda-tanda hipoperfusi
h. Hipotensi dengan tanda-tanda hipoperfusi
i. Pasien trauma yang membtuhkan resusitasi cairan kristaloid dan kolloid
segera
j. Nyeri dada, pucat, berkeringat dingin, tekanan darah <70/palpasi
k. Shock anapilaktik
l. Anak / bayi kejang
m. Pasien penurunan kesadaran karena intoksikasi alkohol
n. Hipoglikemi dengan perubahan status mental
o. Perdarahan di kepala dengan pupil anisokor
p. Trauma jatuh dari ketinggian yang tidak berespon terhadap rangsangan
2) ESI Level 2 Gawat Darurat:
Saat dokter atau perawat menentukan bahwa pasien bukan termasuk dalam
kriteria ESI Level 1, maka dokter / perawat mengarahkan ke ESI Level 2.
Beberapa hal bisa membantu untuk menentukan apakah pasien termasuk
dalam kriteria ESI Level 2, yaitu:
10
a. Apakah pasien dalam kondisi resiko tinggi?
1. Anamnese. riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu.
2. Curiga infak myokard acute, stroke perdarahan, intracranial, tapi masih
stabil dan tidak memerlukan tindakan live saving segera.
3. Cidera tusukan oleh jarum suntik ada petugas rumah sakit.
4. Kehamilan ektopik terganggu dengan hemoginamik yang stabil.
5. Pasien keracunan dan percobaan bunuh diri.
b. Apakah ada gangguan kesadaran akut berupa kebingungan/ letargi/
disorientasi?
Beberapa contoh kondisi pasien yang bingung, letargi atau disorientasi
adalah:
a) Kejadian baru kebingungan pada pasien lanjut usia (> 65 tahun)
b) Anak / bayi yang ibunya melaporkan anaknya tidur sepanjang waktu.
c) Pasien remaja yang tiba-tiba kebingungan dan disorientasi.
Penilaian skala nyeri juga harus dilakukan oleh petugas triase untuk
menentukan level ESI. Ketika pasien melaporkan nyeri peringkat 6/10 atau
lebih besar, perawat triase dapat menentukan pasien sebagai ESI level 2.
Nyeri hebat adalah salah satu alasan paling umum untuk mengunjungi IGD.
Misalnya seorang pasien dengan pergelangan kaki terkilir datang ke IGD
dengan level nyeri 8/10. Rasa nyeri pada pasien ini dapat diatasi dengan
intervensi perawatan sederhana: kursi roda, elevasi dan aplikasi es. Pasien
11
ini aman untuk menunggu dan tidak perlu ditempatkan pada ESI level 2
berdasarkan pada rasa sakit.
Pada beberapa pasien, nyeri dapat dinilai dengan klinis pengamatan:
a. Ekspresi wajah tertekan, meringis, menangis
b. Berkeringat
c. Postur tubuh
d. Perubahan tanda-tanda vital : hipertensi, takikardi dan peningkatan laju
pernapasan
Sebagai contoh, pasien dengan nyeri perut yang mengeluarkan keringat,
takikardi, dan memiliki tekanan darah tinggi atau pasien dengan nyeri
pinggang yang parah, muntah, pucat kulit, dan riwayat kolik ginjal
merupakan contoh pasien yang memenuhi kriteria ESI Level 2.
3) ESI Level 3 Darurat:
Memerlukan lebih dari 2 sumberdaya IGD sesuai dengan Emergency Severity
Index( laboratorium, radiologi, tindakan bedah minor, pasang kateter,
nebulisasi, cairan infuse untuk dehydrasi, obat-obat symtomatik, konsul
spesialis) yang mungkin dibutuhkan dalam menangani keluhan pasien
4) ESI Level 4 Kurang Darurat:
Memerlukan 1 sumberdaya IGD sesuai dengan Emergency Severity Index.
5) ESI Level 5 Tidak Gawat Darurat:
Tidak memerlukan sumber daya UGD sesuai dengan Emergency Severity
Index – prioritas terendah untuk diperiksa.
12
< 3 bulan > 180 > 50 > 92%
3 bulan – 3 tahun > 160 > 40 > 92 %
3 tahun – 8 tahun > 140 > 30 > 92 %
> 8 tahun > 100 > 20 > 92 %
Pertimbangan Panas Anak
Umur 0-28 hari, panas > 38 C → ESI 2
Umur 1 bulan – 3 bulan, panas > 38ᵒC → Pertimbangkan ESI 2
Umur 3 bulan – 3 tahun, panas > 39 C Status Imunisasi tidak lengkap atau
penyabab panas tak jelas → pertimbangkan ESI 3
13
resusitasi atau ruang observasi / tindakan berdasarkan kondisi
pasien.pasien ditempatkan di ruang resusitasi/ observasi/
tindakan didampingi perawat UGD, dilakukan tindakan sesuai
kebutuhan dan harus dinilai ulang keadaannya minimal setiap 2
jam.
c. Level 3: Pasien ditempatkan di ruang observasi, dilakukan tindakan sesuai
kebutuhannya dan harus dinilai ulang keadaannya minimal
setiap 4 jam sebelum bed tersedia.
d. Level 4: Kurang Darurat: Pasien ditempatkan di ruang observasi, dan
harus dinilai ulang keadaannya minimal setiap 8 jam sebelum
bed tersedia.
e. Level 5:Tidak Gawat Darurat: Pasien ditempatkan di ruang tunggu, dan
harus dinilai ulang keadaannya minimal setiap 8 jam sebelum
bed tersedia. Apabila pasien datang dalam jam poliklinik,
pasien dapat diarahkan ke poliklinik yang sesuai.
14
BAB IV
DOKUMENTASI
1. Status pasien Instalasi Gawat Darurat diisi oleh perawat dan dokter
pemeriksa yang jaga pada shift tersebut.
2. Status pasien rawat jalan diisi oleh perawat dan dokter pemeriksa yang
jaga pada shift tersebut.
3. Pendokumentasian pasien melalui kriteria Triage, dilakukan pada formulir
Assesmen awal medis.
Terletak pada kolom tanggal dan di bawah penulisan tanggal dan jam
kedatangan pasien.
15
Nama : L/P
Tanggal Lahir :
No. RM :
TRIASE
Diisi oleh Dokter/perawat RM.....
PEMERIKSAAN ESI 1 ESI 2 ESI 3 ESI 4 ESI 5
AIRWAY Sumbatan total -Sumbatan Bebas Bebas Bebas
partial
-stridor
BREATHING - Tidak nafas RR > 32x/m Normal Normal Normal
- Gasping
- Hypo/hyperven
tilation
- Retraksi
thoracal
CIRCULATION - Nadi tdk teraba -Nadi kecil Normal Normal Normal
- Pucat -Pucat
- Akral dingin -Akral dingin
- CRT>2 detik -CRT > 2 dtk
- Bleeding masif -bleeding
16
17