Anda di halaman 1dari 46

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.

“M” DENGAN DIAGNOSA


MEDIS DIABETES MELITUS DI RUANG IRNA III C
RSUD KOTA MATARAM

DI SUSUN OLEH :
ASRIATUN
018 STYJ 17

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI NERS JENJANG PROFESI
MATARAM
2017

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena atas berkat limpahan rahmat karunia dan hidayah Nya-lah penulis dapat 
menyelesaikan  Asuhan Keperawatan pada klien dengan Diabetes Melitus ini
tepat pada waktunya.
Penulis menyadari tugas ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan penyusunan makalah yang berikutnya. Tidak lupa pula penulis
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu hingga
terselesaikannya makalah ini.
Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada
umumnya dan bagi penulis pada khususnya.

Mataram, Oktober 2017

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................... i
KATA PENGANTAR.................................................................................. ii
DAFTAR ISI................................................................................................. iii
BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................ 1
1.1 Latar Belakang................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................... 2
1.3 Tujuan............................................................................................. 2
1.3.1 Tujuan Umum........................................................................ 2
1.3.2 Tujuan Khusus....................................................................... 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA................................................................... 4
2.1 Konsep Dasar Penyakit .................................................................. 4
2.1.1 Definisi dari diabetes melitus.............................................. 4
2.1.2 Anatomi dan fisiologi......................................................... 6
2.1.3 Klasifikasi diabetes melitus................................................ 9
2.1.4 Etiologi diabetes melitus..................................................... 11
2.1.5 Patofisiologis diabetes melitus............................................ 12
2.1.6 Pathway diabetes melitus.................................................... 15
2.1.7 Manifestasi klinis diabetes melitus..................................... 16
2.1.8 Pemeriksaan diagnostik diabetes melitus............................ 18
2.1.9 Penatalaksanaan diabetes melitus....................................... 19
2.1.10 Komplikasi diabetes melitus............................................... 22
2.2 Konsep dasar asuhan keperawatan diabetes melitus....................... 24
BAB 3 PENUTUP........................................................................................ 42
3.1 Simpulan ....................................................................................... 42
3.2 Saran ....................................................................................... 42
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut American Diabetes Association (ADA), diabetes mellitus
merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena kelainan sekresi insulin,
kerja insulin atau bisa karena kedua-duanya yang juga merupakan penyakit
metabolik dengan karakteristik hiperglikemia. Berdasarkan data pada laporan
World Health Organization (WHO) menyebutkan dari 57 juta kematian
global di tahun 2008, 36 juta atau 63% disebabkan karena penyakit tidak
menular seperti jantung, diabetes kanker, dan penyakit pernafasan kronis.
Dan angka tersebut diprediksikan akan terus meningkat dari tahun- ketahun.
Diabetes adalah penyakit yang kompleks dan rumit. Tingkat diagnosa
diabetes memberikan kontribusi yang signifikan terhadap komorbiditas dan
tingkat komplikasi diabetes. Berdasarkan data histori penderita penyakit
diabetes dapat dibuat rekomendasi prediksi penyakit diabetes yang membantu
tenaga kesehatan yaitu menggunakan klasifikasi data dengan decision tree.
Menurut hasil survey World Health Organization (WHO), jumlah
penderita diabetes mellitus (DM) di Indonesia menduduki ranking ke 4
terbesar di dunia. DM menyebabkan 5% kematian di dunia setiap tahunnya.
Diperkirakan kematian karena DM akan meningkat sebanyak 50% sepuluh
tahun yang akan datang. DM terbagi atas DM tipe I atau Insulin Dependent
Diabetes Mellitus (IDDM) jika pankreas hanya menghasilkan sedikit atau
sama sekali tidak menghasilkan insulin sehingga penderita selamanya
tergantung inslin dari luar, biasanya terjadi pada usia kurang dari 30 tahun.
DM tipe II atau Non-Insulin Dependent Diabetes (NIDDM) adalah keadaan
pankreas tetap menghasilkan insulin, kadang lebih tinggi dari normal tetapi
tubuh membentuk kekebalan terhadap efeknya. Biasanya terjadi pada usia di
atas 30 tahun karena kadar gula darah cenderung meningkat secara ringan tapi
progresif setelah usia 50 tahun terutama pada orang yang tidak aktif dan
mengalami obesitas. Penyebab diabetes lainnya adalah kadar kortikosteroid
yang tinggi, kehamilan (diabetes gestasional), dan obat-obatan. Sebanyak

1
80% responden DM menderita DM tipe 2 dan mereka membutuhkan
pengobatan secara terus menerus sepanjang hidupnya.
Sangat disayangkan bahwa banyak penderita diabetes mellitus yang
tidak menyadari dirinya mengidap penyakit yang lebih sering disebut
penyakit gula. Hal ini mungkin disebabkan minimnya informasi di
masyarakat tentang diabetes terutama tentang gejala-gejalanya. Sebagian
besar kasus diabetes adalah diabetes tipe 2 yang disebabkan oleh faktor
keturunan. Diabetes tipe 2 ini sering terjadi pada orang yang mengalami
obesitas akibat gaya hidup yang dijalaninya (Soegondo S, 2005).
Hal itu dibuktikan dengan banyaknya jumlah penduduk di Indonesia
yang menderita penyakit diabetes mellitus tipe 2 (tidak tergantung insulin)
hingga mencapai kurang lebih 90% hingga 95% pasien (Smeltzer dan Bare,
2001). Peneliti Departemen Kesehatan menyatakan bahwa di Indonesia
menempati urutan ke empat di dunia setelah India, China, Amerika Serikat
dan Indonesia (Harjosubroto, 2007). Jumlah penderita diabetes mellitus terus
meningkat secara signifikan, karena dipicu oleh faktor-faktor seperti gaya
hidup dan kurang gizi.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan banyaknya kasus dan pentingnya penanganan penyakit
diabetes melitus, rumusan masalahnya adalah “Bagaimanakah asuhan
keperawatan pada klien dengan diabetes melitus?”
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Mampu melaksanakan asuhan keperawatan secara
komprehensif pada pasien diabetes melitus.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mampu melaksanakan pengkajian pada pasien diabetes melitus.
2. Mampu menentukan diagnosa keperawatan pada pasien diabetes
melitus.
3. Mampu melaksanakan rencana tindakan keperawatan yang
diperlukan pasien diabetes melitus sesuai dengan prioritas diagnosa
keperawatan.

2
4. Mampu melaksanakan implementasi asuhan keperawatan pada
pasien diabetes melitus.
5. Mampu melaksanakan evaluasi keperawatan yang dilakukan pada
pasien diabetes melitus.
6. Mampu melaksanakan pendokumentasian yang dilakukan pada
pasien diabetes melitus.

3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Diabetes Melitus


2.1.1 Pengertian
Diabetes Melitus atau kencing manis adalah suatu gejala
kelainan dalam tubuh yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah
dan adanya gula dalam air kencing (Mansjoer, 2005).
Diabetes Melitus adalah suatu kelainan metabolisme kronis
yang terjadi karena berbagai penyebab, ditandai oleh konsentrasi
glukosa darah melebihi normal, disertai dengan gangguan metabolisme
karbohidrat, lemak, dan protein yang diakibatkan oleh kelainan sekresi
hormon insulin, kelainan kerja insulin atau kedua-duanya (Depkes RI,
2005).
Diabetes Melitus merupakan suatu kumpulan problema
anatomik dan kimiawi yang merupakan akibat dari sejumlah faktor
dimana didapat defisiensi insulin yang absolut atau relatif gangguan
fungsi insulin (WHO, 2005).
Diabetes Melitus berasal dari kata Yunani diaberneris “tembus”
atau pancaran air”, dan kata Latin mellitus “rasa manis” yang
umumnya dikenal sebagai kencing manis adalah penyakit yang
ditandai dengan hiperglikemia yaitu peningkatan kadar gula darah
yang melebihi batas normal, yang terus menerus dan bervariasi,
terutama setelah makan. Sumber lain menyebutkan bahwa yang
dimaksud dengan Diabetes Melitus adalah keadaan hiperglikemia
kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal,
yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal,
kelainan pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis dalam
pemeriksaan dengan mikroskop elektron, kelainan kulit atau
ekstrimitas dapat berupa furunkel, karbunkel, ulkus kaki yang terjadi
karena distribusi tekanan abnormal sekunder neuropati
diabetik/kepekaan yang berkurang atau menghilang akibat komplikasi

4
diabetes, yang biasanya terjadi pada bagian-bagian yang menonjol
(pressure points). Rangkaian kejadian yang khas dalam proses ulkus
diabetik pada kaki dimulai dari cideranya jaringan lunak, kemudian
terbentuknya fisura antara jari-jari kaki atau didaerah kulit yang
kering, dimana ulkus tersebut tidak dirasakan oleh klien yang
kepekaan kakinya sudah hilang, sehingga jika klien tidak memiliki
kebiasaan untuk memeriksakan setiap hari, cidera atau fisura tersebut
dapat berlangsung tanpa diketahui sampai akhirnya terjadi infeksi yang
serius yaitu pengeluaran nanah, pembengkakan, kemerahan, akibat
selulitis yang akhirnya akan menimbulkan gangren (Smeltzer, 2001).
Gangren adalah suatu nekrosis atau kematian jaringan akibat
obstuksi, hilangnya, atau berkurangnya suplai darah di jaringan,
gangren dapat terlokalisasi pada daerah yang sempit atau dapat
melibatkan seluruh ekstrimitas atau organ (Carpenito,2007).
Dikenal beberapa macam gangren antara lain :
1. Gangren Kering yaitu keadaan nekrosis atau kematian jaringan
yang biasanya timbul pada jari-jari, dimana jaringan ujung jari-jari
tersebut sudah menjadi nekrotik karena suplai darah yang buruk
sehingga memudahkan dan mempercepat pertumbuhan jaringan
saprofit yang lama kelamaan mati dan menghitam. Biasanya
gangren kering terjadi pada ujung-ujung ekstrimitas bawah (ujung
jari kaki) (Smeltzer, 2001).
2. Gangren Basah yaitu keadaan nekrotik atau kematian jaringan yang
dapat melibatkan organ dalam akibat kurangnya suplai darah yang
diperoleh organ tersebut, seperti gangren yang terjadi pada
lengkung usus halus yang mengalami gangren dibagian kanan atas
akan menimbulkan kontak dengan usus bagian kanan bawah,
sehingga bakteri saprofit akan tumbuh subur pada jaringan yang
nekrotik, dan menyebar pada daerah yang terkena konta (Smeltzer,
2001).
3. Gaseus gangren/ gangren Gass yaitu keadaan nyeri akut dan hebat
yang sering berasal dari luka laserasi kotor hingga otot dan

5
jaringan subkutan menjadi terisi dengan gas dan eksudat
serosanguinossa yang disebabkan oleh bakteri anaerob misalnya C
sporogenes, C novyi, C septicum (Smeltzer, 2001).
Diabetes Melitus adalah suatu penyakit ancreas , dimana
karena adanya gangguan ancreas m zat hidrat arang yang kebanyakan
herediter dan klinis, sebagai akibat dari kurangnya insulin efektif baik
oleh karena adanya disfungsi sel beta ancreas atau ambilan glukosa di
jaringan perifer (biasanya DM Tipe-2), atau kurangnya insulin
absoulut (DM tipe 1) dengan tanda-tanda hiperglikemi dan glukosuria,
disertai dengan gejala klinis akut (poliuria, polidipsia, penurunan berat
badan) dan ataupun gejala kronik ataupun kadang-kadang tanpa gejala
(Dongoes, 2000).
2.1.2 Anatomi dan fisiologi

Gambar 2.1 Anatomi Pangkreas (Pearce, 2005).

6
Pancreas adalah sebuah kelenjar saluran cerna berwarna merah
muda keabuan yang berbentuk memanjang dengan panjang 12-15 cm
dan terletak melintang pada dinding abdomen dorsal, membelakangi
lambung, Pancreas menghasilkan :
1. Sekret eksokrin (getah pankreas) yang dicurahkan ke dalam
duodenum melalui ductus pancreaticus
2. Sekret endokrin (glukagon dan insulin) yang dicurahkan langsung
ke dalam darah.
Pankreas terdiri dari lobulus-lobulus, masing- masing terdiri
dari satu pembuluh kecil yang mengarah pada duktus utama dan
berakhir pada sejumlah alveoli, Alveoli dilapisi sel-sel yang
mensekresi enzim yang disebut tripsinogen, amilase dan lipase.
Tripsinogen diubah menjadi tripsin aktif oleh enterokinase, enzim
yang disekresi usus halus, dalam bentuk aktifnya, tripsin mengubah
pepton dan protein menjadi asam amino. Amilase mengubah zat pati
menjadi maltosa, dan Lipase mengubah lemak menjadi asam lemak
dan gliserol setelah empedu mengemulsi lemak (Smeltzer, 2001).
Caput pancreatis terletak dalam lengkungan duodenum. Caput
pancreatis memiliki bagian yang menonjol ke arah kranial kiri, dorsal
dari pembuluh mesenterica superior, dan dikenal sebagai processus
uncinatus. Ke arah dorsal caput pancreatis berbatas langsung pada
vena cava inferior, arteria renalis dextra dan vena renalis dextra dan
vena renalis sinistra. Ductus choledochus yang melintas ke duodenum,
terletak dalam alur pada permukaan dorsokranial caput pancreatis
(Smeltzer, 2001).
Collum pancreatis di sebelah dorsal beralur, disebabkan oleh
pembuluh mesenterica superior. Permukaan ventralnya tertutup oleh
peritoneum dan berbatas pada pylorus. Persatuan vena mesenterica
superior dengan vena splenica (lienalis) menjadi vena portae hepatis
terdapat dorsal dari collum pancreatis (Smeltzer, 2001).
Corpus pancreatis meluas ke kiri dengan melintasi Aorta dan
vertebra L2, dorsal dari bursa omentalis. Corpus pancreatis

7
berhubungan erat dengan pembuluh splenica (lienalis). Permukaan
ventral pancreas tertutup oleh peritoneum dan turut membentuk
palungan gaster (stomach bed). Permukaan dorsal pancreas yang sama
sekali tidak memiliki lapisan peritoneum, berhubungan dengan Aorta,
Arteria mesenterica superior, glandula suprarenalis sinistra dan ren
sinistra serta pembuluh renalis (Smeltzer, 2001).
Cauda pancreatis terletak antara kedua lembar ligamentum
splenorenale (lienorenale) bersama pembuluh splenica (lienalis).
Ujung cauda pancreatis biasanya menyentuh hilum splenicum.
Ductus pancreaticus berawal dalam cauda pancreatis dan
melalui massa kelenjar ke caput pancreatis untuk membelok ke kaudal
dan mendekati ductus choledochus (biliaris). Biasanya kedua ductus
ini bersatu, membentuk ampulla hepatopancreatica, sebuah pelebaran
pendek yang bermuara melalui ductus bersama ke dalam duodenum
pada puncak papilla duodeni major. Musculus sphincter ductus
pancreatici mengitari bagian akhir ductus pancreaticus (ductus
Wirsung) juga terdapat musculus sphincter ampullae
hepatopancreaticae (sphincter Oddi) mengitari ampulla
hepatopancreatica. Kedua sphincter tersebut mengatur aliran empedu
dan getah pancreas ke dalam duodenum (Smeltzer, 2001).
Ductus pancreaticus accesorius (ductus Santorini) menyalurkan
getah pancreas dari proccesus uncinatus dan bagian kaudal caput
pancreatis. Biasanya ductus pancreaticus accessorius berhubungan
dengan ductus pancreaticus major, tetapi pada sekitar 9% dari populasi
ductus pancreaticus accessorius tetap terpisah. Secara khas pipa ini
bermuara ke dalam duodenum pada papilla duodeni minor (Smeltzer,
2001).
Arteri-arteri pancreas berasal dari arteria
pancreaticoduodenalis. Sampai 10 cabang arteria splenica (lienalis)
mengantar darah kepada corpus pancreatis dan cauda pancreatis.
Arteria pancreaticoduodenalis anterior dan posterior, yakni cabang
arteria gastroduodenalis, dan ramus anterior arteria

8
pancreaticoduodenalis inferior dan ramus posterior arteria
pancreaticoduodenalis inferior, yakni cabang arteria mesenterica
superior, mengantar darah kepada caput pancreatis. Vena-vena
pancreas menyalurkan darah ke vena portae hepatis, vena splenica
(lienalis) dan vena mesenterica superior, tetapi yang terbanyak ke vena
splenica (lienalis) (Smeltzer, 2001).
Pembuluh limfe pancreas mengikuti pembuluh darah.
Terbanyak pembuluh ini berakhir pada nodi lymphoidei
pancreaticoduodenales sepanjang arteria splenica (lienalis), tetapi
beberapa pembuluh berakhir pada nodi lymphoidei pylorici. Pembuluh
eferen dari kelenjar-kelenjar itu ditampung oleh nodi lymphoidei
coeliaci, nodi lymphoidei hepatici, nodi lymphoidei mesenterici
superiores. Saraf-saraf pancreas berasal dari nervus vagus dan nervi
splanchnici thoracici. Serabut parasimpatis dan simpatis dari plexus
coeliacus dan plexus mesentericus superior mencapai pancreas dengan
mengikuti arteri-arteri (Soeparman, 2005).
2.1.3 Klasifikasi
Klasifikasi Diabetes Melitus menurut Smeltzer (2001), adalah
sebagai berikut:
1. DM tipe I (destruksi sel beta biasanya menjurus ke defisiensi
insulin absolut): Autoimun, Idiopatik.
Diabetes tipe ini hanya disebabkan oleh rusaknya sel-sel pada
pankreas karena infeksi virus dan sebagainya, sehingga kelenjar ini
hanya dapat menghasilkan sedikit sekali insulin atau tidak ada
sama sekali. Diabetes tipe ini termasuk tipe keturunan dan biasanya
diderita sejak masih kanak-kanak, mereka bergantung sepenuhnya
kepada suntikan insulin.
2. DM tipe II (biasanya berawal dari resistensi insulin yang
predominan dengan defisiensi insulin relatif menuju ke defek
sekresi insulin yang predominan dengan resistensi insulin).
Diabetes tipe ini memiliki sel-sel pankreasnya yang masih utuh
tetapi tidak dapat menghasilkan insulin dalam jumlah yang

9
dibutuhkan, lagi pula insulin yang hanya sedikit ini tidak
secepatnya tersalurkan/dialirkan ke dalam peredaran darah, berkat
diet yang tepat, olah raga teratur, dan tablet insulin, penyakit ini
bisa ditanggulangi.
3. DM tipe spesifik lain:
Diabetes tipe ini, penderita memiliki pankreas yang masih
berfungsi menghasilkan insulin, tetapi insulin ini tidak berfungsi
secara efisien. Hal ini disebabkan terlalu banyak lemak di dalam
tubuh, jenis diabetes ini sangat umum pada mereka yang menderita
kegemukan (obesitas).
a. Defek genetik fungsi sel beta
1) Maturiti Onset of The Young (MODY) 1.2.3.4.5.6 (yang
terbanyak MODY 3)
2) DNA mitokondria
3) dan lain-lain
b. Defek genetik kerja insulin
c. Penyakit eksokin pankreas
1) Pankreatitis
2) Tumor pankreatomi
3) Pankreatopati fibrokalkulus
4) dan lain-lain
d. Endokrinopati
1) Akromegali
2) Sindrom cushing
3) Feokromositoma
4) Hipertiroidisme
5) dan lain-lain
e. Karena obat/zat kimia
1) Vacor, pentamidin, asam nikotinat
2) Glukokortiroid, hormon tiroid
3) Tiazid, dilantin, interferon alfa dan lain-lain
f. Infeksi

10
Rubella kongenital, Cytomegalovirus(CMV)
g. Sebab imunologi yang jarang
1) Antibodi anti insulin
2) Lain-lain
h. Sindrom genetik yang lain berkaitan dengan DM
Sindrom down, sindrom klinefleter, sindrom turner dan lain-
lain (Ignatavicius, 2007).
2.1.4 Etiologi
Diabetes melitus mempunyai etiologi yang heterogen, dimana
berbagai lesi dapat insufisiensi insulin, tetapi determinan genetik
biasanya memegang peranan penting pada mayoritas diabetes melitus
(Smeltzer, 2001).
Faktor lain yang dianggap sebagai kemungkinan etiologi
diabetes melitus yaitu :
1. Kelainan sel beta pankreas, berkisar dari hilangnya sel beta sampai
kegagalan sel beta melepas insulin.
2. Faktor-faktor lingkungan yang mengubah fungsi sel beta, antara
lain agen yang dapat menimbulkan infeksi, diet dimana pemasukan
karbohidrat dan gula yang diproses secara berlebihan, obesitas dan
kehamilan.
3. Gangguan sistem imunitas. Sistem ini dapat dilakukan oleh
autoimunitas yang disertai pembentukan sel-sel antibodi
antipankreatik dan mengakibatkan kerusakan sel-sel penyekresi
insulin, kemudian peningkatan kepekaan sel beta oleh virus.
4. Kelainan insulin. Pada pasien obesitas, terjadi gangguan kepekaan
jaringan terhadap insulin akibat kurangnya reseptor insulin yang
terdapat pada membran sel yang responsir terhadap insulin (Wong,
2007).

11
2.1.5 Patofisiologi
Diabetes Melitus disebabkan oleh penurunan kecepatan insulin
oleh sel-sel beta pulau langerhans, sebagian besar patologi Diabetes
Melitus dikaitkan dengan satu dari tiga efek utama kekurangan insulin
sebagai berikut : (Engram, 2005)
Pengurangan penggunaan glukosa oleh sel-sel tubuh, yang
dapat menyebabkan peningkatan konsentrasi glukosa dalam darah
setinggi 300-1200 mg%/ml, peningkatan nyata mobilisasi lemak dari
penyimpanan lemak dapat menyebabkan kelainan metabolisme lemak
maupun pengendapan lipid pada dinding vaskular yang mengakibatkan
artetiosklerosis dan pengurangan protein dalam jaringan tubuh.
Tetapi selain itu dapat terjadi beberapa masalah patofisiologi
pada Diabetes Melitus yang tidak tampak, yaitu :
Kehilangan glukosa dalam urin pada penderita Diabetes
Melitus, yang masuk ke dalam tubulus ginjal dalam filtrat glomerulus
meningkat kira-kira 225 mg/menit, glukosa dalam jumlah bermakna
mulai dibuang ke dalam urin, dan jika jumlah filtrasi glomerulus yang
terbentuk tiap menit tetap, maka luapan glukosa terjadi bila kadar
glukosa darah meningkat melebihi 180 mg% akibatnya sering disebut
bahwa ambang darah untuk timbulnya glukosa dalam urin adalah
sekitar 180 mg% (Engram, 2005).
Kehilangan glukosa di dalam urin dapat menyebabkan diuresis
karena efek osmotik glukosa di dalam tubulus adalah mencegah
reabsorbsi cairan oleh tubulus, keseluruhan efeknya adalah dehidrasi
ruangan intrasel yang kemudian menyebabkan dehidrasi ruangan
extrasel juga, jadi salah satu gambaran Diabetes yang paling penting
adalah kecenderungan timbulnya dehidrasi ekstra sel dan intra sel, dan
ini juga sering disertai dengan kolapsnya sirkulasi dalam tubuh
(Ignatavicius, 2007).
Asidosis terjadi pada diabetes bila tubuh menggantungkan
hampir seluruh energinya pada lemak, kadar asam asetat dan asam
hidroksibutirat dalam cairan tubuh dapat meningkat dari 1 meq/L

12
sampai setinggi 10 meq/L, dan jelas ini mudah menyebabkan asidosis,
efek kedua yang biasanya lebih penting dalam menyebabkan asidosis
adalah pada peningkatan langsung asam amino keto dimana asam
amino keto adalah penurunan konsentrasi natrium yang disebabkan
oleh efek asam-asam keto yang mempunyai ambang eksresi ginjal
yang rendah, oleh karena itu bila kadar asam amino pada diabetes
meningkat sebanyak 100-200 gram maka akan dieksresikan ke dalam
urin setiap hari, dan karena mengandung asam amino yang kuat yang
sangat sedikit bisa dieksresikan dalam bentuk asam, dan sebagai
gantinya maka terjadi ikatan dengan natrium yang berasal dari cairan
intra sel, sebagai akibatnya konsentrasi natriun diganti oleh ion
hidrogen, jadi sangat meningkatkan terjadinya asidosis, dan jelas
semua reaksi yang terjadi dalam asidosis metabolik berlangsung pada
asidosis diabetika, termasuk pernafasan cepat dan dalam, namun yang
terpenting adalah asidosis dapat menyebabkan koma dan kematian.
(Syamsuhidayat, 2007).
1. Pada Diabetes tipe I: Pada diabetes tipe ini terdapat
ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta
pangkreas telah dihancurkan oleh proses autoimun, hiperglikemia
saat puasa yang terjadi akibat produksi glukosa yang tidak diukur
oleh hati, disamping itu glukosa yang berasal dari makanan yang
tidak bisa disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah
dan dapat menimbulkan postprandial yaitu puncak peningkatan
kadar gula dalam darah pada 2 jam sesudah makan. Jika
konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi ginjal tidak dapat
menyerap kembali glukosa yang tersaring keluar, akibatnya
glukosa tersebut muncul dalam urin yang disebut Glukosuria dan
ketika glukosa yang berlebihan itu dieksresikan ke dalam urin,
eksresinya ini biasanya akan disertai dengan pengeluaran cairan
dan elektrolit yang berlebihan, dan keadaan ini dinamakan
Diuresis Osmotik yang terjadi sebagai akibat terjadinya kehilangan
cairan tubuh yang berlebihan, yang ditandai dengan klien

13
mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) yang secara
langsung dapat menyebabkan peningkatan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga dapat mengganggu metabolisme protein dan
lemak yang menyebabkan penurunan berat badan, sehingga tidak
jarang ditemukan penderita Diabetes yang kurus, akibat terjadinya
penurunan berat badan (Brunner&Suddarth, 2001).
2. Diabetes tipe II: Pada diabetes tipe ini terdapat dua masalah utama
yang berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin normalnya insulin akan terikat dengan
reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya
insulin dengan reseptor tersebut terjadinya suatu rangkaian reaksi
dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada
diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini.
Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi
pengambilan glukosa jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin
dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah harus terdapat
peningkatan jumlah insulin yang disekresi.
3. Diabetes pada kehamilan/ Diabetes Gestasional : terjadi pada
wanita yang tidak menderita Diabetes Melitus sebelum
kehamilannya, dan Hiperglikemia terjadi selama kehamilan adalah
akibat sekresi hormon-hormon plasenta sehingga pada saat wanita
tersebut hamil dianjurkan memulai program terapi yang intensif
(pemeriksaan kadar glukosa darah empat kali per hari dan
pemberian suntikan insulin tiga hingga empat kali perhari), dengan
maksud untuk mencapai kadar hemoglobin dan glukosa darah yang
normal tiga bulan sebelum pembuahan. Pemantauan yang ketat dan
pemeriksaan oleh dokter spesialis untuk kehamilan berisiko tinggi
pada ibu dengan Diabetes Melitus sangat dianjurkan
(Brunner&Suddarth, 2001).

14
2.1.6 Pathway
WOC : Wab Of Caution
Usia > 65
2.1.3.1 - Obesitas imunolo Faktor
thn (proses - Hiperten gi lingkun
penuaan si (autoim gan
2.1.3.2
dan defek

2.1.3.3 Produ Merusak


Perubahan
reseptor ktif sel beta
hormon insulin pangkre
2.1.3.4
insulin, tidak
Kerusakan seimb
ang Kegagal
an
produksi
2.1.3.5
Resisten

Insulin
2.1.3.6
menjadi Penin
tidak gkata
n

Jumlah
2.1.3.7 Peningkat
insulin
an Pening
yang katan
glukosa
darah osmol
aritas
2.1.3.8
Sel beta
gagal Memper
membagi
2.1.3.9 cepat - Poli
terjadin dipsi
- Poli

ketidak
Penurun Penurun D seimban
an an aliran i gan Diit
sensitifit dengan
darah a
as
ischemia Hipoglikemia/
jaringan Hiperglikemia
Penurunan Resik
o - Kekakuan/
fungsi
kerus kelemahan exstrimitas
imunitas
akan - Perubahan Mual,
kartilago dalam munta
persendian h,
G Nafsu
a
Resi n
ko Ga I Nurisi
tingg ng n kurang
gu t dari

Gambar 2.2. Pathway Diabetes Meletus (Price, 2005)

15
2.1.7 Manifestasi Klinis
1. Gejala
a. Gejala Akut
Gejala pada klien Diabetes yang satu dengan yang lain
tidaklah selalu sama, gejala-gejala umumnya timbul dengan
tidak mengurangi kemungkinan adanya variasi gejala yang lain,
dan bahkan ada penderita Diabetes yang tidak menunjukkan
gejala apapun sampai pada suatu saat tertentu (Tambayong,
2007).
Pada permulaan gejala yang timbul meliputi tiga yaitu:
1) Polifagia/ banyak makan
Sejumlah besar kalori hilang ke dalam air kemih,
penderita mengalami penurunan berat badan, untuk
mengkompensasikan hal ini penderita sering merasakan
lapar yang luar biasa sehingga banyak makan.
2) Polidipsia/ banyak minum
Akibat poliuri maka penderita merasakan haus yang
berlebihan sehingga banyak minum.
3) Poliuria/banyak kencing
Gejala awal berhubungan dengan efek langsung dari
kadar gula darah yang tinggi. Jika kadar gula darah sampai
di atas 160-180 mg/dl, maka glukosa akan sampai ke air
kemih, jika kadarnya lebih tinggi, ginjal akan membuang
urin tambahan untuk mengencerkan sejumlah besar glukosa
yang hilang, karena ginjal menghasilkan air kemih dalam
jumlah yang berlebihan, maka sering berkemih dalam
jumlah yang banyak.
4) Berat badan menurun meskipun banyak makan dan minum
5) Sering merasa lelah dan mengantuk
6) Mudah timbul bisul dan lama sembuhnya
7) Gatal-gatal terutama pada bagian luar alat kelamin
8) Nyeri otot

16
9) Menurunnya gairah seksual
10) Penglihatan kabur, sering ganti ukuran kaca (Sudoyo,
2007).
Dalam keadaan ini penderita biasanya menunjukkan
peningkatan berat badan yang terus naik (gemuk), karena pada
saat ini kebutuhan insulin masih mencukupi, dan bila keadaan
tersebut tidak lekas diobati maka lama kelamaan mulai terjadi
kemunduran kerja insulin, kemudian tidak terjadi 3P lagi
melainkan 2P saja yaitu nafsu makan mulai berkurang, banyak
minum atau polidipsi, banyak kencing atau poliuria, mudah
lelah, berat badan turun dengan cepat yaitu turun sampai 5-10
kg dalam 2-4 minggu, dan bila tidak cepat diobati maka dapat
timbul rasa mual bahkan penderita dapat tidak sadarkan diri
akibat peningkatan kadar glukosa yang sangat tinggi, biasanya
600 mg % yang disebut dengan Koma Diabetika.
b. Gejala kronik
Kadang-kadang penderita Diabetes Melitus tidak
menunjukkan adanya gejala akut atau mendadak, tetapi
penderita tersebut tidak menunjukkan gejala-gejala sesudah
beberapa bulan atau beberapa tahun mengidap penyakit
Diabetes Melitus, yang biasa disebut gejala kronis menahun,
dan gejala kronis yang sering timbul adalah: Kesemutan, rasa
panas di kulit, rasa tebal di kulit, kram, capai, ngantuk, mata
kabur yang berubah-ubah, gatal di sekitar kemaluan terutama
pada wanita, gigi mudah goyah dan lepas, kemampuan seksual
menurun, sering pada ibu hamil mengalami keguguran, atau
melahirkan bayi mati (Smeltzer, 2001).
2. Tanda
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan :
a. Test urin reduksi dan sedimen positif.
b. Kadar gula darah puasa lebih dari 120 mg/dl.
c. Glukosa darah 2 jam post puasa lebih dari 200 mg/dl.

17
2.1.8 Pemeriksaan Diagnostik
1. Tes glukosa darah kapiler
Tes finger-prick blood sugar screening atau gula darah
stick dilakukan untuk memeriksa glukosa darah puasa (70-110
mg/dl), 2 jam sesudah makan, maupun yang sewaktu atau acak (<
140mg/dl) (Tandra, 2008).
2. Tes glukosa darah vena
Dilakukan untuk menilai kadar glukosa darah setelah puasa
minimal 8 jam dan glukosa darah 2 jam sesudah makan dengan
tetap mengkonumsi obat dan suntik insulin seperti biasa,
sebagaimana diinstruksikan oleh dokter pada control sebelumnya.
Glukosa darah puasa memberi gambaran bagaimana glukosa darah
kemarin harinya, sedangkan yang 2 jam pp untuk melihat kira-kira
bagaimana hasil minum obat yang diberikan dan diet pada pagi itu
(Tandra, 2008).
3. Tes toleransi glukosa
Tes yang dilakukan saat tes glukosa darah kapiler atau vena
tidak bisa memastikan individu mengidap diabetes atau tidak
dengan cara setelah 10 jam puasa dilakukan cek glukosa darah, lalu
individu mengkonsumsi 75 gram glukosa dan 2 jam kemudian
diperiksa lagi glukosa darahnya dengan hasil normal < 140 mg/dl
(Tandra, 2008).
4. Tes glukosa urine
Dilakukan untuk mendeteksi adanya glukosa dalam urine
pada penderita DM (Tandra, 2008).
5. Tes HbA1c (Glycated Hemoglobin atau Glycosylated Hemoglobin)
Glukosa darah yang tinggi akan diikat pada molekul
hemoglobin (Hb) dalam darah, dan akan bertahan dalam darah
sesuai dengan usia hemoglobin, yaitu 2-3 bulan. Makin tinggi
glukosa darah, makin banyak molekul hemoglobin yang berkaitan
dengan gula. Tes ini dilakukan 2-3 bulan seklali dan digunakan
untuk memantau pengobatan diabetes, serta menilai keberhasilan

18
diet dan olahraga yang dilakukan (Tandra, 2008).
2.1.9 Penatalaksanaan
Menurut Ignatavicius (2007), Penatalaksanaan Diabetes
Melitus berupa serangkaian aturan yang ketat yang harus dilakukan,
dimana terdapat empat konsep dasar pada pengobatan Diabetes
Melitus:
1. Diet Diabetes Melitus
Berbeda dengan diet Diabetes di negara barat yang
biasanya mengandung karbohidrat sekitar 40%-50%, lemak
30-35%, protein 20-25%.
Menurut Ignativicius (2007), di Indonesia diet disesuaikan
dengan keadaan klien, dimana jumlah kalori diperhitungkan
sebagai berikut: Berat badan ideal = (TB cm - 100) kg-10 % pada
waktu istirahat, dan diperlukan 25 kal/kg BB ideal.
Kemudian diperhitungkan pula :
a. Aktivitas: kerja ringan ditambah 10-20%, kerja sedang
ditambah 30%, kerja berat ditambah dengan 50%, dan kerja
berat sekali misalnya buruh kasar ditambah 75%.
b. Berat badan sebenarnya : gemuk dikurangi 20-30%, kurus
ditambah 20-30%.
c. Stres (infeksi, operasi) : ditambah dengan 20-30%, karbohidrat
diberikan sesuai dengan menu orang Indonesia rata-rata
sehingga bisa lebih murah yaitu: 60-70% dari kalori lebih baik
diberikan karbohidrat berupa tepung daripada bentuk gula,
karena gula terlalu cepat diserap sehingga dapat menyebabkan
perubahan cepat dalam sistem di tubuh, sedangkan tepung
dicerna dulu baru diserap perlahan-lahan.
d. Protein harus cukup yaitu sedikitnya 1 gr/kgBB untuk orang
dewasa dan 2-3 gr/kgBB untuk anak-anak.
e. Lemak sebaiknya dikurangi terutama yang banyak
mengandung lemak jenuh dan kolesterol, yang baik adalah
lemak jenuh yang terkandung dalam jenis makanan seperti:

19
lemak hewan, kuning telur, coklat, kream, sedangkan yang
banyak mengandung lemak tidak jenuh: minyak jagung,
minyak kapas dan minyak bunga matahari.
2. Latihan Fisik atau Olah Raga
Sudah lama diketahui bahwa olah raga dapat menimbulkan
penurunan kadar glukosa darah yang disebabkan oleh karena
peningkatan penggunaan glukosa dalam pembuluh darah perifer,
hal ini berlaku pada orang normal maupun pada penderita Diabetes
Melitus ringan. Tetapi jika kadar glukosa darah tinggi yaitu 32 mg
% atau lebih dan apabila ada ketosis, olahraga sebaliknya akan
menyebabkan keadaan menjadi semakin parah, gula darah dan
ketonemia akan semakin meninggi, karena ketogenesis yang terjadi
selama olah raga itu berlangsung dan terus sekalipun olah raga itu
sudah selesai, sehingga hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya
ketosis pasca olah raga. Sebenarnya hal tersebut tidak terjadi jika
sebelum olah raga diberikan reguler insulin subcutan 1/3 dosis
harian 1 jam sebelum olah raga dimulai yang akan menyebabkan
kadar glukosa dalam darah akan turun waktu olah raga. Wahren
dkk (Kapita Selekta Kedokteran)
3. Pendidikan Kesehatan
Penyuluhan kesehatan pada klien Diabetes Melitus dapat
dilakukan dengan beberapa cara atau melalui beberapa media
misalnya: TV, kaset video, diskusi kelompok, poster, leaflet dan
lain sebagainya, penyuluhan kesehatan ini sangat penting agar
regulasi Diabetes Melitus mudah tercapai, dan komplikasi Diabetes
Melitus dapat dicegah peningkatan jumlah dan frekwensinya.
Adapun beberapa hal yang perlu dijelaskan pada penderita
Diabetes Melitus adalah:
a. Apakah penyakit Diabetes Melitus itu ?
b. Cara diit yang benar
c. Latihan ringan, sedang, teratur, setiap hari tidak boleh latihan
yang berat seperti berenang dan lain-lain

20
d. Menjaga kebersihan bagian bawah (daerah tungkai, ujung kaki)
e. Tidak boleh menahan kencing (karena retensi urin dapat
memudahkan infeksi saluran kemih)
f. Komplikasi-komplikasi lain yang dapat timbul
4. Obat Hipoglikemik/Anti Diabetes (OAD dan Insulin)
Obat Hipoglikemik: Tablet OAD (obat anti Diabetes)OAD
sejak tahun 1953 telah dicoba khasiatnya selama 20 tahun untuk
menurunkan kadar glukosa dalam darah, dan akhirnya pada tahun
1954 mulai dicoba oleh Frangke dan Fusch pada manusia yang
menderita Diabetes Melitus.
Mekanisme kerja OAD (Sulfonilurae dan Biguanide) cara
kerja yang tepat dari OAD masih kontroversial, tetapi penulis
mencoba merangkum berdasarkan hasil sensitivitas insulin, dengan
demikian maka haruslah dipahami betul mekanisme kerja insulin di
daerah prereseptor, reseptor dan pasca reseptor, dimana yang
prereseptor dapat dibedakan jenis pankreatik dan ekstra pankreatik.
a. Cara kerja Sulfonilurea
1) Merangsang sel beta pankreas untuk menghasilkan insulin.
2) Menghalangi peningkatan insulin.
3) Mempertinggi kepekaan jaringan terhadap insulin.
4) Menekan pengeluaran glukagon.
Contohnnya: tolbutamid, gliclazid
b. Cara kerja Biguanid
1) Meningkatkan uptake glukosa oleh jaringan perifer
sehingga dapat bekerja walaupun pankreas rusak.
2) Menurunnya glukogenesis dalam hati dan ginjal.
3) Tidak bekerja hipoglikemik pada orang non diabetes.
4) Menghalangi proses lipogenesis (pembentukan lemak).
5) Menurunkan kadar kolesterol dalam darah dan
menyebabkan berat badan menurun.

21
c. Sedangkan obat suntik berdasarkan cara kerjanya dibedakan
menjadi tiga yaitu :
1) Insulin kerja cepat, contohnya reguler insulin.
2) Insulin kerja sedang.
3) Insulin kerja lambat contohnya Protamizid Zing Insulin
2.1.10 Komplikasi Diabetes Melitus
Komplikasi Diabetes Melitus merupakan faktor yang
membahayakan jiwa penderita, dengan adanya insulin komplikasi akut
dapat dicegah, akan tetapi harapan hidup penderita yang lebih panjang
sulit dihindarkan terjadinya komplikasi kronik (Syamsuhidayat, 2007).
1. Komplikasi Metabolik Akut
Selain hipoglikemia klien rentan terhadap dua penyakit
metabolik nonketotik, yaitu ketoasidosis diabetik merupakan
komplikasi IDDM (Independent Insulin Diabetes Melitus)
sedangkan koma hiperosmoler nonketotik biasanya terjadi pada
NIDDM (Non Independent Insulin Diabetes Melitus) dan jarang
terjadi, kecuali terjadi pada NIIDM sejati. Reaksi Hipoglikemia
yaitu gejala yang timbul akibat tubuh kekurangan gula yaitu rasa
lapar, gemetar, keringat dingin, koma diabetika yaitu kadar glukosa
melebihi 600 mg%. Gejala: nafsu makan menurun, haus, banyak
minum, banyak kencing, sering biasanya disertai panas karena
infeksi (Engram,2005)
2. Komplikasi Metabolik Kronik
a. Kelainan sirkulasi : Hipertensi, IMA, Isufisiensi koroner dan
lain-lain.
b. Kelainan mata : Retinopati Diabetika, katarak, dan lain-lain
c. Kelainan syaraf : CVD, Neuropati Diabetika merupakan
gangguan metabolisme syaraf sebagai akibat terjadinya
hiperglikemia kronis, yang secara umum diyakini bahwa
terdapat dua kelompok gangguan patologis yang sangat penting
pada patogenesis neuropati.
d. Kelainan Pernafasan : TBC dan lain-lain

22
e. Kelainan ginjal : Pielonefritis, glomerulonekrosis dan lain-
lain.
f. Kelainan kulit/ekstrimitas: ganggren, furunkel, karbunkel, dan
Ulkus kaki.
Ulkus kaki adalah berkembangnya ulkus pada kaki dan
tungkai bawah, ulkus terutama terjadi karena distribusi tekanan
abnormal sekunder karena neuropati diabetik.
g. Kelainan Hati : Sirosis Hepatis
h. Asidosis

23
2.1 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
Dalam pelaksanaan tugasnya seorang perawat harus berpedoman pada
proses keperawatan yaitu metode pemberian asuhan keperawatan yang logis,
sistematis, dramatis, teratur yang mempunyai tahap-tahap yaitu: pengkajian
keperawatan, diagnosa keperawatan, rencana keperawatan, pelaksanaan, dan
evaluasi (Nursalam, 2008).
2.2.1 Pengkajian
Menurut Nursalam (2008), pengkajian adalah langkah awal
dalam proses keperawatan secara keseluruhan, tahapan pengkajian
terdiri atas pengumpulan data, analisa data dan perumusan diagnosa
keperawatan, yang meliputi:
1. Data Biografi
Identitas klien : Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku
bangsa, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, alamat, tanggal
masuk Rumah Sakit, nomor Rekam Medik, diagnosa medis dan
sumber biaya, penanggung jawab.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Pada keluhan utama ditanyakan adalah keluhan atau
gejala apa yang manyebabkan klien datang berobat, yang akan
muncul saat awal dilakukan pengkajian pertama kali, Biasanya
pada kasus Diabetes Melitus, klien datang ke rumah sakit
setelah terjadi komplikasi, sehingga keluhan utamanya seperti
tidak ada nafsu makan, kuat minum dan kuat kencing, badan
lemas, luka yang tidak sembuh-sembuh, kesemutan.
b. Riwayat penyakit sekarang
Riwayat mengenai penyakit saat ini, yang dimulai dari
akhir masa sehat yang ditulis secara kronologis sesuai urutan
waktu, dicatat perkembangan dan perjalanan penyakitnya,
keluhan utama, dan gejala yang muncul seperti polifagia,
polidipsia, poliuria umumnya dialami oleh penderita Diabetes
Melitus, tetapi hal itu jarang diperhatikan sehingga klien yang

24
diopname di rumah sakit biasanya yang sudah mengalami
komplikasi TBC, Gangren, dan lain-lain, dan keluhan
utamanya biasanya keluhan yang lanjut dari Diabetes Melitus
seperti tidak ada nafsu makan, kuat minum dan kencing, badan
lemas, luka tidak sembuh-sembuh dan lain-lain. Riwayat
penyakit keluarga sering ditemukan pada penderita Diabetes
Melitus dan ada riwayat melahirkan bayi besar dengan BBL >
400 gr juga merupakan salah satu faktor pencetus.
c. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit dahulu mencakup anamnesis tentang
penyakit sistem cardiovaskular, sistem pernafasan, sistem
pencernaan, kulit, adanya penyakit infeksi dll, yang dicatat
adalah keterangan terperinci mengenai semua penyakit dan
komplikasi yang pernah dialami, dan sedemikian mungkin
dicatat menurut urutan waktu.
d. Riwayat penyakit keluarga
Pada pengumpulan data tentang riwayat penyakit
keluarga adalah bagaimana riwayat kesehatan dan keperawatan
yang dimiliki pada salah satu anggota keluarga, pada klien
dengan Diabetes Melitus ditanyakan apakah ada keluarga yang
menderita penyakit yang sama dengan klien, penyakit kronis
atau penyakit degeneratif lainnya, serta upaya apa yang
dilakukan jika mengalami sakit.
3. Riwayat Bio-Psiko-Sosial-Spiritual, menurut Virginia Handerson
a. Pola Pernafasan
Pada pola pernafasan diperhatikan adalah frekwensi
pernafasan, gerakan dinding dada, pernafasan cuping hidung,
apakah klien merasa sesak, pada klien dengan Diabetes Melitus
biasanya tidak mengalami gangguan pada sistem pernafasan.
b. Pola Nutrisi
Pada pola nutrisi yang ditanyakan adalah diet khusus,
suplement yang dikonsumsi, instruksi diet sebelumnya, nafsu

25
makan, jumlah cairan dan makanan yang masuk perhari, ada
tidaknya mual, muntah, kesulitan menelan, penggunaan gigi
palsu, riwayat penyembuhan kulit, ada tidaknya masalah dalam
status gizi dll, pada klien dengan Diabetes Melitus mengalami
gangguan atau perubahan dalam memenuhi kebutuhan nutrisi.
Klien mengalami peningkatan nafsu makan, klien sering
merasa lapar dan haus, sehingga klien menjadi banyak makan
dan banyak minum.
c. Eliminasi
Pada pola ini yang perlu ditanyakan adalah jumlah
kebiasaan defekasi perhari, ada tidaknya konstipasi, diarhea,
inkontinensia, kebiasaan berkemih, ada/tidaknya disuria,
nocturia, urgensi, hematuri, retensi, inkontinentia, ada/tidaknya
terpasang kateter, Pada klien dengan Diabetes Melitus
mengalami gangguan dalam BAK, karena efek peningkatan
asupan cairan melalui Diit yang juga berhubungan dengan efek
peningkatan kadar gula dalam darah, sehingga ginjal akan
menghasilkan urin dalam jumlah berlebih,yang menjadikan
klien menjadi sering BAK.
d. Gerak dan Keseimbangan Tubuh
Pada Aktivitas dibatasi untuk bergerak dan harus tirah
baring untuk mengurangi nyeri, klien dengan Diabetes Melitus
klien akan mengalami gangguan gerak atau aktivitasnya dapat
diakibatkan karena kelemahan, atau akibat salah satu bagian
ekstrimitasnya mengalami gangguan, misalnya kelemahan otot,
atau adanya luka Ulkus atau gangren.
e. Istirahat Tidur
Pengkajian pola istirahat tidur ini yang ditanyakan
adalah jumlah jam tidur pada malam hari, pagi, siang, merasa
tenang setelah tidur, masalah selama tidur, adanya terbangun
dini, insomnia atau mimpi buruk. Pada klien dengan Diabetes
Melitus kien biasanya mengalami kesulitan dalam istirahat dan

26
tidurnya karena merasa lapar, haus, atau ingin berkemih.
f. Kebutuhan berpakaian
Tidak mengalami gangguan dalam memenuhi
kebutuhan berpakain.
g. Mempertahankan temperatur tubuh dan sirkulasi
Pada klien dengan Diabetes Melitus tidak terjadi
gangguan dalam hal temperatur atau sirkulasi.
h. Hygiene
Pada pengumpulan data, klien tidak mengalami
hambatan untuk melakukan (menjaga) kebersihan dirinya,
kemungkinan klien mengalami hambatan dalam pemenuhan
personal hygienenya, pada klien Diabetes Melitus dengan luka
gangren mengalami gangguan dalam hygienenya, hal itu
berhubungan dengan kebersihan dan bau yang ditimbulkan
oleh luka gangren tersebut.
i. Keamanan dan kenyamanan
Pada pengumpulan data akan ditemukan gangguan rasa
aman dan nyaman karna rasa nyeri akan timbul saat klien
melakukan aktivitas yang berat, dalam kebutuhan keamanan ini
perlu ditanyakan apakah klien tetap merasa aman dan
terlindungi oleh keluarganya.
j. Status sosial
Bagaimana hubungan klien dengan keluarga, tetangga
maupun orang lain, serta begaimana klien berinteraksi dengan
lingkungannya.
k. Spiritual
Yang perlu diperhatikan adakah perubahan saat klien
masih sehat dengan saat kilen sakit, biasanya tidak mengalami
hambatan dalam melakukan ibadah, pada keadaan spiritual ini
perlu diketahui tentang agama yang dianut klien apakah tetap
melakukan ajaran agama yang dianutnya atau terganggu karena
penyakit yang dialami.

27
l. Aktivitas
Pada pengumpulan data ini yang perlu ditanyakan
adalah pola aktivitas klien mengalami gangguan, karena pada
klien Diabetes Melitus aktivitasnya terganggu karena kebiasaan
sehari tidak dapat dilakukan atau tidak dapat terpenuhi dengan
baik jika keadaan umumnya sudah memburuk.
m. Kebutuhan bermain dan rekreasi
Pada pengumpulan data hal yang perlu diperhatikan
adalah hal-hal apa saja yang membuat klien merasa tenang,
biasanya klien tidak bisa memenuhi kebutuhan bermain dan
rekreasi karena harus istirahat yang cukup, pada klien dengan
Diabetes Melitus tidak dapat memenuhi kebutuhan, bermain
dan rekreasi karena dalam kondisi lemah.
n. Kebutuhan Bekerja
Klien dengan Diabetes Melitus mengalami gangguan
dalam bekerja jika keadaan umumnya sudah lemah dan buruk,
disertai dengan komplikasi.
4. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan Umum
Data Biologis : Biasanya klien dengan gejala awal akan
mengeluh kuat makan, kuat minum, kuat kencing, dan jika telat
berobat maka keluhan klien menjadi nafsu makan menurun
bahkan hilang, kesemutan, mata kabur, luka yang sulit sembuh,
gatal-gatal, porsi makan yang tidak habis, pusing bila duduk
lama, mengeluh cepat lapar dan cepat kenyang, ADL dibantu.
Data Psikologis : ketakutan, stress, kecemasan, kebingungan,
sering bertanya tentang penyakit dan kesembuhan lukanya,
mengeluh tidak bisa tidur, tatapan mata kosong, tegang.

28
b. Pemeriksaan Fisik
Metode yang dapat digunakan untuk pemeriksaan fisik,
yaitu inspeksi, auskultasi, palpasi, perkusi, meliputi pengkajian
keadaan umum dan status generalis (Head to toe)
1) Inspeksi: sering dijumpai status dehidrasi, gelisah,
keringat dingin, katarak, bintik-bintik coklat pada tulang
kering, meringis, gugup, ngantuk, gemetar.
2) Palpasi: nadi cepat, terdapat pembesaran hati, bila disertai
neuropatik maka akan ada sensasi terhadap jarum, rasa
getar serta reflek pergerakan kaki akan hilang.
3) Auskultasi: diketahui adanya gagal jantung, radang paru-
paru, hipertensi atau hipotensi.
5. PemeriksaanPenunjang
a. Pemeriksaan Darah
Glukosa Darah Puasa (GDP) : Diatas 120 mg / dl
Glukosa Darah 2 Jam PP : Diatas 200 mg / dl
Glukosa Darah Acak : Diatas 200 mg / dl
b. Urin
Pemeriksaan reduksi biasanya 3 kali sehari dilakukan
30 menit sebelum makan, dapat juga 4 kali sehari, tetapi lebih
lazim dilakukan 3 kali sehari sebelum makan. Urin reduksi
normal warna biru, bila terdapat glukosa dalam urin :
Warna hijau :+
Warna kuning : ++
Warna merah : +++
Warna merah bata / coklat : ++++

29
6. Analisa data
Merupakan upaya untuk memberikan justifikasi pada data
yang telah dikumpulkan dengan melakukan perbandingan data
subjektif dan objektif yang didapatkan dari berbagai sumber
dengan berdasarkan standar nilai normal (Hidayat, 2008).
No Symptom Etiologi Problem
1 DS : Pelebaran luka Gangguan rasa
Klien mengeluh kesakitan gangren nyaman nyeri
pada daerah sekitar lukanya
DO :
1. Ada luka mengenai syaraf tepi
gangren di jari kaki (Os
Metatarsal 3, 4, 5) sebelah
kiri, klien tampak meringis menekan reseptor
2. Nadi : 88x / nyeri
mnt
3. Skala nyeri 4
(0-5 Mc. gill) skala nyeri : P: Infuls nyeri
Nyeri terasa pada kulit disampaikan
sekitar luka gangren di Os
metatarsal 3,4,5 sinistra,
Q:Nyeri terasa seperti Nyeri
terbakar, R:Nyeri pada
daerah luka dan kulit sekitar
luka gangren, S : Skala nyeri
4 (0-5 Mc gill), T : Nyeri
menetap
2 DS : Tingginya kadar Kerusakan
Klien merasa gatal pada glukosa/gula dalam integritas kulit
daerah sekitar luka (pada darah
kaki sebelah kiri, Os
metatarsal 3,4,5)
DO : Penurunan aliran
1. Ada luka darah ketungkai
gangren pada Os metatarsal
3,4,5
2. Klien tampak Ischemia
meringis
3. Kulit tampak
kemerahan dan terkelupas di Penurunan sensitifitas
daerah sekitar kulit dingin, panas, Nyeri

Penurunan fungsi
imun

30
3 DS: Tingginya kadar Risiko tinggi
Klien mengeluh gatal, terasa glukosa dalam darah penyebaran
panas dan kulit menegang infeksi
disekitar daerah luka
DO: Penurunan aliran
1. Didaerah darah ketungkai
sekitar luka tampak
kemerahan
2. Didaerah Ischemia jaringan
sekitar luka tampak bengkak
3. Ada nyeri
tekan di daerah sekitar luka Gangren

Resti penyebaran
infeksi
4 DS : Peningkatan kadar Gangguan
1. Klien glukosa dalam darah pemenuhan
mengeluh cepat lapar dan kebutuhan
cepat kenyang nutrisi
2. Klien Peningkatan
mengeluh merasa mual saat osmolaritas oleh
makan glukosa
DO :
1. Nafsu makan
klien berkurang Ketidak seimbangan
2. Mukosa oral antara Diit, dengan
kering Pemberian Obat Anti
3. Turgor kulit Diabetika oral (OAD)
menurun dan Terapi insulin.
4. BB ideal (165
cm- 100) - 10 % (65- 6,5)=
58, 5 Hipoglikemia
5. BB sekarang :
45 kg
6. Klien tidak Nafsu makan
mampu menghabiskan berkurang, mual,
semua porsi yang di muntah
sediakan di rumah sakit
7. Klien tampak
lemah Intake berkurang

Nutrisi kurang dari


kebutuhan tubuh

31
5 DS : Ketidak seimbangan Keterbatasan
1. Klien antara Diit, dengan aktivitas.
mengatakan badannya terasa Pemberian Obat Anti
lemas Diabetika oral (OAD)
2. Klien dan Terapi insulin
mengeluh pusing setelah
duduk yang lama.
DO : Hipoglikemia
1. Klien tampak
mengantuk, sering tertidur
dipagi hari, Kelemahan otot,
2. Adanya luka Kekakuan extrimitas
gangren pada jari kaki kiri
(os metatarsal 3,4,5)
3. Pemenuhan Kerusakan mobilitas
kebutuhan sehari- hari fisik
(ADL) dibantu oleh perawat
dan keluarga
Keterbatasan
aktivitas
6 DS : Perubahan status Kecemasan
Klien sering bertanya kesehatan dan kurang
tentang penyakit dan pengetahuan klien
kesembuhan lukanya tentang penyakitnya
DO :
Klien tampak gelisah,
tatapan mata kosong. Kurang pengetahuan

Kecemasan

32
2.2.2 Perumusan Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang
menjelaskan respon manusia (status kesehatan/resiko perubahan pola)
dari individu atau kelompok dimana perawat secara akuntabilitas
dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk
menjaga status kesehatan menurunkan, membatasi, mencegah dan
merubah (Carpenito, 2007).
Adapun diagnosa yang bias muncul pada klien dengan Diabetes
Melitus menurut Nanda (2006) adalah sebagai berikut:
1. Gangguan rasa nyaman nyeri sehubungan dengan luka gangren
yang melebar sehingga mengenai syaraf tepi ditandai dengan klien
mengeluh kesakitan, tampak meringis, ada luka gangren.
2. Gangguan integritas kulit sehubungan dengan terganggunya
sirkulasi darah ditandai dengan klien mengeluh gatal-gatal, adanya
luka gangren.
3. Risiko tinggi infeksi sehubungan dengan tingginya kadar glukosa
dalam darah, menyebabkan aliran darah terganggu, sehingga dapat
merusak jaringan kulit seperti gangren.
4. Nutrisi berhubungan dengan terjadinya Hipoglikemia/
Hiperglilkemia ditandai dengan terjadinya peningkatan/penurunan
kadar glukosa/gula darah, mengeluh cepat lapar dan cepat kenyang,
tidak mampu menghabiskan porsi makan yang disediakan.
5. Keterbatasan aktivitas sehubungan dengan adanya luka gangren,
dan ketidakseimbangan antara diit dengan terapi insulin, ditandai
dengan klien mengatakan badannya lemas, luka pada ekstimitas,
klien tampak gugup, gemetar, pemenuhan kebutuhan sehari-hari
(ADL) dibantu.
6. Kecemasan sehubungan dengan perubahan status kesehatan,
ketidaktahuan klien tentang penyakitnya dan luka komplikasinya
ditandai dengan klien mengatakan sulit tidur, sering bertanya
tentang penyakitnya, dan kesembuhan lukanya, klien tampak
tegang, dan gelisah, tatapan mata kosong.

33
2.2.3 Rencana Keperawatan
Perencanaan keperawatan adalah suatu penyusunan rencana
tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk menanggulangi
masalah kesehatan sesuai dengan diagnosa keperawatan yang timbul
atau telah ditentukan dengan tujuan terpenuhinya kebutuhan klien
(Nursalam, 2008).

34
Adapun rencana keperawatan sesuai dengan Diagnosa
keperawatan di atas yaitu :

Diagnosa
No NOC NIC Rasional
Keperawatan
1 Gangguan rasa Setelah dilakukan a. Obs a. Untuk mengetahui
nyaman nyeri tindakan perawatan ervasi keadaan umum keadaan kesehatan klien
sehubungan dengan selama 3 hari (3 x 24 klien
luka gangren yang jam) nyeri dapat b. Sebagai data awal
melebar sehingga berkurang dan b. Obs untuk mengetahui status
mengenai syaraf tepi akhirnya hilang, ervasi tanda- tanda kesehatan klien
ditandai dengan dengan kriteria hasil: vital klien c. Dengan mengetahui
klien Klien - Klien tidak kualitas dan kuantitas
mengeluh mengeluh c. Obs nyeri dapat disesuaikan
- kesakitan pada kesakitan, tidak ervasi kualitas dan dengan terapi
daerah sekitar meringis, keadaan intensitas nyeri pengobatan dan
lukanya, Ada luka luka membaik. perawatan yang
gangren di jari diberikan.
kaki (os metatarsal d. Posisi tidur diatur
3,4,5 sinistra) agar tidak menekan luka
karena penekanan pada
d. Anj luka dapat menghambat
urkan klien untuk vaskulerisasi jaringan
mengatur posisi dan dapat meningkatkan
tubuhnya agar luka rasa nyeri
tidak tertekan
e. Jika alat dan
penanganan luka
dilakukan secara steril
dapat mem-percepat
e. Jag proses kesembuhan luka
a kesterilan alat dan sehingga nyeri akan
teknik steril dalam menghilang.
mengobati luka. f. Dengan konsultasi
dengan dokter akan
memberikan manfaat
dalam pemberian terapi
pengobatan dan
f. Kon perawatan selanjutnya
sultasi pada dokter jika g. Tehnik pembalutan
nyeri tidak bisa hilang luka yang terlalu ketat
akan menekan luka dan
dapat meningkatkan
nyeri
g. Teh
nik pembalutan luka
yang tidak terlalu ketat

35
2 Gangguan integritas Setelah dilakukan a. Beri a. De
kulit sehubungan tindakan perawatan penjelasan kepada ngan memberikan
dengan Tingginya selama 3 hari (3x klien tentang proses penjelasan tentang proses
kadar glukosa/gula 24 jam), luka penyembuhan lukanya penyembuhan
dalam darah, membaik dan yang lama lukanya, disamping
menyebabkan aliran integritas kulit baik untuk persiapan mental
darah terganggu dengan kriteri juga agar klien lebih
sehingga dapat hasil: berpartisipasi dalam
merusak jaringan - Klien tidak lagi mempercepat proses
kulit ditandai dengan mengeluh kulitnya penyembuhan lukanya.
klien mengeluh gatal-gatal. b. Pert b. Pri
Klien - Integritas kulit ahankan prinsip steril nsip perawatan luka steril
- merasa gatal pada terjaga dalam perawatan akan mencegah terjadinya
daerah sekitar luka - Luka membaik. luka infeksi kuman.
(pada kaki sebelah c. Ra c. M
kiri) klien tampak wat luka 1 x sehari erawat luka 1 kali sehari
meringis gatal- akan mempercepat proses
gatal,adanya luka penyembuhan luka,
gangren pada os sehingga bisa tampak
metatarsal 3,4,5 perkembangan keadaan
lukanya.

d. Beri d. Pe
obat antidiabetika mberian obat
sesuai program antidiabetika dapat
pengobatan mencegah terjadinya
infeksi berlanjut.
e. Anj e. keb
urkan pada klien ersihan diri yang terjaga
untuk selalu menjaga dapat mengurangi Risiko
kebersihan dirinya terjadinya kerusakan
integritas kulit

36
3Risiko tinggi infeksi Setelah dilakukan a. Observasi tanda- a. Deteksi dini
3 sehubungan dengan tindakan tanda infeksi untuk penanganan lebih
tingginya kadar keperawatan selama dini
glukosa dalam darah 3x 24 jam tidak b. Lakukan cuci
, menyebabkan terjadi penyebaran tangan sebelum b. Mencegah
aliran darah infeksi, dengan berhubungan dengan timbulnya infeksi silang
terganggu, sehingga kriteria : klien
dapat merusak - Tidak terdapat c. Pertahankan
jaringan kulit seperti tanda-tanda infeksi tehnik aseptik pada c. Mencegah
gangren ditandai - Perubahan gaya prosedur infasif. terjadinya infeksi
dengan Klien hidup untuk d. Beri perawatan
mengeluh gatal, mencegah infeksi kulit dan massage d. sirkulasi
terasa panas dan, diharapkan tulang yang tertekan perifer dapat terganggu
kulit menegang yang dapat
Didaerah sekitar menempatkan Risiko ter-
luka tampak e. Jaga kulit agar jadinya ke-rusakan pada
kemerahan, tampak tetap kering,seprai kulit
bengkak, ada nyeri kering dan tetap e. Iritasi pada
tekan di daerah kencang kulit dapat meningkatkan
sekitar luka f. Anjurkan untuk Risiko infeksi
makan dan minum f. menurunka
secara adekuat n terjadinya infeksi
dengan mem-
g. Pertahankan pertahankan asupan
tehnik aseptik pada nutrisi
prosedur infasif g. Penanganan
awal dapat membantu
mencegah timbulnya
sepsis.
4 Nutrisi kurang dari Setelah diberikan a. Beri a. Dapat
kebutuhan tubuh tindakan perawatan diit sesuai terapi menyeimbangkan kadar
sehubungan dengan selama 3 hari (3 x gula darah sehingga akan
terjadinya 24 jam) klien tidak mencapai kadar gula
hipoglikemia mengalami darah sekitar normal,
dengan pemberian gangguan atau sekitar normal,
obat anti diabetika pemenuhan mengarahkan keberat
dan terapi insulin kebutuhan nutrisi, badan normal dan
ditandai dengan dengan mencegah terjadinya
terjadinya Kriteria Hasil: komplikasi
peningkatan - Nafsu makan klien b. Beri b. Pemberian
glukosa darah, dan baik, klien mampu penjelasan kepada makanan tambahan dari
klien mengeluh menghabiskan keluarga agar tidak luar yang tidak sesuai
cepat lapar, nafsu porsi makan yang memberikan dengan diit dapat
makan klien disediakan, klien makanan tambahan mengacaukan terapi diit
berkurang klien makan secara dari luar yang telah diberikan
tidak teratur sesuai dirumah sakit
mampu.menghabisk jadwal makannya. c. Beri c. Penyuluhan tentang
an semua porsi penyuluhan tentang diit bagi klien Diabetes

37
yang di sediakan di diit Melitus sangat penting
rumah sakit sebab diet yang benar
dapat mencegah
komplikasi
hiperglikemia/
hipoglikemia
d. Dengan
d. Observa mengobservasi keadaan
si keadaan umum dan umum dan gejala-gejala
tanda-tanda hipoglikemia perawat
hipoglikemia/hipergli dapat mengetahui tingkat
kemia perkembangan klien
sehingga bila ada
komplikasi cepat
diketahui dan bisa diatasi
e. Terapi insulin
e. Pember bertujuan untuk
ian terapi insulin memudahkan
penggunaan glukosa oleh
sel dan jaringan
f. Periksa f. Dengan melakukan
gula darah setiap 3 pemeriksaan gula darah
hari sekali dan dan urin secara teratur
monitor reduksi urin akan memberikan
3 kali sehari gambaran keadaan klien
selama dirawat serta
mengetahui sejauh mana
perkembangan status
kesehatan klien.

38
4 Keterbatasan Setelah a. Beri penjelasan a. Prosedur meminta
5 aktivitas dilakukan tindakan mengenai prosedur bantuan yang dijelaskan
sehubungan dengan perawatan selama 3 meminta bantuan kepada klien, agar klien
adanya luka hari (3 x 24 jam) jika klien tidak me-maksakan
gangren, dan klien dapat membutuhkan dirinya melakukan
ketidakseimbangan melakukan bantuan. aktivitas yang belum
antara diit dengan aktivitas ringan. Mampu
terapi insulin Dengan dilaksanakan.
ditandai kriteri hasil: b. Jelaskan pada b. Penjelasan kepada
dengan:Klien - Klien bisa makan, keluarga untuk keluarga klien
mengatakan melap tubuhnya membantu klien bila untuk membantu klien
badannya terasa sendiri, tidak. tidak bisa memenuhi jika belum bisa di-
lemas, lemas, pusing, kebutuhan sehari- lakukan klien, dengan
Klien mengeluh ngantuk, gugup, hari, seperti BAK, tujuan agar tidak
pusing bila berdiri gemetar, dan luka Makan, minum, dan memperburuk keadaan
setelah duduk yang membaik mandi klien yang sudah lemah.
lama, Klien tampak
mengantuk, sering c. Beri bantuan c. Memberikan bantuan
tertidur dipagi hari, kepada klien dalam kepada klien dalam
adanya luka memenuhi memenuhi kebutuhan
gangren pada jari kebutuhan sehari- sehari-hari bagi perawat
kaki kiri hari merupakan salah satu
(osmetatarsal 3,4,5) cara untuk mengevaluasi
pemenuhan tingkat perkembangan
kebutuhan sehari- klien
hari (ADL) dibantu d. Anjurkan klien d. Kegiatan-kegiatan
oleh untuk memenuhi yang dilakukan klien
perawat dan kebutuhanny-a secara dapat melatih pergerakan
keluarga bertahap otot secara bertahap
e. Motivasi klien e. Menghabiskan diit
untuk menghabiskan yang disediakan sangat
diit yang diberikan. penting untuk
metabolisme tubuh,
karena gejala-gejala
seperti lemas, gugup,
gemetar, disamping
dipengaruhi oleh insulin
dan pemasukan nutrisi

39
5 Kecemasan Setelah dilakukan a. Observasi tingkat a. Dengan mengkaji
6 sehubungan dengan tindakan kecemasan klien tingkat kecemasan klien
perubahan status keperawatan sehingga dapat
kesehatan dan selama 3 hari (3 x menentukan tindakan
kurangnya 24 jam) diharapkan perawatan yang
informasi mengenai kecemasan klien diberikan.
penyakitnya dapat berkurang, b. Beri penjelasan b. Penjelasan
ditandai dengan dengan kriteria tentang penyebab mengenai penyakit dan
klien sering hasil: terjadinya luka dan luka yang timbul dapat
bertanya tentang Klien dapat cara penyembuhannya memberikan gambaran
penyakit dan tidur nyenyak, yang terarah pada klien
kesembuhan klien dapat sehingga dapat
lukanya, klien mengerti tentang mengurangi kecemasan
tampak gelisah dan penjelasan yang. dan meningkatkan
tatapan mata diberikan, klien partisipasi klien dalam
kosong tampak santai dan pengobatan serta
tidak gelisah lagi tindakan perawatan
c. Lakukan pendekatan c. Pendekatan yang
tiap melakukan diberikan tiap melakukan
tindakan tindakan bertujuan agar
klien lebih yakin atas
tindakan yang diberikan
perawat
d. Ajarkan klien tehnik d. Dengan tehnik
relaksasi dengan cara pengallihan perhatian
memikirkan hal- hal diharapkan kecemasan
yang tidak membuat dapat terkontrol
kecemasan bertambah
e. Observasi rasa e. Mengobservasi
cemas klien sebelum rasa cemas klien
dan setelah melakukan bertujuan apakah
tindakan penjelasan dan tindakan
yang telah diberikan
mampu mengurangi
kecemasan sebelumnya
f. Mendengarkan f. Dengan
keluhan-keluhan klien. mendengarkan keluhan-
keluhan klien bertujuan
untuk memulihkan rasa
percaya diri klien pada
perawat dan menandakan
bahwa perawat
memperhatikan klien

40
2.2.4 Implementasi/Pelaksanaan
Pelaksanaan merupakan tindakan yang sudah direncanakan
dalam rencana keperawatan. Tindakan keperawatan mencakup
tindakan mandiri (independen) dan tindakan kolaborasi. Agar lebih
jelas dan akurat dalam melakukan implementasi diperlukan
perencanaan keperawatan yang spesifik dan operasional (Tarwoto dan
Wartonah, 2006).
Pelaksanaan merupakan langkah keempat dalam tahap proses
keperawatan dengan melaksankan berbagai strategi keperawatan
(tindakan keperawatan) yang telah direncanakan dalam rencana
tindakan keperawatan. Dalam tahap ini perawat harus mengetahui
berbagai hal diantaranya bahaya-bahayafisik dan perlindungan bagi
klien, teknik komunikasi, kemampuan dalam prosedur tindakan,
pemahaman tentang hak-hak dari klien serta dalam memahami tingkat
perkembangan klien (Hidayat, 2007).
2.2.5 Evaluasi
Evaluasi adalah tahap yang kelima dan terakhir dalam proses
keperawatan, evaluasi dalam proses penilaian pencapaian tujuan serta
pengkajian ulang rencana keperawatan. Evaluasi merupakan aspek
yang penting dari proses keperawatan, karena kesimpulan yang didapat
dari evaluasi menentukan apakah intervensi keperawatan dihentikan/
dilanjutkan/diubah (dimodivikasi) (Hidayat, 2007).
Tolak ukur yang digunakan untuk mencapai tujuan pada tahap
evaluasi ini adalah kriteria-kriteria yang telah dibuat pada tahap
perencanaan. Dengan patokan pada kriteria tersebut, dinilai apakah
masalah teratasi sebelumnya, sebagian, atau belum sama sekali atau
malah timbul masalah baru, jika masalah telah teratasi maka intervensi
keperawatan dihentikan, jika masalah belum teratasi atau malah timbul
masalah baru, maka intervensi keperawatan diubah atau dimodivikasi
(Nursalam, 2008).

41
BAB 3
PENUTUP

3.1 Simpulan
Diabetes merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin atau kedua-duanya, yang berhubungan dengan kerusakan jangka
panjang, disfungsi atau kegagalan organ tubuh terutama pada mata, ginjal,
saraf, jantung dan pembuluh darah. Terdapat beberapa tipe diabetes yang
diketahui dan umumnya disebabkan oleh suatu interaksi yang kompleks antara
faktor genetik, lingkungan dan gaya hidup. Pada umumnya dikenal 2 tipe
diabetes, yaitu diabetes tipe 1 (tergantung insulin), dan diabetes tipe 2 (tidak
tergantung insulin). Diabetes tipe 1 biasanya dimulai pada usia anak-anak
sedangkan diabetes tipe 2 dimulai pada usia dewasa.
Bila hal ini dibiarkan tidak terkendali dapat terjadi komplikasi
metabolik akut maupun komplikasi vaskuler jangka panjang, baik
mikroangiopati maupun makroangiopati. Jumlah penderita diabetes di
Indonesia setiap tahun meningkat. Berbagai penelitian epidemiologi
menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka insidensi dan
prevalensi DM tipe 2 di berbagai penjuru dunia.
3.2 Saran
Setelah mengetahui apa itu DM (Diabetes Mellitus), maka tentulah kita
bisa lebih menjaga pola kesehatan dengan makan-makanan yang sehat dan
berolah raga teratur.

42
DAFTAR PUSTAKA

ADA. (2007). Clinical Practice Recommendations : Report of the Expert


Commiteon the Diagnosis and Classifications of Diabetes Mellitus
Diabetes Care. USA. p.S4-S24.
Brunner & Suddarth. (2001). Keperawatan Medikal Bedah, Vol 2, Ed. 8. Jakarta:
EGC
Dongoes, Marilyn.E.dkk. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk
Perencanaan Pendokumentasian Perawatan klien. Jakarta: EGC.
Engram, Barbara. (2005). Asuhan Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta : EGC

Ignatavicius, D. D., & Workman, M. L. (2007). Medical-Surgical Nursing: Critical


Thinking for Collaborative Care. (Edisi ke-5 St). Louis: Elsevier Inc
Mansjoer. A. Dkk. (2005). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media
Aesculapius.
Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika.
Pearce E. (2005). Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta : PT Gramedia
Pustaka Utama.
Price, Sylvia A. (2005). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit,
Edisi 2. Jakarta: EGC.
Sjamsuhidajat, R. (2010). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC

Smeltzer Suzanne, C, Bare Brende,E. (2001). Buku Perawatan Medikal Bedah,


Edisi 8. Jakarta: EGC.
Soegondo, S. (2005). Farmakoterapi pada pengendalian glikemia Diabetes
Melitus tipe 2. In:buku ajar penyakit dalam, editors Sudoyo AW, edisi ke-
4. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI,
Tarwoto dan Wartonah. (2006). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses
Keperawatan, Edisi:3. Jakarta: Salemba Medika.

43

Anda mungkin juga menyukai