Anda di halaman 1dari 18

Daftar Isi

Daftar Isi......................................................................................................................................................2
PTKP Untuk Laki-Laki Kawin Istri Tidak Bekerja/Tidak Memiliki Usaha......................................................6
Penjelasan (istri yang tidak bekerja):.....................................................................................................6
2. PTKP Untuk Laki-laki Tidak Kawin dan Wanita (Kawin/Tidak Kawin)..........................................................6
Penjelasan:...........................................................................................................................................6
3. PTKP untuk Laki-Laki Kawin Istri Bekerja/Usaha........................................................................................7
Penjelasan (Istri Bekerja pada lebih dari satu pemberi kerja atau usaha):................................................7
Contoh Kasus 1: penghasilan di atas PTKP....................................................................................7
Contoh Kasus 2: penghasilan di atas PTKP dan sudah menikah..................................................8
Tarif Pajak Penghasilan Pph Pasal 21.............................................................................................8
Menghitung Tarif Pasal 17..............................................................................................................11
Ketentuan Tarif Pasal 17 untuk Kondisi Tertentu.......................................................................11
Penghasilan Kena Pajak Setahun...................................................................................................12

1
Peta Konsep

2
PEMBAHASAN

A)Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)


PTKP atau Penghasilan Tidak Kena Pajak adalah besarnya penghasilan yang jadi batasan tidak
kena pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, dengan kata lain apabila penghasilan neto Wajib
Pajak Orang Pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas jumlahnya dibawah PTKP, ia
tidak akan dikenakan Pajak Penghasilan PPh Pasal 25/29. Bila statusnya adalah sebagai pegawai
atau penerima penghasilan sebagai objek dari Pasal 21, maka penghasilan tersebut tidak akan
dikenakan pemotongan PPh Pasal 21.PTKP atau Penghasilan Tidak Kena Pajak berfungsi
sebagai pengurang penghasilan neto wajib pajak.

Sehingga, dalam perhitungan PPh 21, PTKP menjadi angka yang mengurangi pajak yang harus
Anda bayar.

 PTKP Tunggal/Individu
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, PTKP didasarkan pada jumlah tanggungan dan
status perkawinan. Untuk wajib pajak dengan status lajang, PTKP 2018 adalah
sejumlah Rp54.000.000 setahun. Jadi artinya ketika Anda memiliki karyawan yang
belum menikah dan tidak memiiki tanggungan, karyawan tidak memiliki beban
potongan pajak berdasarkan PPh 21 (penghasilan kurang dari angkat tersebut).
Dalam perhitungan karyawan ini termasuk golongan TK/0.

 PTKP Tunggal dengan Tanggungan


Berbeda cerita ketika karyawan tersebut memiliki tanggungan, baik anak dari hasil
perkawinan, atau objek tanggungan orang lain, setiap tanggungan akan menaikkan
batas PTKP sebesar Rp4.500.000. Kenaikan sesuai jumlah tanggungan ini berlaku
hingga maksimal tiga orang tanggungan dan jika lebih, diberlakukan batas maksimal
tersebut. Golongan karyawan ini adalah TK/1, TK/2 atau TK/3 tergantung pada
jumlah tanggungan.

 PTKP Tunggal untuk Satu Keluarga


Untuk karyawan yang berstatus menikah, perhitungannya sedikit berbeda. Istri atau
suami yang menjadi wajib pajak utama memiliki angka PTKP sebesar Rp58.500.000.
Setiap anak yang kemudian dimiliki, akan menambah jumlah PTKP sebesar
Rp4.500.000 hingga maksimal tiga anak. Perhitungan ini diberlakukan karena Dirjen
Pajak menghitung satu keluarga sebagai satu kesatuan ekonomi dengan satu NPWP.

3
Kondisi ini masuk dalam Golongan K/0, dengan status perkawinan tidak/belum
memiliki anak, dan K/1, K/2, K/3 sesuai anak yang dimiliki.

 PTKP Digabung
Berbeda kasus untuk suami istri yang keduanya memiliki pekerjaan dan memiliki
NPWP masing-masing. Status K/… yang menjadi golongan wajib pajak bertatus
kawin dibebankan pada suami dan disesuaikan dengan tanggungan anak yang
dimiliki. Sementara si istri masuk kedalam golongan TK/0 atau dianggap tanpa
tanggungan di mata hukum yang berlaku. Untuk kondisi ini, golongan yang diberikan
adalah K/I/0 untuk yang tidak/belum memiliki anak, dan K/I/1, K/I/2, atau K/I/3
sesuai dengan anak yang dimiliki. Besaran PTKP kemudian digabung antara PTKP
suami dan PTKP istri sesuai dengan tanggungan.

Tarif PTKP terbaru untuk perhitungan PPh Pasal 21 berdasarkan PMK No. 101/PMK.010/2016
adalah :

 Rp. 54.000.000, untuk diri Wajib Pajak orang pribadi


 Rp. 4.500.000, tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin
 Rp. 54.000.000, untuk istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan
suami.
 Rp. 4.500.000, tambahan bagi setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga
semenda garis keturunan lurus dan anak angkat yang jadi tanggungan sepenuhnya, paling
banyak 3 orang untuk setiap keluarga.

Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) ditentukan berdasarkan status wajib pajak pada
awal tahun pajak yang bersangkutan. Status wajib pajak terdiri dari:

TK/... Tidak Kawin, ditambah dengan banyaknya tanggungan anggota keluarga;


K/... Kawin, ditambah dengan banyaknya tanggungan anggota keluarga;
K/I/... Kawin, tambahan untuk isteri (hanya seorang) yang penghasilannya digabung dengan
penghasilan suami, ditambah dengan banyaknya tanggungan anggota keluarga;
Tanggungan anggota keluarga adalah anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam
garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3
(tiga) orang untuk setiap keluarga.

Contoh Hubungan keluarga sedarah dan semenda :

4
 Sedarah lurus : Ayah, ibu, anak kandung
 Semenda lurus : Mertua, anak tiri

Saudara kandung dan saudara ipar yang menjadi tanggungan wajib pajak tidak memperoleh
tambahan pengurangan PTKP.

Saudara dari ayah/ibu tidak termasuk dalam pengertian keluarga sedarah dan keluarga semenda
dalam garis keturunan lurus.

Kode-kode ptkp

Status Lajang (TK)


o PTKP TK/0: tidak kawin dan tidak ada tanggungan.
o PTKP TK/1: tidak kawin dan 1 tanggungan.
o PTKP TK/2: tidak kawin dan 2 tanggungan.
o PTKP TK/3: tidak kawin dan 3 tanggungan.
Status Menikah (K)
o PTKP K/0: kawin dan tidak ada tanggungan.
o PTKP K/1: kawin dan 1 tanggungan.
o PTKP K/2: kawin dan 2 tanggungan.
o PTKP K/3: kawin dan 3 tanggungan.
Status PTKP Digabung (K/I)
o PTKP K/I/0: penghasilan suami dan istri digabung dan tidak ada tanggungan.
o PTKP K/I/1: penghasilan suami dan istri digabung dan 1 tanggungan.
o PTKP K/I/2: penghasilan suami dan istri digabung dan 2 tanggungan.
o PTKP K/I/3: penghasilan suami dan istri digabung dan 3 tanggungan.

PTKP Untuk Laki-Laki Kawin Istri Tidak Bekerja/Tidak Memiliki Usaha

 K/0 = Rp. 58.500.000,-


 K/1 = Rp. 63.000.000,-
 K/2 = Rp. 67.500.000,-
 K/3 = Rp. 72.000.000,-

Penjelasan (istri yang tidak bekerja):

 K/0 : Kawin tidak ada tanggungan Rp. 58.500.000 (Rp. 54.000.000 + Rp. 4.500.000)
 K/1: Kawin memiliki 1 (satu) tanggungan Rp. 63.000.000 (Rp. 54.000.000 + Rp.
4.500.000 + Rp. 4.500.000)
 K/2: Kawin memiliki 2 (dua) tanggungan Rp. 67.500.000 (Rp. 54.000.000 + Rp.
4.500.000 + Rp. 4.500.000 + Rp. 4.500.000)
 K/3: Kawin memiliki 3 (tiga) tanggungan Rp. 72.000.000 (Rp. 54.000.000 + Rp.
4.500.000 + Rp. 4.500.000 + Rp. 4.500.000 + Rp. 4.500.000)

5
2. PTKP Untuk Laki-laki Tidak Kawin dan Wanita (Kawin/Tidak Kawin)

 TK/0 = Rp. 54.000.000,-


 TK/1 = Rp. 58.500.000,-
 TK/2 = Rp. 63.000.000,-
 TK/3 = Rp. 67.500.000,-

Penjelasan:

 Status Wanita meskipun sudah kawin tetap mempunyai PTKP tidak kawin kecuali
dapat membuktikan bahwa suami tidak bekerja (dari Instansi terkait/kelurahan).
 TK/0: Tidak Kawin tidak ada tanggungan PTKP sebesar Rp. 54.000.000
 TK/1: Tidak Kawin memiliki 1 (satu) tanggungan PTKP sebesar Rp. 58.500.000
(Rp. 54.000.000 + Rp. 4.500.000).
 TK/2: Tidak Kawin memiliki 2 (dua) tanggungan PTKP sebesar Rp. 63.000.000 (Rp.
54.000.000 + Rp. 4.500.000 +Rp. 4.500.000).
 TK/3: Tidak Kawin memiliki 3 (tiga) tanggungan PTKP sebesar Rp. 67.500.000
(Rp. 54.000.000 + Rp. 4.500.000 + Rp. 4.500.000 + Rp. 4.500.000).

3. PTKP untuk Laki-Laki Kawin Istri Bekerja/Usaha

 K/I/0 = Rp. 112.500.000,-


 K/I /1 = Rp. 117.000.000,-
 K/I /2 = Rp. 121.500.000,-
 K/I /3 = Rp. 126.000.000,-

Penjelasan (Istri Bekerja pada lebih dari satu pemberi kerja atau usaha):

 PTKP untuk istri yang bekerja pada satu pemberi kerja tidak digabung dengan
suami, yang digabung dengan PTKP suami hanya yang bekerja pada lebih dari satu
pemberi kerja dan/atau istri yang memiliki usaha (penghasilan digabung dengan
penghasilan suami)
 K/I/0 = Kawin Istri Bekerja/Usaha tidak ada tanggungan Rp. 112.500.000
(54.000.000 + 54.000.000+ 4.500.000)
 K/I/1 = Kawin Istri Bekerja/Usaha memiliki 1 (satu) tanggungan Rp. 117.000.000
(54.000.000 + 54.000.000+4.500.000 +4.500.000)
 K/I/2 = Kawin Istri Bekerja/Usaha memiliki 2 (dua) tanggungan Rp. 121.500.000
(54.000.000 + 54.000.000+ 4.500.000 + 4.500.000+ 4.500.000)
 K/I/3 = Kawin Istri Bekerja/Usaha memiliki 3 (tiga) tanggungan Rp. 126.000.000
(54.000.000 + 54.000.000+ 4.500.000 + 4.500.000 + 4.500.000 + 4.500.000)

Contoh Kasus 1: penghasilan di atas PTKP


Herman adalah seorang karyawan dengan penghasilan Rp 7 juta per bulan. Pada tahun 2017
Herman ini belum menikah. Maka, kode perhitungan PTKP Herman adalah TK/0 (tidak kawin/

6
tidak ada tanggungan). Berdasarkan tarif PTKP terbaru, Herman mendapatkan batas PTKP
sebesar Rp 54 juta per tahun.
Penghasilan bruto per bulan:
 Gaji per bulan: Rp 8.000.000,-
 Biaya jabatan: 5% x Rp 8.000.000 = Rp 400.000
 Iuran pensiun: Rp 200.000
Penghasilan netto per tahun:
 Gaji netto per bulan: Rp 8.000.000 – (Rp 400.000 + Rp 200.000) = Rp 7.400.000
 Gaji netto per tahun: Rp. 7.400.000 x 12 = Rp 88.800.000
PTKP (TK/0):
 Rp 88.800.000 – Rp 54.000.000 = Rp 34.800.000
Penghasilan kena pajak setahun:
 PPh pasal 21: 5% x Rp 34.800.000 = Rp 1.740.000
Penghasilan kena pajak sebulan:
 Rp.1740.000 / 12 = Rp 145.000
Jadi, Herman perlu membayar pajak per bulannya sebesar Rp 145.000.

Contoh Kasus 2: penghasilan di atas PTKP dan sudah menikah


Pada awal tahun 2018 Herman menikah dan punya dua orang anak. Penghasilan Herman pun
telah naik menjadi Rp 8.800.000 per bulan. Kini, status PTKP Mas Fahru menjadi K/2:
Rp 54.000.000 + Rp 4.500.000 + Rp 4.500.000 + 4.500.000 = Rp 67.500.000 per tahun.
Menggunakan cara yang serupa dengan contoh di atas, berikut simulasi perhitungannya:
Penghasilan bruto per bulan:
 Gaji per bulan: Rp 8.800.000,-
 Biaya jabatan: 5% x Rp 8.800.000 = Rp 440.000
 Iuran pensiun: Rp 200.000
Penghasilan netto per tahun:
 Gaji netto per bulan: Rp 8.800.000 – (Rp 440.000 + Rp 200.000) = Rp 8.160.000
 Gaji netto per tahun: Rp 8.160.000 x 12 = Rp 97.920.000
PTKP (K/2):

7
 Rp 97.920.000 – Rp 67.500.000 = Rp 30.420.000
Penghasilan kena pajak setahun:
 PPh pasal 21: 5% x Rp 30.420.000 = Rp 1.521.000
Penghasilan kena pajak sebulan:
 Rp.1.521.000 / 12 = Rp 126.750
Pajak penghasilan yang perlu dibayarkan Herman pun menjadi Rp 126.750.

B)Tarif Pajak Penghasilan

Setiap warga negara Indonesia yang memiliki penghasilan dan sesuai dengan Undang-Undang
No. 36 tahun 2008 maka diwajibkan untuk membayar pajak atas penghasilan bruto yang
diperolehnya.

Tarif Pajak Penghasilan Pph Pasal 21  

Sesuai dengan Pasal 17 ayat 1, Undang-Undang No. 36 tahun 2008, tarif pajak penghasilan
pribadi perhitungannya dengan menggunakan tarif progresif sebagai berikut:

Penghasilan Netto Kena Pajak Tarif Pajak


Sampai dengan 50 juta 5%
50 juta sampai dengan 250 juta 15%
250 juta sampai dengan 500 juta 25%
Diatas 500 juta 30%

Pemotongan PPh Pasal 21 atas Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan
dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi
dalam negeri wajib dilakukan oleh:

1. pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain
sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai atau bukan
pegawai;
2. bendahara pemerintah yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan
pembayaran lain sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan;
3. dana pensiun atau badan lain yang membayarkan uang pensiun dan pembayaran lain
dengan nama apa pun dalam rangka pensiun;
4. badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan
dengan jasa termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas; dan

8
5. penyelenggara kegiatan yang melakukan pembayaran sehubungan dengan pelaksanaan
suatu kegiatan.

Tidak termasuk sebagai pemberi kerja yang wajib melakukan pemotongan pajak sebagaimana
tersebut di atas adalah kantor perwakilan negara asing dan organisasi-organisasi internasional.
Jika pemberi pemberi kerja yang wajib melakukan pemotongan pajak sebagaimana tersebut di
atas adalah kantor perwakilan negara asing dan organisasi-organisasi internasional maka disebut
dan termasuk dalam kategori pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26 (selanjutnya disingkat
Pasal 26).

Penghasilan pegawai tetap atau pensiunan yang dipotong pajak untuk setiap bulan adalah jumlah
penghasilan bruto setelah dikurangi dengan biaya jabatan atau biaya pensiun yang besarnya
ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan, iuran pensiun, dan Penghasilan Tidak Kena
Pajak (PTKP). Penghasilan pegawai harian, mingguan, serta pegawai tidak tetap lainnya yang
dipotong pajak adalah jumlah penghasilan bruto setelah dikurangi bagian penghasilan yang tidak
dikenakan pemotongan yang besarnya ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan. Tarif
pemotongan atas penghasilan adalah tarif pajak sebagaimana dimaksud dalam UU PPh Pasal 17
ayat (1) huruf a, kecuali ditetapkan lain dengan Peraturan Pemerintah.

Besarnya tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib
Pajak lebih tinggi 20% (dua puluh persen) daripada tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak
yang dapat menunjukkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Ketentuan mengenai petunjuk
pelaksanaan pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau
kegiatan diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

 Wajib Pajak Badan dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap

Tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak badan dalam negeri
dan bentuk usaha tetap adalah sebesar 28%.Tarif pajak bagi Wajib Pajak badan dalam negeri dan
bentuk usaha tetap,mulai berlaku sejak tahun pajak 2010,diturunkan menjadi 25%.

Wajib Pajak Badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka yang paling sedi bursa efek
dikit 40%(empat puluh persen) dari jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdangkan di
bursa efek di Indonesia dan memenuhi persayaratan tertentu lainnya dapat memperoleh traif
sebesar 5%(lima persen) lebih rendah daripada tariff yang berlaku.

9
Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp.50.000.000
mendapat fasilitas berupa pengurangan tariff sebesar 50% yang dikenakan atas Penghasilan Kena
Pajak dari bagian peredaran bruto sampai Rp4.800.000.000

C.Penghasilan Kena Pajak

Ketentuan mengenai Pajak Penghasilan (PPh) di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor
36 Tahun 2008 tentang PPh. Salah satu poin yang diatur dalam UU No. 36 Tahun 2008, tepatnya
pada Pasal 17, adalah tarif PPh atas Penghasilan Kena Pajak.

 Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri


Orang pribadi yang merupakan warga negara Indonesia dikenakan pajak dengan tarif yang
berbeda sesuai jumlah penghasilan. Untuk penghasilan sampai dengan Rp50.000.000 per tahun,
tarif PPh yang dikenakan adalah 5%. Untuk penghasilan Rp50.000.000 sampai dengan
Rp250.000.000 per tahun, tarif PPh yang diberlakukan adalah 15%. Untuk penghasilan
Rp250.000.000 sampai dengan Rp500.000.000 per tahun, tarif PPh-nya sebesar 25%. Sementara
untuk penghasilan di atas Rp500.000.000 per tahun, tarif PPh yang dikenakan adalah 30%.

 Wajib Pajak badan dalam negeri atau bentuk usaha tetap


Wajib Pajak yang merupakan badan atau bentuk usaha tetap wajib membayar PPh dengan tarif
yang berbeda. Khusus untuk subjek pajak ini, tarif yang dikenakan adalah 28% dari seluruh
jumlah penghasilan.

Menghitung Tarif Pasal 17

Berdasarkan ketentuan dalam tarif Pasal 17 tersebut, kita sudah dapat menghitung jumlah pajak
yang harus dibayarkan oleh wajib pajak. Berikut contohnya:

Apabila seorang Wajib Pajak memiliki PKP sejumlah Rp60.000.000 per tahun, untuk
menghitung PPh yang harus dibayar adalah sebagai berikut:

 Rp50.000.000 x 5% = Rp2.500.000
 (Rp60.000.000-Rp50.000.000) x 15% = Rp1.500.000
Catatan: Dikurangi dengan Rp50.000.00 karena Rp50.000.00 tersebut sudah dikalikan dengan
tarif 5%.

Jadi, jumlah pajak yang harus dibayarkan oleh Wajib Pajak adalah:

Rp2.500.000+ Rp1.500.000 = Rp4.000.000.

Contoh lain:

Apabila Wajib Pajak memiliki penghasilan kena pajak senilai Rp400.000.000 per tahun, maka
perhitungan PPh yang harus dibayar adalah sebagai berikut:

 5% x Rp50.000.000 = Rp2.500.000

10
 15% x Rp200.000.000 = Rp30.000.000
 25% x Rp150.000.000 = Rp37.500.000
Jadi, jumlah pajak yang harus dibayarkan oleh Wajib Pajak adalah Rp70.000.000. Nilai ini akan
semakin besar apabila PKP Wajib Pajak semakin tinggi.

Ketentuan Tarif Pasal 17 untuk Kondisi Tertentu

Selain ketentuan tarif Pasal 17 untuk orang pribadi dan badan atau bentuk usaha tetap, ada pula
beberapa aturan lain yang diberlakukan kepada Wajib Pajak  berdasarkan kondisi tertentu.
Berikut penjelasannya:

 Tarif tertinggi yang dikenakan pada Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri dapat
diturunkan paling rendah 25%.
 Khusus untuk tarif pajak yang diberlakukan kepada Wajib Pajak badan dan bentuk usaha
tertentu akan menjadi 25% dan mulai berlaku pada 2010.
 Perseroan Terbuka sebagai Wajib Pajak badan dalam negeri dan memiliki setidaknya
40% jumlah keseluruhan saham yang disetor dan diperdagangkan di Bursa Efek
Indonesia serta memenuhi persyaratan tertentu, dapat memperoleh tarif lebih rendah 5%
daripada tarif normal.
 Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang menerima pembagian dividen akan
dikenakan tarif Pajak Penghasilan sebesar 10%. Tarif ini bersifat final. Ketentuan
selanjutnya mengenai hal ini diatur dalam peraturan pemerintah.

Penghasilan Kena Pajak Setahun

Ketentuan lain mengenai Pajak Penghasilan yang patut diperhatikan dalam Pasal 17 adalah pajak
yang terutang dalam bagian tahun pajak. Seperti yang tertulis dalam Pasal 5. Berikut ini
kutipannya

“Besarnya pajak yang terutang bagi Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang terutang
pajak dalam bagian tahun pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (4), dihitung
sebanyak jumlah hari dalam bagian tahun pajak tersebut dibagi 360 dikalikan dengan pajak
yang terutang untuk 1 tahun pajak.”

Sebagai pelengkap, ada pula ketentuan dalam Pasal 6. Di bawah ini kutipan pasal tersebut

“Untuk keperluan penghitungan pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat 5, tiap bulan yang
penuh dihitung 30 hari.”

Contoh perhitungannya adalah sebagai berikut:

Wajib Pajak memiliki Penghasilan Kena Pajak setahun Rp400.000.000. Maka PPh setahun-nya
adalah:

 5% x Rp50.000.000 = Rp2.500.000
 15% x Rp200.000.000 = Rp30.000.000

11
 25% x Rp150.000.000 = Rp37.500.000
Jumlah Pajak Penghasilan adalah Rp70.000.000. Apabila pajak terutang dalam Tahun Pajak
adalah 3 bulan, maka Pajak Penghasilan yang terutang dalam bagian tahun pajak (3 bulan)
adalah: ((3×30):360) x Rp70.000.000 = Rp17.500.000

Penggabungan Pajak Penghasilan


Penghasilan atau kerugian dari seluruh anggota keluarga digabungkan sebagai satu kesatuan
yang dikenakan pajak dan pemenuhan keawajiban pajaknya dilakukan oleh kepala keuarga.
Sesuai dengan pasal 8 UU pajak penghasilan, bahwa seluruh penghasilan atau kerugian bagi
wanita yang telah kawin pada awal tahun atau pada awal bagian tahun pajak, begitu pula
kerugiannya berasal dari tahun tahun sebelumnya yang belum dikompensasikan, dianggap
sebagai penghasilan atau kerugian suaminya dan dikenakan pajak penghasilan sebagai satu
kesatuan.
Namun , penggabungan penghasilan istri tersebut tidak dilakukan dalam hal penghasilan istri
diperoleh dari pekerjaan sebagai pegawai yang telah dipotong pajak (pph pasal 21) oleh pemberi
kerja, dengan ketentuan bahwa:

1. Penghasilan istri tersebut semata-mata diperoleh dari satu pemberi kerja.

2. Penghasilan istri tersebut berasal dari pekerjaan yang tidak ada hubungannya dengan
usaha atau pekerjaan bebas suami atau anggota keluarga lainnya. 
Contoh penghitungan:
a)      Tn. James, yang memperoleh penghasilan dari usaha sebesar Rp. 100.000.000,00
mempunyai seorang istri yang menjadi pegawai dengan penghasilan sebesar Rp.60.000.000,00.
Apabila penghasilan Istrinya tersebut diperoleh dari suatu pemberi kerja dan telah dipotong pajak
oleh pemberi kerja sesuai dengan pasal 21 dan kerjaan tersebut tidak ada hubungannya dengan
usaha suami atau anggota keluarga lainya, penghasilan sebesar Rp. 60.000.000,00 tidak
digabungkan dengan penghasilan Tn. James dan pengenaan pajak penghasilan atas penghasilan
istri tersebut bersifat final.

b)      Apabila selain menjadi pegawai, Istri Tn. James juga menjalankan usaha,  misalnya salon
kecantikan dengan penghasilan sebesar Rp.75.000.000,00 seluruh penghasilan istri sebesar
Rp.135.000.000,00 (Rp. 60.000.000,00 + 75.000.000,00) digabungkan dengan penghasilan Tn.
James. Dengan penggabungan tersebut Th. Sudarman dikenakan pajak penghasilan atas
penghasilan sebesar Rp. 225.000.000,00 (Rp.100.000.000,00  + Rp. 60.000.000,00  +
Rp.75.000.000,00).
2. Pemisahan Penghasilan 
Pengenaan pajak penghasilan atas penghasilan suami istri dapat dilakukan secara terpisah
apalagi:

1. Suami istri telah hidup terpisah

12
Apabila suami-istri telah hidup terpisah, penghitungan penghasilan kena pajak dan pengenaan
pajak penghasilan di lakukan sendiri-sendiri.

2. Dikehendaki secara tertulis oleh suami-istri berdasarkan perjanjian pemisahan harta dan


penghasilan.
Apabila suami-istri mengadakan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan secara tertulis,
maka penghitungan pajak penghasilannya dilakukan berdasarkan penjumlahan penghasilan neto
suami-istri dan besarnya pajak penghasilan yang harus dilunasi oleh masing-masing suami-istri
dihiitung sesuai dengan perbandingan penghasilan neto mereka.
3. Penghasilan anak yang belum dewasa 
Penghasialn anak yang belum dewasa digabungkan dengan penghasilan orang tuanya, kecuali
penghasilan dari pekerjaan yang tidak ada hubunganya dengan usaha orang yang mempunyai
hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan atau kesamping satu
derajat.
Pengertian anak yang belum dewasa adalah anak yang belum berumur 18 tahun dan belum
pernah menikah. Apabila seorang  anak yang belum dewasa, yang orang tuanya telah berpisah,
menerima atau memperoleh penghasilan. Maka, pengenaan pajaknya digabungkan dengan
penghasilan ayah atau ibunya berdasarkan keadaan yang sebenarnya.

Hubungan Istimewa
Hubungan istimewa diangggap ada apabila:

1. Wajib pajak mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung paling rendah
sebesar 25% pada wajib pajak lain. Demikian pula hubungan antara 2 wajib pajak atau lebih
yang disebut terakhir.

2. Wajib pajak menguasai wajib pajak lainnya atau dua atau lebih wajib pajak berada
dibawah penguasaan yang sama, baik langsung maupun tidak langsung.

3. Terdapat hubungan keluarga baik saudara maupun semenda dalam garis keturunan lurus
dan atau kesamping satu derajat.
Hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat adalah ayah, ibu, dan anak.
Sedangkan hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan kesamping satu derajat adalah
saudara. Yang dimaksud keluarga semenda dalam garis keturunan lurus satu derajat adalah
mertua dan anak tiri, sedangkan hubungan keluarga semenda dalam garis keturunan ke samping
satu derajat adalah ipar.

Ketentuan lebih detail diatur dalam PP No 1/2007 disempurnakan PP No. 62/2008 dan Peraturan
Kepala BKPM No. 14/2009 Pasal 53. Fasilitas ini diberikan pada bidang usaha tertemtu dan
daerah-daerah tertentu sesuai lampiran I & II PP No. 62/2008 dengan cara mengajukan surat
13
permohonan ke Kepala BKPM. Hanya perusahaan yang mempunyai Izin Prinsip penanaman
modal yang bias mengajukan permohonan berikut ini. Selain fasilitas keringanan pajak dalam PP
No. 62 tahun 2008, terdapat pula fasilitas pembebasan dan pengurangan pajak penghasilan yang
diatur dalam PP No. 94 tahun 2010, yang berbunyi sebagai berikut:

“1) Kepada Wajib Pajak yang melakukan penanaman modal baru yang merupakan industri
pionir, yang tidak mendapatkan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31A Undang-
Undang Pajak Penghasilan dapat diberikan fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak
Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (5) Undang-Undang Nomor 25
Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.

(2) Industri pionir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah industri yang memiliki
keterkaitan yang luas, memberi nilai tambah dan eksternalitas yang tinggi, memperkenalkan
teknologi baru, serta memiliki nilai strategis bagi perekonomian nasional.”

Mengakomodasi PP No. 94/2010, terbitlah PMK No. 130/PMK.011/2011 yang mengatur


persyaratan dan jenis pembebasan/pengurangan pajak penghasilan secara lebih detail. Meskipun
mekanismenya sama, yaitu dengan cara mengajukan surat permohonan ke Kepala BKPM,
persyaratannya jauh lebih berat dibandingkan fasilitas Pajak dalam PP No 1/2007 disempurnakan
PP No. 62/2008 namun hal itu wajar karena manfaat pajak yang didapat juga lebih besar.  Dalam
PMK No. 130/PMK.011/2011, wajib PAjak Penanam Modal mendapat fasilitas Pembebasan PPh
badan jangka waktu 5-10 tahun terhitung sejak Tahun Pajak dimulainya produksi komersial.
Setelah berakhirnya pemberian fasilitas pembebasan PPh badan WP diberikan pengurangan PPh
badan ssebesar 50%  dari PPh terutang selama 2 Tahun Pajak.

 Perlakuan PPh atas stock option

Pemberian imbalan dalam rangka hubungan kerja yang seringkali meliputi


pemberian hak untuk membeli saham (stock option) merupakan satu paket yang
dibayar kepada baik para eksekutif maupun karyawan.
Yang dimaksud dengan "stock option" adalah hak untuk
membeli/memperoleh saham pada saat yang ditentukan dengan harga tertentu.

Perusahaan yang mempunyai program ini (sering disebut ESOP - Employee


Stock Option Plan), memberikan hak opsi kepada karyawannya dengan beberapa
syarat, seperti "vesting period". Vesting period adalah saat kapan opsi
tersebut dapat dilaksanakan karena semua persyaratan untuk melaksanakan opsi
sudah dipenuhi.

Saham yang dijadikan objek dalam rangka stock option biasanya saham
perusahaan itu sendiri, tetapi dapat juga saham dari perusahaan lain
(misalnya perusahaan afiliasi).

14
Di samping itu, yang memberikan opsi bisa perusahaan dimana karyawan
bekerja, atau perusahaan afiliasinya atau intermediari seperti misalnya
"trust".

Pada saat opsi dilaksanakan karyawan membeli saham yang dimasukkan


dalam program stock option dengan harga di bawah harga pasar.

Dalam hal ini, keuntungan atau manfaat yang diperoleh karyawan adalah
perbedaan antara harga pasar dan harga yang dibayar. Pada tahap ini,
keuntungan tersebut belum direalisasi.

Jika setelah beberapa waktu saham tersebut dijual dan jika harganya
naik, maka keuntungan dari saham tersebut sudah direalisasikan. Syarat utama
dalam kaitannya dengan program stock option adalah karyawan harus tetap
bekerja dalam suatu kurun waktu tertentu.

Bagaimana perlakuan Pajak Penghasilan (PPh) atas stock option


tersebut?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut perlu disimak masalah-masalah yang


berkaitan dengan hal tersebut yaitu: i) kapan opsi tersebut diberikan; ii)
kapan suatu opsi sudah memenuhi syarat untuk dilaksanakan; iii) kapan opsi
dilaksanakan; dan iv) kapan saham yang diperoleh melalui opsi tersebut dapat
dijual.

Di samping itu, untuk menjawab pertanyaan tersebut harus disimak juga


ketentuan-ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan.

Analisis yang disajikan dalam tulisan ini dilengkapi dengan situasi


yang melibatkan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B), dalam hal
pemberian hak opsi ini bersifat lintas batas.

Pertanyaan yang lebih penting dalam kaitannya dengan UU Pajak


Penghasilan adalah apakah UU tersebut sudah cukup lengkap mengatur perlakuan
pajak atas hak opsi tersebut.

Pajak penghasilan

Secara sekilas tampak pemberian hak untuk membeli saham adalah dalam
rangka hubungan kerja. Atas dasar hal itu, pelunasan pajak yang terutang
15
tunduk kepada ketentuan Pasal 21.

Namun, analisis yang berkaitan dengan perlakuan PPh atas hak opsi ini
perlu dilakukan lebih luas karena implikasi pajaknya tidak terbatas pada
perlakuan pajak atas imbalan saja.

Ketentuan Pasal 4 ayat (1) huruf a Undang-undang Pajak Penghasilan


menyebutkan bahwa "penghasilan" termasuk penggantian atau imbalan berkenaan
dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah,
tunjangan, honorarium; komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun; atau
imbalan dalam bentuk lainnya.

Ketentuan tersebut mengisyaratkan bahwa semua jenis imbalan berkaitan


dengan hubungan kerja masuk dalam kategori "penghasilan". "Imbalan dalam
bentuk lainnya" sebagaimana yang disebutkan di atas mengandung pengertian
imbalan dalam bentuk natura seperti misalnya perawatan kesehatan, penyediaan
transportasi atau penyediaan tempat tinggal.

Dari sudut pandang UU PPh, pada saat seorang karyawan melaksanakan


opsi yang diberikannya, belum timbul kewajiban pajaknya karena karyawan
tersebut membeli saham dengan tingkat harga tertentu.

Seandainya harga beli saham tersebut dibawah harga pasar namun


perbedaan tersebut juga belum merupakan penghasilan bagi karyawan tersebut
karena belum direalisasi, yaitu sahamnya belum dijual.

Jika saham tersebut kemudian dijual perlakuan pajaknya tergantung


kepada saham tersebut, yaitu apabila saham tersebut adalah saham perusahaan
yang terdaftar di pasar modal PPh yang terutang dari penjualan tersebut
dikenai PPh final.

Sebaliknya jika saham tersebut adalah saham perseroan terbatas biasa,


keuntungan penjualan saham itu dikenai PPh sesuai dengan Pasal 17 UU PPh,
jika yang memperolehnya adalah wajib pajak dalam negeri.

Perlakuan pajak tersebut diterapkan terhadap karyawan sebagai subjek


pajak dalam negeri dan sahamnya adalah saham perseroan terbatas yang
didirikan di Indonesia.

Dalam hal pemberian stock option melibatkan subjek pajak dari negara

16
lain yang mempunyai P3B dengan Indonesia, perlakuan pajaknya akan ditentukan
dengan mempertimbangkan P3B yang bersangkutan.

KESIMPULAN

PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) adalah penghasilan yang menjadi batasan tidak
kena pajak bagi wajib pajak orang pribadi, dengan kata lain apabila penghasilan netto wajib
pajak orang pribadi jumlhnya dibawah PTKP tidak akan terkena pajak penghasilan (PPh) pasal
25/29 dan apabila berstatus sebagai pegawai atau penerima penghasilan sebagai objek pasal 21,
maka penghasilan tersebut tidak akan dilakukan pemotongan PPh pasal 21

Penghasilan Kena Pajak merupakan dasar penghitungan untuk menentukan besarya pajak
penghasilan yang terutang . Penghasilan kena pajak diperoleh dari pengurangan antara
penghasilan bruto wajib pajak dengan pengurang penghasilan bruto

17
REFERENSI

Buku Perpajakan Edisi Terbaru 2018

https://www.online-pajak.com/tarif-pasal-17

https://www.kembar.pro/2015/10/menghitung-pajak-penghasilan-tarif-pph-21-terbaru-2015.html

https://www.pajak.go.id/id/hubungan-istimewa-dalam-ppn

https://mamikos.com/info/ptkp-2019-tarif-penghasilan-tidak-kena-pajak/

https://pphop34stan.wordpress.com/2017/10/24/penggabungan-dan-pemisahan-penghasilan/

https://triyani.blogspot.com/2004/12/perlakuan-pph-atas-stock-option.html

https://www.sepulsa.com/blog/penghasilan-tidak-kena-pajak

https://www.moneysmart.id/yuk-memahami-penghasilan-tidak-kena-pajak-2018/

https://www.online-pajak.com/ptkp-terbaru-pph-21

18

Anda mungkin juga menyukai