Anda di halaman 1dari 19

TAHAPAN PEMBUATAN RENSTRA DAN ANALISA SWOT

Tugas Mata Kuliah Organisasi dan Manajemen Rumah Sakit

DISUSUN OLEH:

Muchammad Alfiansyah 186080041

PROGRAM MAGISTER ADMINISTRASI RUMAH SAKIT


UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA
JAKARTA
2020

i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.................................................................................................................................ii
BAB I...............................................................................................................................................1
PENDAHULUAN...........................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.....................................................................................................................1
1.2 Landasan Hukum..............................................................................................................1
1.3 Tujuan...............................................................................................................................2

BAB II.............................................................................................................................................3
PEMBAHASAN..............................................................................................................................3
2.1 Pengertian Rumah Sakit....................................................................................................3
2.2 Statistik Unit Rawat Inap ......................................................................................................3
2.3 Perencanaan Strategi dan Analisa SWOT............................................................................6
2.3.1 Isu-Isu Strategis.........................................................................................................7
2.3.2 Pengukuran Kinerja...................................................................................................7
BAB III............................................................................................................................................9
PENUTUP.......................................................................................................................................9
3.1 Kesimpulan..........................................................................................................................9
3.2  Saran......................................................................................................................................9

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan merupakan Kesehatan merupakan salah satu faktor utama yang dapat
mempengaruhi kebugaran dan penampilan tubuh, serta harta yang paling berharga yang tidak
pernah bisa ditukar dengan apapun. Rumah Sakit sebagai produsen layanan kesehatan harus
mampu mengantisipasi perubahan dan mengetahui posisinya untuk mengambil keuntungan dari
peluang yang ada dan menjauhi ancaman-ancaman yang akan datang. Rumah Sakit yang
memiliki perencanaan strategis akan memimpin dalam pengelolaan rumah sakit dan sesuatu yang
diharapkan di masa depan dapat terwujud. Perencanaan strategis mempunyai peranan yang
penting untuk dapat menjawab tuntutan lingkungan di sekitar rumah sakit tersebut (Trisnantoro
L, 2008).

Perkembangan pengelolaan rumah sakit, baik dari aspek manajemen maupun operasional
sangat dipengaruhi oleh berbagai tuntutan dari lingkungan, mulai dari mutu, efisiensi, equity,
kebijakan otonomi daerah sedangkan Rumah Sakit memiliki sumber daya yang terbatas untuk
memenuhi semua tuntutan itu.

1.2 Landasan Hukum


Adapun landasan hukum dalam penyusunan rencana stategis di rawat inap sebagai berikut:
1. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara
2. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem perencanaan pembangun
nasional
3. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007 Tentang rencana pembangunan jangka
panjang nasional
4. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang kesehatan
5. Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang rumah sakit

1
6. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang perimbangan keuangan antara
pusat dan daerah

1.3 Tujuan
1. Mewujudkan derajad kesehatan yang optimal bagi semua lapisan masyarakat dengan
memberikan pelayanan terintegrasi.
2. Mewujudkan peningkatan mutu untuk menciptakan tenaga trampil ,profesional
melalui sarana pelatihan dan pendidikan
3. Mewujudkan da’wah Islam, di bidang kesehatan dengan memberikan pelayanan yang
ramah, santun, nyaman ,aman dan senantiasa menjaga tali silaturrahim, sebagai
bagian dari da’wah Muhammadiyah
4. Memberikan pelayanan yang cepat, cermat, mantap, tepat kepada pasien
5. Sebagai Road Map dalam mengarahkan kebijakan implementasi sumber daya rumah
sakit untuk mencapai visi organisasi
6. Sebagai pedoman alat pengendalian rumah sakit terhadap penggunaan anggaran.
7. Untuk mempersatukan langkah dan gerak serta komitmen seluruh insan rumah sakit
dalam meningkatkan kinerja sesuai standar manajemen dan standar mutu layanan
yang telah ditargetkan dalam dokumen perencanaan

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Rumah Sakit

Menurut WHO (World Health Organization), rumah sakit adalah bagian integral dari
suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi menyediakan pelayanan paripurna
(komprehensif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pencegahan penyakit (preventif) kepada
masyarakat. Rumah sakit juga merupakan pusat pelatihan bagi tenaga kesehatan dan pusat
penelitian medik.

Berdasarkan undang-undang No. 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, yang dimaksudkan dengan
rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat
darurat.

Sedangkan menurut Siregar (2004), Rumah Sakit adalah tempat menyelenggarakan upaya
kesehatan yaitu setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta bertujuan
untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Upaya kesehatan dilakukan
dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit
(preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif) yang dilaksanakan
secara serasi dan terpadu serta berkesinambungan.

2.2 Statistik Unit Rawat Inap (RANAP)


Rumah Sakit Indikator yang biasa dihasilkan dari statistik rawat inap diantaranya adalah
(Sudra, RI, 2010):

3
1. Bed occupancy rate (BOR)
yaitu persentase tempat tidur yang terpakai merupakan indikator cakupan dan efisiensi
penggunaan tempat tidur di URI. Menurut Hatta (2013:232) BOR (Bed Occupancy Rate)
merupakan persentase dari penggunaan tempat tidur yang tersedia pada satu periode waktu
tertentu. Umumnya semakin besar BOR akan semakin bertambah pemasukan dari rumah
sakit.
Sedangkan menurut Sudra (2010:42)BOR (Bed Occupancy Rate) merupakan angka yang
menunjukan presentase penggunaan tempat tidur di suatu ruangan rawat inap. Periode
penghitungan BOR ditentukan berdasarkan kebijakan intern, misalnya bualanan, triwulan,
semester dan tahuanan.Lingkup penghitungan BOR juga ditentukan berdasarkan kebijakan
intern rumah sakit, misalnya BOR per ruangan atau BOR seluruh ruangan rawat inap di suatu
rumah sakit.Standarefisiensi BOR adalah 75%-85% apabila BOR > 85% berarti tempat tidur
yang terpakai di RS tersebut hampir penuh sesak.
Menurut Sudra (2010:44) nilai ideal BOR dikatakan secara statistik semakin tinggi nilai
BOR berarti semakin tinggi pula penggunaan tempat tidur yang tersedia untuk perawatan
pasien.Namun perlu diperhatikan pula bahwa semakin banyak pasien yang dilayanai berarti
semakin sibuk dan semakin berat pula beban kerja petugas kesehatan di unit tersebut.
Akibatnya, pasien kurang mendapatkan perhatian yang dibutuhkan dalam proses perawatan.
Pada akhirnya, peningkatan BOR yang terlalu tinggi ini justru bisa menurunkan kualitas
kinerja tim medis dan menurukan kepuasan serta keselamatan pasien. Di sisi lain, semakin
rendah BOR berarti semakin sedikit tempat tidur yang digunakan untuk merawat pasien
dibandingkan dengan tempat tidur yang telah disediakan. Dengan kata lain, jumlah pasien
yang sedikit ini bisa menimbulkan kesulitan pendapatan ekonomi bagi pihak rumah sakit.
2. Bed Turn Over (BTO)
Menurut Sudra (2010:52) BTO adalah angka yang menunjukan rata-rata jumlah pasien
yang menggunakan setiap tempat tidur dalam periode tertentu. Misalnya BTO bulan Januari
adalah 4 pasien.Maka berarti dalam bulan Januari tersebut setiap tempat tidur digunakan oleh
4 pasien secara bergantian. Semakin tinggi angka BTO berarti semakin banyak pasien yang
menggunakan tempat tidur yang tersedia secara bergantian.

4
Hal ini tentu merupakan kondisi yang menguntungkan bagi pihak rumah sakit karena tempat
tidur yang tersedia tidak “menganggur” dan menghasilkan pemasukan untuk pihak rumah
sakit. Namun bisa dibayangkan bila dalam satu bulan tempat tidur digunakan oleh 15 pasien,
berarti rata-rata setiap pasien menempati tempat tidur tersebut selama 2 hari dan tidak ada
hari dimana tempat tidur tersebut kosong. Ini berarti beban kerja tim perawatan sangat tinggi
dan tempat tidur tidak sempat dibersihkan karena terus digunakan pasien secara bergantian,
kondisi ini mudah menimbulkan ketidakpuasan pasien, bisa mengancam keselamatan pasien,
bisa menurunkan kinerja kualitas medis dan bisa meningkatkan kejadian infeksi nosokomial
karena tempat tidur tidak sempat dibersihkan atau disterilkan.
Jadi dibutuhkan angka BTO yang ideal dari aspek medis, pasien, dan manajemen rumah
sakit. Nilai ideal BTO yang disarankan yaitu minimal 30 pasien dalam periode 1 tahun
(Sudra, 2010:52)
3. Average Length of Stay (AVLOS)
rata-rata jumlah lama hari dirawat pasien merupakan indikator efisiensi penggunaan
tempat tidur di RANAP tidak termasuk bayi lahir. Dari aspek medis, semakin lama angka
AvLOS maka bisa menunjukan kinerja kualitas medis yang kurang baik karena pasien
harus dirawat lebih lama (lama sembuhnya).Dari aspek ekonomis, semakin lama nilai
AvLOS berarti semakin tinggi biaya yang nantinya harus dibayar oleh pasien kepada
pihak rumah sakit.Jadi diperlukan adanya keseimbangan antara sudut pandang medis dan
ekonomis untuk menentukan nilai AvLOS yang ideal. Standar ideal disarankan AVLOS
adalah 3-12 hari dan AVLOS dianjurkan serendah mungkin tanpa mempengaruhi kualitas
layanan perawatan.
4. Turn Over Interval (TOI)
rata-rata selang waktu hari tempat tidur tidak dipakai, merupakan indikator efisiensi
penggunaan tempat tidur di RANAP. Menurut Sudra (2010:51) angka TOI menunjukan
rata-rata jumlah hari sebuah tempat tidur tidak ditempati untuk perawatan pasien.Hari
“Kosong” ini terjadi antara saat tempat tidur ditinggalkan oleh seorang pasien hingga
digunakan lagi oleh pasien berikutnya.Semakin besar Angka TOI, berarti semakin lama
waktu “menganggurnya” tempat tidur tersebut yaitu semakin lama saat dimana sebuah
tempat tidur tidak digunakan oleh pasien.

5
Hal ini berarti tempat tidur semakin tidak produktif.Kondisi ini tentu tidak
menguntungkan dari segi ekonomi bagi pihak manajemen rumah sakit.Semakin kecil
angka TOI, berarti semakin singkat saat tempat tidur menunggu pasien berikutnya. Hal
ini bisa berarti tempat tidur bisa sangat produktif, apalagi jika TOI = 0 berarti tempat
tidur tidak sempat kosong satu haripun dan segera digunakan lagi oleh pasien berikutnya.
Hal ini bisa sangat menguntungkan secara ekonomi bagi pihak manajemen rumah sakit,
tapi bisa merugikan pasien karena tempat tidur tidak sempat disiapkan secara baik.
Akibatnya, kejadian infeksi nosokomila mungkin saja meningkat, beban kerja tim medis
meningkat sehingga kepuasan dan keselamatan pasien terancam. Berkaitan dengan
pertimbangan tersebut, maka nilai ideal TOI yang disarankan adalah 1-3 hari (Sudra,
2010:51)

5. Gross Death Rate (GDR)


angka kematian kasar di RANAP merupakan indikator mutu pelayanan di RANAP.
angka kematian >48 jam setelah di rawat untuk tiap - tiap 1000 penderita yang keluar
baik hidup / mati. Standar ideal yang ditetapkan Depkes yaitu untuk GDR : <45
6. Net Death Rate (NDR)
angka kematian bersih di RANAP, merupakan indikator mutu pelayanan di
RANAP. Angka kematian umum untuk setiap 1000 penderita keluar.

2.3 Perencanaan Strategi


Perencanaan strategi adalah kumpulan keputusan serta tindakan strategis dengan
memperhitungkan pengaruh lingkungan eksternal dan internal untuk menghasilkan formulasi dan
implementasi lintas sistem fungsional termasuk menyelaraskan kebijakan dan tindakan di seluruh
tingkat manajemen (Chatap, 2007).
Perumusan Strategi Rumah Sakit Menurut Boekitwetan (1997), Rumah Sakit adalah
suatu organisasi yang unik dan kompleks karena ia merupakan institusi yang padat karya,
mempunyai sifat-sifat dan ciri-ciri serta fungsi-fungsi yang khusus dalam proses menghasilkan
jasa medis dan mempunyai berbagai kelompok profesi dalam pelayanan penderita di samping
melaksanakan fungsi pelayanan kesehatan masyarakat, Rumah Sakit juga mempunyai fungsi

6
pendidikan dan penelitian. Untuk itu perlu dirumuskan strategi Rumah Sakit secara lebih
terintegrasi agar fungsi-fungsinya terlaksana dengan baik.
Perencanaan Strategik dengan Kerangka SWOT Menurut Mulyadi (2007) perencanaan
strategik (strategic planning) merupakan alat penterjemah dari keluaran sistem perumusan
strategi. Dalam perencanaan strategi harus memahami konsep visi, misi, tujuan, keyakinan dasar,
nilai dasar dan startegi Rumah Sakit. Pemahaman ini diperlukan untuk penerapan yang baik
melalui sistem perencanaan strategik.

Strenght (Kekuatan)
1. Pelayanan jasa yang di tawarkan sesuai dengan yang di harapkan oleh pelanggan.
2. Rumah Sakit X Memiliki 9 daerah dan kantor cabang di seluruh Indonesia dan terus
berkembang hingga saat ini.
3. Rumah Sakit X telah memiliki beberapa rumah sakit, klinik spesialis dan pusat pengobatan
kanker.
4. Standart pelayanannya mengacu pada standar internasional.
5. Memiliki Profesor, Dokter, dan Perawatan Medis yang sudah professional.
6. Bangunan Rumah sakit X menyerupai hotel di dalamnya (seperti : Minimarket,Restoran, dan
Cafetaria)
7. Rumah Sakit memiliki peralatan terlengkap dan perlengkapan yang canggih (seperti : Analis
laboratorium, Radiologi, dan Cath lab)
8. Rumah Sakit X meneraptan teknologi IT yang terintegrasi di seluruh area cabang.
9. Selalu memberikan inovasi-inovasi baru dalam pelayanannya.
10. Pelayanan yang terbaik cukup sesuai dengan pelayanan exelence yang diberikan pada
customer.

Weakness (Kelemahan)
1. Rumah Sakit X tempat bangunannya kurang besar & lebar.
2. Sempitnya area tempat parkir (kurang luas)
3. Dari jaman dulu sampai sekarang mengurus administrasi pada saat pasien pulang sangat lama
(-,+) 1 jam/lebih.
4. Sistem manajemen mutu terkait SDM nya masih lemah.
7
5. Sistem job desk karyawan masih tidak beraturan.
6. Budaya telat masih jadi kebiasaan

Opportunity (Peluang)
1. Rumah Sakit A\X sudah memiliki brand yang cukup terkenal dalam pelayanannya.
2. Inovasi yang di ciptakan selalu dijadikan contoh oleh kompetitor.
3. Dukungan teknologi internet yang terkait.
4. Peralatan lengkap dan Pelayanan Terbaik membuat RS X untuk berekspansi jaringan ke luar
negeri (Mendunia)
5. Rumah Sakit Buka operasional 24 jam

Threat (Ancaman)
Pelayanan Rate harga kamar relatif mahal dari kempetitor.
1. Semakin berkembangnya buka pelayanan Rumah Sakit baru di berbagai tempat.
2. Banyak bermunculan Rumah Sakit baru dengan berbagai bentuk tawaran yang menarik

2.3.1 Isu-Isu Strategis


Analisis eksternal dan internal secara bersama akan dikombinasikan sehingga
menghasilkan analisis SWOT (Strength, Weaknesses, Opportunity, and Threats). Analisis
SWOT ini dapat menggunakan pendekatan kuantitatif atau kualitatif. Hasil analisis SWOT akan
digunakan untuk melakukan penetapan isu-isu pengembangan yang akan dipergunakan untuk
menyusun Perumusan Strategi. Akan tetapi, hasil Analisis SWOT dapat pula dipergunakan untuk
merubah visi dan misi yang sudah ditetapkan (Trisnantoro, 2005).
2.3.2 Pengukuran Kinerja
Terdapat empat perspektif dalam Balance Scorecard, yaitu perspektif pertumbuhan dan
pembelajaran, perspektif proses internal, perspektif pelanggan, dan perspektif keuangan.
a. Perspektif pertumbuhan dan pembelajaran SDM (Employee Learning and Growth)
Merupakan dasar bagi perspektif lainnya dalam Balance Scorecard, penciptaan value
pada organisasi masa kini sangat didominasi oleh pengaruh human capital (SDM).Pada
8
arsitektur Balance Scorecard, perspektif ini diletakkan paling bawah karena merupakan dasar
bagi perspektif lainnya. SDM yang termotivasi dan dilengkapi dengan keterampilan dan
perlengkapan yang tepat dalam suasana kerja yang mendorong terciptanya perbaikan secara
terus menerus merupakan faktor- faktor yang penting dalam mendorong perbaikan proses
internal, memenuhi tuntutan pelanggan dan mendorong terjadinya pengembalian uang.
b. Perspektif Proses Internal
Tujuan proses internal Balance Scorecard adalah menyoroti berbagai proses penting yang
mendukung keberhasilan strategi organisasi tersebut walaupun beberapa diantaranya mungkin
merupakan proses yang saat ini sama sekali belum dilaksanakan. Berikut ini beberapa contoh
pengukuran proses internal yang dapat digunakan seperti: on time delivery, rata-rata waktu
tunggu, turn over inventory, pengeluaran untuk melakukan penelitian dan pengembangan
produk baru, keterlibatan komunitas, response time terhadap permintaan konsumen, jumlah
pemberitaan yang positif di media massa, perbaikan berkelanjutan, utilisasi ruang, ketersediaan
database konsumen.

c. Perspektif Pelanggan
Dalam perspektif ini, manager mengidentifikasi pelanggan dan segmen pasar dimana
organisasi itu ingin bersaing. Perspektif ini biasanya terdiri dari beberapa ukuran utama yang
terdiri atas kepuasan pengguna, retensi pengguna, akuisisi pelanggan baru, profitabilitas
pengguna, dan pangsa pasar di segmen sasaran. Berikut ini beberapa contoh pengukuran
perspektif pelanggan yang dapat digunakan seperti: kepuasan pengguna, loyalitas pengguna,
market share, komplain dari pengguna, komplain yang diselesaikan pada pertemuan pertama,
response time terhadap permintaan pengguna, tarif relatif dibandingkan kompetitor, retensi
pengguna, jumlah pengguna, kunjungan pengguna ke lembaga pelayanan publik, pasien per
karyawan, dan pengeluaran (biaya) layanan pengguna (customer service) per pengguna.
d. Perspektif Keuangan (Financial)
Balance Scorecard tetap menggunakan perspektif keuangan karena ukuran keuangan
sangat penting dalam memberikan ringkasan konsekuensi tindakan ekonomis yang sudah
diambil. Ukuran kinerja keuangan memberikan petunjuk apakah strategi organisasi,
implementasi dan pelaksanannya memberikan kontribusi atau tidak kepada peningkatan

9
keuntungan organisasi. Tujuan keuangan pada organisasi non for profit biasanya adalah untuk
mengetahui jumlah pendapatan dan kebutuhan biaya untuk melakukan aktifitas organisasi.
Konsep strategi dalam pengembangan rumah sakit merupakan hal yang relatif baru. Referensi
konsep strategi banyak bersumber pada bacaan mengenai manajemen perusahaan. Apakah
tindakan mengacu pada konsep manajemen lembaga usaha merupakan suatu hal yang tidak
sepantasnya ataukah memang layak dilakukan? Dalam lingkungan pelayanan rumah sakit yang
dipengaruhi oleh mekanisme pasar maka penyusunan strategi berdasarkan konsep lembaga usaha
layak dipergunakan dengan modifikasi untuk strategi yang mendukung misi sosial. Dengan
demikian akan ada dua kelompok besar strategi rumah sakit. Strategi kelompok pertama adalah
strategi untuk mengembangkan. kegiatan dengan pengguna kelompok masyarakat yang membeli.
Mereka dapat berupa pasien yang membeli pelayanan langsung, atau melalui perusahaan
asuransi kesehatan, atau melalui perusahaan tempat bekerja. Strategi ini bertumpu pada
mekanisme pasar. Strategi kelompok kedua adalah untuk mendapatkan subsidi dan dana-dana
kemanusiaan. Strategi ini terutama untuk mendukung misi sosial rumah sakit.
Lembaga tanpa strategi mempunyai risiko memberikan pelayanan seadanya. Lembaga menjadi
tidak memiliki daya yang menarik masyarakat menjatuhkan pilihan menggunakan jasa lembaga
tersebut. Strategi merupakan rangkaian kegiatan untuk menarik masyarakat agar menggunakan
atau berpartisipasi terhadap lembaga. Oleh karena itu, dalam penyusunan strategi harus dikaitkan
berbagai aspek dalampemasaran. Aspek-aspek seperti, siapa pengguna pelayanan kita, apakah
yang membeli untuk keluarganya atau untuk dirinya sendiri? berapa jumlah mereka? bagaimana
ciri-ciri mereka? bagaimana kepuasan yang akan mereka dapat dari jasa pelayanan kita.
Demikian pula untuk pengguna rumah sakit yang tidak mampu. Pertanyaan pentingnya yaitu dari
manakah sumber pembiayaan untuk mereka yang tidak mampu? Siapa yang membayar?
Bagaimana minat dan kepuasan yang mereka cari? Bab ini akan membahas perumusan strategi
secara umum dan menitik-beratkan pada pengembangan pada strategi bagi para pembeli. Bab
berikutnya akan dibahas tentang strategi yang dilakukan bagi mereka yang memberikan subsidi
atau membelikan jasa kesehatan bagi orang lain (dana kemanusiaan).
a. Makna Strategi
Setelah menetapkan misi, visi, pedoman nilai dan isu-isu pengembangan, rumah sakit akan
menetapkan strategi untuk menjalankan misi dan mencapai visi yang dicita-citakan. Secara
logika, perumusan strategi berasal dari diagnosis kelembagaan yang memicu pertanyaan

10
mengenai apa yang akan dilakukan di masa yang akan datang. Diagnosis kelembagaan dapat
menggunakan berbagai teknik termasuk analisis SWOT yang bersifat kualitatif. Dalam hal ini
perlu dicatat bahwa masa depan mengandung ketidakpastian. Dalam konteks ketidakpastian ini,
strategi dapat dikatakan sebagai suatu hipotesis mengenai terapi yang diambil dan akan
diterapkan. Dengan demikian, sebelum terlaksana, perumusan strategi merupakan sebuah
hipotesis yang belum tentu terbukti manfaatnya untuk pencapaian sesuatu. Evaluasi keberhasilan
strategi akan dilakukan pada beberapa waktu mendatang setelah strategi dilaksanakan. Oleh
karena itu, muncul pertanyaan menarik apakah perlu sebuah rumah sakit menggunakan strategi
sebagai suatu hipotesis
dalam

pengembangan ke depan?
Apakah menyusun strategi tidak membuang waktu dan tenaga? Kaplan dan Norton (2001)
menggambarkan strategi sebagai sebuah proses yang berkelanjutan (kontinyu). Dalam proses
tersebut terdapat berbagai kegiatan seperti menguji strategi, mempelajari dan melakukan
adaptasi-adaptasi. Dengan adanya proses ini, sebuah rumah sakit yang melakukan perencanaan
strategis berarti telah masuk dalam suatu pengembangan lembaga yang bersifat terus-menerus.
Dalam istilah populer sering disebut sebagai learning organization. Secara lengkap, proses
strategi yang bersifat terus-menerus dalam kaitannya dengan penyusunan anggaran adalah seperti
terlihat pada

1. Strategi Pertumbuhan
Apabila memungkinkan maka lembaga dapat memilih strategi pertumbuhan. Strategi
pertumbuhan ini bermacam-macam antara lain, (1) pertumbuhan dalam kegiatan pelayanan
kesehatan, (2) pertumbuhan dengan diversifikasi, (3) pertumbuhan dengan cara aliansi. Dalam

11
aplikasi strategi ini rumah sakit dapat melakukan kegiatan dalam bentuk tunggal berupa
pelayanan kesehatan pada lingkungan sekitar rumah sakit. Pola kegiatan tunggal ini bersifat
konservatif dengan risiko yang kecil. Kekuatan strategi ini yaitu pada konsentrasi pada satu
kegiatan dengan tidak melakukan pengembangan usaha baru yang membutuhkan energi dan
berisiko tinggi. Jika isu-isu pengembangan menunjukkan bahwa rumah sakit dapat meningkatkan
cakupan pelayanannya ke daerah baru atau kelompok masyarakat baru, maka disebut sebagai
pengembangan pasar atau perkembangan perluasan usaha dengan subsidi baru. Contoh, strategi
pertumbuhan dengan tetap pada usaha pelayanan kesehatan seperti pembukaan poli sore,
pembukaan pelayanan tumbuh kembang anak, pelayanan home care, hingga pelayanan
laboratorium.Konsentrasi pada usaha tunggal memiliki kelemahan apabila terdapat peluang lain
tetapi tidak dimanfaatkan.Sebagai contoh, peluang untuk melakukan pengembangan ke
pendidikan perawat terbuka tetapi sifat konservatif untuk bertahan pada usaha pelayanan
kesehatan saja, membuat pendirian akademi perawat tidak terwujud. Akibatnya, pengembangan
pendidikan perawat dilakukan oleh pihak lain. Dengan demikian, hilanglah peluang
pengembangan ini. Justru dalam kasus ini pihak lain yang mengambilpeluang.
2. Strategi Generik untuk Unit-Unit Pelayanan
Dalam tingkat unit pelayanan, misalnya bangsal VIP, poliklinik, laboratorium, dibutuhkan
strategi agar pengguna tertarik. Strategi in disebut strategi generik. Mengapa strategi generik
dibutuhkan? Dalam konsep rumah sakit sebagai lembaga usaha, instalasi-instalasi dapat disebut
sebagai unit pelayanan strategis. Sebuah daerah yang mempunyai banyak rumah sakit, unit-unit
pelayanan rumah sakit bersaing dengan unit sejenis ataupun pelayanan subsitusi. Di Indonesia
data menunjukkan bahwa 71% sumber pembiayaan kesehatan berasal dari kantong pasien.
Dengan demikian, secara de factomasyarakat merupakan pengguna pelayanan kesehatan yang
dapat memilih. Oleh karena itu, konsep lembaga usaha menyatakan bahwa perlu dibuat strategi
di unit-unit pelayanan rumah sakit yang langsung memberi jasa pada masyarakat. Strategi di unit
pelayanan merupakan faktor pelekat yang diharapkan menarik para pengguna jasa untuk
membeli bagi dirinya sendiri atau membelikan bagi orang lain jasa tersebut. Faktor pelekat ini
tentunya berbeda-beda,
tergantung pada segmen pasar yang diarah (Ginter dkk, 1998; Studin, 1995). Strategi-strategi ini
dapat dipergunakan rumah sakit profit oriented maupun yang nonprofit oriented. Strategi rumah
sakit nonprofit pada instalasi diperlukan pula untuk menarik pemberi subsidi. Ada tiga alternatif
12
strategi generik menurut Porter (1985) yaitu, Cost leadership, Differentiation, dan Focus. Ketiga
strategi tersebut dapat dipergunakan di rumah sakit, khususnya di unit-unit usaha (Hlavacka
dkk,2001; Autry dan Thomas, 1986).
1) Cost Leadership Strategy (CLS)
Instalasi atau unit usaha yang menggunakan strategi CLS atau low coststrategy ini akan berupaya
semaksimal mungkin mengungguli pesaing melalui pemberian jasa pelayanan yang lebih murah
dari rumah sakit lain. Namun, mutunya sama atau lebih baik. Strategi ini penting pula untuk
menarik pemberi donor. Strategi ini memberikan keuntungan karena jika terjadi kesepakatan tarif
untuk suatu pelayanan rumah sakit, rumah sakit yang mampu beroperasi dengan biaya yang lebih
rendah akan mendapatkan keuntungan yang lebih tinggi. Disamping itu, apabila pengguna rumah
sakit merupakan kelompok yang sensitif (sangat terpengaruh) dengan tarif maka hanya rumah
sakit yang mampu beroperasi pada tingkat biaya yang lebih rendah dengan mutu yang minimal
sama akan digunakan oleh kelompok ini. Pemberi subsidi rumah sakit juga menginginkan biaya
pelayanan rendah dengan mutu yang tinggi sehingga subsidi dapat dimanfaatkan oleh lebih
banyak pasien. Rumah sakit yang mampu menerapkan strategi ini disebut sebagai costleader.
Untuk dapat menjadi rumah sakit cost leader, secara umum dapat dilakukan beberapa hal.
Pertama, unit usaha rumah sakit tidak terlalu berlebihan dalam memberikan pelayanan di luar
medis. Strategi ini diharapkan tidak memerlukan biaya yang tinggi. Sebagai contoh dalam
pelayanan bangsa l VIP, RS tidak perlu menyediakan televisi ukuran 35 inci tetapi cukup televisi
ukuran 17 inci. Hal ini disebabkan oleh perbedaan harga televisi tersebut serta pemakaian
listriknya.
2) Differentiation Strategy (DS)
Tujuan utama strategi diferensiasi adalah meraih keunggulan kompetitif melalui penciptaan
produk atau jasa yang unik dalam berbaga ibentuk pilihan. Pada dasarny aterdapat beberapa cara
dalam penggunaan strategi diferensiasi yaitu, pertama, rumah sakit melakukan strategi
diferensiasi berdasarkan produk jasa yang ditawarkan .Contoh adalah, sebuah rumah sakit
memiliki pelayanan bedah jantung yang tidak terdapat pada rumah sakit lain. Kedua, diferensiasi
dapat dilakukan berdasarkan pelayanan non medik. Sebagai contoh,sebuah rumah sakit
memberikan pelayanan makanan yang berasal dari restoran untuk pasien-pasien rawat inap.
Ketiga,rumah sakit dapat melakukan diferensiasi berdasarkan kondisi psikologis konsumen
seperti status, privasi,atau yang lainnya.Sebagai contoh, bangsal VIP sebuah rumah sakit
13
memberikan fasilitas berupa ruang rapat kecil untuk para eksekutif yang istirahat dirumah sakit
tetapi masih hendak melakukan aktivitas rapat. Apabila keadaan lingkungan
memungkinkan,rumah sakit sebaiknya berusaha melakukan diferensiasi unit pelayanan dari
berbagai segi.Hal ini membawa berbagai keuntungan bagi rumah sakit.

3) Strategy Focus

Unit-unit pelayanan rumah sakit dapat diarahkan untuk melayani masyarakat dengan fokus
tertentu. Sebagai contoh, sebuah rumah sakit umum yang mempunyai fokus pelayanan untuk
orang tua atau lanjut usia. Dengan strategi ini, dikembangkan instalasi rawat inap yang secara
fisik cocok untuk golongan orang tua. Instalasi rawat jalan dikembangkan pelayanan home care
bagi orang-orang tua. Dengan pengembangan ini maka terjadi suatu citra bahwa unit-unit usaha
rumah sakit ini sangat memperhatikan kaum tua atau orang-orang tua. Pemilihan strategi ini
dapat dikombinasikan dengan cost leadership atau diferensiasi. Manfaat yang dapat diambil dari
strategi ini adalah melindungi diri dari ancaman pesaing, pemasok yang kuat, para pesaing baru
yang akan masuk, hingga pada produk substitusi. Contoh lain strategi fokus, sebuah rumah sakit
umum yang unit-unit pelayanannya berfokus pada kesehatan wanita. Rumah sakit ini ingin
Strategi Fungsional di Unit Pendukung Setelah menetapkan strategi besar dan strategi pada unit
pelayanan, suatu pertanyaan muncul yaitu bagaimana dengan strategi dalam fungsi-fungsi
manajemen untuk mewujudkan visi dan melaksanakan misi rumah sakit? Dalam perumusan
strategi, selain pada tingkat rumah sakit dan instalasi sebagai unit pelayanan, peranan unit-unit
pendukung dalam perumusan strategi merupakan hal penting. Unit-unit pendukung tersebut
antara lain, keuangan, sumber daya manusia, klinik dan keperawatan, sistem informasi, serta
pemasaran. Strategi unit pendukung ini penting karena berbagai kegiatan dalam unit pelayanan
merupakan hasil dari kegiatan unit pendukung. Tantangan menyusun strategi fungsional yaitu
bagaimana strategi yang diambil agar sumber daya manusia menjadi lebih termotivasi dan siap
bekerja? Bagaimana agar terjadi proses kegiatan yang lebih efisien dengan cara menghilangkan
pelayanan yang tidak berguna? Bagaimana agar para pengguna yang membeli puas? Bagaimana
agar pemberi subsidi terwujud? Bagaimana agar pemberi dana kemanusiaan yang menyumbang
terwujud dan puas? Bagaimana agar kesehatan keuangan dan misi dapat terlaksana? Apa
indikatornya?
3. Penyusunan Program dan Penetapan Anggaran
14
Perumusan strategi harus diterjemahkan dalam programprogram. Program-program merupakan
kegiatan yang akan diberi anggaran. Kaplan danNorton (2001) memberikan suatu uraian yang
sangat tepat untuk menghubungkan antara perumusan strategi dengan kegiatan sehari-hari.
Dikenal dengan prosedur yang disebut Step Down Procedure yang dapat menghubungkan antara
strategi dengan penyusunan anggaran, yaitu:

1. Perumusan strategi,
2. Terjemahan strategi menjadi Balanced Scorecard,
3. Menetapkan jangkauan sasaran (target),
4. Identifikasi program berdasarkan strategi dan sumber daya
yang dibutuhkan,
5. Penetapan anggaran keuangan dan sumber daya manusia
6. Anggaran satu tahun.

Dengan menggunakan konsep berpikir step downt ersebut, sebuah rumah sakit dapat mencoba
meterjemahkan strategi yang telah dirumuskan menjadi penganggaran. Halhal yang dilakukan
oleh rumah sakit meliputi:
1. Menterjemahkan strategi menjadi tujuan-tujuan sasaran (target) yang dapat terukur,
2. Mengembangkan rencana usaha selama 2--3 tahun ke depan dengan menetapkan sasaran-
sasaran untuk setiap tujuan,
3. Menetapkan program-program untuk melaksanakan rencana usaha. Setiap program
mempunyai orang atau bagian yang bertanggung jawab untuk pelaksanaan dan jadwal waktunya.
4. Setiap program harus dirinci dalam rencana kerja operasional dan penganggarannya

15
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pelyanan rawat inap merupakan satu pelayanan yang menjadi perhatian utama rumah
sakit seluruh dunia, karena jumlah pasien rawat inap semakin hari semakin bertambah.Dengan
menyusunnya renstra ini guna Agar meningkatkan kinerja perawat dibagian rawat inap &
kepuasan pasien terhadap pelayanan dirumah sakit.

3.2  Saran
Renstra harus dijadikan pedoman dalam menyusun rencana kerja,oleh karena itu
kerjasama,inovasi dan tanggung jawab tinggi diperlukan agar mencapai target-target yang telah
ditetapkan di rentra.dengan demikian, renstra ini tidak hanya mejadi dokumen administrasi
saja,karena secara substansial merupakan cerminan aspriasi pembangunan yang memang
dibutuhkan oleh stakeholder sesuai dengan visi dan misi yang ingin dicapai.

16
17

Anda mungkin juga menyukai