Anda di halaman 1dari 31

REFERAT

“Pneumonia”

DISUSUN OLEH:
Muchammad Alfiansyah
11020131177

PEMBIMBING:
Letkol CKM (K) dr. Ade Netra Kartika, Sp. PD, MARS, FINASIM

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


RS TK.II MOH. RIDWAN MEURAKSA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
2019
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang senantiasa memberikan kekuatan dan
kemampuan kepada penyusun sehingga penyusunan Referat yang berjudul
“Pneumonia” ini dapat diselesaikan. Referat ini disusun untuk memenuhi syarat dalam
mengikuti dan menyelesaikan kepaniteraan klinik Penyakit Dalam di RS Moh Ridwan
Meuraksa. Penulis menyadari bahwa terselesaikannya referat ini tidak lepas dari bantuan
dan dorongan banyak pihak. Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada:

1. dr. Ade Netra Kartika, Sp. PD, MARS, FINASIM Letkol CKM (K) selaku dokter
pembimbing penulisan referat.

2. Teman-teman sejawat dokter muda di lingkungan RS Moh Ridwan Meuraksa


Segala daya upaya telah di optimalkan untuk menghasilkan referat yang baik dan
bermanfaat, dan terbatas sepenuhnya pada kemampuan dan wawasan berpikir
penulis. Pada akhirnya penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari
sempurna, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca
agar dapat menghasilkan tulisan yang lebih baik di kemudian hari.

Akhir kata penulis mengharapkan referat ini dapat memberikan manfaat bagi
pembaca, khususnya bagi para dokter muda yang memerlukan panduan dalam menjalani
aplikasi ilmu.

Jakarta, Mei 2019

Penulis
LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Muchammad Alfiansyah

NPM : 1102013177

Asal Insitusi : Universitas YARSI

Stase : Penyakit Dalam

Periode : 13 Mei 2018 – 28 Juli 2019

REFERAT DENGAN JUDUL

PNEUMONIA

Penyusun Pembimbing

Muchammad Alfiansyah dr. Ade Netra Kartika, SpPD, MARS, FINASIM

1102013177 Letkol Ckm (K) Nrp.: 11990025420972

1
BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit saluran nafas menjadi penyebab angka kematian dan kecacatan yang tinggi
diseluruh dunia. Sekitar 80% dari seluruh kasus berhubungan dengan infeksi saluran nafas yang
terjadi di masyarakat atau didalam rumah sakit. Salah satu infeksi saluran nafas yaitu
pneumonia. Pneumonia merupakan bentuk infeksi saluran pernafasan bawah akut pada
parenkim paru yang serius yang dijumpai sekitar 15-20%.

Di Amerika dan Eropa yang merupakan negara maju, angka kejadian pneumonia masih
tinggi. Berdasarkan data SEAMIC Health Statistic 2001 dalam perhimpunan dokter paru
Indonesia tahun 2003 influenza dan pneumonia merupakan penyebab kematian nomor 6 di
Indonesia. Di Indonesia sendiri, insiden penyakit ini cukup tinggi sekitar 5-35% dengan
kematian mencapai 20-50%.

Pneumonia dapat terjadi pada orang normal tanpa kelainan imunitas yang jelas. Namun
pada kebanyakan pasien dewasa yang menderita pneumonia didapatkan adanya satu atau lebih
penyakit dasar yang mengganggu daya tahan tubuh. Pneumonia semakin sering dijumpai pada
orang-orang lanjut usia (lansia) dan sering terjadi pada penyakit paru obstruktif kronis (PPOK).
Juga dapat terjadi pada pasien dengan penyakit lain seperti diabetes mellitus, payah jantung,
penyakit arteri koroner, keganasan, insufisiensi renal, penyakit saraf kronik dan penyakit hati
kronik.

1
BAB II
PNEUMONIA

2.1 Anatomi Paru-Paru

Paru-paru merupakan organ yang lunak, spongious dan elastis, berbentuk kerucut atau

konus, terletak dalam rongga toraks dan di atas diafragma, diselubungi oleh membran pleura.

Setiap paru mempunyai apeks (bagian atas paru) yang tumpul di kranial dan basis (dasar) yang

melekuk mengikuti lengkung diphragma di kaudal. Pembuluh darah paru, bronkus, saraf dan

pembuluh limfe memasuki tiap paru pada bagian hilus.2

Paru-paru kanan mempunyai 3 lobus sedangkan paru-paru kiri 2 lobus. Lobus pada

paru-paru kanan adalah lobus superius, lobus medius, dan lobus inferius. Lobus medius/lobus

inferius dibatasi fissura horizontalis; lobus inferius dan medius dipisahkan fissura oblique.

Lobus pada paru-paru kiri adalah lobus superius dan lobus inferius yg dipisahkan oleh fissura

oblique. Pada paru-paru kiri ada bagian yang menonjol seperti lidah yang disebut lingula.

Jumlah segmen pada paru-paru sesuai dengan jumlah bronchus segmentalis, biasanya 10 di kiri

dan 8-9 yang kanan. Sejalan dgn percabangan bronchi segmentales menjadi cabang-cabang yg

lebih kecil, segmenta paru dibagi lagi menjadi subsegmen-subsegmen.2

1
2.2 Definisi Pneumonia

Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus

terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta menimbulkan

konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat yang disebabkan oleh

mikroorganisme (bakteri.virus,jamur,protozoa).3

Secara kinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang disebabkan

oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit). Pneumonia yang disebabkan oleh

Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk. Sedangkan peradangan paru yang disebabkan

oleh nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan toksik, obat-obatan dan lain-

lain) disebut pneumonitis.4

1
2.3 Epidemiologi Pneumonia

Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi saluran nafas yang terbanyak di

dapatkan dan dapat menyebabkan kematian hampir di seluruh dunia. Angka kematian di

Inggris adalah sekitar 5-10%. Berdasarkan umur, pneumonia dapat menyerang siapa saja,

meskipun lebih banyak ditemukan pada anak-anak. Di Amerika Serikat pneumonia mencapai

13% dari penyakit infeksi saluran nafas pada anak di bawah 2 tahun.4

UNICEF memperkirakan bahwa 3 juta anak di dunia meninggal karena penyakit

pneumonia setiap tahun. Kasus pneumonia di negara berkembang tidak hanya lebih sering

didapatkan tetapi juga lebih berat dan banyak menimbulkan kematian pada anak. Insiden

puncak pada umur 1-5 tahun dan menurun dengan bertambahnya usia anak. Mortalitas

diakibatkan oleh bakteremia oleh karena Streptococcus pneumoniae dan Staphylococcus

aureus, tetapi di negara berkembang juga berkaitan dengan malnutrisi dan kurangnya akses

perawatan. Dari data mortalitas tahun 1990, pneumonia merupakan seperempat penyebab

kematian pada anak dibawah 5 tahun dan 80% terjadi di negara berkembang. Pneumonia yang

disebabkan oleh infeksi RSV didapatkan sebanyak 40%. Di negara dengan 4 musim,

banyak terdapat pada musim dingin sampai awal musim semi, dinegara tropis pada musim

hujan. 4

Di Indonesia berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007,

menunjukkan, prevalensi nasional ISPA: 25,5%, angka kesakitan ( morbiditas ) pneumonia

pada bayi: 2,2%, balita: 3%, angka kematian ( mortalitas ) pada bayi 23,8% dan balita 15,5%.
5

1
2.4 Etiologi Pneumonia

Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme yaitu bakteri,

virus, jamur, protozoa, yang sebagian besar disebabkan oleh bakteri. Penyebab tersering

pneumonia adalah bakteri gram positif, Streptococcus pneumonia. Kuman penyebab

pneumonia biasanya berbeda sesuai dengan distribusi umur pasien, dan keadaan klinis

terjadinya infeksi. 4

Virus penyebab tersering pneumonia adalah respiratory syncytial virus (RSV),

parainfluenza virus, influenza virus dan adenovirus. Secara umum bakteri yang berperan

penting dalam pneumonia adalah Streptococcus pneumonia, Haemophillus influenza,

Staphylococcus aureus, Streptococcus group B, serta kuman atipik klamidia dan mikoplasma.
4

Pada neonatus Streptococcus group B dan Listeriae monocytogenes merupakan

penyebab pneumonia paling banyak. Virus adalah penyebab terbanyak pneumonia pada

usia prasekolah dan berkurang dengan bertambahnya usia. Selain itu Streptococcus

pneumoniae merupakan penyebab paling utama pada pneumonia bakterial. Mycoplasma

pneumoniae dan Chlamydia pneumoniae merupakan penyebab yang sering didapatkan pada

anak diatas 5 tahun. Communityy-acquired acute pneumonia sering disebabkan oleh

streptokokkus pneumonia atau pneumokokkus, sedangkan pada Community-acquired atypical

pneumonia penyebab umumnya adalah Mycopalsma pneumonia. Staphylokokkus aureus dan

batang gram negatif seperti Enterobacteriaceae dan Pseudomonas, adalah isolat yang tersering

ditemukan pada Hospital-acquired pneumonia.4

1
Tabel 1. Mikroorganisme penyebab pneumonia menurut umur dengan terjadinya infeksi. 4
Umur Penyebab yang sering Penyebab yang jarang
Lahir-20 hari Bakteria Bakteria
 Escherichia colli  Group D streptococci
 Group B streptococci  Haemophillus influenzae
 Listeria monocytogenes  Streptococcus pneumoniae
 Ureaplasma urealyticum
Virus
 Cytomegalovirus
 Herpes simplex virus

3 minggu – Bakteria Bakteria


3 bulan  Clamydia trachomatis  Bordetella pertusis
 Streptococcus pneumoniae  Haemophillusinfluenza type B &
Virus non typeable
 Respiratory syncytial virus  Moxarella catarrhalis
 Influenza virus  Staphylococcus aureus
 Para influenza virus 1,2  Ureaplasma urealyticum
and 3 Virus
 Adenovirus  Cytomegalovirus

4 bulan – Bakteria Bakteria


5 tahun  Streptococcus pneumoniae Haemophillus influenza type B
 Clamydia pneumoniae  Moxarella catarrhalis
 Mycoplasma pneumoniae  Neisseria meningitis
Virus  Staphylococcus aureus
 Respiratory syncytial virus Virus
 Influenza virus  Varicella zoster virus
 Parainfluenza virus
 Rhinovirus
 Adenovirus
 Measles

5 tahun – dewasa Bakteria Bakteria


 Clamydia pneumonia  Haemophillus influenza type B
 Mycoplasma pneumonia  Legionella species
 Streptococcus pneumoniae Staphylococcus aureus
Virus
 Adenovirus
 Epstein barr virus
 Influenza virus
 Parainfluenza virus

1
 Rhinovirus
 Respiratory syncytial virus
 Varicella zoster virus

Tabel 2. Mikroorganisme penyebab pneumonia menurut keadaan klinis terjadinya infeksi. 4


 Communityy-acquired acute pneumonia
Streptococcus pneumonia
Haemophilus influenzae
Moraxella catarrhalis
Staphylococcus aureus
Legionella pneumophila
Enterobacteriaceae (Klebsiella pneumoniae) and Pseudomonas spp.
 Community-acquired atypical pneumonia
Mycoplasma pneumonia
Chlamydia spp. (C. pneumoniae, C. psittaci, C. trachomatis)
Coxiella burnetii (Q fever)
Viruses: respiratory syncytial virus, parainfluenza virus (children); influenza A and B
(adults); adenovirus
(military recruits); SARS virus
 Hospital-acquired pneumonia
Gram-negative rods, Enterobacteriaceae (Klebsiella spp., Serratia marcescens, Escherichia
coli) and
Pseudomonas spp.
Staphylococcus aureus (usually penicillin resistant)
 Pneumonia kronis
Nocardia
Actinomyces
Granulomatous: Mycobacterium tuberculosis and atypical mycobacteria, Histoplasma
capsulatum,
Coccidioides immitis, Blastomyces dermatitidis

2.5 Klasifikasi Pneumonia

1. Menurut sifatnya, yaitu:

a. Pneumonia primer, yaitu radang paru yang terserang pada orang yang tidak mempunya

faktor resiko tertentu. Kuman penyebab utama yaitu Staphylococcus pneumoniae (

pneumokokus), Hemophilus influenzae, juga Virus penyebab infeksi pernapasan(

1
Influenza, Parainfluenza, RSV). Selain itu juga bakteri pneumonia yang tidak khas(

“atypical”) yaitu mykoplasma, chlamydia, dan legionella.

b. Pneumonia sekunder, yaitu terjadi pada orang dengan faktor predisposisi, selain

penderita penyakit paru lainnnya seperti COPD, terutama juga bagi mereka yang

mempunyai penyakit menahun seperti diabetes mellitus, HIV, dan kanker,dll. 2

2. Berdasarkan Kuman penyebab

a. Pneumonia bakterial / tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa bakteri

mempunyai tendensi menyerang sesorang yang peka, misalnya Klebsiella pada

penderita alkoholik,Staphyllococcus pada penderita pasca infeksi influenza.

b. Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan Chlamydia

c. Pneumonia virus, disebabkan oleh virus RSV, Influenza virus

d. Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama pada

penderita dengan daya tahan lemah (immunocompromised). 5

3. Berdasarkan klinis dan epidemiologi

a. Pneumonia komuniti (Community-acquired pneumonia= CAP) pneumonia yang terjadi

di lingkungan rumah atau masyarakat, juga termasuk pneumonia yang terjadi di rumah

sakit dengan masa inap kurang dari 48 jam. 5

b. Penumonia nosokomial (Hospital-acquired Pneumonia= HAP) merupakan pneumonia

yang terjadi di “rumah sakit”, infeksi terjadi setelah 48 jam berada di rumah sakit.

Kuman penyebab sangat beragam, yang sering di temukan yaitu Staphylococcus aureus

atau bakteri dengan gramm negatif lainnya seperti E.coli, Klebsiella pneumoniae,

Pseudomonas aeroginosa, Proteus, dll. Tingkat resistensi obat tergolong tinggi untuk

bakteri penyebab HAP. 6

c. Pneumonia aspirasi

4. Berdasarkan lokasi infeksi

1
a. Pneumonia lobaris

Pneumonia focal yang melibatkan satu / beberapa lobus paru. Bronkus besar

umumnya tetap berisi udara sehingga memberikan gambaran airbronchogram.

Konsolidasi yang timbul merupakan hasil dari cairan edema yang menyebar melalui

pori-pori Kohn. Penyebab terbanyak pneumonia lobaris adalah Streptococcus

pneumoniae. Jarang pada bayi dan orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu lobus

atau segmen. Kemungkinan sekunder disebabkan oleh adanya obstruksi bronkus seperti

aspirasi benda asing, atau adanya proses keganasan. 5

b. Bronko pneumonia (Pneumonia lobularis)

Inflamasi paru-paru biasanya dimulai di bronkiolus terminalis. Bronkiolus terminalis

menjadi tersumbat dengan eksudat mukopurulen membentuk bercak-bercak

konsolidasi di lobulus yang bersebelahan. Ditandai dengan adanya bercak-bercak

infiltrate multifocal pada lapangan paru. Dapat disebabkan oleh bakteri maupun virus.

Sering pada bayi dan orang tua. Jarang dihubungkan dengan obstruksi bronkus. 5

c. Pneumonia interstisial

Terutama pada jaringan penyangga, yaitu interstitial dinding bronkus dan peribronkil.

Peradangan dapat ditemumkan pada infeksi virus dan mycoplasma. Terjadi edema

dinding bronkioli dan juga edema jaringan interstisial prebronkial. Radiologis berupa

bayangan udara pada alveolus masih terlihat, diliputi perselubungan yang tidak merata.
5

2.6 Patofisiologi Pneumonia

Pneumonia yang dipicu oleh bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi sampai usia

lanjut. Pecandu alcohol, pasien pasca operasi, orang-orang dengan gangguan penyakit

pernapasan, sedang terinfeksi virus atau menurun kekebalan tubuhnya , adalah yang paling

berisiko.1

1
Sebenarnya bakteri pneumonia itu ada dan hidup normal pada tenggorokan yang sehat.

Pada saat pertahanan tubuh menurun, misalnya karena penyakit, usia lanjut, dan malnutrisi,

bakteri pneumonia akan dengan cepat berkembang biak dan merusak organ paru-paru.1

Kerusakan jaringan paru setelah kolonisasi suatu mikroorganisme paru banyak

disebabkan oleh reaksi imun dan peradangan yang dilakukan oleh pejamu. Selain itu, toksin-

toksin yang dikeluarkan oleh bakteri pada pneumonia bakterialis dapat secara langsung

merusak sel-sel system pernapasan bawah. Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai

permukaan: 5

1. Inokulasi langsung

2. Penyebaran melalui pembuluh darah

3. Inhalasi bahan aerosol

4. Kolonisasi dipermukaan mukosa

Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah cara kolonisasi. Secara inhalasi

terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal, mikrobakteria atau jamur. Kebanyakan

bakteri dengan ukuran 0,5 – 2,0 nm melalui udara dapat mencapai bronkus terminal atau alveoli

dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada saluran napas atas (hidung,

orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi inokulasi

mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi paru.

Aspirasi dari sebagian kecil sekret orofaring terjadi pada orang normal waktu tidur (50%) juga

pada keadaan penurunan kesadaran, peminum alkohol dan pemakai obat (drug abuse). 5

Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan reaksi radang

berupa edema seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN dan diapedesis eritrosit

sehingga terjadi permulaan fagositosis sebelum terbentuknya antibodi. 5

Pneumonia bakterialis menimbulkan respon imun dan peradangan yang paling

mencolok. Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru-paru, ataupun seluruh lobus,

1
bahkan sebagian besar dari lima lobus paru-paru (tiga di paru-paru kanan, dan dua di paru-paru

kiri) menjadi terisi cairan. Dari jaringan paru-paru, infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh

tubuh melalui peredaran darah. Bakteri pneumokokus adalah kuman yang paling umum

sebagai penyebab pneumonia.

Terdapat empat stadium anatomic dari pneumonia terbagi atas:

1. Stadium Kongesti (4 – 12 jam pertama)

Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung

pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan

permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-

mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan.

Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga

mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin

untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal

ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstitium sehingga terjadi

pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan

alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka

perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan

saturasi oksigen hemoglobin. 2

2. Stadium Hepatisasi Merah (48 jam selanjutnya)

Terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh

penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh

karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah

dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal

sehingga anak akan bertambah sesak. Stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48

jam. 2

1
3. Stadium Hepatisasi Kelabu (Konsolidasi)

Terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini

endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel.

Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi

fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami

kongesti.2

4. Stadium Akhir (Resolusi)

Eksudat yang mengalami konsolidasi di antara rongga alveoli dicerna secara enzimatis yang

diserap kembali atau dibersihkan dengan batuk. Parenkim paru kembali menjadi penuh dengan

cairan dan basah sampai pulih mencapai keadaan normal.2

2.7 Diagnosis Pneumonia

2.7.1 Gambaran Klinis dan Pemeriksaan Fisik


Gejala-gejala pneumonia serupa untuk semua jenis pneumonia. Gejalanya meliputi:

Gejala Mayor: 1.Batuk


2.Sputum produktif
3.Demam (suhu>38 0c)

Gejala Minor: 1. sesak napas


2. nyeri dada
3. konsolidasi paru pada pemeriksaan fisik
4. jumlah leukosit >12.000/L

Gambaran klinis biasanya didahului oleh infeksi saluran napas akut bagian atas selama

beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam, menggigil, suhu tubuh kadang-kadang

melebihi 40º C, sakit tenggorokan, nyeri otot dan sendi. Juga disertai batuk, dengan sputum

mukoid atau purulen, kadang-kadang berdarah.5

1
Pada pemeriksaan fisik dada terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernafas , pada

palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi terdengar suara napas

bronkovesikuler sampai bronchial yang kadang-kadang melemah. Mungkin disertai ronkhi

halus, yang kemudian menjadi ronkhi basah kasar pada stadium resolusi. 5

2.7.2 Pemeriksaan Laboratorium

Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit, biasanya

>10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada hitungan jenis leukosit terdapat

pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk menentukan diagnosis etiologi

diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Kultur darah dapat positif pada 20-

25% penderita yang tidak diobati. Anlalisa gas darah menunjukkan hipoksemia dan

hiperkarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik. 6

2.7.3 Gambaran Radiologis

Gambaran Radiologis pada foto thorax pada penyakit pneumonia antara lain:

 Perselubungan/konsolidasi homogen atau inhomogen sesuai dengan lobus atau segment paru

secara anantomis.

 Batasnya tegas, walaupun pada mulanya kurang jelas.

 Volume paru tidak berubah, tidak seperti atelektasis dimana paru mengecil. Tidak tampak

deviasi trachea/septum/fissure/ seperti pada atelektasis.

 Silhouette sign (+) : bermanfaat untuk menentukan letak lesi paru ; batas lesi dengan jantung

hilang, berarti lesi tersebut berdampingan dengan jantung atau di lobus medius kanan.

 Seringkali terjadi komplikasi efusi pleura.

 Bila terjadinya pada lobus inferior, maka sinus phrenicocostalis yang paling akhir terkena.

 Pada permulaan sering masih terlihat vaskuler.

 Pada masa resolusi sering tampak Air Bronchogram Sign (terperangkapnya udara pada

bronkus karena tidanya pertukaran udara pada alveolus).

1
Foto thoraks saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya

merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi, misalnya penyebab pneumonia lobaris

tersering disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa sering

memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran bronkopneumonia sedangkan Klebsiela

pneumonia sering menunjukan konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan meskipun

dapat mengenai beberapa lobus.6

1.Pneumonia Lobaris

Foto Thorax

1
Tampak gambaran gabungan konsolidasi berdensitas tinggi pada satu segmen/lobus (lobus
kanan bawah PA maupun lateral)) atau bercak yang mengikutsertakan alveoli yang
tersebar. Air bronchogram biasanya ditemukan pada pneumonia jenis ini.
CT Scan

Hasil CT dada ini menampilkan gambaran hiperdens di lobus atas kiri sampai ke perifer.

2. Bronchopneumonia (Pneumonia Lobularis)

Foto Thorax

Pada gambar diatas tampak konsolidasi tidak homogen di lobus atas kiri dan lobus bawah
kiri.
CT Scan

1
Tampak gambaran opak/hiperdens pada lobus tengah kanan, namun tidak menjalar sampai

perifer.

3. Pneumonia Interstisial

Foto Thorax

Terjadi edema dinding bronkioli dan juga edema jaringan interstitial prebronkial.

Radiologis berupa bayangan udara pada alveolus masih terlihat, diliputi oleh perselubungan

yang tidak merata.

CT Scan

1
Gambaran CT Scan pneumonia interstitiak pada seorang pria berusia 19 tahun. (A)
Menunjukan area konsolidasi di percabangan peribronkovaskuler yang irreguler. (B)
CT Scan pada hasil follow up selama 2 tahun menunjukan area konsolidasi yang
irreguler tersebut berkembang menjadi bronkiektasis atau bronkiolektasis (tanda
panah)

2.7.4 Pemeriksaan Bakteriologis

Bahan berasal dari sputum, darah, aspirasi nasotrakeal/transtrakeal, torakosintesis,

bronkoskopi, atau biopsi. Kuman yang predominan pada sputum disertai PMN yang

kemungkinan penyebab infeksi. 5

Pengambilan dahak dilakukan pagi hari. Pasien mula-mula kumur-kumur dengan

akuades biasa, setelah itu pasien diminta inspirasi dalam kemudian membatukkan dahaknya.

Dahak ditampung dalam botol steril dan ditutup rapat. Dahak segera dikirim ke labolatorium

(tidak boleh lebih dari 4 jam). Jika terjadi kesulitan mengeluarkan dahak, dapat dibantu

nebulisasi dengan NaCl 3%. Kriteria dahak yang memenuhi syarat untuk pemeriksaan apusan

langsung dan biarkan yaitu bila ditemukan sel PMN > 25/lpk dan sel epitel < 10/lpk. 5

2.8 Diagnosis Banding Pneumonia

A.Tuberculosis Paru (TB)

1
Tuberculosis Paru (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh

M. tuberculosis. Jalan masuk untuk organism M. tuberculosis adalah saluran pernafasan,

saluran pencernaan. Gejala klinis TB antara lain batuk lama yang produktif (durasi lebih dari

3 minggu), nyeri dada, dan hemoptisis dan gejala sistemik meliputi demam, menggigil,

keringat malam, lemas, hilang nafsu makan dan penurunan berat badan.3

Tampak gambaran cavitas pada paru lobus atas kanan pada foto thorax proyeksi PA

B.Atelektasis

Atelektasis adalah istilah yang berarti pengembangan paru yang tidak sempurna dan

menyiratkan arti bahwa alveolus pada bagian paru yang terserang tidak mengandung udara dan

kolaps. Memberikan gambaran yang mirip dengan pneumonia tanpa air bronchogram. Namun

terdapat penarikan jantung, trakea, dan mediastinum ke arah yang sakit karena adanya

pengurangan volume interkostal space menjadi lebih sempit dan pengecilan dari seluruh atau

sebagian paru-paru yang sakit. Sehingga akan tampak thorax asimetris. 3

1
Atelektasis pada foto thorax proyeksi PA

C. Efusi Pleura

Memberi gambaran yang mirip dengan pneumonia, tanpa air bronchogram. Terdapat

penambahan volume sehingga terjadi pendorongan jantung, trakea, dan mediastinum kearah

yang sehat. Rongga thorax membesar. Pada edusi pleura sebagian akan tampak meniscus sign

(+) tanda khas pada efusi pleura. 3

1
Efusi pleura pada foto thorax posisi PA

2.9 Penatalaksanaan

Pengobatan terdiri atas antibiotik dan pengobatan suportif. Pemberian antibiotik pada

penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan data mikroorganisme dan hasil uji kepekaannya,

akan tetapi karena beberapa alasan yaitu : 7

1. penyakit yang berat dapat mengancam jiwa

2. bakteri patogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab pneumonia.

3. hasil pembiakan bakteri memerlukan waktu.

Maka pada penderita pneumonia dapat diberikan terapi secara empiris. Secara umum

pemilihan antibiotic berdasarkan baktri penyebab pneumonia dapat dilihat sebagai berikut : 7,5,1

1. Pemberian Antibiotik

Penisilin sensitif Streptococcus pneumonia (PSSP)


􀂃 Golongan Penisilin
􀂃 TMP-SMZ
􀂃 Makrolid
Penisilin resisten Streptococcus pneumoniae (PRSP)
􀂃 Betalaktam oral dosis tinggi (untuk rawat jalan)
􀂃 Sefotaksim, Seftriakson dosis tinggi

1
􀂃 Marolid baru dosis tinggi
􀂃 Fluorokuinolon respirasi
Pseudomonas aeruginosa
􀂃 Aminoglikosid
􀂃 Seftazidim, Sefoperason, Sefepim
􀂃 Tikarsilin, Piperasilin
􀂃 Karbapenem : Meropenem, Imipenem
􀂃 Siprofloksasin, Levofloksasin
Methicillin resistent Staphylococcus aureus (MRSA)
􀂃 Vankomisin
􀂃 Teikoplanin
􀂃 Linezolid
Hemophilus influenzae
􀂃 TMP-SMZ
􀂃 Azitromisin
􀂃 Sefalosporin gen. 2 atau 3
􀂃 Fluorokuinolon respirasi
Legionella
􀂃 Makrolid
􀂃 Fluorokuinolon
􀂃 Rifampisin
Mycoplasma pneumoniae
􀂃 Doksisiklin
􀂃 Makrolid
􀂃 Fluorokuinolon
Chlamydia pneumoniae
􀂃 Doksisikin
􀂃 Makrolid
􀂃 Fluorokuinolon

1
Tabel 3. Rekomendasi Terapi Empiris (ATS 2001) 8
Kategori Keterangan Kuman Penyebab Obat Pilihan I Obat Pilihan II

Kategori I Usia -S.pneumonia - Klaritromisin - Siprofloksasin


penderita -M.pneumonia 2x250 mg 2x500mg atau
< 65 tahun -C.pneumonia - -Azitromisin Ofloksasin 2x400mg
-Penyakit -H.influenzae 1x500mg - Levofloksasin
Penyerta (-) -Legionale sp - Rositromisin 1x500mg atau
-Dapat -S.aureus 2x150 mg atau Moxifloxacin
berobat jalan -M,tuberculosis 1x300 mg 1x400mg
-Batang Gram (-) - Doksisiklin 2x100mg
Kategori II -Usia -S.pneumonia -Sepalospporin -Makrolid
penderita > H.influenzae generasi 2 -Levofloksasin
65 tahun Batang gram(-) -Trimetroprim -Gatifloksasin
- Peny. Aerob +Kotrimoksazol -Moxyfloksasin
Penyerta (+) S.aures -Betalaktam
-Dapat M.catarrhalis
berobat jalan Legionalle sp

Kategori -Pneumonia -S.pneumoniae - Sefalosporin -Piperasilin +


III berat. -H.influenzae Generasi 2 atau tazobaktam
- Perlu -Polimikroba 3 -Sulferason
dirawat di termasuk Aerob - Betalaktam +
RS,tapi tidak -Batang Gram (-) Penghambat
perlu di ICU -Legionalla sp Betalaktamase
-S.aureus +makrolid
M.pneumoniae

Kategori IV -Pneumonia -S.pneumonia - Sefalosporin -Carbapenem/


berat -Legionella sp generasi 3 meropenem
-Perlu dirawat -Batang Gram (-) (anti -Vankomicin
di ICU aerob pseudomonas) -Linesolid
-M.pneumonia + makrolid -Teikoplanin
-Virus

1
-H.influenzae - Sefalosporin
-M.tuberculosis generasi 4
-Jamur endemic - Sefalosporin
generasi 3 +
kuinolon

2. Terapi Suportif Umum

1. Terapi O2 untuk mencapai PaO2 80-100 mmHg atau saturasi 95-96% berdasarkan

pemeriksaan analisis gas darah.

2. Humidifikasi dengan nebulizer untuk pengenceran dahak yang kental, dapat disertai

nebulizer untuk pemberian bronkodilator bila terdapat bronkospasme.

3. Fisioterapi dada untuk pengeluaran dahak, khususnya anjuran untuk batuk dan napas dalam.

Bila perlu dikerjakan fish mouth breathing untuk melancarkan ekspirasi dan pengeluarn

CO2. Posisi tidur setengah duduk untuk melancarkan pernapasan.7

4. Pengaturan cairan. Keutuhan kapiler paru sering terganggu pada pneumonia, dan paru lebih

sensitif terhadap pembebanan cairan terutama bila terdapat pneumonia bilateral. Pemberian

cairan pada pasien harus diatur dengan baik, termasuk pada keadaan gangguan sirkulasi

dan gagal ginjal. Overhidrasi untuk maksud mengencerkan dahak tidak diperkenankan. 9

5. Pemberian kortikosteroid pada fase sepsis berat perlu diberikan. Terapi ini tidak bermanfaat

pada keadaan renjatan septik.

6. Obat inotropik seperti dobutamin atau dopamin kadang-kadang diperlukan bila terdapat

komplikasi gangguan sirkulasi atau gagal ginjal prerenal.

7. Ventilasi mekanis, indikasi intubasi dan pemasangan ventilator pada pneumonia adalah:

a. Hipoksemia persisten meskipun telah diberikan O2 100% dengan menggunakaan

masker. Kosentrasi O2 yang tinggi menyebabkan penurunan pulmonary compliance

1
hingga tekanan inflasi meninggi. Dalam hal ini perlu dipergunakan PEEP untuk

memperbaiki oksigenisasi dan menurunkan FiO2 menjadi 50% atau lebih rendah.9

b. Gagal napas yang ditandai oleh peningkatan respiratory distress, dengan atau didapat

asidosis respiratorik.

c. Respiratory arrest.

d. Retensi sputum yang sulit diatasi secara konservatif.

8. Drainase empiema bila ada.

9. Bila terdapat gagal napas, diberikan nutrisi dengan kalori yang cukup yang didapatkan

terutama dari lemak (>50%), hingga dapat dihindari pembentukan CO2 yang berlebihan.9

3. Terapi Sulih (switch therapy)

Masa perawatan di rumah sakit sebaiknya dipersingkat dengan perubahan obat suntik

ke oral dilanjutkan dengan berobat jalan, hal ini untuk mengurangi biaya perawatan dan

mencegah infeksi nosokomial. Perubahan ini dapat diberikan secara sequential (obat sama,

potensi sama), switch over (obat berbeda, potensi sama) dan step down (obat sama atau

berbeda, potensi lebih rendah). Pasien beralih dari intravena ke oral terapi ketika hemodinamik

sudah stabil dan perbaikan terbukti secara secara klinis, dapat menelan obat-obatan, dan

memiliki saluran pencernaan berfungsi normal. 10

Kriteria untuk Pneumonia terkait stabilitas klinis adalah : 9

1. Temp ≤ 37,8 C, Kesadaran baik

2. Denyut jantung ≤ 100 denyut / menit,

3. Respirasi rate≤ 24 napas / menit

4. Tekanan darah sistolik ≥ 90 mmHg

5. Saturasi O2 arteri ≥ 90% atau pO2 ≥ 60 mmHg pada ruang udara,

6. Kemampuan untuk mengambil asupan oral.

2.10 Komplikasi Pneumonia

1
1. Efusi pleura dan empiema. Terjadi pada sekitar 45% kasus, terutama pada infeksi bakterial

akut berupa efusi parapneumonik gram negative sebesar 60%, Staphylococcus aureus

50%. S. pneumoniae 40-60%, kuman anaerob 35%. Sedangkan pada

Mycoplasmapneumoniae sebesar 20%. Cairannya transudat dan steril. Terkadang pada

infeksi bakterial terjadi empiema dengan cairan eksudat.

2. Komplikasi sistemik. Dapat terjadi akibat invasi kuman atau bakteriemia berupa

meningitis. Dapat juga terjadi dehidrasi dan hiponatremia, anemia pada infeksi kronik,

peningguan ureum dan enzim hati. Kadang-kadang terjadi peninggian fostase alkali dan

bilirubin akibat adanya kolestasis intrahepatik.

3. Hipoksemia akibat gangguan difusi.

4. Abses Paru terbentuk akibat eksudat di alveolus paru sehingga terjadi infeksi oleh kuman

anaerob dan bakteri gram negative.

5. Pneumonia kronik yang dapat terjadi bila pneumonia berlangsung lebih dari 4-6 minggu

akibat kuman anaerob S. aureus, dan kuman Gram (-) seperti Pseudomonas aeruginosa.

6. Bronkiektasis. Biasanya terjadi karena pneunomia pada masa anak-anak tetapi dapat juga

oleh infeksi berulang di lokasi bronkus distal pada cystic fibrosis atau

hipogamaglobulinemia, tuberkulosis, atau pneumonia nekrotikans. 3

2.11 Prognosis Pneumonia

Angka morbiditas dan mortalitas pneumonia menurun sejak ditemukannya antibiotik.

Faktor yang berperan adalah patogenitas kuman, usia, penyakit dasar dan kondisi pasien.

Secara umum angka kematian pneumonia pneumokokus adalah sebesar 5%, namun dapat

meningkat menjadi 60% pada orang tua dengan kondisi yang buruk misalnya gangguan

imunologis, sirosis hepatis, penyakit paru obstruktif kronik, atau kanker. Adanya leukopenia,

ikterus, terkenanya 3 atau lebih lobus dan komplikasi ekstraparu merupakan petanda prognosis

yang buruk. Kuman gram negatif menimbulkan prognosis yang lebih jelek. 10

1
Prognosis pada orang tua dan anak kurang baik, karena itu perlu perawatan di RS

kecuali bila penyakitnya ringan. Orang dewasa (<60 tahun) dapat berobat jalan kecuali:

1. Bila terdapat penyakit paru kronik

2. PN Meliputi banyak lobus

3. Disertai gambaran klinis yang berkaitan dengan mortalitas yang tinggi yaitu:

a. Usia > 60 tahun.

b. Dijumpai adanya gejala pada saat masuk perawatan RS: frekuensi napas > 30 x/m,

tekanan diastolik < 60 mmHg , leukosit abnormal (<4.500->30.000)

Pneumonia secara umum baik jika mendapat terapi antibiotik yang adekuat, faktor predisposisi

pasien dan ada tidaknya komplikasi yang menyertai.

1
DAFTAR PUSTAKA

1. Dahlan, Z. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Pulmonologi. Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
2. Price SA, Wilson LM. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi
6, Volume 2: Penerbit EGC. Jakarta.
3. Soedarsono. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Bagian Ilmu Penyakit Paru FK
UNAIR. Surabaya
4. Aru W, Bambang, Idrus A, Marcellus, Siti S, ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid
II. Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD RSCM; 2007.
5. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan penatalaksanaan
Pneumonia Komuniti.2003
6. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan penatalaksanaan
Pneumonia Nosokomial.2003
7. Barlett JG, Dowell SF, Mondell LA, File TM, Mushor DM, Fine MJ. Practice
guidelines for management community-acquiredd pneumonia in adults. Clin infect Dis
2000; 31: 347-82
8. Mandell LA, IDSA/ATS consensus guidelines on the management of community-
acquired pneumonia in adults, CID 2007;44:S27
9. Menendez R, Treatment failure in community-acquired pneumonia, 007;132:1348
10. Niederman MS, Recent advances in community-acquired pneumonia inpatient and
outpatient, Chest 2007;131;1205

1
1

Anda mungkin juga menyukai