“Pneumonia”
DISUSUN OLEH:
Muchammad Alfiansyah
11020131177
PEMBIMBING:
Letkol CKM (K) dr. Ade Netra Kartika, Sp. PD, MARS, FINASIM
Segala puji bagi Allah SWT yang senantiasa memberikan kekuatan dan
kemampuan kepada penyusun sehingga penyusunan Referat yang berjudul
“Pneumonia” ini dapat diselesaikan. Referat ini disusun untuk memenuhi syarat dalam
mengikuti dan menyelesaikan kepaniteraan klinik Penyakit Dalam di RS Moh Ridwan
Meuraksa. Penulis menyadari bahwa terselesaikannya referat ini tidak lepas dari bantuan
dan dorongan banyak pihak. Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada:
1. dr. Ade Netra Kartika, Sp. PD, MARS, FINASIM Letkol CKM (K) selaku dokter
pembimbing penulisan referat.
Akhir kata penulis mengharapkan referat ini dapat memberikan manfaat bagi
pembaca, khususnya bagi para dokter muda yang memerlukan panduan dalam menjalani
aplikasi ilmu.
Penulis
LEMBAR PENGESAHAN
NPM : 1102013177
PNEUMONIA
Penyusun Pembimbing
1
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit saluran nafas menjadi penyebab angka kematian dan kecacatan yang tinggi
diseluruh dunia. Sekitar 80% dari seluruh kasus berhubungan dengan infeksi saluran nafas yang
terjadi di masyarakat atau didalam rumah sakit. Salah satu infeksi saluran nafas yaitu
pneumonia. Pneumonia merupakan bentuk infeksi saluran pernafasan bawah akut pada
parenkim paru yang serius yang dijumpai sekitar 15-20%.
Di Amerika dan Eropa yang merupakan negara maju, angka kejadian pneumonia masih
tinggi. Berdasarkan data SEAMIC Health Statistic 2001 dalam perhimpunan dokter paru
Indonesia tahun 2003 influenza dan pneumonia merupakan penyebab kematian nomor 6 di
Indonesia. Di Indonesia sendiri, insiden penyakit ini cukup tinggi sekitar 5-35% dengan
kematian mencapai 20-50%.
Pneumonia dapat terjadi pada orang normal tanpa kelainan imunitas yang jelas. Namun
pada kebanyakan pasien dewasa yang menderita pneumonia didapatkan adanya satu atau lebih
penyakit dasar yang mengganggu daya tahan tubuh. Pneumonia semakin sering dijumpai pada
orang-orang lanjut usia (lansia) dan sering terjadi pada penyakit paru obstruktif kronis (PPOK).
Juga dapat terjadi pada pasien dengan penyakit lain seperti diabetes mellitus, payah jantung,
penyakit arteri koroner, keganasan, insufisiensi renal, penyakit saraf kronik dan penyakit hati
kronik.
1
BAB II
PNEUMONIA
Paru-paru merupakan organ yang lunak, spongious dan elastis, berbentuk kerucut atau
konus, terletak dalam rongga toraks dan di atas diafragma, diselubungi oleh membran pleura.
Setiap paru mempunyai apeks (bagian atas paru) yang tumpul di kranial dan basis (dasar) yang
melekuk mengikuti lengkung diphragma di kaudal. Pembuluh darah paru, bronkus, saraf dan
Paru-paru kanan mempunyai 3 lobus sedangkan paru-paru kiri 2 lobus. Lobus pada
paru-paru kanan adalah lobus superius, lobus medius, dan lobus inferius. Lobus medius/lobus
inferius dibatasi fissura horizontalis; lobus inferius dan medius dipisahkan fissura oblique.
Lobus pada paru-paru kiri adalah lobus superius dan lobus inferius yg dipisahkan oleh fissura
oblique. Pada paru-paru kiri ada bagian yang menonjol seperti lidah yang disebut lingula.
Jumlah segmen pada paru-paru sesuai dengan jumlah bronchus segmentalis, biasanya 10 di kiri
dan 8-9 yang kanan. Sejalan dgn percabangan bronchi segmentales menjadi cabang-cabang yg
1
2.2 Definisi Pneumonia
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus
konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat yang disebabkan oleh
mikroorganisme (bakteri.virus,jamur,protozoa).3
Secara kinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang disebabkan
oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit). Pneumonia yang disebabkan oleh
oleh nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan toksik, obat-obatan dan lain-
1
2.3 Epidemiologi Pneumonia
Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi saluran nafas yang terbanyak di
dapatkan dan dapat menyebabkan kematian hampir di seluruh dunia. Angka kematian di
Inggris adalah sekitar 5-10%. Berdasarkan umur, pneumonia dapat menyerang siapa saja,
meskipun lebih banyak ditemukan pada anak-anak. Di Amerika Serikat pneumonia mencapai
13% dari penyakit infeksi saluran nafas pada anak di bawah 2 tahun.4
pneumonia setiap tahun. Kasus pneumonia di negara berkembang tidak hanya lebih sering
didapatkan tetapi juga lebih berat dan banyak menimbulkan kematian pada anak. Insiden
puncak pada umur 1-5 tahun dan menurun dengan bertambahnya usia anak. Mortalitas
aureus, tetapi di negara berkembang juga berkaitan dengan malnutrisi dan kurangnya akses
perawatan. Dari data mortalitas tahun 1990, pneumonia merupakan seperempat penyebab
kematian pada anak dibawah 5 tahun dan 80% terjadi di negara berkembang. Pneumonia yang
disebabkan oleh infeksi RSV didapatkan sebanyak 40%. Di negara dengan 4 musim,
banyak terdapat pada musim dingin sampai awal musim semi, dinegara tropis pada musim
hujan. 4
pada bayi: 2,2%, balita: 3%, angka kematian ( mortalitas ) pada bayi 23,8% dan balita 15,5%.
5
1
2.4 Etiologi Pneumonia
virus, jamur, protozoa, yang sebagian besar disebabkan oleh bakteri. Penyebab tersering
pneumonia biasanya berbeda sesuai dengan distribusi umur pasien, dan keadaan klinis
terjadinya infeksi. 4
parainfluenza virus, influenza virus dan adenovirus. Secara umum bakteri yang berperan
Staphylococcus aureus, Streptococcus group B, serta kuman atipik klamidia dan mikoplasma.
4
penyebab pneumonia paling banyak. Virus adalah penyebab terbanyak pneumonia pada
usia prasekolah dan berkurang dengan bertambahnya usia. Selain itu Streptococcus
pneumoniae dan Chlamydia pneumoniae merupakan penyebab yang sering didapatkan pada
batang gram negatif seperti Enterobacteriaceae dan Pseudomonas, adalah isolat yang tersering
1
Tabel 1. Mikroorganisme penyebab pneumonia menurut umur dengan terjadinya infeksi. 4
Umur Penyebab yang sering Penyebab yang jarang
Lahir-20 hari Bakteria Bakteria
Escherichia colli Group D streptococci
Group B streptococci Haemophillus influenzae
Listeria monocytogenes Streptococcus pneumoniae
Ureaplasma urealyticum
Virus
Cytomegalovirus
Herpes simplex virus
1
Rhinovirus
Respiratory syncytial virus
Varicella zoster virus
a. Pneumonia primer, yaitu radang paru yang terserang pada orang yang tidak mempunya
1
Influenza, Parainfluenza, RSV). Selain itu juga bakteri pneumonia yang tidak khas(
b. Pneumonia sekunder, yaitu terjadi pada orang dengan faktor predisposisi, selain
penderita penyakit paru lainnnya seperti COPD, terutama juga bagi mereka yang
a. Pneumonia bakterial / tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa bakteri
di lingkungan rumah atau masyarakat, juga termasuk pneumonia yang terjadi di rumah
yang terjadi di “rumah sakit”, infeksi terjadi setelah 48 jam berada di rumah sakit.
Kuman penyebab sangat beragam, yang sering di temukan yaitu Staphylococcus aureus
atau bakteri dengan gramm negatif lainnya seperti E.coli, Klebsiella pneumoniae,
Pseudomonas aeroginosa, Proteus, dll. Tingkat resistensi obat tergolong tinggi untuk
c. Pneumonia aspirasi
1
a. Pneumonia lobaris
Pneumonia focal yang melibatkan satu / beberapa lobus paru. Bronkus besar
Konsolidasi yang timbul merupakan hasil dari cairan edema yang menyebar melalui
pneumoniae. Jarang pada bayi dan orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu lobus
atau segmen. Kemungkinan sekunder disebabkan oleh adanya obstruksi bronkus seperti
infiltrate multifocal pada lapangan paru. Dapat disebabkan oleh bakteri maupun virus.
Sering pada bayi dan orang tua. Jarang dihubungkan dengan obstruksi bronkus. 5
c. Pneumonia interstisial
Terutama pada jaringan penyangga, yaitu interstitial dinding bronkus dan peribronkil.
Peradangan dapat ditemumkan pada infeksi virus dan mycoplasma. Terjadi edema
dinding bronkioli dan juga edema jaringan interstisial prebronkial. Radiologis berupa
bayangan udara pada alveolus masih terlihat, diliputi perselubungan yang tidak merata.
5
Pneumonia yang dipicu oleh bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi sampai usia
lanjut. Pecandu alcohol, pasien pasca operasi, orang-orang dengan gangguan penyakit
pernapasan, sedang terinfeksi virus atau menurun kekebalan tubuhnya , adalah yang paling
berisiko.1
1
Sebenarnya bakteri pneumonia itu ada dan hidup normal pada tenggorokan yang sehat.
Pada saat pertahanan tubuh menurun, misalnya karena penyakit, usia lanjut, dan malnutrisi,
bakteri pneumonia akan dengan cepat berkembang biak dan merusak organ paru-paru.1
disebabkan oleh reaksi imun dan peradangan yang dilakukan oleh pejamu. Selain itu, toksin-
toksin yang dikeluarkan oleh bakteri pada pneumonia bakterialis dapat secara langsung
merusak sel-sel system pernapasan bawah. Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai
permukaan: 5
1. Inokulasi langsung
Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah cara kolonisasi. Secara inhalasi
terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal, mikrobakteria atau jamur. Kebanyakan
bakteri dengan ukuran 0,5 – 2,0 nm melalui udara dapat mencapai bronkus terminal atau alveoli
dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada saluran napas atas (hidung,
orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi inokulasi
mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi paru.
Aspirasi dari sebagian kecil sekret orofaring terjadi pada orang normal waktu tidur (50%) juga
pada keadaan penurunan kesadaran, peminum alkohol dan pemakai obat (drug abuse). 5
Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan reaksi radang
berupa edema seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN dan diapedesis eritrosit
mencolok. Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru-paru, ataupun seluruh lobus,
1
bahkan sebagian besar dari lima lobus paru-paru (tiga di paru-paru kanan, dan dua di paru-paru
kiri) menjadi terisi cairan. Dari jaringan paru-paru, infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh
tubuh melalui peredaran darah. Bakteri pneumokokus adalah kuman yang paling umum
pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan
permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-
mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan.
Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga
mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin
untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal
ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstitium sehingga terjadi
pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan
alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka
perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan
Terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh
penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh
karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah
dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal
sehingga anak akan bertambah sesak. Stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48
jam. 2
1
3. Stadium Hepatisasi Kelabu (Konsolidasi)
Terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini
endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel.
Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi
fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami
kongesti.2
Eksudat yang mengalami konsolidasi di antara rongga alveoli dicerna secara enzimatis yang
diserap kembali atau dibersihkan dengan batuk. Parenkim paru kembali menjadi penuh dengan
Gambaran klinis biasanya didahului oleh infeksi saluran napas akut bagian atas selama
beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam, menggigil, suhu tubuh kadang-kadang
melebihi 40º C, sakit tenggorokan, nyeri otot dan sendi. Juga disertai batuk, dengan sputum
1
Pada pemeriksaan fisik dada terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernafas , pada
palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi terdengar suara napas
halus, yang kemudian menjadi ronkhi basah kasar pada stadium resolusi. 5
>10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada hitungan jenis leukosit terdapat
pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk menentukan diagnosis etiologi
diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Kultur darah dapat positif pada 20-
25% penderita yang tidak diobati. Anlalisa gas darah menunjukkan hipoksemia dan
Gambaran Radiologis pada foto thorax pada penyakit pneumonia antara lain:
Perselubungan/konsolidasi homogen atau inhomogen sesuai dengan lobus atau segment paru
secara anantomis.
Volume paru tidak berubah, tidak seperti atelektasis dimana paru mengecil. Tidak tampak
Silhouette sign (+) : bermanfaat untuk menentukan letak lesi paru ; batas lesi dengan jantung
hilang, berarti lesi tersebut berdampingan dengan jantung atau di lobus medius kanan.
Bila terjadinya pada lobus inferior, maka sinus phrenicocostalis yang paling akhir terkena.
Pada masa resolusi sering tampak Air Bronchogram Sign (terperangkapnya udara pada
1
Foto thoraks saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya
pneumonia sering menunjukan konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan meskipun
1.Pneumonia Lobaris
Foto Thorax
1
Tampak gambaran gabungan konsolidasi berdensitas tinggi pada satu segmen/lobus (lobus
kanan bawah PA maupun lateral)) atau bercak yang mengikutsertakan alveoli yang
tersebar. Air bronchogram biasanya ditemukan pada pneumonia jenis ini.
CT Scan
Hasil CT dada ini menampilkan gambaran hiperdens di lobus atas kiri sampai ke perifer.
Foto Thorax
Pada gambar diatas tampak konsolidasi tidak homogen di lobus atas kiri dan lobus bawah
kiri.
CT Scan
1
Tampak gambaran opak/hiperdens pada lobus tengah kanan, namun tidak menjalar sampai
perifer.
3. Pneumonia Interstisial
Foto Thorax
Terjadi edema dinding bronkioli dan juga edema jaringan interstitial prebronkial.
Radiologis berupa bayangan udara pada alveolus masih terlihat, diliputi oleh perselubungan
CT Scan
1
Gambaran CT Scan pneumonia interstitiak pada seorang pria berusia 19 tahun. (A)
Menunjukan area konsolidasi di percabangan peribronkovaskuler yang irreguler. (B)
CT Scan pada hasil follow up selama 2 tahun menunjukan area konsolidasi yang
irreguler tersebut berkembang menjadi bronkiektasis atau bronkiolektasis (tanda
panah)
bronkoskopi, atau biopsi. Kuman yang predominan pada sputum disertai PMN yang
akuades biasa, setelah itu pasien diminta inspirasi dalam kemudian membatukkan dahaknya.
Dahak ditampung dalam botol steril dan ditutup rapat. Dahak segera dikirim ke labolatorium
(tidak boleh lebih dari 4 jam). Jika terjadi kesulitan mengeluarkan dahak, dapat dibantu
nebulisasi dengan NaCl 3%. Kriteria dahak yang memenuhi syarat untuk pemeriksaan apusan
langsung dan biarkan yaitu bila ditemukan sel PMN > 25/lpk dan sel epitel < 10/lpk. 5
1
Tuberculosis Paru (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
saluran pencernaan. Gejala klinis TB antara lain batuk lama yang produktif (durasi lebih dari
3 minggu), nyeri dada, dan hemoptisis dan gejala sistemik meliputi demam, menggigil,
keringat malam, lemas, hilang nafsu makan dan penurunan berat badan.3
Tampak gambaran cavitas pada paru lobus atas kanan pada foto thorax proyeksi PA
B.Atelektasis
Atelektasis adalah istilah yang berarti pengembangan paru yang tidak sempurna dan
menyiratkan arti bahwa alveolus pada bagian paru yang terserang tidak mengandung udara dan
kolaps. Memberikan gambaran yang mirip dengan pneumonia tanpa air bronchogram. Namun
terdapat penarikan jantung, trakea, dan mediastinum ke arah yang sakit karena adanya
pengurangan volume interkostal space menjadi lebih sempit dan pengecilan dari seluruh atau
1
Atelektasis pada foto thorax proyeksi PA
C. Efusi Pleura
Memberi gambaran yang mirip dengan pneumonia, tanpa air bronchogram. Terdapat
penambahan volume sehingga terjadi pendorongan jantung, trakea, dan mediastinum kearah
yang sehat. Rongga thorax membesar. Pada edusi pleura sebagian akan tampak meniscus sign
1
Efusi pleura pada foto thorax posisi PA
2.9 Penatalaksanaan
Pengobatan terdiri atas antibiotik dan pengobatan suportif. Pemberian antibiotik pada
penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan data mikroorganisme dan hasil uji kepekaannya,
2. bakteri patogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab pneumonia.
Maka pada penderita pneumonia dapat diberikan terapi secara empiris. Secara umum
pemilihan antibiotic berdasarkan baktri penyebab pneumonia dapat dilihat sebagai berikut : 7,5,1
1. Pemberian Antibiotik
1
Marolid baru dosis tinggi
Fluorokuinolon respirasi
Pseudomonas aeruginosa
Aminoglikosid
Seftazidim, Sefoperason, Sefepim
Tikarsilin, Piperasilin
Karbapenem : Meropenem, Imipenem
Siprofloksasin, Levofloksasin
Methicillin resistent Staphylococcus aureus (MRSA)
Vankomisin
Teikoplanin
Linezolid
Hemophilus influenzae
TMP-SMZ
Azitromisin
Sefalosporin gen. 2 atau 3
Fluorokuinolon respirasi
Legionella
Makrolid
Fluorokuinolon
Rifampisin
Mycoplasma pneumoniae
Doksisiklin
Makrolid
Fluorokuinolon
Chlamydia pneumoniae
Doksisikin
Makrolid
Fluorokuinolon
1
Tabel 3. Rekomendasi Terapi Empiris (ATS 2001) 8
Kategori Keterangan Kuman Penyebab Obat Pilihan I Obat Pilihan II
1
-H.influenzae - Sefalosporin
-M.tuberculosis generasi 4
-Jamur endemic - Sefalosporin
generasi 3 +
kuinolon
1. Terapi O2 untuk mencapai PaO2 80-100 mmHg atau saturasi 95-96% berdasarkan
2. Humidifikasi dengan nebulizer untuk pengenceran dahak yang kental, dapat disertai
3. Fisioterapi dada untuk pengeluaran dahak, khususnya anjuran untuk batuk dan napas dalam.
Bila perlu dikerjakan fish mouth breathing untuk melancarkan ekspirasi dan pengeluarn
4. Pengaturan cairan. Keutuhan kapiler paru sering terganggu pada pneumonia, dan paru lebih
sensitif terhadap pembebanan cairan terutama bila terdapat pneumonia bilateral. Pemberian
cairan pada pasien harus diatur dengan baik, termasuk pada keadaan gangguan sirkulasi
dan gagal ginjal. Overhidrasi untuk maksud mengencerkan dahak tidak diperkenankan. 9
5. Pemberian kortikosteroid pada fase sepsis berat perlu diberikan. Terapi ini tidak bermanfaat
6. Obat inotropik seperti dobutamin atau dopamin kadang-kadang diperlukan bila terdapat
7. Ventilasi mekanis, indikasi intubasi dan pemasangan ventilator pada pneumonia adalah:
1
hingga tekanan inflasi meninggi. Dalam hal ini perlu dipergunakan PEEP untuk
memperbaiki oksigenisasi dan menurunkan FiO2 menjadi 50% atau lebih rendah.9
b. Gagal napas yang ditandai oleh peningkatan respiratory distress, dengan atau didapat
asidosis respiratorik.
c. Respiratory arrest.
9. Bila terdapat gagal napas, diberikan nutrisi dengan kalori yang cukup yang didapatkan
terutama dari lemak (>50%), hingga dapat dihindari pembentukan CO2 yang berlebihan.9
Masa perawatan di rumah sakit sebaiknya dipersingkat dengan perubahan obat suntik
ke oral dilanjutkan dengan berobat jalan, hal ini untuk mengurangi biaya perawatan dan
mencegah infeksi nosokomial. Perubahan ini dapat diberikan secara sequential (obat sama,
potensi sama), switch over (obat berbeda, potensi sama) dan step down (obat sama atau
berbeda, potensi lebih rendah). Pasien beralih dari intravena ke oral terapi ketika hemodinamik
sudah stabil dan perbaikan terbukti secara secara klinis, dapat menelan obat-obatan, dan
1
1. Efusi pleura dan empiema. Terjadi pada sekitar 45% kasus, terutama pada infeksi bakterial
akut berupa efusi parapneumonik gram negative sebesar 60%, Staphylococcus aureus
2. Komplikasi sistemik. Dapat terjadi akibat invasi kuman atau bakteriemia berupa
meningitis. Dapat juga terjadi dehidrasi dan hiponatremia, anemia pada infeksi kronik,
peningguan ureum dan enzim hati. Kadang-kadang terjadi peninggian fostase alkali dan
4. Abses Paru terbentuk akibat eksudat di alveolus paru sehingga terjadi infeksi oleh kuman
5. Pneumonia kronik yang dapat terjadi bila pneumonia berlangsung lebih dari 4-6 minggu
akibat kuman anaerob S. aureus, dan kuman Gram (-) seperti Pseudomonas aeruginosa.
6. Bronkiektasis. Biasanya terjadi karena pneunomia pada masa anak-anak tetapi dapat juga
oleh infeksi berulang di lokasi bronkus distal pada cystic fibrosis atau
Faktor yang berperan adalah patogenitas kuman, usia, penyakit dasar dan kondisi pasien.
Secara umum angka kematian pneumonia pneumokokus adalah sebesar 5%, namun dapat
meningkat menjadi 60% pada orang tua dengan kondisi yang buruk misalnya gangguan
imunologis, sirosis hepatis, penyakit paru obstruktif kronik, atau kanker. Adanya leukopenia,
ikterus, terkenanya 3 atau lebih lobus dan komplikasi ekstraparu merupakan petanda prognosis
yang buruk. Kuman gram negatif menimbulkan prognosis yang lebih jelek. 10
1
Prognosis pada orang tua dan anak kurang baik, karena itu perlu perawatan di RS
kecuali bila penyakitnya ringan. Orang dewasa (<60 tahun) dapat berobat jalan kecuali:
3. Disertai gambaran klinis yang berkaitan dengan mortalitas yang tinggi yaitu:
b. Dijumpai adanya gejala pada saat masuk perawatan RS: frekuensi napas > 30 x/m,
Pneumonia secara umum baik jika mendapat terapi antibiotik yang adekuat, faktor predisposisi
1
DAFTAR PUSTAKA
1. Dahlan, Z. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Pulmonologi. Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
2. Price SA, Wilson LM. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi
6, Volume 2: Penerbit EGC. Jakarta.
3. Soedarsono. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Bagian Ilmu Penyakit Paru FK
UNAIR. Surabaya
4. Aru W, Bambang, Idrus A, Marcellus, Siti S, ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid
II. Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD RSCM; 2007.
5. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan penatalaksanaan
Pneumonia Komuniti.2003
6. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan penatalaksanaan
Pneumonia Nosokomial.2003
7. Barlett JG, Dowell SF, Mondell LA, File TM, Mushor DM, Fine MJ. Practice
guidelines for management community-acquiredd pneumonia in adults. Clin infect Dis
2000; 31: 347-82
8. Mandell LA, IDSA/ATS consensus guidelines on the management of community-
acquired pneumonia in adults, CID 2007;44:S27
9. Menendez R, Treatment failure in community-acquired pneumonia, 007;132:1348
10. Niederman MS, Recent advances in community-acquired pneumonia inpatient and
outpatient, Chest 2007;131;1205
1
1