Anda di halaman 1dari 5

Anoa (Bubalus sp.

) adalah mamalia terbesar dan endemik yang hidup di daratan Pulau Sulawesi
dan Pulau Buton.[3] Banyak yang menyebut anoa sebagai kerbau kerdil.[4] Anoa merupakan hewan
yang tergolong fauna peralihan[5]. Anoa merupakan mamalia tergolong dalam famili bovidae yang
tersebar hampir di seluruh pulau Sulawesi. Kawasan Wallacea yang terdiri atas pulau Sulawesi,
Maluku, Halmahera, Kepulauan Flores, dan pulaupulau kecil di Nusa Tenggara. Wilayah ini unik
karena banyak memiliki flora dan fauna yang endemik dan merupakan kawasan peralihan antara
benua Asia dan Australia. Salah satu kawasan yang memiliki flora dan fauna endemik Sulawesi
antara lain Kawasan Poso. Anoa (Bubalus sp.) merupakan salah satu satwa endemik yang
dilindungi yang menjadi ciri khas Pulau Sulawesi yang turut mendiami Kawasan Hutan Lindung
Desa Sangginora Kabupaten Poso[6]. Anoa tergolong satwa liar yang langka dan dilindungi Undang-
Undang di Indonesia sejak tahun 1931 dan dipertegas dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 1990
dan Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 [7].
Ada dua spesies anoa, yaitu: Anoa pegunungan (Bubalus quarlesi) dan Anoa dataran
rendah (Bubalus depressicornis).[8] Kedua jenis ini tinggal dalam hutan yang tidak dijamah manusia[9].
Keduanya juga termasuk jenis yang agresif dan sulit dijinakkan untuk dijadikan
hewan ternak (domestikasi).[8] Kedua jenis ini dibedakan berdasarkan bentuk tanduk dan ukuran
tubuh.[10] Anoa dataran rendah relatif lebih kecil, ekor lebih pendek dan lembut, serta memiliki tanduk
melingkar.[10] Sementara anoa pegunungan lebih besar, ekor panjang, berkaki putih, dan memiliki
tanduk kasar dengan penampang segitiga.[10]

Secara internasional, hewan ini merupakan hewan yang sangat penting bagi kegiatan konservasi, di
daerah yang dikenal sebagai "Wallacea bioregion" (Conservation International). Sampai saat ini
konservasi anoa difokuskan pada perlindungan terhadap kawasan hutan dan penangkaran.
Hambatan bagia konservasi anoa adalah ketidakpastian status taksonomi dan struktur populasinya
di Pulau Sulawesi.[11] Sejak tahun 1986 hingga 2007, International Union for Conservation of
Nature (IUCN) memasukkan anoa sebagai satwa terancam punah (Endangered species).[3] Populasi
anoa diperkirakan kurang dari 2.500 individu dewasa dengan perkiraan laju penurunan populasinya
di alam selama kurang lebih 14-18 tahun terakhir mencapai 20%. Berdasarkan peta sebaran anoa
ditambah dengan fakta populasinya saat ini di alam, distribusi anoa di Sulawesi khususnya bagian
utara, cenderung mengalami penurunan populasi dengan laju yang sedikit lebih cepat dibandingkan
dengan wilayah lainnya di Sulawesi. Hal ini dibuktikan di beberapa kawasan konservasi di Sulawesi
Utara seperti Cagar Alam (CA) Tangkoko Batuangus, CA. Gunung Ambang dan CA. Manembo-
nembo, anoa telah dinyatakan punah lokal[12]. Dalam lima tahun terakhir populasi anoa menurun
secara drastis[13]. Diperkirakan saat ini terdapat kurang dari 5000 ekor yang masih bertahan hidup.
[14]
 Anoa sering diburu untuk diambil kulit, tanduk dan dagingnya.[14]
morfologi

Bentuk tubuh anoa mirip dengan kerbau atau biasa disebut kerbau cebol. Anoa dataran rendah atau
Bubalus depressicornis memiliki tinggi pundak antara 80–100 cm, sedangkan anoa dataran tinggi
atau Bubalus quarlessi antara 60-75 cm. Deskripsi ini sama dengan yang dinyatakan oleh Groves
(1969) yang menyatakan anoa dataran rendah relatif lebih besar dibandingkan dengan anoa yang
ditemukan di dataran tinggi. Bentuk kepala menyerupai kepala sapi (Bos), kaki dan kuku
menyerupai banteng (Bos sondaicus). Pada kaki bagian depan (metacarpal) berwarna putih atau
mirip sapi bali namun mempunyai garis hitam ke bawah. Tanduk mengarah ke belakang menyerupai
penampang yang bagian dasarnya tidak bulat seperti tanduk sapi melainkan menyerupai bangun
segitiga seperti tanduk kerbau[15].

Distribusi dan Populasi Anoa


Perkembangan distribusi anoa berada di wilayah daratan Sulawesi dan Pulau Buton[15]. Saat ini
anoa, baik anoa dataran rendah maupun anoa dataran tinggi sudah tidak memiliki habitat yang khas
lagi[16]. Kadangkala anoa dataran rendah dapat ditemukan juga di dataran tinggi dan sebaliknya anoa
dataran tinggi juga sering dijumpai di daerah-daerah dataran rendah.Populasi anoa di alam
diperkirakan semakin lama semakin menurun[16]. Diperkirakan populasi anoa kurang dari 2.500 ekor
individu dewasa[17]. Penyebab utama penurunan populasi anoa diduga karena kerusakan pada
habitatnya yang disebabkan oleh pengalihan fungsi hutan dan perburuan liar yang cenderung
meningkat sehingga satwa ini semakin sulit untuk dijumpai[18]. Pengelolaan habitat menjadi sangat
penting untuk mendukung populasi yang sehat dan berkembang biak secara normal. Untuk itu, guna
menjamin kelestarian anoa maka perlu dilakukan kajian terhadap habitat anoa[19].
Berdasarkan hasil pemantauan di Sulawesi Utara pada akhir abad ke-19 menunjukkan
bahwa Bubalus depressicornis masih mempunyai daerah penyebaran yang luas dari ujung Utara
Sulawesi. Bahkan setengah abad yang lalu Bubalus depressicornis masih dijumpai di dalam hutan
Bolaang Mongondow dan Gorontalo. Kemudian semenjak itu terjadi penurunan yang sangat drastis,
selain karena kerusakan habitat juga akibat[20]. Hasil kesimpulan dari beberapa penelitian yang telah
dilakukan menunjukkan populasi anoa semakin hari semakin mengalami penurunan[20].

habitat
Anoa merupakan binatang yang spesies terbesarnya di Indonesia. Kekayaan fauna ini menjadikan
Indonesia sebagai salah satu negara yang banyak memiliki binatang langka. Anoa termasuk hewan
hutan hujan. Salah satu kebiasaan yang sering dilakukannya adalah berkubangan di lumpur. Lokasi
tempat hidup Anoa jauh dari jangkauan manusia dan menyukai sumber air permanen.[21] Anoa
mempunyai habitat yang spesifik dengan komponen dan sebaran lokasi yang dapat menunjang
kebutuhan pakan dan perilakunya dan pada lokasi yang terbuka seperti padang rumput, jarang
dihuni[22].Habitat anoa berada di hutan tropika dataran, sabana (savanna), terkadang juga dijumpai
di rawa-rawa.[23] Mereka merupakan penghuni hutan yang hidupnya berpindah-pindah tempat.
[23]
 Apabila menjumpai musuhnya, anoa akan mempertahankan diri dengan mencebur ke rawa-rawa
dan jika terpaksa melawan, mereka akan menggunakan tanduknya.[23] Berbeda dengan sapi yang
lebih suka hidup berkelompok, anoa hidup semi soliter, yaitu hidup sendiri atau berpasangan dan
hanya akan bertemu dengan kawanannya jika si betina akan melahirkan.[24] Mereka paling aktif pada
saat pagi dan sore hari, ketika udara masih dingin.[24] Karena anoa memiliki kebiasaan mendinginkan
tubuh mereka, karena itulah terkadang mereka suka berendam di lumpur atau air.[24] Anoa memiliki
penyebaran yang sangat terbatas,sedangkan populasi dan habitatnya semakin lama semakin
menurun baik kuantitas maupun kualitasnya[25]. Penurunan populasi terjadi akibat kehilangan habiat
karena perusakan habitat, maupun perburuan yang berlebihan. Dalam keadaan-keadaan demikian
spesies dapat berkurang dengan cepat dan menuju kepunahan, untuk itu perlu adanya upaya
pelestarian yang bertujuan khusus untuk melindungi spesies yang terancam punah[25]. Selain itu
habitat mengalami kerusakan akibat perambahan, perladangan berpindah dan rendahnya sikap
masyarakat terhadap satwa tersebut. Untuk itu perlu adanya upaya konservasi terhadap anoa
sehingga keberadaanya di alam dapat dipertahankan. Hal ini sangat penting terutama untuk
menjaga keseimbangan ekosistem seperti[26].

Klasifikasi

Kingdom : Animalia

Phylum : Chordata

Class : Mammalia

Order : Artiodactyla

Family : Bovidae

Subfamily : Bovinae

Genus : Bubalus

Species : B. depressicornis (anoa lembah) / B. quarlesi (anoa gunung)

Anoa merupakan satwa langka yang dalam 2 dasawarsa terakhir telah


berhasil menarik perhatian banyak ilmuwan untuk meneliti. Banyak
pula para pemerhati lain dari kalangan pemerintah, LSM, mahasiswa
maupun masyarakat umum. Beberapa informasi hasil penelitian terkait
anoa telah dijadikan dokumen public dengan dicantumkannya hasil
penelitian tersebut ke dalam Peraturan Menteri Kehutanan No P. 54
Tahun 2013 tentang Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Anoa
(Bubalus depressicornis dan Bubalus Quarlesi) Tahun 2013-2022. Hasil
kerja keras para peneliti dan pecinta anoa tersebut sangat sayang
untuk dilewatkan karena dapat menambah khasanah dan pengenalan
kita terhadap anoa. Sebagai bahan informasi, kami tampilkan kembali
sebagian isi Permenhut tersebut.
I. Pendahuluan
Anoa merupakan satwa dengan ukuran tubuh terkecil dalam marga
kerbau, Bubalus, namun ada juga yang menganggap anoa sebagai sapi
hutan atau sapi kerdil Sulawesi karena secara morfologi lebih
menyerupai sapi. Anoa termasuk salah satu satwa endemik Pulau
Sulawesi dan Pulau Buton. Namanya dikenal bahkan hampir identik
dengan Pulau Sulawesi, yang merupakan salah satu daerah yang
penting untuk konservasi keanekaragaman hayati, biodiversity
hotspots, di wilayah Wallacea. Anoa telah menjadi maskot fauna
dan Flagship Spesies konservasi di Sulawesi. Dengan status ini anoa
menjadi duta yang memperkenalkan Sulawesi baik di tingkat nasional
maupun internasional. Karena itu selayaknya pemerintah dan
masyarakat Sulawesi bangga dan lebih memperdulikan kelestarian
jenis satwa endemik tersebut. Secara historis, penyebaran anoa
meliputi seluruh Pulau Sulawesi dan Pulau Buton, akan tetapi saat ini
jenis satwa langka ini tidak dijumpai di semenanjung selatan dan
bagian ujung dari semenanjung utara (Burton et al., 2005). Sedangkan
beberapa pulau kecil di sekitar Pulau Sulawesi seperti Kepulauan
Togian, Kepulauan Banggai, Pulau Wawonii, Pulau Muna, Pulau
Kabaena, dan Kepulauan Tukang Besi (Wangi-Wangi, Kaledupa, Tomia
dan Binongko) tidak terdapat anoa (Mustari, 1995, 2003).
Kelangsungan hidup anoa semakin terancam disebabkan oleh
perburuan liar, fragmentasi dan berkurangnya luas habitat. Anoa
diburu untuk diperdagangkan dan dikonsumsi dagingnya, serta
tanduknya dijadikan trophy. Berkurangnya luas habitat disebabkan
oleh konversi hutan untuk penggunaan lain serta menurunnya fungsi
hutan untuk menunjang kehidupan anoa yang menyebabkan
populasinya terus menurun.
Di Indonesia anoa dilindungi oleh undang-undang sejak tahun 1931.
Pada tingkat international, anoa masuk dalam katagori Endangered
Spesies dalam IUCN Red List yaitu satwa yang terancam punah apabila
tidak segera diambil tindakan konservasi terhadap habitat dan
populasinya. Jenis ini juga termasuk dalam Appendix I CITES yaitu
satwa yang tidak boleh diburu, dibunuh dan diperdagangkan baik hidup
ataupun mati, dan atau dalam keadaan utuh maupun bagian-bagian
satwa ini.

Anda mungkin juga menyukai