Anda di halaman 1dari 3

PENDIDIKAN UNTUK SEMUA, SEMUA UNTUK PENDIDIKAN

Oleh:

Evi Puspitasari

2B PGSD-2017

Perkenalkan nama saya Evi Puspitasari, biasa dipanggil evi. Saya anak ke-3 dari sepasang insan
yang saling jatuh cinta 25 tahun yang lalu dan diikat dengan sebuah ikatan yang sakral. Saya
lahir dari keluarga yang sederhana namun kami selalu merasa cukup karna kami tahu, Tuhan
suka dengan orang-orang yang pandai bersyukur. Ibu dan Ayah saya seorang pedagang, kami
membuka sebuah usaha warung umpan yang telah dirintis sejak saya duduk di bangku SMP.
Sejak kecil saya berharap bisa menjadi orang yang memiliki banyak uang. Namu ibu saya selalu
memberikan uang yang pas-pasan, bila saya menginginkan uang jajan tambahan saya selalu
diperintahkan untuk bekerja keras terlebih dahulu. Dulu saya sering mencari cara agar dapat
menghasilkan uang, apapun saya lakukan seperti mencuci piring, menyapu, mencuci baju,
bahkan pergi ke warung untuk sekedar membeli garam dan kecap perintah ibu, semua saya
lakukan demi mendapatkan uang yang telah disepakati sebelumnya. Namun dibalik semua itu,
seiring berjalannya waktu saya paham, orang tua saya mendidik saya seperti itu karna mereka
ingin agaar anak selalu menghargai uang dan selalu bekerja keras dan bertanggung jawab. Kerja
keras saya sejak kecil membuahkan hasil di masa kini. Prestasi yang saya dapatkan, merupakan
buah dari kerja keras saya selama ini. Berawal dari hobi sekarang saya tercatat sebagai atlet dari
kontingen Kota Bandung cabang olahraga Hoki Indoor.

Jadi pendidikan bisa didapat di mana pun, termasuk di dalam keluarga seperti yang telah saya
ceritakan. Sejalan dengan Ki Hajar Dewantara dalam bukunya beliau menyatakan terdapat tiga
pusat pendidikan yang meliputi keluarga, sekolah dan masyarakat. Keluarga bagi saya
merupakan sebuah tempat dimana pendidikan dasar untuk seorang anak. Keluarga saya bukan
dari golongan orang-orang yang memiliki ilmu tinggi. Ayah saya lulusan SMA dan Ibu saya
hanya lulusan SMP mereka bahkan tidak pernah di ajarkan sebelumnya ilmu untuk mendidik
anak yang hanya ada dalam mata kuliah di universitas. Saat ini saya merupakan mahasiswa aktif
di Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Cibiru sudah sepantasnya saya selalu membagikan
ilmu yang saya dapatkan kepada orang-orang khususnya keluarga saya.
Saya merupakan warga negara indonesia, sudah sepatutnya saya berkontribusi untuk negeri ini,
bukan hanya menikmati hasil dari perjuangan para pahlawan terdahulu. Karna kita sudah
diberikan kebebasan untuk beraktivitas, berkreasi dan berinovasi sudah selayaknya kita
menggunakan kesempatan itu untuk hal-hal yang positif termasuk mewujudkan cita-cita para
founding father ataupun cita-ciata bangsa ini yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945,
salah satunya mencerdaskan kehidupan bangsa. Kita semua sudah terbebas dari belenggu
penjajahan sudah sepatutnya kita memanfaatkan kesempatan ini dan ikut menjadi bagian
perubahan bangsa ini. Saya seorang mahasiswa,oleh karena itu saya selalu belajar sungguh-
sungguh dalam mengikuti seluruh mata kuliah, semua itu saya lakukan sebagai bentuk kontribusi
saya bagi Indonesia. Karna karna dengan mengikuti jenjang pendidikan yang telah disediakan
oleh pemerintah, sama halnya kita ikut berkontribusi untuk mewujudakan cita-cita bangsa ini.

Menurut saya semua anak yang dilahirkan ke dunia ini berhak untuk mendapatkan pendidikan
baik formal ataupun non formal. Namun dalam prakteknya saya menemukan beberapa ketidak
sesuaian yang terjadi pada masyarakat, tepatnya di daerah Cibiru yang merupakan daerah tempat
tinggal saya. Kehidupan saya selalu berkaitan dengan kata Cibiru, setiap hari saya selalu berbaur
dengan masyarakat disana. SD, SMP, SMA pun saya tempuh di Cibiru dan bahkan sekarang saya
sedang menempuh studi sarjana di Universitas Pendidikan Indonesia yang berlokasi di Cibiru.
Semua kegiatan saya selalu berkaitan dengan daerah Cibiru dan sayapun berharap bisa mengabdi
di daerah Cibiru. Pada akhirnya saya memahami pola kehidupan masyarakat disana. Salah
satunya kebanyakan orang tua di daerah sana lebih memilih menikahkan anaknya sebelum
ataupun setelah lulus SMA dari pada menyekolahkan anaknya di Perguruan Tinggi. Beberapa
perempuan yang seumuran dengan saya banyak yang telah berkeluarga dan menggendong anak
bayi. Saya menyimpulkan jika masyarakat di sana belum sepenuhnya sadar akan pendidikan.

Masyarakat Cibiru merupakan gambaran kecil dari kompleksnya permasalahan pendidikan yang
ada di Indonesia. Maka dari itu, saya mempunyai mimpi agar masyarakat Indonesia dapat paham
dan sadar akan pentingnya pendidikan terutama masyarakat Cibiru.. Menurut saya pendidikan
bukan berbicara soal bakat, bakat hanyalah sebuah omong kosong, karna manusia pada
hakikatnya merupakan makhluk berpotensi. Semua orang berhak dan bebas untuk
mengembangkan potensinya melalui pendidikan. Untuk menjadi seorang atletpun sebelumnya
tak pernah terpikirkan oleh saya, saya hanya mencoba dan akhirnya saya menyukai dan bisa
melakukannya. Saya selalu beranggapan ‘kalau kamu mau, pasti bisa’. dan saya mau untuk
mewujudkan mimpi saya terhadap potensi masyarakat di Indonesia terutama di Cibiru, saya akan
terus mendalami dan hidup bersama masyarakat Cibiru untuk membentuk tempat yang sadar
akan pentingnya pendidikan.

Referensi:

Dewantara, KH. (1967). Ki Hajar Dewantara. Jogjakarta: Majelis Luhur Taman Siswa

Anda mungkin juga menyukai