Di
S
U
S
U
N
Oleh:
Jawaban :
1. Obat teratogen
Periode sensitif untuk induksi malformasi adalah periode 5-14 hari pada tikus,
dan minggu ke-tiga hingga bulan ke-tiga pada manusia. Periode perkembangan janin
berikutnya, seperti halnya tahap proliferatif awal, kurang bersifat rentan terhadap
efek-efek spesifik. Jenis-jenis teratogen yang berbeda dapat menyebabkan
abnormalitas yang sama apabila diberikan selama periode-periode kritis yang sama,
dan sebaliknya teratogen yang sama diberikan pada saat yang berbeda dapat
menghasilkan efek yang berbeda (Timbrell, 1996).
Menurut Katzung, suatu zat atau senyawa dianggap teratogenik, jika proses
zat tersebut:
a). Menghasilkan rangkaian malformasi yang khas, mengindikasikan selektivitas
organ tertentu.
b). Memberikan efeknya pada tahap pertumbuhan jenis tertentu, yaitu selama
organogenesis organ target dalam periode waktu yang terbatas.
c). Memperlihatkan insiden yang tergantung dosis (Katzung, 1998).
a). Kategori A
Obat dalam kategori ini adalah obat-obat yang telah banyak digunakan oleh
wanita hamil tanpa disertai kenaikan frekuensi malformasi janin atau pengaruh buruk
lainnya, seperti asam folat (Anonim, 1994).
b). Kategori B
Obat kategori B meliputi obat-obat yang pengalaman pemakaian pada wanita
hamil masih terbatas, tetapi tidak terbukti meningkatkan frekuensi malformasi atau
pengaruh buruk lainnya pada janin. Mengingat terbatasnya pengalaman pemakaian
pada wanita hamil, maka obat-obat kategori B dibagi lagi berdasarkan temuan-
temuan pada studi toksikologi pada hewan, yaitu:
B1: Dari penelitian pada hewan tidak terbukti meningkatnya kejadian kerusakan
janin ( fetal damage). Contohnya simetidin, dipiridamol (Anonim, 1994).
B2: Data dari penelitian pada hewan belum memadai, tetapi ada petunjuk tidak
meningkatnya kejadian kerusakan janin. Contohnya amfoterisin, dopamin
c). Kategori C
Merupakan obat-obat yang dapat memberi pengaruh buruk pada janin tanpa
disertai malformasi anatomik semata-mata karena farmakologiknya. Umumnya
bersifat Reversibel (membaik kembali). Contoh adalah fenotiazin, rifampisin, aspirin
(Anonim, 1994).
d). Kategori D
Obat-obat yang terbukti menyebabkan meningkatkatnya kejadian malformasi
janin pada manusia atau menyebabkan kerusakan janin yang bersifat Irreversibel
(tidak dapat membaik kembali). Obat-obat dalam kategori ini juga mempunyai efek
farmakologik yang merugikan terhadap janin. Contohnya fenitoin, pirimidon,
fenobarbiton (Anonim, 1994)
e). Kategori X
Obat-obat yang terbukti dalam kategori ini adalah yang terbukti mempunyai
resiko tinggi terjadinya pengaruh buruk yang menetap (Irreversibel) pada janin jika
diminum pada masa kehamilan. Obat dalam kategori ini merupakan kontraindikasi
mutlak selama kehamilan. Contohnya adalah isotretinoin dan dietilstilbestrol
(Anonim, 1994).
b). Kategori B
Studi tentang reproduksi binatang percobaan yang tidak memperlihatkan
adanya resiko pada janin tetapi belum ada studi terkontrol pada ibu hamil atau sistem
reproduksi binatang percobaan yang menunjukkan efek samping, dimana tidak ada
penegasan dengan studi kontrol pada wanita saat trimester pertama dan tidak ada
bukti resiko janin pada trimester berikutnya. Contohnya beberapa antibiotika seperti
amoksisilin dan eritromisin (Lacy et al, 2008).
c). Kategori C
Studi pada binatang percobaan menunjukkan adanya efek samping pada janin
(teratogenik) dan tidak ada studi terkontrol pada wanita dan binatang yang tersedia.
Obat dalam kategori ini hanya boleh diberikan kepada ibu hamil jika manfaatnya
yang diperoleh lebih besar dari resiko yang mungkin terjadi janin. Contohnya asam
mefenamat dan aspirin (Lacy et al, 2008).
d). Kategori D
Terdapat bukti adanya resiko terhadap janin manusia, tapi keuntungan
penggunaannya bagi wanita hamil boleh dipertimbangkan (terjadi situasi yang dapat
mengancam ibu hamil, dimana obat lain tidak dapat digunakan atau tidak efektif).
Contohnya karbamazepin dan phenitoin serta beberapa anti kanker atau kemoterapi
(Lacy et al, 2008).
e). Kategori X
Studi pada binatang percobaan atau manusia telah memperlihatkan adanya
kelainan janin (abnormalitas) atau terbukti beresiko terhadap janin. Resiko
penggunaan obat pada wanita hamil jelas lebih besar dari manfaat yang diperoleh.
Obat kategori X merupakan kontraindikasi bagi wanita hamil. Contohnya
isotretinoin, simvastatin (Lacy et al, 2008).
Sebagian besar obat yang digunakan oleh wanita hamil akan melewati sawar
uri dan masuk kedalam aliran darah janin, sehingga dapat dikatakan bahwa jika
seorang wanita hamil minum obat, tidak hanya untuk dirinya sendiri tetapi juga
untuk janin yang dikandungnya. Beberapa faktor yang mempengarihi berat
ringannya masalah yang timbul akibat penggunaan obat selama kehamilan yaitu :
a). Potensi obat yaitu kemampuan obat untuk menimbulkan efek teratogenik dan
efek-efek yang merugikan lainnya.
b). Dosis dan kemampuan obat mencapai sirkulasi.
c). Umur kehamilan, kelainan yang terjadi pada janin tergantung pada usia
berapa janin terpapar oleh obat.
d). Kondisi ibu yang mendorong atau memperberat terjadinya pengaruh
pengaruh buruk tersebut (Hayes dan Kee, 1993).
Obat-obat yang paling sering dipakai selama kehamilan adalah zat besi,
vitamin, antiemetik, analgesik ringan. Obat-obat yang sudah dibuktikan dengan pasti
aman untuk embrio hanya sedikit. Lebih banyak yang lain adalah tidak diketahui atau
Teratogen (substansi yang menyebabkan kelainan pertumbuhan).
2. Khasus :
“Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Sukabumi mencatat ada sebanyak enam kasus keracunan
makanan dengan jumlah korban cukup besar di sepanjang 2019. Kondisi ini disikapi
pemerintah dengan menggencarkan kerjasama lintas sektoral untuk mencegah terulangnya
kasus keracunan di masyarakat.
‘’Dari data yang ada sebanyak enam kasus keracunan makanan,’’ ujar Kepala Bidang
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten
Sukabumi Damayanti Pramasari kepada Republika, Senin (23/12). Wilayah yang dilaporkan
warganya mengalami keracunan berada utara dan selatan Sukabumi yakni Kecamatan
Bantargadung, Simpenan, Tegalbuleud, Parungkuda, dan Nagrak.
Menurut Damayanti, kasus keracunan terjadi pada September 2019 sebanyak tiga kasus.
Pertama keracunan makanan di Desa Bojonggaling, Kecamatan Bantargadung, Kabupaten
Sukabumi pada 10 September 2019 lalu. Dalam kejadian itu ada sebanyak 176 korban
keracunan dan dua orang meninggal dunia.
Penyebab keracunan dari makanan yang dibagikan pada saat tahlilan 100 hari warga. Pada
hari yang sama juga terjadi keracunan yang menimpa 111 buruh pabrik PT Royal Puspita di
Kampung Sundawenang RT 42 RW 18, Desa Sundawenang, Kecamatan Parungkuda,
Kabupaten Sukabumi.
‘’ Untuk menyikapinya butuh kolaborasi dengan lintas sektoral tidak hanya dinkes,’’ ujar
Damayanti. Misalnya dengan Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian dalam memberikan
edukasi kepada warga dalam memilih makanan yang layak konsumsi dan sehat.
Sehingga ujar Damayanti, langkah ke depan mengadakan pemetaan kasus keracunan dan
mendorong sanitasi lingkungan. Upaya ini akan dikoordinasikan dengan dinas terkait
misalnya dinas ketahanan pangan, lingkungan hidup dan peternakan karena berkaitan
konsumsi hewani oleh penderita.
Harapannya lanjut Damayanti, wawasan warga mengenai penggunaan air bersih dan
pengolahan makanan yang sehat bisa menekan kasus keracunan. Di mana warga lebih
berhati-hati dan waspada ketika menyajikan makanan dalam jumlah besar.
Dalam 6-48 jam setelah mengonsumsi makanan, kemungkinan Anda akan mengalami mual
dan muntah-muntah.
Berikut adalah pertolongan pertama keracunan makanan yang gejalanya berupa mual dan
muntah:
2. Cegah dehidrasi
Berikut adalah pertolongan pertama untuk mencegah dehidrasi karena keracunan makan:
Minum cairan banyak cairan seperti air mineral. Bisa dimulai dengan tegukan kecil
dan secara bertahap minum lebih banyak.
Jika muntah dan diare bertahan lebih dari 24 jam, minumlah larutan rehidrasi atau
oralit yang bisa dibeli di apotek
Jika darurat, segera buat larutan oralit dengan air 1 liter dicampur 6 sendok makan
gula, dan 1 sendok teh garam. Langung minum air larutan tersebut perlahan
Hindari makan makanan berat selama beberapa jam pertama sampai kondisi muntah
atau diare anak membaik
berikan makan ketika anak sudah mulai tenang. Makanan yang diberi bisa berupa,
roti panggang, buah pisang, dan nasi pakai kuah sayur bening
Usahakan anak istirahat, jangan dulu biarkan anak masuk sekolah atau bermain
Jangan beri anak Anda obat apa pun untuk menghentikan diare. Diare adalah cara
tubuh mengeluarkan bakteri penyebab keracunan makanan. Obat antidiare justru
memberikan efek samping yang tidak diinginkan pada anak-anak.
Pertolongan pertama karena keracunan makanan harus segera ditindaklanjuti apabila anak
Anda tidak bisa menahan muntah atau menunjukkan tanda-tanda dehidrasi. Segera bawa
ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan lebih lanjut dari dokter.