Anda di halaman 1dari 8

TUGAS FARMAKOLOGI

Dosen Pengampu: Yulina Dwi Hastuti.SKp,M.Biomed

Di
S
U
S
U
N
Oleh:

Nama: Irma Yana Zahara


NIM: P0754119018
Prodi/Kelas: D-III/IA

POLTEKKES KEMENKES RI MEDAN


TA: 2019/2020
Soal :
1. Beberapa literatur yang menyatakan bahwa suatu obat bersifat
teratogenik.

2. Satu kasus tentang keracunan obat dan bagaiama cara penangannannya.

Jawaban :
1. Obat teratogen

Teratogen adalah kerja yang menimbulkan kerusakan janin dan khususnya


cacat termasuk dalam efek samping obat terberat (Mutscler, 1991).
Teratogenesis meliputi gangguan perkembangan normal baik pada embrio
maupun janin didalam rahim, menyebabkan kondisi abnormal pada bayi yang baru
lahir. Gangguan ini dapat terjadi dalam berbagai bentuk dan karenanya tidak ada
mekanisme umum yang mendasari jenis respon ini. Bahan-bahan teratogenik dapat
berupa obat-obatan yang dikonsumsi selama kehamilan, bahan-bahan pencemar

Periode sensitif untuk induksi malformasi adalah periode 5-14 hari pada tikus,
dan minggu ke-tiga hingga bulan ke-tiga pada manusia. Periode perkembangan janin
berikutnya, seperti halnya tahap proliferatif awal, kurang bersifat rentan terhadap
efek-efek spesifik. Jenis-jenis teratogen yang berbeda dapat menyebabkan
abnormalitas yang sama apabila diberikan selama periode-periode kritis yang sama,
dan sebaliknya teratogen yang sama diberikan pada saat yang berbeda dapat
menghasilkan efek yang berbeda (Timbrell, 1996).
Menurut Katzung, suatu zat atau senyawa dianggap teratogenik, jika proses
zat tersebut:
a). Menghasilkan rangkaian malformasi yang khas, mengindikasikan selektivitas
organ tertentu.
b). Memberikan efeknya pada tahap pertumbuhan jenis tertentu, yaitu selama
organogenesis organ target dalam periode waktu yang terbatas.
c). Memperlihatkan insiden yang tergantung dosis (Katzung, 1998).

Mekanisme terjadinya efek teratogen akibat obat-obat sulit diketahui dan


mungkin mempunyai berbagai faktor. Sebagai contoh, obat-obat dapat mempunyai
efek sekunder atau tidak langsung pada janin. Obat dapat mengganggu jalur oksigen
ataupun makanan yang masuk melalui plasenta sehingga memberikan efek pada
jaringan yang bermetabolisme cepat dalam janin. Akhirnya obat mungkin dapat
mempunyai kerja langsung pada proses diferensiasi jaringan yang berkembang.
Contohnya vitamin A (retinol) mempunyai kerja terarah pada diferensiasi jaringan
normal (Katzung, 1998).
Dalam upaya mencegah terjadinya efek yang tidak diharapkan dari obat-obat
yang diberikan selama kehamilan, maka Australian Drug Evaluation Commitee
maupun Food and Drug Administration (FDA-USA), obat-obatan dikategorikan
menjadi 5 yaitu kategori A, kategori B, kategori C, kategori D, kategori X. Kategori
A, B, C, D, X ini memaparkan tentang seluk beluk obat yang boleh dan tidak boleh
diberikan ketika hamil, dimana uraian tersebut sampai saat ini masih dipakai sebagai
rujukan atau acuan di penjuru dunia, termasuk Indonesia. Australian Drug
Evaluation Commitee maupun Food and Drug Administration (FDA-USA) membuat
kategori obat menurut tingkat bahayanya terhadap janin. Australian Drug Evaluation
Commitee dikategorikan sebagai berikut:

a). Kategori A
Obat dalam kategori ini adalah obat-obat yang telah banyak digunakan oleh
wanita hamil tanpa disertai kenaikan frekuensi malformasi janin atau pengaruh buruk
lainnya, seperti asam folat (Anonim, 1994).

b). Kategori B
Obat kategori B meliputi obat-obat yang pengalaman pemakaian pada wanita
hamil masih terbatas, tetapi tidak terbukti meningkatkan frekuensi malformasi atau
pengaruh buruk lainnya pada janin. Mengingat terbatasnya pengalaman pemakaian
pada wanita hamil, maka obat-obat kategori B dibagi lagi berdasarkan temuan-
temuan pada studi toksikologi pada hewan, yaitu:
B1: Dari penelitian pada hewan tidak terbukti meningkatnya kejadian kerusakan
janin ( fetal damage). Contohnya simetidin, dipiridamol (Anonim, 1994).

B2: Data dari penelitian pada hewan belum memadai, tetapi ada petunjuk tidak
meningkatnya kejadian kerusakan janin. Contohnya amfoterisin, dopamin

.B3: Penelitian pada hewan menunjukan peningkatan kejadian janin, tetapi.


Belum tentu bermakna pada manusia. Contohnya pirimetamin, mebendazol.
(Anonim, 1994).

c). Kategori C
Merupakan obat-obat yang dapat memberi pengaruh buruk pada janin tanpa
disertai malformasi anatomik semata-mata karena farmakologiknya. Umumnya
bersifat Reversibel (membaik kembali). Contoh adalah fenotiazin, rifampisin, aspirin
(Anonim, 1994).

d). Kategori D
Obat-obat yang terbukti menyebabkan meningkatkatnya kejadian malformasi
janin pada manusia atau menyebabkan kerusakan janin yang bersifat Irreversibel
(tidak dapat membaik kembali). Obat-obat dalam kategori ini juga mempunyai efek
farmakologik yang merugikan terhadap janin. Contohnya fenitoin, pirimidon,
fenobarbiton (Anonim, 1994)

e). Kategori X
Obat-obat yang terbukti dalam kategori ini adalah yang terbukti mempunyai
resiko tinggi terjadinya pengaruh buruk yang menetap (Irreversibel) pada janin jika
diminum pada masa kehamilan. Obat dalam kategori ini merupakan kontraindikasi
mutlak selama kehamilan. Contohnya adalah isotretinoin dan dietilstilbestrol
(Anonim, 1994).

Sedangkan Food and Drug Administration (FDA-USA) membuat klsifikasi


obat menurut tingkat bahayanya terhadap janin, yakni :
a). Kategori A
Studi terkontrol pada wanita tidak memperlihatkan adanya resiko bagi janin
pada trimester pertama kehamilan dan tidak ada bukti mengenai resiko pada trimester
kedua dan ketiga. Kemungkinan adanya bahaya terhadap janin rendah. Contohnya
asam folat (Lacy et al, 2008).

b). Kategori B
Studi tentang reproduksi binatang percobaan yang tidak memperlihatkan
adanya resiko pada janin tetapi belum ada studi terkontrol pada ibu hamil atau sistem
reproduksi binatang percobaan yang menunjukkan efek samping, dimana tidak ada
penegasan dengan studi kontrol pada wanita saat trimester pertama dan tidak ada
bukti resiko janin pada trimester berikutnya. Contohnya beberapa antibiotika seperti
amoksisilin dan eritromisin (Lacy et al, 2008).

c). Kategori C
Studi pada binatang percobaan menunjukkan adanya efek samping pada janin
(teratogenik) dan tidak ada studi terkontrol pada wanita dan binatang yang tersedia.
Obat dalam kategori ini hanya boleh diberikan kepada ibu hamil jika manfaatnya
yang diperoleh lebih besar dari resiko yang mungkin terjadi janin. Contohnya asam
mefenamat dan aspirin (Lacy et al, 2008).

d). Kategori D
Terdapat bukti adanya resiko terhadap janin manusia, tapi keuntungan
penggunaannya bagi wanita hamil boleh dipertimbangkan (terjadi situasi yang dapat
mengancam ibu hamil, dimana obat lain tidak dapat digunakan atau tidak efektif).
Contohnya karbamazepin dan phenitoin serta beberapa anti kanker atau kemoterapi
(Lacy et al, 2008).

e). Kategori X
Studi pada binatang percobaan atau manusia telah memperlihatkan adanya
kelainan janin (abnormalitas) atau terbukti beresiko terhadap janin. Resiko
penggunaan obat pada wanita hamil jelas lebih besar dari manfaat yang diperoleh.
Obat kategori X merupakan kontraindikasi bagi wanita hamil. Contohnya
isotretinoin, simvastatin (Lacy et al, 2008).
Sebagian besar obat yang digunakan oleh wanita hamil akan melewati sawar
uri dan masuk kedalam aliran darah janin, sehingga dapat dikatakan bahwa jika
seorang wanita hamil minum obat, tidak hanya untuk dirinya sendiri tetapi juga
untuk janin yang dikandungnya. Beberapa faktor yang mempengarihi berat
ringannya masalah yang timbul akibat penggunaan obat selama kehamilan yaitu :
a). Potensi obat yaitu kemampuan obat untuk menimbulkan efek teratogenik dan
efek-efek yang merugikan lainnya.
b). Dosis dan kemampuan obat mencapai sirkulasi.
c). Umur kehamilan, kelainan yang terjadi pada janin tergantung pada usia
berapa janin terpapar oleh obat.
d). Kondisi ibu yang mendorong atau memperberat terjadinya pengaruh
pengaruh buruk tersebut (Hayes dan Kee, 1993).

Obat-obat yang paling sering dipakai selama kehamilan adalah zat besi,
vitamin, antiemetik, analgesik ringan. Obat-obat yang sudah dibuktikan dengan pasti
aman untuk embrio hanya sedikit. Lebih banyak yang lain adalah tidak diketahui atau
Teratogen (substansi yang menyebabkan kelainan pertumbuhan).

2. Khasus :

“Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Sukabumi mencatat ada sebanyak enam kasus keracunan
makanan dengan jumlah korban cukup besar di sepanjang 2019. Kondisi ini disikapi
pemerintah dengan menggencarkan kerjasama lintas sektoral untuk mencegah terulangnya
kasus keracunan di masyarakat.

‘’Dari data yang ada sebanyak enam kasus keracunan makanan,’’ ujar Kepala Bidang
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten
Sukabumi Damayanti Pramasari kepada Republika, Senin (23/12). Wilayah yang dilaporkan
warganya mengalami keracunan berada utara dan selatan Sukabumi yakni Kecamatan
Bantargadung, Simpenan, Tegalbuleud, Parungkuda, dan Nagrak.

Menurut Damayanti, kasus keracunan terjadi pada September 2019 sebanyak tiga kasus.
Pertama keracunan makanan di Desa Bojonggaling, Kecamatan Bantargadung, Kabupaten
Sukabumi pada 10 September 2019 lalu. Dalam kejadian itu ada sebanyak 176 korban
keracunan dan dua orang meninggal dunia. 

Penyebab keracunan dari makanan yang dibagikan pada saat tahlilan 100 hari warga. Pada
hari yang sama juga terjadi keracunan yang menimpa 111 buruh pabrik PT Royal Puspita di
Kampung Sundawenang RT 42 RW 18, Desa Sundawenang, Kecamatan Parungkuda,
Kabupaten Sukabumi. 

Berikutnya kata Damayanti, keracunan makanan di Kampung Babakan RT 03 RW 18 dan RT


19 RW 04 Kedusunan Ciangkrek, Desa Mekarasih, Kecamatan Simpenan, Kabupaten
Sukabumi pada Senin (16/9). Data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Sukabumi
menyebutkan, gejala keracunan dialami warga mulai Senin (16/9) sore dan korbannya
mencapai sebanyak 182 orang.

Pada November ungkap Damayanti, keracunan makanan terjadi di Desa Sirnamekar,


Kecamatan Tegalbuleud, Kabupaten Sukabumi akibat mengkonsumsi makanan syukuran
salah seorang warga pada 16 November 2019 lalu. Di mana junlah total warga keracunan
mencapai 77 orang dan dua orang meninggal dunia.
Damayanti menuturkan, pada Desember 2019 terjadi keracunan makanan terjadi di dua
wilayah berbatasan yakni di Kampung Barujagong RT 04 RW 10 Desa Cisarua dan Kampung
Sinagar Kolot RT 01 RW 08 Desa Nagrak Utara, Kecamatan Nagrak, Kabupaten Sukabumi
pada Minggu (15/12). Jumlah warga yang keracunan mencapai 126 orang dan makanan
yang diduga menjadi penyebab keracunan berasal dari pembagian di acara maulid nabi.

Terakhir keracunan makanan terjadi di Kampung Nyalindung RT 03 RW 02 Desa Kalaparea,


Kecamatan Nagrak, Kabupaten Sukabumi pada Ahad (23/12). Warga mengalami keracunan
akibat makanan yang dibagikan pada syukuran kehamilan empat bulan warga.

‘’ Untuk menyikapinya butuh kolaborasi dengan lintas sektoral tidak hanya dinkes,’’ ujar
Damayanti. Misalnya dengan Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian dalam memberikan
edukasi kepada warga dalam memilih makanan yang layak konsumsi dan sehat.

Sehingga ujar Damayanti, langkah ke depan mengadakan pemetaan kasus keracunan dan
mendorong sanitasi lingkungan. Upaya ini akan dikoordinasikan dengan dinas terkait
misalnya dinas ketahanan pangan, lingkungan hidup dan peternakan karena berkaitan
konsumsi hewani oleh penderita.

Kasus keracunan ungkap Damayanti, biasanya terjadi karena ketidakpahaman masyarakat


mengenai air bersih dan pengolahan makanan yang baik. Sehingga upaya sosialisasi
bersama dinas terkait akan digenjot kepada masyarakat.

Harapannya lanjut Damayanti, wawasan warga mengenai penggunaan air bersih dan
pengolahan makanan yang sehat bisa menekan kasus keracunan. Di mana warga lebih
berhati-hati dan waspada ketika menyajikan makanan dalam jumlah besar.

 Tanda Tanda keracunan


1. Mual dan muntah
2. Diare (bahkan dapat disertai darah bila penyebabnya adalah bakteri
Campylobacter atau E. coli).
3. Perut nyeri dan kram, biasanya dalam 12-72 jam setelah makan
4. Dehidrasi, sebagai gejala lanjutan dari mual dan muntah
5. Sakit kepala
 Cara penanganannya :

o Pertolongan pertama mengatasi keracunan makanan pada


orang dewasa

1. Tangani gejala mual dan muntahnya

Dalam 6-48 jam setelah mengonsumsi makanan, kemungkinan Anda akan mengalami mual
dan muntah-muntah.

Berikut adalah pertolongan pertama keracunan makanan yang gejalanya berupa mual dan
muntah:

 Hindari mengonsumsi makanan padat sampai muntah berakhir. Disarankan makan


makanan ringan, hambar, seperti biskuit asin, pisang, nasi, atau roti.
 Hirup aroma yang dapat membantu menghindari muntah, misalnya seperti minyak
kayu putih.
 Saat penderita muntah, usahakan muntah dengan posisi badan bungkuk menunduk.
Ini agar makanan tidak turun lagi ke dalam tenggorokan dan membuat tersedak.
 Selama masih merasa mual, jangan diberikan makanan yang digoreng, berminyak,
pedas, atau manis sampai gejala membaik.
 Jangan minum obat antimual tanpa bertanya konsultasi dokter.
 Jika,keadaan belum membaik segada hubungin dokter atau pawa pasien ke rumah
sakit terdekat.

2. Cegah dehidrasi

Penderita keracunan makanan segera diberi pertolongan pertama sebelum benar-benar


menunjukkan gejala dehidrasi. Dehidrasi bisa menyebabkan pingsan, dan yang parah bisa
menyebabkan kerusakan organ tubuh mengarah pada kematian.

Berikut adalah pertolongan pertama untuk mencegah dehidrasi karena keracunan makan:

 Minum cairan banyak cairan seperti air mineral. Bisa dimulai dengan tegukan kecil
dan secara bertahap minum lebih banyak.
 Jika muntah dan diare bertahan lebih dari 24 jam, minumlah larutan rehidrasi atau
oralit yang bisa dibeli di apotek
 Jika darurat, segera buat larutan oralit dengan air 1 liter dicampur 6 sendok makan
gula, dan 1 sendok teh garam. Langung minum air larutan tersebut perlahan

o Pertolongan pertama untuk anak yang keracunan makanan

Pertolongan pertama untuk keracunan makanan pada anak-anak adalah dengan


memberikan mereka cairan lebih banyak. Anda bisa beri mereka air mineral, jus tanpa gula,
atau atau es batu yang diisap.

 Hindari makan makanan berat selama beberapa jam pertama sampai kondisi muntah
atau diare anak membaik
 berikan makan ketika anak sudah mulai tenang. Makanan yang diberi bisa berupa,
roti panggang, buah pisang, dan nasi pakai kuah sayur bening
 Usahakan anak istirahat, jangan dulu biarkan anak masuk sekolah atau bermain
 Jangan beri anak Anda obat apa pun untuk menghentikan diare. Diare adalah cara
tubuh mengeluarkan bakteri penyebab keracunan makanan. Obat antidiare justru
memberikan efek samping yang tidak diinginkan pada anak-anak.

Pertolongan pertama karena keracunan makanan harus segera ditindaklanjuti apabila anak
Anda tidak bisa menahan muntah atau menunjukkan tanda-tanda dehidrasi. Segera bawa
ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan lebih lanjut dari dokter.

Anda mungkin juga menyukai