Anda di halaman 1dari 4

I.

DEFINISI
Kata fotografi berasal dari tulisan perancis photographie yang didasari oleh
bahasa yunani, phos yang berarti cahaya dan graphis yang artinya coretan atau
gambar. Fotografi adalah suatu proses seni merekam gambar, berupa proses
penangkapan cahaya pada suatu media yang sensitif cahaya, seperti film atau
sensor elektronik.
Fotografi forensik adalah sebuah seni yang menghasilkan sebuah olah
tempat kejadian perkara atau suatu peristiwa yang akurat untuk membantu
penyelidikan dan menyajikan bukti dalam proses hukum. Fotografi forensik
membantu penyelidik dalam bentuk foto dari korban, tempat kejadian dan
barang bukti terkait tindakan pidana.1 Fotografi forensik juga dapat diartikan
sebagai rekaman visual permanen dari suatu kejadian atau peristiwa pidana.
Teori lain menybeutkan bahwa, Fotografi forensik adalah Dokumentasi foto
bukti untuk presentasi argumen di pengadilan. Sayangnya, kebenarannya bisa
saja dihalangi oleh protes penasihat dari pihak-pihak yang terlibat. Oleh karena
itu, Sangat penting bahwa bukti foto menjadi representasi yang adil dan akurat
dari apa yang digambarkan di tempat kejadian.2
Fotografi forensik memiliki peran penting dalam dokumenatasi setiap
tindakan forensik termasuk tindakan pembongkaran makam, otopsi,
pemeriksaan medis, artifak, pakaian. Tujuan utama dari fotografi forensik
adalah merekam dan mendokumentasi bukti-bukti untuk keperluan hukum
karena hal tersebut merupakan salah satu barang bukti.3

II. DASAR HUKUM


Foto merupakan salah satu bahan dasar dari alat bukti hukum pidana di
Indonesia. Berikut ini beberapa dasar hukum fotografi forensik:
a. UU ITE PASAL 54
Undang-undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik (UU ITE) lahir untuk menjawab mengenai pembuktian secara
elektronik. Materi penting dalam UU ITE adalah pengakuan terhadap perluasan
dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia. 5
Saat ini telah diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19
Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
namun tidak ada perubahan pada pasal tersebut.6 Hal yang perlu diketahui dalam
UU ITE khususnya Pasal 5.
UU ITE Pasal 5 berisi tentang :
1. Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elekronik dan/atau hasil cetaknya
merupakan alat bukti hukum yang sah.
2. Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya
sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti
yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia.
3. Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dinyatakan sah apabila
menggunakan Sistem Elektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam
Undang-undang ini.
4. Ketentuan mengenai Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk:
i. Surat yang menurut Undang-undang harus dibuat dalam bentuk tertulis
ii. Surat beserta dokumennya yang menurut Undang-undang harus dibuat
dalam bentuk akta notaris atau akta yang dibuat pejabat pembuat akta.
b. dalam bentuk akta notaris atau akta yang dibuat pejabat pembuat akta.
b. UU ITE PASAL 6
Pasal 6 UU ITE menyatakan bahwa suatu informasi harus berbentuk tertulis
atau asli, Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elekronik dianggap sah
sepanjang informasi yang tercantum di dalamnya dapat diakses, ditampilkan,
dijamin keutuhannya, dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga menerangkan
suatu keadaan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa foto saat ini bisa dijadikan
alat bukti apabila memenuhi persyaratan sebagai foto yang dapat dijadikan alat
bukti tanpa adanya rekayasa.

c. Pasal 39 ayat 1 KUHAP7


Pasal 39 ayat 1 KUHAP, disebutkan mengenai apa-apa saja yang dapat
disita, yaitu:
1. Benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian
diduga diperoleh dari tindakan pidana atau sebagai hasil dari tindak
pidana.
2. Benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak
pidana atau untuk mempersiapkannya.
3. Benda yang digunakan untuk menghalang-halangi penyelidikan tindak
pidana.
4. Benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana.
5. Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidanayang
dilakukan.
d. Pasal 181 KUHAP
1. Hakim ketua siding memperlihatkan kepada terdakwa segala barang bukti
dan menanyakan kepadanya apakah ia mengenal benda itu dengan
memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 undang-
undang ini
2. Jika perlu benda itu diperlihatkan juga oleh hakim ketua siding kepada
saksi
e. Pasal 42 HIR (Hetterziene in Landsch Regerment)8
Dalam Pasal 42 HIR disebutkan bahwa para pegawai, pejabat atau
pun orang-orang berwenang diharuskan mencari kejahatan dan
pelanggaran kemudian selanjutnya mencari dan merampas barang-barang
yang dipakai untuk melakukan suatu kejahatan serta barang-barang yang
didapatkan dari sebuah kejahatan.9 Berikut isi pasal 42 HIR:
1. Barang-barang yang menjadi sasaran tindak pidana (corpora delicti).
2. Barang-barang yang terjadi sebagai hasil dari tindak pidana (corpora
delicti).
3. Barang-barang yang dipergunakan untuk melakukan tindak pidana
(instrumenta delicti).
4. Barang-barang yang pada umumnya dapat dipergunakan untuk
memberatkan atau meringankan kesalahan terdakwa (corpora delicti).
III. DAFTAR PUSTAKA

1. Vinod Sargaiyan, et all, Forensic Photography: a review, Volume-3, issue-


2,IJOCR ; 2015, p.60-65.
2. Renjual Yesodharam, Wisnhu Renjith, and Ashwini Kumar, 2018, Forensic
Clinical Photography: A Game Changer in Medicolegal Investigation and
Forensic Science, Volume 12, Indian Journal of Forensic Medicine and
Toxicology; p 262-266
3. Alain Wittmann, Overview of the forensic photography, Volume-2, Issue-2,
Journal of Forensic Science and Criminal Investigation; 2017, p.1-2.
4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik. 2016
5. KI Pratama.Tinjauan Fotografi. 2012. Available from: http://e-
journal.uajy.ac.id/155/2/2TA12866.pdf
6. Wittmann A. Overview of the Forensic Photography. 2017;2(2):3–4.
7. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik. 2016
8. Joelman Subaidi. 2011. Penyitaan Barang dalam Hukum Acara Pidana FH UI
[cited 2019 April 28]; Available from: www.lontar.ui.ac.id
9. Spring G. Forensic Photography [Internet]. Fourth Edition. The Focal
Encyclopedia of Photography: Digital Imaging, Theory and Applications,
History, and Science. Elsevier Inc.; 1990. 535-537 p. Available from:
http://dx.doi.org/10.1016/B978-0-240-80740-9.50104-5
10.

Anda mungkin juga menyukai