II. TEORI
2.1 Clay
Clay (tanah liat) sebagai salah satu bahan pokok untuk pembuatan keramik,
merupakan bahan yang kegunaannya sangat menguntungkan bagi manusia karena
bahannya yang mudah didapat, pemakaian hasilnya yang sangat luas dan ramah
lingkungan. Kira-kira 70% atau 80% dari kulit bumi terdiri dari batuan yang
merupakan sumber clay [1].
Seiring dengan kemajuan teknologi di bidang material maka berbagai upaya
penelitian dilakukan untuk mendapatkan material yang sesuai dengan aplikasi
tertentu, salah satu diantaranya clay dikembangkan dalam pembuatan komposit
dengan menambahkan alumina (Al2O3) untuk mengatasi kelemahan yang ada pada
produk clay. Sebagai bahan penambah alumina merupakan salah satu material yang
sangat penting dalam industri keramik [1].
Mineral clay merupakan kelompok mineral penting karena kebanyakan
material clay merupakan hasil pelapukan kimiawi. Mineral clay juga merupakan unsur
utama tanah (soil) dan penyusun batuan sedimen. Mineral clay menyusun hampir 40%
mineral pada batuan sedimen. Selain itu material clay merupakan material yang paling
banyak menarik perhatian karena sifatnya yang kuat, kaku dan melimpah di alam,
murah serta kemampuannya yang tinggi dalam menginterkalasikan partikel ke dalam
strukturnya [3].
Clay dapat digunakan sebagai bahan penguat pada material komposit karena
ketersediaan bahan ini cukup banyak, harganya murah, kuat, ringan dan tidak mudah
rusak [2]. Clay di Sulawesi Tengah mempunyai kandungan alumina 19,6%, silika
57,27% dan 23,13% oksida lain [1]. Sesuai dengan sifat fire brick kandungan alumina
berkisar 25,4–41,9% dan silica 53,2%. Hasil ini menunjukkan bahwa komposisi pada
Hasil
Disimpan dalam
desikator
5 gram minyak
- ditambahkan 50 mL alkohol netral 95%
- dipanaskan 10 menit dalam penangas air sambil diaduk dan
ditutup dengan pendinginan tegak
- ditambahkan indikator phenolphtalein
- dititrasi dengan KOH 0,1 N sampai timbul warna merah jambu
yang tidak hilang dengan pengocokan
Hasil
5 gram minyak
- ditambahkan 50 mL alkohol netral 95%
- dipanaskan 10 menit dalam penangas air sambil diaduk dan
ditutup dengan pendinginan tegak
- ditambahkan indikator phenolphtalein
- dititrasi dengan KOH 0,1 N sampai timbul warna merah jambu
yang tidak hilang dengan pengocokan
Hasil
2 gram minyak
2 gram minyak
- ditambahkan 25 mL KOH 0,5 N alkoholik, dimasukkan dalam
erlenmeyer
- ditutup dengan pendingin dan didihkan sampai minyak
tersabunkan
- ditambahkan indikator phenolphtalein
- dititrasi dengan HCl 0,5 N sampai titik akhir titrasi hilangnya
warna merah jambu
Hasil
4
1
B. Pemanasan
Keterangan :
1. Buret
2. Erlemeyer
3. Standar
4. Klem
5. Kertas
6. Hot plate
7. Penangas
8. Tutup termos
9. Pendingin tegak
10. Erlenmeyer bercabang
11. Kolom
12. Kapas
13. Pasir clay
14. Minyak curah
4.2 Reaksi
A. Angka Asam Lemak Bebas
O
H2C O C R H2C OH
O O
HC O C R + 3KOH HC OH + 3R C OK
O
H2C O C R H2C OH
Minyak :
B. Bilangan Penyabunan
4.3 Perhitungan
A. Penentuan Angka Asam Lemak Bebas
(V x N)KOH x Mr asam lemak
Free Fatty Acid = x 100%
massa minyak x 1000
= 0,46%
Minyak setelah dipucatkan
(0,7 mL x 0,1 N) x 256 g/mol
Free Fatty Acid = x 100%
5 g x 1000
= 0,36%
B. Penentuan Bilangan Penyabunan
(V blanko x V sampel) x N HCl x Mr KOH
Angka Penyabunan =
massa minyak
= 142,8 mL N/mol
Minyak sesudah dipucatkan
(21,9 mL x 10,4 mL) x 0,5 N x 56 g/mol
Angka Penyabunan =
2g
= 161 mL N/mol
nyak membentuk
bulir.
2. Dipanaskan pada pemanas air dan Uap yang naik Pemanasan berfungsi untuk
ditutup dengan pendingin tegak pada pendingin mempercepat reaksi dimana asam
tegak kembali tu- lemak bebas rantai pendek dapat
run dalam bentuk larut dengan penambahan alkohol.
cairan
3. Setelah itu larutan didinginkan dan Terjadi perubahan Penambahan indikator pp untuk
ditambahkan indikator pp lalu warna dari bening memperjelas titik akhir titrasi.
dititrasi dengan KOH 0,1N. menjadi merah Angka asam lemak bebas dapat
lembayung ditentukan dari berapa banyak
KOH yang digunakan saat titrasi.
C. Penentuan Angka Penyabunan
1. Minyak yang telah dipucatkan Didapatkan laru- Penimbangan dilakukan dengan
ditimbang sebanyak 2 gram tan berwarna ku- neraca analitik agar hasil lebih
kemudian ditambahkan 25 ml ning pudar akurat.
KOH alkoholik.
3. Kemudian larutan didinginkan dan Warna larutan Angka penyabunan dapat ditentu-
ditambahkan indikator pp lalu menjadi hilangnya kan dari volume HCl yang digu-
dititrasi dengan HCl 0,5 N warna merah jam- nakan. penambahan pp agar titik
bu. akhir titrasi terlihat lebih jelas.
1. Penentuan angka asam lemak bebas Asam lemak bebas Pada percobaan ini dilakukan dua
bersifat asam yang tidak kali percobaan yaitu mengguna-
larut dalam air, namun kan minyak yang belum dan
larut dalam alkohol 95% sudah dipucatkan. Angka asam
yang dibantu dengan lemak bebas yang diperoleh pada
proses pemanasan. Ha- minyak yang belum dipucatkan
sil dari minyak yang yaitu 0,46%, sedangkan minyak
dianalisa dengan dua yang sudah dipucatkan yaitu
perlakuan mendapat- 0,36%. Kualitas minyak akan
kan hasil yang berbeda. semakin baik jika angka asam
lemak bebas nya semakin kecil,
karena keberadaan trigliseridanya
yang sedikit. Dimana standar
angka asam lemak bebas ini yaitu
< 0,3%.
2. Penentuan angka penyabunan Nilai angka penyabu- Untuk penentuan dilakukan dua
nan sebelum dan sesu- perlakuan yaitu untuk minyak
dah dipucatkan berbe- sebelum dan sesudah dipucatkan.
da. Warna dari minyak Dimana hasil yang didapatkan
dengan dua perlakuan pada minyak sebelum dipucatkan
itupun berbeda. Setelah sebesar 142,8 mL N/mol dan
dititrasi menggunakan setelah dipucatkan sebesar 161
HCl warna pink yang mL N/mol. Nilai standar untuk
ditimbulkan karna pe- angka penyabunan yaitu 120-205.
nambahan indikator pp
hilang.
5.2 Pembahasan
Pada percobaan ini dilakukan yaitu tentang penggunaan clay sebagai bahan pemucat
minyak curah. Adapun tujuan dari percobaan ini adalah mempelajari kemampuan
mineral clay dalam proses pemucatan minyak sawit dan analisis dari minyak yang
telah dipucatkan.
Pada percobaan ini digunakan clay yang ada didaerah Indarung sebagai adsorben.
Clay yang digunakan pada percobaan ini tidak diaktivasi, dimana tujuan dari aktivasi
ini untuk memperbesar pori-pori dari adsorben itu sendiri. Dimana clay merupakan
suatu zat yang dapat mengadsorpsi beta karoten yang ada pada minyak curah. Hal ini
dikarenakan tanah liat merupakan suatu partikel mineral yang berkerangka dasar
silikat yang memiliki diameter kurang dari 4 µm, dan memiliki susunan komposit
yang hampir sama dengan mineral clay yaitu suatu mineral silikat berlapis
(pilosilikat). Pemucatan bertujuan untuk memurnikan minyak dan menghilangkan
beta karoten yang dapat menyebabkan toxic apabila terakumulasi dalam tubuh
manusia.
Pertama minyak dipucatkan menggunakan kolom, yang berisi sedikit kapas, clay
dan minyak curah dengan perbandingan yang telah ditentukan. Kemudian
ditampung minyak yang teradsorbsi menggunakan erlenmeyer bercabang yang
disambungkan dengan vakum. Pada saat proses kolom menggunakan bantuan
vakum, tidak boleh ada celah, karena jika terdapat celah, udara akan masuk yang
menyebabkan tekanan yang diberikan vakum akan terganggu, sehingga minyak sulit
untuk tersedot dan turun dari kolom. Setelah minyak selesai dipucatkan, dilakukan
analisa terhadap penentuan angka asam lemak bebas dan angka penyabunan. Hal ini
dilakukan untuk menentukan kualitas dari minyak curah yang digunakan sebagai
sampel.
Pada penentuan angka asam lemak bebas minyak yang telah dipucatkan
ditambahkan alkohol netral 95% dimana tujuan penambahan ini adalah untuk
melarutkan minyak dan memutuskan ikatan asam lemak bebas dengan trigliseridanya
yang dibantu dengan proses pemanasan. Penentuan angka asam lemak bebas
dilakukan denagan prinsip titrasi asam basa. Sebelum dilakukan tittasi larutan
ditambahkan indikator phenolphatalein agar saat penentuan titik akhir titrasi terlihat
dengan jelas. Pentiter yang digunakan adalah KOH. Dari data percobaan didapat nilai
angka asam lemak bebas 0,46% untuk minyak yang belum diadsorbsi dan 0,36% untuk
minyak yang sudah diadsorbsi. Menurut standar nasional Indonesia (SNI) 01-3741-
2002 angka asam lemak bebas yang baik yaitu maksimal 0,30%, hal ini menunjukkan
bahwa minyak yang telah dipucatkan / diadsorbsi dengan clay memiliki kualitas yang
lebih baik dibandingkan dengan minyak yang belum dipucatkan, namun jika
dibandingkan dengan SNI, minyak ini belum cukup baik untuk dikonsumsi baik
sebelum maupun sesudah dipucatkan, karena nilai asam lemak bebasnya lebih
rendah.
Sedangkan pada penentuan angka penyabunan minyak yang telah dipucatkan
ditambahkan KOH alkoholik, KOH alkoholik ini yaitu KOH ynag dilarutkan
menggunakan alkohol tidak dengan air. Penambahan KOH alkoholik ini bertujuan
untuk menyabunkan minyak yang telah dipucatkan. Untuk mempercepat reaksi
dilakukan pemanasan dan pada saat pemanasan ditutup dengan pendingin tegak
yang bertujuan agar saat pemanasan alkohol tidak menguap seluruhnya dan pada saat
itu terjadi pamanasan secara berulang-ulang sehingga proses penyabunan berjalan
dengan sempurna. Prinsip penentuan angka penyabunan yaitu titrasi asam basa.
Untuk menentukan angka penyabunan dihitung dengan banyaknya volume HCl yang
digunakan. Dari percobaan yang telah dilakukan didapatkan angka penyabunan
sebesar 142,8 mL N/mol untuk minyak yang belum dipucatkan dan 161 mL N/mol
untuk minyak yang sudah dipucatkan. Menurut standar nasional Indonesia (SNI) 01-
2902-1992 angka penyabunan yang baik berada pada range 255-265. Sehingga dari data
yang didapatkan dapat dinyatakan bahwa minyak sebelum dan sesudah dipucatkan
sudah memenuhi SNI, namun hasil yang lebih baik ditunjukkan pada minyak yang
sudah dipucatkan karna memiliki angka penyabunan yang lebih tinggi. Dimana
semakin tinggi bilangan penyabunan maka semakin baik kualitas dari minyak
tersebut. Namun tidak juga diperbolehkan melewati batas standar yang telah
ditentukan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Jones RM. 1975, “Mechanics of Composite Materials”. Scripta Book, Company Was-
hington DC.
2. Schwartz MM. 1984. “Composite Material, Handbook”. McGraw Hill, Inc., New York,
USA.
3. Schwartz MM. 1996. “Composite Meterials Polimers, Ceramics and Metal
Matrices”.Prentice-Hall, USA.
4. Mumin, M. A., Khan, M. M. R.., Akhter, K. F.., Uddin, M. J.. 2007.
Potentiality of Open Burnt Clay as an Adsorbent for the Removal of Congo
Red from Aqueous Solution. Int. J. Environ. Sci. Tech., 4 (4):525-532.
5. Bernasconi. G, Teknologi Kimia, Pradnya Paramita, Jakarta, 1995.
6. Saiful, Adsorpsi Kadmium Oleh Bentonit Alam dan Na-Bentonit Sebagai
Penukar Kation. Jurnal Sains dan Matematika, No.2, 2005.
7. Haryono, Muhammad Ali, Wahyuni. 2012, Proses Pemucatan Minyak Sawit Men-
tah Dengan Arang Aktif. Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Padjadjaran. Vol 1, No 1, April 2012
8. Prasetyowati, Adang Kurniawan, Dian Saputra. 2011. Pemurnian Minyak Jelantah
Dengan Adsorben Bentonit. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas
Sriwijaya. Jurnal Teknik Kimia No. 5, Vol. 17.
2. KOH
3. HCl H Cl
4. Indikator
phenolphtalein
(C20H14O4)