Anda di halaman 1dari 19

PROSES PEMEROLEHAN BAHASA PERTAMA

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikolinguistik

Disusun oleh :

Sry putrika br Sebayang (173306010086)

Kiki selviani Situmeang(173306010129)

Inka indriani br Ginting(1733060084)

Veronica febriana S(183306010035)

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PRODI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA

MEDAN

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat, berkah dan
nikmat yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas kelompok ini tepat pada
waktunya. Dimana tugas kelompok ini ditujukan untuk melengkapi penyusunan Tugas
kelompok mata kuliah Psikolinguistik. Penulis juga mengucapakan terimakasih kepada ibu
Wahyu Ningsih, S.Pd. selaku dosen pembimbing mata kuliah Psikolinguistik yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengerjakan tugas tentang “Proses
Pemerolehan Bahasa Pertama”.

Makalah ini disusun untuk semua kalangan masyarakat. Penulis juga mengharapakan
kritik dan saran dari pembaca untuk menyempurnakan makalah ini sekian dan terimakasih.

Medan, 12 JANUARI 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................i

DAFTAR ISI..............................................................................................................1

BAB I (PENDAHULUAN...............................................................................................2

A. LATAR BELAKANG...............................................................................................2

B. RUMUSAN MASALAH...........................................................................................2

BAB II ( PEMBAHASAN)..............................................................................................3

1. Teori-teori tentang Pemerolehan Bahasa Pertama......................................................3

2. Proses Pemerolehan Bahasa Pertama.........................................................................6

3. Tahap-tahap Pemerolehan Bahasa Pertama................................................................7

4. Faktor-Faktor Pendukung/Penghambat yang Berpengaruh dalam Pertumbuhan Bahasa


Pertama............................................................................................................................13

BAB III ( PENUTUP)....................................................................................................16

KESIMPULAN..............................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................17

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan bahasa atau komunikasi pada anak merupakan salah satu aspek dari
tahapan perkembangan anak yang seharusnya tidak luput juga dari perhatian para pendidik
pada umumnya dan orangtua pada khususnya. Pemerolehan bahasa oleh anak-anak
merupakan prestasi manusia yang paling hebat dan menakjubkan, oleh sebab itulah masalah
ini mendapat perhatian besar. Pemerolehan bahasa telah ditelaah secara intensif sejak lama.
Pada saat itu kita telah mempelajari banyak hal mengenai bagaimana anak-anak berbicara,
mengerti, dan menggunakan bahasa, tetapi sangat sedikit hal yang kita ketahui mengenai
proses aktual perkembangan bahasa.

Berangkat pada pendapat di atas, Pemerolehan bahasa adalah proses manusia


mendapatkan kemampuan untuk menangkap, menghasilkan, dan menggunakan kata untuk
pemahaman dan komunikasi. Kapasitas ini melibatkan berbagai kemampuan seperti sintaksis,
fonetik, dan kosakata yang luas. Bahasa yang diperoleh bisa berupa vokal seperti pada bahasa
lisan atau manual seperti pada bahasa isyarat. Pemerolehan bahasa biasanya merujuk pada
pemerolehan bahasa pertama yang mengkaji pemerolehan anak terhadap bahasa ibu mereka
serta pemerolehan bahasa kedua yang mengkaji pemerolehan bahasa tambahan oleh anak-
anak atau orang dewasa. Banyak dari kita yang belum mengetahui bagaimana pemerolehan
bahasa pertama itu terjadi, maka dari itu dalam makalah ini akan kami bahas tentang
pemerolehan bahasa pertama.

B. Rumusan Masalah

Dari paparan pendahuluan di atas, maka penulis mengemukakan pokok masalah


sebagai berikut:

1. Apa pengertian pemerolehan bahasa pertama?

2. Bagaimana proses dan tahapan pemerolehan bahasa pertama?

3. Apa saja faktor pendukung dan faktor penghambat pemerolehan bahasa pertama

2
BAB II

PEMBAHASAN

1. Teori-teori tentang Pemerolehan Bahasa Pertama

1.1 Teori Behaviorisme

Teori behaviorisme menyoroti aspek perilaku kebahasaan yang dapat diamati


langsung dan hubungan antara rangsangan (stimulus) dan reaksi (response). Perilaku bahasa
yang efektif adalah membuat reaksi yang tepat terhadap rangsangan. Reaksi ini akan menjadi
suatu kebiasaan jika reaksi tersebut dibenarkan. Dengan demikian, anak belajar bahasa
pertamanya.

Sebagai contoh, seorang anak mengucapkan bilangkali untuk barangkali. Sudah pasti
si anak akan dikritik oleh ibunya atau siapa saja yang mendengar kata tersebut. Apabila sutu
ketika si anak mengucapkan barangkali dengan tepat, dia tidak mendapat kritikan karena
pengucapannya sudah benar. Situasi seperti inilah yang dinamakan membuat reaksi yang
tepat terhadap rangsangan dan merupakan hal yang pokok bagi pemerolehan bahasa pertama.

B.F. Skinner adalah tokoh aliran behaviorisme. Dia menulis buku Verbal Behavior
(1957) yang digunakan sebagai rujukan bagi pengikut aliran ini. Menurut aliran ini, belajar
merupakan hasil faktor eksternal yang dikenakan kepada suatu organisme. Menurut Skinner,
perilaku kebahasaan sama dengan perilaku yang lain, dikontrol oleh konsekuensinya. Apabila
suatu usaha menyenangkan, perilaku itu akan terus dikerjakan. Sebaliknya, apabila tidak
menguntungkan, perilaku itu akan ditinggalkan. Singkatnya, apabila ada reinforcement yang
cocok, perilaku akan berubah dan inilah yang disebut belajar.

Namun demikian, banyak kritikan terhadap aliran ini. Chomsky mengatakan bahwa
toeri yang berlandaskan conditioning dan reinforcement tidak bisa menjelaskan kalimat-
kalimat baru yang diucapkan untuk pertama kali dan inilah yang kita kerjakan tiap hari.
Bower dan Hilgard juga menentang aliran ini dengan mengatakan bahwa penelitian mutakhir
tidak mendukung aliran ini.

3
Aliran behaviorisme mengatakan bahwa semua ilmu dapat disederhanakan menjadi
hubungan stimulus-response. Hal tersebut tidaklah benar karena tidak semua perilaku berasal
dari stimulus-response.

1.2 Teori Nativisme

Chomsky merupakan penganut nativisme. Menurutnya, bahasa hanya dapat dikuasai


oleh manusia, binatang tidak mungkin dapat menguasai bahasa manusia. Pendapat Chomsky
didasarkan pada beberapa asumsi. Pertama, perilaku berbahasa adalah sesuatu yang
diturunkan (genetik), setiap bahasa memiliki pola perkembangan yang sama (merupakan
sesuatu yang universal), dan lingkungan memiliki peran kecil di dalam proses pematangan
bahasa. Kedua, bahasa dapat dikuasai dalam waktu yang relatif singkat. Ketiga, lingkungan
bahasa anak tidak dapat menyediakan data yang cukup bagi penguasaan tata bahasa yang
rumit dari orang dewasa.

Menurut aliran ini, bahasa adalah sesuatu yang kompleks dan rumit sehingga mustahil
dapat dikuasai dalam waktu yang singkat melalui “peniruan”. Nativisme juga percaya bahwa
setiap manusia yang lahir sudah dibekali dengan suatu alat untuk memperoleh bahasa
(language acquisition device, disingkat LAD). Mengenai bahasa apa yang akan diperoleh
anak bergantung pada bahasa yang digunakan oleh masyarakat sekitar. Sebagai contoh,
seorang anak yang dibesarkan di lingkungan Amerika sudah pasti bahasa Inggris menjadi
bahasa pertamanya.

Semua anak yang normal dapat belajar bahasa apa saja yang digunakan oleh
masyarakat sekitar. Apabila diasingkan sejak lahir, anak ini tidak memperoleh bahasa.
Dengan kata lain, LAD tidak mendapat “makanan” sebagaimana biasanya sehingga alat ini
tidak bisa mendapat bahasa pertama sebagaimana lazimnya seperti anak yang dipelihara oleh
srigala (Baradja, 1990:33).

Tanpa LAD, tidak mungkin seorang anak dapat menguasai bahasa dalam waktu
singkat dan bisa menguasai sistem bahasa yang rumit. LAD juga memungkinkan seorang
anak dapat membedakan bunyi bahasa dan bukan bunyi bahasa.

4
1.3 Teori Kognitivisme

Menurut teori ini, bahasa bukanlah suatu ciri alamiah yang terpisah, melainkan salah
satu di antara beberapa kemampuan yang berasal dari kematangan kognitif. Bahasa
distrukturi oleh nalar. Perkembangan bahasa harus berlandaskan pada perubahan yang lebih
mendasar dan lebih umum di dalam kognisi. Jadi, urutan-urutan perkembangan kognitif
menentukan urutan perkembangan bahasa (Chaer, 2003:223). Hal ini tentu saja berbeda
dengan pendapat Chomsky yang menyatakan bahwa mekanisme umum dari perkembangan
kognitif tidak dapat menjelaskan struktur bahasa yang kompleks, abstrak, dan khas. Begitu
juga dengan lingkungan berbahasa. Bahasa harus diperoleh secara alamiah.

Menurut teori kognitivisme, yang paling utama harus dicapai adalah perkembangan
kognitif, barulah pengetahuan dapat keluar dalam bentuk keterampilan berbahasa. Dari lahir
sampai 18 bulan, bahasa dianggap belum ada. Anak hanya memahami dunia melalui
indranya. Anak hanya mengenal benda yang dilihat secara langsung. Pada akhir usia satu
tahun, anak sudah dapat mengerti bahwa benda memiliki sifat permanen sehingga anak mulai
menggunakan simbol untuk mempresentasikan benda yang tidak hadir dihadapannya. Simbol
ini kemudian berkembang menjadi kata-kata awal yang diucapkan anak.

1.4 Teori Interaksionisme

Teori interaksionisme beranggapan bahwa pemerolehan bahasa merupakan hasil


interaksi antara kemampuan mental pembelajaran dan lingkungan bahasa. Pemerolehan
bahasa itu berhubungan dengan adanya interaksi antara masukan “input” dan kemampuan
internal yang dimiliki pembelajar. Setiap anak sudah memiliki LAD sejak lahir. Namun,
tanpa ada masukan yang sesuai tidak mungkin anak dapat menguasai bahasa tertentu secara
otomatis.

Sebenarnya, menurut hemat penulis, faktor intern dan ekstern dalam pemerolehan
bahasa pertama oleh sang anak sangat mempengaruhi. Benar jika ada teori yang mengatakan
bahwa kemampuan berbahasa si anak telah ada sejak lahir (telah ada LAD). Hal ini telah
dibuktikan oleh berbagai penemuan seperti yang telah dilakukan oleh Howard Gardner. Dia
mengatakan bahwa sejak lahir anak telah dibekali berbagai kecerdasan. Salah satu kecerdasan
yang dimaksud adalah kecerdasan berbahasa (Campbel, dkk., 2006: 2-3).

5
Akan tetapi, yang tidak dapat dilupakan adalah lingkungan juga faktor yang
mempengaruhi kemampuan berbahasa si anak. Banyak penemuan yang telah membuktikan
hal ini

2. Proses Pemerolehan Bahasa Pertama

Pemerolehan bahasa atau akuisisi bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam
otak kanak-kanak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya.
Pemerolehan bahasa biasanya dibedakan dengan pembelajaran bahasa. Pembelajaran bahasa
berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada waktu seorang kanak-kanak mempelajari
bahasa kedua setelah dia memperoleh bahasa pertamanya. Jadi, pemerolehan bahasa
berkenaan dengan bahasa pertama, sedangkan pembelajaran bahasa berkenaan dengan bahasa
kedua (Chaer, 2003:167).

Selama pemerolehan bahasa pertama, Chomsky menyebutkan bahwa ada dua proses
yang terjadi ketika seorang kanak-kanak memperoleh bahasa pertamanya. Proses yang
dimaksud adalah proses kompetensi dan proses performansi. Kedua proses ini merupakan dua
proses yang berlainan. Kompetensi adalah proses penguasaan tata bahasa (fonologi,
morfologi, sintaksis, dan semantik) secara tidak disadari. Kompetensi ini dibawa oleh setiap
anak sejak lahir. Meskipun dibawa sejak lahir, kompetensi memerlukan pembinaan sehingga
anak-anak memiliki performansi dalam berbahasa. Performansi adalah kemampuan anak
menggunakan bahasa untuk berkomunikasi. Performansi terdiri dari dua proses, yaitu proses
pemahaman dan proses penerbitan kalimat-kalimat. Proses pemahaman melibatkan
kemampuan mengamati atau mempersepsi kalimat-kalimat yang didengar, sedangkan proses
penerbitan melibatkan kemampuan menghasilkan kalimat-kalimat sendiri (Chaer 2003:167).

Selanjutnya, Chomsky juga beranggapan bahwa pemakai bahasa mengerti struktur


dari bahasanya yang membuat dia dapat mengkreasi kalimat-kalimat baru yang tidak
terhitung jumlahnya dan membuat dia mengerti kalimat-kalimat tersebut. Jadi, kompetensi
adalah pengetahuan intuitif yang dipunyai seorang individu mengenai bahasa ibunya (native
languange). Intuisi linguistik ini tidak begitu saja ada, tetapi dikembangkan pada anak sejalan
dengan pertumbuhannya, sedangkan performansi adalah sesuatu yang dihasilkan oleh
kompetensi.

6
Hal yang patut dipertanyakan adalah bagaimana strategi si anak dalam memperoleh
bahasa pertamanya dan apakah setiap anak memiliki strategi yang sama dalam memperoleh
bahsa pertamanya? Berkaitan dengan hal ini, Dardjowidjojo, (2005:243-244) menyebutkan
bahwa pada umumnya kebanyakan ahli kini berpandangan bahwa anak di mana pun juga
memperoleh bahasa pertamanya dengan memakai strategi yang sama. Kesamaan ini tidak
hanya dilandasi oleh biologi dan neurologi manusia yang sama, tetapi juga oleh pandangan
mentalistik yang menyatakan bahwa anak telah dibekali dengan bekal kodrati pada saat
dilahirkan. Di samping itu, dalam bahasa juga terdapat konsep universal sehingga anak secara
mental telah mengetahui kodrat-kodrat yang universal ini. Chomsky mengibaratkan anak
sebagai entitas yang seluruh tubuhnya telah dipasang tombol serta kabel listrik: mana yang
dipencet, itulah yang akan menyebabkan bola lampu tertentu menyala. Jadi, bahasa mana dan
wujudnya seperti apa ditentukan oleh input sekitarnya.

3. Tahap-tahap Pemerolehan Bahasa Pertama

Perlu untuk diketahui adalah seorang anak tidak dengan tiba-tiba memiliki tata bahasa
B1 dalam otaknya dan lengkap dengan semua kaidahnya. B1 diperolehnya dalam beberapa
tahap dan setiap tahap berikutnya lebih mendekati tata bahasa dari bahasa orang dewasa.
Menurut para ahli, tahap-tahap ini sedikit banyaknya ada ciri kesemestaan dalam berbagai
bahasa di dunia.

Pengetahuan mengenai pemerolehan bahasa dan tahapnya yang paling pertama di


dapat dari buku-buku harian yang disimpan oleh orang tua yang juga peneliti ilmu
psikolinguistik. Dalam studi-studi yang lebih mutakhir, pengetahuan ini diperoleh melalui
rekaman-rekaman dalam pita rekaman, rekaman video, dan eksperimen-eksperimen yang
direncanakan. Ada sementara ahli bahasa yang membagi tahap pemerolehan bahasa ke dalam
tahap pralinguistik dan linguistik. Akan tetapi, pendirian ini disanggah oleh banyak orang
yang berkata bahwa tahap pralinguistik itu tidak dapat dianggap bahasa yang permulaan
karena bunyi-bunyi seperti tangisan dan rengekan dikendalikan oleh rangsangan (stimulus)
semata-mata, yaitu respons otomatis anak pada rangsangan lapar, sakit, keinginan untuk
digendong, dan perasaan senang. Oleh karena itu, tahap-tahap pemerolehan bahasa yang
dibahas dalam makalah ini adalah tahap linguistik yang terdiri atas beberapa tahap, yaitu (1)
tahap pengocehan (babbling); (2) tahap satu kata (holofrastis); (3) tahap dua kata; (4) tahap
menyerupai telegram (telegraphic speech).

7
3.1 Vokalisasi Bunyi

Pada umur sekitar 6 minggu, bayi mulai mengeluarkan bunyi-bunyi dalam bentuk
teriakan, rengekan, dekur. Bunyi yang dikeluarkan oleh bayi mirip dengan bunyi konsonan
atau vokal. Akan tetapi, bunyi-bunyi ini belum dapat dipastikan bentuknya karena memang
belum terdengar dengan jelas. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah bunyi-bunyi yang
dihasilkan tadi merupakan bahasa? Fromkin dan Rodman (1993:395) menyebutkan bahwa
bunyi tersebut tidak dapat dianggap sebagai bahasa. Sebagian ahli menyebutkan bahwa bunyi
yang dihasilkan oleh bayi ini adalah bunyi-bunyi prabahasa/dekur/vokalisasi bahasa/tahap
cooing.

Setelah tahap vokalisasi, bayi mulai mengoceh (babling). Celoteh merupakan ujaran
yang memiliki suku kata tunggal seperti mu dan da. Adapun umur si bayi mengoceh tak dapat
ditentukan dengan pasti. Mar’at (2005:43) menyebutkan bahwa tahap ocehan ini terjadi pada
usia antara 5 dan 6 bulan. Dardjowidjojo (2005: 244) menyebutkan bahwa tahap celoteh
terjadi sekitar umur 6 bulan. Tidak hanya itu. ada juga sebagian ahli menyebutkan bahwa
celoteh terjadi pada umur 8 sampai dengan 10 bulan. Perbedaan pendapat seperti ini dapat
saja. Yang perlu diingat bahwa kemampuan anak berceloteh tergantung pada perkembangan
neurologi seorang anak.

Pada tahap celoteh ini, anak sudah menghasilkan vokal dan konsonan yang berbeda
seperti frikatif dan nasal. Mereka juga mulai mencampur konsonan dengan vokal. Celotehan
dimulai dengan konsonan dan diikuti dengan vokal. Konsonan yang keluar pertama adalah
konsonan bilabial hambat dan bilabial nasal. Vokalnya adalah /a/. dengan demikian,
strukturnya adalah K-V. Ciri lain dari celotehan adalah pada usia sekitar 8 bulan, stuktur
silabel K-V ini kemudian diulang sehingga muncullah struktur seperti:

K1 V1 K1 V1 K1 V1…papapa mamama bababa…

Orang tua mengaitkan kata papa dengan ayah dan mama dengan ibu meskipun apa
yang ada di benak tidaklah kita ketahui. Tidak mustahil celotehan itu hanyalah sekedar
artikulatori belaka (Djardjowidjojo, 2005:245).

8
Begitu anak melewati periode mengoceh, mereka mulai menguasai segmen-segmen
fonetik yang merupakan balok bangunan yang dipergunakan untuk mengucapkan perkataan.
Mereka belajar bagaimana mengucapkan sequence of segmen, yaitu silabe-silabe dan kata-
kata. Cara anak-anak mencoba menguasai segmen fonetik ini adalah dengan menggunakan
teori hypothesis-testing (Clark & Clark dalam Mar’at 2005:43). Menurut teori ini anak-anak
menguji coba berbagai hipotesis tentang bagaimana mencoba memproduksi bunyi yang
benar.

Pada tahap-tahap permulaan pemerolehan bahasa, biasanya anak-anak memproduksi


perkataan orang dewasa yang disederhanakan sebagai berikut:

(1) menghilangkan konsonan akhir

Blumen - bu

Boot - bu

(2) mengurangi kelompok konsonan menjadi segmen tunggal:

Batre - bate

Bring - bin

(3) menghilangkan silabel yang tidak diberi tekanan

Kunci - ti

Semut - emut

(4) reduplikasi silabel yang sederhana

Pergi- gigi

nakal - kakal

Menurut beberapa hipotesis, penyederhanaan ini disebabkan oleh memory span yang
terbatas, kemampuan representasi yang terbatas, kepandaian artikulasi yang terbatas (Mar’at
2005:46-47).

9
Apakah tahap celoteh ini penting bagi si anak. Jawabannya tentu saja penting. Tahap celoteh
ini penting artinya karena anak mulai belajar menggunakan bunyi-bunyi ujaran yang benar
dan membuang bunyi ujaran yang salah. Dalam tahap ini anak mulai menirukan pola-pola
intonasi kalimat yang diucapkan oleh orang dewasa.

3.2 Tahap Satu-Kata atau Holofrastis

Tahap ini berlangsung ketika anak berusia antara 12 dan 18 bulan. Ujaran-ujaran yang
mengandung kata-kata tunggal diucapkan anak untuk mengacu pada benda-benda yang
dijumpai sehari-hari. Pada tahap ini pula seorang anak mulai menggunakan serangkaian
bunyi berulang-ulang untuk makna yang sama. pada usia ini pula, sang anak sudah mengerti
bahwa bunyi ujar berkaitan dengan makna dan mulai mengucapkan kata-kata yang pertama.
Itulah sebabnya tahap ini disebut tahap satu kata satu frase atau kalimat, yang berarti bahwa
satu kata yang diucapkan anak itu merupakan satu konsep yang lengkap, misalnya “mam”
(Saya minta makan); “pa” (Saya mau papa ada di sini), “Ma” (Saya mau mama ada di sini).

Mula-mula, kata-kata itu diucapkan anak itu kalau rangsangan ada di situ, tetapi
sesudah lebih dari satu tahun, “pa” berarti juga “Di mana papa?” dan “Ma” dapat juga berarti
“Gambar seorang wanita di majalah itu adalah mama”.

Menurut pendapat beberapa peneliti bahasa anak, kata-kata dalam tahap ini
mempunyai tiga fungsi, yaitu kata-kata itu dihubungkan dengan perilaku anak itu sendiri atau
suatu keinginan untuk suatu perilaku, untuk mengungkapkan suatu perasaan, untuk memberi
nama kepada suatu benda. Dalam bentuknya, kata-kata yang diucapkan itu terdiri dari
konsonan-konsonan yang mudah dilafalkan seperti m,p,s,k dan vokal-vokal seperti a,i,u,e.

3.3 Tahap Dua-Kata, Satu Frase

Tahap ini berlangsung ketika anak berusia 18-20 bulan. Ujaran-ujaran yang terdiri
atas dua kata mulai muncul seperti mama mam dan papa ikut. Kalau pada tahap holofrastis
ujaran yang diucapkan si anak belum tentu dapat ditentukan makna, pada tahap dua kata ini,
ujaran si anak harus ditafsirkan sesuai dengan konteksnya.

10
Pada tahap ini pula anak sudah mulai berpikir secara “subjek + predikat” meskipun
hubungan-hubungan seperti infleksi, kata ganti orang dan jamak belum dapat digunakan.
Dalam pikiran anak itu, subjek + predikat dapat terdiri atas kata benda + kata benda, seperti
“Ani mainan” yang berarti “Ani sedang bermain dengan mainan” atau kata sifat + kata benda,
seperti “kotor patu” yang artinya “Sepatu ini kotor” dan sebagainya.

2.4 Ujaran Telegrafis

Pada usia 2 dan 3 tahun, anak mulai menghasilkan ujaran kata-ganda (multiple-word
utterances) atau disebut juga ujaran telegrafis. Anak juga sudah mampu membentuk kalimat
dan mengurutkan bentuk-bentuk itu dengan benar. Kosakata anak berkembang dengan pesat
mencapai beratus-ratus kata dan cara pengucapan kata-kata semakin mirip dengan bahasa
orang dewasa. Contoh dalam tahap ini diberikan oleh Fromkin dan Rodman.

“Cat stand up table” (Kucing berdiri di atas meja);

“What that?” (Apa itu?);

“He play little tune” (dia memainkan lagu pendek);

“Andrew want that” (Saya, yang bernama Andrew, menginginkan itu);

“No sit here” (Jangan duduk di sini!)

Pada usia dini dan seterusnya, seorang anak belajar B1-nya secara bertahap dengan
caranya sendiri. Ada teori yang mengatakan bahwa seorang anak dari usia dini belajar bahasa
dengan cara menirukan. Namun, Fromkin dan Rodman (1993:403) menyebutkan hasil
peniruan yang dilakukan oleh si anak tidak akan sama seperti yang diinginkan oleh orang
dewasa. Jika orang dewasa meminta sang anak untuk menyebutkan “He’s going out”, si anak
akan melafalkan dengan “He go out”. Ada lagi teori yang mengatakan bahwa seorang anak
belajar dengan cara penguatan (reinforcement), artinya kalau seorang anak belajar ujaran-
ujaran yang benar, ia mendapat penguatan dalam bentuk pujian, misalnya bagus, pandai, dsb.
Akan tetapi, jika ujaran-ujarannya salah, ia mendapat “penguatan negatif”, misalnya lagi,
salah, tidak baik. Pandangan ini berasumsi bahwa anak itu harus terus menerus diperbaiki
bahasanya kalau salah dan dipuji jika ujarannya itu benar.

11
Teori ini tampaknya belum dapat diterima seratus persen oleh para ahli psikologi dan
ahli psikolinguistik. Yang benar ialah seorang anak membentuk aturan-aturan dan menyusun
tata bahasa sendiri. Tidak semua anak menunjukkan kemajuan-kemajuan yang sama
meskipun semuanya menunjukkan kemajuan-kemajuan yang reguler.

Selain tahap pemerolehan bahasa yang disebutkan di atas, ada juga para ahli bahasa
seperti Aitchison mengemukakan beberapa tahap pemerolehan bahasa anak.

Tahap 1: Mendengkur

Tahap ini mulai berlangsung pada anak usia sekitar enam minggu. Bunyi yang dihasilkan
mirip dengan vokal tetapi tidak sama dengan bunyi vokal orang dewasa.

Tahap 2: Meraban

Tahap ini berlangsung ketika usia anak mendekati enam bulan. Tahap meraban merupakan
pelatihan bagi alat-alat ucap. Vokal dan konsonan dihasilkan secara serentak.

Tahap 3: Pola intonasi

Anak mulai menirukan pola-pola intonasi. Tuturan yang dihasilkan mirip dengan yang
diucapkan ibunya.

Tahap 4: Tuturan satu kata

Pada umur satu tahun sampai delapan belas bulan anak mulai mengucapkan tuturan satu kata.
Pada usia ini anak memperoleh sekitar lima belas kata meliputi nama orang, binatang, dan
lain-lain.

Tahap 5: Tuturan dua kata

Umumnya pada usia dua setengah tahun anak sudah menguasai beberapa ratus kata. Tuturan
hanya terdiri atas dua kata.

Tahap 6: Infleksi kata

Kata-kata yang dianggap remeh dan infleksi mulai digunakan. Dalam bahasa Indonesia yang
tidak mengenal istilah infleksi, mungkin berwujud pemerolehan bentuk-bentuk derivasi,
misalnya kata kerja yang mengandung awalan atau akhiran.

12
Tahap 7: Bentuk Tanya dan bentuk ingkar

Anak mulai memperoleh kalimat tanya dengan kata tanya seperti apa, siapa, kapan, dan
sebagainya. Di samping itu anak juga sudah mengenal bentuk ingkar.

Tahap 8: Konstruksi yang jarang atau kompleks

Anak sudah mulai berusaha menafsirkan meskipun penafsirannya dilakukan secara keliru.
Anak juga memperoleh kalimat dengan struktur yang rumit, seperti pemerolehan kalimat
majemuk.

Tahap 9: Tuturan yang matang

Pada tahap ini anak sudah dapat menghasilkan kalimat-kalimat seperti orang dewasa.

4. Faktor-Faktor Pendukung/Penghambat dalam Pemerolehan Bahasa Pertama

Beberapa faktor yang mempengaruhi pemerolehan bahasa pertama antara lain : Umur,
jenis kelamin, kecerdasan, dan pola asuh

a) Urutan usia (Chronological age).

Setiap kali anak bertambah maju umurnya maka bertambah maju pula dalam
menemukan bahasa dan dalam kemampuan untuk menilai bahasanya. Hal itu kembali pada
ikatan antar umur dan kematanganya/kepekaanya, terutama sekali kematangannya pada alat-
alat bicaranya, kematanganya pada akal dan hal-hal lain yang menyertai dalam pengalaman
anak. Parawansa menyatakan beberapa fase perkembangan pada bahasa sesuai dengan tingkat
usia anak sebagai berikut :

(1) Fase usia beberapa bulan pertama: vokalisasi, berteriak, mendekut dan berbagai
bunyi yang belum dideskripsikan pada usia 3 atau4 bulan pertama barangkali merupakan
yang paling signifikan.

(2) Tahap “babling”: Tahap mendekut (cooing) yang terjadi pada usia beberapa bulan
pertama biasanya berkembang kearah lebih banyak tipe vokalisasi random.

13
(3) Permulaan pemahaman bahasa: Biasanya pada usia 8-10 bulan atau kadang-
kadang lebih awal (Pada bagian akhir nasa babling) terdapat gejala pertama tentang
pemahaman dan pengertian terhadap mimik simbolik tertentu intonasi, kata-kata dan struktur
frasa sebagai bagian dari penguasaan anak.

(4) Permulaan komunikasi ujaran yang dibedakan: menuju akhir tahun kedua, terjadi
pertumbuhan yang pesat dalam kosa kata, anak mulai dengan eksperimentasi linguistik
(linguistic experimentatica).

(5) Tahap akhir: Anak mulai memanipulasi struktur sintaksia bahasa bebas (language
freely) pada selesai tahap komunikasi ujaran yang di bedakan. Selanjutnya tak ada lagi tahap
yang membedakan dalam perkembangan bahasa. Perkembangan bahasa sudah cepat dalam
berbagai hal.

b) Faktor Kesehatan Secara Umum.

Sesungguhnya anak-anak yang ada dalam kondisi fisik yang sehat, itu lebih banyak
kegiatanya dan pengetahuanya terhadap apa-apa yang ada di sekelilingnya ; akan tetapi
sebaliknya bila anak berada dalam kondisi fisik yang buruk. Dilihat dari segi kemajuan dan
kemunduranya keadaan kesehatan itu mempengaruhi dalam proses pertumbuhan yang
bermacam-macam. Jika awal periode kanak-kanak itu disebabkan oleh sakit sehingga
perumbuhan geraknya terlambat, maka dalam periode kanakkanak tertentu dari pertumbuhan
geraknya akan mengakibatkan sedikit bermain dengan suara dan hal itulah yang sngat
menentukan dalam pertumbuhan bahasa anak-anak. Jadi dalam hal ini ada hubungan timbal
balik antara keaktifan anak dengan pertumbuhan bahasanya. Maka dilihat dari segi fisiknya
setiap anak yang sehat lebih banyak kemampuanya untuk menentukan bahasanya.

c) Faktor Perbedaan Jenis Kelamin

Beberapa hasil penelitian telah menetapkan bahwa pertumbuhan bahasa pada anak-
anak perempuan itu lebih cepat dari anakanak lelaki. Hal itu dapat dijumpai dalam
hubunganya dengan jumlah kosa kata, panjangnya kalimat-kalimat dan pemahaman.
Perbedaan-perbedaan itu tampak pada lima tahun yang pertama (periode sekolah dasar)
sedangkan diantara tahun kelima dan keenam kita lihat anak laki-laki dan anak perempuan
sama atau perbedaan-perbedaan setara antara keduanya hampir sama.

14
d) Faktor Kecerdasan

Dalam hal ini ada hubungan yang jelas tampak antara kecerdasan dan kemampuan
berbahasa, maka nak-anak yang lemah akalnya itu akan memulai berbicara lebih lambat
dibanding dengan anak-anak yang normal, dan anak-anak yang normal pun akan lebih
lambat dari pada anak-anak yang cerdas akalnya. Hal tersebut tidak berarti bahwa semua
anak yang terlambat dalam memulai bicara itu lemah akalnya atau bodoh, sebab dalam hal ini
ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi pada kelemahan bicara, akan tetapi tidak mesti
berpengaruh pada kecerdasan akalnya.

e)Pola asuh orangtua

Anak yang sering diabaikan dapat memengaruhi kemampuanya berbicara dan


memahami bahasa. Anak yang tidak mendapatkan perhatian yang cukup dari orangtua
biasanya tidak mendapatkan banyak kemampuan bahasa sebab tidak terbiasa diajak
komunikasi oleh orangtua. Ketika Mama mengabaikan si kecil ataupun menghindari apa yang
ia butuhkan, anak juga tidak mendapatkan pemahaman mengenai apa yang ada di sekitarnya.
Pola asuh model ini akan membuat anak memiliki masalah sosial di kemudian hari.

15
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Pemerolehan bahasa pertama adalah proses penguasaan bahasa pertama oleh si anak.
Selama penguasaan bahasa pertama ini, terdapat dua proses yang terlibat, yaitu proses
kompetensi dan proses performansi. Kedua proses ini tentu saja diperoleh oleh anak secara
tidak sadar.

Ada beberapa tahap yang dilalui oleh sang anak selama memperoleh bahasa pertama.
Tahap yang dimaksud adalah vokalisasi bunyi, tahap satu-kata atau holofrastis, tahap dua-
kata, tahap dua-kata, ujaran telegrafis. Selain tahap pemerolehan bahasa seperti yang telah
disebutkan ini, ada juga para ahli bahasa, seperti Aitchison mengemukakan beberapa tahap
pemerolehan bahasa anak. Tahap-tahap yang dia maksud adalah mendengkur, meraban, pola
intonasi, tuturan satu kata, tuturan dua kata, infleksi kata, bentuk tanya dan bentuk ingkar,
konstruksi yang jarang atau kompleks, tuturan yang matang. Meskipun terjadi perbedaan
dalam hal pembagian tahap-tahap yang dilalui oleh anak saat memperoleh bahasa
pertamanya, jika dilihat secara cermat, pembahasan dalam setiap tahap pemerolehan bahasa
pertama anak memiliki kesamaan, yaitu adanya proses fonologi, morfologi, sintaksis,
semantik, pragmatik.

Ada beberapa teori pemerolehan bahasa yaitu teori behaviorisme, nativisme,


kognitivisme, interaksionisme. Keempat teori ini memiliki sudut pandang yang berbeda
dalam menjelaskan perihal cara anak memperoleh bahasa pertamanya.

16
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Chaer. 2003. Psikolinguistik: Kajian Teoretik. Jakarta: PT Rineka Cipta.

http://linguistikyuli.blogspot.com/2016/03/makalah-pemerolehan-bahasa-pertama.html

https://nakita.grid.id/read/022389/ternyata-4-hal-ini-dapat-menghambat-perkembangan-
bahasa-anak

17

Anda mungkin juga menyukai