Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG


Proses pembelajaran saat ini kurang memiliki daya tarik. Kurang menariknya
pembelajaran karena 2 hal. Pertama, pembelajaran yang dirancang oleh guru tidak dapat memacu
keingintahuan siswa untuk membedah masalah seputar lingkungan sosialnya sekaligus dapat
membentuk opini pribadi terhadap masalah tersebut. Kedua, guru memposisikan diri sebagai
pribadi yang menggurui, belum memerankan diri sebagai fasilitator yang membelajarkan siswa.
Dalam kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan di lingkup sekolah dibutuhkan
berbagai variasi teknik yang harus dikuasai oleh seorang guru agar proses belajar yang tercipta di
kelas menjadi lebih dinamis dan bernuansa interaktif. Selain itu, variasi teknik yang digunakan
juga harus dapat membantu siswa dalam menyelesaikan tugas-tugas perkembangannya dalam
fase remaja sesuai dengan pedoman psikologi individu. Beberapa diantara tugas perkembangan
tersebut menjadi landasan terciptanya metode pembelajaran kooperatif yang mengedepankan
kerja sama dari para peserta didik sehingga tercipta nuansa kelas yang dinamis, interaktif, dan
dapat menjadi faktor stimulan agar peserta didik dapat mengembangkan pola pikir yang kritis.
Hingga saat ini, terdapat berbagai macam model yang digunakan dari turunan metode
pembelajaran tipe kooperatif. Salah satu dari model yang berkembang dan sering digunakan pada
kegiatan belajar mengajar adalah debat. Debat digunakan pendidik dalam upaya
menumbuhkembangkan pola pikir kritis dan kemampuan kerja sama antar peserta didik dalam
bentuk kelompok. Perkembangan model pembelajaran debat saat ini masih barlangsung, bahkan
model ini diterapkan hingga menjadi jenis kompetisi antar pelajar hingga tingkat dunia. Oleh
karena itu, penulis mencoba membahas metode pembelajaran debat.
B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana mekanisme metode pembelajaran debat?
2.      Bagaimana efektivitas metode pembelajaran debat dalam meningkatkan partisipasi siswa?
3.      Apa perbedaan debat dan diskusi?

C.    TUJUAN
1.      Untuk mengetahui mekanisme metode pembelajaran debat
2.      Untuk mengetahui efektivitas metode pembelajaran debat dalam meningkatkan partisipasi
siswa
3.      Mengetahui perbedaan debat dan diskusi
BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN DEBAT


Istilah debat berasal dari bahasa Inggris, yaitu debate. Istilah tersebut identik dengan
istilah sawala yang berasal dari bahasa Kawi yang berarti berpegang teguh pada argumen
tertentu dalam strategi bertengkar atau beradu pendapat untuk saling mengalahkan atau
memenangkan lidah. Jadi, definisi dari debat sendiri adalah suatu cara untuk menyampaikan ide
secara logika dalam bentuk argumen disertai bukti.
Berdasarkan beberapa kajian dan kasus yang dihadapi pada berbagai kondisi, dapat
disimpulkan bahwa debat memiliki pengertian sebagai berikut:
1.    Debat adalah kegiatan argumentasi antara dua pihak atau lebih, baik secara individual
maupun kelompok dalam mendiskusikan dan memecahkan suatu masalah. Debat dilakukan
menuruti aturan-aturan yang jelas dan hasil dari debat dapat dihasilkan melalui voting atau
keputusan juri
2.    Debat adalah suatu diskusi antara dua orang atau lebih yang berbeda pandangan, dimana
antara satu pihak dengan pihak yang lain saling menyerang (opositif).
3.    Debat terjadi dimana unsur emosi banyak berperan. Pesertanya kebanyakan hanya hendak
mempertahankan pendapat masing-masing dibandingkan mendengar pendapat dari orang lain
dan berkehendak agar peserta lain menyetujui pendapatnya. Oleh karena itu, dalam debat
terdapat unsur pemaksaan kehendak.
Adapula debat yang diselenggarakan secara formal adalah debat antar kandidat legislatif
dan debat antar calon presiden/wakil presiden yang umum dilakukan menjelang pemilihan
umum.
Debat kompetitif adalah debat dalam bentuk permainan yang biasa dilakukan di tingkat
sekolah dan universitas. Dalam hal ini, debat dilakukan sebagai pertandingan dengan aturan
("format") yang jelas dan ketat antara dua pihak yang masing-masing mendukung dan
menentang sebuah pernyataan. Debat disaksikan oleh satu atau beberapa orang juri yang ditunjuk
untuk menentukan pemenang dari sebuah debat. Pemenang dari debat kompetitif adalah tim yang
berhasil menunjukkan pengetahuan dan kemampuan debat yang lebih baik.
Debat kompetitif dalam pendidikan tidak seperti debat sebenarnya di parlemen, debat
kompetitif tidak bertujuan untuk menghasilkan keputusan namun lebih diarahkan untuk
mengembangkan kemampuan-kemampuan tertentu di kalangan pesertanya, seperti kemampuan
untuk mengutarakan pendapat secara logis, jelas dan terstruktur, mendengarkan pendapat yang
berbeda, dan kemampuan berbahasa asing (bila debat dilakukan dalam bahasa asing).
Namun demikian, beberapa format yang digunakan dalam debat kompetitif didasarkan
atas debat formal yang dilakukan di parlemen. Dari sinilah muncul istilah "debat parlementer"
sebagai salah satu gaya debat kompetitif yang populer. Ada berbagai format debat parlementer
yang masing-masing memiliki aturan dan organisasinya sendiri.

B.     METODE PEMBELAJARAN DEBAT


Pada tingkat sekolah menengah atas, pola pikir siswa harus mulai dibangun membentuk
karakter yang kritis dan cepat tanggap terhadap permasalahan yang terjadi di sekitarnya.
Biasanya, ketika siswa diajak memecahkan suatu kasus permasalahan yang menuntut sebuah
keputusan untuk diambil, akan terbagi menjadi 3 buah kubu. Siswa kubu pendukung suatu
keputusan (biasanya disebut kelompok Pro), siswa kubu penolak (kelompok Kontra), dan kubu
netral yang mengambil sikap “cari aman” dengan tidak memilih pihak manapun.
Dengan pembelajaran smetode debat, siswa dibentuk menjadi hanya dua jenis kelompok
yaitu Pro dan Kontra.
Berikut ini adalah langkah-langkah debat yang biasanya diterapkan di kelas dalam
lingkup sekolah menengah atas:
1.    Guru membagi siswa menjadi dua kelompok peserta debat, yang satu pro dan yang lainnya
kontra.
2.    Guru memberikan tugas untuk membaca materi yang akan diperdebatkan oleh kedua
kelompok di atas.
3.    Setelah selesai membaca materi, guru menunjuk salah satu anggota kelompok pro untuk
berbicara saat itu, kemudian setelah selesai ditanggapi oleh kelompok kontra. Demikian
seterusnya sampai sebagian besar siswa bisa mengemukakan pendapatnya.
4.    Sementara siswa menyampaikan gagasannya, guru menulis inti/ide-ide dari setiap
pembicaraan sampai mendapatkan sejumlah ide yang diharapkan.
5.    Guru menambahkan konsep/ide yang belum terungkapkan.
6.    Dari data-data yang diungkapkan tersebut, guru mengajak siswa membuat

Kesimpulan atau rangkuman yang mengacu pada topik yang ingin dicapai.
Dengan adanya acuan teknis diatas, dapat dilihat bahwa model debat mengadopsi gabungan dari
beberapa metode pembelajaran seperti Diskusi, Ceramah, dan Pembelajaran Kooperatif.

C.    KELEBIHAN DAN KELEMAHAN METODE DEBAT


Beberapa kelebihan dari model pembelajaran debat diantaranya adalah:
1.    Memantapkan pemahaman konsep siswa terhadap materi pelajaran yang telah diberikan.
2.    Melatih siswa untuk bersikap kritis terhadap semua teori yang telah diberikan.
3.    Melatih siswa untuk berani mengemukakan pendapat.
Selain itu juga terdapat kekurangan dalam model pembelajaran debat, diantaranya adalah:
1.    Ketika menyampaikan pendapat saling berebut.
2.    Terjadi debat kusir yang tak kunjung selesai bila guru tidak menengahi.
3.    Siswa yang pandai berargumen akan slalu aktif tapi yang kurang pandai berargumen hanya
diam dan pasif.
4.    Menghabiskan banyak waktu untuk melakukan sesi debat antar kelompok.
5.    Perlunya tema yang mudah dipahami oleh siswa.
6.    Tema haruslah dapat diperdebatkan.
7.    Perataan siswa dalam kelompok terkadang tidak heterogen.

D.PENGGUNAAN DEBAT
Dalam masyarakat demokratis, debat memegang peranan penting dalam:
Ø  Perundang-undangan.
Amandemen-amandemen dapat diketengahkan dan debat perlu tidaknya mengenai amandemen-
amandemen akan mendahului tindakan yang akan diambil terhadapnya. Kalau dalam perdebatan
kedua belah pihak mengemukakan suatu analisis yang lengkap mengenai kegunaan dan
kelemahan rencana undang-undang itu, maka para pembuat undang-undang (legislator) haruslah
siap melaksanakan pemungutan suara (voting) terhadap masalah itu.

Ø  Politik.
Selama kampanye-kampanye politik berlangsung, debat-debat bersama memudahkan para
pemilih atau pemberi suara mendengar para calon yang bertentangan saling mempertahankan
pendapat dan menyerang kelemahan lawan.

Ø  Bisnis.
Dewan pimpinan dan komite-komite eksekutif dalam suatu perusahaan, disamping diskusi,
mempergunakan juga debat untuk memperoleh keputusan dalam berbagai kebijakan.

Ø  Hukum.
Dalam kantor-kantor pengadilan, kehidupan seseorang sering kali tergantung pada debat yang
terjadi antara pihak penuntut dan pembela, dimuka dewan juri atau hakim, hak-hak milik, hak-
hak penduduk, tuntutan-tuntutan kerugian, dan banyak lagi masala h kewarganegaraan yang
membutuhkan keputusan hakim.

Ø  Pendidikan.
Pada beberapa kampus perguruan tinggi di universitas, debat telah menjadi suatu sarana penting
untuk memperkenalkan komunitas atau masyarakat tersebut dengan masalah-masalah yang
hangat diperbincangkan dalamkehidupan sehari-hari. Debat yang demikian bermanfaat sekali
apabila dibarengi oleh komentor-komentor yang terperinci, analitis oleh suatu panel yang terdiri
dari tiga atau empat orang ahli dan dilanjutkan dengan forum tanya jawab. (Mulgrave, 1954 :64-
65)

E.JENIS-JENIS DEBAT
Berdasarkan bentuk maksud dan metodenya debat diklasifikasikan menjadi: (a). Debat
parlementer/majelis; (b). Debat pemeriksaan ulangan untuk mengetahui kebenaran pemeriksaan
terdahulu; dan (c). Debat formal, konvensional, atau debat pendidikan.
Ketiga tipe ini dipergunakan di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi, namun debat parlementer
merupakan ciri-ciri badan legislatif. Debat pemeriksaan ulangan adalah suatu teknik yang
dikembangkan di kantor-kantor pengadilan dan debat formal berdasarkan pada konversi-konversi
debat bersama secarapolitis (Mulgrave, 1954 :650).
a.       Debat Majelis atau Debat Parlementer.
Maksud dan tujuan debat majelis adalah untuk memberi dan menambah dukungan bagi undang-
undang tertentu dan semua anggota yang ingin menyatakan pandangan dan
pendapatnya, berbicara mendukung atau menentang usul tersebut setelah mendapat izin dari
majelis. Pembatasan-pembatasan waktu berdebat dapat diatur oleh tindakan parlementer majelis
itu.

b.      Debat Pemeriksaan Ulangan


Debat ini merupakan suatu bentuk perdebatan yang lebih sulit dan menuntut persiapan yang
lebih matang dari pada gaya perdebatan formal.Prosedurnya adalah sebagai berikut:
Ø  Pembicara afirmatif yang pertama menyampaikan pidato resminya. Segera setelah itu, dia
diperiksa dengan teliti oleh pembicara negatifyang pertama.
Ø  Setelah tujuh menit pemeriksaan, sang penanya diberi kesempatan selama empat menit untuk
menyajikan kepada para pendengar pengakuan-pengakuan apa yang telah diperolehnya dengan
pemeriksaan ulang itu. Dia dibatasi pada apa-apa yang telah diperolehnya secara aktual dengan
pengakuan-pengakuan itu, dan tidak diperkenankan memperkenalkan fakta-fakta atau argumen-
argumen baru.
Ø  Selanjutnya, anggota pembicara negatif yang kedua mengemukakan kasus negatif, dan
seterusnya diteliti ulang oleh pembicara afirmatif yang kedua. Teknik ini memang agak sulit dan
menuntut keterampilan berbahasa yang tinggi yang ada hubungannya dengan pokok
permasalahannya.
Maksud dan tujuan debat ini adalah mengajukan serangkaian pertanyaan yang satu dan lainnya
berhubungan erat, yang menyebabkan para individu yang ditanya menunjang posisi yang hendak
ditegakkan dan diperkokoh oleh sang penanya. Setiap pertanyaan haruslah disampaikan dengan
tepat dan jawabanya haruslah singkat, lebih disukai ya atau tidak. Batas waktu dari setiap
pembicara telah ditetapkan sebelumnya, biasanya 8-15 menit perorang.
c.       Debat Formal
Tujuan debat formal adalah memberi kesempatan bagi dua tim pembicara untuk mengemukakan
kepada para pendengar sejumlah argumen yang menunjang atau membantah suatu usul. Setiap
pihak diberi jangka waktu yang sama bagi pembicara-pembicara konstruktif dan bantahan.
F.SIKAP DAN TEKNIK BERDEBAT
Para anggota debat yang tidak berpengalaman sering kali menimbulkan kebencian para
pendengar karena sikap mereka yang suka bertengkar, suka bercekcok, dan menganggap dirinya
selalu benar. Seorang pedebat haruslah bersifat rendah hati, wajar, ramah, dan sopan tanpa
kehilangan kekuatan dalam argumen-argumennya. Dia harus menghindarkan pernyataan yang
berlebih-lebihan terhadap kasusnya dan mempergunakan kata-kata dan ekspresi-ekspresi yang
samar-samar yang tidak di kehendaki oleh fakta-fakta nya.

Dalam hal ini mereka menghadapi kemungkian dan bukan kepastian mereka harus yakin bahwa
tidak mengemukakan sesuatu yang tidak ingin dan tidak dapat diterima oleh para pendengar.
Para anggota debat tidak mengizinkan diri mereka berbuat marah karena adanya sindiran tajam
ataupun tuduhan tidak langsung dari para lawan mereka. Sikap tenang dan santai serta sopan
santun terhadap para lawan dan para pendengar akan menimbulkan kesan yang paling baik.

Pada setiap peristiwa pembicara harus mengingat bahwa tujuan utamanya adalah komunikasi
langsung dan persuasif dengan para pendengarnya. Harus dijaga benar-benar agar tujuan utama
ini jangan tersingkir oleh hal-hal kecil yang tidak penting sama sekali.

G. NORMA-NORMA DALAM BERDEBAT DAN BERTANYA


1.      Norma-norma dalam berdebat
Semua pembicara hendaknya memiliki:
a.       Pengetahuan mengenai pokok pembicaraan.
b.      Kemampuan menganalisis.
c.       Pengertian mengenai prinsip-prinsip argumentasi.
d.      Apresiasi terhadap kebenaran fakta-fakta.
e.       Kecakapan menemukan buah pikiran.
f.        Keterampilan dalam membuktikan kesalahan.
g.       Keterarahan, kelancaran dalam penyampaian pidato (Mulgrave, 1954:75).
2.      Norma-norma bertanya
a.       Mengetahui yang akan didiskusikan sebelum bertanya.
b.      Bersungguh-sungguh dalam mencari informasi.
c.       Janganlah kita ingin menguji pembicara.
d.      Singkat dan tepat.
e.       Tidak terlalu berbelit-belit.
f.        Hindarkan pertanyaan dari prasangka emosional.
g.       Pertanyaan mempunyai tujuan tertentu yaitu mencari penjelasan dan fakta-fakta yang telah
dikemukakan pembicara.
h.       Ajukanlah pertanyaan-pertanyaan khusus.
i.         Hindarkan cara berfikir yang tidak masuk akal dengan tidak untuk mendemonstrasikan
keterampilan kita sendiri (powers,1951:311).
BAB III
PENUTUP

A.  KESIMPULAN
Metode pembelajaran debat termasuk metode pembelaran yang interaktif dan memaksa
siswanya untuk berperan aktif dalam proses pembelajaran.Metode pembelajaran debat efektif
dalam meningkatkan partisipasi belajar siswa.
Debat adalah kegiatan adu argumentasi antara pihak yang berpandangan affirmatif
(mendukung topik) dan negatif (tidak mendukung topik), baik secara perorangan maupun
kelompok, terhadap permasalahan yang dibahas, sehingga salah satu pihak dapat memperoleh
kemenangan. Sementara diskusi adalah metode untuk memecahkan permasalahan dengan proses
berpikir secara berkelompok atau bersama-sama sehingga menghasilkan penyelesaian atau
penjelasan secara mufakat.

B.    SARAN
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam makalah ini, untuk itu penulis
mengharapkan agar pembaca bersedia memberikan kritik dan sarannya yang bisa menjadi acuan
atau pedoman untuk penulis agar lebih baik lagi dalam pembuatan makalah.

Anda mungkin juga menyukai