Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Penyebaran infeksi akibat virus merupakan ancaman yang berarti di bidang penyakit,
sosial dan ekonomi masyarakat. Penyakit infeksi masih merupakan masal ah kesehatan
masyarakat yang utama dinegara yang sedang berkembang termasuk Indonesia.

Virus merupakan parasit yang sejauh ini masih tetap diperdebatkan statusnya sebagai
makhluk hidup karena tidak dapat menjalankan fungsi biologisnya secara bebas jika tidak berada
pada sel inang. Umumnya virus yang berukuran mikroskopik ini akan menginfeksi sel organisme
biologis. Virus juga bersifat parasit obligat karena hanya dapat bereproduksi di dalam material
hidup dengan menginvasi dan memanfaatkan sel makluk hidup karena virus tidak memiliki
perlengkapan selular untuk bereproduksi sendiri. Pada saat ini telah ditemukan berbagai macam
virus dan penyakit yang mungkin ditimbulkan. Pada makalah ini lebih dispesifikkan pada
pembahasan arbovirus atau arthropod-borne viruses dan 5 contoh penyakit yang disebabkan oleh
Arbovirus atau arthropod-borne viruses tersebut.

B
anyak
jenis
arboviru
s di
ketahui
menyeb
abkan
terjadin
ya
infeksi
klinis
dan
subklini
s pada
manusia
. Ada 4
sindrom
a klinis
utama
pada
penyaki
t
Arbovir
us:
1. Penyakit SSP (Susunan Saraf Pusat) yang gejala klinisnya bervariasi mulai dari aseptik
meningitis ringan sampai ensefalitis, dengan koma, paralisis dan mati.
2. Demam akut awal yang terjadi sangat singkat, dengan atau tanpa eksantema, ada juga dengan
gejala yang lebih serius menyerang SSP atau disertai dengan perdarahan.
3. Demam berdarah, termasuk demam akut dengan perdarahan luas, luar dan dalam, seringkali
serius dan berhubungan dengan kebocoran kapiler, syok dan dengan angka kematian yang
tinggi, (semuanya mungkin menyebabkan terjadinya kerusakan hati, tetapi kerusakan hati
yang terberat terjadi pada demam kuning yang diikuti dengan ikterus yang jelas)
4. Terjadi Polyarthritis dan ruam, dengan atau tanpa demam, dengan lama yang bervariasi,
gejalanya bisa ringan atau dengan gejala sisa berupa artralgia yang berlangsung selama
beberapa minggu hingga beberapa bulan.

1.2 Rumusan masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Arbovirus atau arthropod-borne viruses ?

2. Apa saja penyakit-penyakit yang disebabkan oleh Arbovirus atau arthropod-borne


viruses ?

1.3 Tujuan
1. Untuk memahami pengertian Arbovirus atau arthropod-borne viruses.

2. Untuk mengetahui dan memahami penyakit-penyakit yang disebabkan oleh Arbovirus


atau arthropod-borne viruses.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian arbovirus

Arbovirus atau arthropod-borne viruses adalah virus-virus yang hidup bertahan di alam melalui
kontak biologis antara inang-inang vertebrata yang peka dan arthropoda yang hidup dengan
mengisap darah seperti nyamuk, kutu, pinjal, tungau, dan lain-lain. Infeksi pada invertebrata
terjadi bila arthropoda yang telah terinfeksi mengisap darah. Jenis-jenis arbovirus ini dalam
keadaan terbungkus dan merupakan virus RNA. Akhir-akhir ini arbovirus telah dikelompokkan
ke dalam empat kategori atau family sebagai berikut :
Arenaviridae

a. Togaviridae

Togavirus berbentuk bulat, 65-70nm; kapsid; 249 monomer, ikosahedral.


Memiliki inang yang luas, bertumbuh dalam sel-sel mamalia dan serangga. Virus
ditularkan dari kelenjar ludah nyamuk ke saluran darah inang vertebrata. Jenis virus ini
dapat melibatkan system pusat persyarafan terutama jenis ensefalitis. Jenis penyakit yang
lain antara lain adalah cikungunya, yang dapat ditularkan oleh serangga terutama
nyamuk. Virus Rubella tidak ditularkan oleh serangga.

b. Flaviviridae

Flavivirus berbentuk bulat, 40-60nm; kapsid; simetri, tetapi kurang jelas. Virus ini
dapat bertahan hidup lama dengan melakukan replikasi dalam inang tanpa
membahayakan inang, tetapi dapat menyebabkan banyak jenis penyakit (demam, demam
berdarah, Japanese encephalitis, yellow fever, dll). Perbanyakan pada noda kelenjar
bening dan perbanyakan sekunder dapat terjadi dalam hati, kelenjar bening, ginjal,
jantung, dan sumsum tulang.

c. Bunyaviridae

Bunyavirus berbentuk bulat, 80-120nm; nukleokapsid; helikal, bersegmen tiga,


dan termasuk famili yang terbesar, inang termasuk mamalia dan arthropoda. Jenis virus
ini dapat mereplikasi secara ekstensif dalam tubuh serangga dan menyebabkan penyakit
Rift Valley fever, Sand fly fever, dan lain-lain. Patogenisitasnya bervariasi, tetapi
biasanya gigitan serangga mengakibatkan viremia sementara (adanya virus dalam darah).

d. Arenaviridae
Arenavirus berbentuk pleiomorfik, 50-300nm; nukleokapsid, helikal, dan
merupakan family yang baru (17 tipe). Pertama-tama ditemukan pada 1969 sebagai
penyebab penyakit yang disebut Lassa fever. Inang utama adalah tikus dan tidak
melibatkan arthropoda untuk penyebaran.

Lebih dari 100 virus saat ini diklasifikasikan sebagai arbovirus yang dapat menyebabkan
penyakit pada manusia. Kebanyakan virus-virus ini di klasifikasikan menurut hubungan
antigenik, morfologi dan mekanisme replikasinya kedalam famili dan genus, dimana mereka
digolongkan kedalam Togaviridae (Alphavirus), Flaviviridae (Flavivirus) dan Bunyaviridae
(Bunyavirus, Phlebovirus), adalah contoh klasifikasi yang dikenal dengan baik. Genus ini
sebagian sebagai penyebab utama ensefalitis, sedangkan yang lainnya sebagai penyebab utama
demam. Alphavirus dan Bunyavirus biasanya ditularkan melalui nyamuk, sedangkan Flavivirus
ditularkan melalui nyamuk atau kutu, dan beberapa Flavivirus memiliki vektor yang tidak
dikenal, phlebovirus biasanya ditularkan oleh lalat pasir (sand flies), dengan pengecualian
demam Rift Valley, yang di tularkan oleh nyamuk. Virus-virus lain dari famili Bunyaviridae
dan beberapa grup lainnya menyebabkan demam atau penyakit demam berdarah, dan bisa di
tularkan oleh nyamuk, kutu (ticks), lalat pasir (sand flies) atau midges (ngengat).

S
ebagian
besar
dari
virus ini
memerl
ukan
binatan
g untuk
siklus
hidupny
a.
Manusi
a tidak
begitu
penting
dalam
siklus
kehidup
an
mereka,
infeksi
pada
manusia
biasany
a terjadi
karena
kebetula
n yaitu
pada
saat
vektor
serangg
a
menghis
ap darah
manusia
. Hanya
dalam
beberap
a kasus
diketah
ui
bahwa
manusia
berpera
n
sebagai
sumber
utama
perkem
bang
biakan
virus
dan
penular
an
kepada
vektor,
seperti
dengue
dan
demam
kuning.
Sebagia
n besar
virus ini
ditulark
an oleh
nyamuk
,
sementa
ra
sisanya
oleh
kutu,
lalat
pasir
atau
gigitan
sejenis
lalat
kecil.
Infeksi
di
laborato
rium
mungki
n
terjadi,
termasu
k
infeksi
melalui
udara.
W
alaupun
penyeba
bnya
berbeda,
penyaki
t-
penyaki
t ini
mempu
nyai
ciri-ciri
epidemi
ologis
yang
sama
(perbed
aan
terutam
a
berhubu
ngan
dengan
vektorn
ya).
Sebagai
konseku
ensinya,
penyaki
t-
penyaki
t
tersebut
dengan
gejala-
gejala
klinis
tertentu
di bagi
dalam 4
kelomp
ok,
yaitu
yang
ditulark
an
nyamuk
(mosqui
to-
borne),
yang
ditulark
an oleh
sejenis
lalat
(midgeb
orne),
yang
ditulark
an oleh
kutu
(tickbor
ne),
yang
ditulark
an lalat
pasir
(sand
fly-
borne)
dan
vektor
penular
yang
tidak
diketah
ui.
Penyaki
t-
penyaki
t yang
tergolon
g
penting
di
jelaskan
secara
tersendi
ri atau
dikelom
pokkan
dalam
kelomp
ok
penyaki
t dengan
gambar
an klinis
dan
epidemi
ologis
yang
sama.

2.2 Demam berdarah dengue (DBD)


Penyebab : Virus demam dengue/Dengue fever virus (Den-1, Den

2, DEN-3, DEN-4).

Nama lain : Demam dengue, demam berdarah dengue (DBD) atau

dengue hemorrhagic fever (DHF), sindrom guncangan

dengue atau dengue shock syndrome (DSS).

Karakteristik : Virion sperikal terbungkus berdiameter 40-50nm, RNA

genom positif, Flaviviridae.

Patogenitas : Penyakit febril akut, dicirikan oleh demam selama 3-5

hari, sakit kepala, myalgia, arthralgia, Fatalitas sampai 50%.

Vektor : Aedes aegypti dan Ae albopictus.

Epidemiologi : Endemik di banyak Negara tropis (Asia, India, Karibia,

Afrika, Amerika Tengah dan Selatan, serta Meksiko).

Sebaran inang : Manusia, nyamuk dan primat.

Penularan : Melalui gigitin nyamuk terutama Aedes aegypti.

Masa inkubasi : 3-14 hari, tetapi biasanya 4-7 hari.

Penampung : Manusia, nyamuk.

Demam dengue atau dengue hemorrhagic fever (DHF) atau dikenal sebagai demam
berdarah dengue disebabkan oleh salah satu dari empat antigen yang berbeda, tetapi sangat dekat
satu dengan yang lain, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 dari genus Flavivirus. Demam
berdarah dengue (DBD) adalah bentuk dengue yang parah, berpotensi mengakibatkan kematian.

DBD terjadi bilamana pasien mengidap virus dengue sesudah terjadi infeksi sebelumnya
oleh tipe virus dengue lain. Jadi, imunitas sebelumnya terhadap tipe virus dengue yang lain
adalah penting dalam menghasilkan penyakit DBD yang parah. Infeksi oleh salah satu serotype
ini tidak menimbulkan imunitas dengan protektif-silang (cross-protective) sehingga seseorang
yang tinggal di daerah endemik dapat terinfeksi oleh demam dengue selama hidupnya. Penyakit
ini terutama terdapat didaerah tropis. Virus penyebab penyakit bertahan hidup dalam siklus yang
melibatkan manusia dan nyamuk Aedes aegypti yang merupakan nyamuk yang hidup aktif di
siang hari dan lebih senang mengisap darah manusia.

Menurut World Health Organization (1997), DBD diklasifikasikan menjadi 4 tingkat


keparahan.

Derajat I : Demam disertai dengan gejala konstitusional non-spesifik, satu- satunya


manifestasi perdarahan adalah tes torniket positif dan muntah memar.
Derajat II : Perdarahan spontan selain manifestasi pasien pada Derajat I, biasanya pada
bentuk perdarahan kulit atau perdarahan lain.
Derajat III : Gagal sirkulasi dimanifestasikan dengan nadi cepat dan lemah serta
penyempitan tekanan nadi atau hipotensi, dengan adanya kulit dingin dan
lembab serta gelisah.
Derajat IV : Syok hebat dengan tekanan darah atau nadi tidak terdeteksi.

Klasifikasi DBD menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2010) yaitu:


a. Dengue tanpa tanda bahaya dan dengue dengan tanda bahaya (dengue without warning
signs). Kriteria dengue tanpa tanda bahaya dan dengue
dengan tanda bahaya:
1) Bertempat tinggal di atau bepergian ke daerah endemik dengue.
2) Demam disertai 2 dari hal berikut : Mual, muntah, ruam, sakit dan nyeri, uji torniket
positif, lekopenia, adanya tanda bahaya.
3) Tanda bahaya adalah Nyeri perut atau kelembutannya, muntah berkepanjangan,
terdapat akumulasi cairan, perdarahan mukosa,letargis, lemah, pembesaran hati > 2 cm,
kenaikan hematokrit seiring dengan penurunan jumlah trombosit yang cepat.
4) Dengue dengan konfirmasi laboratorium (penting bila bukti kebocoran plasma tidak
jelas)

b. Dengue berat (severe dengue). Kriteria dengue berat :


1) Kebocoran plasma berat, yang dapat menyebabkan syok (DSS), akumulasi cairan dengan
distress pernafasan.
2) Perdarahan hebat, sesuai pertimbangan klinisi gangguan organ berat, hepar (AST atau
ALT ≥ 1000, gangguan kesadaran, gangguan jantung dan organ lain). Untuk mengetahui
adanya kecenderungan perdarahan dapat dilakukan uji tourniquet.

a. Vektor Utama pembawa virus dengue Ae. aegypti

Sebagai pembawa virus dengue Ae. aegypti merupakan pembawa utama primary vector)
dan bersama Aedes albopictus menciptakan siklus persebaran dengue di desa dan kota. Nyamuk-
nyamuk aedes berkembang biak dalam air-air bersih yang tertampung dalam kontainer bekas
seperti botol-botol plastik, kaleng-kaleng bekas, ban mobil bekas, terapung, bak-bak air
penampungan yang terbuka, bambu-bambu pagar, tempurung kelapa, pelepah kelapa, kulit-kulit
buah seperti kulit buah rambutan, vas-vas bunga yang berisi air, dan lain-lain

Nyamuk betina menggigit dan menghisap darah lebih banyak di siang hari terutama pagi
atau sore hari antara pukul 08.00 s/d 12.00 dan 15.00 s/d 17.00 WIB. Lebih menyukai darah
manusia daripada hewan. Lebih suka beristirahat di tempat yang gelap, lembab, dan tersembunyi
di dalam rumah atau bangunan, termasuk di kamar tidur, lemari, kamar mandi, kamar kecil
maupun di dapur. Di luar rumah seperti pada tanaman hias di halaman rumah. Di dalam ruangan,
permukaan istirahat yang mereka suka adalah di bawah furnitur, benda yang tergantung seperti
baju, korden, serta di dinding. Senang tinggal di muara sungai yang mendangkal pada musim
kemarau, persawahan, perkebunan kangkung,rawa-rawa, dan bekas ban kendaraan yang
tergenang air.

b. Endemik/Penyebaran

Endemik demam dengue pertama dilaporkan terjadi secara simultan pada 1779-1780 di
Asia, Afrika, dan Amerika Utara. Hal ini menunjukkan bahwa virus dan vektor penyakit ini
memiliki penyebaran yang luas di daerah tropis selama lebih dari 200 tahun (CDC, 2003a).
Ledakan demam dengue yang paling serius hanya terjadi satu kali di Amerika Serikat, yaitu di
Filadelfia pada 1780 saat terjadi introduksi virus melalui kapal dagang pada Musim Panas yang
sangat panas (NIEHS PR # 4, 1998). Menurut laporan, selama kurun waktu sekitar 200 tahun
tersebut demam dengue dianggap sebagai penyakit biasa (tidak bebahaya) dan tidak mematikan.
Biasanya periode endemik terjadi dalam interval yang cukup lama, yaitu 10-40 tahun terutama
karena pada waktu itu virus dan nyamuk vektor hanya dapat dipindahkan antara sentra-sentra
populasi melalui kapal-kapal dagang.

Pada awal 2004 serangan penyakit demam berdarah terjadi dimana-mana di hampir
semua propinsi di Indonesia terutama di Jakarta dan sekitarnya. Diberitakan bahwa selama bulan
Januari dan Februari 2004, jumlah penderita DBD di Indonesia mencapai 19.000 orang lebih
dengan angka kematian 1,8% atau sekitar 342 orang.

Mulai 1997, dengue menjadi penyakit virus yang paling penting yang ditularkan nyamuk
dan mempengaruhi manusia. Penyebaran secara global hampir sama dengan malaria (CDC,
2003a). Diperkirakan ada 2,5 miliar orang hidup di daerah yang mempunyai risiko tular
epidemik dan berisiko tinggi terinfeksi oleh demam dengue (Gubler, 1996). "Pada tahun 2012,
demam berdarah tercatat sebagai penyakit akibat virus yang penyebarannya paling cepat dan
berpotensi epidemi di seluruh dunia, bahkan dilaporkan mengalami peningkatan kasus hingga 30
kali lipat dari kondisi 50 tahun yang lalu," papar WHO dalam sebuah pernyataan seperti dikutip
dari foxnews, Kamis (17/1/2013). "Di seluruh dunia, 2 juta kasus demam berdarah dilaporkan
terjadi setiap tahunnya di 100 negara, terutama di benua Asia, Afrika dan Amerika Latin serta
menyebabkan 5.000-6.000 kasus kematian. Sampai saat ini penyebaran dengue masih terpusat di
daerah tropis, yaitu australlia Utara bagian Timur, Asia Tenggara, India, dan sekitarnya, Afrika,
Amerika Latin, dan sebagian Amerika serikat. Namun, dengan adanya pemanasan global, dengue
diperkirakan akan meluas sampai ke daerah-daerah beriklim dingin.

c. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian DBD

Menurut teori Segitiga John Gordon penyakit disebabkan oleh lebih dari satu faktor.
Faktor-faktor tersebut antara lain hubungan anatara penyebab (agent), penjamu (host) dan
lingkungan (enviroment).

a. Faktor Agent (Penyebab)

Dalam hal ini yang menjadi agent dalam penyebaran DBD adalah virus Dengue.

b. Faktor Host (Pejamu)

Host (pejamu) yang dimaksud adalah manusia yang kemungkinan terpapar


terhadap penyakit DBD. Faktor Host (pejamu) antara lain umur, ras, sosial, ekonomi,
cara hidup, status perkawinana, hereditas, nutrisi dan imunitas. Dalam penularan DBD
faktor manusia erat kaitannya dengan perilaku seperti peran serta dalam kegiatan
pemberantasan vector di masyarakat dan mobilitas penduduk.

a) Kelompok umur akan mempengaruhi peluang terjadinya penularan penyakit.


Beberapa penelitian yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa kelompok umur yang
paling banyak diserang DBD adalah kelompok < 15 tahun (Depkes RI, 1992), yang
sebagian besar merupakan usia sekolah.

b) Kondisi sosial ekonomi akan mempengaruhi perilaku manusia dalam mempercepat


perilaku manusia dalam mempercepat penularan penyakit DBD, seperti kurangnya
pendingin ruangan (AC) di daerah tropis membuat masyarakat duduk-duduk diluar
rumah pada pagi dan sore hari. Waktu pagi dan sore tersebut merupakan saat nyamuk
Aedes aegypti mencari mangsanya.

c) Tingkat kepadatan penduduk. Penduduk yang padat akan memudahkan penularan


DBD karena berkaiatan dengan jarak terbang nyamuk sebagai vektornya. Dari
beberapa hasil penelitian menunjukkan, kejadian epidemik DBD banyak terjadi pada
daerah yang berpenduduk padat.

d) Imunitas adalah daya tahan tubuh terhadap benda asing atau sistem kekebalan. Jika
sistem kekebalan tubuh rendah atau menurun, maka dengan mudah tubuh akan
terkena penyakit.

e) Status gizi diperoleh dari nutrient yang diberikan. Secara umum kekurangan gizi akan
berpengaruh terhadap daya tahan dan respon imunologis terhadap penyakit.

c. Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan diklasifikasikan atas empat komponen yaitu lingkungan fisik,


lingkungan kimia, lingkungan biologi, dan lingkungan sosial ekonomi.

d. Gejala

Gejala awal DBD hampir sama dengan demam dengue, tetapi sesudah beberapa hari
kemudian pasien mulai menjadi tidak tenang, lekas marah, dan berkeringat. Gejala ini diikuti
dengan adanya guncangan (shock-like state). Pendarahan mulai terlihat seperti bintik-bintik
darah kecil pada permukaan kulit (petechia) dan binti-bintik darah yang lebih besar (patches) di
bawah kulit (ecchymases). Guncangan dapat mengakibatkan keringat.

Medline Plus Medical Encyopedia (2002) mengemukakan gejala-gejala awal dan gejala-
gejala fase akut demam berdarah sebagai berikut:

 Gejala awal :
- Demam
- Sakit kepala
- Gatal-gatal pada otot
- Gatal-gatal pada persendian
- Rasa tidak enak badan (malaise)
- Kehilangan nafsu makan
- Muntah-muntah

 Gejala fase akut :

-Status
seperti
tergunc
ang
(shock-
like
state)

- Berkeringat banyak (diaphoretic)


- Keringat basah
- Ketidaktenangan (restlessness)
- Bintik-bintik darah pada permukaan kulit (petechiae)
- Bintik-bintik darah di bawah kulit (Ecchymosis)
- Ruam (rash)

Pemeriksaan secara fisik dapat menunjukkan pasien mempunyai tekanan darah rendah,
lemah, denyut jantung lemah, ruam, mata merah, kerongkongan merah, kelenjar membengkak,
dan hati membengkak (hepatomegaly). Komplikasi dapat terjadi, yaitu shock, kerusakan atau
perubahan struktur otak (encephalopathy), kerusakan otak, kerusakan hati, dan lain-lain.

Diagnosa penderita DBD menurut WHO (1997) memiliki kriteria sebagai berikut :

a. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus menerus selama
2-7 hari.

b. Kecenderungan pendarahan, yang dibuktikan dengan satu hal berikut: tes taouniket,
petekie, ekimosis atau purpura; pendarahan dari mukosa, saluran gastrointestinal,
tempat injeksi atau lokasi lain, hematenesis atau melena.

c. Thrombositopeni (trombosit 100.000/mm3 atau kurang).

d. Adanya rembesan plasma karena peningkatan permeabilitas vascular dengan


manifestasi sekurang-kurangnya hematokrit meningkat 205 atau lebih.

Berdasarkan patokan tersebut, 87 % penderita DBD dapat didiagnosa dengan tepat


setelah dilakukan uji silang dengan pemeriksaan serologi di laboratorium (Depkes RI, 1992).

e. Pencegahan dan Pengendalian Nyamuk

Sampai saat ini belum ada vaksin yang efektif untuk mencegah penyakit dengue. Vaksin
virus dengue sedang dikembangkan di Thailand, tetapi masih membutuhkan volunteer manusia
untuk uji coba. Saat ini rekomendasi vaksin virus generasi kedua dengan menggunakan virus
Thailand sebagai “template” atau panduan juga sedang dikembangkan. Oleh sebab itu, untuk
mendapatkan vaksin yang dapat dipergunakan oleh masyarakat diperkirakan masih
membutuhkan waktu sekitar 5-10 tahun.

Perkembangan ilmu kedokteran yang telah maju agaknya belum dapat menanggulangi
masalah penyakit demam berdarah dengan cara imunisasi. Oleh karena itu, pencegahan penyakit
demam berdarah secara konvensional melalui program kebersihan lingkungan masih tetap
dilakukan.

 Pengendalian dengan Cara sanitasi

Pencegahan melalui sanitasi lingkungan merupakan pengendalian secara tidak


langsung, yaitu membersihkan atau mengeluarkan tempat-tempat pembiakan nyamuk
seperti kaleng-kaleng bekas, plastik-plastik bekas, ban-ban mobil/motor bekas,
kontainer-kontainer lain yang dapat menampung air bersih atau genangan air hujan.
Barang-barang bekas tersebut dapat dipendam atau dibakar. Tempat-tempat yang bisa
menampung air sebagai bagian dari konstruksi bangunan harus dibersihkan dan air-air
yang tergenang sesudah hujan harus dijeluarkan.

Tempat-tempat penampungan air termasuk sumur harus dibersihkan untuk


mengeluarkan atau membunuh telur-telur, jentik-jentik, dan pupa-pupa nyamuk.
Program yang dicanangkan oleh Pemerintah Indonesia melalui Departemen
Kesehatan RI ialah menguras, menimbun, dan mengubur (3M). Menguras berarti
membersihkan tempat-tempat penampuangan air (bak mandi) untuk mengeluarkan
jentik-jentik nyamuk, menimbun berarti mengumpulkan container-kontainer yang
dapat menampung air menjadi tempat pembiakan nyamuk, dan mengubur yaitu
mengumpulkan kontainer-kontainer dan menguburkannya dalam tanah.

 Pengendalian Biologi

- Menggunakan Bti (Bacillus thuringiensis israilensis) adalah sejenis bakteri yang


digunakan untuk menghambat perkembangbiakan nyamuk karena menghasilkan
racun (crystal toxin) bagi nyamuk dan jentiknya.

- Mecocyclops aspericornis, sejenis udang-udangan yg memakan larva.

- Golongan jamur : Tolypocladium cylindrosporum dan Culicinimices clavisporum


digunakan sebagai pengendali larva Anopheles

- Menggunakan Ikan pemangsa jentik/larva (Ikan kepala timah, Ikan cupang, Ikan
gambusia).

- Memanfaatkan cicak : Cicak merupakan predator alami bagi nyamuk, sehingga


keberadaannya dalam rumah dapat membantu untuk membasmi nyamuk.

 Pengendalian Cara Mekanik

Pengendalian DB yang lain adalah dengan cara mekanik, yaitu mencegah gigitan
nyamuk dengan memakai pakaian yang dapat menutupi seluruh bagian tubuh,
kecuali muka, penggunaan net atau kawat kasa di rumah-rumah, dan kelambu
merupakan cara untuk menghindarkan hubungan (kontak) antara manusia dan vektor.
Dapat juga menggunakan alat fisika untuk pemanasan, pembekuan, dan penggunaan
alat listrik

 Pengendalian dengan Insektisida

Untuk mencegah penyakit demam berdarah, jalan lain yang dapat ditempuh
adalah dengan mengeliminasi atau menurunkan populasi nyamuk-nyamuk vektor
seperti Aedes aegepty dan Ae albopictus. Penyemprotan dengan ULV malathion
masih merupakan cara yang umum dipakai untuk membunuh nyamuk-nyamuk
dewasa, tetapi cara ini tidak dapat membunuh larva yang hidup dalam air.
Pengendalian yang umum dipergunakan untuk larva-larva nyamuk adalah dengan
menggunakan larvasida seperti abate.

 Pengembangan Infrastruktur Kesehatan

Meskipun sistem penanganan kesehatan telah tertata baik, kesadaran akan adanya
serangan demam berdarah dan kemampuan menghadapi arbovirus secara efisien
masih diperlukan. Oleh karena itu, strategi pencegahan yang lebih baik perlu
dilakukan terus melalui pemberdayaan dan peningkatan pendidikan masyarakat.

Sejumlah ahli meyakini bahwa Negara-negara yang sedang berkembang harus


memfokuskan diri pada pengimplementasian infrastruktur pusat-pusat kesehatan
seperti puskesmas. Demikian pula program pencegahan penyakit dengan melibatkan
individu-individu dalam satu keluarga dan disekitarnya serta oleh berbagai lapisan
masyarakat dan pusat-pusat pelayanan kesehatan sangat diperlukan (gratz, 1985
dalam Defoliart et al, 1987). Gratz lebih lanjut menyatakan bahwa kebutuhan yang
paling kritis bukan terletak pada metode pengendalian yang lebih baik, tetapi para
ahli pengendalian vektor yang lebih terampil sehingga mereka dapat melatih atau
memberdayakan masyarakat mengenai cara mengendalikan vektor-vektor penyakit
demam berdrah.

Selanjutnya, kelompok progfesional harus melakukan penelitian lapangan,


evaluasi entomologis dan epidemilogis di daerah endemik tempat aktivitas program
pengendalian sementara dilakukan.

 Penggunaan Zat Penolak Serangga


Program pencehaan masih banyak dilakukan dengan menggunakan obat penolak
nyamuk seperti “auctan”. Di Indonesia banyak orang menggunakan obat nyamuk
bakar untuk mengusir nyamuk pada malam hari dan juga siang hari.

Permetrin yang mengandung zat penolak seperti pemanone atau deltamethrin


hanya direkomendasi untuk digunakan pada pakaian, sepatu, kelambu, dan alat-alat
untuk perkemahan. Permetrin dapat menolak dan membunuh tungau, nyamuk, dan
artropoda lainnya.

Obat penolak yang saat ini direkomendasdikan adalah yang mengandung N,N-
diethylmetatoluamide (DEET) sebagai ingredient aktif. DEET dapat menolak
nyamuk, tungau/caplak dan artropoda lainnya apabila dioleskan pada kulit atau
pakaian. Konsentrasi DEET sampai 50% direkomendasikan untuk orang-orang
dewasa dan anak-anak diatas umur 2 bulan. Konsentrasi yang lebih rendah tidak
akan bertahan lama dalam tubuh sehingga perlu reaplikasi. DEET adalah racun yang
apabila termakan dapat mengakibatkan iritasi kulit untuk orang-orang yang sensitif.
Bila konsentrasi terlalu tinggi, akan mengakibatkan blister.

f. Program Pencegahan DBD Departemen Kesehatan RI Tahun 2004

1. Kewaspadaan dini penyakit demam berdarah dengue

a. Penemuan dan pelaporan penderita  KDRS

b. Penanggulangan fokus

- Penyelidikan epidemiologi (PE)

- Penyuluhan, 3M, abatisasi, pengasapan fokus

c. Pemberantasan vektor intensif (di desa endemis)

-
Pen
yuluhan
, 3M,
abatisas
i

-
Pen
gasapan
massal

d. Bulan kewaspadaan “gerakan 3M” pada saat sebelum musim penularan

- Penyuluhan intensif

- Kerja bakti 3M

- Kunjungan rumah

e. Pemantauan jentik berkala di desa endemis setiap tiga bulan sekali

f. Promosi kesehatan penyakit DBD berupa komunikasi perubahan perilaku dalam


pemberantasan sarang nyamuk melalui pesan pokok “3M”.

2. Pemberantasan vektor nyamuk penular

a. Nyamuk dewasa dengan pengasapan

b. Jentik dengan PSN :

-
Fisi
k

: 3M
(Mengu
ras,
Menutu
p,
Mengub
ur)
-
Larv
asida
:
Bubuk
Temeph
os
(abatisa
si/altosi
d)

-
Ikan
isasi
: ikan
cupang,
tempalo
di
Palemb
ang

3. Penanggulangan kejadian luar biasa (KLB)

a. Penyuluhan

b. PSN (3M)

c. Abatisasi selektif

d. Fogging missal

4. Peningkatan SDM dan meningkatkan jenjang kemitraan

a. Pelatihan : tata laksana kasus, penanggung jawab program, petugas penyemprot,


metode PSN, pendekatan MTBS.

b. Seminar
c. Diskusi

d. Penelitian

e. Kerjasama dengan LSM/swasta

Menurut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2011), cara pencegahan DBD yaitu dengan
PSN BDB melalui 3M Plus.
a. Menguras tempat penampungan air sekurangnya seminggu sekali
b. Menutup rapat-rapat tempat penampungan air
c. Mengubur, mengumpulkan, memanfaatkan atau menyingkirkan barangbarang bekas yang
dapat menampung air hujan seperti kaleng bekas, plastik bekas, dll.
d. Plus
1) Ganti air vas bunga, tempat minuman burung dan tempat lainya seminggu sekali
2) Perbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar atau rusak
3) Tutup lubang pada potongan bambu, pohon, dan lainya misalnya dengan tanah
4) Menaburi racun pembasmi jentik (larvasidasi) khususnya bagi tempat penampungan
air yang sulit dikuras atau daerah sulit air
5) Menebar ikan pemakan jentik seperti kepala timah, gepi, ditempat penampungan air
yang ada disekitar rumah
6) Tidur memakai kelambu
7) Memakai obat nyamuk
8) Memasang kawat kasa pada lubang angin di rumah
g. P
e
n
g
o
b
at
a
n

Pengobatan yang spesifik DBD belum ada. Dasar pengobatan penderita penyakit DBD
simptomatis adalah penggantian cairan tubuh yang hilang karena kebocoran plasma (Depkes RI,
2005). Pada tubuh orang yang terkena DBD, darah mengalami kehilangan plasma. Plasma
merembes keluar pembuluh plasma. Pada tingkat kekentalan tertentu sirkulasi terganggu. Infus
cairan mencegah terjadinya kegagalan sirkulasi, sehingga syok yang dapat dicegah. Obat kusus
yang digunakan yaitu dengan menggunakan cairan infuse.

h. Prospek Perkembangan Dengue

Menurut CDC (2003a) ada tiga kemungkinan penyebab utama munculnya kembali virus
dengue di dunia, yaitu :

1. Pengendalian nyamuk secara efektif di daerah-daerah yang endemik dengue hampir tidak
ada. Pengendalian dengan menggunakan insektisida ultra-low-volume seperti malathion
untuk pengendalian nyamuk Ae. Aegypti dewasa tidak efektif lagi.
2. Terjadinya perubahan-perubahan global secara demografi seperti urbanisasi yang tidak
terkendali dan pertumbuhan populasi yang tinggi. Perubahan-perubahan demografi ini
telah mengakibatkan pemukiman yang dibawah standar, persediaan air bersih yang
kurang, dan pengelolaan kebersihan yang kurang baik.
3. Meningkatnya jumlah orang yang bepergian dengan pesawat terbang menjadi mekanisme
yang sangat ideal untuk penyebaran virus dengue.
4. Infrastruktur dan program kesehatan masyarakat di banyak negara telah rusak, serta
sumber daya manusia yang kurang, serta biaya pengobatan yang cukup tinggi di Negara-
negara berkembang.

Gubler (1996) mengemukakan bahwa meskipun berbagai faktor yang bertanggung jawab
terhadap peningkatan dengue tidak diketahui sepenuhnya, ia berpendapat bahwa urbanisasi yang
cepat, penggunaan pembungkus-pembungkus plastik yang nonbiodegra-dable (tidak terurai secra
bilogis), peningkatan perjalanan dan perdagangan, serta kurangnya upaya pengendalian vektor
telah member kontribusi terhadap penyebaran penyakit ini.

Sementara itu, kehidupan modern yang mulai dinikmati oleh masyarakat di Negara-
negara yang sedang berkembang di daerah tropis dapat meningkatkan polutan yang berpeluang
menjadi habitat perkembangbiakan nyamuk. Sebagai contoh, maraknya sampah kontainer-
kontainer minuman dan makanan dari plastik maupun bahan-bahan yang dibuang sembarangan
di halaman, jalan, dan tempat-tempat pembiakan nyamuk. Timbulnya kembali penyakit dengue
sebagai ancaman bagi kesehatan masyarakat mengilustrasikan bagaimana perubahan-perubahan
yang dilakukan manusia dalam lingkungan dapat memengaruhi pola penyakit-penyakit menular.

Para ahli memperkirakan bahwa pemanasan global akan dapat mempercepat penyebaran
demam dengue ke daerah-daerah beriklim dingin. Pemanasan global diprediksikan tidak hanya
akan meningkatkan penyebaran nyamuk, tetapi juga akan membuat ukuran nyamuk menjadi
lebih kecil. Sebagai akibatnya, nyamuk-nyamuk dewasa akan lebih banyak mengisap darah
untuk perkemngan telur-telurnya. Oleh karena itu, insiden mengisap darah dua kali (double
feeding) akan semakin meningkat yang berarti pada akhirnya meningkatkan kesempatan untuk
menular lebih banyak virus kepada manusia.

2.3 Chikungunya

Penyebab : Virus Chikungunya


Nama Lain : Demam Chikungunya, CHIK, Buggy Creek Virus atau Epidemik
Poliartritis

Karakteristik : Togaviridae (Alfavirus), sperikel, virion terbukus berdiameter 60nm,


RNA genom

Vektor : Aedes spp, Culex spp, Mansonia spp dll

Patogenitas : Penyakit virus febril

Epidemiologi : Afrika, India, Asia Tenggara

Sebaran Inang : Manusia, Primat, Mamalia, Burung

Penularan : Melalui gigitan nyamuk

Masa inkubasi : 3-12 hari

Anda mungkin juga menyukai