Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

ANGINA PECTORIS

DEPARTEMEN GAWAT DARURAT

Oleh:

Fajar Irwansyah

190070300111015

Kelompok 1A

PROGRAM PROFESI NERS

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

2020
ANGINA PECTORIS

A.    DEFINISI

Angina pectoris adalah nyeri hebat yang berasal dari jantung dan terjadi sebagai respon
terhadap supalai oksigen yang tidak adequate ke sel-sel miokardium. Nyeri angina dapat
menyebar ke lengan kiri, ke punggung, ke rahang, atau ke daerah abdomen (Corwin, 2009)

Angina pectoris ialah suatu sindrom klinis di mana pasien mendapat serangan
dada yang khas, yaitu seperti ditekan atau terasa berat di dada yang seringkali menjalar ke
lengan kiri. Sakit dada tersebut biasanya timbul pada waktu pasien melakukan suatu
aktivitas dan segera hilang bila pasien menghentikan aktivitasnya (Mansjoer dkk, 2007)

Angina pectoris adalah suatu syndrome yang ditandai dengan rasa tidak enak yang
berulang di dada dan daerah lain sekitarnya yang berkaitan yang disebabkan oleh ischemia
miokard tetapi tidak sampai terjadi nekrosis. Rasa tidak enak tersebut sering kali
digambarkan sebagai rasa tertekan, rasa terjerat, rasa kemeng, rasa penuh, rasa terbakar,
rasa bengkak dan rasa seperti sakit gigi. Rasa tidak enak tersebut biasanya berkisar 1 – 15
menit di daerah retrosternal, tetapi dapat juga menjalar ke rahang, leher, bahu, punggung
dan lengan kiri. Walaupun jarang, kadang-kadang juga menjalar ke lengan kanan. Kadang-
kadang keluhannya dapat berupa cepat capai, sesak nafas pada saat aktivitas, yang
disebabkan oleh gangguan fungsi akibat ischemia miokard. Penyakit angina pektoris ini juga
disebut sebagai penyakit kejang jantung. Penyakit ini timbul karena adanya penyempitan
pembuluh koroner pada jantung yang mengakibatkan jantung kehabisan tenaga pada saat
kegiatan jantung dipacu secara terus-menerus karena aktifitas fisik atau mental.

B.     KLASIFIKASI

§     Stable Angina

Juga disebut angina klasik. Terjadi sewaktu arteri koroner yang aterosklerotik tidak dapat
berdilatasi untuk meningkatkan aliran darah saat terjadi peningkatan kebutuhan oksigen.
Peningkatan kerja jantung dapat menyertai aktifitas fisik seperti berolah raga, naiktangga,
atau bekerja keras. Pajanan dingin, terutama bila disertai bekerja seperti menyekop salju.
Stres mental termasuk stress yang terjadi akibat rasa marah serta tugas mental seperti
berhitung, dapat mencetuskan angina klasik. Nyeri pada angina jenis ini, biasanya
menghilang, apabila individu yang bersangkutan menghentikan aktivitasnya.

§     Angina Variant (Prinzmetal)

Terjadi tanpa peningkatan jelas beban kerja jantung dan pada kenyataannya sering terjadi
pada saat istirahat. Pada angina ini, suatu arteri koroner mengalami spasme yang
menyebabkan iskemik jantung. Kadang-kadang tempat spasme berkaitan dengan
aterosklerosis. Ada kemungkinan bahwa walaupun tiak jelas tampak lesi pada arteri, dapat
terjadi kerusakan lapisan endotel yang samar. Hal ini menyebabkan peptide vasoaktif
memiliki akses langsung ke lapisan otot polos dan menyebabkan kontraksi arteri koroner.
Disritmia sering terjadi pada angina variant

§    Unstable Angina

Merupakan jenis angina yang sangat berbahaya dan membutuhkan penanganan segera.
Dijumpai pada individu dengan penyakit arteri koroner yang memburuk. Angina ini biasanya
menyertai peningkatan beban kerja jantung. Hal ini tampaknya terjadi akibat aterosklerosis
koroner, yang ditandai perkembangan thrombus yang mudah mengalami spasme. Terjadi
spasme sebagai respon terhadap peptida vasoaktif yang dikeluarkan trombosit yang tertarik
ke area yang mengalami kerusakan. Seiring dengan pertumbuhan thrombus, frekuensi dan
keparahan serangan angina tidak stabil meningkat dan individu beresiko mengalami
kerusakan jantung irreversible. Unstable angina dapat juga dikarenakan kondisi kurang
darah (anemia) khususnya jika anda telah memiliki penyempitan arteri koroner sebelumnya
Tidak seperti stable angina, angina jenis ini tidak memiliki pola dan dapat timbul tanpa
aktivitas fisik berat sebelumnya serta tidak menurun dengan minum obat ataupun istirahat.
Angina tidak stabil termasuk gejala infark miokard pada sindrom koroner akut.

C.    ETIOLOGI

Angina pektoris dapat terjadi bila otot jantung memerlukan asupan oksigen yang
lebih pada waktu tertentu, misalnya pada saat bekerja, makan, atau saat sedang mengalami
stress. Jika pada jantung mengalami penambahan beban kerja, tetapi supplai oksigen yang
diterima sedikit, maka akan menyebabkan rasa sakit pada jantung. Oksigen sangatlah
diperlukan oleh sel miokard untuk dapat mempertahankan fungsinya. Oksigen yang didapat
dari proses koroner untuk sel miokard ini, telah terpakai sebanyak 70 - 80 %, sehingga wajar
bila aliran koroner menjadi meningkat. Aliran darah koroner terutama terjadi sewaktu
diastole pada saat otot ventrikel dalam keadaan istirahat.

Faktor- faktor yang mempengaruhi pemakaian oksigen pada jantung, adalah

            §     Denyut Jantung

Apabila denyut jantung bertambah cepat, maka kebutuhan oksigen tiap menitnya akan
bertambah.

            §      Kontraktilitas

Dengan bekerja, maka akan banyak mengeluarkan katekolamin (adrenalin dan nor
adrenalin) sehingga dapat meningkatkan kontraksi pada jantung.

             §     Tekanan Sistolik Ventrikel Kiri

Makin tinggi tekanan, maka akan semakin banyak pemakaian oksigen.

             §      Ukuran Jantung

Jantung yang besar, akan memerlukan oksigen yang banyak.

Faktor-faktor penyebab lainnya, antara lain adalah :


1. Aterosklerosis
2. Denyut jantung yang terlalu cepat
3. Anemia berat
4. Kelainan pada katup jantung, terutama aortic stenosis yang disebabkan oleh
sedikitnya aliran darah ke katup jantung.
5. Penebalan pada di dinding otot jantung - hipertropi- dimana dapat terjadi pada
penderita tekanan darah tinggi sepanjang tahun
6. Spasme arteri koroner

D.    PATOFISIOLOGI

Sakit dada pada angina pektoris disebabkan karena timbulnya iskemia miokard
atau karena suplai darah dan oksigen ke miokard berkurang. Aliran darah berkurang karena
penyempitan pembuluh darah koroner (arteri koronaria). Penyempitan terjadi karena proses
ateroskleosis atau spasme pembuluh koroner atau kombinasi proses aterosklerosis dan
spasme.

Aterosklerosis dimulai ketika kolesterol berlemak tertimbun di intima arteri besar.


Timbunan ini, dinamakan ateroma atau plak akan mengganggu absorbsi nutrient oleh sel-sel
endotel yang menyusun lapisan dinding dalam pembuluh darah dan menyumbat aliran
darah karena timbunan ini menonjol ke lumen pembuluh darah. Endotel pembuluh darah
yang terkena akan mengalami nekrotik dan menjadi jaringan parut, selanjutnya lumen
menjadi semakin sempit dan aliran darah terhambat. Pada lumen yang menyempit dan
berdinding kasar, akan cenderung terjadi pembentukan bekuan darah. Hal ini menjelaskan
bagaimana terjadinya koagulasi intravaskuler, diikuti oleh penyakit tromboemboli, yang
merupakan komplikasi tersering aterosklerosis.

Pada mulanya, suplai darah tersebut walaupun berkurang masih cukup untuk
memenuhi kebutuhan miokard pada waktu istirahat, tetapi tidak cukup bila kebutuhan
oksigen miokard meningkat seperti pada waktu pasien melakukan aktivitaas fisik yang cukup
berat. Pada saat beban kerja suatu jaringan meningkat, kebutuhan oksigennya juga
meningkat. Apabila kebutuhan oksigen meningkat pada jantung yang sehat, arteri-arteri
koroner akan berdilatasi dan mengalirkan lebih banyak darah dan oksigen ke otot jantung.
Akan tetapi apabila arteri koroner mengalami kekakuan atau menyempit akibat
aterosklerosis dan tidak dapatberdilatasi sebagai respon terhadap peningkatan kebutuhan
oksigen, dan terjadi iskemia(kekurangan suplai darah) miokardium dan sel-sel miokardium
mulai menggunakan glikolisis anaerob untuk memenuhi kebutuhan energinya. Proses
pembentukan energy ini sangat tidak efisien dan menyebabkan pembentukan asam laktat.
Asam laktat menurunkan pH miokardium dan menyebabkan nyeri ang berkaitan dengan
angina pectoris. Apabila kebutuhan energy sel-sel jantung berkurang, suplai oksigen
oksigen menjadi adekut dan sel-sel otot kembali keproses fosforilasi oksidatif untuk
membentuk energy. Proses ini tidak menghasilkan asam laktat. Dengan menghilangnya
penimbunan asam laktat, nyeri angina pectoris mereda.
Patways
E.     MANIFESTASI KLINIS
            1.    Angina pectoris stabil.
§  Muncul ketika melakukan aktifitas berat
§  Biasanya dapat diperkirakan dan rasa nyeri yang muncul biasanya sama dengan
rasa nyeri yang datang sebelumnya
§  Hilang dalam waktu yang pendek sekitar 5 menit atau kurang
§  Hilang dengan segera ketika anda beristirahat atau menggunakan pengobatan
terhadap angina
§  Rasa sakitnya dapat menyebar ke lengan, punggung atau area lain
§  Dapat dipicu oleh tekanan mental atau stres.
            2.    Angina pectoris tidak stabil.
§  Angina yang baru pertama kali atau angina stabil dengan karakteristik frekuensi berat
dan lamanya meningkat.
§  Timbul waktu istirahat/kerja ringan.
§  Tidak dapat diperkirakan
§  Biasanya lebih parah dan hilang dalam waktu yang lebih lama
§  Dapat tidak akan hilang saat beristirahat ataupun pengobatan angina
§  EKG: Deviasi segment ST depresi atau elevasi.
           3.     Angina variant.
§  Angina yang terjadi spontan umumnya waktu istirahat dan pada waktu aktifitas ringan.
Biasanya terjadi karena spasme arteri koroner
§  EKG deviasi segment ST depresi atau elevasi yang timbul pada waktu serangan yang
kemudian normal setelah serangan selesai.

F.     DATA PENUNJANG

Setiap penderita dengan gejala yang mengarah pada angina harus dilakukan EKG
12 lead. Namun hasil EKG akan normal pada 50 % dari penderita dengan angina pectoris.
Depresi atau elevasi segmen ST menguatkan kemungkinan adanya angina dan
menunjukkan suatu ischemia pada beban kerja yang rendah.

Foto thoraks pada penderita angina pectoris biasanya normal. Foto thoraks lebih
sering menunjukkan kelainan pada penderita dengan riwayat infark miokard atau penderita
dengan nyeri dada yang bukan berasal dari jantung. Manfaat pemeriksaan foto thorak
secara rutin pada penderita angina masih dipertanyakan.

Uji latih beban dengan monitor EKG merupakan prosedur yang sudah baku. Dari
segi biaya, tes ini merupakan termurah bila dibandingkan dengan tes echo. Untuk
mendapatkan informasi yang optimal, protocol harus disesuaikan untuk masing-masing
penderita agar dapat mencapai setidaknya 6 menit. Selama EKG, frekwensi, tekanan darah
harus dimonitor dengan baik dan direkam pada tiap tingkatan dan juga pada saat
abnormallitas segmen ST. metode yang dipakai pada uji beban yaitu dengan menggunakan
treadmill dan sepeda statis.

Interpretasi EKG uji latih beban yang paling penting adalah adanya depresi dan
elevasi segmen ST lebih dari 1 mm. Biasanya uji latih beban dihentikan bila mencapai 85%
dari denyut jantung maksimal berdasarkan umur, namun perlu diperhatikan adanya
variabilitas yang besar dari denyut jantung maksimal pada tiap individu. Indikasi absolute
untuk menghentikan uji beban adalah penurunan tekanan darah sistolik lebih dari 10 mmHg
dari tekanan darah awal meskipun beban latihan naik jika diikuti tanda ischemia yang lain :
angina sedang sampai berat , ataxia yang meningkat, kesadaran menurun, tanda-tanda
penurunan perfusi seperti sianosis.

Pada penderita yang tidak bisa di diagnosa dengan uji latih beban berdasarkan
EKG, maka dilakukan uji latih beban dengan pencitraan. Isotop yang biasa digunakan
adalah thalium-210.

Tes uji latih ekokardiografi dianalisa berdasarkan penilaian penebalan miokard


pada saat uji latih dibandingkan dengan saat istirahat. Gambaran ekokardiografi yang
mendukung adanya ischemia miokard adalah: penurunan gerakan dinding pada 1 atau lebih
segmen ventrikel kiri, berkurangnya ketebalan dinding saat sistol atau lebih segmen pada
saat uji latih beban, hiperkinesia kompensasi pada segmen dinding yang berkaitan atau
yang tidak ischemia.

Tindakan untuk angiografi koroner diagnostic secara langsung pada penderita


dengan nyeri dada yang diduga karena ischemia miokard, dapat dilakukan jika ada kontra
indikasi untuk test non invasive.

Untuk pemeriksaan Laboratorium Yang sering dilakukan adalah pemeriksaan


enzim; CPK, SGOT atau LDH. Enzim tersebut akan meninggi pada infark jantung akut
sedangkan pada angina kadarnya masih normal. Pemeriksaan lipid darah seperti kadar
kolesterol LDH dan LDL. Trigliserida perlu dilakukan untuk menemukan faktor resiko seperti
hyperlipidemia dan pemeriksaan gula darah perlu dilakukan untuk menemukan diabetes
mellitus yang juga merupakan factor resiko bagi pasien angina pectoris.

G.    KOMPLIKASI

            1.    Stable Angina Pectoris

Kebutuhan metabolik otot jantung dan energi tak dapat dipenuhi karena terdapat stenosis
menetap arteri koroner yang disebabkan oleh proses aterosklerosis. Keluhan nyeri dada
timbul bila melakukan suatu pekerjaan. sesuai dengan berat ringannya pencetus dibagi atas
beberapa tingkatan :

1.      Selalu timbul sesudah latihan berat.


2.      Timbul sesudah latihan sedang ( jalan cepat 1/2 km)
3.      Timbul waktu latihan ringan (jalan 100 m)
4.      Angina timbul jika gerak badan ringan (jalan biasa)

Diagnosa

1.      Pemeriksaan EKG


2.      Uji latihan fisik (Exercise stress testing dengan atau tanpa pemeriksaan radionuclide)
3.      Angiografi koroner.

Terapi

1.      Menghilangkan faktor pemberat


2.      Mengurangi faktor resiko
3.      Sewaktu serangan dapat dipakai
§  Penghambat Beta
§  Antagonis kalsium
§  Kombinasi

2.    Unstable Angina Pectoris

Disebabkam primer oleh kontraksi otot polos pembuluh koroner sehingga


mengakibatkan iskemia miokard. patogenesis spasme tersebut hingga kini belum diketahui,
kemungkinan tonus alphaadrenergik yang berlebihan (Histamin, Katekolamin,
Prostagglandin). Selain dari spame pembuluh koroner juga disebut peranan dari agregasi
trobosit. penderita ini mengalami nyeri dada terutama waktu istirahat, sehingga terbangun
pada waktu menjelang subuh. Manifestasi paling sering dari spasme pembuluh koroner ialah
variant (prinzmental).

Elektrokardiografi tanpa serangan nyeri dada biasanya normal saja. Pada waktu
serangan didapati segmen ST elevasi. Jangan dilakukan uji latihan fisik pada penderita ini
oleh karena dapat mencetuskan aritmia yang berbahaya. Dengan cara pemeriksaan teknik
nuklir kita dapat melihat adanya iskemia saja ataupun sudah terjadi infark.

Terapi

1.   Inhibitor trombosit: Pasien angina yang tidak stabil efektif terhadap aspirin selama fase akut
maupun kronis
2.   Antikoagulan: Heparin dapat mencegah miokard infark dan mengurangi iskemia dan depresi
ST segmen.
3.  Anti trombotik: preparat yang paling banyak digunakan adalah aspirin dimana dengan
pemberian aspirin angka kematian dapat diturunkan sampai 25%. Disamping itu  aspirin
dapat juga mencegah re-infark
4.    Nitrogliserin: hasilnya masih kontroversi akan tetapi dapat diberikan intravena pada angina
yang tidak stabil disepakati untuk mencegah timbulnya angina
5.  Beta blocker: Mengurangi kecepatan jantung, kontraksi miokard dan kebutuhan oksigen oleh
miokard. Efektif untuk mengurangi nyeri dada. Sebaiknya diberikan intravenous dilanjutkan
dengan beta blocker sampai dengan denyut jantung 60 x/menit
6. Kalsium Antagonis: Efektif sebagai vasodilatasi. Dalam hal ini yang banyak digunakan adalah
diltiazim juga menyebabkan pengurangan denyut jantung dan verampamil. Tidak
mengurangi infark akan tetapi dapat mengurangi serangan angina. Yang banyak
digaunakan adalah nifedipine, nikardipin yang biasa dikombinasikan dengan beta blocker.
7.    Percutanous Transluminal coronary angioplasty (PTCA) atau coronary by Pass Graff
Surgery (CBGS)

            3.    Infark miokard acut (IMA)

Gambaran Klinis:

Kebanyakan pasien dengan infark miokard akut mencari pengobatan karena rasa
sakit didada. Namun demikian ,gambaran klinis bisa bervariasi dari pasien yang datang
untuk melakukan pemeriksaan rutin, sampai pada pasien yang merasa nyeri di substernal
yang hebat dan secara cepat berkembang menjadi syok dan eadem pulmonal, dan ada pula
pasien yang baru saja tampak sehat lalu tiba-tiba meninggal.
Serangan infark miokard biasanya akut, dengan rasa sakit seperti angina,tetapi tidak
seperti angina yang biasa, maka disini terdapat rasa penekanan yang luar biasa pada dada
atau perasaan akan datangnya kematian. Bila pasien sebelumnya pernah mendapat
serangan angina ,maka ia tabu bahwa sesuatu yang berbeda dari serangan angina
sebelumnya sedang berlangsung. Juga, kebalikan dengan angina yang biasa, infark
miokard akut terjadi sewaktu pasien dalam keadaan istirahat ,sering pada jam-jam awal
dipagi hari. Nitrogliserin tidaklah mengurangkan rasa sakitnya yang bisa kemudian
menghilang berkurang dan bisa pula bertahan berjam-jam malahan berhari-hari. Nausea
dan vomitus merupakan penyerta rasa sakit tsb dan bisa hebat, terlebih-lebih apabila
diberikan martin untuk rasa sakitnya.

Rasa sakitnya adalah diffus dan bersifat mencekam, mencekik, mencengkeram atau
membor. Paling nyata didaerah subternal, dari mana ia menyebar kedua lengan,
kerongkongan atau dagu, atau abdomen sebelah atas (sehingga ia mirip dengan kolik
cholelithiasis, cholesistitis akut ulkus peptikum akut atau pancreatitis akut).

Terdapat laporan adanya infark miokard tanpa rasa sakit. Namun bila pasien-pasien
ini ditanya secara cermat, mereka biasanya menerangkan adanya gangguan pencernaan
atau rasa benjol didada yang samar-samar yang hanya sedikit menimbulkan rasa tidak
enak/senang. Sekali-sekali pasien akan mengalami rasa napas yang pendek (seperti orang
yang kelelahan) dan bukanya tekanan pada substernal.Sekali-sekali bisa pula terjadi
cekukan/singultus akibat irritasi diapragma oleh infark dinding inferior. pasien biasanya tetap
sadar, tetapi bisa gelisah, cemas atau bingung. Syncope adalah jarang, ketidak sadaran
akibat iskemi serebral, sebab cardiac output yang berkurang bisa sekali-sekali terjadi.Bila
pasien-pasien ditanyai secara cermat, mereka sering menyatakan bahwa untuk masa yang
bervariasi sebelum serangan dari hari 1 hingga 2 minggu) ,rasa sakit anginanya menjadi
lebih parah serta tidak bereaksi baik tidak terhadap pemberian nitrogliserin atau mereka
mulai merasa distres/rasa tidak enak substernal yang tersamar atau gangguan pencernaan
(gejala -gejala permulaan /ancaman /pertanda). Bila serangan-serangan angina menghebat
ini bisa merupakan petunjuk bahwa ada angina yang tidak stabil (unstable angina) dan
bahwasanya dibutuhkan pengobatan yang lebih agresif.

Bila diperiksa, pasien sering memperlihatkan wajah pucat bagai abu dengan
berkeringat , kulit yang dingin .walaupun bila tanda-tanda klinis dari syok tidak dijumpai.
Nadi biasanya cepat, kecuali bila ada blok/hambatan AV yang komplit atau inkomplit. Dalam
beberapa jam, kondisi klinis pasien mulai membaik, tetapi demam sering berkembang. Suhu
meninggi untuk beberapa hari, sampai 102 derajat Fahrenheid atau lebih tinggi, dan
kemudian perlahan-lahan turun ,kembali normal pada akhir dari minggu pertama.

Pengobatan:

Sasaran pengobatan IMA pertama adalah menghilangkan rasa sakit dan cemas.
Kedua mencegah dan mengobati sedini mungkin komplikasi (30-40%) yang serius seperti
payah jantung, aritmia, thrombo-embolisme, pericarditis, ruptur m. papillaris, aneurisma
ventrikel, infark ventrikel kanan, iskemia berulang dan kematian mendadak. Untuk sakit
diberikan sulfas morphin 2,5-10 mg IV.

Pethidin kurang efektif dibandingkan Morphin dan dapat menyebabkan sinus


tachycardia. Obat ini banyak dipakai pada infark inferior dengan sakit dada dan sinus
bradycardia. Dosis 25-50 mg dapat diulang sesudah 2-4 jam dengan perlahan-lahan .
Pada sakit dada dengan lMA terutama infark anterior dengan sinus tachycardia dan
tekanan darah sistolik di atas 100 - 100 mm Hg B-Blocker dapat dipakai. Dosis kecil B-
Blocker mulai dengan 1/2 - 5 mg Inderal. IV. Dikatakan bahwa pemberian B-Blocker dalam 5
jam pertama bila tidak ada kontra indikasi dapat mengurangi luasnya infark. Nitrat baik
sublingual maupun transdermal dapat dipakai bila sakit dada pada hari-hari pertama.

Nifedipin, C-antagonist yang sering dipakai bila diduga penyebabnya adalah spasme
koroner, khusus angina sesudah hari ke-2 dan sebelum pulang. Istirahat, pemberian 02, diet
kalori rendah dan mudah dicernakan dan pasang infus untuk siap gawat.

Pemberian anti koagulansia hanya pada penderita yang harus dimobilisasi agak lama
seperti gagal jantung, syok dan infark anterior yang luas. Sekitar 60-70% dari infark tidak
terdapat komplikasi dan dianjurkan penanganan sesudah 2-3 minggu untuk uji latih jantung
beban (ULJB) yang dimodifikasikan.

Kalau normal untuk rehabilitasi biasa tetapi kalau abnormal agar diperiksa arteriogram
koroner untuk mengetahui tepat keadaan pembuluh darah koronernya agar dapat ditentukan
sikap yang optimal.

Pembatasan perluasan Infark:

Seperti telah diterangkan bahwa perfusi miokard dan kebutuhan metabolik tidak
boleh dirugikan oleh pengobatan. Keadaan yang mungkin memperluas infark harus dicegah
atau langsung diperbaiki seperti: Tachykardia, Hipertensi , Hipotensi, Aritmia dan
Hipoxemia.

Menghadapi keadaan tersebut diperlukan strategi pengobatan yaitu :

1.    Upaya menurunkan kebutuhan 02 miokard dengan cara :


a.     Beta Blocker
b.     Menurunkan afterload penderita dengan hipertensi
c.     Membantu sirkulasi dengan ABC
2.  Mengurangi iskemia miokard dengan memperbaiki perfusi atau aliran kolateral ditingkat kan
sehingga persediaan 02 miokard meningkat. .
a.  Pengobatan dengan thrombolitik streptokinase, Tissue plasminogen activator (Actylase) .
b.    Calcium antagonist
c.     Peningkatan perfusi koroner dengan ABC

Streptokinase intra vena memberi thrombolyse dalam 50% para penderita bila
diberikan dalam waktu 6 jam sesudah timbul gejala infark. Dosis : 250.000 U dalam 10
Menit, diikuti dengan infus dengan dosis antara 850.000 sampai 1.700.000 U selama 1 jam.
Sebaiknya diberikan Hydrocortison IV-l00 mg sebelum streptokinase diberikan. Heparin
diberikan 2 jam sesudah streptokinase infus berakhir.

Actylase, recombinant human tissue-type plasminogen activator (rt-PA). Actylase


adalah suatu bahan thrombolitik yang unik dengan teknologi DNA rekombinan dan
dinyatakan sebagai bahan yang mampu menghambat terjadinya oklusi pembuluh darah
koroner dengan cara menyebabkan lysisnya thrombus sebelum terjadi infark jantung total.
Bahan ini mempunyai sifat spesifik dimana tidak mempengaruhi proses koagulasi sistemik.
Disamping itu bahan ini tidak menyebabkan allergi karena berasal dari protein manusia
secara alami.
Untuk mendapatkan bahan ini secara alami tentu tidak mudah, karena untuk
mendapat 1 gr human tissue plasminogen acti vater dibutuhkan 5 ton jaringan manusia.

Cara membuatnya adalah dengan teknik Recombinant DNA dan metode fermentasi
sel jaringan. (genetic engineering).

Cara kerja actylase adalah fibrin spesifik dan berikatan dengan fibrin guna
mengaktifkan perobahan plasminogen menjadi plasmin. Afinitasnya besar pada fibrin dan
tidak aktif di darah.

Kerja actylase cepat yaitu 1-2 menit setelah pemberian 10 fig.

Indikasi: Thrombo-oklusi koroner, pulmoner, deep vein thrombosis peripheral arterial


occlusion.

Kontra indikasi:

1.      Adanya diathese hemorrhagis


2.      Adanya perdarahan internal baru
3.      Perdarahan cerebral.
4.      Trauma atau operasi yang baru
5.      Hipertensi yang tidak terkontrol
6.      Bacterial endocarditis
7.      Acute pancreatitis.
            4.    Aritmia

Adalah suatu kelainan ireguler dari denyut jantung yang disebabkan oleh pembentukan
impuls yang abnormal dan kelainan konduksi impuls atau keduanya. Depolarisasi terlambat
disebabkan oleh meningginya kalsium intrasel. Kalsium intoksikasi adalah salah satu contoh
terjadinya depolarisasi tipe ini.

 5.   Kematian Jantung Mendadak (Sudden Cardiac Death)

Didefinisikan sebagai kematian yang terjadi kurang dari 1 jam dari kesadaran tanpa
diketahui terlebih dahulu adanya penyakit jantung primer atau tidak. Secara umum
penyebab dari kematian jantung lebih dari 90% disebabkan oleh koroner (VT dan VF 60%),
infark akut (15%), iskemi akut (10%), spasme koroner (2-5%)

Terapi

Tidakan darurat yang dilakukan pada pasien yang selamat dari jantung:

1.  Langkah pertama, stabilisasi, resusitasi, nilai status neurologi, dan lakukan ekstubasi
2. Langkah kedua, cari factor penyebab yang pada umumnya adalah infark akut, hipokalemi,
dan obat-obatan
3. Langkah ketiga, ketahui sttus jantung dengan tes exercise, talium scan, ekokardiografi
4.  Langkah ke empat, ketahui apakah terdapat VT/VF baik melalui holter monitor maupun tes
treadmill
5.   Langkah kelima, lakukan salah satu terapi, implantable defibrillator, CABG dengan atau
tidak defibrillator, amiodaron atau mungkin juga pemberian sotasol
H.    PENATALAKSANAAN

Ada dua tujuan utama penatalaksanaan angina pectoris :

   Mencegah terjadinya infark miokard dan nekrosis, dengan demikian meningkatkan


kuantitas hidup.
   Mengurangi symptom dan frekwensi serta beratnya ischemia, dengan demikian  
meningkatkan kualitas hidup.

Prinsip penatalaksanaan angina pectoris adalah: meningkatkan pemberian oksigen (dengan


meningkatkan aliran darah koroner) dan menurunkan kebutuhan oksigen (dengan
mengurangi kerja jantung).

            1.   Terapi Farmakologis untuk anti angina dan anti iskhemia


a.    Penyekat Beta
obat ini merupakan terapi utama pada angina. Penyekat beta dapat menurunkan kebutuhan
oksigen miokard dengan cara menurunkan frekwensi denyut jantung, kontraktilitas, tekanan
di arteri dan peregangan pada dinding ventrikel kiri. Efek samping biasanya muncul
bradikardi dan timbul blok atrioventrikuler. Obat penyekat beta antara lain: atenolol,
metoprolol, propranolol, nadolol.
b.    Nitrat dan Nitrit
Merupakan vasodilator endothelium yang sangat bermanfaat untuk mengurangi symptom
angina pectoris, disamping juga mempunyai efek antitrombotik dan antiplatelet. Nitrat
menurunkan kebutuhan oksigen miokard melalui pengurangan preload sehingga terjadi
pengurangan volume ventrikel dan tekanan arterial. Salah satu masalah penggunaan nitrat
jangka panjang adalah terjadinya toleransi terhadap nitrat. Untuk mencegah terjadinya
toleransi dianjurkan memakai nitrat dengan periode bebas nitrat yang cukup yaitu 8 – 12
jam. Obat golongan nitrat dan nitrit adalah : amil nitrit, ISDN, isosorbid mononitrat,
nitrogliserin.
c.     Kalsium Antagonis
obat ini bekerja dengan cara menghambat masuknya kalsium melalui saluran kalsium, yang
akan menyebabkan relaksasi otot polos pembulu darah sehingga terjadi vasodilatasi pada
pembuluh darah epikardial dan sistemik. Kalsium antagonis juga menurunkan kabutuhan
oksigen miokard dengan cara menurunkan resistensi vaskuler sistemik. Golongan obat
kalsium antagonis adalah amlodipin, bepridil, diltiazem, felodipin, isradipin, nikardipin,
nifedipin, nimodipin, verapamil.
d.    Terapi Farmakologis untuk mencegah Infark miokard akut
§  Terapi antiplatelet, obatnya adalah aspirin diberikan pada penderita PJK baik akut atau
kronik, kecuali ada kontra indikasi, maka penderita dapat diberikan tiiclopidin atau
clopidogrel.
§  Terapi Antitrombolitik, obatnya adalah heparin dan warfarin. Penggunaan antitrombolitik
dosis rendah akan menurunkan resiko terjadinya ischemia pada penderita dengan factor
resiko .
§  Terapi penurunan kolesterol, simvastatin akan menurunkan LDL (low density lipoprotein)
sehingga memperbaiki fungsi endotel pada daerah atheroskelerosis maka aliran darah di
arteria koronaria lebih baik.
           2.     Revaskularisasi Miokard

Angina pectoris dapat menetap sampai bertahun-tahun dalam bentuk serangan ringan yang
stabil. Namun bila menjadi tidak stabil maka dianggap serius, episode nyeri dada menjadi
lebih sering dan berat, terjadi tanpa penyebab yang jelas. Bila gejala tidak dapat dikontrol
dengan terapi farmakologis yang memadai, maka tindakan invasive seperti PTCA
(angioplasty coroner transluminal percutan) harus dipikirkan untuk memperbaiki sirkulasi
koronaria.

           3.    Terapi Non Farmakologis

Ada berbagai cara lain yang diperlukan untuk menurunkan kebutuhan oksigen jantung
antara lain : pasien harus berhenti merokok, karena merokok mengakibatkan takikardia dan
naiknya tekanan darah, sehingga memaksa jantung bekerja keras. Orang obesitas
dianjurkan menurunkan berat badan untuk mengurangi kerja jantung. Mengurangi stress
untuk menurunkan kadar adrenalin yang dapat menimbulkan vasokontriksi pembulu darah.
Pengontrolan gula darah. Penggunaan kontra sepsi dan kepribadian seperti sangat
kompetitif, agresif atau ambisius.

I.       PENGKAJIAN KEPERAWATAN

a.  Pengkajian Primer
Pengkajian dilakukan secara cepat dan sistemik,antara lain :

§  Airway

1)      Lidah jatuh kebelakang


2)      Benda asing/ darah pada rongga mulut
3)      Adanya sekret

§  Breathing

1)      pasien sesak nafas dan cepat letih

2)      Pernafasan Kusmaul

§  Circulation

1)   TD meningkat
2)   Nadi kuat
3)   Disritmia
4)   Adanya peningkatan JVP
5)   Capillary refill > 2 detik
6)   Akral dingin

§  Disability : pemeriksaan neurologis è GCS menurun

A : Allert                    : sadar penuh, respon bagus

V : Voice Respon :kesadaran menurun, berespon thd suara


P : Pain Respons:kesadaran menurun, tdk berespon thd suara, berespon thd rangsangan nyeri

U : Unresponsive    : kesadaran menurun, tdk berespon thd suara, tdk bersespon thd nyeri

b.  Pengkajian Sekunder
Pemeriksaan sekunder dilakukan setelah memberikan pertolongan atau penenganan pada
pemeriksaan primer.

Pemeriksaan sekunder meliputi :

1.   AMPLE : alergi, medication, past illness, last meal, event

2.   Pemeriksaan seluruh tubuh : Head to toe

3.   Pemeriksaan penunjang : lebih detail, evaluasi ulang

Anamnese

Diagnosa angina pectoris terutama didapatkan dari anamnese mengenai riwayat


penyakit, karena diagnosa pada angina sering kali berdasarkan adanya keluhan sakit dada
yang mempunyai ciri khas sebagai berikut :

 Letak

Seringkali pasien merasakan adanya sakit dada di daerah sternum atau di bawah sternum
(substernal), atau dada sebelah kiri dan kadang-kadang menjalar ke lengan kiri, ke
punggung, rahang atau leher. Sakit dada juga dapat timbul di tempat lain seperti di daerah
epigartrium, gigi dan bahu

 Kualitas sakit dada

Pada angina, sakit dada biasanya seperti tertekan benda berat (pressure like), diperas
(squeezing), terasa panas (burning), kadang-kadang hanya perasaan tidak enak di dada
(chest discomfort) karena pasien tidak dapat menjelaskan sakit dada tersebut dengan baik,
lebih-lebih bila pendidikan pasien rendah.

 Hubungan dengan aktivitas


Sakit dada pada angina pektoris biasanya timbul pada waktu melakukan aktivitas, misalnya
sedang berjalan cepat, tergesa-gesa, atau sedang menaiki tangga. Aktivitas ringan seperti
mandi, menggosok gigi, makan terlalu kenyang atau emosi juga dapat menimbulkan angina
pektoris. Sakit dada tersebut segera hilang bila pasien menghentikan aktivitasnya. Serangan
angina pektoris dapat timbul pada waktu istirahat atau pada waktu tidur malam.

 Lamanya serangan sakit dada


Serangan sakit dada biasanya berlangsung 1 sampai 5 menit, walaupun perasaan tidak
enak di dada masih dapat dirasakan setelah sakit dada hilang. Bila sakit dada berlangsung
lebih dari 20 menit, kemungkinan pasien mendapat serangan infark miokard akut dan bukan
disebabkan angina pektoris biasa.
Pada pasien angina pektoris, dapat pula timbul keluhan lain seperti sesak napas,
perasaan lelah, kadang-kadang sakit dada disertai keringat dingin.

Dengan anamnese yang baik dan teliti sudah dapat disimpulkan mengenai tinggi
rendahnya kemungkinan penderita tersebut menderita angina pectoris stabil atau
kemungkinan suatu angina pectoris tidak stabil. Setelah semua deskriptif nyeri dada
tersebut didapat, pemeriksa membuat kesimpulan dari gabungan berbagai komponen
tersebut. Kesimpulan yang didapat digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu angina yang
tipikal, angina yang atipikal atau nyeri dada bukan karena jantung. Angina termasuk tipikal
bila : rasa tidak enak atau nyeri dirasakan dibelakang sternum dengan kualitas dan lamanya
yang khas, dipicu oleh aktivitas atau stress emosional, mereda bila istirahat atau diberi
nitrogliserin.

Angina dikatakan atipikal bila hanya memenuhi 2 dari 3 kreteria diatas. Nyeri dada
dikatakan bukan berasal dari jantung bila tidak memenuhi atau hanya memenuhi 1 dari tiga
kreteria tersebut.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik biasanya normal pada penderita angina pectoris. Tetapi


pemeriksaan fisik yang dilakukan saat serangan angina dapat memberikan informasi
tambahan yang berguna. Adanya gallop, mur-mur regurgitasi mitral, split S2 atau ronkhi
basah basal yang kemudian menghilang bila nyerinya mereda dapat menguatkan diagnosa
PJK. Hal-hal lain yangn bisa didapat dari pemeriksaan fisik adalah tanda-tanda adanya
factor resiko, misalnya tekanan darah tinggi.

J.      Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul

1. Nyeri akut b.d. Iskemia miokardium


2. Penurunan curah jantung b.d. Gangguan kontraksi
3. Cemas b.d. Rasa takut akan kematian
4. Kurang pengetahuan tentang penyakit  b.d. Keterbatasan pengetahuan penyakitnya,
tindakan yang dilakukan, obat obatan yang diberikan, komplikasi yang mungkin
muncul dan perubahan gaya hidup.
K.    RENCANA KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)

1 Nyeri akut b.d. Iskemia NOC: Manajemen nyeri :


miokardium
ü Tingkat nyeri 1.        Lakukan pegkajian nyeri secara komprehensif
termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
ü Nyeri terkontrol dan ontro presipitasi.
ü Tingkat kenyamanan 2.        Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1
3.        Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
x 24 jam, klien dapat : mengetahui pengalaman nyeri klien sebelumnya.
1.   Mengontrol nyeri, dengan indikator : 4.        Kontrol ontro lingkungan yang mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan.
§  Mengenal faktor-faktor penyebab
§  Mengenal onset nyeri 5.        Kurangi ontro presipitasi nyeri.
§  Tindakan pertolongan non farmakologi
§  Menggunakan analgetik 6.        Pilih dan lakukan penanganan nyeri
§  Melaporkan gejala-gejala nyeri kepada tim (farmakologis/non farmakologis)..
kesehatan.
§  Nyeri terkontrol 7.        Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi, distraksi
dll) untuk mengetasi nyeri..
2.   Menunjukkan tingkat nyeri, dengan indikator:
8.        Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.
§  Melaporkan nyeri
9.        Evaluasi tindakan pengurang nyeri/ontrol nyeri.
§  Frekuensi nyeri
10.    Kolaborasi dengan dokter bila ada komplain tentang
§  Lamanya episode nyeri pemberian analgetik tidak berhasil.

§  Ekspresi nyeri; wajah 11.    Monitor penerimaan klien tentang manajemen nyeri.

§  Perubahan respirasi rate


§  Perubahan tekanan darah

§  Kehilangan nafsu makan Administrasi analgetik :.

.          Cek program pemberian analogetik; jenis, dosis,


dan frekuensi.

         Cek riwayat alergi..

         Tentukan analgetik pilihan, rute pemberian dan


dosis optimal.

         Monitor TTV sebelum dan sesudah pemberian


analgetik.

         Berikan analgetik tepat waktu terutama saat nyeri


muncul.

         Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan gejala efek


samping.

2 Penurunan curah NOC : Cardiac Care


jantung b.d. Gangguan
kontraksi          Cardiac Pump effectiveness   Evaluasi adanya nyeri dada ( intensitas,lokasi, durasi)

         Circulation Status   Catat adanya disritmia jantung

         Vital Sign Status   Catat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac
putput
Kriteria Hasil:
  Monitor status kardiovaskuler
         Tanda Vital dalam rentang normal (Tekanan
darah, Nadi, respirasi)   Monitor status pernafasan yang menandakan gagal
jantung
         Dapat mentoleransi aktivitas, tidak ada
kelelahan   Monitor abdomen sebagai indicator penurunan perfusi
         Tidak ada edema paru, perifer, dan tidak ada   Monitor balance cairan
asites
  Monitor adanya perubahan tekanan darah
         Tidak ada penurunan kesadaran
  Monitor respon pasien terhadap efek pengobatan
antiaritmia

  Atur periode latihan dan istirahat untuk menghindari


kelelahan

  Monitor toleransi aktivitas pasien

  Monitor adanya dyspneu, fatigue, tekipneu dan ortopneu

  Anjurkan untuk menurunkan stress

Vital Sign Monitoring

  Monitor TD, nadi, suhu, dan RR

  Catat adanya fluktuasi tekanan darah

  Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri

  Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan

  Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah


aktivitas

  Monitor kualitas dari nadi

  Monitor adanya pulsus paradoksus dan pulsus alterans

  Monitor jumlah dan irama jantung dan monitor bunyi


jantung

  Monitor frekuensi dan irama pernapasan

  Monitor suara paru, pola pernapasan abnormal

  Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit

  Monitor sianosis perifer

  Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang


melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)

  Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign

3 Cemas b.d. Rasa takut NOC : NIC :


akan kematian
  Anxiety control Anxiety Reduction (penurunan kecemasan)

  Coping          Gunakan pendekatan yang menenangkan

Kriteria Hasil :          Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku


pasien
  Klien mampu mengidentifikasi dan
mengungkapkan gejala cemas          Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan
selama prosedur
  Mengidentifikasi, mengungkapkan dan
menunjukkan tehnik untuk mengontol cemas          Temani pasien untuk memberikan keamanan dan
mengurangi takut
  Vital sign dalam batas normal
         Berikan informasi faktual mengenai diagnosis,
  Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tindakan prognosis
tingkat aktivitas menunjukkan berkurangnya
kecemasan          Dorong keluarga untuk menemani anak
         Lakukan back / neck rub

         Dengarkan dengan penuh perhatian

         Identifikasi tingkat kecemasan

         Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan


kecemasan

         Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan,


ketakutan, persepsi

         Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi

         Barikan obat untuk mengurangi kecemasan

4 Kurang pengetahuan NOC : NIC :


tentang penyakit b/d
keterbatasan   Kowlwdge : disease process Teaching : disease Process
pengetahuan   Kowledge : health Behavior 1.      Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan
penyakitnya, tindakan pasien tentang proses penyakit yang spesifik
yang dilakukan, obat Kriteria Hasil :
obatan yang diberikan, 2.      Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana
komplikasi yang   Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman hal ini berhubungan dengan anatomi dan fisiologi,
mungkin muncul dan tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program dengan cara yang tepat.
perubahan gaya hidup. pengobatan
3.      Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul
  Pasien dan keluarga mampu melaksanakan pada penyakit, dengan cara yang tepat
prosedur yang dijelaskan secara benar
4.      Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat
  Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali
apa yang dijelaskan perawat/tim kesehatan 5.      Identifikasi kemungkinan penyebab, dengna cara
lainnya. yang tepat
6.      Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi,
dengan cara yang tepat

7.      Hindari harapan yang kosong

8.      Sediakan bagi keluarga atau SO informasi tentang


kemajuan pasien dengan cara yang tepat

9.      Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin


diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa yang
akan datang dan atau proses pengontrolan penyakit

10.  Diskusikan pilihan terapi atau penanganan

11.  Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau


mendapatkan second opinion dengan cara yang tepat
atau diindikasikan

12.  Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan,


dengan cara yang tepat

13.  Rujuk pasien pada grup atau agensi di komunitas


lokal, dengan cara yang tepat

14.  Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk


melaporkan pada pemberi perawatan kesehatan,
dengan cara yang tepat
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medical-Bedah Vol 2. Jakarta : EGC

Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi 6. Jakarta:
EGC

Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC

Finarga. 2010. Angina. Dimuat dalam http://finarga.blogspot.com/ (diakses pada 11 Maret


2012)

Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey:
Upper Saddle River

Judith M. Wilkinson. 2005. Prentice Hall Nursing Diagnosis Handbook with NIC Interventions
and NOC Outcome. New Jersey : Horrisonburg.

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius

Rab, T. 2008. Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: Penerbit PT Alumni

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika

http://lpkeperawatan.blogspot.com/2013/11/angina-pectoris.html#.VHByameUXMw
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. A.
DENGAN ANGINA PEKTORIS

I. Identitas Pasien
Nama : Ny. A
Usia : 61 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Kedung Miri 04/05 Mantingan, Ngawi
No. Reg : 014xxx
Diagnosa medis : NSTEMI (Non-ST Elevasi Miokardium
Tanggal MRS : 3 Maret 2018
Jam MRS : 03.45 WIB
Tanggal pengkajian : 3 Maret 2018
Jam pengkajian : 05.00 WIB

II. Data Subyektif


 Keluhan utama
Pasien mengatakan sesak nafas dan nyeri dada
P : Infark Miocard
Q : Nyeri tumpul seperti ditekan
R : Di sekitar dada, dan menjalar ke leher
S : 4/10
T : Hilang timbul, bertambah berat apabila beraktifitas
 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluhkan sesak nafas sejak 6 hari. Keluhan dirasakan hilang timbul yang
kemudian bertambah berat jika beraktifitas. Pasien juga mengeluhkan nyeri dada
disertai keringat dingin. Oleh keluarga pasien dibawa ke puskesmas dan dirujuk ke RS
At Tin Husada. Pasien dirawat selama 6 hari. Selama dirawat keluhan tidak juga
berkurang dan bertambah berat, oleh dokter pasien dirujuk ke IGD RSUD dr. Moewardi
pada tanggal 3 Maret 2018 pukul 03.45 WIB. Di IGD pasien mendapat terapi aspilet 80
mg, ISDN 5 mg, furosemide 20 mg. Kemudian pasien dipindah ke ICVCU pukul 04.25
WIB.

FORM ASKEP EMERGENCY NON-TRAUMA 24


 Riwayat penyakit dahulu
Keluarga mengatakan pasien mempunyai riwayat penyakit hipertensi, kolesterol, dan
ginjal. Pasien terakhir rawat inap 7 bulan yang lalu karena penyakit jantung. Pasien tidak
rutin kontrol. Tidak ada penyakit serupa dimiliki oleh keluarga. Tidak memiliki penyakit
menular.

III. Data Obyektif


 Airway
- Tidak ada obstruksi jalan nafas, pasien dapat bernafas spontan, tidak terdapat
sumbatan pada jalan nafas, tidak ada injury pada mulut, hidung, dan
tenggorokan
 Breathing
- Respirasi : 28x/menit, menggunakan otot bantu pernafasan, adanya retraksi
dinding dada, napas cepat dan dangkal, pasien bernafas spontan support O2 3
lpm dengan nasal canul
 Circulation
- TD : 130/80 mmHg, N : 105 x/menit, CRT <2 detik, akral hangat pada
ekstremitas atas dan bawah, konjungtiva tidak anemis, sclera ikterik
 Disability
- Tingkat kesadaran compos mentis, GCS 456. Keadaan Umum Lemah
 Exposure
- Tidak terdapat luka pada eksrenitas atas maupun bawah, terpasang infus RL 20
cc/jam pada tangan kiri
 Full Vital Sign
- TD : 130/80 mmHg
- Nadi : 105 x/menit
- RR : 28 x/menit
- Suhu : 37 oC
- SpO2 : 97%
 Five Intervention
- Terpasang monitor jantung
- Tidak dipasang NGT/OGT
- Dipasang kateter urin
- Pemeriksaan DL (3 Maret 2018)
o Hb 11.1 gr/dL (12,0 – 15,6)
o Hematokrit 32 % (33 – 45 )
o Leukosit 6,9 x 103 U/L (4,5 – 11)
o Trombosit 192 x 103 U/L (150 – 450)
o Eritrosit 3,48 x 106 U/L (4,10 – 5,10)
o MCV 92,4 /um (80,0 – 96,0)

FORM ASKEP EMERGENCY NON-TRAUMA 25


o MCH 31,9 pg (28,00 – 33,00)
o MCHC 34,5 g/dl (33,0 – 36,0)
o RDW 11,4 % (11,6 – 14,6)
o MPV 8,9 fl (7,2 – 11,1)
o PDW 16 % (25 – 65)
o Eosinofil 0,20 % (0,00 – 4,00)
o Basofil 0,10 % (0,00 – 2,00)
o Neutrofil 90,60 % (55,00 – 80,00)
o Limfosit 4,30 % (22,00 – 44,00)
o Monosit 4,80 % (0,00 – 7,00)
o CKMB 79,45 (< 2,9)
- Pemeriksaan oxymetri : SpO2 :98%
 Family Presence
- Pasien ditemani keluarga selama klien berada di IGD
 Give Comfort measures –
- Pasien menunjukkan kenyamanan setelah diberikan terapi O2 3 lpm

 Head to Toe
 Keadaan Umum
- Kesadaran compos mentis, GCS 456, TD : 130/80 mmHg, Nadi : 105 x/menit,
RR : 28 x/menit, Suhu : 37 oC, SpO2 : 98%
 Kepala dan Wajah
- Kepala
Kepala simetris, tidak ada luka/ perdarahan/ benjolan, tidak ada nyeri tekan
- Mata
Mata simetris, konjungtiva anemis, pupil isokor
- Telinga
Kedua daun telinga simetris, bersih, tidak ada penumpukan serumen
- Hidung
Hidung simetris, bersih, tidak ada secret, tidak ada poli, tidak ada nyeri
tekan
- Mulut
Tidak ada stomatitis
- Leher
Tidak ada jejas, tidak ada pembesaran kelenjar thyroid
 Dada
o Jantung
- Inspeksi : ictus cordis tidak tampak, terdapat retraksi dinding dada
- Perkusi : suara pekak pada ;
Kanan atas : ICS II parasternal dextra,
Kanan bawah : ICS IV parasternal dextra
Kiri atas : ICS II parasternal sinistra
Kiri bawah : ICS VI axila anterior sinistra

FORM ASKEP EMERGENCY NON-TRAUMA 26


- Palpasi : tidak ada nyeri tekan
- Auskultasi : S1, S2 reguler

o Paru :
- Inspeksi : bentuk simetris, gerakan dinding dada antara kanan dan kiri
simetris, ada retraksi dinding dada
- Palpasi : fremitus vokal kanan dan kiri sama, tidak ada nyeri tekan
- Perkusi : sonor
- Auskultasi : Rh (-), Wh (+)

 Perut dan Pinggang

- Inspeksi : abdomen simetris, tidak terdapat kelainan. Tidak ada lesi


- Auskultasi : bising usus 12x/menit
- Palpasi : tidak ada kaku otot. Tidak terdapat nyeri tekan
- Perkusi : timpani

 Pelvis dan Perineum


- Genitalia terpasang DC cateter
 Ekstremitas
- Dapat bergerak aktif, terpasang infus RL 20cc/jam pada tangan kiri
IV. Pemeriksaan Penunjang
 ECG
(pada jurnal tidak diberikan gambaran EKG, hanya diberikan interpretasi saja)
Hasil pemeriksaan EKG pada 3 Maret 2018
- Sinus rhytm
- HR : 92 bpm
- Normo axis
- Poor R wave V1 – V3
- ST depresi I aVL
- T inverted V1
 Ro Toraks : Tidak dilakukan pemeriksaan Rontgen
 BGA : Tidak dilakukan pemeriksaan BGA
 CT Scan : Tidak dilakukan pemeriksaan CT-Scan
 USG : Tidak dilakukan pemeriksaan USG

FORM ASKEP EMERGENCY NON-TRAUMA 27


V. Therapi :
- Aspilet 80 mg/24 jam
- CPG 75 mg/24 jam
- Bisoprolol 2.5 mg/24 jam
- Atorvastatin 40 mg/24 jam
- ISDN 5 mg/8 jam
- Captopril 12.5 mg/8 jam
- Furosemid 2x40 mg
- Infus RL 20 cc/jam
- O2 NC 3 lpm

VI. Tindakan Resusitasi


N
Tgl/Jam Tindakan Resusitasi Keterangan
o
- TD : 130/80 mmHg
- Nadi : 105 x/menit
3/3/2018 Mengobservasi tanda-tanda vital,
1. - RR : 28 x/menit
16.00 SpO2, frekuensi jantung
- Suhu : 37 oC
- SpO2 : 97%
- Napas cepat dan dangkal
- Pasien bernafas spontan
3/3/2018 Mengauskultasi suara napas dan support O2 3 lpm dengan
2.
16.15 mencatat adanya bunyi napas nasal canul
- Wheezing (+)
- Rhonki (-)
3/3/2018 Mengatur posisi semifowler
3. Pasien terlihat lebih nyaman
17.00
3/3/2018 Mengajarkan pasien napas diafragma
4. Nafas pasien sedikit terbantu
17.15
3/3/2018 Berkolaborasi dalam pemberian
5. Nafas pasien terbantu
17.30 oksigen NC 3 lpm
3/3/2018
6. Memasang infus RL RL 500cc dalam 24 jam
17.35

FORM ASKEP EMERGENCY NON-TRAUMA 28


VII. Analisa Data
N Tanda Etiologi Problem
o
1 DS : Faktor Resiko Ketidakefektifan Pola
- Ny. A mengatakan sesak ↓ Nafas
Aterosklerosis
nafas ↓
Ruptur, oklusi menyebabkan
pembentukan thrombus
DO : ↓
- RR : 28x/menit dengan O2 Obstruksi pembuluh darah

NC 3 lpm Suplai oksigen ke jantung tidak adekuat
- SpO2 : 98% ↓
Iskemia
- Keadaan Umum Lemah

- GCS 456 HF
- Retraksi dinding dada (+) ↓
Mekanisme kompensasi jantung (↑Nadi,
- Otot bantu pernafasan (+) ↑RR)
- Wheezing (+) ↓
Pembesaran ventrikel hipertropi &
- Rhonki (-) cardiomegaly

Gangguan ekspansi paru

Sesak

Ketidakefektifan Pola Nafas

2. DS : Faktor Resiko (Hipertensi, Kolesterol, Penurunan curah


- Nyeri pada dada sejak 6 hari dan Penyakit Ginjal) jantung
yang lalu ↓
P : Infark Miocard Aterosklerosis

Q : Nyeri tumpul seperti ↓


Akumulasi/penimbunan atheroma/plak
ditekan
intima arteri
R : Di sekitar dada, dan

menjalar ke leher Ruptur plak
S : 4/6 ↓
T : Hilang timbul, Aktifasi faktor dan pembekuan platelet
bertambah berat apabila ↓
Terjadi adhesi dan agregasi
beraktifitas
pembentukan thrombus
- Memiliki riwayat penyakit

FORM ASKEP EMERGENCY NON-TRAUMA 29


hipertensi, kolesterol, dan ↓
ginjal Penurunan aliran darah koroner

Iskemia koroner
DO :

- Keadaan umum pasien lemah NSTEMI
- GCS 456 ↓
- TD : 130/80 mmHg Gangguan hantaran listrik jantung

- Nadi : 105 x/menit (perubahan pada EKG)

- RR : 28 x/menit ↓
Kontraktilitas jantung menurun
- Suhu : 37 oC
(kemampuan jantung dalam memompa
- SpO2 : 97% darah menurun)
- Diagnosa Medis : NSTEMI ↓
Hasil pemeriksaan EKG Volume darah yang dipompa menurun

pada 3 Maret 2018 ↓


Ketidakseimbangan kebutuhan suplai
- Sinus rhytm oksigen
- HR : 92 bpm ↓
Jantung mengkompensasi (↑Nadi, ↑RR)
- Normo axis

- Poor R wave V1 – V3 Jantung kelelahan dalam
- ST depresi I aVL mengkompensasi
- T inverted V1 ↓
Penurunan curah jantung

VIII. Prioritas Dx Keperawatan


N Prioritas Diagnosa Keperawatan
o
1 Ketidakefektifan Pola Nafas b.d Hiperventilasi d.d peningkatan RR, dispneu

2 Penurunan curah jantung b.d perubahan volume sekuncup d.d adanya peningkatan nadi,
perubahan TD dan dispneu

FORM ASKEP EMERGENCY NON-TRAUMA 30


IX. Intervensi Keperawatan
Dx Tgl/ Tujuan Intervensi Keperawatan & Ttd
Kep Jam Rasionalisasi
1 3/3/2018 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x1 jam, NIC : Terapi Oksigen
gangguan pola nafas berkurang 1. Pertahankan kepatenan jalan nafas
2. Siapkan peralatan oksigen dan berikan
NOC : Status Pernafasan melalui sistem humidifier
Indikator 1 2 3 4 5 3. Posisikan pasien untuk meringankan
Frekuensi Pernafasan sesak nafas
Irama Pernafasan
Saturasi Oksigen 4. Berikan oksigen tambahan sesuai yang
Kepatenan Jalan Nafas diperintahkan
Dispnea saat istirahat
5. Monitor aliran oksigen

Keterangan 6. Monitor efektifitas terapi oksigen (SpO2,

1. Deviasi berat dari kisaran normal RR)

2. Deviasi cukup berat dari normal NIC : Monitro pernafasan

3. Deviasi sedang dari normal 1. Monitor kecepatan, irama, kedalaman

4. Deviasi ringan dari normal dan kesulitan bernafas

5. Tidak ada deviasi 2. Catat pergerakan dada, kesimetrisan


dan retraksi
3. Pasang sensor pemantauan oksigen
4. Monitor peningkatan kelelahan,
kecemasan, dan kekurangan udara
pada pasien

2
3/3/2018 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x1 jam, NIC : Perawatan Jantung

FORM ASKEP EMERGENCY NON-TRAUMA 31


diharapkan curah jantung meningkat 1. Monitor intake, output dan balance
2. Berkolaborasi dengan tim medis dalam
NOC : Keefektifan Pompa Jantung pemberian Furosemid 2x40 mg dan
Indikator 1 2 3 4 5 ISDN 5 mg/8 jam
TD sistole
TD diastole 3. Monior EKG 4 jam kemudian
Denyut jantung apikal 4. Berkolaborasi dengan tim medis
Edema perifer
Dispneu saat istirahat pemberian CPG 1x75 mg
Dispneu saat aktifitas 5. Lakukan penilaian secara komprehensif
pada sirkulasi perifer (nadi, edema,
Keterangan
suhu)
1. Deviasi berat dari kisaran normal
6. Monitor tanda-tanda vital secara rutin
2. Deviasi cukup berat dari normal
7. KIE pasien dan keluarga terkait proses
3. Deviasi sedang dari normal
penyakit dan batasan cairan
4. Deviasi ringan dari normal
5. Tidak ada deviasi

X. Implementasi
Dx Tgl/ Respon Klien
Implementasi Ttd
Kep Jam
1&2 3/3/2018 Menganamnesa pasien GCS 456, TD : 130/80 mmHg, Nadi : 105 x/menit, RR :

FORM ASKEP EMERGENCY NON-TRAUMA 32


28 x/menit, Suhu : 37 oC, SpO2 : 97%, Keadaan umum
lemah
1 3/3/2018 Memasang O2 NC 3 lpm O2 NC 3 lpm (+) RR : 25x/menit, retraksi dada berkurang
2 3/3/2018 Memasang IVFD RL 20cc/jam IVFD RL 20 cc/jam (+)
2 3/3/2018 Memberikan terapi injeksi furosemide 2x40 mg, furosemide 2x40 mg (+), captopril 12.5 mg (+), ISDN 5mg/8
captopril 12.5 mg, ISDN 5mg/8 jam, CPG jam (+), CPG 75mg/24jam (+)
75mg/24jam
2 3/3/2018 Melakukan pemeriksaan EKG - Sinus rhytm
- HR : 92 bpm
- Normo axis
- Poor R wave V1 – V3
- ST depresi I aVL
- T inverted V1
2 3/3/2018 Mengambil darah vena untuk cek DL CKMB : 79,45. (selain CKMB dalam batas normal
1&2 3/3/2018 Monitoring keluhan dan TTV Pasien masih sedikit sesak dan nyeri dada sedikit berkurang
3/10
2 3/3/2018 Memindahkan pasien ke ICVCU

FORM ASKEP EMERGENCY NON-TRAUMA 33


XI. Lembar Observasi (Khusus Px P1)
NO. TGL JAM TD NADI RR S GCS SaO INPUT OUUTPUT KET
2 CAIRAN URIN
-

XII. Evaluasi Akhir


Dx Tgl/
Evaluasi Ttd
Kep Jam
1 3/3/2018 S:
09.00 Pasien mengatakan sesak sedikit berkurang dengan oksigen NC 3
lpm

O:
- Keadaan umum lemah
- GCS 456 compos mentis
- RR : 25x/menit dengan O2 NC 3 lpm
- SpO2 : 97%
- Retraksi dinding dada (+) tapi sudah berkurang
- Otot bantu pernafasan (+)
- Wheezing (+)
- Rhonki (-)

No Indikator Awal Target Akhir


1 Frekuensi Pernafasan 3 4 4

2 Irama Pernafasan 3 4 4

3 Saturasi Oksigen 5 5 5

4 Kepatenan Jalan Nafas 4 5 4

5 Dispnea saat istirahat 3 4 3

A: Masalah teratasi sebagian

P: Intervensi dilanjutkan untuk 1.5, 1.6, 2.1, 2.2, 2.4

2 3/3/2018 S:
09.00 Pasien mengatakan nyeri dada masih terasa

FORM ASKEP EMERGENCY NON-TRAUMA 34


O:
- Keadaan umum pasien lemah
- GCS 456
- TD : 120/80 mmHg
- Nadi : 103 x/menit
- RR : 25 x/menit
- Suhu : 37 oC
- SpO2 : 97%
- Diagnosa Medis : NSTEMI
- Belum ada hasil pemeriksaan EKG kedua

No Indikator Awal Target Akhir


1 TD sistole 3 4 5

2 TD diastole 4 5 4

3 Denyut jantung apikal 4 5 4

4 Edema perifer 5 5 5

5 Dispneu saat istirahat 3 4 4

6 Dispneu saat aktifitas 3 4 3

A: Masalah teratasi sebagian

P: Lanjutkan intervensi 1-6

XIII. Discharge Planing


Format Discharge Planning (Pulang/Pindah Ruangan)
S  Pasien mengatakan sesaknya sudah berkurang

FORM ASKEP EMERGENCY NON-TRAUMA 35


 Pasien mengatakan nyeri dada sudah berkurang
 Keadaan umum pasien masih lemah
 GCS : 456
 RR: 25x/menit,
 Nadi : 103x/menit
 TD :120/80 mmHg
O  Suhu: 37°C
 Sa O2: 97%, CRT: <2”
 Wheezing berkurang
 Penggunaan otot bantu pernafasan berkurang
 Sianosis pada mukosa bibir berkurang
 Akral mulai hangat
A  Masalah sebagian teratasi

P Pasien pindah ke ruangan ICVCU untuk observasi dan perawatan lebih lanjut
Intervensi selanjutnya tetap diberikan oksigen tambahan dan kolaborasi dengan dokter
I
untuk pemberian obat-oabtan
E Intervensi di IGD dihentikan dan pasien dipindahkan ke ruang ICVCU

FORM ASKEP EMERGENCY NON-TRAUMA 36


Nama pasien Ny. A (P/L) masuk rumah sakit pada tanggal 3 Maret 2018 jam 3.45 WIB
dengan diagnosa medis NSTEMI telah diberikan tindakan di atas. Untuk itu perlu
perawatan lanjutan di Ruang ICVCU kunjungan rutin ke……………………….mulai
tanggal………………………..

Terapi obat yang diberikan.:


- Aspilet 80 mg/24 jam
- CPG 75 mg/24 jam
- Bisoprolol 2.5 mg/24 jam
- Atorvastatin 40 mg/24 jam
- ISDN 5 mg/8 jam
- Captopril 12.5 mg/8 jam
- Furosemid 2x40 mg
- Infus RL 20 cc/jam
- O2 NC 3 lpm

Anjuran :
 Lanjurkan Intervensi
 Pembatasan Cairan
 Observasi Dyspneu

Malang, ………………………….
ttd

( Fajar Irwansyah )

FORM ASKEP EMERGENCY NON-TRAUMA 37

Anda mungkin juga menyukai