Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH MORFOLOGI LANJUTAN

INFEKSI NOSOKOMIAL

OLEH KELOMPOK 2:

NAMA: 1. FENTI MELIDA MAIL

2. DEWI YULITA SAPUTRI MISSA

3. RISNA WATI BEHAR

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

KUPANG

2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami haturkan kembali kepada Tuhan Yang Maha Esa,
karena hanya atas berkat dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan
makalah ini tepat pada waktunya.

Makalah yang dibuat ini, bertujuan untuk pemenuhan tugas dari dosen
mata kuliah,serta sebagai sumber belajar tambahan bagi kami.

Kami juga mengucapkan limpah terikasih pada dosen mata kuliah yang
telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah wawasan kami.
Dimana makalah ini berjudul “INFEKSI NOSOKOMIAL” ucapan terimakasih
juga kepada semua teman-teman kelompok dan seperjuangan yang telah
berperan aktif dalam penyelesaian makalah ini.

Kami juga menyadari bahwa makalah yang kami buat ini jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritikan dan
saran yang bersifat membangun dari para pembaca untuk kesempurnaan
makalah ini.
DAFTAR ISI

Kata pengantar

Daftar isi

Bab I. pendahuluan

a. Latar belakang
b. Rumusan masalah
c. Tujuan

Bab II. Pembahsan

a. Pengertian infeksi nosokomial


b. Factor factor yang mempengaruhi terjadinya infeksi nosokomial
c. Penularan infeksi nosokomial
d. Pathogenesis dan patofisiologis
e. Siklus terjadinya infeksi nosokomial
f. Pengendalian infeksi nosokomial
g. Contoh infeksi nosokomial

Bab III. Penutup

a. Kesimpulan
b. Saran

Daftar pustaka
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kemampuan untuk mencegah transmisi infeksi di Rumah Sakit dan upaya pencegahan
infeksi adalah tingkatan pertama dalam pemberian pelayanan yang bermutu. Dalam
pemberian pelayanan yang bermutu, seorang petugas kesehatan harus memiliki kemampuan
untuk mencegah infeksi dimana hal ini memiliki keterkaitan yang tinggi dengan pekerjaan
karena mencakup setiap aspek penanganan pasien (Soeroso, 2007).

Kebutuhan untuk pengendalian infeksi nosokomial akan semakin meningkat terlebih


lagi dalam keadaan sosial ekonomi yang kurang menguntungkan seperti yang telah dihadapi
Indonesia saat ini. Indikasi rawat pasien akan semakin ketat, pasien akan datang dalam
keadaan yang semakin parah, sehingga perlu perawatan yang lebih lama yang juga berarti
pasien dapat memerlukan tindakan invasif yang lebih banyak. Secara keseluruhan berarti
daya tahan pasien lebih rendah dan pasien cenderung untuk mengalami berbagai tindakan
invasif yang akan memudahkan masuknya mikroorganisme penyebab infeksi nosokomial
(Soeroso, 2007) Saat ini, masalah infeksi nosokomial makin banyak mendapat perhatian
para ahli karena di samping dapat meningkatkan morbilitas maupun mortalitas, juga
menambah biaya perawatan dan obat-obatan, waktu dan tenaga yang pada akhirnya akan
membebani pemerintah/rumah sakit, personil rumah sakit maupun penderita dan
keluarganya. Hal ini jelas bertentangan dengan kebijaksanaan pembangunan bidang
kesehatan yang justru menekankan peningkatan efisiensi pelayanan kesehatan (Triatmodjo,
1993). 

Infeksi nosokomial adalah semua kasus infeksi yang terjadi sekurangkurangnya setelah
3 x 24 jam dirawat di rumah sakit atau pada waktu masuk tidak didapatkan tanda-tanda
klinik dari infeksi tersebut. Meskipun kultur tidak mendukung ke arah infeksi nosokomial,
tetap dicatat sebagai infeksi nosokomial (Kurniadi, 1993)

Jenis infeksi nosokomial yang sering dijumpai pada pasien bedah berturutturut adalah
infeksi saluran kemih, infeksi arena bedah, infeksi saluran napas bawah, bakteriemia dan
sepsis yang berkaitan dengan penggunaan alat intravaskuler. Upaya identifikasi dan
pengamatan pasien yang berisiko tinggi harus dilakukan sehingga kemudian dapat
dilakukan upaya pencegahan, diagnosis dan penanggulangannya (Sjamsuhidayat & De jong,
2004).

Infeksi nosokomial pada pasien bedah meningkatkan morbiditas dan mortalitas,


memperpanjang masa rawat, menyebabkan hilangnya waktu kerja, danmeningkatkan biaya
perawatan (Sjamsuhidayat & De jong, 2004).

Cara penularan melalui tenaga perawat ditempatkan sebagai penyebab yang paling
utama infeksi nosokomial. Penularan melalui tangan perawat dapat secara langsung karena
tangan yang kurang bersih atau secara tidak langsung melalui peralatan yang invasif.
Dengan tindakan mencuci tangan secara benar saja kejadian infeksi nosokomial dapat
mencapai 50% apalagi jika tidak mencuci tangan. Peralatan yang kurang steril, air yang
terkontaminasi kuman, cairan desinfektan yang mengandung kuman, sering meningkatkan
risiko infeksi nosokomial (Utje, 1993).

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa Pengertian infeksi nosokomial
2. Apa Factor factor yang mempengaruhi terjadinya infeksi nosokomial
3. Bagaimana Penularan infeksi nosokomial
4. Apa itu Pathogenesis dan patofisiologis
5. Bagaimana Siklus terjadinya infeksi nosokomial
6. Bagaimana Pengendalian infeksi nosokomial
7. Apa saja Contoh infeksi nosokomial

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui Pengertian infeksi nosokomial
2. Untuk mengetahui Factor factor yang mempengaruhi terjadinya infeksi
nosokomial
3. Untuk mengetahui Bagaimana Penularan infeksi nosokomial
4. Untuk mengetahui Apa itu Pathogenesis dan patofisiologis
5. Untuk mengetahui Bagaimana Siklus terjadinya infeksi nosokomial
6. Untuk mengetahui Bagaimana Pengendalian infeksi nosokomial
7. Untuk mengetahui Apa saja Contoh infeksi nosokomial
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN INFEKSI NOSOKOMIAL

Infeksi yang terjadi pada penderita penderita yang sedang dalam proses asuhan
keperawatan ini disebut infeksi nosokomial. Nosokomial berasal dari bahasa yunani, dari
kata nosos yang artianya penyakit dan komeo yang artinya merawat. Nosokomion berarti
tempat untuk merawat atau rumah sakit. Jadi, infeksi nosokomial dapat diartikan sebagai
infeksi yang diperoleh atau terjadi di rumah sakit.

Infeksi adalah peristiwa masuk dan penggandaan mikroorganisme di dalam tubuh


pejamu yang mampu menyebabkan sakit Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat
seseorang dalam waktu 3x24 jam sejak mereka masuk rumah sakit (Depkes RI, 2003).
Infeksi nosokomial diakibatkan oleh pemberian layanan kesehatan dalam fasilitas
perawatan kesehatan. Rumah sakit merupakan satu tempat yang paling mungkin mendapat
infeksi karena mengandung populasi mikroorganisme yang tinggi dengan jenis virulen yang
mungkin resisten terhadap antibiotic.

Infeksi nosokomial ini dapat berasal dari dalam tubuh penderita maupun luar tubuh.
Infeksi endogen disebabkan oleh mikroorganisme yang semula memang sudah ada didalam
tubuh dan berpindah ke tempat baru yang kita sebut dengan self infection atau auto
infection, sementara infeksi eksogen (cross infection) disebabkan oleh mikroorganisme
yang berasal dari rumah sakit dan dari satu pasien ke pasien lainnya (Soeparman, 2001).

Infeksi nosokomial adalah infeksi yang terdapat dalam sarana kesehatan. Sebetulnya
rumah sakit memang sumber penyakit. Di negara maju pun, infeksi yang didapat dalam
rumah sakit terjadi dengan angka yang cukup tinggi. Misalnya, di AS, ada 20.000 kematian
setiap tahun akibat infeksi nosokomial. Di seluruh dunia, 10 persen pasien rawat inap di
rumah sakit mengalami infeksi yang baru selama dirawat – 1,4 juta infeksi setiap tahun. Di
Indonesia, penelitian yang dilakukan di 11 rumah sakit di DKI Jakarta pada 2004
menunjukkan bahwa 9,8 persen pasien rawat inap mendapat infeksi yang baru selama
dirawat.

 Hal-hal yang berhubungan dengan infeksi nosokomial :      


o secara umum infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapatkan
penderita selama dirawat dirumah sakit.          
o Infeksi nosokomial sukar diatasi karena sebagai penyebabnya adalah
mikro organisme / bakteri yang sudah resisten terhadap anti biotika.      
o Bila terjadi infeksi nosokomial, makaakan terjadi penderitaan yang
berpanjangan serta pemborosan waktu serta pengeluaran biaya yang
bertambah tinggi kadangkadang kualitas hidup penderita akan menurun.
o Infeksi nosokomial disamping berbahaya bagi penderita, jugaberbahaya
bagi lingkungan baik selamadirawat dirumah sakit ataupun diluar rumah
sakit setelahberobat jalan. Dengan pengendalian infeksi nosokomial
akan menghembat biaya dan waktu yang terbuang.
 Kriteria infeksi nosokomial (Depkes RI, 2003), antara lain:
o Waktu mulai dirawat tidak didapat tanda-tanda klinik infeksi dan tidak
sedang dalam masa inkubasi infeksi tersebut.
o infeksi terjadi sekurang-kurangnya 3x24 jam (72 jam) sejak pasien
mulai dirawat.
o Infeksi terjadi pada pasien dengan masa perawatan yang lebih lama dari
waktu inkubasi infeksi tersebut.
o Infeksi terjadi pada neonatus yang diperoleh dari ibunya pada saat
persalinan atau selama dirawat di rumah sakit.
o Bila dirawat di rumah sakit sudah ada tanda-tanda infeksi dan terbukti
infeksi tersebut didapat penderita ketika dirawat di rumah sakit yang
sama pada waktu yang lalu, serta belum pernah dilaporkan sebagai
infeksi nosokomial.
B. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA INFEKSI
NOSOKOMIAL
Secara umum faktor yang mempengaruhi terjadinya nosokomial terdiri atas 2
bagian besar, yaitu :
1.Ffaktor endogen (umur, seks, penyakit penyerta, daya tahan tubuh dan
kondisikondisi lokal)
2. Faktor eksogen (lama penderita dirawat,kelompok yang merawat, alat medis, serta
lingkungan)
 Etiologi
Mikroorganisme penyebab infeksi nosokomial (WHO, 2002):
a. Conventional pathogens
Menyebabkan penyakit pada orang sehat, karena tidak adanya kekebalan
terhadap kuman tersebut: Staphylococcus aureus, streptococcus, salmonella,
shigella, virus influenza, virus hepatitis.
b. Conditional pathogens
Penyebab penyakit pada orang dengan penurunan daya tahan tubuh terhadap
kuman langsung masuk dalam jaringan tubuh yang tidak steril: pseudomonas,
proteus, klebsiella, serratia, dan enterobacter.
c. Opportunistic pathogens
Menyebabkan penyakit menyeluruh pada penderita dengan daya tahan tubuh
sangat menurun: mycobacteria, nocardia, pneumocytis.

d. agen infeksi

Pasien akan terpapar berbagai macam mikroorganisme selama ia rawat di


rumah sakit. Kontak antara pasien dan berbagai macam mikroorganisme ini
tidak selalu menimbulkan gejala klinis karena banyaknya faktor lain yang dapat
menyebabkan terjadinya infeksi nosokomial. Kemungkinan terjadinya infeksi
tergantung pada:

1)      karakteristik mikroorganisme,

2)      resistensi terhadap zat-zat antibiotika,

3)      tingkat virulensi,

4)      dan banyaknya materi infeksius. Semua mikroorganisme termasuk


bakteri, virus, jamur dan parasit dapat menyebabkan infeksi nosokomial. Infeksi
ini dapat disebabkan oleh mikroorganisme yang didapat dari orang lain (cross
infection) atau disebabkan oleh flora normal dari pasien itu sendiri (endogenous
infection). Kebanyakan infeksi yang terjadi di rumah sakit ini lebih disebabkan
karena faktor eksternal, yaitu penyakit yang penyebarannya melalui makanan
dan udara dan benda atau bahan-bahan yang tidak steril. Penyakit yang didapat
dari rumah sakit saat ini kebanyakan disebabkan oleh mikroorganisme yang
umumnya selalu ada pada manusia yang sebelumnya tidak atau jarang
menyebabkan penyakit pada orang normal.
e. Bakteri

 Bakteri dapat ditemukan sebagai flora normal dalam tubuh manusia yang sehat.
Keberadaan bakteri disini sangat penting dalam melindungi tubuh dari
datangnya bakteri patogen. Tetapi pada beberapa kasus dapat menyebabkan
infeksi jika manusia tersebut mempunyai toleransi yang rendah terhadap
mikroorganisme. Contohnya Escherichia coli paling banyak dijumpai sebagai
penyebab infeksi saluran kemih. Bakteri patogen lebih berbahaya dan
menyebabkan infeksi baik secara sporadik maupun endemik. Contohnya
 Anaerobik Gram-positif, Clostridium yang dapat menyebabkan gangrene
 Bakteri gram-positif: Staphylococcus aureus yang menjadi parasit di kulit dan
hidung dapat menyebabkan gangguan pada paru, pulang, jantung dan infeksi
pembuluh darah serta seringkali telah resisten terhadap antibiotika.
 Bakteri gram negatif: Enterobacteriacae, contohnya Escherichia coli, Proteus,
Klebsiella, Enterobacter. Pseudomonas sering sekali ditemukan di air dan
penampungan air yang menyebabkan infeksi di saluran pencernaan dan pasien
yang dirawat. Bakteri gram negatif ini bertanggung jawab sekitar setengah dari
semua infeksi di rumah sakit.
 Serratia marcescens, dapat menyebabkan infeksi serius pada luka bekas jahitan,
paru, dan peritoneum.

f. Virus

Banyak kemungkinan infeksi nosokomial disebabkan oleh berbagai macam


virus, termasuk virus hepatitis B dan C dengan media penularan dari transfusi,
dialisis, suntikan dan endoskopi. Respiratory syncytial virus (RSV), rotavirus,
dan enteroviruses yang ditularkan dari kontak tangan ke mulut atau melalui rute
faecaloral. Hepatitis dan HIV ditularkan melalui pemakaian jarum suntik, dan
transfusi darah. Rute penularan untuk virus sama seperti mikroorganisme
lainnya. Infeksi gastrointestinal, infeksi traktus respiratorius, penyakit kulit dan
dari darah. Virus lain yang sering menyebabkan infeksi nosokomial adalah
cytomegalovirus, Ebola, influenza virus, herpes simplex virus, dan varicella-
zoster virus, juga dapat ditularkan.

g. parasit dan jamur


Beberapa parasit seperti Giardia lamblia dapat menular dengan mudah ke
orang dewasa maupun anak-anak. Banyak jamur dan parasit dapat timbul selama
pemberian obat antibiotika bakteri dan obat immunosupresan, contohnya infeksi
dari Candida albicans, Aspergillus spp, Cryptococcus neoformans,
Cryptosporidium.

h. Faktor alat

Dari suatu penelitian klinis, infeksi nosokomial tertama disebabkan infeksi


dari kateter urin, infeksi jarum infus, infeksi saluran nafas, infeksi kulit, infeksi
dari luka operasi dan septikemia. Pemakaian infus dan kateter urin lama yang
tidak digantiganti. Diruang penyakit dalam, diperkirakan 20-25% pasien
memerlukan terapi infus. Komplikasi kanulasi intravena ini dapat berupa
gangguan mekanis, fisis dan kimiawi.

C. PENULARAN INFEKSI NOSOKOMIAL


Cara penularan infeksi nosokomial antara lain :
a. Penularan secara kontak
Penularan ini dapat terjadi baik secara kontak langsung, kontak tidak
langsung dan droplet. Kontak langsung terjadi bila sumber infeksi berhubungan
langsung dengan penjamu, misalnya person to person pada penularan infeksi
hepatitis A virus secara fekal oral. Kontak tidak langsung terjadi apabila penularan
membutuhkan objek perantara (biasanya benda mati). Hal ini terjadi karena benda
mati tersebut telah
terkontaminasi oleh sumber infeksi, misalnya kontaminasi peralatan medis oleh
mikroorganisme.
b. Penularan melalui common vehicle
Penularan ini melalui benda mati yang telah terkontaminasi oleh kuman dan
dapat menyebabkan penyakit pada lebih dari satu pejamu. Adapun jenis-jenis
common vehicle adalah darah/produk darah, cairan intra vena, obat-obatan, cairan
antiseptik, dan sebagainya.

c. Penularan melalui udara dan inhalasi


Penularan ini terjadi bila mikroorganisme mempunyai ukuran yang sangat
kecil sehingga dapat mengenai penjamu dalam jarak yang cukup jauh dan melalui
saluran pernafasan. Misalnya mikroorganisme yang terdapat dalam sel-sel kulit yang
terlepas akan membentuk debu yang dapat menyebar jauh (Staphylococcus) dan
tuberkulosis

d. Penularan dengan perantara vektor

Penularan ini dapat terjadi secara eksternal maupun internal. Disebut


penularan secara eksternal bila hanya terjadi pemindahan secara mekanis dari
mikroorganime yang menempel pada tubuh vektor, misalnya shigella dan salmonella
oleh lalat. Penularan secara internal bila mikroorganisme masuk kedalam tubuh
vektor dan dapat terjadi perubahan biologik, misalnya parasit malaria dalam nyamuk
atau tidak mengalami perubahan biologik, misalnya Yersenia pestis pada ginjal
(flea)

e. Penularan melalui makanan dan minuman

Penyebaran mikroba patogen dapat melalui makanan atau minuman yang


disajikan untuk penderita. Mikroba patogen dapat ikut menyertainya sehingga
menimbulkan gejala baik ringan maupun berat.

D. PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI


Infeksi oleh populasi kuman rumah sakit terhadap seseorang pasien yang
memang sudah lemah fisiknya tidaklah terhindarkan. Lingkungan rumah sakit harus
diusahakan agar sebersih mungkin dan sesteril mungkin. Hal tersebut tidak selalu
bisa sepenuhnya terlaksana, karenanya tak mungkin infeksi nosokomial ini bisa
diberantas secara total.
Setiap langkah yang tampaknya mungkin, harus dikerjakan untuk menekan
risiko terjadinya infeksi nosokomial. Yang paling penting adalah kembali kepada
kaidah sepsis dan antisepsis dan perbaikan sikap / perilaku personil rumah sakit.
Pada pasien dengan daya tahan yang kurang oleh karena penyakit kronik,
usia tua, dan penggunaan imunosupresan, mikroorganisme yang awalnya non-
patogen dan hidup simbiosis berdampingan secara damai dengan penjamu, akibat
daya tahan yang turun, dapat menimbulkan infeksi
oportunistik. Maka infeksi nosokomial bisa merupakan suatu infeksi oportunistik.
E. SIKLUS TERJADINYA INFEKSI NOSOKOMIAL
Mikroorganinisme dapat hidup di manapun dalam lingkungan kita. Pada
manusia dapat ditemukan pada kulit, saluran pernafasan bagian atas, usus, dan organ
genital. Disamping itu mikroorganisme juga dapat hidup pada hewan, tumbuhan,
tanah, air, dan udara. Beberapa mikroorganisme lebih patogen dari yang lain, atau
lebih mungkin menyebabkan penyakit. Ketika daya tahan manusia menurun,
misalnya pada pasien dengan HIV/AIDS (Depkes, 2007).
Semua manusia rentan terhadap infeksi bakteri dan sebagian besar jenis
virus. Jumlah (dosis) mikroorganisme yang diperlukan untuk menyebabkan infeksi
pada pejamu/host yang rentan bervariasi sesuai dengan lokasi. Risiko infeksi cukup
rendah ketika mikroorganisme kontak dengan kulit yang utuh dan setiap hari
manusia menyentuh benda di mana terdapat sejumlah mikroorganisme di
permukaannya. Risiko infeksi akan meningkat bila area kontak adalah membran
mukosa atau kulit yang tidak utuh. Risiko infeksi menjadi sangat meningkat ketika
mikroorganisme berkontak dengan area tubuh yang biasanya tidak steril, sehingga
masuknya sejumlah kecil mikroorganisme saja dapat menyebabkan sakit
(Depkes, 2007).
Agar bakteri, virus dan penyebab infeksi lain dapat bertahan hidup dan
menyebar, sejumlah faktor atau kondisi tertentu harus tersedia. Faktor- faktor
penting dalam penularan mikroorganisme yang dapat menyebabkan penyakit dari
orang ke orang dapat dilihat dalam gambar di bawah ini.
a. Reservoir Agen

Reservoir adalah tempat mikroorganisme patogen mampu bertahan hidup


tetapi dapat atau tidak dapat berkembang biak. Pseudomonas bertahan hidup dan
berkembang biak dalam reservoir nebuliser yang digunakan dalam perawatan pasien
dengan gangguan pernafasan. Resevoir yang paling umum adalah tubuh manusia.
Berbagai mikroorganisme hidup pada kulit dan rongga tubuh, cairan, dan keluaran.
Adanya mikroorganisme tidak selalu menyebabkan seseorang menjadi sakit. Carrier
(penular) adalah manusia atau binatang yang tidak menunjukan gejala penyakit
tetapi ada mikroorganisme patogen dalam tubuh mereka yang dapat ditularkan ke
orang lain. Misalnya, seseorang dapat menjadi carrier virus hepatitis B tanpa ada
tanda dan gejala infeksi. Binatang, makanan, air, insekta, dan benda mati dapat juga
menjadi reservoir bagi mikroorganisme infeksius. Untuk berkembang biak dengan
cepat, organisme memerlukan lingkungan yang sesuai, termasuk makanan, oksigen,
air, suhu yang tepat, pH, dan cahaya.

b. Portal keluar (Port of exit)

Setelah mikrooganisme menemukan tempat untuk tumbuh dan berkembang


biak, mereka harus menemukan jalan ke luar jika mereka masuk ke pejamu lain dan
menyebabkan penyakit. Pintu keluar masuk mikroorganisme dapat berupa saluran
pencernaan, pernafasan, kulit, kelamin, dan plasenta.

b. Cara penularan (Mode of transmision)


c. Cara penularan bisa langsung maupun tidak langsung.
Secara langsung misalnya; darah/cairan tubuh, dan hubungan
kelamin, dan secara tidak langsung melalui manusia, binatang, benda-
benda mati, dan udara.

d. Portal masuk (Port of entry)

Sebelum infeksi, mikroorganisme harus memasuki tubuh. Kulit


adalah bagian rentang terhadap infeksi dan adanya luka pada kulit
merupakan tempat masuk mikroorganisme. Mikroorganisme dapat masuk
melalui rute yang sama untuk keluarnya mikroorganisme

d. Kepekaan dari host (host susceptibility)


Seseorang terkena infeksi bergantung pada kerentanan terhadap agen
infeksius. Kerentanan tergantung pada derajat ketahanan individu
terhadap mikroorganisme patogen. Semakin virulen suatu
mikroorganisme semakin besar kemungkinan kerentanan seseorang.
Resistensi seseorang terhadap agen infeksius ditingkatkan dengan vaksin.

F. PENGENDALIAN INFEKSI NOSOKOMIAL

Pengendalian infeksi nosokomial bertujuan untuk menekan dan memindahkan


perkembangan infeksi pada penderita yang sedang dirawat di rumah sakit ataupun
mengurangi angka infeksi yang terjadi di rumah sakit. Sebagian infeksi nosokomial ini
dapat dicegah dengan strategi yang telah tersedia secara relatif murah, yaitu:

a. menaati praktik pencegahan infeksi yang dianjurkan, terutama kebersihan dan


kesehatan tangan serta pemakaian sarung tangan
b. memperhatikan dengan seksama proses yang telah terbukti bermanfaat untuk
dekontaminasi dan pencucian peralatan dan benda lain yang kotor, diikuti dengan
sterilisasi atau desinfektan tingkat tinggi
c. meningkatkan keamanan dalam ruang operasi dan area berisiko tinggi lainnya
sebagaiman kecelakaan perlukaan yang sangat serius dan paparan pada agen
penyebab infeksi sering terjadi.
d. Membatasi transmisi organisme dari atau antar pasien dengan cara mencuci
tangan dan penggunaan sarung tangan, tindakan septik dan aseptik, sterilisasi dan
disinfektan.

e. Mengontrol resiko penularan dari lingkungan.

f. Melindungi pasien dengan penggunaan antibiotika yang adekuat, nutrisi yang


cukup, dan vaksinasi.

g. Membatasi resiko infeksi endogen dengan meminimalkan prosedur invasi

h. Pengawasan infeksi, identifikasi penyakit dan mengontrol penyebarannya.

G. CONTOH INFEKSI NOSOKOMIAL

1.      Infeksi Luka Operasi (ILO)

Merupakan infeksi yang terjadi dalam kurun waktu 30 hari paska operasi jika tidak
menggunakan implan atau dalam kurun waktu 1 tahun jika terdapat implan dan
infeksi tersebut memang tampak berhubungan dengan operasi dan melibatkan suatu
bagian anotomi tertentu (contoh, organ atau ruang) pada tempat insisi yang dibuka
atau dimanipulasi pada saat operasi dengan setidaknya terdapat salah satu tanda :
1)  Keluar cairan purulen dari drain organ dalam

2) Didapat isolasi bakteri dari organ dalam

3) Ditemukan abses 

4) Dinyatakan infeksi oleh ahli bedah atau dokter.

5) Pencegahan ILO harus dilakukan, karena jika tidak, akan mengakibakan semakin
lamanya rawat inap, peningkatan biaya pengobatan, terdapat resiko kecacatan dan
kematian, dan dapat mengakibatkan tuntutan pasien. Pencegahan itu sendiri harus
dilakukan oleh pasien, dokter dan timnya, perawat kamar operasi, perawat ruangan,
dan oleh nosocomial infection control team.

2.      Infeksi Saluran Kencing (ISK )


Infeksi saluran kemih (ISK) adalah jenis infeksi yang sangat sering terjadi.
ISK dapat terjadi di saluran ginjal (ureter), kandung kemih (bladder), atau saluran
kencing bagian luar (uretra).

Bakteri utama penyebab ISK adalah bakteri Escherichia coli (E. coli) yang
banyak terdapat pada tinja manusia dan biasa hidup di kolon. Wanita lebih rentan
terkena ISK karena uretra wanita lebih pendek daripada uretra pria sehingga bakteri
ini lebih mudah menjangkaunya. Infeksi juga dapat dipicu oleh batu di saluran
kencing yang menahan koloni kuman. Sebaliknya, ISK kronis juga dapat
menimbulkan batu.

Mikroorganisme lain yang bernama Klamidia dan Mikoplasma juga dapat


menyebabkan ISK pada laki-laki maupun perempuan, tetapi cenderung hanya di
uretra dan sistem reproduksi. Berbeda dengan E coli, kedua bakteri itu dapat
ditularkan secara seksual sehingga penanganannya harus bersamaan pada suami dan
istri.

3. Bakterimia

Bakteremia adalah keadaan dimana terdapatnya bakteri yang mampu hidup


dalam aliran darah secara sementara, hilang timbul atau menetap. Bakteremia
merupakan infeksi sistemik yang berbahaya karena dapat berlanjut menjadi sepsis
yang angka kematiannya cukup tinggi. Faktor risiko terjadinya bakteremia pada
orang dewasa antara lain lama perawatan di rumah sakit, tingkat keparahan
penyakit, komorbiditas, tindakan invasif, terapi antibiotika yang tidak tepat, terapi
imunosupresan, dan penggunaan steroid. Gejala Bakteremia yang bersifat sementara
jarang menyebabkan gejala karena tubuh biasanya dapat membasmi sejumlah kecil
bakteri dengan segera.

4.      Infeksi Saluran Napas (ISN)

Infeksi saluran napas berdasarkan wilayah infeksinya terbagi menjadi infeksi


saluran napas atas dan infeksi saluran napas bawah. Infeksi saluran napas atas
meliputi rhinitis, sinusitis, faringitis, laringitis, epiglotitis, tonsilitis, otitis.
Sedangkan infeksi saluran napas bawah meliputi infeksi pada bronkhus, alveoli
seperti bronkhitis, bronkhiolitis, pneumonia. Keadaan rumah sakit yang tidak baik
dapat menimbulkan infeksi saluran napas atas maupun bawah. Infeksi saluran napas
atas bila tidak diatasi dengan baik dapat berkembang menyebabkan infeksi saluran
nafas bawah. Infeksi saluran nafas atas yang paling banyak terjadi serta perlunya
penanganan dengan baik karena dampak komplikasinya yang membahayakan adalah
otitis, sinusitis, dan faringitis.

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Infeksi nosokomial adalah infeksi yang timbul ketika pasien di rawat di
rumah sakit infeksi ini dapat menular dari satu pasien ke pasien lainya serta
petugas medis,selain itu alat kesehatan yang di gunakan biasanya sebagai media
transmisi dalam segi penularan sebab biasanya kurang sterilnya alat kesehatan
tersebut.Infeksi ini disebabkan dari mikroorganisme yang ada dalam tubuh
manusia dan juga bakteri dari lingkungan rumah sakit.oleh karna itu dengan
pencegahan dan pengendalian terhadap infeksi ini dengan berbagai cara mulai
sterilisasi alat kesehatan,pemusnahan mikroorganisme yang menjadi
penyebabnya serta sanitasi lingkungan.
B. SARAN
1. Sterilisasi alat kesehatan agar mengurangi dampak dari penularan infeksi
nosokomial.
2.      Melakukan sanitasi lingkungan sekitar dengan baik dan benar,
3.      Serta penanganan pasien infeksi sesuai dengan prosedur.
DAFTAR PUSTAKA
Darmadi, 2008. Infeksi nosokomial problematika dan pengendaliannya. Jakarta :
salemba medika
Nasution, L. 2012. Infeksi nosokomial. Medan : jurnal fakultas kedokteran
universitas Sumatra utara. Vol.39.no.1tahun 2012 : 36-41.
Salawati, Liza. 2012. Pengendalian infeksi nosokomial di ruang intensive care
unit rumah sakit. Banda Aceh: jurnal kedokteran Syiah kuala vol. 12 no. 1 april
2012

Anda mungkin juga menyukai