PHYLUM PLATYHELMINTHES
OLEH:
IKA AGUSTA BR KETAREN ACD 115 028
NANDA DESIMA SILALAHI ACD 115 073
MARIA NOVALINA SITINDAON ACD 115 035
2016
Materi tentang Phylum Platyhelminthes
Platyhelminthes merupakan kelompok hewan menyerupai cacing yang dikenal dengan
vermes. Platyhelminthes berasal dari bahasa Yunani, yaitu platy yang berarti pipih, dan hermins
yang berarti cacing. Sesuai dengan namanya, anggota kelompok cacing ini memiliki tubuh pipih
dorsoventral. Hewan ini diantaranya ada yang hidup bebas, baik di air tawar maupun di air laut,
dan juga sebagai parasit sebagai endoparasit. Platyhelminthes yang hidup parasit diketahui pada
kelas Trematoda dan Cestoda. Hewan ini pathogen, baik pada manusia maupun hewan rendah.
Hewan yang hidup bebas dapat ditemukan di badan perairan kolam ataupun air yang mengalir,
baik di air tawar.
Platyhelminthes disebut juga cacing pipih (platy berarti pipih dan helminthes berarti
cacing)
a. Ciri-Ciri Platyhelminthes
Diketahui terdapat tiga kelas yang termasuk kedalam Phylum Platyhelminthes yaitu:
1. Turbellaria
2. Trematoda
3. Cestoda
Turbellaria pada umumnya hidup bebas baik di air tawar maupun laut. Bebrapa ada yang
hidup di dalam tanah dan beberapa spesies juga ada yang bersifat parasit.
Lapisan paling luar disebut ekodermal. Pada perkembangan selanjutnya, ectoderm akan
membentuk epidermis dan kutikula. Epidermis lunak dan bersilia serta berfungsi untuk
membantu alat gerak. Seringkali epidermis tertutup kutikula dan sebagian lagi dilengkapi dengan
alat yang dapt dipakai untuk melekatkan diri pada inang. Adapula yang berupa alat kait dari
kitin. Lapisan mesoderm, lapisan ini berada dibawah lapisan ectoderm. Pada perkembangan
selanjutnya mesoderm akan membentuk alat reproduksi , jaringan otot, dan jaringan ikat.
Endoderm, lapisan paling terdalam, merupakan bakal gastrodemis atau gastrovaskuler sebagai
saluran pencernaan makanan.
Saluran pencernaan pada Planaria sp tidak sempurna, yaitu berupa rongga gastrovaskuler
yang terletak ditengah tubuh berperan sebagai usus. Tetapi ada juga Platyhelminthes yang tidak
memiliki saluran pencernaan. Sitem ekskresinya bersifat sederhana dan terutama berfungsi untuk
memeliharan keseimbangan osmosis antara hewan dengan lingkungan nya. Sistem ini tersusun
dari sel sel bersilia, yaitu sel api atau sel sel bulu getar (selenosit). System syaraf pada planaria
sp berfungsi dari dua ganglia otak yang dilengkapi dengan syaraf-syaraf tepi hingga membentuk
saraf tali tiga. System reproduksi pada umumnya hewan ini bersifat hermafrodit. Pada satu tubuh
terdapat alat kelamin jantan dan alat kelamin betina, namun jarang terjadi pembuahan sendiri.
Reproduksi terjadi secara generative dan vegetatif. Reproduksi secara generatif dengan
perkawinan silang dan berlangsung fertilisasi internal. Reproduksi secara variatif dengan cara
regenerasi, yaitu individu baru berasal dari bagian tubuh induknya.
Salah satu contoh Turbellaria adalah Planaria sp. Cacing ini bersifat karnivor dan dapat
ditemukan di perairan, genangan air, kolam, atau sungai. Biasanya cacing ini menempel di
batuan atau didaun yang tergenang air. Bila kita ingin mengambil cacing ini, kita dapat
memeberikan umpan berupa potongan daging ke perairan yang diduga terdapat cacing itu, bila
ditempat itu ada planaria maka cacing tersebut akan menempelpada umpan. Panjang tubuhnya
sekitar 5-25 mm. cacing ini bergerak dengan menggunakan silis yang terdapat pada epidermis
atas. Gerakannya lentur disepanjang lender yang di sekresikannya. Beberapa Turbellaria
melakukan pergerakan berombak untuk berenang di air.
memiliki struktur tubuh yang bersilia. Silia ini berfungsi sebagai alat gerak. Selain
menggunakan silia, hewan dari kelas ini bergerak menggunakan otot tubuhnya yang
menyerupai gelombang.
memiliki stigma/oseli (bintik mata), yaitu indera yang peka terhadap rangsang cahaya
dan aurikula (telinga) sebagai indera peraba.
tidak memiliki sucker (alat penghisap / pelekat).
Sistem syaraf berupa ganglia.
sistem pencernakan masih sederhana (mulut, faring, usus), mulut di bagian ventral.
sistem ekskresi berupa sel – sel api (aster/flame sel ).
sistem reproduksi secara vegetatif dengan amphigoni dan Memiliki daya regenerasi yang
tinggi (apabila tubuhnya terpotong, setiap potongan dapat tumbuh menjadi individu
baru), dan secara generatif dengan perkawinan (bersifat hermaprodit).
hidup bebas di air tawar dan di tempat yang lembab.
Contoh :
Dugesia trigina, Planaria sp (hidup di air tawar yang tidak berpolusi). Cacing ini dapat
digunakan sebagai indikator biologis kemurnian air. Apabila dalam suatu perairan banyak
terdapat cacing ini, berarti air tersebut belum tercemar karena cacing ini hanya dapat
hidup di air yang jernih, sehingga apabila air tersebut tercemar maka cacing ini akan
mati.
Biphalium sp , hidup di tempat lembab (di bawah lumut)
melalui cabang-cabang usus, sedangkan sisa makanan yang tidak dicerna dikeluarkan
melalui mulut.
2. System ekskresi
3. System syaraf
System syaraf terdiri dari dua ganglia yang terdapat dibagian kepala. Dari masing-
masing ganglia ini terdapat seberkas syaraf yang memanjang kea rah posterior pada
bagian tepi/lateral tubuh. Setiap berkas syaraf bercabang-cabang secara horizontal
menghubungkan kedua berkas syaraf lateral hingga membentuk system syaraf tangga
tali. Ganglia ini dapat dianggap sebagai otak hewan tersebut. Syaraf lateral
bercabang-cabang kea rah luar dari tali syaraf ke otot-otot tubuh. Cabang-cabang
syaraf ini sebagai tepi. Kedua tali syaraf tersebut bertemu diujung depan dan ujung
belakang. Pada bagian ujung anterior tubuh terdapat alat yang peka terhadap rangsang
cahaya, yakni sepasang bintik mata.
4. System reproduksi
Terjadi secara seksual dan aseksual, tergantung panjang hari dan temperature.
Reproduksi seksual terjadi pada siang pendek dan udara dingin. Reproduksi aseksual
terjadi pada siang panjang dan udara hangat. Seksual terjadi melalui perkawinan
silang. Pada perkawinan silang dua planaria melekatkan diri pada ventral sehingga
lubang kelamin berhadapan dan bersinggungan; terjadilah fertilisasi internal. Secara
aseksual dengan regenerasi, yaitu diawali dengan badan yang bertambah panjang dan
tubuh dekat faring sedikit demi sedikit menyempit dan skhirnya terputus. Bagian
yang terputus akan melengkapi diri; masing-masing akan menjadi tubuh yang baru
dan lengkap.
B. KELAS TREMATODA
Semua anggota cacing ini bersifat parasit pada manusia atau hewan. Beberapa jenis
cacing ini merugikan dibidang peternakan karena hewan ternak yang mengandung cacing ini
menjadi tidak layak untuk dikonsumsi manusia. Kelas Trematoda adalah bagian dari
Platyhelmintes (cacing pipih) yang memiliki alat hisap yang dilengkapi kait yang berfungsi
melekatkan diri pada inangnya karena golongan ini hidup secara parasit pada manusia dan
hewan. Trematoda (cacing isap) hidup sebagai parasit (ektoparasit atau endoparasit) pada hewan
dan manusia Disebut cacing isap karena memiliki dua alat pengisap di bagian ventral tubuhnya
yang dilengkapi dengan alat pelekat. Makanannya berupa jaringan atau cairan tubuh hewan.
Trematoda memiliki alat indra berupa bintik mata yang terletak di bagian punggung pada tahap
larva dan agak di bagian depan pada tahap dewasa. Alat-alat pencencernaan terdiri atas mulut,
faring berotot, esofagus yang pendek dan usus pendek yang bercabang dua. Alat ekskresi berupa
sel api. Sistem saraf berupa sistem saraf tangga tali yang tersusun atas ganglia rangkap dekat
esofagus, dua saraf dorsal (punggung), dan macam-macam serabut saraf.
Contoh :
Fasciola hepatica, habitat pada hati hewan ternak (kambing, kerbau, dan sebagainya).
bentuk pipih seperti daun, memiliki 2 alat isap, sifat kelamin hermaprodit, dan tidak
bersegmen. Siklus Hidup-nya :cacing dewasa —> telur —> stadium mirasidium (larva
1) —> sporocyste —> redia (larva 2) —> sercaria (larva 3) —> metasercaria —>
cyste —> cacing dewasa. Cacing dewasa dan telur berkembang dalam tubuh sel inang.
larva 1 – larva 3 berkembang dalam tubuh hospes siput air ( Lymnea sp ) dan ikan,
metasercaria dan cyste hidup di alam bebas.
b. Daur Hidup
Sporokis tidak besilia, kemudian tumbuh dan akhirnya pecah menghasilkan larva
kedua yang disebut redia. Redia masuk ke jaringan siput dan berkembang menghasilkan lava
ketiga yang disebut cercaria. Cercaria memiliki bentuk seperti bludru dan dapat berwenang
bebas. Kemudian cercaria meninggalkan tubuh siput dan membentuk kista bila menemukan
rumput atau tumbuhan air. Bila kista ini termakan oleh hewan maka dalam saluran
pencernaan, Krista diganti dengan kista akan pecah dan keluarlah larva keempat yang disebut
metacercaria. Metacercaria menembus dinding usus dan bersama aliran darah sampai ke hati
hewan di dalam hati hewan, larva ini tumbuh ini menjadi cacing dewasa dan siklus pun
berulang lagi.
C. KELAS CESTODA
Cestoda sering dikenal sebagai cacing pita. Tubuh cacing pita beruas-ruas dan tidak
bersilia, tetapi permukaan tubuhnya dilapisi kutikula. Tubuh Cestoda terdiri atas kepala,
disebut skoleks, dan segmen-segmen atau ruas-ruas tubuh, disebut proglotid. Segmen tubuh
itu terus-menerus dibentuk terutama di bagian leher. Pada skoleks terdapat empat alat
pengisap disebut rostelum dengan kait yang tersusun atas bahan kitin. Cestoda hidup sebagai
parasit di saluran pencernaan manusia, karena tidak memiliki mulut dan saluran pencernaan.
Makanan diambil dari inang dengan cara diserap melalui seluruh permukaan tubuhnya.
Dalam siklus hidupnya, Cestoda menga- lami metagenesis.. Larva Cestoda disebut heksakan
atau onkosfer Cacing dewasa ditemukan dalam rongga usus Vertebrata, sedangkan larvanya
ditemukan di antara sel-sel dalam jaringan. Reproduksi terjadi secara seksual Fertilisasi
terjadi dalam satu proglotid. Proses fertilisasi diawali dengan bersatunyi sel-sel garnet dari
dua proglotid berlainan yang akan menjadi ootid. Setelah matang. sel telur dalam proglotid
akan dilepaskam bersama feses dan berkembang menjadii larva onkosfer. Larva yang
termakan oleh babi atau sapi tidak akan tercerna dan akan menembus dinding usus, kemudian
masui dalam pembuluh darah dan getah bemng serta menetap di otot sebagai sistae yang
akan membesar menjadi sistiserkus.
Kelas Cestoda (cacing pita) adalah bagian Platyhelmintes (cacing pipih) yang
memiliki kulit yang dilapisi dengan kitin sehingga tidak tercemar oleh enzim di usus inang.
Cacing pipih hidup parasit pada hewan, contohnya adalah taenia solium dan T. Saginata.
Spesies ini memiliki skoleks yang berfungsi atau digunakan untuk menempel pada usus
inang. Reproduksi taenia adalah menggunakan telur yang telah dibuahi dan didalamnya
terkandung larva yang disebut dengan onkosfer.
Contoh :
Taenia solium, hidup pada usus manusia dan sebagai hospes adalah daging babi. Siklus
hidupnya : proglotid yang dewasa keluar lewat feces dan mengandung larva ankosfor,
dan menempel pada tanaman. Bila termakan oleh babi akan tumbuh menjadi heksakant.
Heksakant menembus dinding usus masuk ke aliran darah, kemudian ke dalam otot atau
jaringan lain pada babi menjadi sistiserkus. Bila sistiserkus dalam daging hewan ternak
babi termakan manusia akan menetas menjadi cacing dewasa dalam usus halus manusia.
Taenia saginata , parasit pada manusia dengan perantara daging sapi. siklus hidupnya
hampir sama dengan Taenia solium.
Taenia echinococcus , parasit pada usus manusia dengan perantara binatang buas
(anjing).
Diphylobothrium latum , parasit pada usus manusia dengan perantara hewan aquatik
(ikan).
Choanotaenia infundibulum, inang tetapnya adalah ayam dan inang perantaranya
adalah hewan arthropoda
Contoh cacing pita, antara lain Taenia saginata: inang tetapnya manusia, inang
perantaranya sapi; Taenia solium: inang tetapnya manusia, inang perantaranya babi;
Echinococcus granulosus: inang tetapnya manusia, inang perantaranya anjing;
Diphyllobothrium latum: parasit pada manusia. dengan perantara ikan air tawar.
a. Ciri-ciri Tubuh
Cacing yang termasuk ke dalam kelompok cestoda berbentuk pipih seperti pita,
tidak mempunyai saluran pencernaan, dan bersifat endoparasit dalam saluran pencernaan
vertebrata. Kelas cestoda memiliki tubuh yang pipih yang terdiri dari rangkaian segmen
yang masing-masing disebut proglotid. Roglotid-roglotid tersebut tersususn makin
membesar ke belakang. Bagian skoleks (kepala) dilenkapi alat penghisap berkait yang
diguakan untuk menempel pada tubuh ianang. Alat kait ini tersususn dari bahan kitin
yang disebut rostelum. Cacing ni tidak memiliki mulut dan saluran pencernaan, karena
makanan diserap langsung berupa sari makanan oleh permukaan tubuh. Bentuk tubuh
taenia solium pipih yang panjangnya bias lebih dari 3 meter. Skoleks nya memiliki empat
alat hisap yang dilengkapi dengan alat kait dari bahan kitin. Segmentasi cacing pita yang
terdiri dari roglotid-roglotid ini merupakan koloni dari individu-individu yang dihasilkan
melalui cara strobilsi (pembentukan kuncup). Roglotid gravid atau dewasa mengandung
alat reproduksi dan bersifat hermafrodit kemudian lepas bersama kotoran inang dan
roglotid tumbuh menjdi individu deawasa. Cestoda juga bersifat hermafrodit. System
syarafnya lebih sederhana daripada system saraf trematoda.
b. Daur hidup
Roglotid cacing pita dewasa didalam tubuh manusia, roglotid cacing pita dewasa
yang mengandung embrio melepaskan diri dari rangkaian roglotid serta keluar dari
usus inang bersama feses. Roglotid gravid atau dewasa ini tertelan oleh babi, maka
dalam usus babi, selubung telur dalam roglotid larut hingga keluar larva yang disebut
heksakan atau onkosfer karena memiliki enam kait kitin. Dengan menembus dinding
usus babi, heksakan ikut aliran darah dan sampai otot atau jaringan tubuh babi. Larva
ini kemudian tumbuh menjadi sistiserkus. Daging babi yang mengandung sistiserkus
termakan oleh manusia, maka sistiserkus akan tumbuh dan berkembang menjad
icacing pita dewasa dalam usus manusia. Kemudian daur hidup caing ini terulang
kembali.
Peranan Platyhelminthes
Hampir semua anggota Platyhelminthes merugikan (parasit), Caing Isap menyebabkan
penyakit, cacing pita yang sangat panjang dapat menyumbat usus dan menyerap sari-sari
makan yang cukup banyak.
Planaria sp dapat digunakan sebagai indikator perairan yang tidak tercemar oleh limbah.