Anda di halaman 1dari 5

2.

1 Bunga Kertas (Bougainvillea glabra)

2.1.1 Klasifikasi Bunga Kertas (Bougainvillea glabra)

Tanaman bunga kertas memiliki banyak jenis, salah satunya adalah Bougainvillea glabra.

Klasifikasi Bougainvillea glabra menurut Widyastuti (2018) adalah sebagai berikut:

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Caryophyllales

Famili : Nyctaginaceae

Genus : Bougainvillea

Spesies : Bougainvillea glabra

2.1.2 Morfologi Tanaman

Gambar 1. Tanaman Bunga Kertas (Bougainvillea glabra)

Tanaman bunga kertas memiliki bunga berwarna cerah yang dapat berkembang

sepanjang tahun. Tanaman ini dapat tumbuh pada ketinggian 1-1,400 meter di atas permukan
laut. Kondisi tanah untuk petumbuhannya secara optimal adalah di tanah gembur yang

mengandung pasir (Widyastuti, 2018).

Bunga kertas merupakan tanaman perdu tegak dengan tinggi sekitar 2-4 meter yang

memiliki sistem perakaran tunggang. Akar tunggangnya memiliki cabang-cabang atau akar-akar

kecil yang menyebar ke semua arah dengan kedalaman 40-80 cm. Akar yang berada di atas

permukaan tanah bisa terus tumbuh atau membentuk akar yang baru (Hasim, 1995).

Struktur batang bunga kertas berupa pohon kayu berpenampang bulat, bercabang dan

beranting banyak. Pada bagian batang atau rantingnya terdapat duri-duri berbentuk pengait.

Tanaman bunga kertas yang dibiarkan tumbuh secara alami dapat mencapai ketinggian 15 meter

(Rukmana, 1995).

Bunga kertas memiliki karakteristik yang menarik, dimana bagian bunganya dibedakan

atas dua macam, yaitu bunga asli dan bunga palsu atau bracea. Bunga aslinya berwarna putih,

berbentuk silindris, berukuran kecil dengan panjang sekitar 2 cm. Sedangkan bunga palsu

(brace) memiliki tangkai lebat yang menjuntai, berwarna putih, merah, jingga, atau kombinasi

warna. Bunga palsu ini sebenarnya adalah daun pelindung yang berfungsi sebagai perhiasan

bunga (Rukmana, 1995).

Bunga kertas memiliki buah buni yang hitam mengkilat dengan panjang satu sentimeter.

Buahnya memiliki dua biji atau karena kegagalan berbiji satu dan tidak memiliki lekukan (Van

Steenis, 1987).

2.1.3 Kandungan Kimia

Daun bunga kertas mengandung senyawa bioaktif alkaloid, flavonoid, fenol, saponin,

tanin, steroid, dan glikosida. Sedangkan pada bagian bunganya mengandung alkaloid, fenol,
flavonoid, saponin, tanin, dan terpenoid (Nugroho dkk., 2017). Tanaman bunga kertas juga

mengandung betanidin, isobetanidin, 6-0-beta-saphoroside, dan 6-0-rhamnosysophoroside

(Widyastuti, 2018).

2.1.4 Kegunaan Tanaman

Dalam dunia medis, ekstrak daun bunga kertas digunakan untuk meningkatkan

pemanfaatan insulin, meningkatkan sensitivitas reseptor insulin, merangsang pengangkutan

glukosa ke dalam otot dan mencegah diabetes dengan komplikasi seperti katarak dan

hiperlipidemia. Di Panama, infus daun bunga kertas digunakan sebagai obat tekanan darah

rendah. Bunga kertas dilaporkan memiliki berbagai khasiat obat seperti antiinflamasi, antipiretik,

analgesik, antibakteri, antidiare, dan sebagai antioksidan (Rao et al., 2015).

Bunga kertas juga memiliki efek farmakologis memperlancar sirkulasi peredaran darah.

Pemanfaatan bunga kertas sebagai obat antara lain untuk mengatasi biang keringat, mengobati

bisul, hepatitis, keputihan (Widyastuti, 2018).

2.2 Ekstraksi

Ekstraksi adalah pemisahan zat-zat yang terkandung di dalam tanaman berdasarkan

perbedaan distribusi zat terlarut antara dua pelarut atau lebih yang bercampur. Pada umumnya,

zat terlarut yang dipisahkan bersifat tidak larut atau sedikit larut dalam suatu pelarut tetapi

mudah larut dalam pelarut lain (Harborne, 1987).

Secara umum metode ekstraksi dibedakan berdasarkan ada tidaknya proses pemanasan.

Pemanasan sangat berpengaruh terhadap efektifitas proses ekstraksi dan berpengaruh terhadap

senyawa target yang diharapkan setelah proses ekstraksi (Sudarwati and Fernanda, 2019).
Dalam metode ekstraksi dingin tidak ada proses pemanasan selama ekstraksi

berlangsung. Tidak adanya pemanasan bertujuan untuk menghindari rusaknya strukutur kimia

atau kandungan senyawa dalam tanaman yang diekstraksi (Sudarwati dan Fernanda, 2019).

a. Maserasi

Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana yang dilakukan dengan cara

merendam serbuk simplisia dan melakukan beberapa kali pengadukan pada temperatur

ruang. Maserasi kinetik dilakukan pengadukan secara terus menerus. Remaserasi berarti

dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah proses penyaringan (Departemen

Kesehatan RI, 2000).

b. Perkolasi

Perkolasi merupakan proses penyarian dengan pelarut yang selalu baru sampai

didapatkan perkolat (ekstrak) yang berjumalah 1-5 kali bahan. Proses perkolasi terdiri

dari beberapa tahap, yaitu tahap pengembangan bahan, tahap perkolasi antara, dan tahap

perkolasi yang sebenarnya (Departemen Kesehatan RI, 2000).

Dalam metode esktraksi panas tentunya melibatkan pemanasan dalam prosesnya. Adanya

pemanasan akan mempercepat proses penyarian dibandingkan cara dingin (Sudarwati dan

Fernanda, 2019).

a. Refluks

Merupakan salah satu metode sintesis senyawa anorganik. Refluks digunakan

apabila dalam proses penyarian digunakan pelarut yang volatil. Prinsip dari metode

refluks adalah pelarut volatil didinginkan dengan kondensor sehingga pelarut yang

sebeumnya berbentuk uap akan mengembun pada kondensor. Pelarut tersebut akan
kembali turun ke dalam wadah reaksi sehingga pelarut akan tetap ada selama reaksi

berlangsung (Sudarwati and Fernanda, 2019).

b. Sokletasi

Sokletasi adalah penyarian dengan pelarut yang selalu baru dan menggunakan

alat khusus agar ekstraksi berjalan secara kontinyu. Ekstraksi yang kontinyu dengan

jumlah pelarut konstan dengan adanya pendingin balik (Departemen Kesehatan RI,

2000).

c. Infusa

Infusa merupakan metode ekstraksi yang menggunakan pelarut air yang

dipanaskan di dalam penangas air selama 15 menit dengan suhu 90 oC. Proses

penyaringan ekstrak biasanya dilakukan dalam keadaan panas, kecuali untuk bahan yang

mengandung minyak atsiri (Departemen Kesehatan RI, 2000).

d. Digesti

Digesti atau maserasi kinetik adalah metode ekstraksi yang dilakukan pengadukan

secara berkesinambungan pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruang.

Temperatur yang umum digunakan pada metode ini adalah 40-50oC (Departemen

Kesehatan RI, 2000).

Anda mungkin juga menyukai