Anda di halaman 1dari 6

Jurnal Media Analis Kesehatan, Vol. 9, No.

2, November 2018
http://journal.poltekkes-mks.ac.id/ojs2/index.php/mediaanalis
e-ISSN : 2621-9557
p-ISSN : 2087-1333

DETEKSI IMUNOGLOBULIN MIU (IgM) DAN IMUNOGLOBULIN GAMMA


(IgG) PADA PENDERITA DEMAM TIFOID

Nurdin1, Andi Tendry Julianti2


1,2
Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Makassar

Koresponden : nurdinanalis@gmail.com, 081343837651

ABSTRAK

Demam tifoid merupakan penyakit infeksius yang disebabkan oleh bakteri Salmonella
tiphi. Penegakkan diagnosis demam tifoid adalah hal yang penting terutama agar
diagnosis ditegakkan lebih tepat dan pengobatan dapat diberikan lebih cepat. Seiring
perkembangan teknologi dalam ilmu kesehatan diagnosis demam tifoid dapat
dilakukan untuk mendeteksi infeksi melalui pemeriksaan antibodi IgM dan IgG,
dimana antibodi ini mempunyai makna dalam diagnosa yaitu agar mengetahui fase
infeksi ada penderita demam tifoid dengan menggunakan tes imunokromatografi.
Selain memiliki spesifitas dan sensitivitas yang tinggi tes imunokromatografi juga
mudah dilakukan dan tidak memerlukan peralatan khusus untuk interpretasi hasil. Jenis
penelitian ini adalah deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui gambaran antibodi
IgM dan IgG pada penderita demam tifoid yang terdiagnosis oleh klinisi. Teknik
pengambilan sampel adalah purposive sampling dengan jumlah 30 sampel. Analisa
data dilakukan dengan mengumpulkan hasil pemeriksaan antibodi IgM dan IgG pada
sampel penderita demam. Setelah dilakukan analisa data, didapatkan hasil pemeriksaan
positif IgM sebanyak 2 sampel (6,7%) menunjukkan fase awal infeksi, positif IgG
sebanyak 2 sampel (6,7%) menunjukkan infeksi ulang sebelumnya, positif IgM dan
IgG sebanyak 14 sampel (44,6%) menunjukkan fase tengah infeksi dan 12 sampel
(40%) menunjukkan tidak adanya antibodi IgM dan IgG. Tenaga klinisi disarankan
sebaiknya melakukan pemeriksaan antibodi IgM dan IgG meskipun telah melakukan
pemeriksaan uji widal, agar dapat mengetahui fase infeksi sehingga diagnosis dapat
ditegakkan dengan tepat dan pengobatan diberikan dengan cepat.
Kata Kunci : Demam Tifoid, Antibodi IgM, Antibodi IgG

PENDAHULUAN
Demam tifoid merupakan dimakan atau diminum, kuman akan
penyakit infeksius yang disebabkan berkembang biak dan menyebar ke
oleh bakteri Salmonella typhi. dalam aliran darah dan saluran usus.
Penyebaran dapat terjadi melalui Gejala termasuk demam tinggi
makanan atau air yang terkontaminasi. berkepanjangan, kelelahan, sakit
Setelah bakteri Salmonella typhi kepala, mual, sakit perut, dan sembelit

107
Jurnal Media Analis Kesehatan, Vol. 9, No.2, November 2018
http://journal.poltekkes-mks.ac.id/ojs2/index.php/mediaanalis
e-ISSN : 2621-9557
p-ISSN : 2087-1333

atau diare. Beberapa pasien mungkin fase infeksi pada penderita demam
memiliki ruam. Kasus yang parah dapat tifoid dengan menggunakan tes
menyebabkan komplikasi serius atau imunokromatografi. Selain memiliki
bahkan kematian. Demam tifoid dapat spesifitas dan sensitivitas yang tinggi
dikonfirmasi melalui tes darah (WHO, tes imunokromatografi juga mudah
2018) dilakukan, dan tidak memerlukan
Departemen Kesehatan RI pada peralatan khusus untuk interpretasi
tahun 2008 menjelaskan bahwa di hasil.
Indonesia hampir seluruh Provinsi ada Respon imun yang khas dimulai dengan
kejadian tifoid. Situasi penyakit demam peningkatan antibodi IgM terhadap
tifoid di Provinsi Sulawesi Selatan pada antigen yang menstimulasi (imunogen).
tahun 2014 yaitu suspek penyakit Fase ini diikuti dengan produksi
typhus tercatat sebanyak 23.271 antibodi IgG terhadap antigen tersebut.
sedangkan penderita demam tifoid Stimulasi berulang dengan antigen
sebanyak 16.743 penderita, dengan tersebut mengakibatkan produksi IgG
kasus tertinggi yaitu di Kabupaten yang lebih besar tetapi dengan waktu
Bulukumba (3.270 kasus), Kota yang lebih pendek setelah stimulus
Makassar (2.325 kasus), Kabupaten antigenik yang berhasil. (Sacher
Enrekang (1.153 kasus) dan terendah di RA,Richarda M, 2004)
Kabupaten Toraja (0 kasus), Kabupaten Secara umum, kadar antibodi
Luwu (1 kasus), dan di Kabupaten Tana IgM yang bermakna terhadap suatu
Toraja (19 kasus). (Dinkes, 2015). virus, bakteri atau agen infeksius lain
Penegakkan diagnosis demam diinterpretasikan sebagai bukti adanya
tifoid adalah hal yang penting terutama infeksi akut, sedangkan kadar IgG
agar diagnosis ditegakkan lebih tepat spesifik yang tinggi konsisten dengan
dan pengobatan dapat diberikan lebih persistensi imunitas pada fase
cepat. Diagnosa untuk demam tifoid konvalesen setelah infeksi terdahulu.
dapat dilakukan yaitu dengan Saat menafsirkan tes, deteksi IgM
menggunakan metode deteksi kultur positif ditafsirkan sebagai penyakit
dan tes antibodi menggunakan uji tifoid akut (fase awal infeksi)
widal. Namun, metode kultur tidak sedangkan deteksi igG dan IgM positif
memiliki kecepatan, fasilitas kultur ditafsirkan sebagai penyakit tifoid akut
kurang dan terbatas di banyak wilayah. (pada fase tengah infeksi) dan IgG
Selain itu, uji widal menggunakan positif ditafsirkan adanya infeksi ulang
serum dengan teknik agglutinasi untuk sebelumnya. Kuman tifoid dapat
diagnosis demam tifoid tidak spesifik berasal dari karier demam tifoid yang
untuk mendeteksi infeksi Salmonella merupakan sumber penularan yang
typhi. Seiring perkembangan teknologi sukar diketahui karena mereka tidak
dalam ilmu kesehatan diagnosa demam menunjukkan gejala-gejala sakit.
tifoid dapat dilakukan untuk Di daerah yang sangat endemis
mendeteksi antibodi IgM dan IgG, dimana tingkat penularan tifoid tinggi,
dimana antibodi ini mempunyai makna deteksi IgG spesifik akan meningkat,
dalam diagnosa yaitu agar mengetahui karena IgG dapat bertahan lebih dari 2

108
Jurnal Media Analis Kesehatan, Vol. 9, No.2, November 2018
http://journal.poltekkes-mks.ac.id/ojs2/index.php/mediaanalis
e-ISSN : 2621-9557
p-ISSN : 2087-1333

tahun setelah infeksi tifoid, deteksi IgG Berdasarkan latar belakang di atas,
spesifik tidak dapat dibedakan antara maka penulis tertarik untuk melakukan
kasus akut dan pemulihan. Sehingga penelitian untuk mendeteksi antibodi
diperlukan untuk melakukan IgG dan IgM pada penderita demam
pemeriksaan untuk mendeteksi IgM. tifoid.

METODE
Penelitian ini bersifat deskriptif, Pasca Analitik : Munculnya garis
Lokasi penelitian ini dilaksanakan di berwarna pada garis control dan garis
Puskesmas Jongaya dilaksanakan pada IgM dan IgG menandakan adanya fase
bulan Juni-Juli tahun 2018. tengah infeksi , munculnya garis
Populasi dalam penelitian ini berwarna pada garis control dan garis
adalah semua pasien penderita demam IgG menandakan adanya infeksi ulang
tifoid yang terdiagnosis oleh klinisi di atau pembawa kronis, munculnya garis
Puskesmas Jongaya. Sampel penelitian berwarna pada garis control dan garis
ini adalah pasien penderita demam IgM menandakan adanya fase awal
tifoid oleh Salmonella typhi. Spesimen infeksi. Hasil negatif hanya terdapat
penelitian ini menggunakan serum garis pada control dan invalid apabila
penderita demam tifoid. Besar sampel tidak terdapat garis pada control.
yang digunakan dalam Penelitian ini Pengolahan dan analisis data
adalah 30 sampel. Teknik pengambilan Data yang diperoleh dari hasil
sampel pada penelitian ini adalah penelitian disajikan dalam bentuk tabel
purposive sampling yaitu penderita lalu dihitung menggunakan rumus
demam tifoid yang melakukan persentasi lalu dideskripsikan
pemeriksaan widal. Serum penderita menggunakan narasi.
demam tifoid dideteksi mengunakan tes Rumus persentasi : IgG/IgM : 100%
cepat immunokromatografi. Tes ini Ket : x : Jumlah IgG/IgM positif, N :
memiliki spesifitas 99.3% dan Jumlah sampel
sensitivitas 92.9%. (Koczula, KM,
Andrea G. 2016). HASIL
Langkah-langkah penelitian Hasil pemeriksaan antibodi IgM
Pra Analitik: Alat yang digunakan dan IgG pada penderita demam tifoid.
pada pemeriksaan ini adalah pengatur Dari 30 sampel terdapat hasil
waktu, tempat sampel, dan pipet. Bahan pemeriksaan yang menunjukkan hasil
yang digunakan adalah buffer, serum, positif IgM sebanyak 2 sampel (6,7%),
kaset tes QDx S.typhi IgG/IgM. hasil positif IgG sebanyak 2 sampel
Analitik : Ditulis identitas pasien pada (6,7%), hasil positif IgM dan IgG
kaset tes, diteteskan sebanyak 2 tetes sebanyak 14 sampel (46,66%), dan
atau 50μl serum pada lubang sampel, hasil negatif IgM dan IgG sebanyak 12
kemudian ditambahkan 1 tetes buffer sampel (40%).
(hindari gelembung udara) pada lubang
yang sama. Setelah itu, dibaca hasil
dalam 10 menit.

109
Jurnal Media Analis Kesehatan, Vol. 9, No.2, November 2018
http://journal.poltekkes-mks.ac.id/ojs2/index.php/mediaanalis
e-ISSN : 2621-9557
p-ISSN : 2087-1333

Tabel 1. Gambaran antibodi IgM dan IgG pada penderita demam tifoid di
Puskesmas Jongaya
No. Kode Jenis Umur Hasil Pemeriksaan Antibodi
Sampel Kelamin
1 A L 27 Positif IgM dan IgG
2 B L 7 Negatif
3 C L 15 Positif IgM dan IgG
4 D L 1 Negatif
5 E L 27 Negatif
6 F L 29 Negatif
7 G P 42 Negatif
8 H P 23 Negatif
9 I P 42 Positif IgG
10 J L 8 Negatif
11 K P 49 Positif IgM dan IgG
12 L L 24 Positif IgM dan IgG
13 M P 17 Negatif
14 N P 46 Positif IgM dan IgG
15 O P 18 Positif IgM dan IgG
16 P L 23 Positif IgM
17 Q P 27 Positif IgM dan IgG
18 R P 21 Positif IgM dan IgG
19 S L 52 Positif IgM dan IgG
20 T L 12 Positif IgM dan IgG
21 U L 6 Negatif
22 V L 7 Negatif
23 W L 7 Negatif
24 X L 6 Negatif
25 Y P 52 Positif IgM dan IgG
26 Z P 17 Positif IgM
27 AA P 12 Positif IgG
28 AB P 21 Positif IgM dan IgG
29 AC P 27 Positif IgM dan IgG
30 AD P 29 Positif IgM dan IgG
Sumber : Data Primer, 2018
berdampak pada pengobatan.
PEMBAHASAN Kementrian Kesehatan RI pada tahun
Penentuan jenis antibodi pada 2006 menjelaskan terapi antimikrobial
penderita demam tifoid penting untuk dengan kloramfenikol masih menjadi
menentukan kriteria pasien dan pilihan utama, berdasarkan efiksasi dan

110
Jurnal Media Analis Kesehatan, Vol. 9, No.2, November 2018
http://journal.poltekkes-mks.ac.id/ojs2/index.php/mediaanalis
e-ISSN : 2621-9557
p-ISSN : 2087-1333

harga. Namun cukup sering pemeriksaan dalam rentang waktu satu


menimbulkan carrier dan reinfeksi. minggu yang dapat memperlambat
Reinfeksi biasanya berlangsung tidak penanganan, sedangkan hasil IgM anti-
lama, dan diberikan antibiotik yang Salmonella sudah bisa positif dalam
sama, namun dengan penggunaan waktu 2 hari infeksi saja
kloramfenikol kejadian relaps ini justru
makin meningkat. Bila penderita
dengan riwayat pernah terinfeksi tifoid KESIMPULAN
serta memiliki predisposisi untuk Berdasarkan hasil penelitian
carrier maka pengobatan pertama yang dilakukan terhadap 30 sampel
adalah golongan quinolone. Quinolone maka dapat disimpulkan bahwa :
efektif mencegah relaps dan carrier. 1. Gambaran antibodi IgM pada
Carrier akan terjadi bila penderita tidak penderita demam tifoid didapatkan
diobati atau pengobatan yang tidak sebanyak 2 sampel (6,7%)
adekuat. Reinfeksi juga terjadi menunjukkan fase awal infeksi.
sehubungan dengan pengobatannya 2. Gambaran antibodi IgG pada
tidak adekuat, baik dosis atau lama penderita demam tifoid didapatkan
pemberian antibiotik. 2 sampel (6,7%) menunjukkan
IgM anti-Salmonella merupakan infeksi yaitu infeksi ulang
antibodi fase akut yang muncul akibat sebelumnya.
adanya infeksi Salmonella typhi. 3. Gambaran antibodi IgM dan IgG
Antibodi ini muncul sebagai respon pada penderita demam tifoid
tubuh terhadap adanya antigen asing didapatkan sebanyak 14 sampel
dalam tubuh manusia. Sedangkan (44,6%) menunjukkan fase tengah
infeksi
antibodi IgG adalah antibodi sekunder,
4. Hasil negatif IgM dan IgG
yaitu antibodi yang dibentuk setelah sebanyak 12 sampel (40%)
beberapa hari infeksi dan dapat menunjukkan tidak adanya infeksi
bertahan lama walau penderita telah Salmonella typhi.
sembuh. IgM disebut sebagai antibodi
fase akut karena muncul pada saat SARAN
infeksi baru terjadi atau sedang terjadi. Berdasarkan kesimpulan diatas
IgM anti-Salmonella bisa dideteksi maka penulis memberikan saran yaitu,
pada hari ke-5 untuk infeksi primer dan sebaiknya tenaga klinisi melakukan
hari ke-2 untuk infeksi sekunder. Untuk pemeriksaan antibodi IgM dan IgG
daerah endemis seperti di negara kita meskipun telah melakukan
ini, kecepatan deteksi ini sangat penting pemeriksaan uji widal, agar dapat
megetahui fase infeksi sehingga
mengingat kebanyakan kasus adalah
diagnosis dapat ditegakkan dengan
infeksi sekunder, dimana tes Widal
tepat dan pengobatan diberikan dengan
kurang dapat membedakan mana kasus cepat.
yang benar-benar tifoid atau bukan. Tes
Widal membutuhkan dua kali

111
Jurnal Media Analis Kesehatan, Vol. 9, No.2, November 2018
http://journal.poltekkes-mks.ac.id/ojs2/index.php/mediaanalis
e-ISSN : 2621-9557
p-ISSN : 2087-1333

UCAPAN TERIMAKASIH Surabaya: Airlangga University


Kami banyak mengucapkan Press
terimakasih kepada semua pihak yang Kemenkes RI, 2006. Pedoman
telah berjasa dalam penelitian ini pengendalian demam tifoid.
terutama kepada Ketua jurusan Analis Diakses 02 Agustus 2018.
kesehatan poltekkes Makassar, kepala [http://www.pdpersi.co.id/perat
puskesmas Jongaya Makassar dan uran/kepmenkes/kmk3642006.
kepala laboratoium PKM Jongaya serta pdf]
semua pihak yang tidak bias disebutkan Koczula, KM, Andrea G. 2016. Lateral
satu-satu. flow assays. Diakses 31 Mei
2018.
DAFTAR PUSTAKA [https://www.ncbi.nlm.nih.gov/
Baratawidjaja, Karnen Garna & Iris pmc/articles/PMC4986465/]
Rengganis. 2012. Imunologi Sacher, Ronald A & Richarda
Dasar Edisi 10. Jakarta: FKUI Mcpherson. 2004. Tinjauan
Brush, John L. 2018. Typhoid fever. klinis hasil pemeriksaan Lab
diakses 10 April 2018. 11th ed. Jakarta:EGC
[http://www.Medicine.Mexcap WHO. 2018. Typhoid. diakses 26 Mei
e.com/Article/231135- 2018.
Overview#24] [http://www.who.int/news-
Handojo, I. 2004. Imunoasai terapan room/fact-
pada beberapa penyakit infeksi. sheets/detail/typhoid].

112

Anda mungkin juga menyukai