Anda di halaman 1dari 17

Adiranatara

Concordia per sapientiam et amorem

 HOME
 MED NO TES
 LI FE NOTES
 STORY
 Twitter
 
 Instagram
28 NOVEMBER 2017 ADIRANATARA LEAVE A COMMENT ON PROMED:
NEONATUS YANG TAK SEGERA MENANGIS

Promed: Neonatus yang


tak segera menangis
Artikel ini ditulis berdasarkan pemahaman penulis dari materi yang diberikan
saat KKR bagian Pediatri 

Seorang bidan datang tergesa-gesa dengan membawa bayi baru lahir


yang tampak lemas, pucat, dan tidak menangis. Diketahui bayi preterm
dengan berat badan 2100 gram. Apa yang akan kita lakukan?
Quick, call for help – it’s an Emergency situation! Bayi yang tidak menangis
dan tampak pucat serta lemas (tonus buruk) menandakan kemungkinan besar
terjadinya asfiksia, sehingga harus dilakukan tindakan resusitasi dengan segera.
Ada berbagai faktor risiko terjadinya asfiksia pada neonatus, yang dapat
dikelompokkan secara garis besar menjadi tiga, yakni faktor ibu, faktor
plasenta dan tali pusat, serta faktor bayi.

Sehingga penting bagi kita untuk mengetahui faktor-faktor risiko di atas


sebelum kelahiran, agar kita dapat mempersiapkan tim resusitasi serta alat dan
bahannya. Untuk melakukan resusitasi neonatus, kita membutuhkan bantuan –
sehingga perlu dibentuk tim resusitasi yang idealnya minimal beranggotakan 3
orang: kapten (posisi di kepala bayi), asisten sirkulasi, dan asisten peralatan
dan obat. Setelah membentuk tim, kita perlu menyiapkan alat dan bahannya
(bergantung pada fasilitas yang tersedia). Peralatan yang dibutuhkan antara lain:

1. Infant warmer (jika tidak ada bisa menggunakan lampu belajar) yang


dinyalakan 15 menit sebelum menerima bayi
2. Kain kering dan handuk yang dibuka di bawah warmer dan dihangatkan
3. Kantong plastik (untuk membungkus neonatus < 1500 gram agar mencegah
hipotermia)
4. Topi bayi (juga untuk menghangatkan bayi – khususnya bayi < 1500 gram)
5. Alat suction (tergantung fasilitasnya), yang paling sederhana bisa
menggunakan balon suction sedangkan yang lebih advance bisa menggunakan
mesin suction dengan kateternya. Alat suction berguna untuk mencegah aspirasi
lendir dan meconium ke dalam saluran nafas.
6. Alat ventilasi, macamnya ada:
 Balon mengembang sendiri (self-inflating baloon) dengan sungkup wajah
berbagai ukuran untuk melakukan Ventilasi Tekanan Positif (VTP)
 Balon tidak mengembang sendiri (flow-inflating bag) seperti Jackson-Rees
yang dapat memberikan PEEP (positive end-expiratory pressure) terukur secara
konstan, sehingga dapat memberikan CPAP (Continous Positive Airway
Pressure) dini. Namun alat ini tidak direkomendasikan untuk memberi VTP.
 T-piece resuscitator (biasanya di fasilitas kesehatan yang lebih lanjut) yang
mampu memberi PEEP terukur konstan sehingga digunakan baik untuk
memberikan VTP maupun CPAP dini
 Peralatan intubasi (jika bayi tetap tidak mampu bernafas spontan meski sudah
diberi VTP dengan benar)
7. Sumber gas berupa oksigen dan udara. Keduanya bisa dalam bentuk
tabung/silinder atau konsentrator/kompresor. Oksigen dan udara tersebut harus
dicampur sebelum diberikan pada bayi untuk menghasilkan rentang FiO2 mulai
dari 21-100%. Metode pencampuran gas:
 Fasilitas lengkap: oxygen blender 
 Fasilitas terbatas: blender, tabung oksigen dan udara yang disambung dengan Y-
connector, dan tabung oksigen + mini compressor.
8. Akses sirkulasi seperti kateter intravena, infus set, spuite, kateter umbilikal
serta obat-obatan seperti Epinefrin 1:10.000, Normal salin, dsb
9. Alat pelindung diri (handscoen, masker)
Kembali pada kasus di atas. Faktor risiko sudah diketahui, tim sudah dibentuk,
alat dan bahan sudah disiapkan, dan APD sudah dipakai. Apa langkah
selanjutnya? Tentu saja, lakukan resusistasi neonatus! Resusitasi
neonatus terbagi atas beberapa langkah utama dengan garis besar:

1. Langkah awal (airway) – 30 detik pertama


2. Bantuan ventilasi (airway & breathing) – 30 detik kedua
3. Kompresi dada + ventilasi (circulation) – 60 detik
4. Pemberian obat (drug)

Untuk lebih jelasnya bisa dilihat diagram seperti di bawah ini:

# 1 Langkah Awal (30 detik)


Sebelum menerima bayi perlu diketahui 3 hal:

 Apakah bayi bernafas spontan (menangis) atau ada distress atau bahkan tidak


bernafas?
 Bagaimana tonus bayinya?
 Berapa berat badan bayi?

Pertanyaan ketiga penting untuk ditanyakan karena ada sedikit modifikasi


penanganan untuk bayi dengan berat badan < 1500 gram. Untuk bayi di atas
1500 gram, ada 5 tindakan yang mesti dilakukan:

1. Letakkan bayi di bawah warmer + posisikan bayi pada posisi menghidu (sniffing


position): netral sedikit ekstensi
2. Nilai apakah ada lendir atau meconium (terutama pada bayi prematur), jika ada
lakukan suction. Mulai dari mulut kemudian lubang hidung.
3. Keringkan bayi dengan menggunakan handuk sambil lakukan perangsangan
taktil pada punggung dan kaki bayi. Sebaiknya dilakukan secara stimultan
dengan suction. Namun perlu berhati-hati melakukannya, karena jika bayi tiba-
tiba menangis saat suction maka dapat berpotensi terjadinya aspirasi ke saluran
nafas. Sehingga ketika suction, sebaiknya kita keringkan bayi se-
gentle mungkin, baru jika suction selesai kita bisa keringkan dengan cepat tapi
tetap lembut.
4. Buang handuk pertama yang telah basah, bungkus bagian bawah bayi dengan
handuk kedua dengan tidak menutupi dada.
5. Lakukan penilaian (dapat dengan stetoskop pada fasilitas terbatas, atau pulse
oximetry + EKG 3 sadapan pada fasilitas yang lebih lanjut). Penilaian meliputi:
 Laju Denyut Jantung (HR): hitung selama 10 detik lalu kalikan 6
 Usaha nafas
 Tonus

Bagaimana dengan bayi < 1500 gram? Ingat kantong plastik yang disebutkan di


awal? Ya, kita mesti membungkus bayi segera setelah bayi diletakkan di
bawah warmer  sehingga tidak perlu dikeringkan dengan handuk. Plus, kita
perlu memasang topi bayi untuk menjaga agar tidak hipotermia. Baru kemudian
dilakukan suction dan penilaian seperti yang telah dijelaskan di atas. Ingat,
seluruh tindakan sebaiknya dilakukan dalam waktu 30 detik.

Dari hasil penilaian ada 4 skenario yang mungkin terjadi:


SKENARIO 1: nafas tidak ada/megap-megap ± LDJ < 100 BPM

SKENARIO 2: nafas spontan + distress nafas (takipnea, retraksi dada,


merintih)

SKENARIO 3: nafas spontan tanpa distress nafas namun ada sianosis sentral

SKENARIO 4: nafas spontan tanpa distress nafas dan sianosis dengan LDJ di
atas 100 BPM

Pada skenario ke-4, yang perlu dilakukan adalah melakukan perawatan


observasi. Untuk skenario ke-3, kita perlu mempertimbangkan
kemungkinan masalah sirkulasi (karena tidak ada distress nafas yang
menandakan tidak adanya masalah pada airway dan breathing).
Pemberian suplementasi oksigen dan pemantauan SpO2 juga perlu
dipertimbangkan pada skenario ke-3 ini. Sedangkan Skenario 1 dan 2 akan
dijabarkan sebagai berikut.

SKENARIO 1
#2 Bantuan ventilasi: VTP (30 detik)
Selama 30 detik kedua ini, kita perlu melakukan 7 langkah sebagai berikut:

1. Posisikan kepala bayi pada posisi penghidu (sniffing position)


2. Siapkan sungkup dengan ukuran yang sesuai (tidak terlalu besar dan tidak
terlalu kecil)
3. Posisi tangan yang memegang sungkup membentuk huruf “C” (ibu jari dan
telunjuk) sedangkan 3 jari lainnya membentuk huruf E untuk melakukan jaw-
thrust agar membuka airway
4. Pada awal resusitasi, lakukan ventilasi dengan fraksi oksigen (FiO2) sebesar
21% (alias udara ruangan) pada bayi aterm, sedangkan pada bayi preterm dapat
dimulai pada FiO2 30-50%
5. Karena kita menginginkan target RR 40-60 kali per menit, maka setiap 1 kali
ventilasi dilakukan dalam waktu 1,5 detik hingga 1 detik dengan waktu inspirasi
0,3-0,5 detik.  Artinya, jika kita menginginkan RR 40 kali per menit dengan
balon mengembang sendiri, maka (idealnya) dalam 30 detik kita melakukan 20
kali VTP dengan irama: “Tekan/inspirasi” (0,5 detik) + “Lepas/ekspirasi”
(0,5 detik + 0,5 detik).
6. Ketika melakukan VTP, lakukan evaluasi apakah dada mengembang simetris
dan adekuat. VTP dilakukan dengan peak inspiratory pressure awal sebesar
30cmH2O, namun dapat diturunkan jika pengembangan dada dinilai berlebihan.
7. Ketika 30 detik kedua berakhir, lakukan evaluasi LDJ, usaha nafas (dan
saturasi oksigen via pulse oximetry), dan tonus.

Dalam menentukan langkah selanjutnya berdasarkan hasil evaluasi, saya


menggunakan diagram sebagai berikut:

Untuk LDJ 60 < HR < 100 maka perlu dilakukan VTP kembali selama 30 detik
dengan mempertimbangkan MR. SOPA:

 Mask adjustment
 Reposition of the head
 Suction
 Open mouth
 Pressure (↑): dapat dititrasi dari FiO2 21% perlahan-lahan menjadi 100%
 Alternative airway: dari oropharyngeal hingga endotracheal airway (Intubasi)

Bagaimana cara kita menaikkan FiO2? Kita bisa memperhatikan perbandingan


oksigen murni dengan udara bertekanan untuk mencapai FiO2 yang diinginkan
dengan merujuk tabel di bawah ini:
Jika HR < 60 maka dilanjutkan dengan kompresi dada tanpa menghentikan
VTP.

#3 Kompresi dada + VTP (60 detik)


Selama 60 detik, langkah-langkah yang kita lakukan adalah sebagai berikut:

1. Naikkan FiO2 untuk VTP menjadi 100% (flow oksigen sekitar 8-10 L/min)
2. Teknik kompresi pada neonatus ada 2: two-thumbs dan two-fingers.
Teknik two-thumbs lebih unggul dibandingkan two-fingers. Teknik yang
terakhir ini digunakan jika kita menangani bayi (which is very unlikely in real
life – but may be possible in OSCE setting)
3. Hal yang perlu diperhatikan saat kompresi dapat diingat
dengan mnemonic PIKIR
 Posisi: letakkan jari di sternum, 1/3 atas dari processus xiphoideus
 Irama: 3 kompresi (masing-masing 0,5 detik) dan 1 VTP (0,5 detik) sehingga 1
siklus 3:1 berlangsung selama 2 detik dan dalam 1 menit terdapat 90 kali
kompresi dan 30 kali ventilasi
 Kedalaman: 1/3 anterior-posterior
 Interupsi minimum
 Recoil sempurna
4. Ketika selesai melakukan kompresi-VTP secara adekuat dalam 60 detik,
lakukan evaluasi LDJ, usaha nafas, dan tonus.
Jika LDJ masih di bawah 60 maka lakukan Kompresi+VTP dalam 60 detik
berikutnya dan dapat diberikan Epinefrin segera (dengan catatan, tidak
menginterupsi kompresi dan VTP). Dosis epinefrin IV yang direkomendasikan
pada neonatus adalah 10-30 mikrogram/kgBB (0,1-0,3 ml/kgBB dari larutan
1:10.000) bolus cepat, yang kemudian dilanjutkan dengan bolus normal salin.
Dapat diulang 3-5 menit bila perlu. Jalur pemberian dapat melalui vena
umbilikal, vena perifer, jalur intraosseus, dan pipa endotrakeal. Hanya saja, jika
via pipa endotrakeal, epinefrin diberikan dengan dosis lebih tinggi: 50-100
mikogram/kgBB (0,5-1 ml/kg dari larutan 1:10.000).
Jika dalam 2 menit Kompresi+VTP diketahui LDJ masih kurang dari 60,
dapat dilakukan persiapan intubasi (sebenarnya intubasi merupakan kompetensi
3B, sehingga dokter umum sebaiknya merujuk pada Sp.A untuk
pemasangannya).

Lalu, kapan kita menghentikan Kompresi+VTP? Kita dapat menghentikannya


jika:

 LDJ berada di atas 60 BPM


 Dalam 10 menit LDJ tidak kunjung naik melebihi 60 BPM

Skenario 1 (bayi tidak bernafas spontan/apnea/megap-megap) telah kita bahas,


lalu bagaimana jika kita mendapatkan skenario yang kedua (bayi bernafas
spontan namun terdapat distres)?

SKENARIO 2
#2 Bantuan ventilasi: CPAP (30 detik)
Jika pada skenario 1 bantuan ventilasi yang diberikan adalah Ventilasi Tekanan
Positif (VTP) maka di skenario 2 yang kita berikan adalah pemberian tekanan
positif yang terus menerus (CPAP). Maksud dari tekanan positif terus menerus
ini adalah kemampuan CPAP untuk memberikan tekanan positif sepanjang
ekspirasi dalam bentuk PEEP (positive-end expiratory pressure), di samping
memberikan PIP(peak inspiratory pressure) seperti VTP. Tekanan PEEP ini
berguna untuk mencegah kolapsnya alveoli saat ekspirasi. Berapakah PEEP
yang kita berikan saat resusitasi? Guideline menyarankan PEEP sebesar 5-8
cmH2O.

CPAP dapat diberikan menggunakan T-piece resuscitator di fasyankes yang


lengkap atau Jackson-Rees(yang dihubungkan dengan balon tidak
mengembang sendiri) di fasyankes dengan fasilitas terbatas.

Cara memberikan CPAP di ruang bersalin adalah sebagai berikut:


1. Atur PEEP antara 5-8 cmH2O (umumnya dimulai dari 7 cmH2O) dan PIP
sebesar 30 cmH2O(aterm) atau 20-25 cmH20 (preterm < 32 minggu).
2. Kapten tim (airway & breathing) bertugas memasangkan sungkup dengan
ukuran tepat, sedangkan asisten sirkulasi mengamati saturasi oksigen dan
LDJ pada pulse oximetry
3. Pemberian oksigen selalu dimulai dari FiO2 21% kemudian
dinaikkan/dipertahankan berdasarkan target saturasi sesuai menit usia bayi (lihat
tabel pada diagram di atas).
4. Jika saat memberi CPAP saturasi oksigen masih belum naik, jangan langsung
naikkan FiO2 – ikuti target saturasi seperti di atas. Untuk mentitrasi FiO2 kita
dapat merujuk tabel oksigen-udara bebas di atas.
5. Pastikan tekanan yang tampak pada manometer. Jika tekanan berkurang curigai
sumber gas berkurang. Perhatikan apakah ada kebocoran udara melalui
sungkup, nasal prong, atau sirkuit CPAP.
6. Apabila masih terdapat retraksi, maka PEEP dinaikkan sampai maksimal
8cmH2O

Lalu kapan CPAP dikatakan gagal? Kita katakan CPAP gagal jika PEEP telah
kita naikkan sampai 8cmH2O dan FiO2 yang kita berikan sudah di atas 40%
namun masih terdapat distres nafas. Solusinya, pertimbangkan untuk
melakukan intubasi.

STABILISASI PASCA RESUSITASI


Oke, jadi resusitasi kita berhasil. LDJ bayi di atas 100, bernafas spontan tanpa
distres dan sianosis sentral, serta tonus membaik. Apakah tugas kita telah selesai
dan dapat meninggalkan UGD? Tidak. Bayi masih harus kita pantau setiap
beberapa menit untuk menilai apakah terjadi perburukan. Selalu kita cek LDJ,
usaha nafas, dan tonus. Lalu, yang perlu kita lakukan dalam rangka stabilisasi
dapat disingkat dengan mnemonic STABLE yang terdiri atas Sugar-Safe care,
Temperature, Airway, Blood pressure, Lab work, dan Emotional support.

Sugar & Safe Care


Bayi pasca resusitasi rentan mengalami hipoglikemia, sehingga perlu dilakukan
pengecekan kadar glukosa darah dalam 30-60 menit (dapat diulang dalam 1-3
jam). Rentang normalnya adalah 50-110 mg/dL. Kita mengatakan bayi
mengalami hipoglikemia jika kadar glukosa < 50 mg/dL yang dapat disertai
manifestasi sbb:

 Jitteriness
 Iritabilitas
 Hipotonia
 Letargi
 Menangis lemah atau melengking
 Hipotermia
 Refleks hisap buruk
 Takipnea, sianosis, apnea
 Kejang

Apa yang kita lakukan untuk mengoreksinya? Kita dapat memberikan Dekstrosa
10% (D10) IV dengan cara pemberian:

 AWAL: Bolus D10 2ml/kg dengan kecepatan 1ml/menit


 PEMELIHARAAN: Infus D10 60-80 ml/kg/hari (GIR 4,2-5,5 mg/kg/menit)
 Jika kadar glukosa tetap < 50 mg/dL, ulangi bolus D10 2ml/kg
 Jika kadar glukosa tetap < 50 mg/dL setelah 2 kali bolus D10, ulangi bolus dan
tingkatkan jumlah glukosa IV hingga 100-120 ml/kg/hari atau tingkatkan
konsentrasi glukosa IV menjadi D12,5 atau D15

Temperature
Suhu bayi harus dijaga antara 36,5 – 37,5 derajat celcius. Pemantauan suhu
dilakukan setiap 15-30 menit hingga suhu berada pada rentang normal dan
minimal setiap jam. Kehilangan panas dapat terjadi melalui konduksi, konveksi,
evaporasi, dan radiasi. Pada bayi yang mengalami hipotermia
dilakukan rewarming dengan menggunakan inkubator atau infant
warmer namun tidak terlalu cepat (laju tidak lebih dari 0,5 derajat celcius/jam)
untuk menghindari vasodilatasi mendadak dan hipotensi.

Airway
Komponen yang senantiasa harus dievaluasi adalah:
 Laju nafas: 40-60 kali per menit
 Usaha nafas: air entry, retraksi, merintih, nafas cuping hidung, apnea
 Kebutuhan oksigen: disesuaikan dengan kondisi klinis bayi dan saturasi
oksigen
 Saturasi oksigen: dipertahankan antara 88-92%, pengukuran dilakukan pada
pre-duktal (tangan kanan) dan post-duktal (salah satu kaki). Jika ada beda
saturasi lebih dari 10% menandakan adanya pirau
 Gas darah 

Distres nafas bukanlah merupakan diagnosis, melainkan suatu tanda akibat


suatu kelainan:

 Distres (RR > 60x/menit) + pCO2 ↑ : gangguan pada paru-paru


 Respiratory distress syndrome
 Pneumonia
 Aspirasi
 Perdarahan paru
 Obstruksi jalan nafas (biasanya disertai stridor)
 Pneumothorax (pada tipe tension dijumpai takikardia atau bradikardia)
 Distres (RR > 60x/menit) + pCO2 ↓ : gangguan di luar paru
 Penyakit jantung bawaan
 Asidosis metabolik
 Syok
 Penyakit otak

Blood pressure
Hal yang perlu kita pantau di bagian ini adalah kemungkinan terjadinya syok.
Pada neonatus, ada 3 jenis syok yang mungkin
terjadi: hipovolemik, kardiogenik, dan septik. Tanda-tanda syok pada bayi
adalah sbb:

 Peningkatan usaha nafas, apnea, nafas megap-megap


 Pulsasi perifer lemah
 Capillary refill time (CRT) > 3 detik
 Sianosis / pucat
 Takikardia (singkirkan aritmia) atau bradikardia (singkirkan heart block)
 Tekanan darah dapat normal atau rendah
 Tekanan nadi dapat menyempit atau melebar

Tatalaksana syok secara umum adalah identifikasi penyebab + koreksi masalah

Hipovolemik

Jika tanpa kehilangan darah akut dapat diberikan kristaloid (RL, salin normal)
sebanyak 10ml/kgBB/kali intravena, intraoseus, atau kateter vena umbilikal
dalam waktu 15-30 menit (untuk bayi prematur kalau bisa lebih dari 20 menit).
Produk darah diberikan jika terjadi kehilangan darah akut. Jika tidak
memungkinkan cross-match darah bayi, transfusi darah O Rh (+) dapat
diberikan (untuk WNI).

Kardiogenik & Septik

Pada syok kardiogenik maupun syok septik dapat diberikan terapi:

 Natrium bikarbonat 4,2%: dosis 2-4 mL/kg/kali selama 30-60 menit IV untuk
mengatasi asidosis metabolik berat (jangan berikan terlalu cepat)
 Dopamin hidroklorida: dosis 5-20 mcg/kg/menit kontinyu dengan pompa IV
 Pantau tekanan darah dan LDJ setiap 1-2 menit selama 15 menit pertama lalu
setiap 2-5 menit tergantung respon pengobatan
 Dosis awal 5 mcg/kg/menit dan dapat dititrasi 2,5 mcg/kg/menit. Jika pada dosis
20 mcg/kg/menit masih tidak memperlihatkan respons, tidak dianjutkan
meningkatkan dosis.
 Masukkan melalui vena (umbilikal, perifer) dan jangan via arteri
Lab work
Pemeriksaan lab yang dapat dilakukan:

 Blood count
 Blood culture
 Blood glucose
 Blood gas

Emotional support
Dukungan emosional yang dimaksud adalah pada orangtua (terutama ibu) serta
keluarga. Ibu dapat merasa bersalah, marah, gagal, tidak percaya, takut, sedih,
hingga depresi. Dukungan dapat diberikan dengan cara:

 Mengijinkan ibu untuk melihat bayi


 Mengucapkan selamat atas kelahiran bayi dan memanggil bayi dengan nama
yang sudah dipersiapkan keluarga
 Mengambil foto dan jejak kaki bayi
 Menawarkan dukungan dari pihak lain seperti kerabat atau pemuka agama
 Memberikan penjelasan sederhana namun akurat akan kondisi bayi dan rencana
tatalaksana
 Memberi kesempatan orangtua untuk menanyakan keadaan bayi
 Melibatkan orangtua dalam perawatan bayi serta mengambil keputusan terkait
tatalaksana

MERUJUK?
Satu pertanyaan terakhir: kapan sebaiknya kita merujuk?

Rujukan paling ideal adalah rujukan antepartum ketika kita mengetahui bahwa
kelahirannya merupakan high-risk terjadi asfiksia dan membutuhkan resusitasi.
Namun jika sudah “terlanjur”, bila kita ada di RS dengan fasilitas yang tidak
lengkap, rujuk jika bayi tidak memberi respon pada tindakan resusitasi selama
2-3 menit. Bila kita ada di fasilitas lengkap dan mampu melakukan intubasi dan
obat-obatan, rujuk jika bayi tidak merespon pada semua tindakan ini.
 

And that’s it! If we do these correctly and the baby survives, Congratulation –
you just save the day!

Unum Finis: Bonum Medicus!

DAFTAR PUSTAKA & SUMBER GAMBAR

UKK Neonatologi Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2014. Resusitasi Neonatus.


Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai