Anda di halaman 1dari 15

TUGAS ESSAY

KEGAWATDARURATAN UROLOGI

Disusun Oleh :

Nama : Arya Adhi Yoga Wikrama Jaya


NIM : 018.06.0031
Kelas :A
Modul : Urorepro II
Dosen : dr. H. Pebrian Jauhari, Sp. U

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR
2019/2020
Latar belakang
Kegawatdaruratan sistem perkemihan merupakan kegawatan di bidang
urologi yang bisa disebabkan oleh karena trauma maupun bukan trauma. Pada
trauma urogenitalia, biasanya dokter cepat memberikan pertolongan dan jika
fasilitas yang tersedia tidak memadai, biasanya langsung merujuk ke tempat yang
lebih lengkap. Berbeda halnya dengan kedaruratan urogenitalia non trauma, yang
sering kali tidak terdiagnosis dengan benar, menyebabkan kesalahan penanganan
maupun keterlambatan dalam melakukan rujukan ke tempat yang lebih lengkap,
sehingga menyebabkan terjadinya kerusakan organ dan bahkan ancaman terhadap
jiwa pasien. Beberapa kedaruratan urologi non trauma tersebut diantaranya :
Urosepsis, Hematuria, Obstruksi saluran kemih dan Strangulasi. Sedangkan untuk
kedaruratan urologi kerana trauma diantaranya : Trauma ginjal, Trauma ureter,
Trauma kandung kemih, Trauma urethra, dan Fraktur penis.
Isi
1. Kedaruratan Urologi Non Trauma
a. Urosepsis
Sepsis adalah kondisi ketika darah keracunan akibat sistem
imun tubuh sendiri. Jadi ketika tubuh terkena infeksi bakteri atau zat
asing tertentu, sistem imun terlalu aktif dan memberikan respon
berlebihan. Hal ini membuat antibodi diproduksi terlalu banyak dan
akhirnya masuk ke dalam darah, kemudian menyebabkan darah
keracunan. Nah, dalam kasus ini infeksi terjadi pada bagian sistem
perkemihan (urologi), sehingga disebut dengan urosepsis. Urosepsis
adalah infeksi sistemik yang berasal dari fokus infeksi di traktus
urinarius sehingga menyebabkan bakteremia dan syok septik. Insiden
urosepsis 20-30 % dari seluruh kejadian septikemia dan lebih sering
berasal dari komplikasi infeksi di traktus urinarius. Pasien yang
beresiko tinggi urosepsis adalah pasien berusia lanjut, diabetes dan
immunosupresif seperti penerima transplantasi, pasien dengan AIDS,
pasien yang menerima obat-obatan antikanker dan imunosupresan.
Obstruksi Kongenital: striktur uretra, fimosis, ureterokel,
policystic kidney disease
Didapat: calkulus, hipertrofi prostat, tumor traktus
urinarius, trauma, kehamilan, radioterapi
Instrumentasi Kateter ureter, stent ureter, nephrostomy tube,
prosedur urologik.
Impaired voiding Neurogenic bladder, sistokel, refluk vesikoureteral
Abnormalitas Nefrokalsinosis, diabetes, azotemia
metabolik
Imunodefisiensi Pasien dengan obat-obatan imunosupresif,
neutropenia.
Tabel 1. Kelainan struktur dan fungsi traktus urinarius yang berhubungan dengan
sepsis.

Patogenesis dari gejala klinis urosepsis adalah akibat dari


masuknya endotoksin, suatu komponen lipopolisakarida dari dinding sel
bakteri yang masuk ke dalam sirkulasi darah. Lipopolisakarida ini terdiri
dari komponen lipid yang akan menyebabkan ; Aktivasi sel-sel makrofag
atau monosit sehingga menghasilkan beberapa sitokin, antara lain tumor
necrosis factor alfa (TNF α) dan interlaukin I (IL I). Sitokin inilah yang
memacu reaksi berantai yang akhirnya dapat menimbulkan sepsis dan jika
tidak segera dikendalikan akan mengarah pada sepsis berat, syok sepsis,
dan akhirnya mengakibatkan disfungsi multiorgan atau multi organs
dysfunction syndrome (MODS). Rangsangan terhadap sistem komplemen
C3a dan C5a menyebabkan terjadinya agregasi trombosit dan produksi
radikal bebas, serta mengaktifkan faktor-faktor koagulasi. Perubahan
dalam metabolisme karbohidrat, lemak, protein, dan oksigen. Karena
terdapatnya resistensi sel terhadap insulin maka glukosa dalam darah tidak
dapat masuk ke dalam jaringan sehingga untuk memenuhi kebutuhan sel
akan glukosa terjadi proses glukoneogenesis yang bahannya berasal dari
asam lemak dan asam amino yang dihasilkan dari katabolisme lemak
berupa lipolisis dan katabolisme protein.
Diagnosis dari urosepsis dibuat berdasarkan dari anamnesa,
pemeriksaan fisik, laboratorium dan rontgenologik. Dari anamnesa, data
yang positif adalah adanya demam, panas badan dan menggigil dengan
didahului atau disertai gejala dan tanda obstruksi aliran urin seperti nyeri
pinggang, kolik dan atau benjolan diperut atau pinggang. Hanya 1/3 pasien
yang mengeluh demam dan menggigil dengan hipotensi. Keluhan febris
yang terjadi setelah gejala infeksi saluran kencing bagian bawah yaitu
polakisuria dan disuria juga sangat mencurigakan terjadinya urosepsis.
Demikian pula febris yang menyertai suatu manipulasi urologik. Pada
pemeriksaan fisik yang ditemukan dapat sangat bervariasi berupa takipneu,
takikardi, dan demam kemerahan dengan gangguan status mental. Pada
keadaan yang dini, keadaan umum penderita masih baik, tekanan darah
masih normal, nadi biasanya meningkat dan temperatur biasanya
meningkat antara 38-40 C. Sepsis yang telah lanjut memberikan gejala
atau tanda-tanda berupa gangguan beberapa fungsi organ tubuh, antara lain
gangguan pada fungsi kardiovaskuler, ginjal, pencernaan, pernapasan dan
susunan saraf pusat.
Keadaan Kriteria
SIRS (Systemic Terdapat paling sedikit dua dari beberapa kriteria
Inflammatory dibawah ini :
Respond 1. suhu tubuh > 38 ° C atau <>
Syndrome) 2. Denyut nadi > 90 x/’
3. Frekuensi nafas > 20 x/’ atau PaCO2 <>
4. Leukosit > 12000/mm3 atau <4000/mm3 atau lekosit
muda > 10%
MODS (Multiple SIRS dengan disfungsi organ dan hemostasis tidak dapat
Organ Dysfunction dipertahankan tanpa adanya intervensi
Sydrome)
Sepsis SIRS dengan tanda-tanda infeksi
Sepsis Berat Sepsis disertai dengan hipotensi (sistole <>
Syok Septik Sepsis disertai dengan hipotensi dan hipoperfusi
Tabel 2. Definisi Sepsis
Pemeriksaan status lokalis daerah abdomen sepanjang traktus
urinarius penting untuk menentukan pre eksisting anomalinya dan yang
diketemukan sangat bervariasi tergantung kelainan primernya. Dilakukan
palpasi pada daerah costophrenikus, abdomen bawah, regio pubis, kelenjar
limfe inguinal, genital, serta pemeriksaan transvaginal dan transrektal.
Pemeriksaan laboratorium yang mendukung diagnosa urosepsis adalah
adanya lekositosis dengan hitung deferensial ke kiri, lekosituria dan
bakteriuria.
Untuk peenegakkan diagnosis dari urosepsis harus dibuktikan
bahwa bakteri yang berada dalam darah (kultur darah) sama dengan
bakteri yang ada dalam saluran kemih (kultur urin). Kultur urin disertai
dengan test kepekaan antibiotika sangat penting untuk menentukan jenis
antibiotika yang diberikan. Pemeriksaan roentgen yang sederhana yang
dapat dikerjakan adalah foto polos abdomen. Pemeriksaan ini membantu
menunjukkan adanya kalsifikasi, perubahan posisi dan ukuran dari batu
saluran kemih yang mungkin merupakan fokus infeksi. Yang diperhatikan
pada hasil foto adalah adanya bayangan radio opak sepanjang traktus
urinarius, kontur ginjal dan bayangan/garis batas muskulus psoas.
Pemeriksaan pyelografi intravena (IVP) dapat memberikan data yang
penting dari kaliks, ureter, dan pelvis yang penting untuk menentukan
diagnosis adanya refluk nefropati dan nekrosis papilar. Bila pemeriksaan
IVP tidak dapat dikerjakan karena kreatinin serum terlalu meningkat,
maka pemeriksaan ultrasonografi akan sangat membantu menentukan
adanya obstruksi dan juga dapat untuk membedakan antara hidro dan
pyelonefrosis. Selain pemeriksaan tersebut juga dapat dilakukan
pemeriksaan CT scan dan MRI.
Penanganan penderita urosepsis harus cepat dan adekuat. Pada
prinsipnya penanganan terdiri dari:
1. Penanganan gawat (syok) ; resusitasi ABC
2. Pemberian antibiotika
3. Resusitasi cairan dan elektrolit
4. Tindakan definitif (penyebab urologik)
Pemberian antibiotik sebagai penanganan infeksi ditujukan unuk
eradikasi kuman penyebab infeksi serta menghilangkan sumber infeksi.
Pemberian antibiotik harus cepat dan efektif sehingga antibiotika yang
diberikan adalah yang berspektrum luas dan mencakup semua kuman yang
sering menyebabkan urosepsis yaitu golongan aminoglikosida
(gentamisin, tobramisin atau amikasin) golongan ampicilin yang
dikombinasi dengan asam klavulanat atau sulbaktam, golongan
sefalosforin generasi ke III atau golongan florokuinolon. Sefalosforin
generasi ke-3 dianjurkan diberikan 2 gr dengan interval 6-8 jam dan untuk
golongan cefoperazone dan ceftriaxone dengan interval 12 jam. Penelitian
oleh Naber et al membuktikan bahwa pemberian antibiotik injeksi
golongan florokuinolon dan piperacillin/tazobaktam direkomendasikan
untuk terapi urosepsis. Penelitian selanjutnya oleh Concia dan Azzini
terhadap levofloksasin membuktikan bahwa levofloksasin sebagai terapi
tambahan memiliki efek pada ekskresi renal dan tersedia dalam bentuk
injeksi intravena dan oral.
Resusitasi cairan, elektrolit dan asam basa adalah mengembalikan
keadaan tersebut menjadi normal. Urosepsis adalah penyakit yang cukup
berat sehingga biasanya “oral intake” menurun. Keadaan demam/febris
juga memerlukan cairan ekstra. Kebutuhan cairan dan terapinya dapat
dipantau dari tekanan darah, tekanan vena sentral dan produksi urine. Bila
penderita dengan hipotensi atau syok (tensi <>2O dan diberikan larutan
kristaloid dengan kecepatan 15-20 ml/menit.
Bila terdapat gangguan elektrolit juga harus dikoreksi. Bila K
serum 7 meq/L atau lebih perlu dilakukan hemodialisa. Hemodialisa juga
diperlukan bila terdapat Kreatinin serum > 10 mg%, BUN > 100 mg%
atau terdapat edema paru. Drainase yang segera perlu dikerjakan bila
terdapat timbunan nanah misalnya pyonefrosis atau hidronefrosis berat
(derajat IV). Pyonefrosis dan hidronefrosis yang berat menyebabkan
terjadinya iskemia sehingga mengurangi penetrasi antibiotika. Drainase
dapat dikerjakan secara perkutan atau dengan operasi biasa (lumbotomi).
Penderita yang telah melewati masa kritis dari septikemia maka harus
secepatnya dilakukan tindakan definitif untuk kelainan urologi primernya.
b. Hematuria
Hematuria adalah kondisi ketika adanya darah di dalam urine. Secara
sederhana kondisi ini disebut dengan kencing berdarah. Urine berubah
warna menjadi kemerahan atau sedikit kecokelatan yang pada umumnya
dikategorikan baik gross maupun mikroskopik. Untuk mikroskopik
hematuria dikatakan apabila didapatkan >3 s/d 5 sel darah merah/lapang
pandang. Beberapa jenis hematuria berdasarkan penyebab yaitu ; Inisial
hematuria: penyebabnya ada pada proksimal urethra atau di leher/dasar
buli-buli. Total hematuria: penyebabnya ada di buli-buli, ureter atau ginjal.
Idiopatic hematuria adalah hematuria dimana penyebabnya tidak dapat
ditentukan. False/pseudohematuria: adalah diskolorasi dari urine karena
pigmen dari pewarna makanan dan myoglobin.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan hematuria yaitu: faktor renal
(infeksi, kongenital anomali, tumor, trauma, batu), buli (infeksi, batu,
tumor, trauma), urethra (penyakit menular seksual, trauma, benda asing,
instrumentasi), prostat (infeksi, BPH, kanker prostat), atau bleeding
disorder. Adapun sebanyak ± 20 % dari penderita tidak diketahui
penyebabnya meskipun telah dilakukan pemeriksaan urologi lebih lanjut.
Diagnosis pada saat awal adalah dengan memastikan adanya sel darah
merah pada urine. Hal ini penting oleh karena warna darah pada urine bisa
disebabkan oleh: hemoglobinuria, myoglobinuria, pigmen makanan, zat
pewarna makanan, obat-obatan seperti phenothiazine, phenazopyridine,
porphyrin, phenolptalein.
Pada pemeriksaan fisik tanda vital diperhatikan terutama tekanan
darah dan suhu badan. Perlu diperhatikan adanya hipertensi yang mungkin
merupakan manifestasi dari penyakit ginjal. Syok hipovolemik dan anemia
mungkin disebabkan karena banyak darah yang keluar. Palpasi bimanual
pada ginjal perlu diperhatikan adanya pembesaran ginjal akibat tumor,
obstruksi, ataupun infeksi ginjal. Massa pada suprasimfisis mungkin
disebabkan karena retensi bekuan darah pada buli-buli. Colok dubur dapat
memberikan informasi adanya pembesaran prostat benigna maupun
karsinoma prostat.
Pemeriksaan urinalisis dapat mengarahkan kita kepada hematuria
yang disebabkan oleh faktor glomeruler ataupun non glomeruler. Pada
pemeriksaan pH urine yang sangat alkalis menandakan adanya infeksi
organisme pemecah urea di dalam saluran kemih, sedangkan pH urine
yang sangat asam mungkin berhubungan dengan batu asam urat. Sitologi
urine diperlukan untuk mencari kemungkinan adanya keganasan sel-sel
urotelial. IVP dapat mengungkapkan adanya batu saluran kemih, kelainan
bawaan saluran kemih, tumor-tumor urotelium, trauma saluran kemih,
serta beberapa penyakit infeksi saluran kemih. Pemeriksaan USG berguna
untuk melihat adanya massa yang solid atau kistus, adanya batu non opak,
bekuan darah pada buli-buli/pielum, dan untuk mengetahui adanya
metastasis tumor di hepar. Sistoskopi atau sisto-uretero-renoskopi
dikerjakan jika pemeriksaan penunjang di atas belum dapat menyimpulkan
penyebab hematuria. Tindakan ini biasa dilakukan setelah bekuan darah
yang ada di dalam buli-buli dibersihkan sehingga dapat diketahui asal
perdarahan.

c. Obstruksi Saluran Kemih


Obstruksi saluran kemih atau sering disebut dengan uropati obstruktif,
bisa terjadi pada seluruh bagian saluran kemih, mulai dari kaliks hingga
meatus uretra eksterna. Etiologinya kelainan bawaan (UPJ stenosis,
phimosis), kelainan dapatan (Batu, tumor salalular kemih). Patofisiologi
terjadinya obstruksi saluran kemih yaitu Tekanan hidrostatik intralumener
meningkat menyebabkan delatasi/penipisan dinding proks.obst dan reflux.
Hipertensi ada obstruksi akut unilateral(sistem angiotensin) dan obstruksi
kronis bilateral(retensi air,garam,azotemia). Asites urin akan Inhibisi
urin(forniks ginjal-rongga.peritoneum).
Diagnosis dari Anamnesis jika terjadi obstruksi pada Salalulan kemih
atas terdapat nyeri pinggang/sepanjang ureter, hematuria makroskopis,
keluhan traktus GI (mual,muntah), panas badan/menggigil, urin keruh. Jika
terjadi pada Saluran kemih bawah (LUT) maka akan terjadi hesistensi,
pancaran menjadi kencing lemah, dribbling, dysuria, hematuria, retensio
urin. Pada pemeriksaan fisik didapatkan Saluran kemih atas Inspeksi :
Benjolan masa daerah pinggang/perut (kurus, Palpasi : Terapa ginjal
membesar,nyeri. Saluran kemih bawah Inspeksi : Abd.bawah cembung
(kurus) Palpasi : Teraba kand kemih kisteus/batu/tumor/jaringan fibros
pada uretra, RT : teraba prostat/tumor kandung kemih. Pemeriksaan
penunjang dilakukan pemeriksaan Laboratorium, radiologi, Instrumentasi,
Endoskopi urologi. Terapi yang diberikan Terapi darurat Release
obstruksi, Retensio urin, Kateterisasi uretra, Sistostomi, Hidronefrosis,
Nefrostomi, Antibiotika profilaksis/terapiutis, Diuresis pasca release
obstruksi, Terapi cairan (NaCl 0,9%/RL) 50-60%. Komplikasi ISK, batu
saluran kemih, pionefrosis, gagal ginjal.

d. Strangulasi Penis
Strangulasi penis adalah terjeratnya penis oleh benda yang
melingkar pada penis sehingga menimbulkan gangguan hemodinamik
disebelah distal jeratan, berupa bendungan aliran darah vena yang
berakibat edem, hipoksemia sampai nekrose jaringan. Merril
membedakan strangulasi penis menjadi dua, yaitu yang pada orang
dewasa dan pada anak-anak/bayi. Pada dewasa biasanya karena
kesengajaan memasukkan benda berongga atau menjerat penisnya
pada saat ereksi. Benda yang dimasukkan bisa cincin karet/logam,
pipa, botol atau tali. Sedang pada anak/bayi dapat disebabkan oleh
kelalaian orang tua misalkan melingkarkan tali pada batang penis
anaknya dengan tujuan mencegah enuresis.
Pada prinsipnya benda yang menjerat penis harus segera
dikeluarkan. Caranya tergantung pada bahan, ukuran dan lama jeratan.
Jeratan oleh cincin baja sulit dikeluarkan apalagi bila ada edem hebat
disebelah distal jeratan. Bila edem belum terlalu besar, pelepasan
dapat dilakukan seperti melepaskan cincin dari jari tangan. Seutas pita
kecil atau nylon dilewatkan dibawah cincin dengan bantuan klem
bengkok yang telah diberi pelicin sampai ke proksimal cincin.
Disebelah distal cincin, pita dililitkan pada penis yang sebelumnya
telah pula diberi pelicin 2-3 cm. Ujung proksimal pita ditarik ke distal
dengan sudut 95° sampai cincin melewati lilitan pita. Prosedur ini
diulangi sampai cincin keluar. Diameter penis yang amat besar dan
ketegangan penis yang hebat dapat dikurangi dengan menusuk glans
dan kulit penis hingga cairan edem beserta darah dapat dikeluarkan
dan akan memperkecil diameter penis. Cincin baja dapat pula
dikeluarkan dengan memotongnya dengan gerinda baja berkecepatan
tinggi. Tetapi alat ini belum tentu tersedia dan sering menimbulkan
panas yang dapat merusak jaringan penis, karena itu selama digerinda
harus selalu ditetesi air. Pengambilan jeratan hanya merupakan awal
pengobatan strangulasi penis, perawatan selanjutnya tergantung
derajat kerusakannya. Uretrografi perlu dilakukan bila ada kecurigaan
lesi uretra. Kerusakan kulit yang luas memerlukan debridemen dan
tandur kulit.

2. Kedaruratan Urologi Trauma


a. Trauma Ginjal
Trauma ginjal adalah cedera pada ginjal yang disebabkan
oleh berbagai macam trauma baik tumpul maupun tajam. Trauma
ginjal merupakan trauma yang terbanyak pada sistem urogenitalia.
Kurang lebih 10% dari trauma pada abdomen mencederai ginjal.
Jenis cedera yang mengenai ginjal dapat merupakan cedera
tumpul, luka tusuk, atau luka tembak. Goncangan ginjal di dalam
rongga retroperitoneum menyebabkan regangan pedikel ginjal
sehingga menimbulkan robekan tunika intima arteri renalis.
Robekan ini akan memacu terbentuknya bekuan darah yang
selanjutnya dapat menimbulkan trombosis arteri renalis beserta
cabangcabangnya. Cedera ginjal dapat dipermudah jika
sebelumnya sudah ada kelainan pada ginjal, seperti hidronefrosis,
kista ginjal atau tumor ginjal.
Pemeriksaan fisik biasanya ditemukan jejas di regio flank
(pinggang) atau abdomen (perut), hemodinamik stabilitasnya
dinilai mulai tensi, nadi, suhu, gross hematuria, dari pemeriksaan
laboratorium; urinalisis (ditemukan erytrosit urine (+)), darah
lengkap (hematokrit serial), baseline fungsi ginjal (serum
kreatinin). Pemeriksaan Imaging: USG : evaluasi primer (USG
fast), CT-scan: menentukan grade trauma ginjal, jika hemodinamik
stabil, IVP: evaluasi ginjal kontralateral sebelum dilakukan
tindakan operasi eksplorasi ginjal, angiografi: jika perlu (sebelum
dilakukan tindakan embolisasi). Penatalaksanaan trauma ginjal
diawali dengan airway, breathing, dan sirkulasi menejemen
dipastikan aman, jika belum aman harus diselesaikan dengan baik.
Selanjutnya adalah stabilisasi hemodinamik. Jika hemodinamik
stabil maka dilakukan tindakan konservatif (non operatif
menejemen) berupa: observasi, bed rest total, serial hematocrit,
injeksi antibiotic jika didapatkan ekstravasasi urine diluar pelvic
calyc system. Pada keadaan hemodinamik yang tidak stabil,
terdapat expanding atau pulsating perirenal hematom selama
laparotomy, trauma grade 5 dengan cidera vaskuler maka
dilakukan tindakan operatif berupa eksplorasi ginjal (rekonstruksi
atau nephrectomy).

b. Trauma Ureter
Ruptur uretra adalah ruptur pada uretra yang terjadi langsung
akibat trauma dan kebanyakan disertai fraktur tulang panggul,
khususnya os pubis (simpiolisis). Trauma ureter sangat jarang
terjadi dari seluruh kasus trauma urogenital didapatkan sekitar 1%
trauma ureter. Penyebab trauma ureter antara lain trauma eksterna:
tumpul (18%) dan tajam (7%), trauma iatrogenic (75 %), operasi
obsgyn 73%, urologi (14%), digestif/ general (14%). Diagnosis
dilakukan dengan melakukan anamnesis tentang riwayat trauma
flank atau operasi daerah abdomen, pemeriksaan klinis: Hematuria,
oligo/anuria, sepsis. Dari pemeriksaan imaging: IVP, RPG
didapatkan gambaran rupture atau ekstravasasi kontras.

Penatalaksanaan trauma ureter antara lain tindakan


operative dengan repair ureter, pemasangan Double J stent, re-
anastomose ureter, menyambung ureter secara end to end
anastomose, sampai dengan neoimplantasi ureter. Pada fasilitas
kesehatan tingkat 1 hampir sama dengan trauma kandung kemih
dan ginjal penegakkan diagnosis dan penatalaksanaan yang dapat
dilakukan hanyalah seputar anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Anamnesis riwayat trauma area flank yang biasanya karena
tindakan medis (iatrogenic) ataupun trauma tajam. Pada trauma
ureter pasien biasanya relative stabil terkait primary surveynya.
Namun jika terdapat kelainan pada primary survey maka
penatalaksanaan segera untuk memberikan bantuan hidup dasar
dapatlah dikerjakan di fasilitas kesehatan tingkat 1.
c. Trauma Kandung Kemih (Buli-Buli)
Trauma benturan pada panggul yang menyebabkan patah
tulang (fraktur) seringkali terjadi pada kecelakaan sepeda motor
dan bisa menyebabkan robekan pada kandung kemih.
Luka tembus, biasanya akibat tembakan, juga bisa mencederai
kandung kemih. Gejala utama adalah adanya darah dalam air
kemih atau kesulitan untuk berkemih. Diagnosis ditegakkan
berdasarkan pemeriksaan sistografi. Robekan kecil (laserasi) bisa
diatasi dengan memasukkan kateter ke dalam uretra untuk
mengeluarkan air kemih selama 7-10 hari dan kandung kemih akan
membaik dengan sendirinya. Untuk luka yang lebih berat, biasanya
dilakukan pembedahan untuk menentukan luasnya cedera dan
untuk memperbaiki setiap robekan. Selanjutnya air kemih dibuang
dari kandung kemih dengan menggunakan 2 kateter, 1 terpasang
melalui uretra (kateter trans-uretra) dan yang lainnya terpasang
langsung ke dalam kandung kemih melalui perut bagian bawah
(kateter suprapubik). Kateter tersebut dipasang selama 7-10 hari
atau diangkat setelah kandung kemih mengalami penyembuhan
yang sempurna.

Pada fasilitas kesehatan tingkat 1 trauma kandung kemih


hampir sama dengan trauma ginjal, primary survey dan
memastikan stabilisasi primary survey dapat dikerjakan
difasilitas 1 sembari menyiapkan rujukan dan transportasi
menuju ke fasilitas yang lebih tinggi baik untuk penegakkan
diagnosis maupun penatalaksanaan yang sesuai.

d. Trauma Urethra

Trauma urethra merupakan trauma saluran kemih bawah


yang banyak mengenai laki-laki (4-19%), dibandingkan wanita
(0-6%). Trauma urethra sangat sering mengenai pasien dengan
fraktur pelvis. Penyebab trauma eksternal, trauma Penyebab
utama dari trauma uretra adalah patah tulang panggul dan karena
kedua kaki mengangkang (pada pria).

Prosedur pembedahan pada uretra atau alat yang


dimasukkan ke dalam uretra juga bisa melukai uretra, tetapi
lukanya relatif ringan. Gejalanya adalah ditemukannya darah di
ujung penis, hematuria dan gangguan berkemih. Kadang air
kemih merembes ke dalam jaringan di dinding perut, kantung
zakar atau perineum (daerah antara anus dan vulva atau kantung
zakar).

Penyempitan ureter (striktur) di daerah yang terkena


biasanya merupakan komplikasi yang bisa terjadi di kemudian
hari. Hal ini bisa menyebabkan impotensi akibat kerusakan arteri
dan saraf penis.Diagnosis ditegakkan berdasarkan uretrogram
retrograd.

Pengobatan untuk memar ringan adalah memasukkan


kateter melalui uretra ke dalam kandung kemih selama beberapa
hari untuk mengeluarkan air kemih dan uretra akan membaik
dengan sendirinya.

Untuk cedera lainnya, pengeluaran air kemih dari uretra


dilakukan dengan cara memasang kateter langsung ke dalam
kandung kemih. Untuk striktur uretra dilakukan perbaikan
melalui pembedahan.

e. Fraktur Penis

Fraktur penis atau penis patah merupakan cedera yang


timbul akibat pecahnya tunica albuginea yang menyelubungi
corpus cavernosum penis. Trauma penis bisa terjadi akibat
trauma oleh karena benda tajam secara langsung (KDRT,
kejahatan seksual), fraktur penis biasanya terjadi pada saat penis
ereksi dan didapatkan trauma (saat senggama). Trauma scrotum
dapat terjadi akibat trauma tumpul yang dapat menyebabkan
dislokasi testis, ruptur testis, dan hematom scrotum. Trauma
langsung pada skrotum beresiko terjadinya ruptur testis sekitar
50%. Tanda-tanda penis yang mengalami fraktur adalah adanya
suara patah atau retak, nyeri hebat, ereksi berhenti mendadak,
dan munculnya gumpalan darah pada kulit penis dengan ukuran
yang bervariasi. Gejala-gejalanya mirip dengan memar biasa
pada penis.
Penegakkan diagnosis dilakukan dengan anamnesis: agar
diketahui mekanisme trauma daerah genital, aktivitas sexual
yang menyebabkan kelainan genitalia. Pemeriksaan fisis
didapatkan vulnus sekitar genitalia, hematuria, udem penis,
darah sekitar vulva pada wanita. Pemeriksaan imaging berupa:
USG, MRI, kavernosografi.

Penatalaksanaan trauma genitalia meliputi tauma penis:


hematom tanpa ruptur cavernosa dan gangguan ereksi :
analgesik, kompres ES; fraktur penis: surgical intervensi dengan
penutupan tunika albuginea; trauma tajam: debridement dan atau
jahit primer. Trauma scrotum: hematom: manajemen
konservatif, ruptur testis/dislokasi : explorasi, jahit primer,
orchidopexy. Pada female genital trauma dapat diberikan
NSAID, kompres ES pada kondisi hematom, Vulnus/ ruptur
dilakukan jahit primer.

Kesimpulan

Kegawatdaruratan sistem perkemihan merupakan kegawatan di


bidang urologi yang bisa disebabkan oleh karena trauma maupun bukan
trauma. Beberapa kedaruratan urologi non trauma tersebut diantaranya :
Urosepsis, Hematuria, Obstruksi saluran kemih dan Strangulasi.
Sedangkan untuk kedaruratan urologi kerana trauma diantaranya : Trauma
ginjal, Trauma ureter, Trauma kandung kemih, Trauma urethra, dan
Fraktur penis.

Anda mungkin juga menyukai