Anda di halaman 1dari 15

EPIDEMOLOGI

ANEMIA PADA REMAJA

Dosen Pengajar Mata Kuliah Epidemiologi Gizi :


Kartika Yuliani, S.Gz., M.P.H.

Disusun Oleh
Safirah Al Kiromil B 2330018091

PROD1 GIZI
FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2020
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI………………………………………………………………………………………….1
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................3
2.1 Pengertian............................................................................................................3
2.2 Metode...............................................................................................................3-4
2.3 Analisis Faktor....................................................................................................5
BAB III KESIMPULAN........................................................................................................6
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................7

1
BAB I
PENDAHULUAN

Remaja yaitu individu dengan kelompok umur 10-19 tahun. Masa remaja adalah
sebuah peralihan dari masa anak dengan masa dewasa yang mengalami semua
perkembangan semua fungsi untuk memasuki masa dewasa (Argana, 2004). Perubahan
fisik sebab pertumbuhan akan mempengaruhi status kesehatan dan gizinya. Masalah gizi
yang biasanya dialami oleh remaja adalah anemia, obesitas, kekurangan energi kronis
atau KEK, perilaku makan yang menyimpang hal ini disebabkan karena
ketidakseimbangan antara asupan kebutuhan dan kecukupannya.

Remaja putri merupakan salah satu kelompok yang rentan mengalami anemia dini,
remaja putri berisiko lebih tinggi terkena anemia dibanding remaja laki-laki, yaitu
disebabkan karena perempuan mengalami masa haid atau siklus menstruasi pada setiap
bulan dan terjadi kesalahan pola makan yang salah. Sebab remaja putri sekarang ingin
memiliki bentuk tubuh yang ideal yaitu dengan cara diet atau mengurangi porsi makan
mereka, tetapi diet yang dilakukan tidak memiliki keseimbangan dengan kebutuhan
tubuh sehingga menyebabkan terjadinya kekurangan zat penting, yaitu zat besi.

Status zat besi dalam tubuh seseorang berbeda-beda tergantung dengan penyerapan
zat besi. Penyerapan zat besi atau enhancer dapat ditingkatkan dengan mengkonsumsi
makanan ataupun minuman yang mengandung vitamin C dan protein hewani. Vitamin C
dapat dikatakan sebagai enhancer adalah karena vitamin ini dapat membantu
penyerapan besi non heme dengan merubah bentuk feri ke fero yang mudah di serap. Zat
yang dapat menghambat penyerapan zat besi atau inhibitor seperti kafein, tanin, oksalat,
makanan yang terkandung dalam produk kacang-kacangan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Anemia
Anemia yaitu suatu keadaan dimana terjadinya penurunan hemoglobin (Hb),
hematokrit, dan jumlah sel darah merah dibawah nilai normal. Penyebab anemia
adalah akibat dari faktor gizi dan non gizi. Faktor gizi terkait dengan defisiensi
protein, mineral, dan vitamin sedangkan faktor non gizi terkait dengan penyakit
infeksi. Protein berperan penting dalam proses pembentukan hemoglobin, karena
ketika tubuh seseorang kekurangan protein dalam jangka waktu lama
pembentukan sel darah merah dapat terganggu maka hal tersebut yang akan
mengakibatkan terjadinya anemia. Kemudian vitamin C memiliki keterkaitan
dengan defisiensi zat besi, karena dapat membantu mempercepat penyerapan
besi dalam tubuh serta memiliki peran dalam memindahkan besi ke dalam darah.
Anemia yang terjadi pada remaja akan berdampak pada penurunan
konsentrasi belajar, penurunan kesegaran jasmani, gangguan pertumbuhan
hingga berat badan dan tinggi badan bisa tidak normal. Kehamilan pada usia
remaja juga akan memberikan efek panjang, seperti kematian ibu dan bayi, risiko
melahirkan dengan BBLR (Berat Badan Lahir Rendah).
Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Tahun 2007, prevalensi
anemia pada wanita usia subur (WUS) usia 15-19 tahun mencapai 26,5% (Depkes
RI, 2008). Ada sekitar 370 juta wanita yang menderita anemia karena defisiensi
zat besi.

B. Metode
Penelitian ini bersifat observasional analitik, ditinjau dari segi waktunya
penelitian ini menggunakan metode cross sectional yang mana semua data baik
meliputi variabel independent dan dependent dikumpulkan dalam waktu yang
bersamaan (Notoatmodjo, 2005).

3
Tabel 1. Distribusi Karakteristik

Dalam penelitian ini didapatkan dari 67 responden sebagian besar


terdapat 46 orang (68,7%) yang tidak mengalami anemia, sedangkan jumlah
responden yang terkena anemia adalah 21 orang (31,3%).

Tabel 2. Distribusi Tingkat Konsumsi Sumber Makanan Inhibitor

Dari 67 responden dapat diketahui bahwa dari 21 orang yang mengalami


anemia termasuk dalam kategori biasa mengonsumsi makanan inhibitor Fe
sebanyak 10 orang (47,6%), sedangkan dari 46 orang yang tidak mengalami
anemia sebagian besarnya termasuk dalam kategori kadang-kadang
mengonsumsi makanan inhibitor Fe sebanyak 28 orang (60,9%). Dan yang biasa
mengonsumsi inhibitor Fe lebih sedikit yang tidak mengalami anemia sebanyak 6
orang (13%).

4
C. Analisis Faktor
Pola konsumsi sumber penghambat penyerapan atau inhibitor Fe dengan
status anemia remaja putri berhubungan signifikan (p=0,004) hubungan ini
sejalan dengan penelitian (Akib, 2017) yang mengatakan asupan zat inhibitor
(seperti tanin dan oksalat yang banyak terkandung dalam makanan seperti
kacang-kacangan, pisang, bayam, coklat, kopi dan teh) yang berlebihan dapat
mengakibatkan anemia. Contohnya pada teh dan kopi, karena polifenol dalam teh
dan kopi terkandung fitrat yang merupakan penghambat penyerapan utama pada
zat besi, zinc dan kalsium.
Hubungan pola konsumsi inhibitor Fe juga sejalan dengan penelitian (Resti,
2018) yang mengatakan bahwa zat yang dapat menghambat penyerapan Fe yaitu
kafein, magan, tanin, oksalat, fitat yang banyak tergandung dalam produk kacang-
kacangan spt kedelai, teh dan kopi. Hal ini disebabkan sebagian responden
mengonsumsi baik makanan maupun minuman yang mengandung inhibitor Fe
seperti kacang-kacangan, pisang, bayam, coklat, kopi dan teh.
Konsumsi makanan sumber enhancer Fe dengan status anemia remaja putri
tidak memiliki hubungan yang signifikan (p=0,380) hubungan ini tidak sejalan
dengan teori yang menjelaskan bahwa mengonsumsi sumber makanan enhancer
Fe, seperti vitamin C dapat meningkatkan kadar Hb atau mencegah terjadinya
anemia.
Sedangkan hubungan konsumsi makanan sumber enhancer Fe dengan status
anemia remaja putri tidak memiliki hubungan yang signifikan (p=0,380)
hubungan ini sejalan dengan penelitian (Irien, 2016) yang mengatakan bahwa
tidak ada hubungan yang signifikan antara konsumsi vitamin c dengan status
anemia. Karena kemungkinan disebabkan oleh responden yang kurang
mengonsumsi buah-buahan yang banyak mengandung vitamin c, yang
dikarenakan keterbatasan buah-buahan.
Vitamin C mempunyai peranan penting dalam penyerapan zat besi non hame
yang banyak ditemukan dalam makanan nabati. Maka dari itu apabila konsumsi
sayuran dan buah dapat menghambat penyerapan zat besi di dalam tubuh
sehingga mengakibatkan terjadinya anemia.

5
BAB III
KESIMPULAN

Pada penelitian ini terdapat 67 responden dengan didapatkannya 21 sampel


yang mengalami anemia dan 46 sampel tidak mengalami anemia. Pada hasil akhir
yang diterima adalah terdapatnya hubungan yang signifikan antara pola makanan
dengan konsumsi zat penghambat atau inhibitor Fe dengan penyakit anemia. Dan
terdapat pula tidak adanya hubungan yang signifikan antara pola makanan
dengan konsumsi zat enhancer Fe dengan status anemia.

6
DAFTAR PUSTAKA

Akib, A., & Sumarmi, S. 2017. Kebiasaan Makan Remaja Putri yang
Berhubungan dengan Anemia: Kajian Positive Deviance. Amerta Nutrition, 1(2),
105-116.
Kusumarini, R., & Sirajuddin, S. 2018. PENGARUH PEMBERIAN BARUASA
KACANG GUDE TERHADAP KONSENTRASI HEMOGLOBIN SISWA SEKOLAH
DASAR. In Seminar Ilmiah Nasional Teknologi, Sains, dan Sosial Humaniora
(SINTESA) (Vol. 1, No. 1).
Masthalina, H. 2015. Pola Konsumsi (faktor inhibitor dan enhancer fe)
terhadap Status Anemia Remaja Putri. KEMAS: Jurnal Kesehatan Masyarakat,
11(1), 80-86.
SyaBani, I. R. N., & Sumarmi, S. 2017. Hubungan status gizi dengan kejadian
anemia pada santriwati di Pondok Pesantren Darul Ulum Peterongan Jombang.
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah, 1(2).

7
KEMAS 11 (1) (2015) 80-86

Jurnal Kesehatan Masyarakat


http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/kemas

POLA KONSUMSI (FAKTOR INHIBITOR DAN ENHANCER FE) TERHADAP


STATUS ANEMIA REMAJA PUTRI

Herta Masthalina, Yuli Laraeni, Yuliana Putri Dahlia

Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Mataram, Nusa Tenggara Barat

Info Artikel Abstrak


Sejarah Artikel: Laporan kegiatan Dinas Kesehatan Lombok Barat 2012 terhadap pemeriksaan kadar Hb
Diterima 20 April 2015 remaja puteri diperoleh sebesar 83,16 % remaja puteri di Gunungsari yang menderita
Disetujui 3 Juli 2015 anemia.Penelitian bertujuan mengetahui hubungan pola konsumsi (faktor inhibitor dan
Dipublikasikan Juli 2015
enhancerfe) dengan status anemia siswi. Penelitian dilakukan pada tahun 2014 bersifat
Keywords: observasional analitik, dari segi waktunya cross-sectional. Subjek penelitian adalah siswi
inhibitors fe; Enhancer Madrasah Aliyah Al-Aziziyah sebanyak 67 siswi yang diperoleh secara random sam-
fe, Anemia status pling. Data yang dikumpulkan meliputi nama, umur, kelas, status anemia dan pola kon-
sumsi faktor inhibitor dan enhancer. Remaja yang anemia, sebanyak 10 orang (47,6%)
DOI termasuk kategori biasa mengkonsumsi makanan sumber inhibitor Fe dan sebagian be-
http://dx.doi.org/10.15294/ sar (76,2%) kadang-kadang mengkonsumsi makanan sumber enhancer Fe. Ada hubun-
kemas.v11i1.3516 gan pola konsumsi faktor inhibitor Fe dengan status anemia siswi, dan tidak ada hubun-
gan pola konsumsi faktor enhancer Fe dengan status anemia siswi.

CONSUMPTION PATTERNS (FACTOR INHIBITORS AND ENHANCER FE) TO


STATUS OF ANEMIA ADOLESCENT

Abstract
Health Department Activity Report 2012 West Lombok The level of Hb girls of 83.16%
girls in Gunungsari suffered from anemia . The research aims to determine the relationship
patterns of consumption ( inhibitors factors and enhancers fe ) with anemia status
schoolgirl. The study was conducted in 2014 with observational analytic study, in terms
of time to cross-sectional. Subjects were students of Madrasah Aliyah Al-Aziziyah were 67
students who obtained random sampling..Data collected includes name, age, grade, status
of anemia and consumption patterns factor inhibitors and enhancers. Teens are anemic, as
many as 10 people (47.6%) including category inhibitor used to consume food sources Fe
and most (76.2%) sometimes consume food sources enhancer Fe . There is a relationship
consumption patterns inhibitor factor with anemia status Fe students, and there is no
relationship enhancer factor Fe consumption pattern with anemia status of students.

© 2015 Universitas Negeri Semarang


Alamat korespondensi: ISSN 1858-1196
Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Mataram
Jl. Prabu Rangkasari, Dasan Cermen Cakranegara, Mataram – Nusa Tenggara Barat.
Email : herta_tobing@yahoo.co.id
KEMAS 11 (1) (2015) 80-86

Pendahuluan dalam limpa.


Remaja adalah individu kelompok umur Remaja putri merupakan salah satu
10-19 tahun yang dibagi dalam dua terminasi kelompok yang rawan menderita anemia.
yaitu remaja awal pada rentang umur 10-14 Remaja putri berisiko lebih tinggi terkena
tahun dan remaja akhir 15-19 tahun. Masa anemia dibandingkan dengan remaja laki-
remaja adalah peralihan dari masa anak laki karena alasan pertama remaja perempuan
dengan masa dewasa yang mengalami semua setiap bulan mengalami siklus menstruasi dan
perkembangan semua aspek atau fungsi untuk alasan kedua yaitu karena memiliki kebiasaan
memasuki masa dewasa (Argana, 2004) makan yang salah, hal ini terjadi karena para
Perubahan fisik karena pertumbuhan remaja putri ingin langsing untuk menjaga
yang terjadi akan mempengaruhi status penampilannya sehingga mereka berdiet
kesehatan dan gizinya. Ketidakseimbangan dan mengurangi makan, akan tetapi diet
antara asupan kebutuhan atau kecukupan yang dijalankan merupakan diet yang tidak
akan menimbulkan masalah gizi, baik itu seimbang dengan kebutuhan tubuh sehingga
berupa masalah gizi lebih maupun gizi kurang. dapat menyebabkan tubuh kekurangan zat-zat
Masalah gizi yang biasa dijumpai pada remaja penting seperti zat besi.
antara lain, anemia, obesitas, kekurangan energi Anemia pada remaja akan berdampak
kronis atau KEK, perilaku makan menyimpang pada penurunan konsentrasi belajar,
seperti anoreksia nervosa dan bulimia. penurunan kesegaran jasmani, dan gangguan
Pola makan remaja biasanya berbeda pertumbuhan sehingga tinggi badan dan berat
dengan kelompok umur lainnya, pengalaman badan tidak mencapai normal. Kehamilan pada
baru, kegembiraan di sekolah, rasa takut usia remaja juga memberi efek yang panjang
kalau terlambat di sekolah, menyebabkan para yaitu menyebabkan kematian ibu, bayi, atau
remaja sering menyimpang dari kebiasaan risiko melahirkan bayi dengan BBLR (Berat
makan yang sudah menyimpang dari kebiasaan Bayi Lahir Rendah). Pada siklus hidup manusia,
waktu makan yang sudah diberikan pada remaja wanita (10-19 tahun) merupakan salah
mereka. Berdasarkan hasil penelitian tentang satu kelompok yang rawan terhadap anemia.
peranan pola makan terhadap anemia gizi pada Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga
remaja putri pondok pesantren di Surabaya (SKRT) Tahun 2007, prevalensi anemia pada
menunjukkan bahwa responden dengan pola wanita usia subur (WUS) usia 15-19 tahun
makan buruk mempunyai resiko terkena mencapai 26,5% (Depkes RI, 2008). Ada sekitar
anemia 12 kali lipat dibandingkan responden 370 juta wanita yang menderita anemia karena
dengan pola makan baik (Jiptunair, 2004). defisiensi zat besi.
Anemia adalah suatu keadaan dimana Status zat besi didalam tubuh manusia
menurunnya hemoglobin (Hb), hematokrit, dan tergantung pada penyerapan zat besi tersebut.
jumlah sel darah merah di bawah nilai normal. Di antaranya yang dapat meningkatkan
Kreamer (2007), menyatakan bahwa penyebab penyerapan besi atau enhancer dari sumber
anemia adalah akibat faktor gizi dan non gizi. vitamin C seperti pada jeruk, pepaya serta
Faktor gizi terkait dengan defisiensi protein, sumber protein hewani tertentu contohnya
vitamin, dan mineral, sedangkan faktor non daging sapi, daging ayam dan ikan . Vitamin C
gizi terkait penyakit infeksi. Protein berperan sebagai enhancer karena vitamin C membantu
dalam proses pembentukan hemoglobin, penyerapan besi non heme dengan merubah
ketika tubuh kekurangan protein dalam jangka bentuk feri menjadi fero yang mudah diserap.
waktu lama pembentukan sel darah merah Vitamin C membentuk gugus besi-
dapat terganggu dan ini yang menyebabkan oksalat yang tetap larut pada pH yang lebih
timbul gejala anemia, sedangkan vitamin tinggi seperti di duodenum sehingga mudah
yang terkait dengan defisiensi zat besi adalah diserap. Oleh karena itu sangat disarankan untuk
vitamin C yang dapat membantu mempercepat mengkonsumsi makanan sumber vitamin C
penyerapan besi di dalam tubuh serta berperan tiap kali makan untuk meningkatkan absorbasi
dalam memindahkan besi ke dalam darah, besi nonhem. Zat yang dapat menghambat
mobilisasisimpanan besi terutama hemosiderin penyerapan besi atau inhibitor antara lain

81
Herta Masthalina, dkk / Pola Konsumsi (Faktor Inhibitor dan Enhancer Fe)

adalah kafein, tanin, oksalat, fitat, yang terdapat Aliyah Puteri Kapek, Gunungsari. Penelitian
dalam produk-produk kacang kedelai, teh, dan ini bersifat observasional analitik, kemudian
kopi. Kopi dan teh yang mengandung tanin ditinjau dari segi waktunya penelitian ini
dan oksalat merupakan bahan makanan yang merupakan cross-sectional , dimana semua
sering dikonsumsi oleh masyarakat. Faktor diet data yang meliputi variabel independent dan
lainnya yang membatasi tersedianya zat besi dependent dikumpulkan dalam waktu yang
adalah fitat, sebuah zat yang ditemukan dalam bersamaan (Notoatmodjo, 2005). Populasi
gandum. dalam penelitian ini adalah siswi kelas X dan
Pola konsumsi inhibitor pada siswi kelas XI di Madrasah Aliyah Al-Aziziyah
Madrasah Aliyah Gunungsari dapat diketahui Kapek, Gunungsari sebanyak 199 orang.Besar
terlihat dari ketersediaan makanan yang sampel dalam penelitian ini sebesar 67 orang.
menjadi inhibitor zat besi, di mana di kantin Cara penentuan sampel dan cara pengambilan
sekolah dijual es teh dan kacang kedelai goreng, sampel dengan cara acak (systemic random
dan enhancer yang termasuk vitamin C juga sampling). Siswiyang diambil beradasarkan
banyak terjual dikantin sekolah contohnya es kriteria inklusi. Data karakteristik sampel
buah yang biasa menggunakan buah-buahan (nama, umur, kelas) dengan wawancara
seperti pepaya, apel, dan konsumsi protein bisa dengan bantuan form identitas. Data tentang
dilihat dari tersedianya nasi bungkus yang berisi pola konsumsi faktor inhibitor dan enhancer Fe
lauk hewani seperti daging, ayam, dan ikan. diperoleh dengan cara mewawancara dengan
Siswi Madrasah Aliyah kerap mengkonsumsi alat bantu form FFQ semi kuantitatif 1 bulan
makanan yang tersedia dikantin salah satunya terakhir, Frekuensi diberi kategori menjadi
adalah es teh yang termasuk minuman yang (Widajayanti, 2009) : (1) Biasa dikonsumsi
disukai. apabila skor ≥ 15 - 50, (2) Kadang-kadang
Data Dinas Kesehatan Lombok Barat apabila skor ≥ 10 - 14,9, (3)Tidak pernah
2012 tentang pemeriksaan kadar Hb remaja apabila skor ≥ 1 - 9,9
puteri di Lombok Barat diperoleh sebesar Hasil konsumsi energi dan protein
83,16% remaja puteri di Gunungsari yang dibandingkan dengan AKG 2013 dan diberi
menderita anemia. Data Puskesmas Gunungsari kategori menjadi : Tidak baik = skor<90%, dan
tahun 2012 terhadap pemeriksaan kadar Hb baik apabila skor = > 90 %.
murid Sekolah Menengah Atas / Madrasah Data tentang status anemia siswi
Aliyah bahwa diperoleh Madrasah Aliyah Al- dikumpulkan dengan cara pemeriksaan
Aziziyah Gunungsari berada pada peringkat Hemoglobin dengan menggunakan metode
pertama yang memiliki jumlah siswi puteri alat portable digital analyzerdengan kategori :
terbanyak menderita anemia yaitu sebesar anemia = Hb <12 g/dl, dan tidak anemia = Hb
81,13%. Melihat dampak anemia dan tingginya ≥ 12 g/dl.
prevalensi anemia pada remaja puteri di Data Sekunder : data tentang gambaran
berbagai kecamatan di Lombok Barat terutama umum lokasi penelitian yaitu Madrasah
di Gunungsari, peneliti tertarik untuk melihat Aliyah Al-Aziziyah Gunungsari dengan cara
hubungan pola konsumsi faktor inhibitor wawancara langsung dengan kepala sekolah
(penghambat) & enhancer (pemicu) Fe dengan Madrasah Aliyah Al-Aziziyah Gunungsari.
status anemia siswi di Madrasah Aliyah Al- Untuk mengetahui hubungan pola
Aziziyah Kapek, Gunungsari di Kabupaten konsumsi faktor inhbitor dan enhancerFe
Lombok Barat. dengan status anemiasiswi dilakukan uji
Tujuan penelitian ini adalah Mengetahui statistik menggunakan uji Chi Square.
hubungan pola konsumsi (faktor inhibitor
dan enhancer Fe) dengan status anemia siswi Hasil dan Pembahasan
di Madrasah Aliyah Al-Aziziyah Kapek, Dilhat dari tabel 1 dapat diketahui
Gunungsari. karakteristik sampel berdasarkan umur
sebagian besar sampel berumur ≥16 tahun
Metode sebanyak 53 orang (79,1%), sedangkan sampel
Penelitian ini dilaksanakan di Madrasah yang berumur <16 tahun sebanyak 14 orang

82
KEMAS 11 (1) (2015) 80-86

Tabel 1. Distribusi Karakteristik


No Karakteristik Kategori n %
1. Umur <16 th 14 20,9
≥16 th 53 79,1
Total 67 100
2. Kelas XB 13 19,4
XC 17 25,4
XI Bahasa 8 11,9
XI IPA 17 25,4
XI IPS 12 17,9
Total 67 100
3. Kadar Hb <12 g/dl (anemia) 21 31,3
≥12 g/dl (tidak anemia) 46 68,7
Total 67 100
Sumber : Data Primer
(20,9%). Karakteristik sampel berdasarkan beredar tidak dapat memenuhi fungsinya
kelas, sampel di ambil dari kelas X dan XI untuk menyediakan oksigen bagi jaringan
yang terdiri dari kelas X B sebanyak 13 orang tubuh (Bakta, 2006). Konsekuensi kesehatan
(19,4%), kelas X C 17 orang (25,4%), kelas XI yang ditimbulkan akibat defisiensi zat besi
bahasa sebanyak 8 orang (11,9%), kelas XI IPA meliputi kelahiran prematur, berat badan
sebnyak 17 orang (25,4%), dan kelas XI IPS lahir rendah, infeksi, dan peningkatan resiko
sebanyak 12 orang (17,95). kematian. Belakangan akan terjadi gangguan
Dalam penelitian ini didapatkan dari 67 pada perkembangan fisik dan kognitif yang
responden diketahui bahwa sebagian besar ada mengakibatkan prestasi sekolah yang buruk.
46 orang (68,7%) yang tidak anemia sedangkan Hasil penelitian Zulaekha (2014), mengatakan
yang menderita anemia ada 21 orang (31,3%), bahwa kondisi anemia dapat menurunkan laju
jumlah ini lebih sedikit jika dibandingkan pertumbuhan anak.
dengan data Puskesmas Gunungsari tahun Anemia terjadi karena beberapa faktor
2012 terhadap pemeriksaan kadar Hb murid antara lain yaitu pendarahan karena haid,
Sekolah Menengah Atas / Madrasah Aliyah penyakit infeksi, penyakit kronik, aktifitas
bahwa diperoleh Madrasah Aliyah Al- fisik, dan paling umum adalah karena
Aziziyah Gunungsari berada pada peringkat ketidakcukupan asupan zat besi di dalam tubuh
pertama yang memiliki jumlah siswi terbanyak salah satu akibat dari mengkonsumsi makanan
menderita anemia yaitu sebesar 81,13 %, maka yang menghambat penyerapan zat besi tersebut
prevalensi anemia pada penelitian siswi di atau inhibitor contohnya tanin dan oksalat,
Madrasah Aliyah Al-Aziziyah pada tahun 2014 namun zat besi dapat juga diserap dengan
ini sudah menurun. baik apabila mengkonsumsi makanan sumber
Remaja putri mempunyai risiko enhancer seperti vitamin C.
yang lebih tinggi terkena anemia daripada Tabel 2 menggambarkan dari 67 sampel
remaja putra.Alasan pertama karena setiap dapat diketahui bahwa dari 21 sampel siswi
bulan pada remaja putri mengalamihaid. yang anemia termasuk dalam katagori biasa
mengkonsumsi makanan inhibitor Fe sebanyak
Seorang wanita yang mengalami haid
10 orang (47,6%), sedangkan dari 46 sampel
yang banyak selama lebih dari lima hari yang tidak anemia sebagian besar termasuk
dikhawatirkan akan kehilangan besi, dalam kategori kadang-kadang mengkonsumsi
sehingga membutuhkan besi pengganti makanan inhibitor Fe sebanyak 28 orang
lebihbanyak daripada wanita yang haidnya (60,9%), dan yang biasa mengkonsumsi
hanya tiga hari dan sedikit (Arisman, inhibitor Fe lebih sedikit yang tidak anemia
2010). Anemia adalah keadaan dimana sebanyak 6 orang (13%). Inhibitor adalah zat
massa eritrosit dan massa hemoglobin yang penghambat penyerapan zat besi merupakan,

83
Herta Masthalina, dkk / Pola Konsumsi (Faktor Inhibitor dan Enhancer Fe)

Tabel 2. Distribusi Tingkat Konsumsi Sumber Makanan Inhibitor :


Pola konsumsi Anemia Tidak Anemia Nilai p
Sumber Inhibitor 0,004
Biasa Dikonsumsi 10 (47,6%) 6 (13%)
Kadang-kadang 10 (47,6%) 28 (60,9%)
Tidak pernah 1 (4,8%) 12 (26,1%)
Sumber enhancer 0,380
Biasa Dikonsumsi 3 (14,3%) 8 (17,4%)
Kadang-kadang 16 (76,2%) 28 (60,9%)
Tidak pernah 2 (9,5%) 10 (21,7%)
Asupan Protein
Baik 4 (19%) 30 (65,2%)
Tidak Baik 17 (81%) 16 (34,8%)
Sumber : Data Primer
salah satu faktor yang dapat mengakibatkan (2013), di SMAN 1 Mojolaban ditemukan siswi
anemia. Konsumsi faktor inhibitor Fe dengan yang anemia sebanyak 61,9% mengkonsumsi
status anemia siswi berhubungan signifikan (p teh sering, siswi yang tidak anemia yang
= 0,004). Hasil analisis hubungan antara pola mengkonsumsi teh setiap hari sebanyak 58,3%.
konsumsi faktor inhibitor Fe dengan status Teh merupakan minuman yang
anemia siswi didapatkan adanya hubungan mengandung tanin yang dapat menurunkan
yang signifikan ini disebabkan karena sebagian penyerapan besi non hem dengan membentuk
besar siswi suka mengkomsumsi teh, pisang, ikatan komplek yang tidak dapat diserap
dan coklat yang termasuk bahan makanan (Temme, 2002). Penelitian Thankachan (2008),
penghambat penyerapan zat besi. pada wanita menyimpulkan bahwa konsumsi
Penelitian ini sejalan dengan hasil teh 1-2 cangkir sehari menurunkan absorbsi
penelitian yang dilakukan oleh Amaliah besi, baik pada wanita dengan anemia ataupun
(2002), menyatakan bahwa ada hubungan tidak. Konsumsi 1 cangkir teh sehari dapat
yang bermakna antara pola konsumsi sumber menurunkan absorbsi Fe sebanyak 49% pada
penghambat penyerapan Fe (Inhibitor) dengan penderita anemia defisiensi besi, sedangkan
status anemia remaja putri. Hal ini disebabkan konsumsi 2 cangkir teh sehari menurunkan
karena sebagian besar siswi Madrasah Aliyah absorbasi Fe sebesar 67% pada penderita
sering mengkonsumsi makanan atau minuman anemia defisiensi Fe dan 66% pada kelompok
yang merupakan sumber penghambat kontrol. Teh yang dikonsumsi setelah makan
penyerapan Fe (inhibitor) yaitu tanin dan hingga 1 jam akan mengurangi daya serap sel
oksalat yang banyak terkandung dalam darah merah terhadap zat besi sebesar 64%
makanan seperti kacang-kacangan, pisang, maka dari itu dianjurkan untuk mengkonsumsi
bayam, coklat, kopi, dan teh. Siswi Madrasah teh 2 jam setelah makan.
Aliyah sering mengkonsumsi pisang goreng Sampel yang anemia sebagian besar
coklat hampir setiap hari dengan frekuensi kadang-kadang mengkonsumsi makanan
>1x sehari dan dari 67 responden ada 29 sumber enhancer Fe sebanyak 16 orang (76,2%)
orang (43,28%) yang biasa mengkonsumsi dan yang tidak anemia sebagian besar juga
pisang, selain itu juga siswi Madrasah Aliyah termasuk dalam kategori kadang-kadang
suka mengkomsumsi teh sehabis makan mengkonsumsi makanan sumber enhancer
dari 67 responden ada 26 orang (39%) yang Fe sebanyak 28 orang (60,9%). Data juga
biasa mengkonsumsi teh. Hal ini mungkin menunjukkan bahwa sebagian kecil siswi yang
yang menyebabkan adanya hubungan antara anemia 2 orang (9,5%) dan tidak anemia 10
mengkonsumsi makanan sumber penghambat orang (21,7%) termasuk dalam kategori tidak
Fe atau Inhibitor dengan status anemia siswi pernah mengkonsumsi sumber bahan makan
Madrasah Aliyah Al-aziziyah. Hasil penelitian enhancer Fe.Hubungan konsumsi sumber
ini sejalan juga dengan penelitian Utomo enhancer Fe dengan status anemia siswi tidak

84
KEMAS 11 (1) (2015) 80-86

ada hubungan yang signifikan (p = 0,380), yang yang masih tinggi pada buah segar juga dapat
dimana siswi termasuk dalam kategori kadang- menghambat penyerapan zat besi. Untuk itu,
kadang mengkonsumsi makanan sumber dianjurkan memakan buah dalam bentuk jus
enhancer Fe ada 16 orang (76,2%) yang anemia untuk diminum. Penelitian ini sejalan dengan
dan ada 28 orang (60,9%) yang tidak anemia. hasil Utomo (2013), yang mengatakan tidak
Data juga menunjukkan bahwa sebagian kecil ada hubungan antara asupan vitamin C dengan
siswi yang anemia 2 orang (9,5%) dan tidak kadar hemoglobin.Hasil penelitian ini juga
anemia 10 orang (21,7%) termasuk dalam didukung oleh hasil penelitian sebelumnya
kategori tidak pernah mengkonsumsi sumber yang dilakukan oleh Argana (2004), yang
bahan makanan enhancer Fe. menyatakan bahwa konsumsi vitamin C juga
Penelitian ini tidak sejalan dengan teori tidak berhubungan secara bermakna dengan
yang mengatakan mengkonsumsi sumber kadar hemoglobin, sehingga hasil ini berbeda
makanan enhancer Fe contohnya vitamin C dengan hasil penelitian ini Farida (2007),
dapat meningkatkan kadar Hb atau mencegah dengan hasil penelitian yangmenunjukan
anemia. Hasil penelitian ini sejalan dengan bahwa ada hubungan tingkat konsumsi gizi
hasil penelitian Adriana (2010), yang dimana (energi, protein, besi, vitamin A, dan vitamin
tidak ada hubungan yang bermakna antara C), pola menstruasi, dan kejadian infeksidengan
kebiasaan makan sumber peningkat Fe atau kejadian anemia pada remaja putri. Vitamin C
enhancer dengan kejadian anemia. dapat berperan meningkatkan absorbs zat besi
Penelitian ini juga sejalan dengan non heme menjadi empat kali lipat, vitamin
penelitian Ratih (2010), yang dimana C dan zat besi membentuk senyawa absorbs
hubungan antara konsumsi vitamin C dengan besi kompleks yang mudah larut dan mudah
kadar Hb tidak signifikan secara statistik, diabsorbsi (Proverawati, 2009).
selain melakukan penelitian tentang hubungan Siswi Madrasah Aliyah juga jarang
antara konsumsi vitamin C dengan kadar mengkonsumsi sumber vitamin C seperti
Hb. Penelitian Ratih 2010 juga melakukan pepaya, jeruk, dan apel dengan frekuensi yang
penelitian tentang perbedaan antara asupan kurang <1x seminggu, dan juga pada saat
vitamin C anak anemia dan tidak anemia mengkonsumsi makanan sumber vitamin C
didapatkan bahwa ada perbedaan yang siswi tidak bersamaan dengan mengkonsumsi
signifikan ini karena secara teori vitamin C makanan sumber Fe yang sebagai pembentuk sel
merupakan salah satu enhancer penyerapan Fe darah merah. Siswi juga sering mengkonsumsi
non hem, dimana akan menghilangkan efek makanan sumber vitamin C dalam bentuk
chelating agents dan mengubah bentuk Fe2+ minuman panas sedangkan diketahui vitamin
menjadi Fe3+ yang mudah diserap. Vitamin C memiliki sifat mudah larut dalam air, mudah
C juga berperan dalam memindahkan Fe dari rusak oleh oksidasi dan panas, jika vitamin C
transferin plasma ke feritin hati. diolah dalam dalam pemrosesan termasuk
Penelitian ini tidak ada hubungan (p= dalam perlakuan pemanasan maka ini akan
0,380) antara konsumsi enhancer Fe dengan mengakibatkan kerusakan kandungan vitamin
status anemia, hal ini bisa mungkin terjadi C tersebut yang dimana vitamin C dalam
karena kebiasaan makan sumber peningkat makanan tersebut akan hancur.
penyerapan Fe (enhancer) yaitu vitamin C Penelitian tentang hubungan enhancer
yang tidak dibarengi pada saat mengkonsumsi Fe dengan status anemia siswi tidak memiliki
sumber makanan Fe sehingga tidak memiliki hubungan mungkin karena ada beberapa
dampak yang signifikan bagi ketersediaan penyebab salah satunya suka mengkonsumsi
zat besi dalam tubuh. Kemungkinan lain minuman jeruk hangat.Selain zat besi yang
yang menyebabkan tidak berhubungan antara membentuk sel darah merah dan vitamin C yang
kebiasaan makan sumber peningkat penyerapan dapat membantu penyerapannya, protein juga
Fe (enhancer) dengan status anemia adalah sangat berperan penting dalam pembentukan
bentuk pada saat mengkonsumsi sumber sel darah merah. Analisis hubungan antara
peningkat penyerapan Fe apakah dalam bentuk pola konsumsi faktor enhancer Fe dengan
buah segar atau jus. Karena kandungan serat status anemia didapatkan tidak ada hubungan

85
Herta Masthalina, dkk / Pola Konsumsi (Faktor Inhibitor dan Enhancer Fe)

yang signifikan mungkin ini disebabkan karena Nusa Tenggara Barat yang telah membantu
siswi kurang mengkomsumsi makanan sumber mengukur kadar hemoglobin darah sampel dan
vitamin C bersamaan dengan makanan yang Petugas Gizi Dinas Kesehatan Lombok Barat.
mengandung zat besi, karena zat besi berperan
penting dalam pembentukan sel darah merah, Daftar Pustaka
selain zat besi protein juga berperan dalam Aditian, Nari. 2009. Faktor-faktor Yang
pembentukan sel darah merah maka dari itu Mempengaruhi Anemia Gizi Besi Pada
dilakukan analisis jumlah konsumsi protein Remaja Putri.Jakarta. FKM Universitas
responden. Dari hasil analisis didapatkan Indonesia.
bahwa responden yang anemia mempunyai Argana,G., Kusharisupeni dan Utari Diah . 2004.
asupan protein sebagian besar (81%) tidak Vitamin C Sebagai Faktor Dominan Untuk
KadarHemoglobin Pada Wanita Usia 20 - 35
baik, sedangkan responden yang tidak anemia
Tahun. Jurnal Kedokteran Trisakti, 23 (1).
memiliki sebagian besar (65,2%) kategori baik
Briawan, Dodik.dkk. 2007. Efikasi Suplemen
asupan protein. Protein harus dalam jumlah Besi-Multivitamin Untuk Perbaikan Status
yang mencukupi agar sintesis hemoglobin Besi Remaja Wanita. Fakultas Kedokteran
berjalan dengan baik karena protein memiliki Bandung.
peran yang penting pada absorbsi dan Chuluq Ar, A. Chusnul,dkk. 2007.Hubungan Intake
transportasi besi. Sebaliknya, jika protein cukup Zat Besi (Fe), Inhibitor, dan Enhancer Dengan
tetapi besi dalam tubuh tidak memadai maka Kadar Hemoglobin Remaja Putri (Studi
protein juga tidak akan berperan sebagaimana Kasus Di SMAN 1 Panarukan Kecamatan
mestinya (Andersson, 2004). Rerata kadar Panarukan, Kabupaten Situbondo). Fakultas
Kedokteran Universitas Brawijaya.
Hb pada non vegan (14,2±1,63) lebih tinggi
Kirana, D.P. 2011. Hubungan Asupan Zat Gizi dan
dibandingkan dari vegan (13,76±2,11) karena
Pola Menstruasi dengan Kejadian Anemia
asupan protein yang lebih tinggi (72,89±0,39) pada Remaja Putri di SMAN 2 Semarang.
pada non vegan (52,42±6,23). Artikel Penelitan Fakultas Kedokteran
Program Studi Ilmu Gizi,Semarang.
Penutup Kurniawan, dkk.2006. Anaemia and Iron Deficiency
Dari 67 sampel didapatkan 21 sampel Anaemia Among Young Adolescent Girls
yang anemia dan 46 sampel yang tidak from Peri Urban Coastal Area of Indonesia.
Asia Pac J Clin Nutr 2006;15 (3): 350-356
anemia.Ada hubungan yang signifikan antara
Masrizal. 2007. Anemia Defisiensi Besi. Jurnal
konsumsi faktor inhibitor Fe dengan status Kesehatan Masyarakat.II(1): Hal. 140-141
anemia siswi di Madrasah Aliyah Al-aziziyah. Sumardi, Ratih Nurani. 2010. Hubungan Antara
Tidak ada hubungan yang signifikan antara Pengetahuan Ibu, Asupan Zat Gizi (Protein,
konsumsi faktor enhancer Fe dengan status Fe, Zn dan Vitamin A), Inhibitor Dan
anemia siswi di Madrasah Aliyah Al-aziziyah. Enhancer Fe Dengan Kadar Hb Anak
Perlu dilakukan penelitian jumlah asupan zat Sekolah Dasar di Kota Yogyakarta. Tesis.
besi, protein, dan vitamin C serta vitamin B12 Fakultas Kedokteran Program Studi Ilmu
sehingga peneliti bisa menggali lebih dalam dan Kesehatan Msyarakat, Yogyakarta.
lebih detail tentang jumlah konsumsi makanan Temme EHM dan Hoydonck PGA Va. 2002.Tea
Consumption and Iron Status.European
yang berhubungan dengan kejadian anemia.
Journal of Clinical Nutrition, 56, 376-386.
Thankachan, et al . 2008. Iron Absorbtion in Young
Ucapan Terima Kasih India Women : the Interaction of Iron Status
Ucapan terima kasih penulis kepada With the Influence of Tea and Ascorbic Acid.
remaja putri panti asuhan Madrasah Aliyah The American Journal of Clinical Nutrition,87
Al-Aziziyah Kapek, Gunungsari Lombok Barat : 881-6.
yang mau berpartisipasi dalam penelitian ini. Zulaekah, Siti., Purwanto, Setiyo dan Hidayati,
Terima kasih juga kami ucapkan kepada Ketua Listyani. 2014. Anemia Terhadap
Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Mataram yang Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
telah memberikan dukungan atas penelitian ini. Malnutrisi. Jurnal kemas, 9(2) (2014) 106-
114
Penulis juga mengucapkan terima kasihkepada
pihak petugas Laboratorium Daerah Provinsi

86

Anda mungkin juga menyukai