Anda di halaman 1dari 26

POLA PERTUMBUHAN DAN KINETIKA PERTUMBUHAN MIKROBA

 
Mikroba merupakan mahluk hidup yang dapat tumbuh pada lingkungan yang sesuai untuk
pertumbuhannya. Dengan demikian adanya mikroba dapat menyebabkan banyak bahaya karena
kemampuannya dalam menginfeksi tanaman, hewan serta manusia yang berakibat dapat timbul
penyakit ringan atau bahkan menyebabkan kematian. Mikroba juga dapat menyebabkan
kerusakan pada bahan pangan dan produk olahannya ataupun kerusakan lainnya, misalnya
kerusakan kayu, kulit, tekstil dan sebagainya. Bahan pangan atau produk olahan pangan dapat
tercemar oleh mikroba sehingga menimbulkan perubahan-perubahan kimiawi di dalamnya,
akibatnya bahan pangan atau produk olahan pangan menjadi tidak layak dimakan karena telah
rusak atau bahkan mungkin beracun. Namun demikian, terdapat cukup banyak mikroba yang
berperan positif pada pangan yaitu peran mikrob pada proses fermentasi pangan. Oleh karena itu
perlu diketahui pola pertumbuhan mikroba sehingga dapat dilakukan pengendalian terhadap
pertumbuhan mikroba patogen dan mikroba penyebab kerusakan pangan ataupun mikroba yang
berperan pada fermentasi pangan.
A. FASE-FASE PERTUMBUHAN MIKROBA
Dalam mencermati fase-fase pertumbuhan mikroba, maka perlu diketahui beberapa istilah
penting.
Pertumbuhan : berkaitan dengan suatu mikroba, pertumbuhan diartikan sebagai suatu
peningkatan massa atau jumlah sel total (misalnya di dalam suatu biakan) dan bukan dalam hal
ukuran atau kerumitan organisme masing-masing.
Laju Pertumbuhan : pertambahan jumlah sel per satuan waktu.
Generasi : interval untuk pembentukan dua sel yang berasal dari satu sel.
Waktu Generasi : selang waktu yang diperlukan bagi sebuah sel untuk membelah diri. Setiap
mikroba mempunyai waktu generasi yang berbeda.
Pertumbuhan eksponensial : pertambahan jumlah sel secara sangat cepat dengan konstanta
tertentu dalam statu periode waktu, sehingga pertambahan jumlah sel tersebut berdasarkan deret
ukur.
Populasi mikroba dalam kurun waktu tertentu jumlahnya sangat banyak hingga dalam hitungan
juta atau miliar sel. Namun demikian, dengan mengukur pertumbuhan mikroba dalam selang
waktu tertentu pada beberapa titik waktu pengukuran maka dapat diketahui pola pertumbuhan
mikrobanya. Pertumbuhan mikroba meliputi beberapa fase yaitu :
1) fase lag atau fase adaptasi
2) fase log atau fase pertumbuhan eksponensial
3) fase statis, dan
4) fase kematian.
Data pertumbuhan mikroba selanjutnya diplotkan dalam skala aritmatik (dalam satuan log atau
dalam grafik semilog).
Sedangkan yang dimaksud dengan pertumbuhan dalam keadaan kesetimbangan yaitu jika
pertumbuhan mikroba tersebut terjadi secara teratur pada kondisi konstan, sehingga jumlah
pertambahan komponen kimia (hasil metabolisme) juga konstan.
Fase Lag
Jika suatu populasi mikroba diinokulasikan ke dalam medium, maka umumnya tidak segera
terjadi pertumbuhan mikroba, tetapi diperlukan beberapa waktu bagi mikroba untuk beradaptasi
dalam medium tersebut. Fase lag tidak terlihat jika suatu kultur yang dalam pertumbuhan
eksponensial diinokulasikan pada medium yang sama dan dalam kondisi
yang sama. Pengamatan fase lag dapat dilakukan jika populasi mikroba tersebut dipindahkan dari
medium yang kaya nutrisi ke dalam medium yang minim/miskin nutrisi.
Fase Log
Merupakan pertumbuhan mikroba secara teratur dalam interval waktu tertentu, artinya populasi
mikroba bertambah secara teratur menjadi dua kali lipat pada interval waktu tertentu (waktu
generasi) selama inkubasi. Tidak semua spesies mikroba mempunyai waktu generasi yang sama,
ada yang mempunyai waktu generasi beberapa belas menit, sedangkan spesies lainnya selama
beberapa jam. Sebagai contoh, di dalam médium kultur maka waktu generasi Escherichia coli
adalah 15 hingga 20 menit, Salmonella typhi 20 hingga 30 menit sedangkan Mycobacterium
tuberculosis selama 12 hingga 24 jam. Laju pertumbuhan tersebut dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan (suhu dan komposisi medium pertumbuhannya) sera karakteristik mikrobanya.
Bakteri tumbuh lebih cepat dibandingkan mikroba eukaryotik lainnya.
Fase Statis
Pertumbuhan mikroba relatif statis pada fase ini, artinya populasi sel-sel hidup relatif constan
atau pertambahan sel yang hidup sebanding dengan pertambahan sel yang mati.
Fase Kematian
Jika mikroba telah melewati fase statis, akhirnya terjadi penurunan populasi sel-sel hidup yang
berarti mikroba memasuki fase kematian.
Perlu dicermati bahwa fase lag, fase log, fase statis maupun fase kematian tidak dapat diterapkan
untuk tiap sel individu tetapi hanya untuk populasi sel mikroba. Waktu generasi mikroba
(misalnya bakteri) dapat
ditentukan dengan pengamatan langsung secara mikroskopis. Namun metode yang lebih praktis
dan umum adalah dengan cara menginokulasi suatu medium dengan bakteri dalam jumlah yang
diketahui, membiarkan bakteri tersebut tumbuh pada kondisi optimum kemudian menentukan
populasinya pada interval waktu tertentu secara berkala. Dengan demikian data yang diperlukan
untuk menghitung waktu generasi bakteri adalah (a) jumlah bakteri pada awalnya di dalam
inokulum, (b) jumlah bakteri pada setiap titik pengamatan pada akhir waktu tertentu, dan (c)
interval waktu.
Jika misalnya satu spesies bakteri mempunyai waktu generasi 30 menit. Jika pada awalnya
terdapat satu sel bakteri, maka 30 menit kemudian terdapat 2 sel bakteri, setelah 1 jam terdapat 4
sel, setelah 2 jam terdapat 16 sel, dan secara teoritis setelah 10 jam akan terdapat 1.048.576 sel
bakteri. Jika populasi awalnya sebanyak 100 sel, maka secara teoritis terdapat 100x1048576 sel,
artinya sebanyak 104.857.600 sel atau sebanyak 108 sel. Dapat dibayangkan jika populasi
awalnya sebanyak lebih dari 10.000 sel. Perla diketahui bahwa pada susu segar/susu mentah
terdapat 105 sel/ml.
B. KINETIKA PERTUMBUHAN
Pertumbuhan mikroba (pada fase eksponensial atau fase log), mengikuti formula :
dX/dt = kX
ln X = ln Xo + k(t)
dimana :
X = jumlah sel pada waktu t
Xo= jumlah sel pada waktu 0
k = konstanta laju pertumbuhan
t = waktu yang diperlukan
Maka antilogaritma : X = Xo ekt
Jika populasi meningkat dua kalinya, maka
X/Xo = 2
X = Xo ekt
X/Xo = ekt
2 = ek(t-gen) t-gen = waktu generasi
k = ln 2/t-gen
k = 0,693/tgen ; Jika 1/tgen = μ
maka : k = 0,693 μ atau μ = k/0,693
Ln X - ln Xo = kt
log X - log Xo = kt/2,303
karena k = 0,693 μ; maka
log X - log Xo = 0,693 μt/2,303
log X - log Xo = 0,301 μt
μ= (log Xt - log Xo)/0,301 t ;
dimana μ = laju pertumbuhan
Sebagai contoh :
Jika pada awalnya terdapat bakteri sebanyak 103 sel/ml, setelah 5 jam inkubasi ternyata terdapat
bakteri sebanyak 107 sel/ml. Tentukan laju pertumbuhan bakteri dan waktu generasinya.
μ = (log Xt - log Xo)/0.301 t
μ= (log 107 - log 103)/0.301 t
Laju pertumbuhan :
μ = 4/(0.301x5) = 2.6578 generasi/jam
Karena μ = 1/g; maka g = 1/μ
Waktu generasi :
g = 1/2.6578 = 0.37625 jam/generasi
C. PENGUKURAN LAJU PERTUMBUHAN
Telah diketahui bahwa istilah pertumbuhan mikroba mengacu pada perubahan dalam populasi
total dan bukannya perubahan dalam suatu individu organisme saja. Selain itu pada kondisi
pertumbuhan seimbang ada suatu pertambahan semua komponen seluler secara teratur. Oleh
sebab itu pertumbuhan dapat ditentukan tidak hanya dengan cara mengukur jumlah sel tetapi
juga dengan mengukur jumlah berbagai komponen selular (DNA, RNA, protein) serta produk-
produk metabolisme tertentu.
Terdapat beberapa teknik laboratorium untuk mengukur pertumbuhan mikroba dengan bantuan
peralatan sederhana misalnya sebuah gelas obyek dengan olesan yang diwarnai serta telah
diketahui volumenya (dikenal sebagai hitungan mikroskopis), cawan Petri berisi media/agar
padat (dikenal sebagai hitungan cawan), secara gravimetri untuk penentuan massa sel hingga
peralatan elektronik modern yang mengukur fotoluminesens senyawa-senyawa yang dihasilkan
oleh beberapa spesies mikroba. Pertumbuhan mikroba tentunya dipengaruhi oleh faktor intrinsik
maupun faktor ekstrinsik.
Faktor-faktor intrinsik yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba antara lain :
1.      Nutrien
2.      pH
3.      aktivitas air (water activity)
4.      komponen antimikroba
Faktor-faktor ekstrinsik yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba antara lain :
1.      Suhu
2.      Potensial redox

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pertumbuhan mikroba dapat dibedakan antara pertumbuhan masing-masing individu sel dan
pertumbuhan kelompok sel atau pertumbuhan populasi. Pertumbuhan tersebut dapat diukur
secara langsung maupun tidak langsung. Pengukuran langsung akan diperoleh jumlah
keseluruhan mikrobia, baik yang hidup maupun yang mati, sedangkan pengukuran tidak
langsung hanya menghitung mikrobia yang hidup. Pengukuran langsung dilakukan secara
mikroskopis yaitu dengan menghitung jumlah bakteri dalam satuan isi yang sangat kecil. Alat
yang digunakan adalah Petroff-Hauser Chamber atau Haemocytometer. Pengukuran tidak
langsung dapat dilakukan dengan metode plate count, MPN maupun dengan pengukuran
turbiditas dengan menggunakan spektrofotometer.

Kinetika pertumbuhan populasi mikroba dapat dilihat berdasarkan sistem biakannya yaitu pada
biakan sistem tertutup (batch culture) dan biakan sistem terbuka (continous culture). Pada biakan
sistem tertutup, pengamatan pertumbuhan populasi mikrobia dalam waktu yang cukup lama
memberikan gambaran melalui kurva pertumbuhan, terdapat fase-fase pertumbuhan.
Pertumbuhan sel bakteri biasanya mengikuti suatu pola pertumbuhan tertentu berupa kurva
pertumbuhan sigmoid. Fase pertumbuhan dimulai pada fase log, fase eksponensial, fase
stasioner, dan fase kematian.

Sistem biakan terbuka digunakan untuk mempertahankan sel pada fase pertumbuhan
eksponensial. Sistem biakan terbuka mempunyai ciri berupa ukuran populasi dan kecepatan
pertumbuhan dapat diatur pada nilai konstan menggunakan khemostat. Khemostat digunakan
dengan mengatur kecepatan aliran medium dan kadar substrat (nutrien pembatas). Nutrien
pembatas dapat menggunakan sumber C (karbon), sumber N atau faktor tumbuh.

Pertumbuhan mikrobia tidak lepas dari pengaruh faktor-faktor lingkungan. Perubahan


lingkungan dapat mengakibatkan perubahan sifat morfologi dan fisiologi mikrobia. Beberapa
kelompok mikrobia sangat resisten terhadap perubahan faktor lingkungan. Mikrobia tersebut
dapat dengan cepat menyesuaikan diri dengan kondisi baru tersebut. Faktor lingkungan meliputi
faktor-faktor abiotik (fisika dan kimia), dan faktor biotik. Oleh karena itu bahasan mengenai
kinetika pertumbuhan serta faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan perlu dikaji
lebih lanjut.

1.2. Tujuan

Penulisan yang membahas tentang tema kinetika pertumbuhan mikrobia bertujuan untuk:

1. Menjelaskan dan menggambarkan bentuk kinetika pertumbuhan populasi mikroba pada


batch culture dan continuous culture.
2. Menjelaskan cara penghitungan pertumbuhan populasi mikroba.
3. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kinetika pertumbuhan mikroba.

BAB II
ISI

2.1. Kinetika Pertumbuhan Mikroba  

Kinetika pertumbuhan mikroba digunakan untuk menggambarkan sifat-sifat pertumbuhan


mikroorganisme. Sifat pertumbuhan mikrobia dapat digambarkan dalam bentuk kurva
pertumbuhan populasi mikroba yang ditumbuhkan dalam batch culture atau continuous culture.

2.2. Kinetika Pertumbuhan Mikroba dalam Batch Culture

Penumbuhan mikroba dalam sistem batch culture merupakan sistem kultur tertutup
(menggunakan tabung reaksi atau flask) tanpa adanya penambahan medium baru ke dalam
kultur. Mikrobia dalam sistem tertutup mengalami 4 fase pertumbuhan, secara berurutan meliputi
fase lag, fase eksponensial, fase stasioner dan fase kematian. Pertumbuhan mikrobia dalam
sistem tertutup menyebabkan fase eksponensial mikrobia sangat terbatas (Brock, 2012). Tipe
pertumbuhan mikrobia dalam batch culture dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Kurva Pertumbuhan Populasi Mikroba dalam Batch Culture.
Pada Gambar 1 menggambarkan jumlah berat kering sel mikroba (dalam bentuk log) yang
ditumbuhkan dalam periode inkubasi (waktu) tertentu. Mikroba akan mengalami fase
pertumbuhan populasi berdasarkan laju peningkatan jumlah individu mikroba selama waktu
tertentu (Scragg, 1988).

a. Fase Lag

Fase lag merupakan waktu yang dibutuhkan mikrobia untuk tumbuh beradaptasi di dalam
medium baru. Adaptasi mikrobia dilakukan untuk mensintesis enzim-enzim yang dibutuhkan
untuk pertumbuhan lebih lanjut. Pada fase lag terjadi pertambahan massa dan volume sel
mikrobia. Panjang atau pendeknya interval fase lag tergantung pada jenis inokulum mikrobia,
medium yang sedikit nutrisi dan kondisi pertumbuhan mikrobia saat diinokulasikan.

Ada 3 alasan mikrobia kembali ke fase lag, yaitu:

1. Inokulum hidup yang digunakan berasal dari kultur medium lama (saat mikrobia dalam
fase stasioner) dipindahkan ke dalam komposisi medium baru yang sama. Keadaan
mikrobia kembali ke fase lag karena mikrobia sudah tidak memiliki metabolit penting
untuk menunjang kehidupannya. Oleh karena itu, mikrobia membutuhkan rentang waktu
untuk melakukan biosintesis kembali. Mikrobia yang diinokulasikan mengalami
kerusakan sel (tidak mati) akibat perubahan suhu, radiasi atau bahan kimia toxic. Fase lag
dibutuhkan mikrobia untuk memperbaiki kerusakan sel nya.
2. Populasi mikrobia yang diinokulasikan berasal dari medium kaya nutrisi dipindahkan ke
dalam medium yang sedikit nutrisinya. Mikrobia membutuhkan waktu untuk
menghasilkan enzim baru yang digunakan untuk mensintesis metabolit essensial.
3. Populasi mikrobia tidak akan mengalami fase lag jika inokulum yang digunakan berasal
dari populasi mikrobia yang mengalami pertumbuhan fase eksponensial dan
ditumbuhakan pada kondisi medium yang sama (Brock, 2012).
b. Fase Eksponensial

Pada fase eksponensial, populasi mikrobia mengalami pembelahan paling tinggi dan konstan
dalam waktu generasi yang pendek. Waktu generasi mikrobia merupakan waktu yang dibutuhkan
sel mikrobia untuk membelah menjadi 2 sel. Setiap sel mikrobia akan membelah 2x lipat
sehingga peningkatan jumlah populasi selalu 2n, n adalah jumlah generasi. Pertambahan jumlah
sel dalam populasi disebut sebagai pertumbuhan mikrobia.

Pada fase eksponensial, awalnya sel mikrobia membelah secara pelan kemudian penambahannya
semakin meningkat cepat. Secara matematis memiliki rumus:

Nt  = N02n                 (1)

Nt  : jumlah sel setelah tumbuh selama waktu t

t : waktu pertumbuhan selama fase eksponensial

N0: jumlah sel mula-mula selama fase eksponensial

2  : bilangan tetap (pembelahan biner)

n : jumlah generasi (pembelahan)

Berikut contoh pertambahan populasi mikrobia yang dapat di lihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Pertumbuhan Eksponensial Populasi Mikrobia, A. contoh penggandaan sel mikrobia


yang membelah setiap 20 menit, B. grafik penggandaan sel mikrobia, garis merah dalam skala
Aritmetik dan garis biru dalam skala Logaritmik. (Dikutip dari Prescott, 1999: 115)
Skala logaritmik menunjukkan jumlah sel dan skala aritmetik menunjukkan waktu inkubasi.
Titik perpotongan antara skala logaritmik dengan skala aritmetik menunjukkan adanya
pertumbuhan eksponensial dan populasi mengalami penggandaan dalam interval waktu konstan.
Penghitungan waktu generasi dapat digunakan rumus berikut:
Nt  = N02n

log Nt = log N0 + n log 2

log Nt – log N0 = n log 2

n   = log Nt – log N0 = log Nt – log N0                         (2)


        ——————    ——————
        log 2                     0.301

menggunakan rumus tersebut maka dapat di cari nilai n. Waktu generasi (g) pada pertumbuhan
ekponensial diperoleh dari:

g = t/n                                                  (3)

di mana t adalah waktu pertumbuhan (dalam hari/jam/menit).

Rerata pertumbuhan dalam batch culture dapat dinyatakan dalam bentuk konstanta kecepatan
pertumbuhan rerata (k).

k = n/t

k = log Nt – log N0
——————-
      0.301(t)

Jika populasi mengganda maka t = g

= log (2N0) – log N0


———————–
    0.301 (g)

= log 2 + log N0 – log N0


—————————-
   0.301 (g)

k  = 1/g                                                (4)

g  = 1/k                                                (5)

(waktu generasi berbanding terbalik dengan kecepatan pertumbuhan rerata) (Prescott, 1999).

Rata-rata kecepatan pertumbuhan pada fase eksponensial sangat dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan (seperti nutrisi, kondisi inkubasi), seperti halnya karakteristik genetik suatu mikrobia.
Pada umumnya, prokariot lebih cepat tumbuh daripada eukariot dan eukariot yang berukuran
kecil lebih cepat tumbuh daripada yang ukurannya lebih besar. Hal ini karena sel yang berukuran
kecil memiliki kapasitas penyerapan nutrisi dan pembuangan sisa metabolisme lebih besar
daripada sel yang berukuran besar. Kondisi tersebut mempercepat proses metabolisme yang akan
mempengaruhi kecepatan pertumbuhan mikrobia. Pertumbuhan yang lebih cepat pada prokariot
(bakteri) menyebabkan waktu generasinya lebih pendek dibandingkan eukariot (Brock, 2012).

Biomassa sel mikrobia dapat dihitung melalui konstanta kecepatan pertumbuhan spesifik (µ),
berikut:

dX / dt = µX                             (1)

dX       : perubahan biomassa selama waktu dt

dt        : perubahan waktu

X         : biomassa sel (jumlah sel/komponen sel spesifik (protein))

µ         : konstanta kecepatan pertumbuhan

dalam bentuk logaritma dengan bilangan dasar e, maka:

Xt / t   = µX0

µ (t)   = Xt / X0

µ         = (ln Xt – ln X0) / t

µ(t)    = ln Xt – ln X0

ln Xt  = µ(t) + ln X0                            (2)

Xt       = Xo (e µt)           (dalam bentuk antilogaritma)              (3)

Kerapatan populasi dalam t dapat diperkirakan dengan µ sebagai konstanta pertumbuhan.


Parameter untuk konstanta pertumbuhan populasi secara eksponensial adalah waktu generasi
(waktu penggandaan). Penggandaan populasi terjadi saat Xt/Xo = 2, sehingga rumus menjadi :

Xt           =  X0 (e µt)        (dalam bentuk antilogaritma)

Xt / X0   =  e µt

2             =  e µt

ln 2        = ln e µt
0,693   = µt                 (t=g)

0,693 = µg                                                     (5)

0,693 = µ (1/k)

µ          = 0,693 k                                             (6)

Xt        : jumlah sel setelah t

X0       : jumlah sel awal

t           : waktu pertumbuhan diamati

μ dan k, keduanya menggambarkan proses pertumbuhan yang sama dari peningkatan populasi
secara eksponensial. Perbedaannya μ merupakan konstanta kecepatan pertumbuhan yang
digunakan untuk memperkirakan kecepatan pertumbuhan populasi dari masing-masing aktivitas
sel individual dan dapat digunakan untuk mengetahui dinamika pertumbuhan secara teoritis,
sedang k adalah nilai rata-rata populasi pada periode waktu terbatas, yang menggambarkan
asumsi rata-rata pertumbuhan populasi.

c. Fase Stasioner

Mikrobia mengalami pertumbuhan yang terbatas dan konstan selama fase stasioner. Pada fase
stasioner, pembelahan sel yang terjadi sangat lambat. Jumlah pembelahan sel dengan sel yang
mati seimbang, sehingga jumlah sel relatif konstan (pertumbuhan 0). Pertambahan jumlah sel
yang sebanding dengan kematian sel disebut dengan fenomena pertumbuhan kriptik.

Pada fase ini, sel mikroba tetap aktif melakukan metabolisme energi dan proses biosintesis
lainnya. Metabolit sekunder banyak dihasilkan mikrobia pada fase ini. Fase stasioner terjadi
karena beberapa alasan yaitu:

1. Terbatasnya nutrisi essensial dalam kultur yang mulai berkurang,


2. Bagi organisme aerobik, ketersediaan O2 dalam medium mulai berkurang,
3. Banyaknya sisa metabolisme yang tertimbun dalam medium kultur sehingga
pertumbuhan mikroba terhambat (Brock, 2012 dan  Prescott, 1999).

4. Fase Kematian

Fase kematian terjadi jika terjadi perubahan lingkungan menjadi tidak menguntungkan, seperti
berkurangnya nutrisi essensial dalam medium dan meningkatnya akumulasi zat toksik dalam
medium. Grafik fase kematian seperti grafik fase eksponensial yaitu logaritmik (kematian sel
tiap jam adalah konstan). Sel mikrobia yang mati akan mengalami lisis (Prescott, 1999).

2.3. Kinetika Pertumbuhan Mikroba dalam Continuous Culture


Dalam kultivasi mikroba menggunakan teknik continuous culture, mikroba ditumbuhkan secara
terus menerus pada fase paling optimum untuk fase pertumbuhan yaitu fase eksponensial dimana
sel membelah diri dengan laju yang konstan, massa menjadi dua kali lipat mengikuti kurva
logaritmik. Hal ini dilakukan dengan memberi nutrisi secara terus menerus sehingga mikroba
tidak pernah kekurangan nutrisi. Penambahan nutrisi/media segar ke dalam bioreaktor dilakukan
secara kontinyu, dimana dalam waktu yang sama larutan yang berisi sel dan hasil produk hasil
metabolisme dikeluarkan dari media dengan volume yang sama dengan substrat yang diberikan.
Kondisi tersebut menghasilkan keadaan yang stedy state dimana pembentukan sel-sel baru sama
dengan sel-sel yang dikeluarkan dari fermentor. Pada kondisi steady state konsentrasi nutrisi,
konsentrasi sel, laju pertumbuhan dan konsentrasi produk tidak berubah walaupun waktu
fermentasi makin lama. Laju pertumbuhan spesifik dipengaruhi oleh perbandingan antara laju
aliran medium dan volume kultur disebut dengan “Laju Dilusi (D)” dimana

D = F/V

Keterangan:

F : Laju aliran

V : Volume

D : Laju dilusi

Dengan menggunakan continuous culture, sel mikroba atau produk metabolitnya dapat dipanen
secara kontinyu. Continuous culture cocok untuk diterapkan pada sistem produksi metabolit sel
mikroba yang tidak berpengaruh pada pertumbuhan selnya itu sendiri. Untuk industri
bioteknologi berkapasitas besar, continuous culture menghasilkan efisiensi produksi yang lebih
tinggi dibandingkan dengan batch culture asalkan produk yang dihasilkan tidak berpengaruh
negatif terhadap mikroba penghasilnya. 
Gambar 3. Teknik continuous culture.
Continuous culture memiliki beberapa kelebihan sebagai berikut:

1. Produktivitas lebih tinggi, disebabkan lebih sedikit waktu persiapan bioreaktor persatuan
produk yang dihasilkan, laju pertumbuhan & konsentrasi sel dapat dikontrol, pemasokan
oksigen dan pembuangan panas dapat diatur, dengan demikian hanya butuh pabrik lebih
kecil (pengurangan biaya  modal untuk fasilitas baru). 
2. Dapat dijalankan pada waktu yang lama. 
3. Cocok untuk proses yang kontaminasinya rendah dan produk yang berasosiasi dengan
pertumbuhan. 
4. Pemantauan dan pengendalian proses lebih sederhana. 
5. Tidak ada akumulasi produk yang menghambat.

Kekurangannnya antara lain: aliran umpan yang lama, resiko kontaminasi besar (operasi harus
hati-hati & desain peralatan lebih baik), peralatan untuk operasi dan pengendalian proses harus
biasa tetap bekerja baik untuk waktu yang lama, memerlukan mikroba dengan kestabilan genetik
tinggi, karena akan digunakan pada waktu yang lama (Irianto, 2007).

Pemberian nutrient secara kontinyu dan untuk mempertahankan keadaan steady state dalam
teknik kultivasi ini dapat dilakukan dengan dua macam cara, yaitu: khemostat dan turbidostat.

a. Khemostat

Teknik continuous culture dengan menggunakan kemostat dilakukan dengan menambahkan


nutrien melalui sebuah tangki sedemikian rupa sehingga komposisi nutrient di dalam fermentor
tempat kultivasi mikrobia selalu dalam keadaan tetap. Hal ini dapat dicapai dengan mengatur
kecepatan aliran medium baru ke dalam fermentor disesuaikan dengan aliran medium keluar
fermentor untuk di panen.
Di dalam sistem ini sel dapat dipertahankan terus menerus pada fase pertumbuhan eksponensial
atau fase pertumbuhan logaritma. Continuous culture mempunyai ciri  ukuran populasi dan
kecepatan pertumbuhan dapat diatur pada nilai konstan  menggunakan khemostat. Untuk
mengatur proses di dalam khemostat, diatur kecepatan aliran medium dan kadar substrat (nutrien
pembatas). Sebagai nutrien pembatas dapat menggunakan sumber C (karbon), sumber N atau
faktor tumbuh. Pada sistem ini , ada aliran keluar untuk mempertahankan volume biakan dalam
kemostat sehingga tetap konstan (Scragg, 1988):

Dengan sistem ini, sel seolah-olah dibuat dalam keadaan setengah kelaparan, dengan nutrien
pembatas. Kadar nutrien yang rendah menyebabkan kecepatan pertumbuhan berbanding lurus
dengan kadar nutrien atau substrat tersebut.

1. Hubungan laju dilusi dengan konsentrasi sel

Sifat-sifat kemostat dan  pertumbuhan steady-state dapat ditunjukkan dengan sejumlah rumus
yang berhubungan dengan jumlah sel dan konsentrasi nutrien pembatas terhadap laju alir suplai
medium sebagai faktor yang beroperasi secara independen. Hal ini dilakukan dengan menjaga
keseimbangan materi dan pembatasan substrat dalam bioreaktor (Scragg, 1988).

Akumulasi sel = sel masuk – sel keluar + pertumbuhan – kematian

Keterangan :

F  = laju alir suplai medium (1.h-1);

V  = konstanta volume reaktor yang bekerja (1);

X0 = konsentrasi  sel dalam medium suplai (g.1-1);

X    = konsentrasi sel dalam reaktor

µ    = laju petumbuhan spesifik

α    = laju kematian spesifik


Gambar 4. Kultur mikroba dalam Kemostat.
Dengan kemostat single-stage, suplai medium biasanya bersifat steril (dengan asumsi tanpa
penggunaan kembali sel sebelumnya) dan µ > α, sehingga persamaannya dapat disederhanakan
menjadi:

dimana F/V diistalahkan sebagai laju dilusi, D, yang merupakan jumlah volume kultur yang
melewati reaktor setiap jam, sehingga persamaannya dapat ditulis ulang sebagai berikut:

Selama pertumbuhan steady state, dX / dt = 0, maka μ = D.

2. Hubungan antara konsentrasi substrat dan laju pertumbuhan

Monod adalah orang pertama yang mengkaji pengaruh konsentrasi substrat tehadap laju
pertumbuhan.  Beliau menemukan bahwa ketika medium segar, yang mengandung glukosa
sebagai sumber karbon sekaligus sebagai sumber energi dan dengan semua nutrien yang
terkandung di dalamnya, diinokulasikan, siklus pertumbuhan kembali berjalan.

Hubungan antara laju pertumbuhan spesifik (μ) dan konsentrasi substrat (S) dapat digambarkan
dengan kurva (Gambar 4) yang mirip demgam yang  penggambaran kinetika enzim model
Michaelis-Menten. Monod mengajukan suatu aturan yang dikenal sebagai rumus Monod, untuk
menggambarkan kurva tersebut.
μmax      : kecepatan pertumbuhan pada keadaan nutrien berlebihan

S                : kadar residu substrat pembatas

Ks              : kadar substrat pada saat μ = ½ μmax = konstanta satursi

Gambar 5. Pengaruh konsentrasi substrat terhadap kecepatan pertumbuhan spesifik.


Persamaan monod dapat dibuat persamaan garis lurusnya dengan pembalikan sebagai berikut:

Perpotongan antara  1/µ dengan 1/S menghasilkan garis lurus dengan slope Ks/µm, menangkap
titik absis dari -1/Ks dan ordinat µm (Gambar 5).

3. Hubungan antara kecepatan pertumbuhan dan kecepatan penghasilan produk dengan


kecepatan penggunaan substrat

Biomassa (Yx/s)dan hasil produk (Yp/s) merupakan parameter yang penting selama keduanya
menunjukkan efesiensi penggunaan substrat dalam biomassa dan produk. Keduanya ditetapkan
sebagai berat biomassa dan berat produk yang dibentuk per unit dari substrat yang digunakan.

dan

dimana:
Yx      : berat biomassa sel

Yp       : berat produk

dX/dt : kecepatan Pertumbuhan

dP/dt  : kecepatan penghasilan produk

dS/dt  : kecepatan Penggunaan substrat

Jika  μ = D → dX/dt = 0 (D< Dc)         Dc: D critical

Dc =  (μmaks x So)/(Ks + S0)

Gambar 6. Perpotongan Double Reciprocal antara 1/μ dan [1/S].


b. Turbidostat

Teknik kultivasi dengan sistem turbidostat dilakukan dengan menambahkan nutrient secara
kontinyu sehingga kerapatan sel selalu dalam keadaan tetap. Dalam teknik turbidostat, aliran
medium diatur berdasarkan atas kerapatan optik kultur mikrobia. Pertumbuhan konsentrasi sel
dipertahankan konstan dengan cara memonitor kekeruhan kultur.

Sistem ini didasarkan pada kerapatan bakteri tertentu atau kekeruhan tertentu yang dipertahankan
konstan. Ada perbedaan mendasar antara biak statik klasik dengan biak sinambung dalam
kemostat biak static arus dilihat sebagai sistem tertutup (boleh disamakan dengan organisme sial,
tahap stationer dan tahap kematian. Kalau pada biak sinambung merupakan sistem terbuka yang
mengupayakan keseimbangan aliran untuk organisme selalu terdapat kondisi lingkungan yang
sama.

Dalam pertumbuhan sinkron akan terjadi sinkronisasi pembelahan sel. Hal ini dimaksudkan agar
proses metabolisme siklus pembelahan bakteri dapat dipelajari diperlukan suspensi sel yang
mengalami pembelahan sel dalam waktu sama yaitu sinkron. Sinkronisasi populasi sel dapat
dicapai dengan berbagai tindakan buatan antara lain dengan merubah suhu rangsangan cahaya,
pembatasan nutrien atau menyaring untuk memperoleh sel-sel yang sama ukurannya.
Sinkronisasi pertumbuhan ini juga dimaksudkan untuk menyediakan stater dengan usia yang
sama (Budiyanto, 2005).

Gambar 7. Kultur mikroba dalam Turbidostat.


Keterangan :

1. Reservoir of steril medium


2. Valve controling flow of medium
3. Outlet for spent medium
4. Foto sel
5. Sumber cahaya
6. Turbistat

Penggunaan Kultur Kontinyu Pada Industri adalah sebagai berikut :

1. Digunakan untuk penelitian fisiologi dan biokimia mikroba, dikarenakan kondisinya


mantap, laju pertumbuhan dapat diatur oleh laju air dan laju pertumbuhan dibatasi oleh
konsentrasi substrat pembatas, dapat digunakan untuk penelitian pengaruh substrat
pembatas terhadap kinerja mikroba.
2. Untuk isolasi dan seleksi mikroba penghasil enzim menggunakan media diperkaya.
3. Untuk produksi biomassa, contoh ICI (Imperial Chemical Industries, kapasitas bioreaktor
3000 m3, substrat metanol).
4. Untuk produksi bir.

2.4. Teknik mengukur pertumbuhan populasi mikroba

a. Berdasarkan jumlah sel


b. Berdasarkan biomasa sel
c. Berdasarkan  aktivitas metabolisme
Uraian :

a. Berdasarkan jumlah sel

1. Metode langsung secara mikroskopis (Total count)

Ada beberapa cara perhitungan secara langsung, antara lain adalah dengan membuat preparat
dari suatu bahan (preparat sederhana diwarnai atau tidak diwarnai) dan penggunaan ruang hitung
(counting chamber). Enumerasi mikroba dapat dilakukan secara langsung yaitu dengan
menghitung jumlahnya tanpa ditumbuhkan terlebih dahulu dalam suatu medium, dalam teknik
ini semua sel mikroba baik yang hidup maupun yang mati akan terhitung. Untuk melakukan
renumerasi mikroba dalam suatu bahan seringkali diperlukan pengenceran bertingkat.

a). Breed slide method

Pada metode ini tidak dibedakan sel yang hidup dan sel mati. Penghitungan dilakukan secara
langsung pada setiap bidang pandang mikroskop. Sampel berupa cairan disebar (kira-kira 0,01
mL) pada microscope slide. Setelah dilakukan pewarnaan kemudian dilakukan penghitungan
pada setiap bidang pandang mikroskop.

Gambar 8. Penghitungan melalui Breed slide method.


b). Petroff-Hauser chamber atau Haemositometer

Penghitungan secara langsung dapat dilakukan secara mikroskopis yaitu dengan menghitung
jumlah bakteri dalam satuan isi yang sangat kecil. Alat yang digunakan adalah Petroff-Hauser
Chamber atau Haemocytometer. Jumlah cairan yang terdapat antara coverglass dan alat ini
mempunyai volume tertentu sehingga satuan isi yang terdapat dalam satu bujur sangkar juga
tertentu. Dengan membuat preparat dari Suatu bahan (preparat sederhana diwarnai atau tidak
diwarnai) dan penggunaan ruang hitung (counting chamber).

Ruang hitung terdiri dari 9 kotak besar dengan luas 1 mm². Satu kotak besar di tengah, dibagi
menjadi 25 kotak sedang dengan panjang 0,2 mm. Satu kotak sedang dibagi lagi menjadi 16
kotak kecil. Dengan demikian satu kotak besar tersebut berisi 400 kotak kecil. Tebal dari ruang
hitung ini adalah 0,1 mm. Sel nakteri yang tersuspensi akan memenuhi volume ruang hitung
tersebut sehingga jumlah bakteri per satuan volume dapat diketahui.

Gambar 9. Petroff-Hauser chamber dan Haemositometer.


2. Metode tidak langsung (viable count)

Perhitungan cara tidak langsung hanya untuk mengetahui jumlah mikroorganisme pada suatu
bahan yang masih hidup saja (viable count). Metode perhitungan secara tidak langsung yang
didasarkan pada anggapan bahwa setiap sel yang dapat hidup akan berkembang menjadi satu
koloni yang merupakan suatu indeks bagi jumlah organisme yang dapat hidup yang terdapat
pada sampel. Cara ini adalah cara yang paling umum digunakan untuk menentukan jumlah
mikroba yang masih hidup, berdasarkan jumlah koloni yang tumbuh. Teknik ini diawali dengan
pengenceran sampel secara seri, dengan kelipatan 1 : 10. Masing-masing suspensi pengenceran
ditanam dengan metode tuang (pour plate) atau sebar (spread plate). Bakteri akan bereproduksi
pada medium agar dan membentuk koloni setelah 18-24 jam inkubasi. Untuk menghitung jumlah
koloni dalam cawan petri dapat digunakan alat ’colony counter’ yang biasanya dilengkapi
dengan pencatat elektronik.

a). Spread plate method

Metode sebar (spread plate) merupakan metode penghitungan mikrobia pada medium padat.
Dalam metode spread plate ini, volume kultur yang disebar tidak lebih dari 0,1 ml pada agar
plate dan diratakan menggunakan alat yang disebut glass spreader. Kemudian plate diinkubasi
sampai terlihat koloni sehingga jumlah koloni mikrobia dapat dihitung.  Walaupun mikrobia
tertanam dalam agar plate, namun hasilnya sama dengan metode pour plate.
Gambar 10. Keuntungan menggunakan metode spread plate daripada metode pour plate adalah
kultur tidak pernah terpapar suhu 450 oC (suhu melelehnya agar).
b). Pour plate method

Metode pour plate adalah metode agar cair yang digunakan untuk inokulasi dalam petri dish.
Volume kultur yang biasa digunakan 0,1-1,0 ml. Kultur mikrobia dimasukkan ke dalam petri
dish menggunakan pipet steril, kemudian medium agar yang telah dilelehkan (± 45 oC 
dituangkan ke dalam petri dish yang telah berisi kultur mikrobia. Selanjutnya dilakukan
pemutaran petri dish agar kultur mikrobia dan medium agar bercampur dengan rata. Koloni
mikrobia akan tumbuh dan tertanam di dalam medium, baik di permukaan atas maupun di
bawah. Sehingga metode pour plate ini cocok untuk menumbuhkan mikrobia anaerob.

Gambar 11. Pour Plate Method.


c). MPN method

MPN adalah suatu metode enumerasi mikroorganisme yang menggunakan data dari hasil
pertumbuhan mikroorganisme pada medium cair spesifik dalam seri tabung yang ditanam dari
sampel padat atau cair yang ditanam berdasarkan jumlah sampel atau diencerkan menurut tingkat
seri tabungnya sehingga dihasilkan kisaran jumlah mikroorganisme yang diuji dalam nilai
MPN/satuan volume atau massa sampel.

Prinsip utama metode ini adalah mengencerkan sampel sampai tingkat tertentu sehingga
didapatkan konsentrasi mikroorganisme yang pas/sesuai dan jika ditanam dalam tabung
menghasilkaan frekuensi pertumbuhan tabung positif “kadang-kadang tetapi tidak selalu”.
Semakin besar jumlah sampel yang dimasukkan (semakin rendah pengenceran yang dilakukan)
maka semakin “sering” tabung positif yang muncul. Semakin kecil jumlah sampel yang
dimasukkan (semakin tinggi pengenceran yang dilakukan) maka semakin “jarang” tabung positif
yang muncul. Jumlah sampel/pengenceran yang baik adalah yang menghasilkan tabung positif
“kadang-kadang tetapi tidak selalu”. Semua tabung positif yang dihasilkan sangat tergantung
dengan probabilitas sel yang terambil oleh pipet saat memasukkannya ke dalam media. Oleh
karena itu homogenisasi sangat mempengaruhi metode ini. Frekuensi positif (ya) atau negatif
(tidak) ini menggambarkan konsentrasi mikroorganisme pada sampel sebelum diencerkan.

Asumsi yang diterapkan dalam metode MPN adalah :

1. Bakteri terdistribusi sempurna dalam sampel


2. Sel bakteri terpisah-pisah secara individual, tidak dalam bentuk rantai atau kumpulan
(bakteri coliform termasuk E. coli terpisah sempurna tiap selnya dan tidak membentuk
rantai).
3. Media yang dipilih telah sesuai untuk pertumbuhan bakteri target dalam suhu dan waktu
inkubasi tertentu sehingga minimal satu sel hidup mampu menghasilkan tabung positif
selama masa inkubasi tersebut.
4. Jumlah yang didapatkan menggambarkan bakteri yang hidup (viable) saja. Sel yang
terluka dan tidak mampu menghasilkan tabung positif tidak akan terdeteksi.
5. MPN dinilai dari perkiraan unit tumbuh (Growth Unit / GU) seperti CFU (Colony
Forming Unit), bukan dari sel individu. Meskipun begitu baik nilai CFU atau MPN dapat
menggambarkan seberapa banyak sel individu yang tersebar dalam sampel. Metode MPN
dirancang dan lebih cocok untuk diterapkan pada sampel yang memiliki konsentrasi
<100/g atau ml. Oleh karena itu nilai MPN dari sampel yang memiliki populasi
mikroorganisme yang tinggi umumnya tidak begitu menggambarkan jumlah
mikroorganisme yang sebenarnya. Jika jumlah kombinasi tabung positif tidak sesuai
dengan tabel maka sampel harus diuji ulang. Semakin banyak seri tabung maka semakin
tinggi akurasinya tetapi juga akan mempertinggi biaya analisa.

E. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mikroba

Pertumbuhan dan aktivitas mikrobia dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan. Faktor-faktor
tersebut dapat menjadi pembatas bagi kebutuhan hidup mikrobia. Jika mikrobia berada di
lingkungan yang sesuai, maka pertumbuhannya juga optimum. Beberapa golongan mikrobia
sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan, sedangkan yang lain resisten terhadap perubahan
tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas mikrobia antara lain sebagai berikut:

a. Suhu

1. Suhu pertumbuhan mikroba

Pertumbuhan mikrobia memerlukan kisaran suhu tertentu. Kisaran suhu pertumbuhan dibagi
menjadi suhu minimum, suhu optimum, dan suhu maksimum. Suhu minimum adalah suhu
terendah tetapi mikrobia masih dapat hidup. Suhu optimum adalah suhu paling baik untuk
pertumbuhan mikrobia. Suhu maksimum adalah suhu tertinggi untuk kehidupan mikrobia.

Berdasarkan kisaran suhu pertumbuhannya, mikrobia dapat dikelompokkan menjadi mikrobia


psikrofil (kriofil), mesofil, dan termofil. Psikrofil adalah kelompok mikrobia yang dapat tumbuh
pada suhu 0-30 oC dengan suhu optimum sekitar 15 oC  Mesofil adalah kelompok mikrobia pada
umumnya, mempunyai suhu minimum 15 0C suhu optimum 25-37 oC dan suhu maksimum 45-
55 oC  Mikrobia yang tahan hidup pada suhu tinggi dikelompokkan dalam mikrobia termofil.
Mikrobia ini mempunyai membran sel yang mengandung lipida jenuh, sehingga titik didihnya
tinggi. Selain itu dapat memproduksi protein termasuk enzim yang tidak terdenaturasi pada suhu
tinggi. Di dalam DNA-nya mengandung guanin dan sitosin dalam jumlah yang relatif besar,
sehingga molekul DNA tetap stabil pada suhu tinggi.

Kelompok ini mempunyai suhu minimum 40 oC  optimum pada suhu 55-60 oC dan suhu
maksimum untuk pertumbuhannya 75 oC  Untuk mikrobia yang tidak tumbuh dibawah suhu
30 oC dan mempunyai suhu pertumbuhan optimum pada 60 oC  dikelompokkan kedalam
mikrobia termofil obligat. Untuk mikrobia termofil yang dapat tumbuh dibawah suhu 30 oC 
dimasukkan kelompok mikrobia termofil fakultatif. Bakteri yang hidup di dalam tanah dan air,
umumnya bersifat mesofil, tetapi ada juga yang dapat hidup diatas 50 oC (termotoleran). Contoh
bakteri termotoleran adalah Methylococcus capsulatus. Contoh bakteri termofil adalah Bacillus,
Clostridium, Sulfolobus, dan bakteri pereduksi sulfat/sulfur. Bakteri yang hidup di laut (fototrof)
dan bakteri besi (Gallionella) termasuk bakteri psikrofil.
Gambar 12. Suhu pertumbuhan berbagai jenis mikroba.
Apabila mikroba dihadapkan pada suhu tinggi diatas suhu maksimum, akan memberikan
beberapa macam reaksi.

1. Titik kematian thermal, adalah suhu yang dapat memetikan spesies mikrobia dalam
waktu 10 menit pada kondisi tertentu. 
2. Waktu kematian thermal, adalah waktu yang diperlukan untuk membunuh suatu spesies
mikrobia pada suatu suhu yang tetap. Faktor-faktor yang mempengaruhi titik kematian
thermal ialah waktu, suhu, kelembaban, spora, umur mikrobia, pH dan komposisi
medium.

2. Suhu rendah

Apabila mikrobia dihadapkan pada suhu rendah dapat menyebabkan gangguan metabolisme.
Skibat-akibatnya adalah :

1. Cold shock, adalah penurunan suhu yang tiba-tiba menyebabkan kematian bakteri,
terutama pada bakteri muda atau pada fase logaritmik, 
2. Pembekuan (freezing), adalah rusaknya sel dengan adanya kristal es di dalam air
intraseluler, 
3. Lyofilisasi, adalah proses pendinginan dibawah titik beku dalam keadaan vakum secara
bertingkat. Proses ini dapat digunakan untuk mengawetkan mikrobia karena air
protoplasma langsung diuapkan tanpa melalui fase cair (sublimasi).

b. Kandungan air (pengeringan)

Setiap mikrobia memerlukan kandungan air bebas tertentu untuk hidupnya, biasanya diukur
dengan parameter aw (water activity) atau kelembaban relatif. Mikrobia umumnya dapat tumbuh
pada aw 0,998-0,6. bakteri umumnya memerlukan aw 0,90-0,999. Mikrobia yang osmotoleran
dapat hidup pada aw terendah (0,6) misalnya khamir Saccharomyces rouxii. Aspergillus glaucus
dan jamur benang lain dapat tumbuh pada aw 0,8. Bakteri umumnya memerlukan aw atau
kelembaban tinggi lebih dari 0,98, tetapi bakteri halofil hanya memerlukan aw 0,75. Mikrobia
yang tahan kekeringan adalah yang dapat membentuk spora, konidia atau dapat membentuk
kista. 

c. Tekanan Osmosis

Tekanan osmosis sangat erat hubungannya dengan kandungan air. Apabila mikrobia diletakkan
pada larutan hipertonis, maka selnya akan mengalami plasmolisis, yaitu terkelupasnya membran
sitoplasma dari dinding sel akibat mengkerutnya sitoplasma. Apabila diletakkan pada larutan
hipotonis, maka sel mikrobia akan mengalami plasmoptisa, yaitu pecahnya sel karena cairan
masuk ke dalam sel, sel membengkak dan akhirnya pecah. Berdasarkan tekanan osmosis yang
diperlukan mikrobia dapat dikelompokkan menjadi:

1. Mikrobia Osmofil : tumbuh pada kadar gula tinggi, contoh beberapa jenis khamir,
mampu tumbuh pada larutan gula dengan konsentrasi lebih dari 65 % wt/wt (aw = 0,94).
2. Mikrobia Halodurik : tahan (tidak mati) tetapi tidak dapat tumbuh pada kadar garam
tinggi (30 %).
3. Mikrobia Halofil : dapat tumbuh pada kadar garam yang tinggi, contoh: bakteri yang
termasuk Archaebacterium, misalnya Halobacterium.

d. Buffer

Buffer merupakan campuran garam monobasik dan dibasik, contoh adalah buffer fosfat
anorganik dapat mempertahankan pH diatas 7,2. Cara kerja buffer adalah garam dibasik akan
mengabsorbsi ion H+ dan garam monobasik akan bereaksi dengan ion OH-.

Untuk menumbuhkan mikrobia pada media, memerlukan pH yang konstan, terutama pada
mikrobia yang dapat menghasilkan asam oleh karena itu buffer diperlukan untuk
mempertahankan pH pada kisaran tertentu yang diperlukan untuk pertumbuhan mikroba.

e. Ion-ion lain

Logam berat seperti Hg, Ag, Cu, Au, dan Pb pada kadar rendah dapat bersifat meracuni (toksis)
karena mempunyai daya oligodinamik, yaitu daya bunuh logam berat pada kadar rendah. Ion-ion
lain seperti ion sulfat, tartrat, klorida, nitrat, dan benzoat dapat mengurangi pertumbuhan
mikrobia tertentu dan sering digunakan dalam pengawetan makanan, senyawa lain misalnya
asam benzoat, asam asetat, dan asam sorbat.

f. Listrik

Bila aliran listrik diberikan pada medium tumbuh mikroba akan menyebabkan:

1. Terjadinya elektrolisis pada medium pertumbuhan.


2. Menghasilkan panas yang dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroba, sel mikroba
dalam suspensi akan mengalami elektroforesis.
3. Menyebabkan terjadinya shock karena tekanan hidrolik listrik, kematian mikroba akibat
shock terutama disebabkan oleh oksidasi.
4. Adanya radikal ion dari ionisasi radiasi dan terbentuknya ion logam dari elektroda juga
menyebabkan kematian mikroba.

g. Radiasi

Bila mikrobia menerima paparan radiasi tertentu:

1. Menyebabkan ionisasi molekul-molekul di dalam protoplasma.


2. Merusak mikrobia yang tidak mempunyai pigmen fotosintesis.
3. Cahaya mempunyai pengaruh germisida.
4. Sinar X (0,005-1,0 Å , sinar ultra violet (4000-2950 Å , dan sinar radiasi lainnya dapat
membunuh mikroba.
5. Apabila tingkat iradiasi yang diterima sel mikrobia rendah, maka dapat menyebabkan
terjadinya mutasi pada mikroba.

h. Tegangan Muka

1. Tegangan muka mempengaruhi cairan sehingga permukaan cairan tersebut menyerupai


membran yang elastis.
2. Perubahan tegangan muka dinding sel akan mempengaruhi pula permukaan protoplasma,
akibatnya mempengaruhi pertumbuhan dan morfologi mikroba.
3. Zat-zat seperti sabun, deterjen, dan zat-zat pembasah (surfaktan) dapat mengurangi
tegangan muka cairan/larutan.
4. Umumnya mikroba cocok pada tegangan muka yang relatif tinggi

i. Tekanan Hidrostatik

1. Umumnya tekanan 1 – 400 atm tidak mempengaruhi atau hanya sedikit mempengaruhi
metabolisme dan pertumbuhan mikroba, tekanan hidrostatik yang lebih tinggi akan
menghambat atau menghentikan pertumbuhan, karena dapat menghambat sintesis RNA,
DNA, dan protein, serta mengganggu fungsi transport membran sel maupun mengurangi
aktivitas berbagai macam enzim.
2. Tekanan diatas 100.000 pound/inchi2 menyebabkan denaturasi protein, tetapi ada
mikrobia yang tahan hidup pada tekanan tinggi (mikrobia barotoleran), dan yang tumbuh
optimal pada tekanan tinggi sampai 16.000 pound/inchi2 (mikroba barofilik), umumnya
mikroba laut adalah barofilik atau barotoleran, contoh: bakteri Spirillum.

j. Getaran

Getaran mekanik dapat merusak dinding sel dan membran sel mikroba, dipakai untuk
memperoleh ekstrak sel mikroba dengan cara menggerus sel-sel dengan menggunakan abrasif
atau dengan cara pembekuan kemudian dicairkan berulang kali atau dengan getaran suara 100-
10.000 kali/detik juga dapat digunakan untuk memecah sel mikroba.
Daftar Pustaka :

Adams, M.R. 2000. Food Microbiology. University of Surrey. Guildford. New York

Buckle,K.A., J.A. Davey, M.J. Eyles, A.D. Hocking, K.G. Newton, and E.J. Stuttard. 1989.
Foodborne Microorganisms of Public Health Significance. 4ed.. AIFST (NSW
Branch).Australia.

Budiyanto, MAK. 2005. Mikrobiologi Umum. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang


Press.

Irianto, Koes. 2007. Mikrobiologi. Bandung: Yrama Widya.

Lim,D. 1998. Microbiology, 2nd Edition. McGrow-hill book, New york.

Madigan, M. T., Martinko, J. M., Stahl, D. A., and Clark, D. P., 2013, Brock Biology of
Microorganisms Thirteenth Edition, 

Mangunwidjaja, Djumali. 2006. Rekayasa Bioproses. Bandung: IPB Press.

Pelczar, M. J. dan E. C. S. Chan1986. Dasar-dasar Mikrobiologi. UI Press, Jakarta.

Suriawiria, U. 2005. Mikrobiologi Dasar. Papas Sinar Sinanti, Jakarta.

Zubaidah, Elok. 2006. mikrobiologi umum. Universitas Brawijaya. Malang.

Anda mungkin juga menyukai