Anda di halaman 1dari 37

DAFTAR ISI

BAB I. PENDAHULUAN ………………………............………..… 1


1.1 Latar Belakang …………………….……...........………..… 1
1.2 Rumusan Masalah …………………….……......………..… 2
1.3 Tujuan Penelitian …………..………….…….....………..… 2
1.4 Manfaat Penelitian …………..………….…..….....……….. 3
1.5 Batasan Masalah …………………….……..........……....… 3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ………………...…..........…......… 4
2.1 Definisi Code Design (Standar Perencanaan) ........……....… 4
2.2 Desain Struktur Beton SNI 2847:2019 ........……………...… 4
2.3 Pembebanan Bangunan Gedung SNI 1727:2013 .....……..... 5
2.4 Perencanaan Ketahanan Gempa Bangunan
Gedung SNI 1726:2019 ...….................................................. 5
2.5 Pembebanan Bangunan Gedung SNI 1727:2013 .....……..... 6
2.5.1 Pelat Dua Arah ………………...…..........…............… 6
2.5.2 Balok …………………………...…..........…............… 9
2.5.2.1 Desain Kuat Lentur Balok …………............… 9
2.5.2.2 Desain Kuat Geser Balok …………................. 11
2.5.2.3 Desain Kuat Torsi Balok …………..............… 12
2.5.3 Diafragma ………………………….........…............… 13
2.5.3.1 Desain Diafragma …………………............… 13
2.5.4 Kolom …...………………………….........…...........… 14
2.5.4.1 Kolom Dengan Penampang Lingkaran ........… 14
2.5.4.2 Kolom Dengan Beban Aksial Murni ……….... 14
2.5.4.3 Kolom Dengan Keruntuhan Seimbang …….... 15
2.5.4.4 Kolom Dengan Keruntuhan Tarik ………........ 15
2.5.4.5 Kolom Dengan Keruntuhan Tekan ……........... 16
2.5.4.6 Kolom Dengan Beban Lentur Murni ……....... 16
2.6 Pembebanan Minimum Menggunakan SNI 1727:2013.......... 17
2.6.1 Kombinasi Beban Terfaktor Untuk Metode
Desain Kekuatan ……………………………..………. 17
2.6.2 Kombinasi Beban Terfaktor Untuk Metode
Desain Tegangan Izin ……………………………..…. 17
2.6.3 Beban Hidup Terdistribusi Merata Minimum, Lo
dan Beban Hidup Terpusat Minimum …………….…. 18
2.6.4 Reduksi Beban Hidup …...……………......…..........… 19
2.7 Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Gedung
Berdasarkan SNI 1726:2019 ……………………………….. 20
2.7.1 Koefisien Situs Fa dan Fv ……………….….............… 20
2.7.2 Kategori Desain Seismik ……………….…..............… 21
2.7.3 Spektrum Respon Desain ……………….….............… 22
2.7.4 Gaya Lateral Ekivalen ………………………………... 23
2.6 Detailing Komponen Struktur Rangka Pemikul Momen
Khusus Pada SNI 2847:2019 ………………………………. 25
BAB III. TINJAUAN PUSTAKA ………………...…..........….....… 27
3.1 Umum ........………………………………………….…....… 27
3.2 Lokasi Penelitian …………………………………….…....… 27
3.3 Waktu Pengerjaan Tugas Akhir …………………….…....… 27
3.4 Diagram Alir Pengerjaan Tugas Akhir .…………….…....… 28
3.4.1 Studi Literatur ……………….…..............................… 28
3.4.2 Pengumpulan Data …….…….…..............................… 28
3.4.3 Pemodelan Struktur …....…….….............................… 29
3.4.4 Run Program Bantu …………..................................… 29
3.4.5 Cek Design Struktur …………..................................… 29
3.4.6 Penggambaran Detailing Struktur …………............… 29
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Tebal Minimum Pelat …...…………………………………. 7


Tabel 2.2 Jarak Tulangan Geser Minimum …...…...…………………. 11
Tabel 2.3 Spasi Tulangan Longitudinal …...…........…………………. 13
Tabel 2.4 Beban Hidup Terdistribusi ….......…........…………………. 18
Tabel 2.5 Faktor Amplifikasi Reduksi Beban Hidup ….......…............ 19
Tabel 2.6 Koefisien Situs, Fa …..........................................…............. 20
Tabel 2.7 Koefisien Situs, Fv …..........................................…............. 20
Tabel 2.8 KDS Berdasarkan Parameter Respons Percepatan
Periode Pendek …..........................................…….............. 21
Tabel 2.9 KDS Berdasarkan Parameter Respons Percepatan
Periode 1 Detik …..........................................…….............. 21
Tabel 2.10 Koefisien Untuk Batas Atas Pada Periode
Yang Dihitung .................................................................... 24
Tabel 2.11 Nilai Parameter Periode Pendekatan dan x ……………. 24
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Grafik Faktor Reduksi ...…………………………………. 10


Gambar 2.2 Detailing Hoop Pada Kolom ….…………………………. 25
Gambar 2.3 Detailing Tulangan Pada Dinding Geser …..……………. 26
Gambar 3.1 Lokasi Studi Kasus ………………………....……………. 27
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kelayakan suatu bangunan ditinjau dari segi keamanannya, dengan kata


lain sebagai seorang perencana dituntut untuk menciptakan suatu struktur yang
daktail, yaitu bangunan yang dapat menahan beban-beban yang dipikulnya. Oleh
sebab itu, perencanaan struktur gedung bertingkat perlu memperhatikan beberapa
kriteria, antara lain kriteria kekuatan dan taraf gempa rencana serta aspek
ekonomis (Setiawan, 2016:5). Untuk mencapai tujuan perencanaan tersebut,
perencanaan struktur harus mengikuti peraturan perencanaan yang ditetapkan oleh
pemerintah berupa Standar Nasional Indonesia (SNI).
SNI di kembangkan oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN) yang
dibentuk berdasarkan keputusan Presiden No. 13 tahun 1997 (bsn.go.id). Dalam
perkembanganya SNI perlu diperbarui secara periodik dalam 5 tahunan.
Pembaruan. SNI sangat diperlukan karena untuk menyesuaikan dinamika kondisi
alam saat ini. Beberapa perubahan pada SNI dilakukan untuk menjamin mutu dan
tingkat keamanan bangunan (Tavio, 2011). Berlakunya SNI 2847:2019
(Persyaratan Beton Structural Untuk Bangunan Gedung Dan Penjelasan) dan SNI
1726:2019 (Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan
Gedung dan Non Gedung) membuat kalangan akademisi dan praktisi harus mulai
beradaptasi terhadap peraturan tersebut.
Perubahan secara signifikan terjadi pada SNI 2847:2019, terutama pada
bab struktur tahan gempa, bagian system rangka pemikul momen khusus terdapat
penambahan yang detail terutama dalam hal spesifikasi penulangan dan mutu
beton yang digunakan. Pada SNI 1726:2019 juga terdapat perubahan yang
signifikan pada bagian koefisien situs dan desain respons spectrum hal ini terkait
perubahan peta gempa yang terbaru. Terkait hal tersebut perencanaan struktur atas
bangunan gedung beton dengan menggunakan standar perencanaan SNI
2847:2019 dan SNI 1726:2019 menjadi hal penting yang perlu dikaji lebih lanjut
oleh kalangan akademisi dan perencana.

1
Studi kasus pada tugas akhir ini adalah pada gedung kuliah bersama
Universitas Negeri Malang. Gedung kuliah bersama Universitas Negeri Malang
merupakan gedung dengan struktur beton yang memiliki lantai berjumlah 9 dan
luas bangunan sebesar 22458.5 m2. Gedung ini difungsikan sebagai pusat kegiatan
mahasiswa. GKB UM terletak pada Kota Malang 7.962995◦ lintang selatan
112.618447◦ bujur timur. Berdasarkan data tanah, kelas situs pada titik yang di
tinjau sedalam 30 meter adalah SC karena memiliki nilai SPT N>75. ditinjau dari
peta gempa 2017 Kota Malang adalah wilayah yang memiliki nilai percepatan
batuan dasar pada periode pendek (Ss) sebesar 0.8g dan percepatan batuan dasar
pada periode 1 detik (S1) sebesar 0.5g. Sehingga kategori desain seismik dari
parameter tersebut adalah D, perencanaan struktur menggunakan SRPMK harus
dilakukan sesuai standar SNI 2847:2019 dan SNI 1726:2019 agar komponen-
komponen struktur dan join-joinnya mampu menahan gaya-gaya yang bekerja
melalui aksi lentur, geser, aksial dan torsi.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana hasil analisis gempa dari Gedung Kuliah Bersama
berdasarkan SNI 1726-2019?
2. Bagaimana kekuatan struktur Gedung Kuliah Bersama apabila
direncanakan dengan menggunakan SNI 2847-2019 dan SNI 1726-
2019?
3. Bagaimana detailing dari komponen struktur Gedung Kuliah
Bersama jika didesain dengan SNI 2847-2019?

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui kesesuaian gedung terhadap standar SNI 1726-2019
dalam hal gaya geser dasar, waktu getar alami, partisipasi massa
struktur, simpangan antar lantai, ketidak beraturan horizontal,
ketidak beraturan vertical, dan rasio stabilitas tingkat.

2
2. Mengetahui Kekuatan komponen struktur yakni balok, kolom,
pelat, dinding structural, dan diafragma sesuai dengan standar SNI
2847-2019 dan SNI 1726-2019.
3. Mengetahui dan menggambar penampang beton serta detailing
tulangan komponen struktural yang di desain menggunakan standar
SNI 2847-2019.

1.4 Manfaat Penelitian


Adapun manfaat dari evaluasi struktur atas gedung tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Dapat memperkaya kajian, wawasan dan pengetahuan tentang
teknik sipil khususnya dalam ilmu perencanaan ataupun
perhitungan struktur gedung bertingkat.
2. Dapat memberikan manfaat dan informasi secara lebih dalam tata-
cara perencanaan struktur gedung bertingkat yang mampu menahan
beban gempa rencana.
3. Dapat digunakan sebagai referensi perencanaan gedung
perkuliahan di Kota Malang, sehingga gedung tersebut dapat
dimanfaatkan untuk pusat kegiatan mahasiswa.

1.5 Batasan Masalah


Adapun batasan masalah yang diberikan adalah sebagai berikut :
1. Data parameter perencanaan spectra gempa diambil dari
puskim.go.id.
2. Tidak menghitung RAB (Rencana Anggaran Biaya) struktur
gedung.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Code Design (Standar Perencanaan)

Standar perencanaan merupakan sebuah perangkat aturan mengenai


desain, konstruksi, dan cara pemeliharaan. Setiap negara memiliki standar
perencanaannya sendiri – sendiri sesuai dengan karakteristik kawasanya dan
diterbitkan oleh badan standarisasi pada tiap-tiap negara. Standar perencanaan
biasanya di perbarui/direvisi setiap 5 tahun hal ini dominan dipengaruhi oleh
dinamika alam yang terjadi. Di Indonesia standar perencanaan yang digunakan
adalah SNI (Standar Nasional Indonesia) yang di terbitkan oleh BSN (Badan
Standardisasi Nasional), Sedangkan di Amerika standar perencanaan untuk
bangunan gedung di terbitkan oleh asosiasi dan institusi, contohnya seperti ASCE
(American Society of Civil Engineers), AISC (American Institute of Steel
Construction), ACI (American Concrete Institute), dan ASTM (American Society
for Testing and Materials).

2.2 Desain Struktur Beton SNI 2847:2019


SNI 2847:2019 merupakan standar perencanaan yang digunakan dalam
perencanaan dan pelaksanaan struktur beton untuk bangunan gedung, atau struktur
bangunan lain yang memiliki kesamaan karakter dengan struktur gedung. Standar
ini mengacu pada ACI 318M-14 (Building Code Requirements for Structural
Concrete). SNI 2847:2019 memberikan persyaratan minimum untuk desain dan
konstruksi komponen struktur beton semua struktur yang dibangun menurut
persyaratan bangunan gedung secara umum yang diadopsi secara legal dimana
standar ini merupakan bagianya. Konsep perencanaan yang dianut oleh SNI
2847:2019 adalah berbasis kekuatan atau yang lebih sering dikenal sebagai
metode LRFD (Load and Resistance Factor Design), dimana persyaratan dasar
yang harus dipenuhi dalam desain adalah kuat rencana harus lebih besar dari atau
sama dengan kuat perlunya.

4
2.3 Pembebanan Bangunan Gedung SNI 1727:2013
SNI 1727:2013 memuat ketentuan beban minimum untuk merancang
bangunan gedung dan struktur lain. Beban dan kombinasi pembebanan yang
sesuai, telah dikembangkan dan harus digunakan bersama, baik untuk
perancangan dengan metode kekuatan ataupun perancangan dengan metode
tegangan izin. Untuk kuat rancang dan batas tegangan izin, spesifikasi
perancangan bahan konvensional yang digunakan pada bangunan gedung dan
modifikasinya yang dimuat dalam standar ini harus diikuti. SNI 1727:2013
merupakan adopsi dari SEI/ASCE 7-10 (Minimum Design Loads for Building and
Others Structures) dengan mengadopsi isi pasal yang sesuai dengan yang
diperlukan untuk kondisi pembebanan bangunan gedung dan struktur lain di
Indonesia. Beberapa pasal dari SEI/ASCE 7-10 juga tidak dicantumkan dalam
SNI 1727:2013 seperti halnya mengenai beban gempa dan beban salju/es.

2.4 Perencanaan Ketahanan Gempa Bangunan Gedung SNI 1726:2019


SNI 1726:2019 meregulasi perancangan struktur bangunan gedung yang
tahan gempa. Standar ini memuat persyaratan minimum mengenai beban, tingkat
bahaya, kriteria yang terkait, dan sasaran kinerja yang diperkirakan untuk
bangunan gedung, struktur lain, dan komponen non strukturalnya yang memenuhi
persyaratan peraturan bangunan. Beban, kombinasi pembebanan, dan kriteria
terkait yang diberikan dalam standar ini harus digunakan untuk perancangan
dengan metode kekuatan atau perancangan dengan metode tegangan izin yang
terdapat dalam spesifikasi desain untuk material structural konvensional.
Kombinasi pembebanan dan kekuatan desain dianggap mampu memberikan
tingkat kinerja yang diharapkan dalam ketentuan standar ini.

5
2.5 Desain Struktur Beton SNI 2847:2019

Standar ini meliputi ketentuan-ketentuan untuk perancangan beton


structural termasuk beton polos, beton dengan penulangan nonprategang,
prategang atau komposit. Tujuan standar ini adalah untuk menjamin keselamatan
dan kesehatan umum dengan menetapkan persyaratan-persyaratan minimum
untuk kekuatan, stabilitas, kemampuan layan, durabilitas dan integritas struktur
beton.

2.5.1 Pelat Dua Arah

Pelat dua arah biasanya digunakan pada gedung dengan spasi antar kolom
yang seragam pada satu arahnya berada dalam factor 2 dari arah lainya. Dalam
perkembanyanya struktur beton pelat dua arah mempunyai banyak bentuk. Ide
utama dari bentuk ini adalah system pelat yang menyalurkan beban secara
langsung kepada kolom penopang melalui tahanan lentur dan geser internal. Sama
seperti halnya pelat satu arah SNI 2847-2019 memperbolehkan insinyur untuk
menggunakan prosedur analisis apapun selama kompabilitas ekuilibrium dan
geometric tercapai. Code sendiri juga menyediakan peraturan untuk metode
Desain Langsung (Direct Design Method) dan Rangka Ekuivalen (Equivalent
Frame Method).
Karena perhitungan ledutan dari pelat dua arah cukup rumit dan untuk
mencegah lendutan yang besar, maka ketebalan pelat dapat ditentukan
menggunakan rumus empiris sebagai berikut :

a. Untuk 0.2 < <2.0

( )
………………………………… (2.1)

Namun tidak kurang dari 125 mm.

b. Untuk >2.0

( )
………………………………… (2.2)

Namun tidak kurang dari 90 mm.

6
c. Untuk <2.0
Ketebalan minimum pelat dapat dilihat dari table.

Tabel 2.1 Tebal Minimum Pelat


Tanpa penebalan panel Dengan penebalan panel
Fy Panel luar Panel luar
Panel Panel
(Mpa) Tanpa Dengan Tanpa Dengan
dalam dalam
balok tepi balok tepi balok tepi balok tepi
280 ln/33 ln /36 ln /36 ln /36 ln /40 ln /40
420 ln /30 ln /33 ln /33 ln /33 ln /36 ln /36
520 ln /28 ln /31 ln /31 ln /31 ln /34 ln /34

Dengan,
ln : Panjang bentang bersih dalam arah memanjang dari konstruksi
dua arah dari muka ke muka tumpuan pada pelat tanpa balok, dan
muka ke muka balok atau tumpuan lain pada kasus lainya (mm).
β : Rasio bentang bersih dalam arah panjang terhadap arah pendek
dari pelat dua arah.
αfm : Nilai rata – rata αf untuk semua balok pada tepi-tepi dari suatu
pelat.
αf : Rasio kekakuan lentur penampang balok (EcbIb) terhadap
kekakuan lentur pelat (EcsIs) yang dibatasi secara lateral oleh garis-
garis sumbu tengah dari pelat-pelat yang bersebelahan pada tiap sisi
balok.
Ib : Momen inersia bruto dari penampang balok terhadap sumbu berat,
penampang balok mencakup pula bagian pelat pada setiap sisi
sebesar proyeksi balok yang berada di atas atau dibawah pelat,
namun tidak lebih dari empat kali tebal pelat.
Is : Momen inersia bruto dari penampang pelat.

Tinggi blok tegangan tekan ekuivalen dihitung berdasarkan persamaan :

…………….………………………………… (2.3)

Dengan,

7
a : Tinggi blok tegangan tekan ekuivalen (mm)
As : Luas tulangan lentur pelat (mm2)
fy : Tegangan leleh baja (Mpa)
fc’ : Kuat tekan beton (Mpa)
b : lebar pelat per-meter (mm)

Ru dapat dihitung menggunakan persamaan :

…………….………………………………… (2.3)

Dengan,
Mu : Momen ultimit (Nmm)
d : Tinggi dari permukaan tekan hingga pusat tulangan tarik (mm)

Setelah Ru diperoleh rasio tulangan dapat dhitung, menggunakan persamaan :

( ) …………………………….… (2.4)

Dengan,
: Faktor reduksi lentur (0.9)
: Rasio tulangan

Nilai kuat geser ØVc pelat dua arah dipilih nilai terkecil dari :

√ ………………………………...…….… (2.5)

( ) √ ………………………...…….… (2.6)

( ) √ ………………...…….… (2.7)

Dengan,
Ø : Adalah factor reduksi geser (=0.75)

Nilai kuat lentur ØMn dari pelat dua arah adalah :

( ( )) ………………...…….… (2.8)

Dengan,
Ø : Adalah factor reduksi lentur (=0.9)

8
2.5.2 Balok
Balok structural menahan beban gravitasi dan beban lateral, serta semua
kombinasi yang ada, dan memindahkan beban ini ke gelagar, kolom, atau dinding
dan memindahkan beban ini ke gelagar, kolom, atau dinding. Hal ini dapat berupa
prategang maupun tidak, cetak di tempat, pracetak maupun komposit. SNI 2847-
2019 memperbolehkan insinyur untuk menggunakan prosedur analisis apapun
selama kompabilitas ekuilibrium dan geometric tercapai. Momen balok, geser dan
defleksi disepanjang bentang, balok biasanya dihitung dari analisis truktur elastic
klasik.

2.5.2.1 Desain Kuat Lentur Balok


Luas tulangan lentur yang diperlukan oleh balok dihitung terlebih dahulu
menggunakan rasio pada persamaan :

[ √ ] ………………...…………….… (2.9)

Nilai rasio tulangan yang dihitung menggunakan persamaan (2.9) tidak boleh
kurang dari :
Untuk mutu beton ≤ 30Mpa

√ Untuk mutu beton > 30Mpa

Dan nilai tidak boleh melebihi dari :

( ) ………………...…………….… (2.10)

Dengan,

( ) ………………...…………….… (2.11)

: Rasio tulangan lentur


: Rasio tulangan lentur minimum
: Rasio tulangan lentur maksimum
: Rasio tulangan lentur seimbang
: Modulus elastisitas baja (Mpa)

9
Nilai Ru pada persamaan (2.9) dapat dihitung menggunakan persamaan :

( ) ………………...…………….… (2.12)

Tinggi blok tegangan tekan ekuivalen dihitung berdasarkan persamaan :

………………...…………………………….… (2.13)

Sehingga luas tulangan lentur yang diperlukan adalah :


………………...…………………………….… (2.14)
Kuat Lentur nominal dari suatu penampang balok beton bertulang adalah :

( ) ……...……………….… (2.15)

Dengan,
dihitung berdasarkan perbandingan antara tinggi sumbu netral (c) dan jarak dari
serat tekan beton terluar ke tulangan tarik terluar (dt). Dimana variasi nilai Ø
terhadap ɛt ditunjukan oleh grafik sebagai berikut :

Gambar 2.1 Grafik Faktor Reduksi

Sebagai alternative nilai Ø pada daerah transisi dapat ditentukan sebagai rasio dari
nilai c/dt sebagai berikut :

( ⁄
) (Untuk tulangan spiral) (2.16)

( ⁄
) (Untuk tulangan spiral) (2.17)

10
2.5.2.2 Desain Kuat Geser Balok

Balok beton dirancang untuk menahan geser dan torsi dan untuk
memastikan perilaku daktail pada kondisi nominal. Kekuatan geser dilokasi
manapun di sepanjang balok dihitung sebagai kombinasi kekuatan geser beton
(Vc) dan kekuatan geser tulangan (Vs). Kekuatan geser beton nominal Vc dihitung
menggunakan persamaan :

( √ ) ……...……………………….… (2.18)

Atau,

( √ ) ( √ ) ... … (2.19)

Kuat geser balok beton bertulang akan bertambah apabila dipasang tulangan
geser. Hal ini dibutuhkan jika kekuatan nominal beton terhadap geser kurang dari
geser ultimitnya Vc<Vu. Dasar desain tulangan geser secara umum dituliskan pada
persamaan berikut :

……...……………………………………….… (2.20)

Namun untuk beberapa kasus harus diperhatikan pada kondisi berikut ini :

Tabel 2.2 Jarak Tulangan Geser Minimum


Kondisi Spasi
Tulangan Geser Tidak
Dibutuhkan
s"d/2"600mm (Sengkang
praktis)

√ s"3h/4"600mm

√ √ s"d/4"300mm

√ Besarkan Area Penampang

Dengan s adalah
( )
.………………………………..……… (2.21)

11
2.5.2.3 Desain Kuat Torsi Balok

Torsi (punter) menciptakan tegangan geser penampang yang meningkat


dari tegangan nol pada pusat penampang balok sampai maksimum pada perimeter
penampang. karena itu, SNI 2847-2019 mengasumsikan bahwa tegangan torsi
signifikan hanya terjadi di sekeliling bagian perimeter.
Tulangan torsi dibutuhkan apabila :

√ ( ) .………………………..……… (2.21)

Untuk balok yang memikul torsi dan geser batasan diberikan pada penampang
balok beton bertulang sebagai berikut :

√( ) ( ) [( ) √ ] …..… (2.22)

Kebutuhan sengkang tertutup dihitung berdasarkan persamaan :

.…………………………...…..……… (2.23)

Kebutuhan tulangan memanjang Al dihitung menggunakan persamaan:

( ) ( ) .……………….…...…..……… (2.24)

Tulangan memanjang Al harus diperiksa terhadap Al min :


( ) ( ) ( ) ………………… (2.25)

Dengan,
Tu : Torsi ultimit (Nmm)
Vu : Geser ultimit (N)
Acp : Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton (mm2)
Ao : Luas bruto yang dilingkupi oleh jalur alir geser (mm2)
Aoh : Luas yang dilingkupi oleh garis pusat tulangan torsi tranversal
(mm2)
Ph : Keliling garis pusat tulangan torsi tranversal tertutup terluar (mm)

12
2.5.3 Diafragma
Diafragma gedung biasanya berupa pelat bertulang horizontal dua-arah
atau satu-arah yang membentang diantara kolom atau dinding atau keduanya.
Diafragma mempertahankan kompabilitas deformasi antara dua system, sehingga
mengikat keseluruhan struktur. Diafragma juga menyediakan tumpuan lateral ke
dinding geser dan kolom. Pada umumnya 2 sampai 5 persen dari gaya aksial
momen harus ditahan oleh diafragma untuk menyediakan tumpuan lateral yang
cukup untuk kolom dan dinding.
2.5.3.1 Desain Diafragma
Diafragma didesain untuk menahan gaya gempa desain yang dihitung dari
analisis struktur (Fpx),

………………………….……………… (2.26)

Gaya desain pada tingkat xi adalah Fi, Wi adalah berat teributari diafragma pada
tingkat x. Gaya yang dihitung dari persamaan ini tidak boleh melebihi 0.45
SDS/Wpx, tetapi lebih dari 0.25 SDS/ Wpx. Sedangkan untuk kuat nominal geser dari
diafragma adalah :

( √ ) …………………….……… (2.27)

Dan dimensi penampangnya harus memenuhi :


√ ………………………………………… (2.28)
Secara umum, tulangan kord dan kolektor terletak pada tengah tinggi diafragma.
Untuk menyarlurkan gaya antara diafragma dan kolom atau dinding, lewatan
tulangan batang harus tipe 2 dan spasi tulangan batang harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut :
Tabel 2.3 Spasi Tulangan Longitudinal
Tulangan Lewatan Persyaratan
Spasi 3db ≥40mm
Longitudinal
Selimut 2.5db ≥50mm


Tranversal Lebih besar dari

13
2.5.4 Kolom
Kolom adalah salah satu komponen struktur vertical yang secara khusus
difungsikan untuk memikul beban aksial tekan (dengan atau tanpa adanya momen
lentur). Kolom selalu menjadi bagian dari system penahan gaya gravitasi dan
system penahan gaya lateral. Gaya desain lateral paling umum adalah gempa dan
angin. Area kolom awal Ag dapat diperkirakan dengan membagi beban aksial
terfaktor maksimum dengan 0.4fc’ untuk kolom biasa dan 0.3fc’ untuk kolom pada
area rawan gempa. Kolom biasanya berpenampang persegi atau lingkaran. Untuk
iterasi pertama rasio tulangan 1%-8% didistribusikan merata pada parameter
kolom.

2.5.4.1 Kolom Dengan Penampang Lingkaran


Kolom dengan penampang lingkaran memberikan kekuatan yang
seimbang pada sumbu kuat dan sumbu lemahnya. Selain itu sengkang spiral pada
kolom yang memikul beban tekan akan dapat mencegah hancurnya beton atau
tertekuknya tulangan memanjang. Kolom yang menggunakan sengkang spiral
juga menunjukan perilaku yang lebih daktail dibandingkan sengkang persegi.
Hubungan dengan jarak spiral s dapat dituliskan :

………………………………………… (2.29)

2.5.4.2 Kolom Dengan Beban Aksial Murni


Kuat nominal untuk suatu kolom yang dibebani oleh beban tekan aksial dituliskan
dalam persamaan :
( ) ………………………… (2.30)
Untuk penampang kolom persegi :
[ ( )] ………… (2.31)
Untuk penampang kolom lingkaran :
[ ( )] ………… (2.32)
Dengan,
Ø = 0.65 untuk sengkang persegi
= 0.75 untuk sengkang spiral

14
2.5.4.3 Kolom Dengan Keruntuhan Seimbang

Kondisi seimbang terjadi pada penampang kolom, ketika Pb bekerja pada


penampang, yang akan menghasilkan regangan sebesar 0.003 pada serat tekan
beton, dan pada saat yang bersamaan tulangan baja mengalami luluh, atau

reganganya mencapai ɛy =

Persamaan kesetimbangan gaya dalam arah horizontal dapat ditulis menjadi :


………… (2.33)
Nilai eksentrisitas eb diukur dari pusat berat plastis, sedangkan e’ diukur dari pusat
tulangan tarik. Nilai eb ditentukan dengan mengambil jumlahan momen terhadap
pusat berat plastis, maka :

( )

………………………………………………………………… (2.34)
Nilai eksentrisitas pada kondisi seimbang diperoleh dari :

………………………………………………… (2.35)

2.5.4.4 Kolom Dengan Keruntuhan Tarik

Apabila penampang kolom diberi beban tekan eksentris dengan


eksentrisitas yang besar, maka akan terjadi keruntuhan tarik. Kolom akan
mengalami keruntuhan akibat luluhnya tulangan baja dan hancurnya beton pada

saat regangan tulangan baja melampaui ɛy = . Dalam kasus ini kuat tekan

nominal penampang, Pn, akan lebih kecil dari Pb, atau eksentrisitas e lebih besar
daripada eb, Pn dievaluasi dari kondisi kesetimbangan
, dengan

( )

T =

Jumlahan momen terhadap AS dapat dituliskan sebagai :

Mn = ( ) ………………………………… (2.36)

15
2.5.4.5 Kolom Dengan Keruntuhan Tekan

Apabila gaya tekan Pn melebihi gaya tekan dalam kondisi seimbang Pb


atau apabila eksentrisitas e lebih kecil daripada eksentrisitas kondisi seimbang eb
maka penampang kolom akan mengalami keruntuhan tekan. Pada kasus ini
regangan pada beton akan mencapai 0.003 sedangkan regangan pada tulangan

paja akan kurang dari ɛy = , beban tekan nominal Pn dapat dihitung melalui

prinsip dasar kesetimbangan gaya (dengan mengasumsikan ) maka :


, dengan

( )

T =

Jumlahan momen terhadap AS dapat dituliskan sebagai :

Mn = ( ) ………………………………… (2.37)

2.5.4.6 Kolom Dengan Beban Lentur Murni


Untuk eksentrisitas e = dan (Pn = 0), nilai kuat lentur nominal di hitung
seperti halnya penampang balok, dengan mengabaikan tulangan tekan maka :

Tinggi blok tegangan tekan ekuivalen dihitung berdasarkan persamaan :

………………………………………………… (2.38)

Kuat Lentur nominal dari suatu penampang kolom dengan lentur murni adalah :

( ) ………………………… (2.39)

* Sama seperti halnya penampang beton, faktor reduksi juga ditentukan

berdasarkan rasio

16
2.6 Pembebanan Minimum Menggunakan SNI 1727:2013
2.6.1 Kombinasi Beban Terfaktor Untuk Metode Desain Kekuatan
Struktur, komponen, dan fondasi harus dirancang sedemikian rupa hingga
kekuatan desainya sama atau melebihi efek dari beban terdaktor dalam kombinasi
berikut :
1. 1.4 D
2. 1.2 D + 1.6 L + 0.5 (Lr atau S atau R)
3. 1.2 D + 1.6 (Lr atau S atau R) + (L atau 0.5 W)
4. 1.2 D + 1.0 W + L + 0.5 (Lr atau S atau R)
5. 1.2 D + 1.0 E + L + 0.2 S
6. 0.9 D + 1.0 W
7. 0.9 D + 1.0 E
2.6.2 Kombinasi Beban Terfaktor Untuk Metode Desain Tegangan Izin
Beban – beban di bawah ini harus ditinjau dengan kombinasi-kombinasi
berikut untuk perencanaan struktur, komponen elemen struktur dan elemen-
elemen fondasi berdasarkan metoda tegangan ijin :
1. D
2. D + L
3. D + (Lr atau R)
4. D + 0.75 L + 0.75 (Lr atau R)
5. D + (0.6 W atau 0.7 E)
6. D + 0.75 (0.6 W atau 0.7 E) + 0.75 L + 0.75 (Lr atau R)
7. 0.6 D + 0.6 W
8. 0.6 D +0.7 E
Dengan,
D : Beban mati
E : Beban gempa
L : Beban hidup
Lr : Beban hidup atap
S : Salju
R : Beban hujan
W : Beban angin

17
2.6.3 Beban Hidup Terdistribusi Merata Minimum, Lo dan Beban Hidup
Terpusat Minimum

Tabel 2.4 Beban Hidup Terdistribusi


Penggunaan Merata (kN/m2) Terpusat (kN)
Ruang pertemuan
Kursi tetap (terikat dilantai) 4.79a
Lobi 4.79a
Kursi dapat dipindahkan 4.79a
Panggung pertemuan 4.79a
Lantai podium 7.18a
Perpustakaan
Ruang baca 2.87 4.45
Ruang penyimpangan 7.18a,h 4.45
Koridor diatas lantai pertama 3.83 4.45
Gedung perkantoran :
Ruang arsip dan komputer 4.79 8.90
Lobi dan koridor lantai pertama 4.79 8.90
Kantor 2.40 8.90
Koridor diatas lantai pertama 3.83 8.90
Atap
Atap datar, berbubung, dan lengkung 0.96n
Atap digunakan untuk taman atap 4.79
0.89
Kanopi
Rangka kaku ringan konstruksi pabrik 0.24
Rangka tumpu layar penutup 0.24
Sekolah
Ruang kelas 1.92 4.5
Koridor diatas lantai pertama 3.83 4.5
Koridor lantai pertama 4.79 4.5
a
Reduksi beban hidup untuk penggunaan ini tidak diizinkan.
h
Beban yang bekerja pada lantai ruang penyimpanan rak yang tidak bergerak dan
rak buku perpustakaan dua sisi memiliki batasan berikut :
1. Tinggi normal rak tidak boleh lebih dari 90 in.
2. Tebal rak tidak lebih dari 12 in.
3. Rak buku dua sisi yang memiliki baris pararel harus dipisahkan oleh
celah yang tidak kurang dari 36 in.
n
Bila beban hidup atap merata direduksi sampai kecil lebih dari 0.96 kN/m2 dan
digunakan untuk mendesain komonen struktur ditata sedemikian untuk membuat
kesinambungan, beban hidup atap yang tereduksi harus dipasang ke bentang-
bentang bersebelahan atau alternative dipilih uang menghasilkan efek beban
terbesar.

18
2.6.4 Reduksi Beban Hidup
a. Reduksi beban hidup merata
Komponen struktur yang memiliki nilai KLL AT adalah 37.16 m2 atau lebih
diizinkan untuk dirancang dengan beban hidup tereduksi sesuai dengan
rumus :

( ) ,dimana ………………… (2.40)


L : Beban hidup rencana tereduksi per m2


Lo : Beban hidup rencana ranpa reduksi per m2
KLL : Faktor elemen beban hidup
AT : luas tributari (m2)
L tidak boleh kurang dari 0.5 Lo untuk komponen struktur yang
mendukung satu lantai dan tidak boleh kurang dari 0.4 Lo untuk komponen
struktur yang mendukung dua lantai atau lebih lantai.
b. Reduksi pada beban hidup atap
Atap datar biasa, berbubung, dan atap lengkung dan kanopi, diizinkan
untuk dirancang dengan beban hidup atap yang direduksi sesuai dengan
persamaan :
dimana ……..……… (2.41)
Dengan,
: beban hidup atap tereduksi per m2
: beban hidup atap desain tanpa reduksi per m2
Dimana,

Tabel 2.5 Faktor Amplifikasi Reduksi Beban Hidup


Faktor Nilai Kondisi
2
1 AT ≤ 18.58 m
R1 1.2-0.011 AT 18.58 m2 < AT < 55.74 m2
0.6 AT ≥ 55.74 m2
1 F≤4
R2 1.2-0.05 F 4 < F < 12
0.6 F ≥ 12
* F = 0.12 x kemiringan (slope), dengan kemiringan dinyatakan dalam persentase

19
2.7 Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Gedung Berdasarkan SNI
1726:2019

2.7.1 Koefisien Situs Fa dan Fv


Koefisien situs merupakan suatu faktor amplifikasi seismic yang dipakai
untuk menentukan respons spectral percepatan gempa di permukaan tanah.
Koefisien situs Fa merupakan faktor amplifikasi getaran yang terkait percepatan
pada getaran periode pendek, sedangkan koefisien situs Fv merupakan faktor
amplifikasi terkait percepatan pada getaran periode 1 detik.

Tabel 2.6 Koefisien Situs, Fa


Kelas Parameter Respons Spektral Percepatan Gempa Pada Periode Pendek
Situs SS ≤ 0.25 SS = 0.5 SS = 0.75 SS = 0.1 SS = 1.25 SS ≥ 1.5
SA 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8
SB 0.9 0.9 0.9 0.9 0.9 0.9
SC 1.3 1.3 1.2 1.2 1.2 1.2
SD 1.6 1.4 1.2 1.1 1.0 1.0
SE 2.4 1.7 1.3 1.1 0.9 0.8
SF SS(a)
* SS, adalah situs yang memerlukan investigasi geoteknik sepesifik dan respons situs spesifik
Tabel 2.7 Koefisien Situs, Fv
Kelas Parameter Respons Spektral Percepatan Gempa Pada Periode 1 Detik
Situs S1 ≤ 0.1 S1 = 0.2 S1 = 0.3 S1 = 0.4 S1 = 0.5 S1 ≥ 0.6
SA 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8
SB 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8
SC 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.4
SD 2.4 2.2 2.0 1.9 1.8 1.7
SE 4.2 3.3 2.8 2.4 2.2 2.0
(a)
SF SS
* SS, adalah situs yang memerlukan investigasi geoteknik sepesifik dan respons situs spesifik

Nilai Fa dan Fv selanjutnya untuk menghitung parameter respons percepatan pada


periode pendek (SMS) dan pada periode 1 detik (SM1), yang ditentukan sebagai
berikut :
SMS = Fa SS
SM1 = Fv S1

20
Akhirnya parameter percepatan spectral desain untuk periode pendek S DS, dan
untuk periode 1 detik, SD1 dapat dihitung sebagai berikut :
SDS = 2/3 SMS
SD1 = 2/3 SM1

2.7.2 Kategori Desain Seismik

Semua jenis struktur harus ditentukan kategori desain seismiknya (KDS).


Kategori Desain Seismik dinyatakan dalam huruf A hingga F pula seperti halnya
kelas situs. Struktur yang memiliki kategori risiko I, II dan III dengan nilai S1 ≥
0.75 ditetapkan sebagai struktur dengan Kategori Seismik E. Struktur dengan Kategori
Risiko IV dan S1 ≤ 0.75 ditetapkan sebagai struktur dengan Kategori Desain Seismik F.
Semua struktur lainya ditetapkan KDS-nya berdasarkan Kategori Risiko serta parameter
respons spectral percepatan SDS dan SD1. Untuk struktur yang masuk ke dalam dua
KDS, maka KDS-nya harus ditentukan berdasarkan KDS yang lebih tinggi.

Tabel 2.8 KDS Berdasarkan Parameter Respons Percepatan Periode Pendek


Kategori Risiko
Nilai SDS
I atau II atau III IV
SDS < 0.167 A A
0.167 ≤ SDS < 0.33 B C
0.33 ≤ SDS < 0.50 C D
0.5 ≤ SDS D D

Tabel 2.9 KDS Berdasarkan Parameter Respons Percepatan Periode 1 Detik


Kategori Risiko
Nilai SD1
I atau II atau III IV
SD1 < 0.067 A A
0.067 ≤ SD1 < 0.133 B C
0.133 ≤ SD1 < 0.20 C D
0.2 ≤ SD1 D D

21
2.7.3 Spektrum Respon Desain
Bila spectrum respons desain diperlukan oleh tata cara ini dan prosedur
gerak tanah dari spesifik situs tidak digunakan, maka kurva respons desain harus
dikembangkan dengan mengikuti ketentuan dibawah ini :
a. Untuk periode yang lebih kecil dari To, spectrum respons percepatan
desain, Sa harus diambil dari persamaan :

( ) ………………....……… (2.42)

b. Untuk periode lebih besar dari atau sama dengan To dan lebih kecil dari
atau sama dengan Ts, spectrum respons percepatan desain Sa sama dengan
SDS
c. Untuk periode lebih besar dari Ts tetapi lebih kecil dari atau sama dengan
TL, respons spectral percepatan desain Sa diambil berdasarkan persamaan :

………………………………....……… (2.43)

d. Untuk periode lebih besar dari TL, respons spectral percepatan desain Sa,
diambil berdasarkan persamaan :

………………………………....……… (2.44)

Keterangan :
SDS : Parameter respons spectral percepatan desain periode pendek
SD1 : Parameter respons spectral percepatan desain pada periode 1 detik
T : Periode getar fundamental struktur
To :

Ts :

TL : Periode panjang

22
2.7.4 Gaya Lateral Ekivalen

Gaya geser dasar seismic V, dalam arah yang ditetapkan harus ditentukan
sesuai dengan persamaan berikut :

………………………………………....……… (2.45)
Dengan,
: Koefisien respons seismic
W : Berat seismic efektif

Koefisien respon seismic harus ditentukan sesuai dengan persamaan :

………………………………………....……… (2.46)
( )

Dengan,
R : Koefisien modifikasi respon
Ie : Koefisien keutamaan gempa

Untuk, T ≤ TL

………………………………………....……… (2.47)
( )

Untuk, T ≤ TL

………………………………………....……… (2.48)
( )

harus tidak kurang dari :

Sebagai tambahan, untuk struktur yang berlokasi di daerah dimana sama


dengan atau lebih besar dari 0.6g, maka harus tidak kurang dari :

………………………………………....……… (2.49)
( )

23
Periode fundamental struktur T, dalam arah yang ditinjau harus diperoleh
menggunakan sifat struktur dan karakteristik deformasi elemen pemikul dalam
analisis yang teruji. Sebagai alternative dalam melakukan analisis untuk
menentukan periode fundamental struktur, T diizinkan secara langsung
menggunakan periode bangunan pendekatan Ta

………………………………………....……… (2.50)

Dengan,
hn : ketinggian struktur (m)

Tabel 2.10 Koefisien Untuk Batas Atas Pada Periode Yang Dihitung
Parameter percepatan respons spectral
Koefisien
desain pada 1 detik,
≥ 0.4 1.4
0.3 1.4
0.2 1.5
0.15 1.6
≤0.1 1.7

Tabel 2.11 Nilai Parameter Periode Pendekatan dan x

Tipe Struktur x
Sistem rangka pemikul momen di mana rangka memikul
100 % gaya seismik yang disyaratkan dan tidak
dilingkupi atau dihubungkan dengan komponen yang
lebih kaku dan akan mencegah rangka dari defleksi jika
dikenai gaya seismik:
 Rangka baja pemikul momen 0.0724 0.8
 Rangka beton pemikul momen 0.0466 0.9

Rangka baja dengan bresing eksentris 0.0731 0.75

Rangka baja dengan bresing terkekang terhadap tekuk 0.0731 0.75

Semua sistem struktur lainnya 0.0488 0.75

Gaya seismik lateral Fx di sembarang tingkat harus ditentukan dari persamaan


berikut :

………………………………………....……… (2.51)

Dan

………………………………………… (2.52)

24
2.8 Detailing Komponen Struktur Rangka Pemikul Momen Khusus Pada
SNI 2847:2019

Pasal 18.7.5.2 Untuk kolom pada rangka pemikul momen khusus dan kolom yang
tidak di desain untuk KDS D,E, atau F dengan beban aksial terfaktor melebihi
0.3AgFc’ atau Fc' lebih dari 70 Mpa.

Pasal 18.7.5.3 Jarak tulangan tranversal pada daerah sepanjang lo, harus diambil
tidak melebihi nilai terkecil dari :

1. 0,25 kali dimensi terkecil dimensi kolom


2. 6 kali diameter terkecil tulangan longitudinal
3. So = 100+(350-hx)/3
So tidak boleh diambil kurang dari 100mm dan melebihi 150mm
hx tidak boleh diambil lebih dari 200mm

Gambar 2.2 Detailing Hoop Pada Kolom

Pasal 18.7.5.3 Luas tulangan tertutup dari komponen kolom berpenampang


bersegi tidak kurang dari :

1. Untuk komponen kolom dengan Pu≤ 0.3AgFc' dan Fc'≤ 70 Mpa, harus di

ambil lebih dari :

25
2. Untuk komponen kolom dengan Pu> 0.3AgFc' dan Fc'> 70 Mpa, harus di

ambil lebih dari :

Pasal 18.10.2.2 Paling sedikit dipasang dua lapis tulangan geser jika
atau jika hw/lw≥2

Pasal 18.10.6.2 Komponen batas pada dinding struktural harus disediakan jika:

δu/hw harus diambil tidak kurang dari 0.005

Gambar 2.3 Detailing Tulangan Pada Dinding Geser

Pasal 18.10.6.4 Tulangan tranversal dari komponen batas suatu dinding struktural
harus memenuhi :
Ash/Sbc ≥

Atau,

26
BAB III
METODOLOGI
3.1 Umum

Dalam pengerjaan Tugas Akhir ini dibutuhkan tahap pengerjaan yang


teratur dan sistematis agar mendapatkan hasil yang sesuai. Tahap pengerjaan ini
akan di uraikan dan dijelaskan secara rinci dalam penyelesaian penelitian pada
diagram alir.
3.2 Lokasi penelitian
Lokasi dalam penyusunan Tugas Akhir ini adalah pada Gedung Kuliah
Bersama Universitas Negeri Malang, dapat dilihat pada Gambar 3.1 berikut :

Lokasi Studi Kasus

Gambar 3.1 Lokasi Studi Kasus

3.3 Waktu Pengerjaan Tugas Akhir


Minggu Pelaksanaan
Jenis Pekerjaan Minggu ke 1 Minggu ke 2 Minggu ke 3 Minggu ke 4
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Pengerjaan Proposal
Seminar Proposal
Pengumpulan Data
Pengerjaan BAB 3,4
Seminar Hasil
Revisi
Sidang Skripsi

27
3.4 Diagram Alir Pengerjaan Tugas Akhir

3.4.1 Pengumpulan Data


Tahapan yang dilakukan setelah permasalahan diketahui adalah
pengumpulan data, data yang dimaksud adalah data primer dan data sekunder.
Data primer dari tugas akhir ini adalah :
1. Peta zonasi gempa 2017
2. Data percepatan tanah
Data sekunder dari tugas akhir ini adalah :
1. As built drawing
2. Data tanah

28
3.4.2 Preliminary design
Desain awal dalam merencanakan dimensi elemen-elemen struktur,
menentukan bahan, mutu dan material. Tahapan ini diperlukan dalam panduan
perhitungan struktur dan analisa pada perencanaan.
3.4.3 Perhitungan pembebanan
Perhitungan beban pada perencanaan gedung disesuiakan dengan SNI
1727:2013, Beban Minimum Untuk Perancangan Bangunan Gedung Dan Struktur
Lain, dan SNI 1726:2019, Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk
Struktur Gedung Dan Non Gedung.
3.4.4 Pemodelan struktur
Pemodelab struktur dilakukan pada program bantu ETABS, dengan urutan
sebagai berikut :
a. Menggambar komponen struktur berupa kolom, balok, pelat, dinding geser
b. Menginput property material dan penampang dari komponen struktur.
c. Input beban pada komponen struktur sesuai dengan SNI 1727:2013
d. Menginput data respons spectrum, dan parameter kegempaan lainya
berdasarkan SNI 1726:2019.
3.4.5 Run program bantu
Hasil dari run program bantu berupa analisis struktur dan parameter yang
dibutuhkan untuk analisis gempa. Dan validasi atas error yang terjadi ≤10%.
Hasil dari analisis struktur adalah :
a. Analisis gaya dalam momen, geser, aksial dan torsi.
Hasil dari analisis kegempaan adalah :

a. Periode alami struktur


b. Partisipasi massa
c. Simpangan antar lantai
d. Kekakuan antar lantai
3.4.6 Cek design struktur
Cek design dari struktur terhadap kombinasi beban terfaktor yang meliputi
beban mati, hidup, dan gempa menggunakan fitur dari program bantu ETABS
sedangkan untuk design ketahanan gempa pada struktur menggunakan hitungan
manual.

29
3.4.7 Penggambaran detailing struktur
Hasil dari cek design struktur harus memenuhi kriteria yang telah
ditentukan oleh standar terlebih dahulu. Struktur didetailkan berdasarkan standar
SNI 2847:2019.

30
DAFTAR PUSTAKA

Agus, S. 2016. Perancangan Struktur Beton Bertulang Berdasarkan SNI

2847:2013. Jakarta: ERLANGGA.

Badan Standardisasi Nasional. 2019. SNI 1726-2019 Tentang Tata Cara

Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Gedung dan Non Gedung.

Jakarta: ICS.

Badan Standardisasi Nasional. 2013. SNI 1727-2013 Tentang Beban Minimum

untuk Perancangan Bangunan Gedung dan Struktur Lain. Jakarta: ICS.

Badan Standardisasi Nasional. 2019. SNI 2847-2019 Tentang Persyaratan Beton

Struktural untuk Bangunan Gedung. Jakarta: ICS.

Bambang, B., N. T. H., Dewi. M. Kristalya., S. L. C. Manik. dan E. H. K. Ong

2016. CONTOH DESAIN BANGUNAN TAHAN GEMPA. Edisi Pertama.

Bandung: ITB Press.

Fauzi, U. J., Fauzi, A., Isryam M., Toha, F.X., dan Hendryawan. 2011. Proposed

Long Period Transition Map for New Indonesia Earthquake Resistant

Building Code Based on Indonesia Seismic Hazard Map 2010. Proceedings

of The Annual International Conference Syiah Kuala University. 1(2). 29-30

November 2011. Syiah Kuala University: 201-208.

Suresh, R., Narasimhulu, K. 2017. Seismic Analysis of Medium Rise Open

Ground Storey Framed Building by Response Spectrum Analysis Method.

International Journal for Scientific Research and Development. 5(10): 1-6.

Tavio dan Usman, W. 2019. BUKU PANDUAN DESAIN STRUKTUR BETON

BERTULANG DASAR-SP-17M(14). Edisi Pertama. Surabaya dan Jakarta:

DEEPUBLISH.

Anda mungkin juga menyukai