Makalah Seminar Gerontik Dimensia
Makalah Seminar Gerontik Dimensia
KELOMPOK:
1. YEYEN A. FAKU
2. MARIA I. RENGGI
3. ADRIANA R. BABA
4. MARMAN S.D. NDIY
i
PERNYATAAN ORISINAL
Jurusan : Keperawatan
mewakili kelompok saya yang terdiri atas Maria I. Renggi, Adriana R. Baba, Marman
S.D. Ndiy dan saya sendiri, menyatakan bahwa:
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan tanpa ada paksaan
dari pihak lain.
(Yeyen A. Faku)
ii
Makalah oleh kelompok 2 atas nama:
1. Yeyen A. Faku
2. Maria I. Renggi
3. Adriana R. Baba
4. Marman S.D. Ndiy
Pembimbing
NIP: 197707272000032002
KATA PENGANTAR
iii
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan berkat dan rahmat-Nya yang melimpah, sehingga kelompok dapat
menyelesaikan “Makalah Keperawatan Gerontik: Asuhan Keperawatan Pada
Lansia Dengan Masalah Demensia” yang merupakan salah satu tugas dari mata
kuliah Keperawatan Gerontik.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan makalah ini jauh dari
kesempurnaan baik isi dan susunannya, hal ini disebabkan keterbatasan waktu,
wawasan, ataupun kemampuan penulis.Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan
saran yang positif dari semua pihak untuk kesempurnaan hasil makalah ini.
Semoga segenap bantuan, bimbingan dan arahan yang telah di berikan kepada
penulis mendapat balasan dari Tuhan. Harapan penulis, makalah ini dapat bermanfaat
bagi peningkatan dan pengembangan profesi keperawatan.
Penulis
iv
DAFTAR ISI
Hal
PERNYATAAN ORISINAL.................................................................................. i
PENGESAHAN PEMBIMBING........................................................................... ii
KATA PENGANTAR............................................................................................ iii
DAFTAR ISI........................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................... 1
1.1 LATAR BELAKANG...................................................................................... 1
1.2 TUJUAN........................................................................................................... 2
1.3 MANFAAT....................................................................................................... 2
1.4 SISTIMATIKA................................................................................................. 3
1.5 METODA.......................................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 5
2.1 KONSEP DASAR............................................................................................. 5
2.1.1 DEFINISI....................................................................................................... 5
2.1.2 ETIOLOGI……............................................................................................. 5
2.1.3 PATOFISIOLOGI.......................................................................................... 7
2.1.4 MANIFESTASI KLINIS................................................................................ 14
2.1.5 PENATALAKSANAAN............................................................................... 16
2.1.6 PENCEGAHAN............................................................................................. 19
2.2 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN........................................................... 28
2.2.1 PENGKAJIAN............................................................................................... 28
2.2.2 DIAGNOSA................................................................................................... 28
2.2.3 INTERVENSI................................................................................................ 29
2.2.4 IMPLEMENTASI.......................................................................................... 32
2.2.5 EVALUASI.................................................................................................... 32
BAB III HASIL STUDI KASUS DAN PEMBAHASAN...................................... 34
3.1 HASIL STUDI KASUS.................................................................................... 34
3.1.1 PENGKAJIAN............................................................................................... 34
3.1.2 DIAGNOSA................................................................................................... 38
3.1.3 INTERVENSI................................................................................................ 38
3.1.4 IMPLEMENTASI.......................................................................................... 40
3.1.5 EVALUASI.................................................................................................... 41
BAB IV PENUTUP................................................................................................ 43
4.1 KESIMPULAN................................................................................................. 43
4.2 SARAN............................................................................................................ 43
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................. 44
5
BAB I
PENDAHULUAN
Berdasarkan sejumlah hasil penelitian diperoleh data bahwa dimensia seringkali terjadi
pada usia lanjut yang telah berumur kurang lebih 60 tahun. Dimensia tersebut dapat dibagi
menjadi 2 kategori, yaitu: 1) Dimensia Senilis (³60 tahun); 2) Demensia Pra Senilis (£ 60
tahun). Sekitar 56,8% lansia mengalami demensia dalam bentuk Demensia Alzheimer (4%
dialami lansia yang telah berusia 75 tahun, 16% pada usia 85 tahun, dan 32% pada usia 90
tahun). Sampai saat ini diperkirakan ± 30 juta penduduk dunia mengalami Demensia dengan
berbagai sebab (Oelly Mardi Santoso, 2002).
6
Pertambahan jumlah lansia Indonesia, dalam kurun waktu tahun 1990 – 2025,
tergolong tercepat di dunia (Kompas, 25 Maret 2002:10). Jumlah sekarang 16 juta
dan akan menjadi 25,5 juta pada tahun 2020 atau sebesar 11,37 % penduduk dan ini
merupakan peringkat ke empat dunia, dibawah Cina, India dan Amerika Serikat.
Sedangkan umur harapan hidup berdasarkan sensus BPS 1998 adalah 63 tahun untuk
pria dan 67 tahun untuk perempuan. (Meski menurut kajian WHO (1999), usia
harapan hidup orang Indonesia rata-rata adalah 59,7 tahun dan menempati urutan ke
103 dunia, dan nomor satu adalah Jepang dengan usia harapan hidup rata-rata 74,5
tahun).
Kondisi ini tentu saja menarik untuk dikaji dalam kaitannya dengan masalah
demensia. Betapa besar beban yang harus ditanggung oleh negara atau keluarga jika
masalah demensia tidak disikapi secara tepat dan serius, sehubungan dengan dampak
yang ditimbulkannya. Mengingat bahwa masalah demensia merupakan masalah masa
depan yang mau tidak mau akan dihadapi orang Indonesia dan memerlukan
pendekatan holistik karena umumnya lanjut usia (lansia) mengalami gangguan
berbagai fungsi organ dan mental, maka masalah demensia memerlukan penanganan
lintas profesi yang melibatkan: Internist, Neurologist, Psikiater, Spesialist Gizi,
Spesialis Rehabilitasi Medis dan Psikolog Klinis
1.2 Tujuan
1.3 Manfaat
7
1. Untuk pengembangan keilmuan di bidang pembelajaran keperawatan
1.4 Sistimatika
3.1.1.Pengkajian
1. Data Demografi
2. Keluhan Utama
3. Riwayat kesehatan
4.Pemeriksaan Fisik
3.1.5. Implementasi
3.1.6. Evaluasi
9
Bab IV. Penutup
4.1. Kesimpulan
4.2. Saran
1.5 Metoda
Metoda penulisan yang digunakan adalah buku-buku dari perpustakaan dan internet
yang bisa dipercaya
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi
10
2. Demensia adalah gangguan fungsi intelektual tanpa gangguan fungsi
vegetatif atau keadaan yang terjadi. Memori, pengetahuan umum, pikiran
abstrak, penilaian, dan interpretasi atas komunikasi tertulis dan lisan dapat
terganggu. (Elizabeth J. Corwin, 2009)
3. Demensia adalah penurunan fungsi intelektual yang menyebabkan hilangnya
independensi sosial. (William F. Ganong, 2010)
Jadi, Demensia adalah penurunan kemampuan mental yang biasanya
berkembang secara perlahan, dimana terjadi gangguan ingatan, fikiran, penilaian
dan kemampuan untuk memusatkan perhatian, dan bisa terjadi kemunduran
kepribadian. Penyakit yang dapat dialami oleh semua orang dari berbagai latar
belakang pendidikan maupun kebudayaan. Walaupun tidak terdapat perawatan
khusus untuk demensia, namun perawatan untuk menangani gejala boleh dilakukan.
2.1.2 Etiologi
Penyebab utama dari penyakit demensia adalah penyakit alzheimer, yang
penyebabnya sendiri belum diketahui secara pasti, namun diduga penyakit
Alzheimer disebabkan karena adanya kelainan faktor genetik atau adanya kelainan
gen tertentu. Pada penyakit alzheimer, beberapa bagian otak mengalami
kemunduran, sehingga terjadi kerusakan sel dan berkurangnya respon terhadap
bahan kimia yang menyalurkan sinyal di dalam otak. Di dalam otak ditemukan
jaringan abnormal (disebut plak senilis dan serabut saraf yang semrawut) dan
protein abnormal, yang bisa terlihat pada otopsi.
Penyebab kedua dari Demensia yaitu, serangan stroke yang berturut-turut.
Stroke tunggal yang ukurannya kecil dan menyebabkan kelemahan yang ringan atau
kelemahan yang timbul secara perlahan. Stroke kecil ini secara bertahap
menyebabkan kerusakan jaringan otak, daerah otak yang mengalami kerusakan
akibat tersumbatnya aliran darah yang disebut dengan infark. Demensia yang
disebabkan oleh stroke kecil disebut demensia multi-infark. Sebagian penderitanya
memiliki tekanan darah tinggi atau kencing manis, yang keduanya menyebabkan
kerusakan pembuluh darah di otak.
11
Penyebab demensia menurut Nugroho (2008) dapat digolongkan menjadi 3
golongan besar :
1. Sindroma demensia dengan penyakit yang etiologi dasarnya tidak dikenal
kelainan yaitu : terdapat pada tingkat subseluler atau secara biokimiawi pada
sistem enzim, atau pada metabolisme
2. Sindroma demensia dengan etiologi yang dikenal tetapi belum dapat diobati,
penyebab utama dalam golongan ini diantaranya :
Penyakit degenerasi spino-serebelar.
Subakut leuko-ensefalitis sklerotik van Bogaert
Khorea Huntington
3. Sindoma demensia dengan etiologi penyakit yang dapat diobati, dalam
golongan ini diantaranya :
Penyakit cerebro kardiofaskuler
Penyakit- penyakit metabolik
Gangguan nutrisi
Akibat intoksikasi menahun
2.1.3 Patofisiologi
Penyakit Alzheimer mengakibatkan sedikitnya dua pertiga kasus demensia.
Penyebab spesifik penyakit Alzheimer belum diketahui, meskipun tampaknya
genetika berperan dalam hal itu. Teori-teori lain yang pernah popular, tetapi saat ini
kurang mendukung, antara lain adalah efek toksik dari aluminium, virus yang
berkembang perlahan sehingga menimbulkan respons autoimun, atau defisiensi
biokimia. Pertama kali mendeskripsikan dua jenis struktur abnormal yang
ditemukan pada otak mayat penderita penyakit Alzheimer palk amyloid dan
kekusutan neurofibril. Terdapat juga penurunan neurotransmitter tertentu, terutama
asetilkolin. Area otak yang terkena penyakit Alzheimer terutama adalah korteks
serebri dan hipokampus, keduanya merupakan bagian penting dalam fungsi kognitif
dan memori.
12
Amiloid menyebabkan rusaknya jaringan otak. Plak amyloid berasal dari
protein yang lebih besar, protein precursor amyloid (amyloid precursor protein).
Keluarga-keluarga dengan awitan dini penyakit Alzheimer yang tampak sebagai
sesuatu yang diturunkan telah menjalani penelitian, dan beberapa diantaranya
mengalami mutasi pada gen APP-nya. Mutasi gen APP lainnya yang berkaitan
dengan awitan lambat AD dan penyakit serebrovaskular juga telah diidentifikasi.
Terdapat peningkatan risiko awitan lambat penyakit Alzheimer dengan menurunnya
alel apo E4 pada kromosom 19. Simpul neurofibriler adalah sekumpulan serat-serat
sel saraf yang saling berpilin, yang disebut dengan filament heliks. Peran spesifik
dari simpul tersebut pada penyakit ini sedang diteliti. Asetilkolin dan
neurotransmitter lain merupakan zat kimia yang diperlukan untuk mengirim pesan
melalui system saraf. Tau adalah protein dalam cairan serebrospinal yang
jumlahnya sudah meningkat sekalipun pada penyakit Alzheimer tahap awal.
Temuan-temuan yang ada menunjukkan bahwa penyakit Alzheimer dapat bermula
di tingkat selular, dengan atau menjadi penanda molekul di sel-sel tersebut.
13
14
Pathway Demensia
Gangguan peredaran darah di otak, radang, neoplasma, penyakit degenerative, factor usia, dll.
D. Alzheimer D. Vaskular
15
1. Tahapan Demensia
a. Tahap Awal
Penyakit Alzheimer awal memiliki gejala yang tersembunyi dan
membahayakan, pada kondisi tersebut terjadi demensia vaskuler dengan
perubahan – perubahan kondisi yang tiba – tiba. Hilangnya memori terbaru
menyebabkan sulitnya mendapatkan informasi baru. Orang tersebut dapat
menunjukan pola penilaian yang buruk. Sebagai contoh, seorang wanita
memasak enam dada ayam untuk makan pagi sedangkan ayam bukan makanan
sarapan tradisional dan enam merupakan jumlah yang telalu banyak. Terdapat
kesulitan dalam hal angka, membayar tagihan, menyeimbangkan buku cek,
mengatur uang, dan menelpon dapat menjadi hal yang menyulitkan. Masalah
dengan kognisi dan fungsi dimanifestasikan, terutama jika orang tersebut berada
dalam situasi yang baru atau yang menimbulkan stress. Perubahan – perubahan
kepribadian juga dapat terjadi. Sebagai contoh, jenis kepribadian industry dapat
mengalami kurang inisiatif dan menjadi lebih menarik diri. Orang yang tenang
mulai menunjukan ledakan emosi dan menjadi cemas dan gelisah. Terdapat
kebingungan antara orientasi waktu dan jarak, seseorang dapat dating
memenuhi janji pada waktu atau tempat yang salah atau pergi ke took kelontong
dan tidak dapat menemukan jalan pulang. Anomia, atau kesulitan menyebut
nama benda, juga terjadi. Sebagai contoh, seorang dapat mengatakan “ berikan
saya benda yang Anda pakai untuk menulis “ daripada meminta pensil.
Tabel. Tahap – tahap gejala Demensia
b. Tahap Pertengahan
Ingatan saat ini dan ingatan masa lampau memburuk selama demensia tahap
pertegahan dan kurangnya penilaian menyebakan kekhawatiran tentang
keselamatan. Sebagai contoh, seseorang umunya tidak dapat menggunakan
kompor sendiri secara aman dan dapat berkeluyuran diluar pada cuaca dingin
tanpa baju hangat. Aparaksia, atau ketidakmampuan melakukan gerakan yang
bertujuan meskipun sistem sensoris dan motoriknya utuh, juga terjadi.sebagai
contoh, seorang pria akan kehilangan kemampuan mengikat tali sepatu atau
dasi. Kerapian akan memburuk, dan orang tersebut mulai membutuhkan arahan
dan bantuan dalam aktivitas kehiduppannya sehri – hari. Agnosia, atau tidak
mampu mengenali objek yang umum, juga dapat terjadi. Sebagai contoh, jika
satu tangan seorang memegang sikat gigi atau sendok, ia tidak akan mengetahui
apa yang harus dilakukan dengan benda tersebut. Inkontensia urine juga sering
menjadi masalah pada bagian akhir tahap pertegahan ini. Pada tahap pertegahan
ini, pergeseran ke situasi hidup yang penuh pengawasan semakin diperlukan.
Tahap ini merupakan tahap yang karena kurangnya pengendalian impuls,
menurunnya ambang stress, dan kesulitan mengenali lingkungan, yang
menantang gejala perilaku merupakan bagian penting dari kehidupan sehari –
hari. Agresivitas, ansietas, mengeluyur dan gangguan aktivitas lain, perilaku
yang tidak tepat secara sosial, gangguan irama diurnal, bersikeras ( gerakan atau
vokalisasi berulang), delusi, paranoi, halusinasi, dan upaya untuk meninggalkan
tempat perawatan merupakan hal yang sering terjadi.
Terdapat juga kesulitas dengan bahasa. Orang tersebut dapat mengalami
afesia reseptif dan ekspresif, dan jika tidak mampu menemukan kata yang tepat,
dapat mengguanakan kata – kata atau frasa yang tidak logis untuk mengisi
kekosongan tersebut (konfabulasi). Orang tersebut dapat menggunakan banyak
kata, tetapi biasanya hanya sedikit saja makna yang terdapat pada pesan
tersebut. Terdapat kemungkinan peningkatan tonus otot, perubahan gaya
berjalan dan keseimbangan, dan gangguan persepsi terhadap keadaan, yang
semua berperan dalam meningkatkan resiko terjadinya jatuh. Nafsu makan
biasanya baik dan orang tesebut daoat mengalami hiperoral, ingin memasukkan
makanan atau benda – benda lain ke dalam mulutnya
c. Tahap Akhir
Selama demensia tahap akhir, orang tersebut menjadi semakin terikat
dengan kursi atau tempat tidur. Otot – otot semakin kaku, dapat menjadi
kontraktur, dan refleks primitive dan dimanifestasikan dengan tahanan
involunter di ekstremitas sebagai respon terhadap gerakan pasif yang tiba – tiba.
Pemberi perawatan dapat secara kurang cermat mengiterprestasikan respon ini
sebagai tindakan melawan pemberi perawatan. Tanda – tanda pelepasan
primitive lannya seperti refleks mengisap dan menggenggam juga dapat terjadi.
Orang tersebut dapat memiliki tangan yang sangat aktif dan melakukan gerakan
– gerakan berulang, menggerutu atau vokalisasi lainnya. Terdapat depresi fungsi
sistem imun dan jika gangguan ini diserta dengan imobilitas dapat
menyebabkan terjadinya pneumonia, infeksi saluran kemih, sepsis, dan
decubitus.
Penurunan nafsu makan dan disfagia juga dapat terjadi aspirasi, penurunan
berat badan ummnya terjadi. Kemampuan berbicara dan berbahasa mengalami
gangguan yang parah, disertai penurunan kemampuan komunikasi verbal.
Orang tersebut tidsk dapat lagi mengenali anggota keluarganya. Terjadi
inkontensia usus dan kandung kemih dan pemberi perawatan perlu melakukan
sebagian besar AKS orang tersebut. Siklus tidur bangun juga sangat berubah,
dan orang tersebut menghabiskan sebagian besar waktunya dengan mengantuk
dan tampak menarik diri secara sosial dan lebih tidak peduli terhadap
lingkungan atau sekitarnya. Kematian dapat terjadi akibat infeksi, sepsis, atau
aspirasi, meskipun tidak banyak studi yang meneliti sebab – sebab kematian.
2.1.5 Penatalaksanaan
Walaupun penyembuhan total pada berbagai bentuk demensia biasanya tidak
mungkin, dengan penatalaksaan yang optimal dapat dicapai perbaikan hidup sehari-
hari dari penderita. Prinsip utama penatalaksanaan penderita demensia adalah
sebagai berikut
1. Optimalkan fungsi dari penderita
Obati penyakit yang mendasarinya (hipertensi, penyakit parkinson)
Hindari pemakaian obat yang memberikan efek samping pada SSP
Akses keadaan lingkungan, kalau perlu buat perubahan
Upayakan aktivitas mental dan fisik
Hindari situasi yang menekan kemampuan mental, gunakan alat
bantu memori bila memungkinkan
Persiapkan penderita bila akan berpindah tempat
Tekankan perbaikan gizi
2. Kenali dan obati komplikasi
Mengembara dan berbagai perilaku merusak
Gangguan perilaku lain
Depresi
Agitasi atau agresivitas
Inkontinensia
3. Upayakan perumatan berkesinambungan
Re-akses keadaan kognitif dan fisik
Pengobatan gangguan medik
4. Upayakan informasi medis bagi penderita dan keluarganya
Berbagai hal tentang penyakitnya
Kemungkinan gangguan/kelainan yang bisa terjadi
Prognosis
5. Upayakan informasi pelayanan sosial yang ada pada penderita dan
keluarganya
Berbagai pelayanan kesehatan masyarakat
Nasihat hukum dan/keuangan
6. Upayakan nasihat keluarga untuk :
Pengenalan dan cara atasi konflik keluarga
Penanganan rasa marah atau rasa bersalah
Pengambilan keputusan
Kepentingan-kepentingan hukum/masalah etik
7. Peran keluarga
Keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam perawatan lansia
penderita demensia yang tinggal di rumah. Hidup bersama dengan penderita
demensia bukan hal yang mudah, tapi perlu kesiapan khusus baik secara
mental maupun lingkungan sekitar. Pada tahap awal demensia penderita
dapat secara aktif dilibatkan dalam proses perawatan dirinya. Membuat
catatan kegiatan sehari-hari dan minum obat secara teratur. Ini sangat
membantu dalam menekan laju kemunduran kognitif yang akan dialami
penderita demensia.
Keluarga tidak berarti harus membantu semua kebutuhan harian lansia,
sehingga lansia cenderung diam dan bergantung pada lingkungan. Seluruh
anggota keluargapun diharapkan aktif dalam membantu lansia agar dapat
seoptimal mungkin melakukan aktifitas sehari-harinya secara mandiri
dengan aman. Melakukan aktivitas sehari-hari secara rutin sebagaimana
pada umumnya lansia tanpa demensia dapat mengurangi depresi yang
dialami lansia penderita demensia.
Merawat penderita dengan demensia memang penuh dengan dilema,
walaupun setiap hari selama hampir 24 jam mengurus mereka, mungkin
mereka tidak akan pernah mengenal dan mengingat siapa kita, bahkan tidak
ada ucapan terima kasih setelah apa yang kita lakukan untuk mereka.
Kesabaran adalah sebuah tuntutan dalam merawat anggota keluarga
yang menderita demensia. Tanamkanlah dalam hati bahwa penderita
demensia tidak mengetahui apa yang terjadi pada dirinya. Merekapun
berusaha dengan keras untuk melawan gejala yang muncul akibat demensia.
Saling menguatkan sesama anggota keluarga dan selalu meluangkan
waktu untuk diri sendiri beristirahat dan bersosialisasi dengan teman-teman
lain dapat menghindarkan stress yang dapat dialami oleh anggota keluarga
yang merawat lansia dengan demensia.
Pada suatu waktu lansia dengan demensia dapat terbangun dari tidur
malamnya dan panik karena tidak mengetahui berada di mana, berteriak-
teriak dan sulit untuk ditenangkan. Untuk mangatasi hal ini keluarga perlu
membuat lansia rileks dan aman. Yakinkan bahwa mereka berada di tempat
yang aman dan bersama dengan orang-orang yang menyayanginya.
Duduklah bersama dalam jarak yang dekat, genggam tangan lansia,
tunjukkan sikap dewasa dan menenangkan. Berikan minuman hangat untuk
menenangkan dan bantu lansia untuk tidur kembali.
Lansia dengan demensia melakukan sesuatu yang kadang mereka sendiri
tidak memahaminya. Tindakan tersebut dapat saja membahayakan dirinya
sendiri maupun orang lain. Mereka dapat saja menyalakan kompor dan
meninggalkannya begitu saja. Mereka juga merasa mampu mengemudikan
kendaraan dan tersesat atau mungkin mengalami kecelakaan. Memakai
pakaian yang tidak sesuai kondisi atau menggunakan pakaian berlapis-lapis
pada suhu yang panas. Seperti layaknya anak kecil terkadang lansia dengan
demensia bertanya sesuatu yang sama berulang kali walaupun sudah kita
jawab, tapi terus saja pertanyaan yang sama disampaikan. Menciptakan
lingkungan yang aman seperti tidak menaruh benda tajam sembarang
tempat, menaruh kunci kendaraan ditempat yang tidak diketahui oleh lansia,
memberikan pengaman tambahan pada pintu dan jendela untuk menghindari
lansia kabur adalah hal yang dapat dilakukan keluarga yang merawat lansia
dengan demensia di rumahnya.
2.1.6 Pencegahan
1. Pencegahan primer
Identifikasi karakteristik individu atau factor resiko lingkungan untuk
penyakit Alzheimer dapat membantu mengarahkan intervensi reventif untuk
prnyakit ini. Hasil epidemologi yang palin konsisten berkaitan dengan penyakit
Alzheimer adalah meningkatnya prevelensi dan insidensi yang terkait dengan
usia. Individu yang berusia antara 75 – 85 tahun cenderung mengalami
demensia tipe Alzheimer dariapada serangan jantung. Angka insiden cederung
lebih tinggi pada wanita daripada pria di semua kelompok usia, meskipun tidak
ada penjelasan biologis yang bertanggung jawab untuk perbedaan jenis kelamin.
Factor – factor resiko lainnya yang memiliki hubungan dengan penyakit
Alzheimer adalah sebagai familial dari sindrom Down, agregasi familial dari
penyakit Parkinson, usia ibu yang sudah lanjut, trauma kepala, riwayat depresi,
dan riwayat hipotiroidisme. Tidak ada perbedaan geografis yang besar dalam
hal insiden maupun prevelensi.
Pendidikan dan pekerjaan dapat mengimbangi perubahan – perubahan
neuropatologis pada penyakit Alzheimer dan awalan lambat dari gejala.
Pendidikan yang rendah juga berhubungan dengan resiko penyakit Alzheimer
dan Demensia yang lebih tinggi pada studi biarawati. Studi biarawati adalah
kajian epidemilogis longitudinal tentang penuaan dan penyakit Alzheimer di
School Sisters Of Notre Dame, sebuah kongresasi keagamaan di Amerika
Serikat. Biarawati tersebut merupakan sebuah kelompok yang unik untuk
dipelajari karena mereka mempunyai riwayat dewasa yang sama, termaksuk
pekerjaan, diet, status sosioekonomis, rumah dan akses ke perawatan medis
yang sama. Studi biarawati menemukan bahwa kemampuan linguistic di awal
kehidupan merupakan penanda yang lebih baik dibandingkan pendidikan
terhadap aspek – aspek penting dari kemampuan kognigtif di kehidupan
berikutnya. Membandingkan autobiografi yang ditulis pada usia rata – rata 22
tahun dengan fungsi kognitif kira – kira 58 tahun kemudian menunjukan bahwa
kemampuan linguistic yang rendah pada awal kehidupan merupakan predicator
yang kuat terhadap buruknya fungsi kognitif yang terjadi pada penyakit
Alzheimer pada akhir kehidupan. Perkembangan dari fungsi kognitif normal
rendah ke gangguan fungsi kognitif juga berhubungan dengan hilangnya
kemandirian dalam AKS. Individu dengan skor rendah pada pemeriksaan
kognitif juga harus menjalani pengkajian fungsi fisiknya. Tindakan pencegahan
sekunder dan tersier dapat membantu mempertahankan tingkat kemandirian
fisik saat ini.
Frekuensi penyakit Alzheimer yang lebih tinggi telah dilaporkan juga
banyak terjadi di antara kerabat penderita penyakit Alzheimer dibandingkan
populasi umum. Peneliti telah mengidentifikasi tiga kromosom berbeda yang
bekaitan pada beberapa keluarga dengan penyakit Alzheimer. Perawat harus
berhati – hati ketika mendiskusikan tentang masalah keturunan tersebut dengan
anggota keluarga karena defek genetic hanya terbentuk bagi sekelompok kecil
keluarga dengan penyakit Alzheimer autosom dominan. Semakin dipejarinya
peran genetic dan penyakit Alzheimer, semakin banyak pertanyaan-pertanyaan
etik tentang tes genetic yang akan lebih muncul.
Studi perubahan otak jenis penyakit Alzheimer menunjukan fakta bahwa
primate non-manusia mengalami abnormalitas otak serupa dengan yang terjadi
pada manusia. Macaca multatta merupakan contoh model terbaik untuk perilaku
terkait usia dan abnormalitas otak yang terjadi pada lansia dan orang sdewasa
dengan penyakit Alzhemeir. Peneliti telah mengidentifikasi gen defektif pada
kromosom 21 yang tampaknya menjadi sumber awitas awal penyakit Alhzemeir
familial. Mutasi ini dapat menyebabkan akumulasi protein β- amiloid di otak
pasien penderita penyakit Alzhemeir. Pembentukan protein ini dapat terganggu
oleh transmisi dan penerima sinyal-sinyal saraf di sel – sel otak. Peneliti
berncana untuk memindahkan gen yang baru ditemukan ini pada tikus. Tikus
tersebut kemudian akan berperan sebagai hewan percobaan untuk penelitian
selanjutnya.
2. Pencegahan Sekunder
a. Diagnosa dan penapisan untuk Dimensia
Lansia sering merasa khawatir bahwa mereka akan mulai mengalami
tanda – tanda dimensia dan membutuhkan perawat professional kesehatan
lainnya dengan cara yang halus berkaitan dengan ketakutan tersebut.
Individu yang merasa khawatir tentang menderita demensia yang
sebenarnya, tetapi hanya mengalami perubahan memori terkait usia, depresi
atau salah satu penyebab reversible dari gangguan memori. Perubahan
memori terkait usia antara lain adalah semakin mudah lupa, lebih sulit
mempelajari infirmasi baru, menurunnya kemamouan mengingat kkembali,
dan menurunnya kecepatan untuk membuat kode dan mendapatkan kembali
informasi – informasi yang ada.
Diagnose dimensia harus dibuat sepanjang waktu untuk membedakan
persistensi atau reversibilitas gejala. Banyak kondisi, baik fisik maupun
psikososial, dapat menyebabkan kerusakan temporer pada kognisi.penyebab
reversible kerusakan meori yang banyak terjadi antara lain adalah infeksi,
abnormalitas tiroid, defisiensi vitamin B12 dan zat gizi lainnya, toksisitas
atau efek samping obat, asupan alcohol akut, anemia, tumor, atau trauma.
Hal – hal tersebut menyebabkan konfusi akut dan pengobatan.
Riwayat lengkap, pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnose, dan tes
neurofisiologis diperlukan untuk menetapkan diagnose demensia
ireversibel. Penyakit Alzhemeir masih didagnosis demensia ireversibel.
Penyakit Alzhemeir masih didagnosa secara defitif hanya berdasarkan
otopsi, tetapi diagnosis klinis biasanya juga kaurat. Criteria DSM –IV, harus
terdapat penurunan yang cukup signifikan pada dua area kognisi aytau lebih
untuk mempengaruhi fungsi pekerjaan dan funsi sosial. Area – area
penurunan tersebut antara lain, mencakup memori, bahasa, persepsi
penglihatan – jarak, konstruksi, kalkulaisi, penilaain, abstraksi, dan
perubahan – perubahan kepribadian. Pekerjaan yang menjajnjikan sedang
dilakukan untuk membentuk tes diagnostic antemortem definitive melalui
prosedur pemindaian temofgrafi amisi positif, tes darah, dan pengukurukan
biokimia lainnya. CT scan dan MRI terkadang bermanfaat dalam
menggambarkan masalah vascular sebagai factor penyebab demensia.
Perawat harus secara teratur melakukan pengkajian kognisi, perilaku,
dan status fungsional pada lansia yang dicurigai atau dipatikan menderita
demensia. Pengkajian – pengkajian tersebut bermanfaat dalam mengikuti
perjalanan penyakit dan menccocokan intervensi terapeutik dengan tingkat
kemampuan. Salah satu kunci perawatan demensia adalah merencanakan
dan mengelola aktivitas yang dapat dilakukan seseorang untuk menghindari
frustasi, penurunan harga diri, dan stress yang berkaitan dengan respon
perilaku. Jika ornag tersebut tinggal dirumah pribadi, keselamatan menjadi
kekhawatiran yang lebih besar. Pengkajian keselamatan di rumah dapat
membantu mengidentifikasi bahaya keselamatan potensial dan intervensi –
intervensi preventif dapat dilakukan.
Banyak alat yang tersedia, dan variasi instrument yang terbaik dibuat
berdasarkan tahap – tahapan demensia, situasi hidup, dan masalah – masalah
yang muncul. Alat – alat yang diguanakan untuk mengkaji kognisi adalah
mini mental exam, Clinical Dementia Ratting, dan Short Portable Mental
Status Questionnaire. Skala KATZ AKS dapat digunakan sebagai alat
pengkajian AKS fungsional dan instrumental pada awal penyakit ini, tetapi
karena status fungsional sudah menurun, lebih baik digunakan alat yang
dirancang spesifik untuk individu penderita demensia. Functional Behavior
Profile digunakan untuk mengkaji kemampuan fungsional dalam 3 domain:
kinerja tugas, interaksi sosial dan penyelesaian masalah. Blessed Dementia
Scale mengkaji fungsi-fungsi praktis seperti alam perasaan dan perubahan
keperibadian. Sebagian besar instrumen yang mengkaji perilaku berkaitan
dengan demensia dirancang untuk tujuan penelitian.
c. Terapi obat
Takrim (Cognes) adalah obat pertama yang disetujui oleh Food and
Drug Administration (FDA) untuk mengobati penyakit Alzheimer. Obat
tersebut merupakan inhibitor kolinesterase, suatu enzim yang memecah
asetilkolin neurotransmiter. Takrin berguna bagi individu dengan penyakit
Alzheimer ringan sampai sedang. Takrin dosis tinggi dapat menyebabkan
peningkatan transaminase hati dan keluhan gastrointestinal.
Obat tersebut ditoleransi dengan baik. Tanda dan gejala paling umum
menyebabkan dihentikannya pengobatan adalah munculnya mual, diare, dan
muntah yang terjadi pada 3% pasien atau kurang. Sebagai inhibitor
kolinesterase, donepezil dapat menyebabkan bradikardi, yang dapat menjadi
masalah pada orang-orang yang menderita sindrom sicks sinus atau penyakit
konduksi jantung supraventrikular. Obat dengan dosis sekali sehari ini tidak
memerlukan pemantauan fungsi hati.
3. Pencegahan tersier
Keluarga memegang tanggung jawab terbesar untuk merawat individu
penderita demensia tahap awal dan pertengahan. Lebih dari 70% penderita
penyakit Alzheimer dirawat dirumah oleh anggota keluarga. Banyak keluarga
yang mengalami isolasi sosial, keletihan, dan masalah keuangan pada saat
aktivitas pemberian perawatan menghabiskan banyak waktu mereka dan
anggota keluarga menunjukkan lebih banyak gangguan mental. Kebanyakan
pemberi perawatan dari keluarga adalah wanita, baik pasangannya maupun anak
perempuannya yang memiliki tuntutan hidupnya sendiri.
2.2.1 Pengkajian
1. Data subyektif:
Pasien mengatakan mudah lupa akan peristiwa yang baru saja terjadi.
Pasien mengatakan tidak mampu mengenali orang, tempat dan waktu.
2. Data obyektif:
Pasien kehilangan kemampuannya untuk mengenali wajah, tempat dan objek
yang sudah dikenalnya dan kehilangan suasana kekeluargaannya.
Pasien sering mengulang-ngulang cerita yang sama karena lupa telah
menceritakannya.
Terjadi perubahan ringan dalam pola berbicara; penderita menggunakan kata-
kata yang lebih sederhana, menggunakan kata-kata yang tidak tepat atau tidak
mampu menemukan kata-kata yang tepat.
2.2.2 Diagnosa
Diagnosa yang mungkin ditemukan pada pasien lanjut usia dengan masalah
kesehatan demensia adalah:
No
Batasan karakteristik NOC NIC
Dx
1 1. Ketidakmampuan Setelah dilakukan tindakan 1. Stimulasi memori dengan
membuat ketrampilan keperawatan, kesadaran mengulangi pembicaraan secara
yang telah di pelajari klien terhadap identitas jelas diahir pertemuan dengan
2. Ketidakmampuan personal, waktu dan tempat pasien
mengingat informasi meningkat atau baik 2. Mengenali pengalaman
factual dengan indikator/ kriteria masa lalu dengan pasien
3. Ketidakmampun hasil: 3. Mennyediaakan gambar
mengimgat perilaku Mengenal kapan klien untuk mengenal ingatannnya
tertentu yang pernah di lahir kembali
lakukan Mengenal orang atau 4. Kaji kemampuan klien
4. Tidak mampu hal penting dalam mengenal sesuatu (jam hari
mengingat peristiwa Mengenal hari bulan tannggal bulan tahun)
yang baru saja terjadi tahun dengan benar 5. Ingatkan kembali
5. Tidak mampu Klien mampu pengalaman masa lalu klien
menyimpan informasi memperhatikan dan 6. Kaji kemampuan
baru mendengarkan dengan kemampuan klien memahami dan
6. Mudah lupa. baik memproses informasi
di miliki.
Komunikasi ekspresif :
kesulitan berbicara,
ekspresi, pesan verbal
atau non verbal, yang
bermakna.
3 1. Ketidakmampuan Setelah dilakukan asuhan 1. Mandikan pasien dengan
membasuh tubuh keperawatan pada lansia tepat
2. Ketidak mampuan dengan defisit perawatan 2. Bantu pasien menyiapkan
No
Batasan karakteristik NOC NIC
Dx
mengakses kamar mandi diri selama, diharapkan handuk, sabun dan sampho di
3. Ketidak mampuan pasien dapat meningkatkan kamar mandi
mengambil perawatan diri selama 3. Dorong pasien untuk mandi
perlengkapan mandi. dalam perawatan, dengan sendiri
4. Ketidakmampuan kriteria hasil: 4. Berikan bantuan sampai
mengatur air mandi Mengambil alat/ bahan pasien benar- benar mampu
5. Ketidakmampuan mandi merawat dirinya secara mandiri.
menjangkau sumber air Mandi di bak mandi 5. Sediakan lingkungan yg
Mandi dengan bersiram teraupetik dengan memastikan
dan menggunakan kehangatan, suasana rileks dan
sabun nyaman serta menjaga privasi
2.2.4 Implementasi
2.2.5. Evaluasi
Pada bab ini berisi rincian tentang studi kasus asuhan keperawatan lansia dengan
Demensia yang telah dilakukan pada Ny. F.P pada tanggal 25-28 Juni 2018 di Wisma
Teratai Upt. Panti penyantun lansia Budi Agung Kupang dengan Metode Wawancara.
3.1.1 Pengkajian
1. Data demografi
- Nama : Ny. F.P
- Umur : 67 tahun
- Jenis kelamin : Perempuan
- Agama : Kristen Protestan
- Suku : Timor
- Pendidikan : Tidak tamat SD
- Alamat : Jl. Rambutan No. 9 Oepura
2. Keluhan utama
Ny. F.P mengatakan sering lupa dan badan gatal-gatal sudah ±3 bulan dan sering
Lupa
3. Riwayat kesehatan
Keluhan Status kesehatan umum selama setahun terakhir mengalami gatal-gatal di
tangan kaki, Status kesehatan umum selama 5 tahun terakhir mengatakan
mengalami sakit badan contohnya demam,Keluhan utama saat ini : gatal-gatal di
kaki dan tangan, Klien tidak mengetahui tentang masalah kesehatan yang ia
hadapi Pola konsumsi makana Ny. F.P Makan 3 kali sehari , Pola istirahat tidur
Ny. F.P mengatakan dapat tidur setiap hari tanpa ada gangguan.Keluhan
4. Pemeriksaan fisik
Pasien mampu melakukan ADL,pasien mengalami gatal di kaki tangan dan tubuh
dan tampak kotor.
- Integumen : Ny F.P mengalami gatal-gatal (pruritus), terdapat perubahan
pigmentasi (warna kulit menjadi seperti bersisik ), terjadinya perubahan
tekstur kulit menjadi kasar.
- Kepala : tampak berambut putih, gunting rambut pendek karena tidak cuci
rambut. Rambut tampak kotor.
- Mata : dari hasil pengkajian didapatkan konjungtiva merah muda, sklera putih,
jika melihat jauh pandangan kabur, visus: 2/6
- Telinga : dari hasil pengkajian Pasien mengalami perubahan pendengaran
sehingga kemampuan pasien untuk mendengar menurun pada saat pengkajian
menggunakan tess rine menggunakan garputala penghantar udara lebih lama
dari pengantar tulang tetapi tidak sampai dua kali lebih lama, kemungkinann
besar pasien mengalami masalah pendengaran.
- Hidung : dari hasil pengkajian didapatkan hidung bersih, tidak ada luka atau
lessi, tidak ada masa.
- Mulut dan tenggorokan : tidak ada karien gigi karena sudah ompong.
- Leher : dari hasil pengkajian tidak ada kaku kuduk pada pasien tidak ada nyeri
tekan, benjolan atau masa pada leher, keterbatasan gerak, tidak ada
pembesaran kelenjar tiroid.
- Payudara : dari hasil pengkajian payudara tidak ada benjolan pada payudara,
tidak ada nyeri tekan, tidak ada bengkak, adanya perubahan puting susu
(payudara menyusut).
- Gastrointestinal : dari hasil pengkajian tidak ada hemoroid, tidak ada
perdarahan, rektum, peristaltik usus 24 kali/menit, napsu makan baik tidak ada
mual muntah.
- Kardiovaskuler : dari hasil pengkajian tidak didapatkan nyeri dada, sesak
napas, bunyi jantung normal.
- Genitalia : dari hasil pengkajian pasien sudah menopause, tidak ada nyeri
panggul, tidak adanya luka, tidak ada perdarahan.
- Perkemihan : BAB : 1 kali/ hari, tidak mengalami gangguan saat BAB, BAK
3-4 kali/ hari. Tidak ada nyeri saat berkemih.
Analisa data
3.1.2 Diagnosa
3.1.3 Intervensi
No Dx NOC NIC
1 Setelah dilakukan tindakan 1. Mengenal kapan klien lahir ,
keperawatan selama 3x24 jam Mengenal orang atau hal penting.
kesadaran klien terhadap identitas 2. Mengenal hari bulan tahun
personal, waktu dan tempat dengan benar.
meningkat atau baik dengan 3. Klien mampu memperhatikan
indikator/ kriteria hasil: dan mendengarkan dengan baik.
- Mengenal kapan klien lahir, 4. Klien dapat menjawab
Mengenal orang atau hal pertanyaan dengan tepat.
penting 5. Klien mengenal identitas diri
- Mengenal hari bulan tahun dengan baik
dengan benar 6. Klien mengenal identitas orang
- Klien mampu disekitar dengan tepat
memperhatikan dan
mendengarkan dengan baik
- Klien dapat menjawab
pertanyaan dengan tepat
- Klien mengenal identitas
diri dengan baik
- Klien mengenal identitas
orang disekitar dengan
tepat.
2 Setelah dilakukan tindakan 1. Gunakan penerjemah jika
keperawatan selama 3 x 24 jam diperlukan
klien mampu : 2. Berikan satu kata simpel saat
- Berkomunikasi: penerimaan bertemu (selamat pagi)
interpretasi dan ekspresi 3. Dorong pasien untuk bicara
pesan, Lisan, tulisan dan perlahan
non verbal meningkat 4. Dengarkan dengan penuh
- Pengolahan informasi klien perhatian berdiri didepan pasien
mampu untuk memperoleh 5. Gunakan kartu baca, gambar,
mengatur, menggunakan dan lain-lain
informasi 6. Anjurkan untuk berbicara
- Mampu memanajemen dalam kelompok wisma
kemampuan fisik yang di 7. Anjurkan untuk memberi
miliki. stimulus komunikasi.
3 Setelah dilakukan asuhan 1. Mandikan pasien dengan tepat
keperawatan pada lansia dengan 2. Bantu pasien menyiapkan
defisit perwatan diri selama 3 X 24 handuk, sabun dan sampho di kamar
jam, diharapkan pasien dapat mandi
meningkatkn perawatan diri 3. Dorong pasien untuk mandi
selama dalam perawatan, dengan sendiri
kriteria hasil: 4. Berikan bantuan sampai pasien
- Mengambil alat/ bahan benar- benar mampu merawat
mandi dirinya secara mandiri.
- Mandi di bak mandi 5. Sediakan lingkungan yg
- Mandi dengan bersiram dan teraupetik dengan memastikan
menggunakan sabun kehangatan
- Mengeringkan badan
menggunakan handuk.
3.1.4 Implementasi
3.1.5 Evaluasi
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
Pada saat pembuatan makalah Penulis menyadari bahwa banyak sekali kesalahan
dan jauh dari kesempurnaan. Dengan sebuah pedoman yang bisa
dipertanggungjawabkan dari banyaknya sumber Penulis akan memperbaiki makalah
tersebut. Oleh sebab itu penulis harapkan kritik serta saran yang membangun
mengenai pembahasan makalah.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.academia.edu/30551833/LAPORAN_PENDAHULUAN_DEMENSI
A
https://www.academia.edu/22277701/ISI_DIMENSIA