Anda di halaman 1dari 50

KEPERAWATAN GERONTIK

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN MASALAH


KESEHATAN DEMENSIA

KELOMPOK:
1. YEYEN A. FAKU
2. MARIA I. RENGGI
3. ADRIANA R. BABA
4. MARMAN S.D. NDIY

TINGKAT III REGULAR A


PROGRAM STUDI D-IV JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES KUPANG
2019/2020

i
PERNYATAAN ORISINAL

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Yeyen A. Faku

Jurusan : Keperawatan

Prodi : D-IV Keperawatan

mewakili kelompok saya yang terdiri atas Maria I. Renggi, Adriana R. Baba, Marman
S.D. Ndiy dan saya sendiri, menyatakan bahwa:

1. Makalah kami yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan


Masalah Kesehatan Demensia” adalah benar-benar karya asli kami sendiri.
2. Kami bersedia menanggung segala tuntutan jika di kemudian hari ada pihak
yang merasa dirugikan.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan tanpa ada paksaan
dari pihak lain.

Kupang, April 2020

(Yeyen A. Faku)

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING

ii
Makalah oleh kelompok 2 atas nama:

1. Yeyen A. Faku
2. Maria I. Renggi
3. Adriana R. Baba
4. Marman S.D. Ndiy

Dengan judul Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan Masalah Kesehatan


Demensia telah diperiksa dan disetujui.

Kupang, Mei 2020

Pembimbing

Margaretha Telly S.Kep.,Ns., MSc

NIP: 197707272000032002

KATA PENGANTAR

iii
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan berkat dan rahmat-Nya yang melimpah, sehingga kelompok dapat
menyelesaikan “Makalah Keperawatan Gerontik: Asuhan Keperawatan Pada
Lansia Dengan Masalah Demensia” yang merupakan salah satu tugas dari mata
kuliah Keperawatan Gerontik.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan makalah ini jauh dari
kesempurnaan baik isi dan susunannya, hal ini disebabkan keterbatasan waktu,
wawasan, ataupun kemampuan penulis.Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan
saran yang positif dari semua pihak untuk kesempurnaan hasil makalah ini.
            Semoga segenap bantuan, bimbingan dan arahan yang telah di berikan kepada
penulis mendapat balasan dari Tuhan. Harapan penulis, makalah ini dapat bermanfaat
bagi peningkatan dan pengembangan profesi keperawatan.

Kupang, April 2020

Penulis

iv
DAFTAR ISI

Hal
PERNYATAAN ORISINAL.................................................................................. i
PENGESAHAN PEMBIMBING........................................................................... ii
KATA PENGANTAR............................................................................................ iii
DAFTAR ISI........................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................... 1
1.1 LATAR BELAKANG...................................................................................... 1
1.2 TUJUAN........................................................................................................... 2
1.3 MANFAAT....................................................................................................... 2
1.4 SISTIMATIKA................................................................................................. 3
1.5 METODA.......................................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 5
2.1 KONSEP DASAR............................................................................................. 5
2.1.1 DEFINISI....................................................................................................... 5
2.1.2 ETIOLOGI……............................................................................................. 5
2.1.3 PATOFISIOLOGI.......................................................................................... 7
2.1.4 MANIFESTASI KLINIS................................................................................ 14
2.1.5 PENATALAKSANAAN............................................................................... 16
2.1.6 PENCEGAHAN............................................................................................. 19
2.2 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN........................................................... 28
2.2.1 PENGKAJIAN............................................................................................... 28
2.2.2 DIAGNOSA................................................................................................... 28
2.2.3 INTERVENSI................................................................................................ 29
2.2.4 IMPLEMENTASI.......................................................................................... 32
2.2.5 EVALUASI.................................................................................................... 32
BAB III HASIL STUDI KASUS DAN PEMBAHASAN...................................... 34
3.1 HASIL STUDI KASUS.................................................................................... 34
3.1.1 PENGKAJIAN............................................................................................... 34
3.1.2 DIAGNOSA................................................................................................... 38
3.1.3 INTERVENSI................................................................................................ 38
3.1.4 IMPLEMENTASI.......................................................................................... 40
3.1.5 EVALUASI.................................................................................................... 41
BAB IV PENUTUP................................................................................................ 43
4.1 KESIMPULAN................................................................................................. 43
4.2 SARAN............................................................................................................ 43
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................. 44

5
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Berdasarkan sejumlah hasil penelitian diperoleh data bahwa dimensia seringkali terjadi
pada usia lanjut yang telah berumur kurang lebih 60 tahun. Dimensia tersebut dapat dibagi
menjadi 2 kategori, yaitu: 1) Dimensia Senilis (³60 tahun); 2) Demensia Pra Senilis (£ 60
tahun). Sekitar 56,8% lansia mengalami demensia dalam bentuk Demensia Alzheimer (4%
dialami lansia yang telah berusia 75 tahun, 16% pada usia 85 tahun, dan 32% pada usia 90
tahun). Sampai saat ini diperkirakan ± 30 juta penduduk dunia mengalami Demensia dengan
berbagai sebab (Oelly Mardi Santoso, 2002).

6
Pertambahan jumlah lansia Indonesia, dalam kurun waktu tahun 1990 – 2025,
tergolong tercepat di dunia (Kompas, 25 Maret 2002:10). Jumlah sekarang 16 juta
dan akan menjadi 25,5 juta pada tahun 2020 atau sebesar 11,37 % penduduk dan ini
merupakan peringkat ke empat dunia, dibawah Cina, India dan Amerika Serikat.
Sedangkan umur harapan hidup berdasarkan sensus BPS 1998 adalah 63 tahun untuk
pria dan 67 tahun untuk perempuan. (Meski menurut kajian WHO (1999), usia
harapan hidup orang Indonesia rata-rata adalah 59,7 tahun dan menempati urutan ke
103 dunia, dan nomor satu adalah Jepang dengan usia harapan hidup rata-rata 74,5
tahun).

Kondisi ini tentu saja menarik untuk dikaji dalam kaitannya dengan masalah
demensia. Betapa besar beban yang harus ditanggung oleh negara atau keluarga jika
masalah demensia tidak disikapi secara tepat dan serius, sehubungan dengan dampak
yang ditimbulkannya. Mengingat bahwa masalah demensia merupakan masalah masa
depan yang mau tidak mau akan dihadapi orang Indonesia dan memerlukan
pendekatan holistik karena umumnya lanjut usia (lansia) mengalami gangguan
berbagai fungsi organ dan mental, maka  masalah demensia memerlukan penanganan
lintas profesi yang melibatkan: Internist, Neurologist, Psikiater, Spesialist Gizi,
Spesialis Rehabilitasi Medis dan Psikolog Klinis
1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan umum

Mahasiswa mengetahui konsep asuhan keperawatan pada lansia dengan dimensia

1.2.2 Tujuan khusus

- Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami konsep dasar penyakit dimensia


- Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami konsep asuhan keperawatan pada
lansia dengan dimensia

1.3 Manfaat

1.3.1 Manfaat teoritis

7
1. Untuk pengembangan keilmuan di bidang pembelajaran keperawatan

1.3.2 Manfaat praktis

1. Manfaat bagi siswa

Diharapkan siswa dapat menyelesaikan tugas yang berkenaan dengan


pelajaran keperawatan gerontik yang menjadi salah satu indikator untuk
penyelesaian materi di semester VI

2. Manfaat bagi dosen/pengajar

Penulisan makalah ini bermanfaat bagi dosen untuk mengetahui kemampuan


mahasiswa dalam penulisan asuhan keperawatan pada lansia

3. Manfaat bagi lembaga

Penulisan makalah ini bermanfaat untuk Politeknik Kesehatan Kemenkes


Kupang Jurusan Keperawatan untuk peningkatan kemampuan mahasiswa dan
dapat dijadikan masukan dan rujukan dalam pembelajran kedepannya.

1.4 Sistimatika

a. Halaman pernyataan orisinalitas


b. Lembaran Pengesahan yang di tanda tangani pembimbing dan penulisan
c. Kata pengantar
d. Daftar isi
e. Bab I. Pendahuluan
1.1. Metode Penulisan Latarbelakang
1.2. Tujuan
1.3. Manfaat
1.4. Sistimatika Penulisan
1.5. Metode Penulisan
f. Bab II. Tinjauan Pustaka
8
2.1. Konsep dasar Penyakit
2.1.1. Definisi Penyakit
2.1.2. Penyebab Penykait
2.1.3. Patofisiologi Penyakit
2.1.4. Manifestasi Klinis
2.1.5. Penatalaksanaan
2.1.6. Pencegahan
2.2. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
2.2.1. Pengkajian
2.2.2. Rumusan Diagnosa keperawatan
2.2.3. Perencanaan
2.2.4. Pelaksanaan
2.2.5. Evaluasi
g. Bab 3. Hasil Studi Kasus dan Pembahasan

3.1.Hasi studi kasus

3.1.1.Pengkajian

1. Data Demografi

2. Keluhan Utama

3. Riwayat kesehatan

4.Pemeriksaan Fisik

3.1.2. Analisa Data

3.1.3. Rumusan Diagnosa keperawatan

3.1.4. Rencana Keperawatan

3.1.5. Implementasi

3.1.6. Evaluasi

9
Bab IV. Penutup
4.1. Kesimpulan
4.2. Saran

1.5 Metoda

Metoda penulisan yang digunakan adalah buku-buku dari perpustakaan dan internet
yang bisa dipercaya

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar

2.1.1 Definisi

Beberapa pendapat tentang dimensia:


1. Demensia merupakan sindrom yang ditandai oleh berbagai gangguan fungsi
kognitif tanpa gangguan kesadaran. Gangguan fungsi kognitif antara lain
pada intelegensi, belajar dan daya ingat, bahasa, pemecahan masalah,
orientasi, persepsi, perhatian dan konsentrasi, penyesuaian, dan kemampuan
bersosialisasi. (Arif Mansjoer, 1999)

10
2. Demensia adalah gangguan fungsi intelektual tanpa gangguan fungsi
vegetatif atau keadaan yang terjadi. Memori, pengetahuan umum, pikiran
abstrak, penilaian, dan interpretasi atas komunikasi tertulis dan lisan dapat
terganggu. (Elizabeth J. Corwin, 2009)
3. Demensia adalah penurunan fungsi intelektual yang menyebabkan hilangnya
independensi sosial. (William F. Ganong, 2010)
Jadi, Demensia adalah penurunan kemampuan mental yang biasanya
berkembang secara perlahan, dimana terjadi gangguan ingatan, fikiran, penilaian
dan kemampuan untuk memusatkan perhatian, dan bisa terjadi kemunduran
kepribadian. Penyakit yang  dapat dialami oleh semua orang dari berbagai latar
belakang pendidikan maupun kebudayaan. Walaupun tidak terdapat perawatan
khusus untuk demensia, namun perawatan untuk menangani gejala boleh dilakukan.
2.1.2 Etiologi
Penyebab utama dari penyakit demensia adalah penyakit alzheimer, yang
penyebabnya sendiri belum diketahui secara pasti, namun diduga penyakit
Alzheimer disebabkan karena adanya kelainan faktor genetik atau adanya kelainan
gen tertentu. Pada penyakit alzheimer, beberapa bagian otak mengalami
kemunduran, sehingga terjadi kerusakan sel dan berkurangnya respon terhadap
bahan kimia yang menyalurkan sinyal di dalam otak. Di dalam otak ditemukan
jaringan abnormal (disebut plak senilis dan serabut saraf yang semrawut) dan
protein abnormal, yang bisa terlihat pada otopsi.
Penyebab kedua dari Demensia yaitu, serangan stroke yang berturut-turut.
Stroke tunggal yang ukurannya kecil dan menyebabkan kelemahan yang ringan atau
kelemahan yang timbul secara perlahan. Stroke kecil ini secara bertahap
menyebabkan kerusakan jaringan otak, daerah otak yang mengalami kerusakan
akibat tersumbatnya aliran darah yang disebut dengan infark. Demensia yang
disebabkan oleh stroke kecil disebut demensia multi-infark. Sebagian penderitanya
memiliki tekanan darah tinggi atau kencing manis, yang keduanya menyebabkan
kerusakan pembuluh darah di otak.

11
Penyebab demensia menurut Nugroho (2008) dapat digolongkan menjadi 3
golongan besar :
1. Sindroma demensia dengan penyakit yang etiologi dasarnya tidak dikenal
kelainan yaitu : terdapat pada tingkat subseluler atau secara biokimiawi pada
sistem enzim, atau pada metabolisme
2. Sindroma demensia dengan etiologi yang dikenal tetapi belum dapat diobati,
penyebab utama dalam golongan ini diantaranya :
 Penyakit degenerasi spino-serebelar.
 Subakut leuko-ensefalitis sklerotik van Bogaert
 Khorea Huntington
3. Sindoma demensia dengan etiologi penyakit yang dapat diobati, dalam
golongan ini diantaranya :
 Penyakit cerebro kardiofaskuler
 Penyakit- penyakit metabolik
 Gangguan nutrisi
 Akibat intoksikasi menahun
2.1.3 Patofisiologi
Penyakit Alzheimer mengakibatkan sedikitnya dua pertiga kasus demensia.
Penyebab spesifik penyakit Alzheimer belum diketahui, meskipun tampaknya
genetika berperan dalam hal itu. Teori-teori lain yang pernah popular, tetapi saat ini
kurang mendukung, antara lain adalah efek toksik dari aluminium, virus yang
berkembang perlahan sehingga menimbulkan respons autoimun, atau defisiensi
biokimia. Pertama kali mendeskripsikan dua jenis struktur abnormal yang
ditemukan pada otak mayat penderita penyakit Alzheimer palk amyloid dan
kekusutan neurofibril. Terdapat juga penurunan neurotransmitter tertentu, terutama
asetilkolin. Area otak yang terkena penyakit Alzheimer terutama adalah korteks
serebri dan hipokampus, keduanya merupakan bagian penting dalam fungsi kognitif
dan memori.

12
Amiloid menyebabkan rusaknya jaringan otak. Plak amyloid berasal dari
protein yang lebih besar, protein precursor amyloid (amyloid precursor protein).
Keluarga-keluarga dengan awitan dini penyakit Alzheimer yang tampak sebagai
sesuatu yang diturunkan telah menjalani penelitian, dan beberapa diantaranya
mengalami mutasi pada gen APP-nya. Mutasi gen APP lainnya yang berkaitan
dengan awitan lambat AD dan penyakit serebrovaskular juga telah diidentifikasi.
Terdapat peningkatan risiko awitan lambat penyakit Alzheimer dengan menurunnya
alel apo E4 pada kromosom 19. Simpul neurofibriler adalah sekumpulan serat-serat
sel saraf yang saling berpilin, yang disebut dengan filament heliks. Peran spesifik
dari simpul tersebut pada penyakit ini sedang diteliti. Asetilkolin dan
neurotransmitter lain merupakan zat kimia yang diperlukan untuk mengirim pesan
melalui system saraf. Tau adalah protein dalam cairan serebrospinal yang
jumlahnya sudah meningkat sekalipun pada penyakit Alzheimer tahap awal.
Temuan-temuan yang ada menunjukkan bahwa penyakit Alzheimer dapat bermula
di tingkat selular, dengan atau menjadi penanda molekul di sel-sel tersebut.

Demensi multi-infark adalah penyakit demensia kedua yang paling banyak


terjadi. Pasien-pasien yang menderita penyakit serebrovaskuler yang seperti
namanya berkembang menjadi infark multiple di otak. Namun, tidak semua orang
yang menderita infark serebral multiple mengalami demensia. Dalam
perbandingannya dengan penderita Alzheimer, orang-orang dengan demensia multi
infark mengalami awitan penyakit yang tiba-tiba, lebih dari sekedar deteriorasi
linear pada kognisi dan fungsi, dan dapat menunjukkan beberapa perbaikan diantara
peristiwa-peristiwa serebrovaskular.

Sebagian besar penyakit Parkinson yang menderita perjalanan penyakit yang


lama dan parah akan mengalami demensia. Pada satu studi, pasien-pasien diamati
selam 15 sampai 18 tahun setelah memasuki program pengobatan levodopa dan
80% diantaranya menderita demensia sedang atau parah sebelum akhirnya
meninggal dunia.

13
14
Pathway Demensia
Gangguan peredaran darah di otak, radang, neoplasma, penyakit degenerative, factor usia, dll.

Kerusakan sel otak

Hilangnya memori/ingatan jangka pendek


Perubahan
Kemampuan belajar menurun
Proses pikir
Dementia

D. Alzheimer D. Vaskular

Peningkatan reflek tendon


Kematian sel otak yg massif kelemahan anggota gerak

Mudah lupa gangguan kognitif kelainan gaya berjalan

Tremor, Ketidakmampuan muncul gejala kurang koordinasi gerakan


Menggunakan benda neuropsikiatrik

Penurunan kemampuan perubahan nafsu agitasi Risiko cedera


Melakukan aktifitas makan
kesulitan tidur Perubahan
perubahan persepsi, pola tidur
Kurang transmisi dan
perawatan diri integrasi sensori
Risiko perubahan Sindrom
Cepat marah, stress
nutrisi kurang dari
Curiga, mudah relokasi
kebutuhan Perubahan Tersinggung
persepsi
sensori Koping
Hambatan
individu tdk
komunikasi
efektif
verbal

15
1. Tahapan Demensia

Penyakit Alzhemeir dan penyakit lain yang menyebabkan demensia dikenal


dengan keanekaragaman perjalanan penyakitnya, munculnya dan berkembangnya
gejala. Berbagai sistem klasifikasi hadir untuk menandai proses perkembangannya
penyakit ini. Ada beberapa tumpang tindih yang harus dipehatikan di antara tahap –
tahap tersebut :

a. Tahap Awal
Penyakit Alzheimer awal memiliki gejala yang tersembunyi dan
membahayakan, pada kondisi tersebut terjadi demensia vaskuler dengan
perubahan – perubahan kondisi yang tiba – tiba. Hilangnya memori terbaru
menyebabkan sulitnya mendapatkan informasi baru. Orang tersebut dapat
menunjukan pola penilaian yang buruk. Sebagai contoh, seorang wanita
memasak enam dada ayam untuk makan pagi sedangkan ayam bukan makanan
sarapan tradisional dan enam merupakan jumlah yang telalu banyak. Terdapat
kesulitan dalam hal angka, membayar tagihan, menyeimbangkan buku cek,
mengatur uang, dan menelpon dapat menjadi hal yang menyulitkan. Masalah
dengan kognisi dan fungsi dimanifestasikan, terutama jika orang tersebut berada
dalam situasi yang baru atau yang menimbulkan stress. Perubahan – perubahan
kepribadian juga dapat terjadi. Sebagai contoh, jenis kepribadian industry dapat
mengalami kurang inisiatif dan menjadi lebih menarik diri. Orang yang tenang
mulai menunjukan ledakan emosi dan menjadi cemas dan gelisah. Terdapat
kebingungan antara orientasi waktu dan jarak, seseorang dapat dating
memenuhi janji pada waktu atau tempat yang salah atau pergi ke took kelontong
dan tidak dapat menemukan jalan pulang. Anomia, atau kesulitan menyebut
nama benda, juga terjadi. Sebagai contoh, seorang dapat mengatakan “ berikan
saya benda yang Anda pakai untuk menulis “ daripada meminta pensil.
Tabel. Tahap – tahap gejala Demensia

Awal Pertegahan Akhir


 Perubahan alam perasaan atau  Gangguan memori saat ini dan  Gangguan yang parah pada
kepribadian. masa lalu semua kemampuan kognitif
 Gangguan penilaian dan  Anomia, agnosia, apraksia, afasia  Ketidakmampuan untuk
penyelesaian masalah  Gangguan penilaian dan mengenali keluarga dan teman
 Konfusi tentang tempat penyesalan masalah yang parah. – teman
( tersesat pada saat akan ke  Konfusi tentang waktu dan tempat  Gangguan komunikasi yang
toko) semakim memburuk parah
 Konfusi tentang waktu  Gangguan persepsi  Sedikitnya kapasitas perawatan
 Kesulitan dengan angka, uang,  Kehilangan pengendaalian implus diri
dan tagihan.  Ansietas ,gelisah, berkeras,  Inkontenansia kandung kemih
 Anomia ringan mengeluyur. dan usus
 Menarik diri atau depresi  Hiperoralitas  Kemungkinan menjadi

 Kemungkinan, kecurigaan, delusi, hiperoral dan memiliki tangan

atau halusinasi yang aktif

 Konfabulasi  Penurunan nafsu makan,

 Gangguan kemampuan merawat distesia dan resiko aspirasi.

diri yang sangat besar.  Depresi sistem imum yang

 Mulai terjadi inkontensia menyebabkan meningkatnya


resiko infeksi
 Gangguan siklus tidur – bangun.
 Gangguan mobilitas dengan
hilangnya kemampuan untuk
berjalan, kaku otot.
 Refleks mengisap dan
mengengam
 Menarik diri
 Gangguan sklus tidur –
bangun, dengan peningkatan
waktu tidur.

b. Tahap Pertengahan
Ingatan saat ini dan ingatan masa lampau memburuk selama demensia tahap
pertegahan dan kurangnya penilaian menyebakan kekhawatiran tentang
keselamatan. Sebagai contoh, seseorang umunya tidak dapat menggunakan
kompor sendiri secara aman dan dapat berkeluyuran diluar pada cuaca dingin
tanpa baju hangat. Aparaksia, atau ketidakmampuan melakukan gerakan yang
bertujuan meskipun sistem sensoris dan motoriknya utuh, juga terjadi.sebagai
contoh, seorang pria akan kehilangan kemampuan mengikat tali sepatu atau
dasi. Kerapian akan memburuk, dan orang tersebut mulai membutuhkan arahan
dan bantuan dalam aktivitas kehiduppannya sehri – hari. Agnosia, atau tidak
mampu mengenali objek yang umum, juga dapat terjadi. Sebagai contoh, jika
satu tangan seorang memegang sikat gigi atau sendok, ia tidak akan mengetahui
apa yang harus dilakukan dengan benda tersebut. Inkontensia urine juga sering
menjadi masalah pada bagian akhir tahap pertegahan ini. Pada tahap pertegahan
ini, pergeseran ke situasi hidup yang penuh pengawasan semakin diperlukan.
Tahap ini merupakan tahap yang karena kurangnya pengendalian impuls,
menurunnya ambang stress, dan kesulitan mengenali lingkungan, yang
menantang gejala perilaku merupakan bagian penting dari kehidupan sehari –
hari. Agresivitas, ansietas, mengeluyur dan gangguan aktivitas lain, perilaku
yang tidak tepat secara sosial, gangguan irama diurnal, bersikeras ( gerakan atau
vokalisasi berulang), delusi, paranoi, halusinasi, dan upaya untuk meninggalkan
tempat perawatan merupakan hal yang sering terjadi.
Terdapat juga kesulitas dengan bahasa. Orang tersebut dapat mengalami
afesia reseptif dan ekspresif, dan jika tidak mampu menemukan kata yang tepat,
dapat mengguanakan kata – kata atau frasa yang tidak logis untuk mengisi
kekosongan tersebut (konfabulasi). Orang tersebut dapat menggunakan banyak
kata, tetapi biasanya hanya sedikit saja makna yang terdapat pada pesan
tersebut. Terdapat kemungkinan peningkatan tonus otot, perubahan gaya
berjalan dan keseimbangan, dan gangguan persepsi terhadap keadaan, yang
semua berperan dalam meningkatkan resiko terjadinya jatuh. Nafsu makan
biasanya baik dan orang tesebut daoat mengalami hiperoral, ingin memasukkan
makanan atau benda – benda lain ke dalam mulutnya
c. Tahap Akhir
Selama demensia tahap akhir, orang tersebut menjadi semakin terikat
dengan kursi atau tempat tidur. Otot – otot semakin kaku, dapat menjadi
kontraktur, dan refleks primitive dan dimanifestasikan dengan tahanan
involunter di ekstremitas sebagai respon terhadap gerakan pasif yang tiba – tiba.
Pemberi perawatan dapat secara kurang cermat mengiterprestasikan respon ini
sebagai tindakan melawan pemberi perawatan. Tanda – tanda pelepasan
primitive lannya seperti refleks mengisap dan menggenggam juga dapat terjadi.
Orang tersebut dapat memiliki tangan yang sangat aktif dan melakukan gerakan
– gerakan berulang, menggerutu atau vokalisasi lainnya. Terdapat depresi fungsi
sistem imun dan jika gangguan ini diserta dengan imobilitas dapat
menyebabkan terjadinya pneumonia, infeksi saluran kemih, sepsis, dan
decubitus.
Penurunan nafsu makan dan disfagia juga dapat terjadi aspirasi, penurunan
berat badan ummnya terjadi. Kemampuan berbicara dan berbahasa mengalami
gangguan yang parah, disertai penurunan kemampuan komunikasi verbal.
Orang tersebut tidsk dapat lagi mengenali anggota keluarganya. Terjadi
inkontensia usus dan kandung kemih dan pemberi perawatan perlu melakukan
sebagian besar AKS orang tersebut. Siklus tidur bangun juga sangat berubah,
dan orang tersebut menghabiskan sebagian besar waktunya dengan mengantuk
dan tampak menarik diri secara sosial dan lebih tidak peduli terhadap
lingkungan atau sekitarnya. Kematian dapat terjadi akibat infeksi, sepsis, atau
aspirasi, meskipun tidak banyak studi yang meneliti sebab – sebab kematian.

2.1.4 Manifestasi Klinis


Hal yang menarik dari gejala penderita demensia adalah adanya perubahan
kepribadian dan tingkah laku sehingga mempengaruhi aktivitas sehari-hari..
Penderita yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah Lansia dengan usia enam
puluh lima tahun keatas. Lansia penderita demensia tidak memperlihatkan gejala
yang menonjol pada tahap awal, mereka sebagaimana Lansia pada umumnya
mengalami proses penuaan dan degeneratif. Kejanggalan awal dirasakan oleh
penderita itu sendiri, mereka sulit mengingat nama cucu mereka atau lupa
meletakkan suatu barang.
Mereka sering kali menutup-nutupi hal tersebut dan meyakinkan diri sendiri
bahwa itu adalah hal yang biasa pada usia mereka. Kejanggalan berikutnya mulai
dirasakan oleh orang-orang terdekat yang tinggal bersama, mereka merasa khawatir
terhadap penurunan daya ingat yang semakin menjadi, namun sekali lagi keluarga
merasa bahwa mungkin Lansia kelelahan dan perlu lebih banyak istirahat. Mereka
belum mencurigai adanya sebuah masalah besar di balik penurunan daya ingat yang
dialami oleh orang tua mereka.
Gejala demensia berikutnya yang muncul biasanya berupa depresi pada Lansia,
mereka menjaga jarak dengan lingkungan dan lebih sensitif. Kondisi seperti ini
dapat saja diikuti oleh munculnya penyakit lain dan biasanya akan memperparah
kondisi Lansia. Pada saat ini mungkin saja Lansia menjadi sangat ketakutan bahkan
sampai berhalusinasi. Di sinilah keluarga membawa Lansia penderita demensia ke
rumah sakit di mana demensia bukanlah menjadi hal utama fokus pemeriksaan.
Seringkali demensia luput dari pemeriksaan dan tidak terkaji oleh tim
kesehatan. Tidak semua tenaga kesehatan memiliki kemampuan untuk dapat
mengkaji dan mengenali gejala demensia. Mengkaji dan mendiagnosa demensia
bukanlah hal yang mudah dan cepat, perlu waktu yang panjang sebelum
memastikan seseorang positif menderita demensia. Setidaknya ada lima jenis
pemeriksaan penting yang harus dilakukan, mulai dari pengkajian latar belakang
individu, pemeriksaan fisik, pengkajian syaraf, pengkajian status mental dan
sebagai penunjang perlu dilakukan juga tes laboratorium.
Pada tahap lanjut demensia memunculkan perubahan tingkah laku yang semakin
mengkhawatirkan, sehingga perlu sekali bagi keluarga memahami dengan baik
perubahan tingkah laku yang dialami oleh Lansia penderita demensia. Pemahaman
perubahan tingkah laku pada demensia dapat memunculkan sikap empati yang
sangat dibutuhkan oleh para anggota keluarga yang harus dengan sabar merawat
mereka. Perubahan tingkah laku (Behavioral symptom) yang dapat terjadi pada
Lansia penderita demensia di antaranya adalah delusi, halusinasi, depresi,
kerusakan fungsi tubuh, cemas, disorientasi spasial, ketidakmampuan melakukan
tindakan yang berarti, tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri,
melawan, marah, agitasi, apatis, dan kabur dari tempat tinggal.
Secara umum tanda dan gejala demensia adalah sebagai berikut :
1. Menurunnya daya ingat yang terus terjadi. Pada penderita demensia, “lupa”
menjadi bagian keseharian yang tidak bisa lepas.
2. Gangguan orientasi waktu dan tempat, misalnya: lupa hari, minggu, bulan,
tahun, tempat penderita demensia berada
3. Penurunan dan ketidakmampuan menyusun kata menjadi kalimat yang
benar, menggunakan kata yang tidak tepat untuk sebuah kondisi, mengulang
kata atau cerita yang sama berkali-kali
4. Ekspresi yang berlebihan, misalnya menangis berlebihan saat melihat
sebuah drama televisi, marah besar pada kesalahan kecil yang dilakukan
orang lain, rasa takut dan gugup yang tak beralasan.
5. Penderita demensia kadang tidak mengerti mengapa perasaan-perasaan
tersebut muncul.
6. Adanya perubahan perilaku, seperti : acuh tak acuh, menarik diri dan gelisah

2.1.5 Penatalaksanaan
Walaupun penyembuhan total pada berbagai bentuk demensia biasanya tidak
mungkin, dengan penatalaksaan yang optimal dapat dicapai perbaikan hidup sehari-
hari dari penderita. Prinsip utama penatalaksanaan penderita demensia adalah
sebagai berikut
1. Optimalkan fungsi dari penderita
 Obati penyakit yang mendasarinya (hipertensi, penyakit parkinson)
 Hindari pemakaian obat yang memberikan efek samping pada SSP
 Akses keadaan lingkungan, kalau perlu buat perubahan
 Upayakan aktivitas mental dan fisik
 Hindari situasi yang menekan kemampuan mental, gunakan alat
bantu memori bila memungkinkan
 Persiapkan penderita bila akan berpindah tempat
 Tekankan perbaikan gizi
2. Kenali dan obati komplikasi
 Mengembara dan berbagai perilaku merusak
 Gangguan perilaku lain
 Depresi
 Agitasi atau agresivitas
 Inkontinensia
3. Upayakan perumatan berkesinambungan
 Re-akses keadaan kognitif dan fisik
 Pengobatan gangguan medik
4. Upayakan informasi medis bagi penderita dan keluarganya
 Berbagai hal tentang penyakitnya
 Kemungkinan gangguan/kelainan yang bisa terjadi
 Prognosis
5. Upayakan informasi pelayanan sosial yang ada pada penderita dan
keluarganya
 Berbagai pelayanan kesehatan masyarakat
 Nasihat hukum dan/keuangan
6. Upayakan nasihat keluarga untuk :
 Pengenalan dan cara atasi konflik keluarga
 Penanganan rasa marah atau rasa bersalah
 Pengambilan keputusan
 Kepentingan-kepentingan hukum/masalah etik
7. Peran keluarga
Keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam perawatan lansia
penderita demensia yang tinggal di rumah. Hidup bersama dengan penderita
demensia bukan hal yang mudah, tapi perlu kesiapan khusus baik secara
mental maupun lingkungan sekitar. Pada tahap awal demensia penderita
dapat secara aktif dilibatkan dalam proses perawatan dirinya. Membuat
catatan kegiatan sehari-hari dan minum obat secara teratur. Ini sangat
membantu dalam menekan laju kemunduran kognitif yang akan dialami
penderita demensia.
Keluarga tidak berarti harus membantu semua kebutuhan harian lansia,
sehingga lansia cenderung diam dan bergantung pada lingkungan. Seluruh
anggota keluargapun diharapkan aktif dalam membantu lansia agar dapat
seoptimal mungkin melakukan aktifitas sehari-harinya secara mandiri
dengan aman. Melakukan aktivitas sehari-hari secara rutin sebagaimana
pada umumnya lansia tanpa demensia dapat mengurangi depresi yang
dialami lansia penderita demensia.
Merawat penderita dengan demensia memang penuh dengan dilema,
walaupun setiap hari selama hampir 24 jam mengurus mereka, mungkin
mereka tidak akan pernah mengenal dan mengingat siapa kita, bahkan tidak
ada ucapan terima kasih setelah apa yang kita lakukan untuk mereka.
Kesabaran adalah sebuah tuntutan dalam merawat anggota keluarga
yang menderita demensia. Tanamkanlah dalam hati bahwa penderita
demensia tidak mengetahui apa yang terjadi pada dirinya. Merekapun
berusaha dengan keras untuk melawan gejala yang muncul akibat demensia.
Saling menguatkan sesama anggota keluarga dan selalu meluangkan
waktu untuk diri sendiri beristirahat dan bersosialisasi dengan teman-teman
lain dapat menghindarkan stress yang dapat dialami oleh anggota keluarga
yang merawat lansia dengan demensia.
Pada suatu waktu lansia dengan demensia dapat terbangun dari tidur
malamnya dan panik karena tidak mengetahui berada di mana, berteriak-
teriak dan sulit untuk ditenangkan. Untuk mangatasi hal ini keluarga perlu
membuat lansia rileks dan aman. Yakinkan bahwa mereka berada di tempat
yang aman dan bersama dengan orang-orang yang menyayanginya.
Duduklah bersama dalam jarak yang dekat, genggam tangan lansia,
tunjukkan sikap dewasa dan menenangkan. Berikan minuman hangat untuk
menenangkan dan bantu lansia untuk tidur kembali.
Lansia dengan demensia melakukan sesuatu yang kadang mereka sendiri
tidak memahaminya. Tindakan tersebut dapat saja membahayakan dirinya
sendiri maupun orang lain. Mereka dapat saja menyalakan kompor dan
meninggalkannya begitu saja. Mereka juga merasa mampu mengemudikan
kendaraan dan tersesat atau mungkin mengalami kecelakaan. Memakai
pakaian yang tidak sesuai kondisi atau menggunakan pakaian berlapis-lapis
pada suhu yang panas. Seperti layaknya anak kecil terkadang lansia dengan
demensia bertanya sesuatu yang sama berulang kali walaupun sudah kita
jawab, tapi terus saja pertanyaan yang sama disampaikan. Menciptakan
lingkungan yang aman seperti tidak menaruh benda tajam sembarang
tempat, menaruh kunci kendaraan ditempat yang tidak diketahui oleh lansia,
memberikan pengaman tambahan pada pintu dan jendela untuk menghindari
lansia kabur adalah hal yang dapat dilakukan keluarga yang merawat lansia
dengan demensia di rumahnya.
2.1.6 Pencegahan
1. Pencegahan primer
Identifikasi karakteristik individu atau factor resiko lingkungan untuk
penyakit Alzheimer dapat membantu mengarahkan intervensi reventif untuk
prnyakit ini. Hasil epidemologi yang palin konsisten berkaitan dengan penyakit
Alzheimer adalah meningkatnya prevelensi dan insidensi yang terkait dengan
usia. Individu yang berusia antara 75 – 85 tahun cenderung mengalami
demensia tipe Alzheimer dariapada serangan jantung. Angka insiden cederung
lebih tinggi pada wanita daripada pria di semua kelompok usia, meskipun tidak
ada penjelasan biologis yang bertanggung jawab untuk perbedaan jenis kelamin.
Factor – factor resiko lainnya yang memiliki hubungan dengan penyakit
Alzheimer adalah sebagai familial dari sindrom Down, agregasi familial dari
penyakit Parkinson, usia ibu yang sudah lanjut, trauma kepala, riwayat depresi,
dan riwayat hipotiroidisme. Tidak ada perbedaan geografis yang besar dalam
hal insiden maupun prevelensi.
Pendidikan dan pekerjaan dapat mengimbangi perubahan – perubahan
neuropatologis pada penyakit Alzheimer dan awalan lambat dari gejala.
Pendidikan yang rendah juga berhubungan dengan resiko penyakit Alzheimer
dan Demensia yang lebih tinggi pada studi biarawati. Studi biarawati adalah
kajian epidemilogis longitudinal tentang penuaan dan penyakit Alzheimer di
School Sisters Of Notre Dame, sebuah kongresasi keagamaan di Amerika
Serikat. Biarawati tersebut merupakan sebuah kelompok yang unik untuk
dipelajari karena mereka mempunyai riwayat dewasa yang sama, termaksuk
pekerjaan, diet, status sosioekonomis, rumah dan akses ke perawatan medis
yang sama. Studi biarawati menemukan bahwa kemampuan linguistic di awal
kehidupan merupakan penanda yang lebih baik dibandingkan pendidikan
terhadap aspek – aspek penting dari kemampuan kognigtif di kehidupan
berikutnya. Membandingkan autobiografi yang ditulis pada usia rata – rata 22
tahun dengan fungsi kognitif kira – kira 58 tahun kemudian menunjukan bahwa
kemampuan linguistic yang rendah pada awal kehidupan merupakan predicator
yang kuat terhadap buruknya fungsi kognitif yang terjadi pada penyakit
Alzheimer pada akhir kehidupan. Perkembangan dari fungsi kognitif normal
rendah ke gangguan fungsi kognitif juga berhubungan dengan hilangnya
kemandirian dalam AKS. Individu dengan skor rendah pada pemeriksaan
kognitif juga harus menjalani pengkajian fungsi fisiknya. Tindakan pencegahan
sekunder dan tersier dapat membantu mempertahankan tingkat kemandirian
fisik saat ini.
Frekuensi penyakit Alzheimer yang lebih tinggi telah dilaporkan juga
banyak terjadi di antara kerabat penderita penyakit Alzheimer dibandingkan
populasi umum. Peneliti telah mengidentifikasi tiga kromosom berbeda yang
bekaitan pada beberapa keluarga dengan penyakit Alzheimer. Perawat harus
berhati – hati ketika mendiskusikan tentang masalah keturunan tersebut dengan
anggota keluarga karena defek genetic hanya terbentuk bagi sekelompok kecil
keluarga dengan penyakit Alzheimer autosom dominan. Semakin dipejarinya
peran genetic dan penyakit Alzheimer, semakin banyak pertanyaan-pertanyaan
etik tentang tes genetic yang akan lebih muncul.
Studi perubahan otak jenis penyakit Alzheimer menunjukan fakta bahwa
primate non-manusia mengalami abnormalitas otak serupa dengan yang terjadi
pada manusia. Macaca multatta merupakan contoh model terbaik untuk perilaku
terkait usia dan abnormalitas otak yang terjadi pada lansia dan orang sdewasa
dengan penyakit Alzhemeir. Peneliti telah mengidentifikasi gen defektif pada
kromosom 21 yang tampaknya menjadi sumber awitas awal penyakit Alhzemeir
familial. Mutasi ini dapat menyebabkan akumulasi protein β- amiloid di otak
pasien penderita penyakit Alzhemeir. Pembentukan protein ini dapat terganggu
oleh transmisi dan penerima sinyal-sinyal saraf di sel – sel otak. Peneliti
berncana untuk memindahkan gen yang baru ditemukan ini pada tikus. Tikus
tersebut kemudian akan berperan sebagai hewan percobaan untuk penelitian
selanjutnya.
2. Pencegahan Sekunder
a. Diagnosa dan penapisan untuk Dimensia
Lansia sering merasa khawatir bahwa mereka akan mulai mengalami
tanda – tanda dimensia dan membutuhkan perawat professional kesehatan
lainnya dengan cara yang halus berkaitan dengan ketakutan tersebut.
Individu yang merasa khawatir tentang menderita demensia yang
sebenarnya, tetapi hanya mengalami perubahan memori terkait usia, depresi
atau salah satu penyebab reversible dari gangguan memori. Perubahan
memori terkait usia antara lain adalah semakin mudah lupa, lebih sulit
mempelajari infirmasi baru, menurunnya kemamouan mengingat kkembali,
dan menurunnya kecepatan untuk membuat kode dan mendapatkan kembali
informasi – informasi yang ada.
Diagnose dimensia harus dibuat sepanjang waktu untuk membedakan
persistensi atau reversibilitas gejala. Banyak kondisi, baik fisik maupun
psikososial, dapat menyebabkan kerusakan temporer pada kognisi.penyebab
reversible kerusakan meori yang banyak terjadi antara lain adalah infeksi,
abnormalitas tiroid, defisiensi vitamin B12 dan zat gizi lainnya, toksisitas
atau efek samping obat, asupan alcohol akut, anemia, tumor, atau trauma.
Hal – hal tersebut menyebabkan konfusi akut dan pengobatan.
Riwayat lengkap, pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnose, dan tes
neurofisiologis diperlukan untuk menetapkan diagnose demensia
ireversibel. Penyakit Alzhemeir masih didagnosis demensia ireversibel.
Penyakit Alzhemeir masih didagnosa secara defitif hanya berdasarkan
otopsi, tetapi diagnosis klinis biasanya juga kaurat. Criteria DSM –IV, harus
terdapat penurunan yang cukup signifikan pada dua area kognisi aytau lebih
untuk mempengaruhi fungsi pekerjaan dan funsi sosial. Area – area
penurunan tersebut antara lain, mencakup memori, bahasa, persepsi
penglihatan – jarak, konstruksi, kalkulaisi, penilaain, abstraksi, dan
perubahan – perubahan kepribadian. Pekerjaan yang menjajnjikan sedang
dilakukan untuk membentuk tes diagnostic antemortem definitive melalui
prosedur pemindaian temofgrafi amisi positif, tes darah, dan pengukurukan
biokimia lainnya. CT scan dan MRI terkadang bermanfaat dalam
menggambarkan masalah vascular sebagai factor penyebab demensia.
Perawat harus secara teratur melakukan pengkajian kognisi, perilaku,
dan status fungsional pada lansia yang dicurigai atau dipatikan menderita
demensia. Pengkajian – pengkajian tersebut bermanfaat dalam mengikuti
perjalanan penyakit dan menccocokan intervensi terapeutik dengan tingkat
kemampuan. Salah satu kunci perawatan demensia adalah merencanakan
dan mengelola aktivitas yang dapat dilakukan seseorang untuk menghindari
frustasi, penurunan harga diri, dan stress yang berkaitan dengan respon
perilaku. Jika ornag tersebut tinggal dirumah pribadi, keselamatan menjadi
kekhawatiran yang lebih besar. Pengkajian keselamatan di rumah dapat
membantu mengidentifikasi bahaya keselamatan potensial dan intervensi –
intervensi preventif dapat dilakukan.
Banyak alat yang tersedia, dan variasi instrument yang terbaik dibuat
berdasarkan tahap – tahapan demensia, situasi hidup, dan masalah – masalah
yang muncul. Alat – alat yang diguanakan untuk mengkaji kognisi adalah
mini mental exam, Clinical Dementia Ratting, dan Short Portable Mental
Status Questionnaire. Skala KATZ AKS dapat digunakan sebagai alat
pengkajian AKS fungsional dan instrumental pada awal penyakit ini, tetapi
karena status fungsional sudah menurun, lebih baik digunakan alat yang
dirancang spesifik untuk individu penderita demensia. Functional Behavior
Profile digunakan untuk mengkaji kemampuan fungsional dalam 3 domain:
kinerja tugas, interaksi sosial dan penyelesaian masalah. Blessed Dementia
Scale mengkaji fungsi-fungsi praktis seperti alam perasaan dan perubahan
keperibadian. Sebagian besar instrumen yang mengkaji perilaku berkaitan
dengan demensia dirancang untuk tujuan penelitian.

b. Menurunkan tekanan lingkungan

Model Progressively Lowered Stess Threshold memberikan kerangka


kerja yang bermanfaat untuk mencegah banyak perilaku yang berkaitan
dengan demensia. Tekanan lingkungan merupaka karakter tuntunan dari
suatu lingkungan. Stresor lingkungan membutuhkan penyesuai dan adaptasi
dari seseorang di dalam lingkungan. Individu dengan demensia, karena
rusaknya kemampuan untuk menerima, memproses, dan berespons terhadap
stimuli, mengalami penurunan ambang untuk bertoleransi dan beradaptasi
terhadap stres dari lingkungan. Intervasi-intervasi yang menurunkan tekanan
lingkungan dan menyeimbangkan antara pengalaman yang memenangkan
sensori dengan pengalaman yang menstimulasi sensori merupakan asuhan
yang efektif untuk individu dengan demensia.

Perawatan harus melakukan suatu pengkajian tekanan lingkungan di


area hidup individu penderita demensia dan mewaspadai tekanan
lingkungan dari stimulus kompetisi multipel. Jaringan televisi khususnya
merupakan stresor yang kuat karena individu dengan demensia sering kali
tidak dapat membedakan suara yang datang dari televisi dengan yang datang
dari realita.Tvhanya boleh dihidupkan untuk menonton program tertentu
dankemudian dimatikan kembali. Dirumah atau di institusi, suara bbising
yang ditimbulkan oleh aktivitas membersikan rumah atau fasilitas hanya
boleh dilakukan sehari sekali.

Perawat harus menghindari kemampuan seseorang yang berlebihan


untuk memproses stimulus dengan tetap melakukan komunikasi verbal
terfokus, cermat, dan sederhana. Harus digunakan kata kata yang sesuai
dengan usia dan latar belakang pasien. Orang tersebut harus didekati dengan
cara yang tenang dan ceria dan berbicara dengan cara yang dewasa dan
penuh rasa hormat. Percakapan basa-basi, terlalu banyak membuat
keputusan, dan pertanyaan “mengapa” harus dihindari. Sebagai contoh,
daripada menanyakan, “Apakah yang anda sukai untuk makanan penutup?”,
akan lebih baik jika perawat menanyakan, “Apa anda mau es krim?” nada
suara harus tenang dan meyakinkan sehingga walaupun kata-katanya sulit
dimengerti, orang tersebut menerima kesan tenang, aman, dan diterima. Jika
pesan tersebut tampaknya tidak diterima, pesan harus di ulang atau
digunakan metode komunikasi yang lain. Jika mungkin, percakapan harus
tetap pada satu topik, kecuali jika pasien melakukan perubahan. Perawat
harus menggunakan komunikasi nonverbal dan mewaspadai petunjuk-
petunjuk nonverbal dari penghuni yang dapat mengindikasikan bahwa
ambang stresnya telah tercapai atau terlampaui.

Penderita demensia mengalami gangguan persepsi kedalaman dan visual


lainnya. Semua cahaya yang menyilaukan harus dihilangkan. Perawat harus
menggunakan cahaya yang bebas dari bayangan di siang hari dan
menggunakan pencahayaan yang redup hanya ketika tidur. Saklar lampu
yang meningkatkan cahaya pada saat menjelang malam dapat bermanfaat
dalam mengurangi sindrom matahari terbenam (peningkatan agitasi yang
banyak terjadi di sore hari). Warna-warna harus tetap terlihat di latar
belakang, seperti dinding, meja, dan lantai, redup dan monokrom, warna-
warna yang kontras atau terang dapat digunakan untuk membedakan benda-
benda yang digunakan sperti cangkir, bangku, atau alat makan.

c. Terapi obat

Pengobatan penyakit Alzheimer telah menjadi fokus pada beberapa


penyelidikan. NIA Alzheimer’s Disease Cooperative Study Unit telah
mendanai 23 studi di Amerika Serikat untuk menentukan apakah deprenil
yang diberikan bersama vitamin E dapat bermanfaat bagi individu penderita
penyakit Alzheimer. Deprenil menghambat enzim-enzim diotak yang
merusak sistem neurotransmiter tertentu. Vitamin E dapat dianggap
mengatasi radikal bebas oksigen destruktif yang memecah membran sel.

Takrim (Cognes) adalah obat pertama yang disetujui oleh Food and
Drug Administration (FDA) untuk mengobati penyakit Alzheimer. Obat
tersebut merupakan inhibitor kolinesterase, suatu enzim yang memecah
asetilkolin neurotransmiter. Takrin berguna bagi individu dengan penyakit
Alzheimer ringan sampai sedang. Takrin dosis tinggi dapat menyebabkan
peningkatan transaminase hati dan keluhan gastrointestinal.

Donepezil hidroklorida (Aricept) adalah obat baru yang disetujui pada


tahun 1996 oleh FDA untuk pengobatan simtomatik penyakit Alzheimer
ringan sampai sedang. Donepezil juga merupakan inhibitor reversibel dari
enzim yang memecah asetilkolin neurotransmiter. Obat ini memungkinkan
konsentrasi asetilkolin dalam jumlah lebih besar di otak, sehingga
memperbaiki fungsi kolinergik. Percobaan klinis telah menunjukkan bahwa
obat tersebut ditoleransi dengan baik dan efektif dalam memperbaiki
kognisi, fungsi pasien, dan kualitas skor hidup pada orang-orang dengan
penyakit Alzheimer ringan sampai sedang. Tidak ada bukti yang
menunjukan bahwa donepezil mengubah proses munculnya demensia yang
mendasari.

Obat tersebut ditoleransi dengan baik. Tanda dan gejala paling umum
menyebabkan dihentikannya pengobatan adalah munculnya mual, diare, dan
muntah yang terjadi pada 3% pasien atau kurang. Sebagai inhibitor
kolinesterase, donepezil dapat menyebabkan bradikardi, yang dapat menjadi
masalah pada orang-orang yang menderita sindrom sicks sinus atau penyakit
konduksi jantung supraventrikular. Obat dengan dosis sekali sehari ini tidak
memerlukan pemantauan fungsi hati.

3. Pencegahan tersier
Keluarga memegang tanggung jawab terbesar untuk merawat individu
penderita demensia tahap awal dan pertengahan. Lebih dari 70% penderita
penyakit Alzheimer dirawat dirumah oleh anggota keluarga. Banyak keluarga
yang mengalami isolasi sosial, keletihan, dan masalah keuangan pada saat
aktivitas pemberian perawatan menghabiskan banyak waktu mereka dan
anggota keluarga menunjukkan lebih banyak gangguan mental. Kebanyakan
pemberi perawatan dari keluarga adalah wanita, baik pasangannya maupun anak
perempuannya yang memiliki tuntutan hidupnya sendiri.

Kira-kira 1 dari 10 panti jompo memiliki unit perawatan khusus (Special


Care Unit/SCU) atau program untuk penderita demensia. Tidak ada definisi
yang disetujui tentang SCU, dan beberapa penti jompo memberi label pada satu
unit sebagai SCU jika unit tersebut memberikan perubahan minimal pada
lingkungan atau aktivitas teraupetik. Sebagian besar SCU memiliki tarif yang
lebih mahal dari unit biasa tanpa standar manfaat yang dapat menjadi alat
evaluasi hasil yang diperoleh penghuninya. Penelitian tentang efetivitas SCU
terbatas dan sering bersifat kontradiksi. Terhadap pembahasan tentang apa yang
membuat SCU sesuatu yang “khusus”. Muncul lima gambaran yang disetujui:
penghuni yang mengalami gangguan kognitif yang biasanya disebabkan oleh
penyakit Alzhemeir, pemprograman aktivitas dilakukan untuk orang-orang yang
mengalami gangguan kognitif, pengawasan dilakukan bagi pemprograman dan
keterlibatan keluarga, lingkungan fisik dan sosial dipisahkan dan dimodifikasi,
dan staf dipilih dari unit dan memiliki pendidikan khusus. U.S Office of
Tecnology Assesment, suatu lembaga riset kongresional, mengeluarkan laporan
tentang SCU pada tahun 1992. Muncul enam prinsip inti yang mengidentifikasi
inti dari SCU:

1. Sesuatu dapat dilakukan untuk individu penderita demensia


2. Banyak faktor yang menyebabkan ketidakmampuan berlebihan pada
individu penderita demensia
3. Individu penderita demensia memiliki sisa-sisa kekuatan
4. Perilaku individu penderita demensia mewakili perasaan dan kebutuhan
yang dapat dimengerti, sekalipun jika orang tersebut tidak mampu
mengekspresikan perasaan atau alam perasaannya.
5. Banyak aspek dari lingkungan fisik dan sosial yang memengaruhi fungsi
individu penderita demensia
6. Penderita demensia dan keluarganya merupakan satu unit yang integral

Tujuan dari sebagian besar SCU adalah untuk memberikan stimulus


lingkungan yang rendah yang aman dan bebas dari bahaya dan meningkatkan
kualitas hidup. Sebagian besar unit memiliki beberapa jenis modifikasi
lingkungan dan biasanya terdapat ruangan untuk mengeluyur yang aman.
Pemprograman aktivitas dan rekreasi dirancang untuk memanuhi kebutuhan
penghuni dan keluarga yang unik. Fasilitas dengan laporan SCU menggunakan
lebih sedikit restrain fisik dan kimia dan insidensi masalah perilaku yang lebih
rendah daripada unit-unit tradisional. Krirteria penerimaan SCU biasanya
termasuk status kognitif orang tersebut, manifestasi perilaku demensia, dan
kemampuan fungsional. Jika status fungsional dan kondisi fisik penghuni
memburuk, orang tersebut biasanya dipulangkan dari SCU karena tidak mampu
berpartisipasi dalam program kelompok dan status fisik yang memburuk atau
kebutuhan perawatan fisik yang meningkat.
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan

2.2.1 Pengkajian

1. Data subyektif:
 Pasien mengatakan mudah lupa akan peristiwa yang baru saja terjadi.
 Pasien mengatakan tidak mampu mengenali orang, tempat dan waktu.
2. Data obyektif:
 Pasien kehilangan kemampuannya untuk mengenali wajah, tempat dan objek
yang sudah dikenalnya dan kehilangan suasana kekeluargaannya.
 Pasien sering mengulang-ngulang cerita yang sama karena lupa telah
menceritakannya.
 Terjadi perubahan ringan dalam pola berbicara; penderita menggunakan kata-
kata yang lebih sederhana, menggunakan kata-kata yang tidak tepat atau tidak
mampu menemukan kata-kata yang tepat.

2.2.2 Diagnosa

Diagnosa yang mungkin ditemukan pada pasien lanjut usia dengan masalah
kesehatan demensia adalah:

1. Kerusakan Memori dengan kode 00131


2. Hambatan Komunikasi Verbal dengan kode 00051
3. Defisit Perawatan Diri dengan kode 00131
4. Resiko Jatuh dengan kode 00155
2.2.3 Intervensi

No
Batasan karakteristik NOC NIC
Dx
1 1. Ketidakmampuan Setelah dilakukan tindakan 1. Stimulasi memori dengan
membuat ketrampilan keperawatan, kesadaran mengulangi pembicaraan secara
yang telah di pelajari klien terhadap identitas jelas diahir pertemuan dengan
2. Ketidakmampuan personal, waktu dan tempat pasien
mengingat informasi meningkat atau baik 2. Mengenali pengalaman
factual dengan indikator/ kriteria masa lalu dengan pasien
3. Ketidakmampun hasil: 3. Mennyediaakan gambar
mengimgat perilaku  Mengenal kapan klien untuk mengenal ingatannnya
tertentu yang pernah di lahir kembali
lakukan  Mengenal orang atau 4. Kaji kemampuan klien
4. Tidak mampu hal penting dalam mengenal sesuatu (jam hari
mengingat peristiwa  Mengenal hari bulan tannggal bulan tahun)
yang baru saja terjadi tahun dengan benar 5. Ingatkan kembali
5. Tidak mampu  Klien mampu pengalaman masa lalu klien
menyimpan informasi memperhatikan dan 6. Kaji kemampuan
baru mendengarkan dengan kemampuan klien memahami dan
6. Mudah lupa. baik memproses informasi

 Klien dapat menjawab


pertanyaan dengan tepat
 Klien mengenal
No
Batasan karakteristik NOC NIC
Dx
identitas diri dengan
baik
 Klien mengenal
identitas orang disekitar
dengan tepat
2 1. Disorientasi orang, Setelah dilakukan tindakan 1. Gunakan penerjemah jika
ruang, waktu keperawatan, klien diperlukan.
2. Kesulitan nmemahami mampu : 2. Berikan satu kata simpel saat
komunikasi  Berkomunikasi : bertemu (selamat pagi)
3. Menolak bicara penerimaan interpretasi 3. Dorong pasien untuk bicara
4. Tidak ada kontak mata dan ekspresi pesan perlahan.
5. Tidak bicara  Lisan, tulisan dan non 4. Dengarkan dengan penuh
6. Ketidak tepatan verbal meningkat perhatian berdiri didepan pasien
verbalisasi  Pengolahan informasi 5. Gunakan kartu baca, gambar, dan
7. Ketidakmampuan klien mampu untuk lain-lain.
menggunakan ekspresi memperoleh mengatur, 6. Anjurkan untuk berbicara dalam
wajah menggunakan informasi kelompok wisma.

 Mampu memanajemen, 7. Anjurkan untuk memberi

kemampuan fisik yang stimulus komunikasi

di miliki.
 Komunikasi ekspresif :
kesulitan berbicara,
ekspresi, pesan verbal
atau non verbal, yang
bermakna.
3 1. Ketidakmampuan Setelah dilakukan asuhan 1. Mandikan pasien dengan
membasuh tubuh keperawatan pada lansia tepat
2. Ketidak mampuan dengan defisit perawatan 2. Bantu pasien menyiapkan
No
Batasan karakteristik NOC NIC
Dx
mengakses kamar mandi diri selama, diharapkan handuk, sabun dan sampho di
3. Ketidak mampuan pasien dapat meningkatkan kamar mandi
mengambil perawatan diri selama 3. Dorong pasien untuk mandi
perlengkapan mandi. dalam perawatan, dengan sendiri
4. Ketidakmampuan kriteria hasil: 4. Berikan bantuan sampai
mengatur air mandi  Mengambil alat/ bahan pasien benar- benar mampu
5. Ketidakmampuan mandi merawat dirinya secara mandiri.
menjangkau sumber air  Mandi di bak mandi 5. Sediakan lingkungan yg
 Mandi dengan bersiram teraupetik dengan memastikan
dan menggunakan kehangatan, suasana rileks dan
sabun nyaman serta menjaga privasi

 Mencuci badan bagian pasien.

atas dan bawah


 Mengeringkan badan
menggunakan handuk
4 Faktor risiko: Dewasa: Setelah dilakukan tindakan 1. Mengidentifikasi defisit kognitif
1. Usia 65 tahun atau lebih keperawatan, diharapkan atau fisik yang dapat
2. Riwayat jatuh klien mmpu untuk: meningkatkan potensi jatuh
3. Tinggal sendiri  Gerakan terkoordinasi : dalam lingkungan tertentu.
4. Prosthesis eksremitas kemampuan otot untuk 2. Mengidentifiksi perilaku dan
bawah. bekerjasama secara faktor yang mempengaruhi resiko
Kognitif : gangguan volunter untuk jatuh.
fungsi kognitif melakukan gerakan 3. Mendorong pasien untuk
bertujuan. menggunakan tongkat atau alat
 Kejadian jatuh: tidak bantu berjalan.
ada kejadian jatuh. 4. Sarankan alas kaki yang aman
 Pengetahuan: (tidak licin).
pemahaman penjegahan 5. Dorong aktifitas fisik pada siang
No
Batasan karakteristik NOC NIC
Dx
jatuh. hari.(menyapu, menyiram bunga
 Pengetahuan: agar pasien tidak dapat waktu
kemampuan pribadi. untuk jalan).
6. Pasang palang pegangan
keselamatan kamar mandi.

2.2.4 Implementasi

Tindakan keperawatan (Implementasi) adalah kategori dari perilaku


keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil
yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan.
Implementasi mencakup melakukan, membantu, atau mengarahkan kinerja aktivitas
kehidupan sehari-hari, memberikan asuhan perawatan untuk tujuan yang berpusat
pada klien (Potter & Perry, 2005). Pelaksanaan keperawatan pada Demensia
dikembangkan untuk memantau tanda-tanda vital, melakukan latihan rentang
pergerakan sendi aktif dan pasif, meminta klien untuk mengikuti perintah
sederhana, memberikan stimulus terhadap sentuhan, membantu klien dalam
personal hygiene, dan menjelaskan tentang penyakit, perawatan dan pengobatan
Demensia.

2.2.5. Evaluasi

Menurut Craven dan Hirnle (2000) evaluasi merupakan keputusan dari


efektifitas asuhan keperawatan antara dasar tujuan keperawatan yang telah
ditetapkan dengan respon perilaku lansia yang tampilkan.

1. Penilaian keperawatan adalah mengukur keberhasilan dari rencana, dan


pelaksanaan tindakan keperawatan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan lansia,
maka beberapa kegiatan yang harus diikuti oleh perawat, antara lain:
a. Mengkaji ulang tujuan klien dan kriteria hasil yang telah ditetapkan,
b. Mengumpulkan data yang berhubungan dengan hasil yang diharapkan.
c. Mengukur pencapaian tujuan.
d. Mencatat keputusan atau hasil pengukuran pencapaian tujuan,
e. Melakukan revisi atau modifikasi terhadap rencana keperawatan bila perlu.
2. Evaluasi hasil: Evaluasi ini berfokus pada respons dan fungsi klien.
Respons perilaku lansia merupakan pengaruh dari intervensi keperawatan dan
akan terlihat pada pencapaian tujuan dan kriteria hasil. Cara membandingkan
antara SOAP (Subjektive-Objektive- Assesment-Planning) dengan tujuan dan
kriteria hasil yang telah ditetapkan.
- S (Subjective) adalah informasi berupa ungkapan yang didapat dari lansia
setelah tindakan diberikan.
- (Objective) adalah informasi yang didapat berupa hasil pengamatan,
penilaian, pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan
dilakukan.
- A (Assessment) adalah membandingkan antara informasi subjective dan
objective dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil kesimpulan
bahwa masalah teratasi, teratasi sebagian, atau tidak teratasi.
- P (Planning) adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan
berdasarkan hasil analisi.
BAB III

STUDI KASUS & PEMBAHASAN

3.1 Hasil studi kasus

Pada bab ini berisi rincian tentang studi kasus asuhan keperawatan lansia dengan
Demensia yang telah dilakukan pada Ny. F.P pada tanggal 25-28 Juni 2018 di Wisma
Teratai Upt. Panti penyantun lansia Budi Agung Kupang dengan Metode Wawancara.

3.1.1 Pengkajian

1. Data demografi
- Nama : Ny. F.P
- Umur : 67 tahun
- Jenis kelamin : Perempuan
- Agama : Kristen Protestan
- Suku : Timor
- Pendidikan : Tidak tamat SD
- Alamat : Jl. Rambutan No. 9 Oepura
2. Keluhan utama
Ny. F.P mengatakan sering lupa dan badan gatal-gatal sudah ±3 bulan dan sering
Lupa
3. Riwayat kesehatan
Keluhan Status kesehatan umum selama setahun terakhir mengalami gatal-gatal di
tangan kaki, Status kesehatan umum selama 5 tahun terakhir mengatakan
mengalami sakit badan contohnya demam,Keluhan utama saat ini : gatal-gatal di
kaki dan tangan, Klien tidak mengetahui tentang masalah kesehatan yang ia
hadapi Pola konsumsi makana Ny. F.P Makan 3 kali sehari , Pola istirahat tidur
Ny. F.P mengatakan dapat tidur setiap hari tanpa ada gangguan.Keluhan

4. Pemeriksaan fisik
Pasien mampu melakukan ADL,pasien mengalami gatal di kaki tangan dan tubuh
dan tampak kotor.
- Integumen : Ny F.P mengalami gatal-gatal (pruritus), terdapat perubahan
pigmentasi (warna kulit menjadi seperti bersisik ), terjadinya perubahan
tekstur kulit menjadi kasar.
- Kepala : tampak berambut putih, gunting rambut pendek karena tidak cuci
rambut. Rambut tampak kotor.
- Mata : dari hasil pengkajian didapatkan konjungtiva merah muda, sklera putih,
jika melihat jauh pandangan kabur, visus: 2/6
- Telinga : dari hasil pengkajian Pasien mengalami perubahan pendengaran
sehingga kemampuan pasien untuk mendengar menurun pada saat pengkajian
menggunakan tess rine menggunakan garputala penghantar udara lebih lama
dari pengantar tulang tetapi tidak sampai dua kali lebih lama, kemungkinann
besar pasien mengalami masalah pendengaran.
- Hidung : dari hasil pengkajian didapatkan hidung bersih, tidak ada luka atau
lessi, tidak ada masa.
- Mulut dan tenggorokan : tidak ada karien gigi karena sudah ompong.
- Leher : dari hasil pengkajian tidak ada kaku kuduk pada pasien tidak ada nyeri
tekan, benjolan atau masa pada leher, keterbatasan gerak, tidak ada
pembesaran kelenjar tiroid.
- Payudara : dari hasil pengkajian payudara tidak ada benjolan pada payudara,
tidak ada nyeri tekan, tidak ada bengkak, adanya perubahan puting susu
(payudara menyusut).
- Gastrointestinal : dari hasil pengkajian tidak ada hemoroid, tidak ada
perdarahan, rektum, peristaltik usus 24 kali/menit, napsu makan baik tidak ada
mual muntah.
- Kardiovaskuler : dari hasil pengkajian tidak didapatkan nyeri dada, sesak
napas, bunyi jantung normal.
- Genitalia : dari hasil pengkajian pasien sudah menopause, tidak ada nyeri
panggul, tidak adanya luka, tidak ada perdarahan.
- Perkemihan : BAB : 1 kali/ hari, tidak mengalami gangguan saat BAB, BAK
3-4 kali/ hari. Tidak ada nyeri saat berkemih.

Analisa data

No Data-data Masalah keperawatan


1. - DS: Ny. FP mengatakan tidak mengetahui Kerusakan memori (00131)
tanggal,waktu, bulan dan tahun, nama tempat
tidak tau mengatakan tinggal disini, pasien
tidak mengetahui kelurahan, kecamatan,
kabuapaten, dan provinsi.
- DO: Ny. F.P tidak dapat menjawab hari tanggal
waktu tahun. Pasien hanya Menjawab nama
saja. pasien tidak mampu mengenal jam,
hari,tanggal,bulan serta tahun. Untuk tempat,
kelurahan, kabupaten, dan provinsi tetapi lupa
nama kecamatan Ny. F.P megatakan tidak tau.
Pada fase registrasi, pasien mampu
menyebutkan 3 dari 3 objek yang disebutkan
petugas. Pada fase perhatian dan perhitungan,
pasien tidak mampu menjawab 5 pertanyaan
dari 5 pertanyaan pengurangan. Pada fase
mengingat kembali, pasien mampu
menyebutkan 1 dari 3 benda yang ditunjuk
petugas. Pada fase pengertian verbal, pasien
tidak mampu mengulang kata-kata yang
diucapkan petugas. Pada fase pengertian
verbal, pasien tidak mampu melakukan
perintah yang ditulis petugas. Pada fase
perintah tertulis, pasien tidak mampu
melakukan perintah yang ditulis petugas. Pada
fase menulis kalimat, pasien tidak mampu
menulis satu kalimat yang bermakna. Pada
fase menggambar kontruksi, pasien tidak
menirukan gambar yang diberikan petugas.
Kesimpulannya pasien memiliki kognitif
Berat.
2. - DS: Ny. F.P mengatakan lupa nama teman Hambatan komunikasi
sewisma, Ny. F.P mengatakan hanya verbal (00051).
mengenal wajah tapi lupa nama. Ny. F.P
mengatakan lupa masa lalu.
- DO: pasien tampak tidak ada kontak mata saat
berbicara, ketika ditanya menjawab dengan
cepat, ketika ditanya kadang tidak menjawab
pertanyaan, cepat bosan dengan pertanyaan
yang diberikan. Ny. F.P hanya menceritakan
hal yang sama yaitu ( suaminya di ambil
Yesus, dan tidak mau menikah jika di ajak
untuk bicara hanya menceritakan yang sama).
3. - DS: pasien mengatakan tidak mandi karena Defisit perawatan diri
dingin. mandi. (00108)
- DO: Ny. F.P mengeluh seluruh tubuhnya terasa
gatal- gatal. kulit pasien tampak kotor dan
bersisik,tampak pakaian pasien kotor dan
berbau, serta keaadan umum berantakkan,
pasien tampak mnenggaruk-garuk badan, dari
data pengasuh mengatakan Ny. F.P malas
mandi, jika mandi tidak dijaga hanya mencuci
muka, menggunakan sabun mandi untuk cuci
rambut, terlihat Ny F.P menggaruk-garuk
tubuhnya.

3.1.2 Diagnosa

Berdasarkan hasil analisa data maka dapat ditegakkan diagnosa keperawatan:

1. Kerusakan memori (00131)


2. Hambatan komunikasi visual (00051)
3. Difisit Perawtan diri mandi (00108)

3.1.3 Intervensi

No Dx NOC NIC
1 Setelah dilakukan tindakan 1. Mengenal kapan klien lahir ,
keperawatan selama 3x24 jam Mengenal orang atau hal penting.
kesadaran klien terhadap identitas 2. Mengenal hari bulan tahun
personal, waktu dan tempat dengan benar.
meningkat atau baik dengan 3. Klien mampu memperhatikan
indikator/ kriteria hasil: dan mendengarkan dengan baik.
- Mengenal kapan klien lahir, 4. Klien dapat menjawab
Mengenal orang atau hal pertanyaan dengan tepat.
penting 5. Klien mengenal identitas diri
- Mengenal hari bulan tahun dengan baik
dengan benar 6. Klien mengenal identitas orang
- Klien mampu disekitar dengan tepat
memperhatikan dan
mendengarkan dengan baik
- Klien dapat menjawab
pertanyaan dengan tepat
- Klien mengenal identitas
diri dengan baik
- Klien mengenal identitas
orang disekitar dengan
tepat.
2 Setelah dilakukan tindakan 1. Gunakan penerjemah jika
keperawatan selama 3 x 24 jam diperlukan
klien mampu : 2. Berikan satu kata simpel saat
- Berkomunikasi: penerimaan bertemu (selamat pagi)
interpretasi dan ekspresi 3. Dorong pasien untuk bicara
pesan, Lisan, tulisan dan perlahan
non verbal meningkat 4. Dengarkan dengan penuh
- Pengolahan informasi klien perhatian berdiri didepan pasien
mampu untuk memperoleh 5. Gunakan kartu baca, gambar,
mengatur, menggunakan dan lain-lain
informasi 6. Anjurkan untuk berbicara
- Mampu memanajemen dalam kelompok wisma
kemampuan fisik yang di 7. Anjurkan untuk memberi
miliki. stimulus komunikasi.
3 Setelah dilakukan asuhan 1. Mandikan pasien dengan tepat
keperawatan pada lansia dengan 2. Bantu pasien menyiapkan
defisit perwatan diri selama 3 X 24 handuk, sabun dan sampho di kamar
jam, diharapkan pasien dapat mandi
meningkatkn perawatan diri 3. Dorong pasien untuk mandi
selama dalam perawatan, dengan sendiri
kriteria hasil: 4. Berikan bantuan sampai pasien
- Mengambil alat/ bahan benar- benar mampu merawat
mandi dirinya secara mandiri.
- Mandi di bak mandi 5. Sediakan lingkungan yg
- Mandi dengan bersiram dan teraupetik dengan memastikan
menggunakan sabun kehangatan

- Mencuci badan bagian atas 6. Suasana rileks dan nyaman

dan bawah serta menjaga privasi pasien.

- Mengeringkan badan
menggunakan handuk.

3.1.4 Implementasi

No Dx Hari/tanggal Jam Implementasi


1 Rabu, 25 Maret 2020 09:00 1. Mengenalkan nama hari (senin
sampai sabtu), tanggal, tempat waktu
2. Memperkenalkan orang (nama)
memperkenalkan nama kita sendiri
3. Mengusahakan setiap hari
menanyakan nama apakah masih ingat
atau tidak
4. Menanyakan nama tempat ?
(Teratai)
5. Menanyakan apa yang dilakukan
sedari pagi tadi ?
2 Rabu, 25 Maret 2020 08:30 1. Memberikan salam terapeutik (selamat
pagi oma)
2. Menanyakan apa kabar
3. Menanyakan aktifitas tadi pagi untuk
mendorong komunikasi.
4. Mendengar cerita pasien.
5. Ketika disuruh untuk menunjuk gambar
pasien tidak menjawab dan ingin jalan
ke tempat tidur
6. Ketika ada teman wisma yang berbicara
dengan Ny. F.P langsung Ny. F.P tidak
menjawab dan berjalan meninggalkan
teman sewisma.
3 Rabu, 25 Maret 2020 08:15 1. Memandikan pasien dengan tepat
2. Membantu pasien menyiapkan handuk,
sabun dan sampho di kamar mandi
3. Memberikan dorongan pada pasien
untuk mandi sendiri
4. Memberikan bantuan sampai pasien
benar- benar mampu merawat dirinya
secara mandiri
5. Menyediakan lingkungan yg teraupetik
dengan memastikan kehangatan
6. Suasana rileks dan nyaman serta
menjaga privasi pasien.

3.1.5 Evaluasi

No Dx Hari/tanggal Evaluasi Paraf


1 Rabu, 25 Maret S: Pasien mengatakan hari rabu, tanggal
2020 tidak tau, jam 09.00, tahun tidak tau, nama
lupa, menyebutkan nama tempat teratai,
teman wisma lupa nama, mengatakan
kegiatan pagi menyapu.
O: pada saat dikaji ditanya jam dapat
menjawab yaitu jam 9, hari juga dapat
menjawab hari rabu, tanggal tidak tau,
tahun tidak tau menanyakan kembali
nama perawat Ny F.P mengatakan lupa,
nama teman sewisma pun lupa ketika di
tanya. Menanyakan peristiwa : menyapu,
ternyata pasien tidak bekerja/ menyapu.
A: masalah belum teratasi.
P : intervensi di lanjutkan.
2 Rabu, 25 Maret S: mengatakan malas untuk berbicara,
2020 hanya ingin tidur.
O: Ny. F.P terlihat tidak ingin untuk
bicara, hanya diam, kadang berbicara tapi
berbicar untuk membahas yang disenangi
Ny F.P, tidak ada kontak mata dengan
perawat, tampak menolak kehadiran
perawat.
A: masalah belum teratasi
P: intervensi dilanjutkan.
3 Rabu, 25 Maret S: pasien mengatakan sudah mandi pada
2020 pagi hari.
O: pasien tampak kotor, rambut kotor,
kepala bau, dan pengasuh mengatakan Ny
F.P belum mandi. Karena untuk kesadaran
mandi sendiri tidak ada, harus dijaga
untuk proses mandi.
A: masalah belum teratasi
P: intervensi dilanjutkan.
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Para ahli sepakat mendefinisikan dimensia sebagai gangguan fungsi kognitif


berupa kemunduran kemampuan intelektual hingga ke titik yang melemahkan fungsi
sosial dan pekerjaan. Hal ini disebabkan oleh faktor bio-psiko-sosial-religi. Prevalensi
yang mengalami gangguan ini selalu meningkat tiap 5 tahunnya dan negara-negara
maju memiliki potensi prevalensi yang lebih tinggi mengalami demensia
dibandingkan negara-negara berkembang. Hal ini disebabkan karena negara maju
memiliki harapan hidup yang lebih tinggi dibanding negara berkembang. Onset orang
yang mengalami gangguan ini cenderung pada orang-orang diatas usia 65 tahun, akan
tetapi tidak menutup kemungkinan jika seseorang bisa mengalami demensia saat
berusia masih muda. Pada kenyataannya sebagian besar dimensia ini dapat dicegah
atau diobati karena bersifat reversibel atau potensia reversibel bila terdeteksi dini dan
dilakukan penatalaksanaan yang tepat.

4.2 Saran

Pada saat pembuatan makalah Penulis menyadari bahwa banyak sekali kesalahan
dan jauh dari kesempurnaan.  Dengan sebuah pedoman yang bisa
dipertanggungjawabkan dari banyaknya sumber Penulis akan memperbaiki makalah
tersebut. Oleh sebab itu penulis harapkan kritik serta saran yang membangun
mengenai pembahasan makalah.
DAFTAR PUSTAKA

Gallo J. Joseph, Dkk. 1990.Buku saku: Gerontologi Edisi 2 Bahasa


Indonesia.Jakarta:EGC

Jaime L. Stockslager dan Schaeffer Liz.2008.Buku Saku: Asuhan Keperawatan


Geriatrik Edisi 2.Jakarta:EGC

2018.Karya Tulis Ilmiah: Asuhan Keperawatan Lansia Ny. F.P Dengan


Demensia di Wisma Teratai UPT Panti Sosial Penyantun Lanjut Usia Budi Agung
Kupang. Juli, Kupang.

https://www.academia.edu/30551833/LAPORAN_PENDAHULUAN_DEMENSI
A

https://www.academia.edu/22277701/ISI_DIMENSIA

Anda mungkin juga menyukai