Anda di halaman 1dari 15

TUGAS MAKALAH

“OBAT-OBAT ANTIKANKER”

DISUSUN OLEH :

FARMASI 18A

KELOMPOK 6

FARADIBAH ALI (201802020)

FENY FEBRIAN ADISTIRA (201802021)

FITRI IDAYANI (201802022)

FITRAH SRI RAMADHANI (201802023)

NAMA MATA KULIAH : FARMAKOLOGI II

DOSEN PENGAMPUH : HIJRAWATI AYU WIDYASARI, S. Farm., M. Farm.

STIKES PELAMONIA KESDAM VII/WRB

PROGRAM STUDI DIII FARMASI

MAKASSAR

2020
A. DEFINISI KANKER
Kanker adalah pertumbuhan jaringan yang baru sebagai akibat dari
proliferasi (pertumbuhan berlebihan) sel abnormal secara terus menerus yang
memiliki kemampuan untuk menyerang dan merusak jaringan lainnya. (Parwata
Made Ika Adi, 2014)
Kanker adalah segolongan penyakit yang ditandai dengan pembelahan sel
yang tidak terkendali dan kemampuan sel-sel tersebut untuk menyerang jaringan
bilogis lainnya, baik dengan pertumbuhan langsung dijaringan yang
bersebelahan (invasi) atau dengan migrasi sel ketempat yang jauh (Setiawan
Dharma Satria, 2010)
Kanker ialah suatu penyakit sel dengan ciri gangguan atau kegagalan
mekanisme pengatur multiplikasi dan fungsi hemoistasis lainnya pada
organisme multiseluler. (Gunawan Sulitia Gen, dkk, 2016)
Istilah oncology (Bhs Yunani berarti tumor) adalah ilmu yang mempelajari
tumor atau neoplasma. Seorang oncologist Inggris mengatakan : ”Neoplasma
adalah masa jaringan yang tidak normal, pertumbuhan yang tak terkendali dan
tidak terkontrol.” Pada kanker terjadi perubahan genetik yang diturunkan kepada
sel-sel kanker turunannya. Perubahan pada gen ini menyebabkan terjadinya
proliferasi sel yang tak terkendali dan tak terkontrol ( Parwata Made Ika Adi,
2014)

B. Fisiologi Sel Kanker


Fisiologi sel yang berubah akan tumbuh menjadi malignan, yang merupakan
penyebab terjadinya kanker. ciri-ciri dari sel kanker adalah:
1. Mempunyai sinyal pertumbuhan sendiri yang dapat memacu daur sel dan
tidak dapat dihentikan. Hal ini juga meningkatkan peningkatan pertumbuhan
yang tak terduga.
2. Tidak adanya program apoptosis (kemampuan melakukan program bunuh
diri), sehingga sel tersebut tidak pernah menua.
3. Sel menyebar ke jaringan lain yang disebut metastasis
4. Dapat mereplikasi diri sendiri tanpa batas (immortal)
5. Memiliki kemampuan untuk angiogenesis (pembentukan pembuluh darah
(Prata Fahreza Erdi)

C. Jenis – Jenis Kanker


Jenis-jenis kanker banyak sekali tapi secara umum dibagi menjadi 4
golongan utama yaitu :
1. Sarkoma Kanker ini tumbuh dari jaringan penyambung dan penyokong,
seperti tulang, tulang rawan, saraf, pembuluh darah, otot dan lemak. Contoh :
fibrosarkoma yang tumbuh diantara kulit dan tulang.
2. Karsinoma Kanker yang paling umum menyerang manusia, tumbuh dari
jaringan epitelial (jaringan bersel yang menutupi permukaan), seperti kulit dan
lapisan rongga dan organ tubuh, dan jaringan kelenjar, seperti jaringan
payudara dan prostat.Karsinoma dengan struktur berlapislapis yang
menyerupai kulit disebut sebagai karsinoma sel skuamosa (sel tanduk).
3. Adenokarsinoma Kanker yang paling umum menyerang manusia, tumbuh
dari jaringan epitelial (jaringan bersel yang menutupi permukaan), seperti kulit
dan lapisan rongga dan organ tubuh, dan jaringan kelenjar, seperti jaringan
payudara dan prostat.Karsinoma dengan struktur berlapis-lapis yang
menyerupai kulit disebut sebagai karsinoma sel skuamosa (sel tanduk).
( Parwata Made Ika Adi, 2014)

D. Mekanisme Kanker
Tahap-tahap mekanisme kanker yaitu sebagai berikut :
1. Tahap inisiasi
Merupakan tahap pertama terjadinya karsiogenesis atau pembentukan
tumor (neoplasma). Hal ini terjadi karena adanya mutasi DNA, sehingga pada
saat replikasi, sifat ini diturunkan ke sel anakannya.
2. Tahap promosi
Sel yang memiliki DNA mutasi terjadi pengulangan siklus sel tanpa
hambatan dan secara kontinu. Diteruskan dengan proses metastasis yang
melibatkan interaksi kompleks yang menyebabkan angiogenesis.
3. Tahap angiogenesis
Proses pembentukan pembuluh darah baru di dalam tubuh. Dalam
mekanisme kanker, angiogenesis dapat menjadi patologi yang diawali dengan
pada saat pembentukan pembuluh darah baru, sel-sel disekitar akan
dihancurkan.
4. Tahap progresif
Pada tahap ini DNA yang termutasi akan mengaktivasi gen-gen
pertumbuhan yang mengakibatkan pertumbuhan sel yang tidak normal.
Metastasis kanker terjadi akibat sel kanker yang menyebar dan terjadi
pembentukan tumor di tempat baru yang jauh dari sel kanker utama. Berbeda
dengan kanker non-metastasis, kanker ini tidak menyebar ke jaringan lain
namun tetap di sel kanker utama. (Prata Fahreza Erdi).

E. Faktor-faktor yang dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker


1. Bahan Kimia
Zat-zat yang terdapat pada asap rokok dapat menyebabkan berbagai
jenis kanker pada perokok dan perokok pasif (orang bukan perokok yang
tidak sengaja menghirup asap rokok orang lain) dalam jangka waktu Bahan
kimia untuk industry serta asap yang mengandung senywasa karbon dapat
meningkatkan kemungkinan seorang pekerja industry menderita kanker.
2. Penyinaran yang berlebihan
Sinar ultra violet yang berasal dari matahari dapat menimbulkan kanker
kulit. Sinar radio aktif, sinar X yang berlebihan atau sinar radiasi dapat
menimbulkan kanker kulit dan leukemia.
3. Virus
Beberapa jenis virus berhubungan erat dengan perubahan sel normal
menjadi sel kanker. Jenis virus ini disebut virus penyebab kanker atau virus
onkogenik.
4. Hormon
Hormon adalah zat yang dihasilkan kelenjar tubuh yang fungsinya adalah
mengatur kegiatan alat-alat tubuh dari selaput tertentu. Pada beberapa
penelitian diketahui bahwa pemberian hormone tertentu secara berlebihan
dapat menyebabkan peningkatan terjadinya terjadinya beberapa jenis kanker
seperti payudara, Rahim, indung telur dan prostat (kelenjar kelamin pria)
5. Makanan
Zat atau bahan kimia yang terdapat pada makanan tertentu dapat
menyebabkan timbulnya kanker misalnya makanan yang lama tersimpan dan
berjamur dapat tercemar oleh aflatoxin. Afloxin adalah zat yang dihasilkan
jamur Aspergillus Flavus yang dapat meningkatkan resiko terkena kanker hati.
(Prata Fahreza Erdi, 2010)

F. Gejala-gejala kanker
Adapun gejala-gejala kanker, yaitu :
1. Perubahan pada kebiasaan buang air kecil dan besar.
2. Sakit tenggorok yang tidak sembuh-sembuh.
3. Pendarahan yang tidak biasa.
4. Benjolan pada dada atau tempat lain.
5. Gangguan pencernaan atau kesulitan menelan.
6. Perubahan pada kutil atau tahi lalat.
7. Batuk yang membandel atau serak. ( Parwata Made Ika Adi, 2014)

G. Kinetika Siklus Sel


Keseluruhan proses pertumbuhan dan pembelahan sel hingga terjadi
poliferal disebut sebagai siklus proliferasi sel atau disingkat siklus sel. Secara
konvensional siklus sel dipandang sebagai satu rangkaian berurutan proses
molekuler dan selular. Dalam proses tersebut, materi genetik bereplikasi lalu
melalui proses mitosis di bagi ke dua buah sel anak yang baru dihasilkan. Sklus
sel dapat diabgi menjadi dua fase utama yang sama sekali berbeda secara
morfologis maupun biokimiawi : ‘fase M’ (fase mitosis, sel mitosis menghasilkan
dua sel anak dengan sifat genetic identic dengan sel induk) dan fase ‘fase S’
(fase sintesis DNA, di dalamsel terjadi replikasi DNA hingga bertambah satu kali
lipat). Kedua fase itu dipisah oleh fase G (gap), fase G1 (pra fase sintesis DNA)
berada sebelum fase S, di dalam sel terjadi sintesis RNA dan protein, sebagai
persiapan sintesis DNA fase S, sedangkan fase G2 (pasca fase sintesis DNA)
adalah persiapan berbagai protein dan perakitan strukturnya yang diperlukan
bagi pembelahan sel
Siklus sel dikendalikan oleh serangkaian protein yang disebut siklin (cylins)
disertai enzim kinase yang tergantung pada siklin (CDKs) dan inhibitor terhadap
enzim kinase yang tergantung pada siklin (CDKIs). Kompleks siklin/CDK memicu
proses siklus sel, khususnya dua pintu jaga (checkpoint) utama yaitu G1/S dan
G2/M, sedangkan CDKI sebaliknya menyebabkan kompleks siklin/CDK non
aktif, meregulasi negative urutan siklus sel. Semua protein tersebut adalah
produk dari berbagai gen regulator siklus se, misalnya gen RB (retinoblastoma)
dan gen p53 adalah gen inhibitor penting yang ikut meregulasi pintu jaga G1/S.

Jaringan tumor tumbuh cepat dari jaringan normal bukan karena waktu
siklus sel tumor memendek, melainkan karena tidak stabilnya genetika sel
tumor hingga regulasi siklus sel menjadi tak terkendali. Berbagai penelitian
atas tumor pada manusia menunjukkan sejumlah gen supresor tumor yang ikut
dlam regulasi silkus sel seperti p53, Rb1 dan CDKN2A dll mengalami mutsi
atau delesi, sedangkan sejumlah onkogen lain seperti CCNDI, CDC25B atau
KIP1, dll overaktif atau overekspresi. Perubahan tersebut menyebabkan siklus
sel tak terkendali, sel tumor berproliferasi cepat atau batas.
Dari segi kinetika siklus sel tumor, pertumbuhan tumor ditentukan oleh
terus membelahnya sel yang berada dalam siklus proferasi sel. Sel lain yang
berada di luar siklus proliferasi sel mencangkup sel dalam fase statis (G0), sel
berdiferensiasi dan menua, sel tak berdaya proliferasi. Jenis tumor berbeda
seringkali menunjukkan kinetika siklus sel berbeda pula. Hal ini dapat dilihat
dari beberapa parameter kinetika sel. Parameter Tersebut meliputi : fraksi
pertumbuhan (GF = growth fraction ; proporsi el berploferasi aktif dari total
massa sel), waktu penggandaan (DT = doubling time ; waktu yang diperlukan
volume tumorbertambah satu kali lipat), indeks pelabelan (LI = labeling index ;
proporsi sel fase S dengan inti terlabel oleh timidin-tritium 3H-TdR dari total
jumlah sel) dll. Pemeriksaan parameter ini dapat memahami kecepatan
pertumbuhan tumor dan kepekaannya terhadap obat.
Obat kemoterapi tertentu seperti golongan antimetabolite terhadap sel
dalam siklus proliferasi fase G1, S, G2, dan M lebih peka dibandingkan sel
dalam fase statis G0. Menurut perbedaan efek atas berbagai fase multiplikasi
sel, obat kemoterapi dapat dibagi menjadi dua golongan ; pertama adalah obat
non-spesifik terhadap siklus sel (CCNSA), dapat membunuh sel fase istirahat
maupun sel multiplikasi, yang lain adalah obat spesifik sel (CCSA) membunuh
sel multiplikasi lebih banyak dibanding sel statis, yang terakhir ini dapat dibagi
lagi menjadi spesifik fase tertentu dan non-spesifik fase tertentu.
Untuk membunuh lebih banyak sel kanker dalam fase siklus berbeda,
menurut teori kinetika sel, secara sering dipakai obat dengan mekanisme kerja
berbeda dalam kemoterapi kombinasi atau secara sekuensial memakai obat
obat yang tidak bergantung pada siklus sel dan obat yang bergantung pada
siklus sel (kemoterapi sekuensial). Juga dapat dipakai obat tertentu (VCR)
yang bekerja pada siklus tertentu (fase M), agar sebagian besar sel kanker
dihambat pada fase M, setelah sel kanker secara bersamaan masuk ke fase S
baru dipakai obat untuk fase siklus tersebut (missal, Ara-C) sehingga efek
mematikan tumor menjadi lebih besarm ini disebut sebagai kemoterapi
sinkronisasi. Selain itu, karena obat non spesifik siklus menunjukkan daya
sitoktoksik logaritmik terhadap se kanker mengikuti aturan kinetika orde
pertama, sering kali digunakan dosis tinggi satu kali mematikan sejumlah besar
sel kanker, sehingga memicu sel fase G0 memasuki sikus multiplikasi. Sel fase
G0 pada umumnya berbeda dalam fase statis yang tidak peka terhadap obat
kemoterapi, menjadi sumber residifnya tumor (Anwar Anita Deborah, dkk,
2013)

H. Cara Penanganan Kanker


1. Cara penanganan dikategorikan secara local atau sistemik
2. Pembedahan dan radiasi merupakan penanganan local karenanya bersifat
kuratif bila kanker terkolisasi. Pembedahan dan radiasi dapat digunakan
sebagai terapi paliatif.
3. Kemoterapi dan terapi biologi merupakan penanganan sistemik sehingga
cocok untuk penanganan penyakit metastatik. Terapi metastatic dapat
digunakan sebagai terapi juvan untuk membasmi penyakit mikrometastatik
yang mengiringi penanganan local atau sebagai terapi neoajuvan sebelum
pembedahan untuk mengecilkan tumor yang besar dan memungkinkan
pengambilan dengan operasi. (Anwar Anita Deborah, dkk, 2013)

I. Dampak Yang Diinginkan


1. Tujuan akhir adalah kesembuhan yang berarti bebas dari penyakit dan
harapan hidup sama seperti pada individu yang bebas kanker
2. Jika kesembuhan tidak mungkin dengan hanya kemoterapi, yang merupakan
kasus paling banyak untuk tumor padat, maka tujuannya adalah penurunan
tumor dan mencegah gejala yang terkait tumor dan mencegah gejala yang
terkait tumor.
3. Laju respon yang terkait dengan harapan hidup mengacu pada hilangnya
keseluruhan kanker selama paling tidak 1 bulan. Acuan respon persial adalah
penurunan minimal 50% ukuran tumor dan tidak ada bukti penyakit baru,
paling tidak selama satu bulan. (Anwar Anita Deborah, dkk, 2013)
J. Pengobatan Kanker
Adapun pengobatan kanker diantaranya adalah terapi. Dimana terapi kanker
ini terdiri atas operasi, radioterapi, dan terapi biologis serta beberapa metode
lainnya. Terapi operasi dan radioterapi dapat menjadi terapi kuratif kanker yang
bersifat local. Begitu timbul residif lokal, diseminasi dan metastasis jauh, operasi
dan radioterapi sering sulit mengendalikannya. Namun, berbeda dari terapi
operasi dan radioterapi, kemoterapi adalah metode terapi sistemik terhadap
kanker sistemik (missal leukemia, myeloma, limfoma, tumor trofoblas getasional,
dll) dan kanker dengan metastasis klinis ataupun subklinis. Walaupun
kemoterapi modern timbul sejak diperkenalkannya nitrogen mustar pada perang
dunia ke II dan hingga kini baru berjalan 50 tahun, karena jenis obat antikanker
bertambah dengan pesat, hingga kini yang sudah dapat digunakan secara klinis
mencapai 70 jenis lebih dan kanker yang sudah dapat disembuhkan kemoterapi
mencapai 10 jenis lebih. Selain itu, sebagian kanker lainnya, meskipun tidak
dapat disembuhkan kemoterapi namun survivalnya dapat diperpanjang. Kanker
jenis ini termasuk kanker payudaya, kanker prostat, neuroblastoma, kanker
kepala leher, leher Rahim, dll. (Anwar Anita Deborah, dkk, 2013)

K. Tujuan Kemoterapi
Kemoterapi memiliki beberapa tujuan berbeda, yaitu :
1. Kemoterapi kuratif
Terhadap tumor sensitive yang kurabel, missal leukemia limfositik akut,
limfoma maliga, kanker testes, karsinoma sel kecil paru, dapat dilakukan
kemoterapi kuratif. Kemoterapi kuratif ini harus memakai formula kemoterapi
kombinasi yang terdiri atas obat dengan mekanisme kerja berbeda, efek
toksik berbeda dan masing-masing efektif bila digunakan tersendiri, diberikan
dengan banyak siklus, untuk setiap obat dalam formula tersebut diupayakan
memakai dosis maksimum yang dapat ditoleransi tubuh, masa interval
sedapat mungkin diperpendek agar tercapai pembasmian ktotal sel kanker
dalam tubuh.
2. Kemoterapi adjuvant
Kemoterapi ini adalah kemoterapi yang dikerjakan setelah operasi radikal.
Pada dasarnya ini adalah bagian dari operasi kuratif. Karena banyak tumor
pada waktu pra-operasi sudah memiliki mikrometastasis di luar lingkup
operasi, maka setelah lesi primer dieksisi, tumor tersisa akan tumbuh
semakin pesat, kepekaan terhadap obat bertambah. Pada umumnya tumor
bila volume semakin kecil, ratio pertumbuhan semakin tinggi, terhadap
kemoterapi semakin peka. Bila tumor mulai diterapi semakin dini, semakin
sedikit muncul sel tahan obat. Oleh karena itu, terapi dini terhadap mikro-
metastasis akan menyebabkan efentivitas meningkat, kemungkinan
resistensi obat berkurang, peluang kesembuhan bertambah.
3. Kemoterapi neonadjuvan
Kemoterapi neoadjuvant adalah kemoterapi yang dilakukan sebelum
operasi atau radioterapi. Kanker terlokalisir tertentu hanya dengan operasi
atau radioterapi 2-3 siklus dapat mengecilkan tumor, memperbaiki pasokan
darah, berguna bagi pelaksanaan operasi dan radioterapi selanjutnya. Pada
waktu bersamaan dapat diamati respons tumor terhadap kemoterapi dan
secara dini menterapi lesi metastatic subklinis yang mungkin terdapat.
Krenakemoterapi adjuvant mungkin menghadapi resiko jika kemoterapi tidak
efektif peluang operasi akan lenyap, maka harus memakai regimen
kemoterapi dengan cukup bukti efektif untuk lesi stasium lanjut.
4. Kemoterapi paliatif
Kebanyakan kanker dewasa ini seperti kanker bukan sel kecil paru,
kanker hati, lambung, pancreas, kolon, dll. Hasil kemoterapi masih kurang
memuaskan. Untuk kanker seperti itu dalam stadium anjut kemoterapi masih
bersifat paiatif, hanya dapat berperan mengurangi gejala, memperpanjang
waktu survival. Dalam hal ini dokter harus mempertimbangan keuntungan
dan kerugian yang yang dibawa kemoterapi pada diri pasien, menghindari
kemoterapi yang terlalu kuat hingga kualitas hidup pasien menurun atau
memperparah perkembangan penyakitnya.
5. Kemoterapi investigative
Kemoterapi ini merupakan uji klinis dengn regimen kemoterapi baru atau
obat baru yang sedang diteliti. Untuk menemukan obat atau regimen baru
dengan efektifivitas tinggi toksisitas rendah, penelitian memang diperlukan.
Penelitian harus memiliki tujuan yang jelas, rancangan pengujian yang baik,
metode observasi dan penilaian yang rinci, dan perlu secara ketat mengikuti
prinsip etika kedokteran. Kini sudah terdapat aturan baku kendali mutu,
disebut ‘’Good Clinical Practice’’ (GCP). (Anwar Anita Deborah, dkk, 2013)

L. Obat - Obat kemoterapi


Menurut asal obat, struktur kimia dan mekanisme kerjanya obat dibagi
menjadi 7 golongan, yaitu :
1. Alkilator
Obat alkilator memiliki gugus alkilator yang aktif, dalam kondisi
fisiologis dapat membentuk gugus elektrofilik dari ion positif karbon, untuk
menyerang lokus kaya electron dari makromolekul biologis. Akibatnya
dengan berbagai gugus nukleofilik termasuk gugus yang secara biologi
penting seperti gugus fosfat, amino, tiol, dan imidazole, dll membentuk
ikatan silang secara langsung dengan N radikal basa guanine atau N
adenine dari molekul DNA atau pembentukan ikatan silang antara molekul
DNA dan protein, hingga struktur sel rusak dan sel mati. Obat yang
termasuk dalam golongan ini diantaranya siklofosfamid (CTX), ifosfamid
(IFO), klorambusil (CB1 48), melfalan, dll,
2. Antimetabolit
Obat golongan ini terutama mengusik metabolisme asam nukleat
dengan mempengaruhi sintesis DNA, RNA, dan makromolekul
protein.Adapun contoh obatnya yaitu Metokreksat (MTX) yang
menghambat enzim dihidrofolat reduktasi sehingga produksi tertrahidrofolat
terhambat, akhirnya menghambat sintesis DNA. Setelah pemberian dosis
super besar MTX dalam 6-24 jam diberikan pertolongan (rescue)
leukovorin (CF), dapat membuat sel tumor, terutama sel tumor sistem saraf
pusat terbasmi relative besar sedangkan rudapaksa jaringan normal
berkurang. Ini merupakan dasar terapi MTX dosis besar dan pertolongan
leukovorin (HDMTX-CFR) merkaptopurin (6MP) dan tiguanin (6 TG) dapat
memutuskan perubahan hipoxantin menjadi asam adenilat hingga
menghambat sintesis asam nukleat. Fluorourasil dalam tubuh berubah
menjadi fluoro-deoksiuridin (FdUMP) yang menghambat enzim timidilat
sintase, memutus perubahan deoksiuridin menjadi timidin mengusik
biosintesis DNA.

3. Golongan Antibiotik
Aktinomisin D (Act-D), daunorubisin, adriamisin (ADR), epirubisin,
pirarubisin (THP), idarubisin, mitoksantron (novantron) dan obat lain
menyusup masuk ke pasangan basa di dekat rantai ganda DNA,
menimbulkan terpisahnya kedua rantai DNA, mengusik transkripsi DNA
dan produksi mRNA. Adriamisin liposom (Doxil) menggunakan teknologi
lipososm fosfolitipit 2 lapis dari selubung mikrosfer polietilen gliserol
(teknologi polimerisasi Stealth), menghindari bocornya obat dan
pengenalan oleh sistem imun, menjamin kadar adriamisin dalam plasma
rendah stabil dalam jangka panjang mengurangi kardiotoksisitas
meningkatkan efektifitas. Bleomisin secara langsung menimbulkan
fragmentasi rantai tunggal DNA mitomisin (MMC) dan DNA membentuk
ikatan silang keduanya berefek sama seperti alkilator.

4. Inhibitor Protein Mikrotubuli


Alkaloid dari tumbuhan jenis Vinca, seperti vinblastine (VLB), vinkristin
(VCR), vindesin (VDS) maupun navelbin terutama berikatan dengan protein
mikrotubul inti sel tumor, menghambat sintesis dan polimerasi mikrotubul,
sehingga mitosis berhenti pada metaphase, replikasi sel terganggu. Obat
anti tumor baru, taksol, taksoter dapat memacu dimerisasi miksotubul dan
mrnghambat depolimerasinya sehingga langkah kunci pembentukan
spindle pada mitosis terhambat. Efeknya kebalikan dari vinkristin tapi hasil
akhirnya sama yaitu mitosis sel tumor terhenti.

5. Inhibitor Topoisomeras
Alkaloid dari Camptotheca acuminate, irinotecan dan topotekan
terutama berefek menghambat topoiso merase I, menghambat pertautan
kembali rantai setelah saling berpisah waktu replikasi DNA, sehingga rantai
ganda DNA terputus. Podofilotoksin seperti etoposide (VP-16) dan teniposit
(VM-26) berefek menghambat enzim topoisomerase II, juga menghambat
replikasi dan sintesis DNA.
6. Golongan Hormon
Hormon seperti estrogen, progesterone, testosterone, dll berikatan
dengan reseptor yang sesuai intrasel memacu pertumbuhan tumor tertentu
yang bergantung pada hormone seperti karsinoma mamae, karsinoma
prostat. Penyekat reseptor termasuk antiestrogen seperto tamoksifen,
toremifen, dll dan anti endrogen seperti flutamit masing-masing dapat
berikatan secara kompetitif dengan reseptor yang sesuai dalam sel tumor
digunakan untuk terapi karsinoma payudara dan karsinoma prostat. Zat
sejenis LH-RH, melalui stimulasi produksi FSH dan LH secara umpan balik
negative akhirnya menyebabkan gagal fungsi ovarium,, efeknya serupa
dengan kastrasi ovarium nonoperatif, secara klinis dapat digunakan untuk
terapi karsinoma mamae dan karsinoma prostat. Sediaan jenis ini terutama
adalah zoladex, dan Lupron. Selain itu, inhibitor aromatase
(aminoglutetimid, formestran, letrozol, arimidex, dll) terutama menghambat
aromatisasi cincin A testoteron menjadi estradiol, menghambat sintesis
hormon steroid korteks adrenal, dapat dipakai untuk terapi karsinoma
payudara pasca menopause.

7. Golongan Target Molekuler


Obat tertuju target molekul yang sudah ada atau sedang dalam
penggunaan klinis adalah gleevec (Ima-tinib) dengan target BCR/ABL
untuk terapi leukemia granulositik kronik, juga bias untuk terapi tumor
stromal gastrointestinal (GIST) yang mengekspresikan C-Kit atau PDEGR.
Mabtera (Rituximab) untuk terapi limfoma sel B folikular yang
mengekspresikan CD20. Transtuzumab (Herceptin) untuk terapi karsinoma
payudara yang overekspresikan HER2. Gefitinib (Iressa) dengan target
EGFR untuk terapi karsinoma non sel kecil paru. C225 (Cetuximab,
Erbitux) untuk terapi karsinoma usus dan karsinoma kepala dan leher.
Erlotinib (Tarceva) yan gmenghambat aktivitas HER1 EGFR-TK. Dan
befacizumab (Avastatin) yang berikatan dan menetralisasi aktivitas VEGF.
Dari obat-obat ini, ada yang beupa senyawa molekul kecil, ada yang
antibody monoclonal (mencakup antibody mozaik manusia-tikus, antibody
antropogenisasi). (Anwar Anita Deborah, dkk, 2013)

M. Efek Toksik Obat Antikanker


1. Efek Toksik Jangka Pendek
a. Depresi Sumsum Tulang
Depresi sumsum tulang merupakan hambatan terbesar kemoterapi.
Adapun obat yang dapat menimbulkan depresi sumsum tulang tertunda
selama 6-8 minggu yaitu Obat golongan nitrosourea (BCNU, CCNU, dan
Me-CCNU) dan prokar bazin. Depresi sumsum tulang yang parah dapat
menyebabkan timbulnya infeksi, septicemia dan hemoragi visera. Dan
oeh karena itu, memperkuat terapi penunjang sistemik, kebersihan
lingkungan, hygiene oral dan perawatan yang baik dapat mengurangi
timbulnya komplikasi.
b. Reaksi gastrointestinal
Banyak obat antitumor sering menimbulkan mual, muntah dengan
derajat bervariasi. Diantaranya dosis tinggi DDP, DTIC, HN2, Ara-C, CTX,
BCNU menimbulkan mual muntah yang hebat. Pemberian penyekat
reseptor 5-hidroksitriptamin 3 (5-HT 3), seperti ondansentron,
granisentron, tropisentron, ramosentron, azasentron, dll. Dapat mencegah
dan mengurangi kejadiannya, mual, muntah. 5 FU , MTX, bleomisin,
adriamisin dapat menimbulkan ulserasi mukosa mulut, selama kemoterapi
harus meningkatkan perawatan hygiene oral.
c. Rudapaksa Fungsi Hati
Rudapaksa fungsi hati terutama disebabkan oleh MTX, 6MP, 5FU,
DTIC, VP-16, asparagine, dll. Peninggian biliburin, ALK mempengaruhi
ekskresi obat golongan antrasiklin (missal, adriamisin) dan golongan
vinka alkaloid. Berdasarkan tingkat keparahan rudapaksa fungsi hati perlu
dilakukan penyesuaian dosis obat. Perlu perhatian khusus, bahwa obat
kemoterapi menyebabkan infeksi virus hepastitis laten memburuk tiba-tiba
menimbulkan nejrosis hati akut atau subakut (hepatitis berat)
d. Rudapaksa Fungsi Ginjal
Dosis tinggi siklofosfamid, ifosfamid dapat menimbulkan sistisis
herogaik, penggunaan bersama merkaptoetan sulfonate (mesna) dapat
menghambat pembentukan metabolit aktifnya, akrilaldehid, mencegah
terhadinya sistitis hemoragik. Dosis tunggi MTX yang diekskresi lewat urin
dapat menyumbat duktuli renalis hingga menimbulkan oliguri, urenia.
Untuk menjamin keamanan harus dilakukan serentak hidrasi, alkalinisasi,
pertolongan CF atau memantau konsentrasi MTX darah.
e. Kardiotoksisitas
Adrimiamisin, danurobisin, dapat menimbulkan efek kardiotiksik
terutama efek kardiotoksik terutama efek kardiotoksik kumulatif. Dosis
total adriamisin harus dikendalikan 550 mg/m2 bila dipakai tunggal, dan
4500 m/m2 bila dalam kemoterapi kombinasi. Pada pasien dengan EKG
abnormal atau infusiensi jantung, perlu pemantauan jantung selama
terapi. Epirubisin, pirararubisin, mitoksantron memiliki kardiotoksisitas
yang lebih ringan. Obat lain-lain seperti takson, herseptin juga berefek
kardiotoksin. Penggunaan obat-obat tersebut sedapat mungkin tidak
bersamaan dengan radioterapi daerah precordial
f. Pulmotoksisitas
Penggunaan jangka panjang bleomisin, busulfan (Myleran) dapat
menimbulkan fibrosis kronis paru, secara klinis harus mengendalikan
dosis totalnya. Obat baru dengan target molecular Iressa dapat
menimbulkan pneumonitis interstisial, sebagian fatl, harus diwaspadai
g. Neurotoksisitas
Vinkristin, ciplastin, oksaliplatin, taksol dll dapat menimbulkan
perineuritis. Dosis tunggal VCR ( ≤ 2 mg) dan dosis total oksaliplatin (≤
800 mg/m2) harus ditaati benar. Untuk mengurangi neurotoksisitas
oksalilatin, sewaktu terapi hindari minum air dingin dan mencuci tangan
dengan air dingin
h. Reaksi alergi
Bleomisin, asparagine, taksol, taksotere, dll dapat menimbulkan
menggigil, demam, syok anafilaktik, udem. Untuk mencegah dan
mengurangi reaksi demikian, sebelum memakai bleomisin dapat minum
indometasin. Terhadap asparaginase perlu pengujian reaksi alergi,
sebelum memakai taksol perlu diberikan deksametason, difenhidramin,
simetidin (atau ranitidine). Sebelum dan setelah terapi taksorere diberikan
deksametason 3-5 hari, selain itu, VM-26, Ara-C, gemsitabin juga dapat
menimbulkan reaksi serupa, dapat dilakukan tindakan yang sesuai untuk
mencegah dan mengatasinya.
i. Lainnya
Obat sejenis adriamisin, taskol VP-16, CTX, Act-D, 5-FU dll dapat
menimbulkan alopesia, mellanosis dengan derajat bervariasi, biasnya
dapat pulih spontan setelah obat diberhentikan. Infus kontinu 5-FU,
xeloda peroral dapat menimbulkan sindroma tangan-kaki (eritroderma
palmar-plantar), dengan manifestaso telapak tangan dan kaki nyeri,
bercak merah, bengkak, eksudasi, deskuamasi, ulserasi, dll harus segera
mmengontrol dosis obat.
j. Efek Toksik Lokal
Umumnya obat antikanker bersifat iritasi kuat, missal HN2, ADR,
MMC, NVB, dll. Sering menimbulkan tromboflebitis bervariasi pada pasien
yang berulang menerima obat sebaiknya melalui kateter yang dipasang
ke vena sentral atau vena dalam. Bila terjadi ekstravasasi obat-obat itu
keluar vena dan menimbulkan nekrosis jaringan local. Ektravasasi mostar
nitrogen dapat segera diatasi dengan infiltrasi local M/6 natrium tiosulfat
untuk mengurangi efek toksiknya. Ekstravasasi obat lain harus segera
diatasi dengan isolasi local memakai prokai 0,25%.

2. Efek Toksik Jangka Panjang


a. Karsinogenisitas
Beberapa obat antitumor seperti HN2, prokarbazin, melfalan, dll
beberapa bulan atau tahun setelah digunakan meningkatkan peluang
terjadinya tumor primer kedua
b. Infertilitas
Umumnya obat antikanker dapat menekan fungsi spermatozoa dan
ovarium hingga timbul penurunan fertilitas. Anak dalam masa
pertumbuhan harus menghindari overterapi. (Anwar Anita Deborah, dkk,
2013)
N. Penggunaan Obat Secara Rasional
Dalam keadaan biasa, kemoterapi sistemik menggunakan jalur intravena,
Obat antimetabolite tertentu seperti 5-FU dengan pemberian brulang
berkelanjutan jangka panjang intravena dapat dengan jelas menurunkan
toksisitas sehingga kemungkinan pemakaian dosis lebih besar hingga efektivitas
meningkat. Obat lain seperti etoposide (VP-16) dengan dosis kecil per oral
hasilnya tidak kalah dibandingkan dosis lebih besar melalui drip intravena, dapat
digunakan untuk kaker sel kecil dan limfoma stadium lanjut pada pasien lansia
bertubuh lemah. Pasien dengan efusi maligna dapat diberikan obat intrakavital,
yang sering dipakai adalah cisplatin, karboplatin, mitomisin, mostar nitrogen,
bleomisin, tiotepa, dll. Untuk meningkatkan dosis obat dan pada waktu
bersamaan mengurangi absorspi obat intrakavital yang berakibat toksisitas
sistemik, maka sewaktu menyuntikkan obat dosis tinggi intrakavital (isal DDP
100-150 mg/m2), secara bersamaan diberikan drip intravena natrium tiosulfat
(12 g/m2) untuk detoksifikasi. Metode ini disebut kemoterapi 2 jalur. Adakalanya
terhadap tumor terlokalisir untuk meningkatkan kadar obat setempat dapat
dilakukan intervensi infus obat intra-arteri (kateterisasi), misalnya intervensi
trans-arteri pada hepatoma, kanker kepala leher diketeter lewat arteri karotis
eksterna, dll. Obat yang dapat dipilih termasuk fluorourasil, epirubisin, adriamisin
cisplatin, mitomisin, dll. Selain itu untuk mencegah invasi sistem saraf pusat oleh
leukemia limfosititik akut atau lomfoma non-hodgkin, injeksi intradural
metotreksat dan sitarabin merupakan metode yang efektif.
Hryniuk dan Evin dkk, berpendapat intensitas dosis obat merupakan factor
penting efektivitas obat. Peningkatan intensitas dosis selain meningkatkan
efektivitas obat. Peningkatan intensitas dosis selain meningkatkan efektivitas
juga membawa efek toksik lebih besar, termasuk mual, muntah hebat, demam,
pendarahan, dll. Terapi penunjang sistemik, seperti kebersihan lingkungan,
hygiene oral, asuh perawatan yang baik dapat mengurangi kejadian koplikasi.
Faktor stimulasi koloni sel hematopoietic (G-CSF dn GM-CSF) dapat mencegah
dan mengatasi penurunan neutrophil akibat kemoterapi yang dapat
menimbulkan infeksi sekunder. Penggunaan kombinasi ruang beraliran udara
laminar, cangkok sumsum tulang (BMT = Bone Marrow Transplantation) atau
cangkok sistem sel darah tepi (PBPCT = Peripheral Blood Progenitor Cell
Transplantation) serta penggunaan sesuai berbagai factor pembiak sel
hematopoietic dan tindakan lain penunjang sistemik menjamin pelaksaan
kemoterapi dosis super besar, meningkatkan angka survival leukemia, limfositik
akut refrakter dan limfona non-Hodgkin serta efektivitas terapi tumor peka
kemoterapi tertentu. Belakangan ini ditemukan penggunaan zat penyekat
reseptor 5HT3 tertentu seperti ondansentron, granisetrin, dll, dapat mecegah
dan mengobati mual, muntah. Zat protector radiasi nuklir amifostin berefek
membersihkan radikal bebas oksigen sehingga dapat mengurangi secara jelas
toksisitas sumsum tulang, ginjal, saraf, kardiotoksisitas akibat obat antikanker,
dan menjadi sitoprotektor mengurangi nevrotoksisitas akibat cisplatin. (Anwar
Anita Deborah, dkk, 2013)
O. Mengatasi Resistensi Obat
Resistensi obat merupakan sebab utama kegagalan kemoterapi. Penyebab
timbulnya resitensi obat bervariasi, obat berbeda memiliki mekanisme berbeda.
Pada tahun 1979 gildie dan Codman mengemukakan model matematik tentang
sifat resistensis obat beranggapan semakin besar ukuran tumor, jumlah
multiplikasi semakin banyak, jumlah sel resiten obat juga semakin nayak, tapi
tidak berkaitan dengan obt yang dipakai. Kemoterapi harus sedini mungkin
digunakan, paling baik secara bergantian menggunakan dua set regimen
kemoterapi yang sama efektif tetapi tidak memiliki sifat resistensi obat silang,
misalnya untuk terapi penyakit Hodgkin memakai MOPP/ABVD, untuk kanker
kecil paru memakai PE.CAV secara bergantian dapat mengurangi resistensi
obat, meningkatkan efektivitas terapi. Resistensi obat lain yang menarik
perhatian adalah resistensi obat berganda (multiple drug resistance, MDR). Sel
kanker setelah kontak dengan satu jenis obat anti kanker, timbul sifat resistensi
terhadap berbagai jenis obat antikanker lain dengan struktur yang jelas berbeda
dan prinsip kerja berbeda. Sifat resistensi obat silang berganda ini sering terjadi
pada berbagai bahan obat alami seperti anatara golongan alkaloid tumbuhan
dan antibiotik. Kemungkinan ditimbulkan oleh overekspresi gen resisten obat
berganda (MDR1) yang mmenyebabkan bertambahnya glikoprotein GP-170
membran sel kanker.
Kesimpulannya, sebagai salah satu metode terapi, kemoterapi kanker
semakin luas dimanfaatkan. Berkombinasi dengsn operasi dan radioterapi telah
menolong banyak pasien kanker terasuk yang berada dalam stadium lanjut.
Meskipun demikian, pada saat ini masalah kemoterapi termasuk kurang
banyaknya pilihan, timbulnya resistensi obat dan toksisitas dan lainnya telah
menghambat perkembangannya. Dengan terus bermuculannnya obat antikanker
dengan efektivitas tinggi dan toksisitas rendah, penelitian mendalam terhadap
supresor onkogen dan gen resistensi obat serta ekspresi molekularnya,
bermunculannya teknologi terapi baru, kemoterapi akan dapat menjadi
armamentarium kuat bagi umat manusia mengalahkan kanker. (Anwar Anita
Deborah, dkk, 2013)
DAFTAR PUSTAKA

Anwar Anita Deborah, dkk, 2013. Bandung Controversies and Consensus in


Obstetrics & Gynecology. Bandung : Universitas Padjajaran.
Gunawan Sulitia Gen, dkk, 2016. Farmakologi dan Terapi. Jakarta : Universitas
Indonesia.
Parwata Made Ika Adi, 2014. Kanker dan Antikanker. Denpasar : Universitas
Udayana.
Prata Fahreza Erdi. 2010. Review : Senyawa Aktif Antikanker dari Bahan Alam dan
Aktivitasnya. Bandung : Universitas Padjajaran.
Setiawan Dharma Satria, 2010. The Efect Of Chemotherapy In Cancer Patient to
Anxiety. Lampung : Universitas Lampung.

Anda mungkin juga menyukai