Anda di halaman 1dari 15

BORANG PORTOFOLIO KEGAWATDARURATAN

No. ID dan Nama Peserta:dr. Halik Alif H.


No. ID dan Nama Wahana:RS Tk. II Pelamonia Makassar
Topik: HHD
Tanggal (Kasus): 7 Maret 2020
Nama Pasien: An HI No. RM: 663249
Tanggal Presentasi: 2 Juni 2020 Pendamping: dr. Asniwati
Tempat Presentasi: RS Tk. II Pelamonia Makassar
Objek Presentasi:
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi:
Seorang laki-laki, usia 50 tahun datang ke UGD dengan keluhan sakit kepala dan leher
terasa tegang sejak 1 hari SMRS.

Tujuan: Menegakkan diagnosis kasus dan memberikan terapi sesuai kompetensi serta
melakukan rujukan yang tepat
Bahan Tinjauan Riset Kasus Audit
Bahasan: pustaka
Cara Diskusi Presentasi dan e-mail Pos
Membahas: diskusi

Data Pasien: An HI No. Registrasi: bpjs


Nama Klinik: IGD
Data Utama Untuk Bahan Diskusi:
Pasien datang dengan keluhan leher tegang sejak 1 hari SMRS. Keluhan dirasakan
muncul terus menerus sepanjang hari. Nyeri kepala (+)., Pusing (+)
Keluhan nyeri ulu hati (+), mual (-), muntah (-), sesak (-).

Riwayat Pengobatan:

Riwayat Kesehatan/Penyakit: Riwayat hipertensi tidak terkontrol


Riwayat Keluarga: -
Riwayat Pekerjaan/Kebiasaan: -
Daftar Pustaka:
1. 1 Panggabean, Marulam. Penyakit jantung hipetensi, Dalam: Sudoyo AW, Setyohadi
B, Alwi I, et all, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jakarta:Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006.p.1654-
55.
2. 2. Miller. Hypertensive heart disease-treatment. (Serial Online: Desember 2008).
Available from: http://www.umm.edu/ency/article/000153.htm.       accessed at Desember 3,
2008
3. Riaz, Kamran. Hypertensive heart disease. (Serial Online: Desember 2008). Available
from: http://www.emedicine.com/MED/topic3432.htm.  Accessed at Desember 3, 2008
4. Baim, Donald S. Hypertensive vascular disease in: Harrison’s Principles of Internal
Medicine. 7th Ed. USA. The Mcgraw-Hill Companies, Inc. 2008. p. 241
5. Price SA, Wilson LM. Fisiologi sistem kardiovaskular, Dalam: Patofisiologi Konsep

1
BORANG PORTOFOLIO KEGAWATDARURATAN

Klinis    Proses-Proses Penyakit. Jakarta:EGC; 2006.p.530-543.


6. Yogiantoro, mohammad. Hipertensi esensial, Dalam: Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi
I, et all, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jakarta:Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006.p.610-
614.
7. Mansjoer, Arif, dkk. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid I. Jakarta: Media
Aesculapius FK UI: 2001. H. 441-442
8. Katzung, betram.Farmakologi dasar dan klinik.Edisi VI. Jakarta : EGC. 1997. h. 245
9. Robbins, S.L, Kumar, V. Buku Ajar Patologi. Edisi ke-4. Jakarta : EGC. 1995. h.45
10. Robbin, SL, Kumar, V, Cotran, RS. Dasar Patologi Penyakit. Edisi ke-5. Jakarta:
EGC. H.322-323

Hasil Pembelajaran:
1. Mengetahui pengertian HHD
2. Memberikan penanganan awal pada pasien dengan HHD
3. Melakukan konsul ke dokter spesialis Jantung untuk penanganan lebih lanjut.

2
BORANG PORTOFOLIO KEGAWATDARURATAN

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio


1. Subjektif
Pasien datang dengan keluhan leher tegang sejak 1 hari SMRS. Keluhan dirasakan
muncul terus menerus sepanjang hari. Nyeri kepala (+)., Pusing (+)
Keluhan nyeri ulu hati (+), mual (-), muntah (-), sesak (-).

2. Objektif
Pemeriksaan Fisis
 Keadaan umum: Tampak sakit sedang, compos mentis
 GCS 15 (E4M6V5)
 TD: 180/100 mmHg, HR : 89 x/menit, RR = 18 x/menit, T = 37.8 0C
 Pemeriksaan regional:
 Kepala:
Bentuk normosefal, wajah simetris, edema (-)
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-)
pupil isokor ref(lex cahaya +/+
Telinga : simetris, bentuk normal
Hidung : deviasi septum (–) secret (–)
Mulut : bibir kering,
Tonsil : T1/T1 hiperemis (–)
 Leher : Tidak ada pembesaran KGB
 Thorax : Bentuk normal, pergerakan simetris,VBS ka=ki, Ronkhi -/- Wheezing -/-
Jantung : S1, S2 normal, regular, Murmur (–) Gallop (–)
 Abdomen: Perut datar, Bising usus (+) normal. Nyeri tekan epigastrium (-). Hepar
dan lien tidak teraba. Perkusi timpani
 Genitalia: Normal.
 Ekstremitas: akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-)

 Lab (9/1/2020)
Hb : 13
Ht : 40 %
Leukosit : 5.500
Trombosit : 23.700
GDS : 111
Ur: 8
Cr: 60
SGOT: 22
SGPT: 27

3
BORANG PORTOFOLIO KEGAWATDARURATAN

Elektrokardiograf  (7 Maret 2020)

Kesan :
EKG normal

4
BORANG PORTOFOLIO KEGAWATDARURATAN

3. Assessment
II.1.    Definisi
Penyakit jantung hipertensi adalah suatu penyakit yang berkaitan dengan dampak sekunder
pada jantung karena hipertensi sistemik yang lama dan berkepanjangan. Sampai saat ini
prevalensi hipertensi di Indonesia berkisar antara 5-10%. Sejumlah 85-90% hipertensi
tidak diketahui penyebabnya atau disebut sebagai hipertensi primer (hipertensi esensial
atau idiopatik).  Sejumlah 85-90 % hipertensi tidak diketahui penyebabnya atau disebut
sebagai hipertensi primer (hipertensi esensial atau Idiopatik). Hanya sebagian kecil
hipertensi yang dapat ditetapkan penyebabnya (hipertensi sekunder).
Tidak ada data akurat mengenai prevalensi hipertensi sekunder dan sangat tergantung di
mana angka itu diteliti. Diperkirakan terdapat sekitar 6% pasien hipertensi sekunder
sedangkan di pusat rujukan dapat mencapai sekitar 35%. Hampir semua hipertensi
sekunder didasarkan pada 2 mekanisme yaitu gangguan sekresi hormon dan gangguan
fungsi ginjal. Pasien hipertensi sering meninggal dini karena komplikasi jantung (yang
disebut sebagai penyakit jantung hipertensi). Juga dapat menyebabkan strok, gagal ginjal,
atau gangguan retina mata.1,6
II.2.    Etiologi
Tekanan darah tinggi meningkatkan beban kerja jantung,  dan seiring dengan berjalannya
waktu hal ini dapat menyebabkan penebalan otot jantung. Karena jantung memompa darah
melawan tekanan yang meningkat pada pembuluh darah yang meningkat, ventrikel kiri
membesar dan jumlah darah yang dipompa jantung setiap menitnya (cardiac output)
berkurang. Tanpa terapi, gejala gagal jantung akan makin terlihat.
Tekanan darah tinggi adalah faktor resiko utama bagi penyakit jantung dan stroke. Tekanan
darah tinggi dapat menyebabkan penyakit jantung iskemik ( menurunnya suplai darah
untuk otot jantung sehingga menyebabkan nyeri dada atau angina dan serangan jantung)
dari peningkatan suplai oksigen yang dibutuhkan oleh otot jantung yang menebal.
Tekanan darah tinggi juga berpenaruh terhadap penebalan dinding pembuluh darah yang
akan mendorong terjadinya aterosklerosis (peningkatan kolesterol yang akan terakumulasi
pada dinding pembuluh darah). Hal ini juga meningkatkan resiko seangan jantung dan
stroke. Penyakit jantung hipertensi adalah penyebab utama penyakit dan kematian akibat
hipertensi. Hal ini terjadi pada sekitar 7 dari 1000 orang.2
II.3.    Patofisiologi
Patofisiologi dari penyakit jantung hipertensi adalah satu hal komplek yang melibatkan
banyak faktor yang saling mempengaruhi, yaitu hemodinamik, struktural, neuroendokrin,
seluler, dan faktor molekuler. Di satu sisi, faktor-faktor ini memegang peranan dalam
perkembangan hipertensi dan komplikasinya, di sisi lain peningkatan tekanan darah itu
sendiri dapat memodulasi faktor-faktor tersebut. Peningkatan tekanan darah menyebabkan
perubahan yang merugikan pada struktur dan fungsi jantung melalui 2 cara: secara
langsung melalui peningkatan afterload dan secara tidak langsung melalui nuerohormonal
terkait dan perubahan vaskular. Peningkatan perubahan tekanan darah dan tekanan darah
malam hari dalam 24 jam telah dibuktikan sebagai faktor yang paling berhubungan dengan
berbagai jenis patologi jantung, terutama bagi masyarakat Afrika-Amerika. Patofisiologi
berbagai efek hipertensi terhadap jantung berbeda-beda dan akan dijelaskan pada bagian
ini.
Hipertrofi ventrikel kiri

5
BORANG PORTOFOLIO KEGAWATDARURATAN

Pada pasien dengan hipertensi, 15-20% mengalami hipertrofi ventrikel kiri (HVK). Risiko
HVK meningkat dua kali lipat pada pasien obesitas. Prevalensi HVK berdasarkan
penemuan lewat EKG(bukan merupakan alat pemeriksaan yang sensitif) pada saat
menegakkan diagnosis hipertensi sangatlah bervariasi.Penelitian telah menunjukkan
hubungan langsung antara derajat dan lama berlangsungnya peningkatan tekanan darah
dengan HVK.
HVK didefinisikan sebagai suatu penambahan massa pada ventrikel kiri, sebagai respon
miosit terhadap berbagai rangsangan yang menyertai peningkatan tekanan darah. Hipertrofi
miosit dapat terjadi sebagai  kompensasi terhadap peningkatan afterload. Rangsangan
mekanik dan neurohormonal yang menyertai hipertensi dapat menyebabkan aktivasi
pertumbuhan sel-sel otot jantung, ekspresi gen (beberapa gen diberi ekspresi secara primer
dalam perkembangan miosit janin), dan HVK. Sebagai tambahan, aktivasi sistem renin-
angiotensin melalui aksi angiotensin II pada reseptor angiotensin I mendorong 
pertumbuhan sel-sel interstisial dan komponen matrik sel. Jadi, perkembangan HVK
dipengaruhi oleh hipertrofi miosit dan ketidakseimbangan antara miosit dan struktur
interstisium skeleton cordis.
Berbagai jenis pola HVK telah dijelaskan, termasuk remodelling konsentrik, HVK
konsentrik, dan HVK eksentrik. HVK konsentrik adalah peningkatan pada ketebalan dan
massa ventrikel kiri disertai peningkatan tekanan dan volume diastolik ventrikel kiri,
umumnya ditemukan pada pasien dengan hipertensi. Bandingkan dengan HVK eksentrik,
di mana penebalan ventrikel kiri tidak merata namun hanya terjadi pada sisi tertentu,
misalnya pada septum. LVH konsentrik merupakan pertanda prognosis yang buruk pada
kasus hiperetensi. Pada awalnya proses HVK merupakan kompensasi perlindungan sebagai
respon terhadap peningkatan tekanan dinding ventrikel untuk mempertahankan cardiac
output yang adekuat, namun HVK kemudian  mendorong terjadinya disfungsi diastolik otot
jantung, dan akhirnya menyebabkan disfungsi sistolik otot jantung.
Abnormalitas Atrium Kiri
Sering kali tidak terduga, perubahan struktur dan fungsi atrium kiri sangat umum terjadi
pada pasien dengan hipertensi. Peningkatan afterload membebani atrium kiri lewat
peningkatan tekanan end diastolik ventrikel kiri sebagai tambahan untukmeningkatkan
tekanan darah yang menyebabkan gangguan pada fungsi atrium kiri ditambah peningkatan
ukuran dan penebalan tarium kiri. Peningkatan ukuran atrium kiri pada kasus hipertensi
yang tidak disertai penyakit katup jantung atau disfungsi sistolik menunjukkan kronisitas
hipertensi dan mungkin berhubungan dengan beratnya disfungsi diastolik ventrikel kiri.
Sebagai tambahan, perubahan struktur ini menjadi faktor predisposisi terjadinya atrial
fibrilasi pada pasien-pasien tersebut. Atrial fibrilasi, dengan hilangnya kontribusi atrium
pada disfungsi diastolik, dapat mempercepat terjadinya gagal jantung.
Penyakit Katup
Meskipun penyakit katup tidak menyebabkan penyakit jantung hipertensi, hipertensi yang
kronik dan berat dapat menyebabkan dilatasi cincin katup aorta, yang menyebabkan
terjadinya insufisiensi aorta signifikan. Beberapa derajat perubahan perdarahan secara
signifikan akibat insufisiensi aorta sering ditemukan pada pasien dengan hipertensi yang
tidak terkontrol. Peningkatan tekanan darah yang akut dapat menentukan derajat
insufisiensi aorta, yang akan kembali ke dasar bila tekanan darah terkontrol secara lebih
baik. Sebagai tambahan, selain menyebabkan regurgitasi aorta, hipertensi juga diperkirakan

6
BORANG PORTOFOLIO KEGAWATDARURATAN

dapat mempercepat proses sklerosis aorta dan menyebabkan regurgitasi mitral.


Gagal Jantung
Gagal jantung adalah komplikasi umum dari peningkatan tekanan darah yang kronik.
Hipertensi sebagai penyebab gagal jantung kongestif seringkali tidak diketahui, sebagian
karena saat gagal jantung terjadi, ventrikel kiri yang mengalami disfungsi tidak mampu
menghasilkan tekanan darah yang tinggi, hal ini menaburkan penyebab gagal jantung
tersebut. Prevalensi disfungsi diastolik yang asimtomatik pada pasien dengan hipertensi
dan tanpa HVK (Hipertensi Ventrikel Kiri) adalah sekitar 33%. Peningkatan afterload yang
kronis dan terjadinya HVK dapat memberi pengaruh buruk terhadap fase awal relaksasi
dan fase komplaien lambat dari diastolik ventrikel.
Disfungsi diastolik umumnya terjadi pada seseorang dengan hipertensi. Disfungsi diastolik
biasanya, namun tidak tanpa kecuali, disertai dengan HVK. Sebagai tambahan, selain
peningkatan afterload, faktor-faktor lain yang ikut berperan dalam proses terjadinya
disfungsi diastolik adalah penyakit arteri koroner, penuaan, disfungsi sistolik, dan
abnormalitas struktur seperti fibrosis dan HVK. Disfungsi sistolik yang asimtomatik
biasanya juga terjadi. Pada bagian akhir penyakit, HVK gagal mengkompensasi dengan
meningkatkan cardiac output dalam menghadapi  peningkatan tekanan darah, kemudian
ventrikel kiri mulai berdilatasi untuk mempertahankan cardiac output. Saat penyakit ini
memasuki tahap akhir, fungsi sistolik ventrikel kiri menurun. Hal ini menyebabkan
peningkatan lebih jauh pada aktivasi neurohormonal dan sistem renin-angiotensin, yang
menyebabkan peningkatan retensi garam dan cairan serta meningkatkan vasokontriksi
perifer. Apoptosis, atau program kematian sel, distimulasi oleh hipertrofi miosit dan
ketidakseimbangan antara stimulan dan penghambat, disadari sebagai pemegang peran
pentingdalam transisi dari tahap kompensata menjadi dekompensata. Pasien menjadi
simptomatik selama tahap asimtomatik dari disfungsi sistolik atau diastolik ventrikel kiri,
menerima perubahan pada kondisi afterload atau terhadap kehadiran gangguan lain bagi
miokard (contoh: iskemia, infark). Peningkatan tekanan darah yang tiba-tiba dapat
menyebabkan edema paru akut tanpa perlu perubahan pada fraksi ejeksi ventrikel kiri.
Secara umum, perkembangan dilatasi atau disfungsi ventrikel kiri yang asimtomatik
maupun yang simtomatik melambangkan kemunduran yang cepat pad status klinis dan
menandakan peningkatan risiko kematian. Sebagai tambahan, selain disfungsi ventrikel
kiri, penebalan dan disfungsi diastolik ventrikel kanan juga terjadi sebagai hasil dari
penebalan septum dan disfungsi ventrikel kiri.
Iskemik Miokard
Pasien dengan angina memiliki prevalensi yang tinggi terhadap hipertensi. Hipertensi
adalah faktor risiko yang menentukan perkembangan penyakit arteri koroner, bahkan
hampir melipatgandakan risiko. Perkembangan iskemik pada pasien dengan hipertensi
bersifat multifaktorial.
Hal yang penting pada pasien dengan hipertensi, angina dapat terjadi pada ketidakhadiran
penyakit arteri koroner epikardium. Penigkatan aferload sekunder akibat hipertensi
menyebabkan peningkatan tekanan dinding ventrikel kiri dan tekanan transmural,  
menekan aliran darah koroner selama diastole. Sebagai tambahan, mikrovaskular, diluar
arteri koroner epikardium, telah terlihat mengalami disfungsi pada pasien dengan
hipertensi dan mungkin tidak mampu mengkompensasi peningkatan metabolik dan

7
BORANG PORTOFOLIO KEGAWATDARURATAN

kebutuhan oksigen.
Perkembangan dan progresifitas aterosklerosis, merupakan tanda penyakit arteri koroner,
di eksaserbasikan pada arteri yang menjadisubjek peningkatan tekanan darah kronis
mengurangi tekanan yang terkait dengan hipertensi dan disfungsi endotelial menyebabkan
gangguan pada sintesis dan pelepasan nitrit oksida yang merupakan vasodilator poten.
Penurunan kadar nitrit oksida menyebabkan perkembangan dan makin cepatnya
pembentukan arteriosklerotis dan plak. Gambaran morfologi plak identik dengan plak yang
ditemukan pada pasien tanpa hipertensi.
Arimia kardiak
Arimia kardia umumnya ditemukan pada pasien dengan hipertensi yang mengalami arterial
fibrilasi kontraksi ventrikel yang prematur dan ventrikuler takikardi.
Resiko henti jantung mendadak meningkat. Berbagai metabolismedipekirakan memegang
peranan dalam patogenesis aritmia termasuk perubahan struktur dan metabolisme sel,
ketidakhomogen miokard, perfusi yang buruk, fibrosis miokard dan fluktuasi pada
afterload. Semua faktor tersebut dapat menyebabkan peningkatanan resiko ventrikel
takiaritmia.
Artrial fibrilasi (paroksisimal, kronik rekuren, atau kronik persisten), sering ditemukan
pada pasien dengan hipertensi. Faktanya, peningkatan tekanan darah merupakan faktor
umum bagi artrial fibrilasi. Pada suatu penelitian hampir 50% pasien dengan artrial fibrilasi
mengidap hipertensi walaupun etiologi yang pasti tidak diketahui, abnormalitas struktur
atrium kiri, penyakit arteri koroner, dan HVK telah dianggap sebagi faktor yang mungkin
berperan. Perkembangan artrial fibrilasi dapat menyebabkan disfungsi sistolik
dekompensata, dan yang lebih penting, disfungsi diastolik, menyebabkan hlangnya
kontraksi atrium, dan juga meningkatkan resiko komplikasi tromboembolik, khususnya
stroke.
Kontraksi ventrikuler prematur, ventrikuler aritmia dan henti jantung mendadak ditemukan
lebih sering pada pasien dengan HVK daripada pasien tanpa HVK. Penyebab arimitmia
tersebut dianggap  terjadi bersama-sama dengan penyakit arteri koroner dan fibrosis
miokard.3,5,7,9,10
II.4.    Diagnosis
Riwayat
Pemeriksaan awal pasien hipertensif harus menyertakan riwayat lengkat dan pemeriksaan
fisis untuk mengkonfirmasi diagnosis hipertensi, menyaring faktor-faktor risiko penyakit
kardiovaskular lain, menyaring penyebab-penyebab sekunder hipertensi, mengidentifikasi
konsekuensi kardiovaskular hipertensi dan komorbiditas lain, memeriksa gaya hidup
terkait-tekanan darah, dan menentukan potensi intervensi.
Sebagian besar pasien dengan hipertensi tidak memiliki gejala spesifik yang dapat
dikaitkan dengan peningkatan tekanan darah mereka. Walaupun popular dianggap sebagai
gejala peningkatan tekanan arterial, sakit kepala lazim terjadi hanya pada pasien dengan
hipertensi berat. Suatu sakit kepala hipertensif khas terjadi pada waktu pagi dan berlokasi
di regio oksipital. Gejala nonspesifik lain yang dapat berkaitan dengan peningkatan
tekanan darah antara lain adalah rasa pusing, palpitasi, rasa mudah lelah, dan impotensi.
Ketika gejala-gejala didapati, mereka umum berhubungan dengan penyakit kardiovaskular
hipertensif atau dengan manifestasi hipertensi sekunder. Tabel berikut mendaftarkan fitur-

8
BORANG PORTOFOLIO KEGAWATDARURATAN

fitur nyata yang harus diselidiki dalam perolehan riwayat dari pasien hipertensif.

Tabel Riwayat yang relevan


Durasi hipertensi
Terapi terdahulu: respon dan efek samping
Riwayat diet dan psikososial
Faktor-faktor risiko lain: perubahan berat badan, dislipidemia, kebiasaam merokok,
diabetes, inaktivitas fisik
Bukti-bukti hipertensi sekunder: riwayat penyakit ginjal; perubahan penampilan;
kelemahan otot; palpitasi, tremor; banyak berkeringan, sulit tidur, perilaku mendengkur,
somnolens siang hari; gejala-gejala hipo atau hipertiroidisme; penggunaan agen-agen yang
dapat meningkatkan tekanan darah
Bukti-bukti kerusakan organ target: riwayat TIA, stroke, kebutaan transien; angina, infark
miokardium, gagal jantung kongestif; fungsi seksual
Komorbiditas lain
Pengukuran tekanan darah
Pengukuran tekanan darah yang terpercaya tergantung pada perhatian terhadap detail
mengenai teknik dan kondisi pengukuran. Karena peraturan terkini yang melarang
penggunaan merkuri karena perhatian mengenai toksisitas potensialnya, sebagian besar
pengukuran kantor dibuat menggunakan instrumen aneroid. Akurasi instrumen pengukur
tekanan darah terotomatisasi harus dikonfirmasi. Sebelum pengukuran tekanan darah,
individu harus didudukkan selama 5 menit dalam kondisi hening dan dengan privasi yang
terjaga serta temperatur yang nyaman. Bagian tengah cuff harus berada sejajar jantung, dan
lebar cuff harus setara dengan sekurang-kurangnya 40% lingkar lengan. Penempatan cuff,
penempatan stetoskop, dan kecepatan deflasi cuff (2 mmHg/detik) penting untuk
diperhatikan. Tekanan darah sistolik adalah yang pertama dari sekurang-kurangnya dua
ketukan suara Korotkoff regular, dan tekanan darah diastolik adalah titik di mana suara
Korotkoff regular terakhir didengar. Dalam praktik saat ini, diagnosis hipertensi umumnya
dilandasi oleh pengukuran dalam kondisi duduk di tempat praktik.
Monitor ambulatorik yang tersedia sekarang adalah sepenuhnya otomatis, menggunakan
tekhik osilometrik, dan umumnya diprogram untuk membuat pembacaan setiap 15-30
menit. Namun pengawasan tekanan darah ambulatorik tidaklah sering digunakan secara
rutin di praktik klinis dan lazim disimpan bagi pasien yang dicurigai mengalami white coat
hypertension. JNC 7 juga telah merekomendasikan pengawasan ambulatorik untuk
resistensi terhadap penanganan, hipotensi simptomatik, kegagalan otonom, dan hipertensi
episodik.
Pemeriksaan fisik
Habitus tubuh, seperti tinggi dan berat badan, harus dicatat. Pada pemeriksaan awal,
tekanan harus diukur pada kedua lengan, dan lebih baik pada posisi terlentang, duduk dan
berdiri untuk mengevaluasi keberadaan hipotensi postural. Bahkan jika nadi femoral teraba
normal, tekanan arterial harus diukur sekurangnya sekali pada ekstremitas inferioir pada
pasien di mana hipertensi ditemui sebelum usia 30 tahun. Kecepatan detak jantung juga
harus dicatat. Individu hipertensif memiliki peningkatan prevalensi untuk mengalami
fibrilasi atrial. Leher harus dipalpasi untuk mencari pembesaran kelenjar tiroid, dan para
pasien harus diperiksa untuk tanda-tana hipo dan hipertiroidisme. Pemeriksaan pembuluh
darah dapat menyediakan petunjuk mengenai penyakit vakular yang mendasari dan harus

9
BORANG PORTOFOLIO KEGAWATDARURATAN

menyertakan pemeriksaan funduskopik, auskultasi untuk bruit di arteri karotid dan femoral,
dan palpasi denyut nadi femoral dan pedal (pedis). Retina adalah satu-satunya jaringan di
mana arteri dan arteriol dapat diamati secara langsung. Seiring peningkatan tingkat
keparahan hipertensi dan penyakit atherosklerotik, perubahan funduskopik progresif antara
lain seperti peningkatan refleks cahaya arteriolar, defek perbandingan arteriovenous,
hemorrhagi dan eksudat, dan, pada pasien dengan hipertensi maligna, papiledema.
Pemeriksaan pada jantung dapat mengungkapkan bunyi jantung kedua yang menguat
karena penutupan katup aorta dan suatu gallop S4 yang dikarenakan kontraksi artrium
terhadap ventrikel kiri yang tidak seiring. Hipertropi ventrikel kiri dapat terdeteksi melalui
keberadaan impuls apikal yang menguat, bertahan, dan bertempat di lateral. Suatu bruit
abdominal, terutama bruit yang berlateralisasi dan terjadi selama sistole ke diastole,
meningkatkan kemungkinan hipertensi renovaskular. Ginjal pasien dengan penyakit ginjal
polikistik dapat dipalpasi di abdomen. Pemeriksaan fisis harus menyertakan pemeriksaan
tanda-tanda CHF dan pemeriksaan neurologis.
Tes laboratorium
Tabel dibawah ini mencantumkan tes-tes laboratorium yang direkomendasikan dalam
evaluasi awal pasien hipertensif. Pengukuran fungsi ginjal berulang, elektrolit serum,
glukosa puasa, dan lipid dapat dilakukan setelah pemberian agen antihipertensif baru dan
kemudian tiap tahun, atau lebih sering bila diindikasikan secara klinis. Tes laboratorium
yang lebih ekstensif dapat dilakukan bagi pasien dengan hipertensi resistan-pengobatan
yang nyata atau ketika evaluasi klinis menunjukkan bentuk hipertensi sekunder.4
Tabel Tes laboratorium dasar untuk evaluasi awal
Sistem Tes
Ginjal Urinalisis mikroskopik, ekskresi albumin,
BUN atau kreatinin serum
Endokrin Natrium, kalium, kalsium, dan TSH serum
Metabolik Glukosa darah puasa, kolesterol total, HDL
dan LDL, trigliserida
Lain-lain Hematokrit, elektrokardiogram
II.5.    Penatalaksanaan
Perubahan gaya hidup
Implementasi gaya hidup yang mempengaruhi tekanan darah memiliki pengaruh baik pada
pencegahan maupun penatalaksanaan hipertensi. Modifikasi gaya hidup yang
meningkatkan kesehatan direkomendasikan bagi individu dengan prehipertensi dan sebagai
tambahan untuk terapi obat pada individu hipertensif. Intervensi-intervensi ini harus
diarahkan untuk mengatasi risiko penyakit kardiovaskular secara keseluruhan. Walaupun
efek dari intervensi gaya hidup pada tekanan darah adalah jauh lebih nyata pada individu
dengan hipertensi, pada uji jangka-pendek, penurunan berat badan dan reduksi NaCl diet
juga telah terbukti mencegah perkembangan hipertensi. Pada individu hipertensif, bahkan
jika intervensi-intervensi ini tidak menghasilkan reduksi tekanan darah yang cukup untuk
menghindari terapi obat, namun jumlah pengobatan atau dosis yang diperlukan untuk
kontrol tekanan darah dapat dikurangi. Modifikasi diet yang secara efektif mengurangi
tekanan darah adalah penurunan berat badan, reduksi masukan NaCl, peningkatan masukan
kalium, pengurangan konsumsi alkohol, dan pola diet sehat secara keseluruhan.

Tabel Modifikasi gaya hidup untuk mengatasi hipertensi


Reduksi berat badan Memperoleh dan mempertahankan BMI <25

10
BORANG PORTOFOLIO KEGAWATDARURATAN

kg/m2
Reduksi garam < 6 g NaCl/hari
Adaptasi rencana diet jenis-DASH Diet yang kaya buah-buahan, sayur-sayuran,
dan produk susu rendah-lemak dengan
kandungan lemak tersaturasi dan total yang
dikurangi
Pengurangan konsumsi alkohol Bagi mereka yang mengkonsumsi alkohol,
minumlah 2 gelas/hari untuk laki-laki dan 1
gelas/hari untuk wanita
Aktivitas fisik Aktivitas aerobik teratur, seperti jalan cepat
selama 30 menit/hari

Pencegahan dan penatalaksanaan obesitas adalah penting untuk mengurangi tekanan darah
dan risiko penyakit kardiovaskular. Pada uji jangka-pendek, bahkan penurunan berat badan
yang moderat dapat mengarah pada reduksi tekanan darah dan peningkatan sensitivitas
insulin. Reduksi tekanan darah rata-rata sebesar 6.3/3/1 mmHg telah diamati terjadi dengan
reduksi berat badan rata-rata sebesar 9.2 kg. Aktivitas fisik teratur memudahkan penurunan
berat badan, mengurangi tekanan darah, dan mengurangi risiko keseluruhan untuk penyakit
kardiovaskular. Tekanan darah dapat dikurangi oleh aktivitas fisik intensitas moderat
selama 30 menit, seperti jalan cepat, 6-7 hari per minggu, atau oleh latihan dengan
intensitas lebih dan frekuensi kurang.
Terdapat variasi individual dalam sensitivitas tekanan darah terhadap NaCl, dan variasi ini
mungkin memiliki dasar genetis. Berdasarkan hasil dari metaanalisis, penurunan tekanan
darah dengan pembatasan masukan NaCl harian menjadi 4.4-7.4 g (75-125 mEq)
menghasilkan reduksi tekanan darah sebesar 3.7-4.9/0.9-2.9 mmHg pada individu
hipertensif dan reduksi yang lebih rendah pada individu normotensif. Diet yang kurang
mengandung kalium, kalsium, dan magnesium berkaitan dengan tekanan darah yang lebih
tinggi dan prevalensi hipertensi yang lebih tinggi. Perbandingan natrium-terhadap-kalium
urin memiliki hubungan yang lebih kuat terhadap tekanan darah dibanding natrium atau
kalium saja. Suplementasi kalium dan kalsium memiliki efek antihipertensif moderat yang
tidak konsisten, dan, tidak tergantung pada tekanan darah, suplementasi kalium mungkin
berhubungan dengan penurunan mortalitas stroke. Penggunaan alkohol pada individu yang
mengkonsumsi tiga atau lebih gelas per hari (satu gelas standar mengandung ~14 g etanol)
berhubungan dengan tekanan darah yang lebih tinggi, dan reduksi konsumsi alkohol
berkaitan dengan reduksi tekanan darah. Mekanisme bagaimana kalium, kalsium, atau
alkohol dapat mempengaruhi tekanan darah masihlah belum diketahui.
Uji DASH secara meyakinkan mendemonstrasikan bahwa pada periode 8 minggu, diet
yang kaya buah-buahan, sayur-sayuran, dan produk susu rendah-lemak mengurangi
tekanan darah pada individu dengan tekanan darah tinggi-normal atau hipertensi ringan.
Reduksi masukan NaCl harian menjadi <6 g (100 mEq) menambah efek diet ini pada
tekanan darah. Buah-buahan dan sayur-sayuran merupakan sumber yang kaya akan kalium,
magnesium, dan serat, dan produk susu merupakan sumber kalsium yang penting.
Terapi farmakologis
Terapi obat direkomendasikan bagi individu dengan tekanan darah 140/90 mmHg. Derajat
keuntungan yang diperoleh dari agen-agen antihipertensif berhubungan dengan besarnya
reduksi tekanan darah. Penurunan tekanan darah sistolik sebesar 10-12 mmHg dan tekanan
darah diastolik sebesar 5-6 mmHg bersama-sama memberikan reduksi risiko sebesar 35-
40% untuk stroke dan 12-16% untuk CHD dalam 5 tahun dari mula penatalaksanaan.
11
BORANG PORTOFOLIO KEGAWATDARURATAN

Risiko gagal jantung berkurang sebesar >50%. Terdapat variasi yang nyata dalam respon
individual terhadap kelas-kelas agen antihipertensif yang berbeda, dan besarnya respon
terhadap agen tunggal apapun dapat dibatasi oleh aktivasi mekanisme counter-regulasi
yang melawan efek hipotensif dari agen tersebut. Pemilihan agen-agen antihipertensif, dan
kombinasi agen-agen, harus dilakukan secara individual, dengan pertimbangan usia,
tingkat keparahan hipertensi, faktor-faktor risiko penyakit kardiovaskular lain, kondisi
komorbid, dan pertimbangan praktis yang berkenaan dengan biaya, efek samping, dan
frekuensi pemberian obat.
Diuretik
Diuretik thiazide dosis-rendah sering digunakan sebagai agen lini pertama, sendiri atau
dalam kombinasi dengan obat antihipertensif lain. Thiazide menghambat pompa Na+/Cl– di
tubulus konvultus distal sehingga meningkatkan ekskresi natrium. Dalam jangka panjang,
mereka juga dapat berfungsi sebagai vasodilator. Thiazide bersifat aman, memiliki efikasi
tinggi, dan murah serta mengurangi kejadian klinis. Mereka memberikan efek penurunan-
tekanan darah tambahan ketika dikombinasikan dengan beta blocker, ACE inhibitor, atau
penyekat reseptor angiotensin. Sebaliknya, penambahan diuretik terhadap penyekat kanal
kalsium adalah kurang efektif. Dosis biasa untuk hydrochlorothiazide berkisar dari 6.25
hingga 50 mg/hari. Karena peningkatan insidensi efek samping metabolik (hipokalemia,
resistansi insulin, peningkatan kolesterol), dosis yang lebih tinggi tidaklah dianjurkan. Dua
diuretik hemat kalium, amiloride dan triamterene, bekerja dengan menghambat kanal
natrium epitel di nefron distal. Agen-agen ini adalah agen antihipertensif yang lemah
namun dapat digunakan dalam kombinasi dengan thiazide untuk melindungi terhadap
hipokalemia. Target farmakologis utama untuk diuretik loop adalah kotransporter Na +-K+-
2Cl– di lengkung Henle ascenden tebal. Diuretik loop umumnya dicadangkan bagi pasien
hipertensif dengan penurunan kecepatan filtrasi glomerular [kreatinin serum refleksi >220
mol/L (>2.5 mg/dL)], CHF, atau retensi natrium dan edema karena alasan-alasan lain
seperti penatalaksanaan dengan vasodilator yang poten, seperti monoxidil.
Penyekat sistem renin-angiotensin
ACE inhibitor mengurangi produksi angiotensin II, meningkatkan kadar bradikinin, dan
mengurangi aktivitas sistem saraf simpatis. Penyekat reseptor angiotensin II menyediakan
blokade reseptor AT1 secara selektif, dan efek angiotensin II pada reseptor AT2 yang tidak
tersekat dapat menambah efek hipotensif. Kedua kelas agen-agen ini adalah agen
antihipertensif yang efektif yang dapat digunakan sebagai terapi tunggal atau dalam
kombinasi dengan diuretik, antagonis kalsium, dan agen-agen penyekat alfa. Efek samping
ACE inhibitor dan penyekat reseptor angiotensin antara lain adalah insufisiensi ginjal
fungsional karena dilatasi arteriol eferen ginjal pada ginjal dengan lesi stenotik pada arteri
renalis. Kondisi-kondisi predisposisi tambahan terhadap insufisiensi ginjal yang diinduksi
oleh agen-agen ini antara lain adalah dehidrasi, CHF, dan penggunaan obat-obat
antiinflamasi non steroid. Batuk kering terjadi pada ~15% pasien, dan angioedema terjadi
pada <1% pasien yang mengkonsumsi ACE inhibitor. Angioedema paling sering terjadi
pada individu yang berasal dari Asia dan lebih lazim terjadi pada orang Afrika Amerika
dibanding orang Kaukasia. Hiperkalemia yang disebabkan hipoaldosteronisme merupakan
efek samping yang kadang terjadi baik pada penggunaan ACE inhibitor maupun penyekat
reseptor angiotensin.
Antagonis aldosteron
Spironolakton adalah antogonis aldosteron nonselektif yang dapat digunakan sendiri atau
dalam kombinasi dengan diuretik thiazide. Ia adalah agen yang terutama efektif pada
pasien dengan hipertensi esensial rendah-renin, hipertensi resistan, dan aldosteronisme
primer. Pada pasien dengan CHF, spironolakton dosis rendah mengurangi mortalitas dan

12
BORANG PORTOFOLIO KEGAWATDARURATAN

perawatan di rumah sakit karena gagal jantung ketika diberikan sebagai tambahan terhadap
terapi konvensional dengan ACE inhibitor, digoxin, dan diuretik loop. Karena
spironolakton berikatan dengan reseptor progesteron dan androgen, efek samping dapat
berupa ginekomastia, impotensi, dan abnormalitas menstruasi. Efek-efek samping ini
dihindari oleh agen yang lebih baru, eplerenone, yang merupakan antagonis aldosteron
selektif. Eplerenone baru-baru ini disetujui di US untuk penatalaksanaan hipertensi
Beta blocker
Penyekat reseptor adrenergik mengurangi tekanan darah melalui penurunan curah jantung,
karena reduksi kecepatan detak jantung dan kontraktilitas. Mekanisme lain yang diajukan
mengenai bagaimana beta blocker mengurangi tekanan darah adalah efek pada sistem saraf
pusat, dan inhibisi pelepasan renin. Beta blocker terutama efektif pada pasien hipertensif
dengan takikardia, dan potensi hipotensif mereka dikuatkan oleh pemberian bersama
diuretik. Pada dosis yang lebih rendah, beberapa beta blocker secara selektif menghambat
reseptor 1 jantung dan kurang memiliki pengaruh pada reseptor 2 pada sel-sel otot polos
bronkus dan vaskular; namun tampak tidak terdapat perbedaan pada potensi antihipertensif
beta blocker kardio selektif dan non kardio selektif. Beta blocker tertentu memiliki
aktivitas simpatomimetik intrinsik, dan tidaklah jelas apakah aktivitas ini memberikan
keuntungan atau kerugian dalam terapi jantung. Beta blocker tanpa aktivitas
simpatomimetik intrinsik mengurangi tingkat kejadian kematian mendadak (sudden death),
mortalitas keseluruhan, dan infark miokardium rekuren. Pada pasien dengan CHF, beta
blocker telah dibuktikan mengurangi risiko perawatan di rumah sakit dan mortalitas.
Carvedilol dan labetalol menyekat kedua reseptor 1 dan 2 serta reseptor adrenergik perider.
Keuntungan potensial dari penyekatan kombinasi dan adrenergik dalam penatalaksanaan
hipertensi masih perlu ditentukan.
Penyekat adrenergik
Antagonis adrenoreseptor selektif postsinaptik mengurangi tekanan darah melalui
penurunan resistansi vaskular perifer. Mereka adalah agen antihipertensif yang efektif,
yang digunakan sebagai monoterapi maupun dalam kombinasi dengan agen-agen lain.
Namun dalam uji klinis pada pasien hipertensif, penyekatan alfa tidak terbukti mengurangi
morbiditas dan mortalitas kardiovaskular ataupun menyediakan perlindungan terhadap
CHF sebesar kelas-kelas agen antihipertensif lain. Agen-agen ini juga efektif dalam
menangani gejala tractus urinarius bawah pada pria dengan hipertropi prostat. Antagonis
adrenoreseptor nonseletif berikatan dengan reseptor postsinaptik dan presinaptik dan
terutama digunakan untuk penatalaksanaan pasien dengan pheokromositoma.
Agen-agen simpatolitik
Agonis simpatetik yang bekerja secara sentral mengurangi resistansi perifer dengan
menghambat aliran simpatis. Mereka terutama berguna pada pasien dengan neuropati
otonom yang memiliki variasi tekanan darah yang luas karena denervasi baroreseptor.
Kerugian agen ini antara lain somnolens, mulut kering, dan hipertensi rebound saat
penghentian. Simpatolitik perifer mengurangi resistansi perifer dan konstriksi vena melalui
pengosongan cadangan norepinefrin ujung saraf. Walaupun merupakan agen
antihipertensif yang potensial efektif, kegunaan mereka dibatasi oleh hipotensi orthostatik,
disfungsi seksual, dan berbagai interaksi obat.
Penyekat kanal kalsium
Antagonis kalsium mengurangi resistansi vaskular melalui penyekatan L-channel, yang
mengurangi kalsium intraselular dan vasokonstriksi. Kelompok ini terdiri dari bermacam
agen yang termasuk dalam tiga kelas berikut: phenylalkylamine (verapamil),

13
BORANG PORTOFOLIO KEGAWATDARURATAN

benzothiazepine (diltiazem), dan 1,4-dihydropyridine (mirip-nifedipine). Digunakan


sendiri atau dalam kombinasi dengan agen-agen lain (ACE inhibitor, beta blocker, 1-
adrenergic blocker), antagonis kalsium secara efektif mengurangi tekanan darah; namun,
apakah penambahan diuretik terhadap penyekat kalsium menghasilkan penurunan lebih
lanjut pada tekanan darah adalah tidak jelas. Efek samping seperti flushing, sakit kepala,
dan edema dengan penggunaan dihydropyridine berhubungan dengan potensi mereka
sebagai dilator arteriol; edema disebabkan peningkatan gradien tekanan transkapiler, dan
bukan karena retensi garam dan cairan.
Vasodilator Langsung
Agen-agen ini mengurangi resistensi perifer, lazimnya mereka tidak dianggap sebagai agen
lini pertama namun mereka paling efektif ketika ditambahkan dalam kombinasi yang
menyertakan diuterik dan beta blocker. Hydralazine adalah vasodilator direk yang poten
yang memiliki efek antioksidan dan penambah NO, dan minoxidil merupakan agen yang
amat poten dan sering digunakan pada pasien dengan insufisiensi ginjal yang refrakter
terhadap semua obat lain. Hydralazine dapat menyebabkan sindrom mirip-lupus, dan efek
samping minoxidil antara lain adalah hipertrikosis dan efusi perikardial.4,8
II.6     PROGNOSIS
Resiko komplikasi tergantung pada seberapa besar hipertropi ventrikel kiri. Semakin besar
ventrikel kiri, semakin besar kemungkinan kompilkasi terjadi. Pengobatan hipertensi dapat
mengurangi kerusakan pada ventrikel kiri. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa 
obat-obatan tertentu seperti ACE-Inhibitor, Beta-blocker, dan diuretik spinorolakton dapat
mengatasi  hipertropi ventrikel kiri dan memperpanjang kemungkinan hidup pasien dengan
gagal jantung akibat penyakit jantung hipertensi. Bagaimanapun juga, penyakit jantung
hipertensi adalah penyakit yang serius yang memiliki resiko kematian mendadak.2

 Plan

Diagnosis: HHD

Terapi:
 IVFD RL 20 tpm
 Amlodipin 10 mg 1 x 1 tab
 Candesartan 16 mg 1 x 1 tab
 Cek DR, SGOT/SGPT, Ur,Cr,GDS,EKG

Prognosis:
Ad vitam: dubia ad bonam
Ad sanationam: bonam
Ad functionam: bonam

Makassar, 2 Juni 2020

14
BORANG PORTOFOLIO KEGAWATDARURATAN

Peserta, Pendamping,

dr. Halik Alif H. dr. Asniwati A. Malkab

15

Anda mungkin juga menyukai