Anda di halaman 1dari 30

MINI PROJECT

DOKTER INTERNSHIP PUSKESMAS JONGAYA MAKASSAR


PERIODE OKTOBER 2019-FEBRUARI 2020
LATAR BELAKANG
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan infeksi penyakit yang menyerang
pada balita yang terjadi di saluran napas dan kebanyakan merupakan infeksi virus.
Menurut data laporan kasus kesakitan Puskesmas Jongaya Tahun 2019, angka kejadian
ISPA menduduki peringkat pertama yaitu 3113 kasus. Berdasarkan data laporan kasus
kesakitan, kejadian ISPA pada kisaran umur 1-5 tahun sebanyak 617 kasus
Sanitasi rumah sangat erat kaitannya dengan angka kesakitan penyakit menular terutama
ISPA. Lingkungan perumahan sangat berpengaruh pada terjadinya dan tersebarnya ISPA
Puskesmas Jongaya memiliki 3 wilayah kerja yaitu Kelurahan Pa’Baeng-Baeng, Jongaya
dan Bongaya. Berdasarkan kejadian ISPA yang terjadi di Puskesmas Jongaya Kota
Makassar, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengungkap hubungan kondisi faktor
lingkungan yang spesifik dan kejadian ISPA khususnya pada balita di wilayah kerja
Puskesmas Jongaya, Kota Makassar.
IDENTIFIKASI MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, terdapat permasalahan dalam penelitian
ini antara lain berbagai pengaruh penyebab ISPA. Banyak faktor yang berkaitan
dengan terjadinya penyakit ISPA ini antara lain faktor lingkungan, faktor perilaku,
umur, letak geografis, musim dan sanitasi, adanya bencana alam (pasca erupsi) serta
faktor lainnya.
BATASAN MASALAH
Penelitian ini hanya difokuskan mengenai kondisi lingkungan dari sanitasi rumah dan
lingkungan di wilayah kerja Puskesmas Jongaya Kota Makassar yaitu:
Pengkajian tentang faktor lingkungan yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada
balita dan perbedaan kondisi lingkungan pada balita yang mengalami ISPA dan
balita yang tidak mengalami kejadian ISPA di wilayah kerja Puskesmas Jongaya
Kota Makassar Periode Oktober-November 2019.
Pengkajian tentang hubungan subfaktor lingkungan dalam memicu kejadian ISPA
dan faktor lingkungan yang paling dominan dalam mendukung kejadian ISPA pada
balita di wilayah kerja Puskesmas Jongaya Kota Makassar Periode Oktober-
November 2019.
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang permasalahan, maka dirumuskan permasalahan dalam
penelitian ini yaitu:
1. Apa saja faktor lingkungan yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita dan perbedaan
kondisi lingkungan pada balita yang mengalami ISPA dan balita yang tidak mengalami kejadian
ISPA di Puskesmas Jongaya Kota Makassar Periode Oktober-November 2019?
2. Bagaimana hubungan subfaktor lingkungan dalam memicu kejadian ISPA dan faktor lingkungan
yang paling dominan dalam memicu kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas
Jongaya Kota Makassar Periode Oktober-November 2019?
TUJUAN MASALAH
Untuk mengidentifikasi faktor lingkungan yang memicu kejadian ISPA pada balita
dan mengetahui ada atau tidaknya perbedaan kondisi lingkungan pada balita yang
mengalami ISPA dan balita yang tidak mengalami kejadian ISPA di wilayah kerja
Puskesmas Jongaya Kota Makassar Periode Oktober-November 2019.
Untuk mengetahui hubungan subfaktor lingkungan dalam memicu kejadian ISPA
dan faktor lingkungan yang paling dominan dalam memicu kejadian ISPA pada
balita di wilayah kerja Puskesmas Jongaya Kota Makassar Periode Oktober-
November 2019.
MANFAAT PENELITIAN
Manfaat penelitian yang dapat diambil dari penelitian ini antaralain:
 Bagi Masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu informasi dalam upaya menjaga sanitasi
lingkungan guna mencegah dan mengurangi resiko terjadinya kejadian ISPA pada balita.

 Bagi Dinas Kesehatan


Sebagai bahan masukan dalam penentuan intervensi dari permasalahan kesehatan yang terjadi yang
berhubungan dengan faktor lingkungan dan kejadian ISPA pada balita.

 Keilmuan
Sebagai bahan masukan dan dokumen ilmiah yang bermanfaat dalam mengembangkan ilmu terkait
tentang masalah ISPA pada balita serta dapat digunakan dan bahan perbandingan penelitian yang
serupa di daerah lain.
TINJAUAN PUSTAKA
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dibedakan
menjadi dua, ISPA atas dan bawah menurut Nelson
(2002: 1456-1483), Infeksi saluran pernapasan atas
adalah infeksi yang disebabkan oleh virus dan bakteri
termasuk nasofaringitis atau common cold, faringitis
akut, uvulitis akut, rhinitis, nasofaringitis kronis,
sinusitis. Sedangkan, infeksi saluran pernapasan akut
bawah merupakan infeksi yang telah didahului oleh
infeksi saluran atas yang disebabkan oleh infeksi bakteri
sekunder, yang termasuk dalam penggolongan ini adalah
bronkhitis akut, bronkhitis kronis, bronkiolitis dan
pneumonia aspirasi.
Istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni antara lain:
Infeksi
Infeksi merupakan masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak
sehingga menimbulkan gejala penyakit.
Saluran pernapasan
Saluran pernapasan merupakan organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ aksesorinya seperti
sinus, rongga telinga tengah dan pleura.
Infeksi Akut
Infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari ditentukan untuk menunjukkan proses akut
meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat berlangsung lebih
dari 14 hari.
Program pemberantasan penyakit (P2) ISPA dalam 2 golongan yaitu:
ISPA Non-Pneumonia
Merupakan penyakit yang banyak dikenal masyarakat dengan istilah batuk dan pilek
(common cold).
ISPA Pneumonia
Pengertian pneumonia sendiri merupakan proses infeksi akut yang mengenai jaringan
paru-paru (alveoli) biasanya disebabkan oleh invasi kuman bakteri, yang ditandai
oleh gejala klinik batuk, disertai adanya nafas cepat ataupun tarikan dinding dada
bagian bawah.
ISPA dapat disebabkan oleh banyak hal. Antara lain:
Menurut Nelson (2002, 1455-1457), Virus penyebab ISPA meliputi virus parainfluenza,
adenovirus, rhinovirus, koronavirus, koksakavirus A dan B, Streptokokus dan lain-lain.
Perilaku individu, seperti sanitasi fisik rumah, kurangnya ketersediaan air bersih (Depkes RI,
2005: 30).
Untuk pencegahan ISPA dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu:
 Imunisasi
 Penyehatan Lingkungan Pemukiman (PLP) polusi di dalam maupun di luar rumah
 Mengatasi demam
 Perbaikan makanan pendamping ASI
 Penggunaan air bersih untuk kebersihan dan untuk minum.
Menurut Depkes RI (2005: 30), rumah sehat adalah proporsi rumah yang memenuhi kriteria sehat minimum
komponen rumah dan sarana sanitasi dari tiga komponen (rumah, sarana sanitasi dan perilaku) di satu wilayah kerja
pada kurun waktu tertentu. Minimum yang memenuhi kriteria sehat pada masing-masing parameter adalah sebagai
berikut:
Minimum dari kelompok komponen rumah adalah langit-langit, dinding, lantai, jendela kamar tidur, jendela ruang
keluarga, ventilasi, sarana pembuangan asap dapur dan pencahayaan.
Minimum kelompok fasilitas pendukung rumah sehat adalah sarana air bersih, jamban (sarana pembuangan
kotoran), sarana pembuangan air limbah (SPAL) dan sarana pembuangan sampah.
Perilaku
Sanitasi rumah adalah usaha kesehatan masyarakat untuk menitikberatkan pada pengawasan terhadap strukur
fisik yang digunakan sebagai tempat berlindung yang mempengaruhi derajat kesehatan manusia (Azwar, 1986:
8).
Sanitasi rumah sangat erat kaitannya dengan angka kesakitan penyakit menular, terutama ISPA. Lingkungan
perumahan sangat berpengaruh pada terjadinya dan tersebarnya ISPA
Faktor lingkungan memegang peranan yang
penting dalam menentukan terjadinya proses
interaksi antara host denganagent dalam proses
terjadinya penyakit. Secara garis besarnya
lingkungan terdiri dari lingkungan fisik,
biologis dan sosial.
Kualitas udara dalam ruangan dipengaruhi oleh asap dalam ruangan yang bersumber
dari perokok, penggunaan bahan bakar kayu atau arang atau asap. Di samping itu
ditentukan oleh ventilasi, kepadatan penghuni, suhu ruangan, kelembaban,
penerangan alami, jenis lantai, dinding, atap, saluran pembuangan air limbah, tempat
pembuangan sampah, ketersediaan air bersih, dan debu (polutan).
KERANGKA PIKIRAN
HIPOTESIS
 Ada perbedaan antara kondisi faktor lingkungan antara balita • Hubungan kondisi subfaktor lingkungan:
yang mengalami kejadian ISPA dan balita yang tidak mengalami
ISPA di wilayah kerja Puskesmas Jongaya Kota Makassar. • Ada hubungan kepadatan penghuni dengan angka kejadian ISPA.
• Ada hubungan ventilasi dengan angka kejadian ISPA.
• Ada hubungan suhu ruangan dengan angka kejadian ISPA.
• Ada hubungan kelembaban dengan angka kejadian ISPA.
• Ada hubungan penerangan dengan angka kejadian ISPA.
• Ada hubungan dinding rumah dengan angka kejadian ISPA.
• Ada hubungan lantai rumah dengan angka kejadian ISPA.
• Ada hubungan atap rumah dengan angka kejadian ISPA.
• Ada hubungan debu dengan angka kejadian ISPA.
• Ada hubungan SPAL dengan angka kejadian ISPA.
• Ada hubungan tempat pembuangan sampah dengan angka kejadian ISPA.
• Ada hubungan ketersediaan air bersih dengan angka kejadian ISPA.
METODE PENELITIAN
Desain Penelitian
Penelitian yang dilakukan ini menggunakan desain cross sectional, rancangan
penelitian cross sectional adalah penelitian non eksperimental yang mempelajari
dinamika hubungan faktor-faktor resiko dengan efek dengan pendekatan point time,
yaiu variabel diobservasi pada saat yang sama termasuk variabel-variabel faktor
resiko dan variabel efek. (Pratiknya, 2007)
Pemilihan desain penelitian cross sectional ini karena memiliki beberapa keuntungan
yaitu memberikan kemudahan untuk dilakukan dan murah serta tidak memerlukan
follow up. (Murti,1997). Selain itu dengan desain penelitian ini sifatnya relatif
sederhana,ekonomis dalam segi waktu, dan banyak variabel yang dapat dikumpulkan
dalam waktu yang bersamaan.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Puskesmas Jongaya Kota Makassar Provinsi Sulawesi
Selatan yang terdiri dari 3 Kelurahan yaitu Pa’Baeng-Baeng, Jongaya dan Bongaya
dengan 36 RW dan 135 RT. Waktu penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober-
November 2019.
Populasi dan Sampel
 Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh anak balita dengan umur 0 hingga 59 bulan yang tinggal
di wilayah kerja Puskesmas Jongaya Kota Makassar Provinsi Sulawesi Selatan, yaitu sebanyak
2216 balita (Profil Puskesmas Jongaya, 2019) 
 Sampel
Sampel pada penelitian ini adalah anak balita. Sedangkan respondennya ibu balita, cara
pengambilan sampel dilakukan secara Non Random Sampling yaitu consecutive sampling, dimana
semua subyek yang datang dan memenuhi kriteria pemilihan sampel dimasukkan dalam penelitian
sampai jumlah subyek yang diperlukan terpenuhi yaitu sebanyak 88 balita.
 Besar sampel penelitian diperoleh dari hasil perhitungan besar sampel menggunakan rumus Lemeshow (1997)
sebagai berikut:
Batasan Operasional
ISPA
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan suatu penyakit pernapasan akut
yang disebabkan oleh virus dan bakteri ditandai dengan gejala batuk, pilek, serak,
demam, dan mengeluarkan ingus atau lendir yang berlangsung sampai dengan 14 hari
(Depkes RI, 2012)
Faktor Lingkungan
• Ventilasi • Penerangan Alami (Intensitas Cahaya)
Lubang angin untuk proses pergantian udara segar Merupakan penerangan rumah secara alami oleh sinar
ke dalam dan mengeluarkan udara kotor dari suatu matahari untuk mengurangi kelembaban dan
ruangan tertutup secara alamiah maupun buatan. membunuh bakteri penyebab ISPA. Dengan kategori:
 Baik (10% dari luas lantai) • Baik (60 – 120 Lux)
 Tidak baik (< 10% dari luas lantai)
• Tidak baik (< 60 atau > 120 Lux)
 Kepadatan Penghuni
• Suhu Ruangan
Meliputi jumlah penghuni dalam rumah dengan
Suhu dalam ruangan untuk menjaga tidak terlalu
ukuran luasan rumah. Dengan kategori:
banyak kehilangan panas atau sebaliknya tubuh tidak
 Baik: ≤ 2 orang
sampai kepanasan. Dengan kategori:
 Tidak baik: > 2 orang
• Baik: 18◦C - 30◦C
• Tidak baik: < 18◦C atau > 30◦C
Faktor Lingkungan
 Kelembaban • Dinding Rumah
Merupakan kandungan uap air yang dapat dipengaruhi Merupakan salah satu bahan bangunan untuk mendirikan
oleh sirkulasi udara dalam rumah dengan kategori: sebuah rumah. Dengan kategori:
 Baik: 40% - 70%
• Baik: permanen atau tembok
 Tidak baik: < 40% atau > 70%
• Tidak baik: semi permanen, bambu dan kayu/papan
 Lantai Rumah
• Atap Rumah
Merupakan salah satu bahan bangunan rumah untuk
melengkapi sebuah rumah. Dengan kategori: Merupakan salah satu bagian fungsi rumah untuk
melindungi masuknya debu ke dalam rumah. Dengan
 Baik: kadap air dan tidak lembab (keramik dan ubin)
kategori:
 Tidak baik: menghasilkan debu dan lembab (semen
• Baik: genteng dan menggunakan langit-langit
dan tanah)
• Tidak baik: asbes atau seng dan tidak menggunakan
langit-langit
Faktor Lingkungan
 Sumber Air Bersih • Saluran Pembuangan Air Limbah
Merupakan sumber air yang berasal dari sumber mata
air yang terlindung atau sumur pompa maupun sumur Merupakan saluran untuk mengalirkan air limbah ke
gali, PDAM, dan sumber air bersih yang memenuhi sebuah lubang atau sumur resapan yang memenuhi
syarat kesehatan. syarat kesehatan.
 Tempat Pembuangan Sampah • Polutan (Debu)
Merupakan bak tempat pembuangan sampah dan cara Merupakan partikel yang tidak murni dan mencemari
pengelolaan sampah.
udara yang berada di dalam ruangan atau di luar
ruangan.
Analisis Data
Analisis data dilakukan untuk memecahkan masalah penelitian sekaligus
menyampaikan informasi tentang hasil penelitian. Analisa data dilakukan dengan
sistem computer. Jenis data adalah kategorikal, maka teknik analisa yang
digunakan adalah Chi-Square untuk melihat hubungan antara variable dependent
dan independent.
HASIL KEGIATAN

Profil Puskesmas
Puskesmas Jongaya berlokasi di Jl. Andi Tonro No.49 Makassar,
mencakup 3 (tiga) wilayah kelurahan, yaitu : Kelurahan Pa’baeng-baeng,
Kelurahan Jongaya, dan Kelurahan Bongaya, yang merupakan bagian dari
Kecamatan Tamalate Kota Makassar dengan batas-batas sebagai berikut :
Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kel. Parang Kec. Mamajang.
Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kelurahan Mannuruki.
Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Maccini Sombala.
Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kelurahan Sambung Jawa.
Luas wilayah kerja Puskesmas Jongaya adalah 20.525 km2
Daftar Penyakit Terbanyak di Wilayah Kerja Puskesmas Jongaya
Hasil Penelitian
Hasil Penelitian
PEMBAHASAN
Hubungan Kepadatan Hunian dengan Kejadian ISPA
Dari table di atas berdasarkan uji chi-square di dapatkan 40 orang yang penderita
ISPA dan 27 orang tidak menderita ISPA dengan kepadatan hunian tinggi sedangkan 4
orang menderita ISPA dan 16 orang tidak menderita ISPA dengan kepadatan hunian
rendah, Dari nilai P=0.015 sehingga dikatakan adanya hubungan antara factor lingkungan
dengan kepadatan hunian yang tinggi, dengan terjadinya kejadian ISPA, serta OR=6.25
berarti kepadatan penduduk menjadi salah satu faktor resiko terjadinya ISPA.
Sesuai dengan teori berdasarkan Kemenkes RI No.829 tahun 1999 tentang kesehatan
perumahan menetapkan bahwa Luas ruang tidur minimal 8 mm 2 dan tidak dianjurkan
digunakan lebih dari 2 orang tidur dalam 1 kamar tidur karena bangunan yang sempit dan
tidak sesuai dengan jumlah penghuni,akan menyebabkan kurangnya oksigen dalam
ruangan, sehingga daya tahan penghuninya menurun dan dapat menyebabkan ISPA.

Anda mungkin juga menyukai