KESEHATAN
Seri: Demam Berdarah
S
alah satu alasan kenapa masih rendahnya jumlah
dan mutu karya ilmiah Indonesia adalah karena
kesulitan mendapatkan literatur ilmiah sebagai
sumber informasi.Kesulitan mendapatkan literatur
terjadi karena masih banyak pengguna informasi yang
tidak tahu kemana harus mencari dan bagaimana
cara mendapatkan literatur yang mereka butuhkan.
Sebagai salah satu solusi dari permasalahan tersebut
adalah diadakan layanan informasi berupa Paket
Diseminasi Informasi Terseleksi (PDIT).
Paket Diseminasi Informasi Terseleksi (PDIT) adalah
salah satu layanan informasi ilmiah yang disediakan
bagi peminat sesuai dengan kebutuhan informasi
untuk semua bidang ilmu pengetahuan dan teknologi
(IPTEK) dalam berbagai topik yang dikemas dalam
bentuk kumpulan artikel dan menggunakan sumber
informasi dari berbagai jurnal ilmiah Indonesia.
Paket Diseminasi Informasi Terseleksi (PDIT) ini
bertujuan untuk memudahkan dan mempercepat
akses informasi sesuai dengan kebutuhan informasi
para pengguna yang dapat digunakan untuk keperluan
pendidikan, penelitian, pelaksanaan pemerintahan,
bisnis, dan kepentingan masyarakat umum lainnya.
Sumber-sumber informasi yang tercakup dalam
Paket Diseminasi Informasi Terseleksi (PDIT) adalah
sumber-sumber informasi ilmiah yang dapat
dipertanggungjawabkan karena berasal dari artikel
(full text) jurnal ilmiah Indonesia dilengkapi dengan
cantuman bibliografi beserta abstrak.
DAFTAR ISI i Pilih/klik judul
untuk melihat full text
DEMAM BERDARAH DENGUE DI daerah endemik ini. Tipe kutu parasit dan pola
PERDESAAN distribusi geografis Aedes sp. Di daerah endemik
Erna Kusumawardani; Umar Fahmi Achmadi demam berdarah Jawa Tengah belum diketahui.
Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, Vol. 7, No. 3, Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
2012:120-125 kutu parasit dan pola distribusi geografisnya
demam berdarah di Jawa Tengah. Semua fase
Abstrak : eksperimen dilakukan dengan menggunakan
Berbeda dengan beberapa negara, laporan metode survai dengan teknik pengambilan sampel
kejadian kasus demam berdarah dengue (DBD) di secara acak, Daerah sampling di Kota Semarang
perdesaan Indonesia belum banyak dilaporkan. meliputi Semarang Tengah terutama Tembalang,
sedangkan untuk Banjarnegara meliputi Desa
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan
Krandegan, Kutabanjar, Parakancanggah, dan
gambaran kejadian DBD di perdesaan di wilayah
Sokanandi, sedangkan Kota Karanganyar, meliputi
perbatasan Kabupaten Bogor dan Kabupaten
Karanganyar. Larva, pupa dan fase dewasa dari
Lebak, Jawa Barat. Penelitian ini menggunakan nyamuk Aedes diambil sampelnya selama musim
desain studi kasus seri dengan sampel seluruh penghujan, Tipe parasit diidentifikasi dengan
penderita DBD yang tercatat di puskesmas pada acuan Walter & Proctor (1999), Pesic (2003)
periode bulan Januari 2011 sampai April 2012. dan Gerecke (2004), Nilai rerata dan varian
Hasil penelitian menemukan 18 kasus DBD dan dianalisis untuk jumlah masing-masing fase untuk
4 kasus kematian (case fatality rate, CFR = 22%). mengetahui pola distribusi geografis parasit
Sebagian besar kasus berjenis kelamin laki-laki tersebut kemampuan infeksi ditentukan dengan
(58,3%), berusia ³ 15 tahun (58,3%), tidak bekerja/ intensitas rerata parasit dan nilai prevalen, Hasil
ibu rumah tangga (50%), melakukan mobilitas penelitian menunjukkan bahwa famili parasit
(66,7%), mempunyai pengetahuan yang baik yang menginfeksi larvae Aedes sp, di daerah
(66,7%), berperilaku kurang baik (83,3%), dan endemik demam berdarah Jawa Tengah adalah
mempunyai tempat penampungan air (100%). Pionidae-1, Histiostomatidae, Hydryphantidae,
Lima dari 12 kasus DBD (41,7%) diduga merupakan Hydrachnidae-1, Arrenuridae, Hydrachnidae-2
kasus lokal. Dari empat puskesmas (57,1%) yang dan Pionidae-2, Berdasarkan frekuensi
melakukan kegiatan penyelidikan epidemiologi kemunculannya, nilai prevalen dan kemampuan
DBD terindikasi bahwa kemungkinan besar telah untuk menginfeksi, dapat disimpulkan bahwa
terjadi transmisi DBD di wilayah perdesaan daerah famili Histostomatidae adalah kandidat paling
perbatasan Kabupaten Bogor dan Kabupaten potensial untuk agen biokontrol agent larva Aedes
Lebak. sp, Pola distribusi famili parasit di daerah endemik
demam berdarah di Jawa Tengah menunjukkan
pola random.
Abstrak:
Pola distribusi geografis kutu parasit menentukan
tipe kutu parasit yang harus dikembangkan di
DAFTAR ISI
Abstrak :
Data dinas kesehatan Kota Bengkulu menunjukkan
bahwa dalam 5 tahun terakhir terjadi peningkatan
jumlah kasus DBD di Kota Bengkulu. Penelitian
ini bertujuan mengetahui faktor-faktor yang
berhubungan dengan kejadian demam berdarah
dengue di Kota Bengkulu tahun 2012. Jenis
penelitian ini adalah analitik dengan menggunakan
rancangan case control. Populasi dalam penelitian
ini adalah seluruh warga Kota Bengkulu, dengan
jumlah sampel sebanyak 37 orang untuk kelompok
kasus dan 37 orang untuk kelompok kontrol dan
diambil dengan teknik consecutive sampling.
Pengumpulan data dilakukan dengan teknik
wawancara dan pengamatan secara langsung
DAFTAR ISI
HUBUNGAN ANTARA UPAYA 93,0% yang tidak melakukan fogging, dan 66,7%
PENCEGAHAN DENGAN KEJADIAN yang melakukan fogging. Selanjutnya 91,1% yang
DEMAM BERDARAH DENGUE DI DESA tidak melakukan tindakan 3M dan 71,4% yang
melakukan tndakan 3M, dengan nilai P=0,000
TRITIRO WILAYAH KERJA PUSKESMAS
< α=0,05, Artinya ada hubungan antara upaya
BONTOTIRO KECAMATAN BONTOTIRO pencegahan dengan kejadian Demam Berdarah
KABUPATEN BULUKUMBA Dengue (DBD) Di Desa Tritiro.
Dewi Rahmi Jaya; Syaifuddin Zaenal; Herman
Djewarute
Stikes, Vol. 3, No.3, 2013:9-17
Abstrak :
HUBUNGAN KONDISI LINGKUNGAN
Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah DAN KONTAINER DENGAN
suatu penyakit infeksi virus yang di tandai dengan KEBERADAAN JENTIK NYAMUK AEDES
demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas AEGYPTI DI DAERAH ENDEMIS DEMAM
dan berlangsung terus menerus selama 2- 7 hari. BERDARAH DENGUE DI KOTA BANJAR
Data awal menunjukkan bahwa penyakit demam BARU
berdarah dengue (DBD) dari tahun 2010 sampai M. Rasyid Ridha; Nita Rahayu; Nur Afrida Rosvita;
2012 terjadi peningkatan. Tujuan penelitian ini Dian Eka Setyaningtyas
adalah untuk mengetahui hubungan antara upaya Jurnal Buski, Vol. 4, No. 3, 2013:33-137
pencegahan dengan kejadian demam berdarah
(DBD) di Desa Tritiro Wilayah kerja Puskesmas Abstrak :
Bontotiro Kecamatan Bontotiro Kabupaten Kelurahan Loktabat Utara merupakan daerah
Bulukumba. Jenis penelitian yang digunakan endemis Demam Berdarah Dengue (DBD) di
adalah deskriptik analitik dengan pendekatan Kota Banjarbaru. Kejadian DBD berkaitan erat
“Cross Sectional” untuk menentukan hubungan dengan karakteristik habitat nyamuk Aedes
antara variabel independen dan variabel aegypti. Tujuan penelitian ini adalah untuk
dependen dengan melakukan pengukuran mengetahui hubungan kondisi lingkungan dan
secara bersamaan, penelitian berlangsung pada kontainer dengan keberadaan jentik Ae. aegypti.
tanggal 7 Januari sampai dengan 3 februari 2013 Penelitian ini adalah observasional dengan
populasi penelitian adalah semua kepala keluarga pendekatan cross-sectional, populasi rumah
yang tinggal di Desa Tritiro Kecamatan Bontotiro penduduk sebanyak 100 rumah dan diambil
kabupaten Bulukumba dengan jumlah sampel dengan cara simple random sampling. Analisis
sebanyak 52 responden yang memenuhi kriteria. data dengan menggunakan uji statistik Chi square
Teknik pengambilan sampel adalah simpel random dan uji Fisher exact untuk mengetahui hubungan
sampling, pengumpulan data dengan metode antara kondisi lingkungan (pH, suhu air, suhu
kuesioner dan lembar observasi, data yang udara, dan kelembaban udara), dan kontainer
terkumpul di olah dan di analisis menggunakan (jenis kontainer) dengan keberadaan jentik Ae.
komputerisasi dengan uji yang sesuai. Analisa data aegypti. Hasil penelitian ini diketahui bahwa ada
mencakup analisis univariat dan analisis bivariat hubungan yang signifikan antara pH, suhu air
dengan menggunakan uji Chi-Square dengan dan kelembaban udara dengan keberadaan dari
koreksi fisher exact test. Hasil yang diperoleh larva nyamuk Ae. aegypti. Sedangkan suhu udara
97,7% yang tidak melakukan upaya pencegahan tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan
sehingga terjadi Demam Berdarah Dengue(DBD) keberadaan larva Ae. aegypti.
dan 88,9% yang melakukan upaya pencegahan
dan tidak terjadi Demam Berdarah Dengue (DBD),
DAFTAR ISI
Abstrak : Abstrak :
Penyakit D8D (demam berdarah dengue) masih Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan
menjadi masalah kesehatan di Indonesia. penyakit menular yang masih menjadi momok
Palembang adalah salah satu wilayah endemis bagi masyarakat. Penyakit ini disebabkan oleh
D8D di Prov. Sumatera Selatan. Faktor-faktor virus yang ditularkan melalui gigitan nyamuk
yang berpengaruh terhadap peningkatan kasus Aedes sp. Keberadaan nyamuk sebagai vektor DBD
D8D diantaranya adalah kurangnya partisipasi menjadi sangat penting. Perkembangan nyamuk
masyarakat dalam penanggulangan D8D. Hal dipengaruhi oleh lingkungan. Kondisi lingkungan
ini terkait dengan karakteristik. pola hidup dan yang memungkinkan untuk perkembangan
perilaku masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk nyamuk secara optimum, yaitu tingkat
memberikan informasi mengenai karakteristik kelembaban tinggi (>70%) dan temperatur antara
dan perilaku masyarakat di Kelurahan bukit Baru
27 28°C. Penelitian ini menggunakan metode
dan Lorok Pakjo Kecamatan llir Barat I Palembang.
deskriptif. Variabel yang digunakan adalah data
Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara
kejadian demam berdarah selama kurun waktu
menggunakan kuesioner mulai bulan April sampai
November tahun 2009. Desain penelitian adalah 3 tahun dan data rerata curah hujan normal
potong lintang. Responden yang diwawancara dari BMKG dan data kejadian DBD. Penelitian ini
sebanyak 73 orang di Kelurahan Bukit Baru menggunakan metode deskriptif dengan data
dan 252 orang di Kelurahan Lorok Pakjo. Hasil sekunder. Curah hujan yang tinggi meningkatkan
penelitian menunjukkan bahwa karakteristik ketersediaan air bagi perkembangbiakan nyamuk
responden di dua wilayah tersebut hampir sama, Aedes sebagai vektor penyakit DBD. Keadaan ini
yakni lebih banyak responden perempuan, usia mempengaruhi kemampuan penularan penyakit
20-45 tahun, pendidikan tertinggi yang terbanyak DBD dari penderita ke orang yang sehat. Jumlah
adalah SMA dan sebagian besar tidak bekerja. penderita DBD di Kabupaten Banjar berbanding
Tindakan pertama yang dilakukan responden di lurus dengan kejadian hujan. Curah hujan tinggi
Kelurahan Lorok Pakjo ketika ada anggota keluarga terjadi mulai bulan Oktober dan terus naik hingga
yang menderita gejala D8D lebih baik dari pada bulan Januari dan akhirnya mengalami penurunan
responden di Kelurahan Bukit Baru. Responden pada bulan Februari dan Maret. Jumlah penderita
yang tidak melakukan tindakan apa-apa untuk penyakit DBD pada bulan Oktober mulai
mencegah gigitan nyamuk ketika berada di dalam mengalami peningkatan dan turun pada bulan
rumah baik di pagi maupun di sore hari,lebih Maret.
banyak jumlahnya di Kelurahan Lorok Pakjo.
Sebagian besar responden di dua kelurahan
menggunakan abate dengan cara ditaburkan
langsung ke air.
DAFTAR ISI
Abstrak :
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit
menular yang disebabkan oleh virus Dengue
dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Kota
Semarang merupakan daerah endemis DBD
dengan jumlah kasus sebanyak 5.538 kasus, IR
36,75/10.000 penduduk dan CFR 0,8% (tahun
2010). Data kepadatan vektor dapat digunakan
untuk menentukan tindakan pengendalian vektor
yang tepat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
menghitung HI, CI, BI, DF, dan Angka Bebas Jentik
(ABJ) Aedes sp. di daerah endemis, sporadis
dan potensial DBD. Jenis penelitian deskriptif
dengan pendekatan cross sectional. Metode
pelaksanaan survei jentik dengan single larva.
Populasi adalah seluruh rumah di Kelurahan
Sendangmulyo, Terboyo Wetan, dan Pesantren.
Pengambilan sampel penelitian menggunakan
metode purposif. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa angka HI (53,75%), CI (30,77%), BI (75%),
dan DF (7) tertinggi di Kelurahan Terboyo Wetan
(sporadis). Angka ABJ di semua lokasi penelitian <
95%. Kepadatan jentik daerah sporadis lebih tinggi
dibanding daerah endemis DBD. Kepadatan jentik
tidak berkorelasi dengan stratifikasi endemisitas
wilayah DBD.
DAFTAR ISI
KONDISI ENTOMOLOGI DAN UPAYA density figure 4, sedangkan berdasar indikator HI dan
PENGENDALIAN DEMAM BERDARAH BI, memiliki density figure 6. Hal ini menunjukkan
bahwa Kelurahan Baros memiliki risiko penularan
DENGUE OLEH MASYARAKAT DI
sedang terhadap penyebaran penyakit DBD.
DAERAH ENDEMIS KELURAHAN BAROS
KOTA SUKABUMI
Heni Prasetyowati; Nurul Hidayati Kusumastuti;
Dewi Nur Hodijah PARTISIPASI MASYARAKAT
Aspirator, Vol. 6, No. 1, 2014:29-34
MENANGGULANGI LINGKUNGAN
Abstrak : DEMAM BERDARAH DENGUE DI
Banyak upaya sudah dilakukan oleh masyarakat KECAMATAN RAPPOCINI KOTA
di Kelurahan Baros, namun tingkat infeksi di MAKASAR
Kelurahan Baros masih tinggi. Untuk mengetahui Sri Syatriani; Esse Puji; Andi Susilowati
tingkat risiko penularan DBD dilihat dari kondisi Kesmas: Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasiona,
entomologisnya maka dilakukan survei entomologi Vol. 3, No. 5, 2009:219-223
dan wawancara upaya pengendalian dengan tujuan
untuk mengidentifikasi faktor-faktor entomologi Abstrak :
pada lingkungan Kelurahan Baros serta mengetahui Demam Berdarah Dengue (DBD) menjadi wabah
upaya pengendalian DBD yang dilakukan masyarakat nasional pada tahun 2006, termasuk Makassar
di daerah tersebut. Penelitian ini merupakan dan beberapa kabupaten di Sulawesi Selatan.
penelitian observasional dengan desain cross- Jumlah kasus DBD di kecamatan Rappocini
sectional. Populasi survei entomologi dan wawancara tahun 2006 adalah 160 kasus tanpa kematian.
upaya pengendalian adalah semua Rukun Warga Penelitian bertujuan untuk mengetahui berbagai
(RW) di wilayah Kelurahan Baros yang tergolong bentuk partisipasi masyarakat untuk menciptakan
wilayah endemis DBD. Sampel adalah rumah/satuan lingkungan sehat dalam upaya penanggulangan DBD.
bangunan di lingkungan RW 11 Kelurahan Baros. Penelitian dilaksanakan di kecamatan Rappocini yang
Responden wawancara adalah orang yang tinggal di merupakan daerah endemis DBD. Jenis penelitian
rumah/bangunan tersebut. Wawancara dilakukan adalah penelitian observasional dengan pendekatan
menggunakan kuesioner dan bertatap muka dengan deskriptif. Sampel adalah kepala keluarga yang ada
responden untuk mengetahui jenis dan besaran di Kelurahan Bonto Makkio dan Kelurahan Gunung
upaya pengendalian yang dilakukan masyarakat. Sari sebesar 300 KK. Analisis data yang digunakan
Pengumpulan data entomologi dilakukan melalui adalah analisis deskriptif dari setiap variabel.
survei keberadaan nyamuk pra-dewasa di berbagai Hasil penelitian menunjukkan bahwa partisipasi
kontainer yang ada di lingkungan rumah/bangunan masyarakat terhadap upaya penanggulangan DBD
yang disurvei dengan mata telanjang. Indeks rendah sebesar 68%. Bentuk partisipasi berupa
entomologi yang diukur berupa Container Index (CI), kebiasaan membersihkan lingkungan, kebiasaan
Breteau Index (BI), serta House Index (HI). Data yang menguras tempat penampungan air, kebiasaan
diperoleh dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menutup tempat penampungan air, dan kebiasaan
menunjukkan pengendalian vektor yang dilakukan menggantung pakaian. Berdasarkan hasil penelitian
masyarakat RW 11 Kelurahan Baros dikelompokkan maka direkomendasikan kebijakan penanggulangan
menjadi pengendalian secara budaya, fisik, biologi, DBD perlu mendapat payung hukum berupa peraturan
kimia, dan pengendalian secara terpadu, dengan jenis daerah yang memberikan denda administrasi bagi
upaya pengendalian tertinggi adalah pengendalian masyarakat serta membentuk kader pemantau jentik
terpadu (37,6%). Indikator entomologi RW 11 yang berbasis keluarga yang diperankan oleh ibu
Kelurahan Baros adalah HI = 33,98%; CI = 11,1%; BI rumah tangga.
= 45,63%. Berdasarkan indikator CI, RW 11 memiliki
DAFTAR ISI
Abstrak:
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) masih
merupakan penyakit endemis di Kota Banjar.
Diperlukan informasi yang dapat memetakan
penyebaran, pemusatan, dan arah pergerakan
pola kasus DBD dalam kegiatan surveilans untuk
mengetahui luas cakupan program pengendalian
penyakit DBD. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mendapatkan informasi wilayah penyakit DBD
melalui Model Standard Deviational Ellipse (SDE)
di Kota Banjar. Penelitian ini merupakan studi
observasional yang bersifat Explanatory Spatial
Data Analysis (ESDA). Analisis data menggunakan
model SDE pada lingkup seluruh kecamatan di
Kota Banjar. Data yang digunakan adalah data
kasus DBD dari tahun 2007-2012, sebanyak 315
kasus. Gambaran umum penderita DBD di Kota
Banjar secara sosiodemografi, sebagian besar
adalah laki-laki (58,1%) dengan kelompok usia
produktif yaitu anak sekolah (39,7%) dan usia
bekerja (45,7%). Kasus DBD di Kota Banjar selama
periode tahun 2007-2012 sebagian besar berada
pada ketinggian 25-37,5 mdpl (55,8%). Secara
umum, model SDE di Kota Banjar mempunyai
arah pergerakan kasus yang cenderung mengikuti
sumbu X dan pola berkelompok sesuai batas
fisiografis.
MIUK PERPUSTAKAAN
Jurnal Entomo1ogi Indonesia
\ Apri1 2012, Vol. 9 No. 1 . 1-6
PDU- LIPfnlin
Indonesian Journal ofEntomology version: http://jurnal.pei-pusat.org
JSSN: 1 829-7722 DO!: I 0.5994/jei.9. 1.!
Bagian Parasitologi & Entomologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan
Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan IPB Bogar.
Jalan Agatis Kampus Darmaga IPB Bogar I 6880
ABSTRAK
Infeksi virus dengue terns menerus menjadi masalah kesehatan yang serius di berbagai daerah
tropis di dunia karena sering berakibat fatal pada anak-anak. Virus dengue ditularkan ke manusia
melalui gigitan nyamuk, terutama Aedes aegypti dan Aedes a/bopictus yang terinfeksi virus.
Makalah ini melaporkan aktivitas menggigit malam hari (nokturnal) Ae. aegypti dan Ae. albopictus
di beberapa daerah di Indonesia. NyamukAedes ditangkap dengan metoda umpan badan dan metoda
pengumpulan nyamuk istirahat dari pukul 18:00 sampai 06:00 di dalam dan di luar rumah. Hasil
pengamatan menunjukkan bahwa aktvitas menggigit nyamuk Ae. aegypti danAe. albopictus terjadi
sepanjang malam dari pukul 18.00 sampai 05:50 baik di dalam maupun di luar rumah di daerah
daerah Cikarawang, Babakan, dan Cibanteng Kabupaten Bogor (2004); Cangkurawuk Darmaga
Bogor (2005, 2007), Pulau Pramuka, Pulau Pari, Kepulauan Seribu (2008), Gunung Bugis, Gunung
Karang, Gunung Utara Balikpapan (2009) dan Kayangan, Lombok Utara (2009). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa aktivitas menggigit nyamuk Ae. aegypti dan Ae. albopictus tidak hanya di
siang hari tetapi juga malam hari.
Kata kunci: Aedes aegypti, Aedes a/bopictus, aktivitas menggigit malam hari
ABSTRACT
The continous presence of dengue virus infection presents a serious health problem in many
tropical areas of the world because of the severe and often fatal disease in children. Dengue viruses
are transmitted to human through the biting of infected mosquitoes, especially Aedes aegypti
and Aedes albopictus. This paper reported the nocturnal of biting activity of Ae. aegypti and Ae.
albopictus in several areas of Indonesia. Natural population of Aedes was collected by bare leg
collection and resting collection from 18:00 to 06:00 out door and indoor. The biting activities of
Ae. aegypti and Ae. a/bopictus occurred throughout the night from 18:00 to 05:50 out door and
indoor in Cikarawang, Babakan, and Cibanteng Kabupaten Bogar (2004); Cangkurawuk Darrnaga
Bogar (2005, 2007); Pramuka island, Pari island, Kepulauan Seribu (2008); Gunung Bugis, Gunung
Karang, Gunung Utara Balikpapan (2009); and Kayangan, Lombok Utara (2009). These results
showed that the biting activities of Ae. aegypti dan Ae. albopictus did not only occur diurnally but
also nocturnally.
Key words: Aedes aegypti, Aedes a/bopictus, nocturnal biting activity
*Penulis korespondensi: Upik K. Hadi. Bagian Parasitologi & Entomologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan
dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, IPB, Jalan Agatis Kampus Darmaga IPB Bogar 16880
Tel: 0251�8421784, Email: upikke@ipb.ac.id
Hadi et al.: Aktivitas nokturnal vektor
Tabell . Jumlah nyamukAedes aegypti danAedes a/bopictus yang tertangkap menghisap darah pada malam
hari di beberapa daerah di Indonesia
Lokasi & waktu Jam JwnlahAe. aegypti yang JumlahAe. albopictus yang
penelitian penangkapan tertangkap di: tertangkap di:
Dalam Luar Dalam Luar
Cikarawang, Babakan, 18:00-20:50 2 4 1 6
Cibanteng, Bogar
April-Juni 2004
Cangkurawuk, 21:00-23:50 2 0 1 3
Darmaga, Bogar 24:00-02:50 2 1 2 I
Juni 2005
Cangkurawuk, 21:00-23:50 2 0 1 0
Darmaga, Bogar 24:00-02:50 5 1 2
November 2007
P.Pramuka, P.Pari 18:00-20:50 0 3 0 4
Kep Seribu 21:00-23:50
21-25 Mei 2008
Gunung Bugis, 18:00-20:50 5 11 19 70
G .Karang, G.Utara 21:00-23:50 2 8 7 41
Balikpapan 24:00-02:50 3 1 6 34
21-23 Januari 2009 03:00-05:50 0 6
Kayangan, Lombok 18:00-20:50 I I I 0
Utara 21:00-23:50 0 0 1 I
Juni 2009 24:00-02:50 2 0 1 I
03:00-05:50 0 0 0 2
Tabel 2. Jumlah nyamuk Aedes aegypti dan Aedes a/bopictus yang tertangkap sedang beristirahat pada
malam hari di Balikpapan
Lokasi & waktu Jam Jumlah Ae.aegypti yang Jumlah Ae. a/bopictus yang
penelitian penangkapan istirahat di: istirahat di:
Dalarn Luar Dalarn Luar
Gunung Bugis, 18:00-20:50 I 0 0 0
Balikpapan 21:00-23:50 0 I 0 I
21-23 Januari 2009 24:00-02:50 0 0 0 0
03:00-05:50 I 0 I
Gunung Karang, 18:00-20:50 0 I 5 37
Balikpapan 21:00-23:50 0 6 2 12
21-23 Januari 2009 24:00-02:50 0 0 I 5
03:00-05:50 0 0 0 10
Gunung Utara, 18:00-20:50 0 0 2 0
Balikpapan 21:00-23:50 1 0 25 I
21-23 Januari 2009 24:00-02:50 0 0 1 I
03:00-05:50 1 0 0 0
Saat itu juga ditemukan jenis nyamuk nokturnal jenis nyamuk ini aktif menghisap darah di dalam
lainnya yang banyak ditemukan menghisap darah rumah dan di luar rumah dari jam 18:00 hingga
di wilayah pengamatan ini. 05:50, dengan jumlah nyamuk terbanyak antara
Sementara itu, di daerah permukiman perusaha jam 19:00 hingga 23:50, kemudian menurun ber
an E & P Total, Balikpapan pada Januari 2009, samaan dengan larutnya malam. Demikian pula
Ae. aegypti dan Ae. albopictus ditemukan aktif halnya dengan Ae. aegypti dan Ae. albopictus
menghisap darah di malam hari dalam jumlab yang tertangkap di wilayab permukiman Desa
yang cukup banyak daripada daerah lain. Kedua Kayangan, Lombok Utara. Pada daerah tersebut
3
1-Iadi et al.: Aktivitas nokturnal vektor
nyamuk Aedes tertangkap hingga jam 05:50, tempat perindukan dan berkembangbiak nyamuk
meskipunjumlahnya tidak sebanyak di Balikpapan. Ae. aegypti. Berdasarkan jumlah telur yang
Di Balikpapan nyamuk Aedes ditemukan juga diletakkan, Ae. aegypti paling banyak ditemukan
dalam keadaan istirahat baik di dinding rumah, pada media air tanah dan paling sedikit pada media
gantungan bajn, dan lainnya di dalam rumah air kaporit. Pada media berisi berbagai campuran
maupun di luar mmah. Di Gunung Bugis, jumlah polutan (kaporit, detergen, feses, dan tanah) Ae.
nyamuk yang istirahat di dalam dan di luar mmah aegypti bertelur lebih banyak dan mampu menetas
lebih sedikit dibandingkan dengan di Gunung 98-100%. Kemudian, pada media yang hanya
Karang dan Gunung Utara. Di Gunung Karang berisi air snmur lebih sedikit dan hanya menetas
Ae. albopictus tertangkap sedang istirahat di luar 12-76%. Telur Ae. aegypti juga dapat menetas dan
rumah dalam jumlah lebih banyak (37) daripada berkembang hingga dewasa dalam berbagai media
di dalam rumah dari jam 18:00 sampai 02:50. yang mengandung polutan (Hadi et a!. 2009a).
Di Gunung Utara Ae. albopictus terbanyak (25) Pengamatan nyamuk vektor, sepertiAe. aegypti dan
tertangkap istirahat di dalam rumah pada jam Ae. albopictus sangat penting dilakukan, terutama
21:00-23:50 (Tabel 2). terhadap penyebaran, dinamika populasi, habitat
larva, agar dugaan resiko terjadinya penularan
PEMBAHASAN dapat diketahui dan pengendalian vektor di setiap
lokasi dapat terlaksana secara maksimal. Fakta
Berdasarkan fakta temuan di atas, Ae. aegypti menunjukkan bahwa berbagai kasus penyakit de
danAe. albopictus temyata dapat menghisap darah mam berdarah juga telah meluas bukan hanya di
pada malam hari (nokturnal). Padahal sejauh ini daerah perkotaan tetapi juga di pedesaan. Sejauh
diketahui bahwa Ae. aegypti aktif menghisap mana sebaran larva Ae. aegypti di daerah pedesaan
darah pada siang hari (diurnal) dengan dua puncak dan kasus penyakit demam berdarah belum
gigitan yaitu pagi hari jam 8:00-9:00 dan sore banyak diungkapkan secara ilmiah. Pengamatan
hari jam 16:00-17:00 (Christophers 1960; Hadi penulis pada tahun 1990 di sekitar perumahan
& Koesharto 2006). Infonnasi ini dapat menjadi dosen di kampus Darmaga hanya ditemukan jenis
dasar agar pencegahan dari gigitan nyamuk ini Ae. albopictus, tetapi pengamatan terakhir (2005-
harus dilakukan tidak hanya pada siang hari, tetapi 2007) ditemukan Ae. aegypti sudah mendominasi
juga malam hari. penampungan air di dalam rumah. 0leh karen a
Fenomena perubahan perilaku pada vektor itu, daerah tersebut telah tergolong daerah be
demam berdarah ini tidak hanya dari temuan risiko terkena DBD apabila terdapat warga yang
aktifitas noktumal tetapi juga terhadap perkem menderita. Hadi et al. (2009b) menunjukkan
bangbiakan larvanya. Teori menunjukkan bahwa bahwa Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga
Ae. aegypti menempati habitat domestik terutama Bogor juga merupakan contoh daerah pedesaan
penampungan air di dalam rumah yang tidak ber yang beresiko terhadap penyakit DBD. Jentik Ae.
hubungan dengan tanah, sedangkan Ae. albopictus aegypti ditemukan di seluruh RW yang terdapat di
berkembang biak di lubang-lubang pohon, drum, desa tersebut. Larva Ae. aegypti ditemukan pada
ban belcas yang terdapat di luar (peridomestik) 71 (13%) dari 545 rumah, dan pada 78 (6,5%) dari
(WHO 2003; 2004). Hasil pengamatan penelitian 1196 wadah yang diperiksa. Angka jentik dalam
pendahuluan Hadi et al. (unpublished data, kontainer (CI), dalam rumah (HI) dan angka
2000) menunjukkan adanya indikasi perubahan breteau (BI) masing-masing adalah 7, 6, 13,4
perilaku larva nyamuk Ae. aegypti yaitu mampu dan 14,8. Larva paling banyak ditemukan pada
berkembangbiak pada wadah yang berisi campuran wadah air dengan bahan dasar semen (20%), tetapi
air dengan feses ayam, campnran air dengan berdasarkan jenis wadah larva banyak ditemukan
feses sapi dan campuran air dengan kedua jenis pada tanki air (33,3%). Warga masyarakat juga
ieses tersebut di laboratorium. Adanya perubahan banyak yang terkena DBD tanpa melapor ke
perilaku berkembang biak nyamuk yang semula Puskesmas terdekat.
hanya media air yang jemih ini kemudian diteliti Hidayati et a!. (2007) melaporkan bahwa unsur
lebih mendalam pada tahun 2006. Hasilnya iklim juga jelas berpengaruh terhadap pertumbuhan
menunj ukkan bahwa air terpolusi dapat menjadi dan perkembangan nyamuk pradewasa. Keter-
4
Jurnal Entomologi Indonesia, April 2012, Vol. 9, No. 1, 1M6
sediaan air (yang bersumber dari curah hujan atau UCAPAN TERIMA KASIH
selisih hujan dengan evapotranspirasi) dan suhu.
Setelah nyamuk dewasa, hal yang mempengaruhi Terima kasih kami sampaikan kepada semua
penularan penyakit demam berdarah adalah akti tim yang telah membantu selama penelitian ini
vitas (nyamuk) menghisap darah dan kecepatan berlangsung, mulai dari persiapan, pelaksanaan,
replikasi virus penyakit demam berdarah, dan hingga proses penulisan.
unsur iklim yang paling berpengaruh adalah suhu.
Tingkat penyebaran virus yang tinggi terjadi pada DAFTAR PUSTAKA
peralihan musim dengan curah hujan dan saat suhu
udara meningkat. Hasil l?enelitian menunjukkan Bang YH, Shah NK. 1986. Regional review of
bahwa waktu yang dibutuhkan telur nyamuk untuk DHF situation and control of Aedes aegypti in
berubah menjadi dewasa berkurang (makin cepat) Southeast Asia. Dengue News 12:1-9.
dengan bertambahnya suhu udara. Chan Kl. 1985. Singapore's Dengue Haemorrhagic
Fakta adanya aktifitas nokturnal pada Ae. Fever Control Program: A case on study on
aegypti dan Ae. albopictus dapat bermanfaat se the Successful Control of Aedes aegypti and
bagai informasi dasar dalam penyusunan program Aedes albopictus using Mainly Environmental
Measures as a part oflntegrated Vector Control.
pengendalian vektor penyakit demam berdarah di
South East Asian Medical Information Center.
Indonesia. Upaya pencegahan dari gigitan vektor
Tokyo.
demam berdarah tidak hanya siang hari, tetapi
Christophers SSR. 1960. Aedes aegypti (L) the yellow
juga malam hari. Untuk mencegah perkembang
fever mosquito. London: Cambridge Univ. Press.
biakan larva, tidak hanya menghindarkan adanya
Gratz NG. 1993. Lessons of Aedes aegypti control in
genangan air jemih tetapi juga air terpolusi yang
Thailand. Journal Medicine Veteriner Entomology
dapat menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk
7:1-10.
Ae. aegypti. Nyamuk ini tidak hanya tersebar di
Hadi UK, Koesharto FX. 2006. Nyamuk. Di dalam:
daerah perkotaan tetapi juga di daerah pedesaan Sigit SH, Hadi UK. (Ed.), Hama Permukiman
yang umumnya telah beradaptasi dengan suasana Indonesia. Pengenalan, Biologi, dan Pengendali
perkotaan dalam hal menyediakan tempat-tempat an. pp. 23-51. Bogor: Unit Kajian Pengendalian
penampungan air baik di dalam maupun di luar Hama Permukiman. Fakultas Kedokteran Hewan,
rumah. Mobilitas yang tinggi penduduk pedesaan Institut Pertanian Bogor.
ke daerah perkotaan dapat meningkatkan risiko Hadi UK, Agustina E, Sigit SH. 2009a. Habitat
terjadinya penyakit demam berdarah di daerah perkembangan jentik Aedes aegypti (Diptera:
pedesaan seperti yang telah dilaporkan di beberapa Culicidae) pada berbagai jenis air terpolusi.
daerah di Indonesia. Di dalam: Prosiding Seminar Nasiona/ Hari
Nyamuk (Bogar, 10 Agustus 2009). pp. 143-153.
KESIMPULAN Bogor: APNI.
Hadi UK, Agustina E, Sigit SH. 2009b. Sebaran
Aktifitas Ae. aegypti dan Ae. albopictus meng jentik Aedes aegypti (Diptera: Culicidae) di desa
Cikarawang Bogor. Di dalam: Prosiding Seminar
hisap darah pada malam hari (noktumal) dari
Nasional Hari Nyamuk 2009 (Bogar, I 0 Agustus
jam 18:00--05:50 ditemukan di beberapa daerah
2009). pp. 154-159. Bogor: APNI.
di Indonesia yaitu Cikarawang, Babakan, dan
Hidayati R, Hadi UK, Manuwoto S, Koesmaryono
Cibanteng Kabupaten Bogor (2004), Cangkurawuk
Y, Boer R. 2007. Kebutuhan panas untuk fase
Darmaga Bogor (2005, 2007), Pulau Pramuka,
perkembangan pada nyamuk Aedes aegypti
Pulau Pari Kepulauan Seribu (2008), Gunung
(Diptera: Culicidae) dan periode inkubasi ekstrinsik
Bugis, Gunung Karang, Gunung Utara Balikpapan
virus dengue. Jurnal Ekologi Kesehatan 6:648-658.
(2009) dan Kayangan, Lombok Utara (2009).
Westway EG, Brinton MA, Gaimoamovich S,
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kedua Horzink MC, Igarashi A, Kaariainen L. 1985.
jenis vektor tersebut tidak hanya aktif menghisap Flaviridae. Jntervirologi 24:183-192.
darah di siang hari tetapi juga di malam hari.
5
Hadi et al.: Aktivitas nokturnal vektor
WHO. 1975. Manual on practical in malaria part II. WHO. 2004. Dengue alert in South East Asia
Geneva: WHO Region. New Delhi. World Health Organisation.
WHO. 2003. Prevention and control of dengue and Regional Office for South East Asia. Available
dengue haemorrhagic fever. New Delhi India: at: http://w3.whosea.orgalindex.htm [accessed
WHO Regional Publication SEARO. 25 August 2004]
6
ANALISIS HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH DENGAN KEJADIAN
DEMAM BERDARAH DENGUE PADA ANAK YANG DIRAWAT
DI RUMAH SAKIT IBNU SINA MAKASSAR
Irmayani
STIKES Nani Hasanuddin Makassar
ABSTRAK
Sanitasi lingkungan adalah usaha untuk mengendalikan semua factor-faktor fisik manusia
yang menimbulkan hal-hal yang merugikan bagi perkembangan fisik manusia sehingga derajat
kesehatan manusia dapat dipulihkan secara sempurna (Anwar Daud, 2003). Tujuan penelitian ini
adalah untuk mendapatkan informasi mengenai factor sanitasi lingkungandengan kejadian deman
berdarah pada anak yang dirawat di Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar. Desain penelitian yang
digunakan adalah cross sectional yang bersifat analitik yang merupakan suatu penelitian untuk
mempelajari dinamika korelasi antara factor-faktor risiko dengan efek dengan cara pendekatan
observasi, atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (post time approach) artinya subyek
penelitian diobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap status karakter atau variable
subyek pada saat pemeriksaan. Hal ini tidak berarti bahwasemua subyek penelitian diamati pada
waktu yang sama (Notoatmodjo, 2002). Besarnya sampel yang diambil adalah 20 orang. Pengplahan
data menggunakan komputer program SPSS versi 11,5 dan disajikan dalam bentuk tabel dan narasi.
Pada Uji Chi Square Test dengan pembacaan Fisher Exact Test diperoleh nilai P=0.05 maka P< dari
0,009 maka ada hubungan antara sanitasi lingkungan rumah dengan kejadian demam berdarah
dengue. Ada hubungan yang bermakna antara sanitasi lingkungan rumah dengan kejadian demam
berdarah dengue pada anak.
43
Volume 3 Nomor 4 Tahun 2013 ● ISSN : 2302-1721
Berdasarkan tabel diatas pada Berdasarkan tabel diatas dapat
distribusi responden menurut pendidikan dianalisis bahwa ada hubungan sanitasi
yang dominan adalah belum sekolah lingkungan rumah dengan kejadian demam
sebanyak 12 orang (60%), SD sebanyak berdarah dengue pada anak, ini terlihat dari
7 (35%) dan SMP sebanyak 1 orang (5%) 20 responden yang diteliti ada 17 orang
(85%) yang menderita demam berdarah
c. Distribusi Responden Menurut Sanitasi sedangkan yang tidak menderita demam
Lingkungan Rumah berdarah ada 3 orang (15%) dari 20
Tabel 3. Distribusi Responden Menurut reponden.
Sanitasi Lingkungan Pada Anak Yang Pada uji fisher exact test p adalah
Dirawat Di Rumah Sakit Ibnu Sina 0,009 artinya lebih kecil dari α (0,05) maka
Makassar 2008 hipotesis diterima dimana ada hubungan
Sanitasi antara sanitasi lingkungan rumah dengan
Persen
Lingkungan Jumlah kejadian demam berdarah dengue pada
(%)
Rumah anak yang dirawat di Rumah Sakit Ibnu
Risiko 17 85,0 Sakit Makassar.
Tidak Berisiko 3 15,0
Jumlah 20 100 PEMBAHASAN
Sumber : Data Primer 2008 Berdasarkan hasil penelitian dapat
dianalisis bahwa ada hubungan sanitasi
Berdasarkan tabel diatas pada lingkungan rumah dengan kejadian demam
distrubusi responden menurut lingkungan berdarah dengue, dan dari hasil penelitian
rumah yang dominan adalah risiko sebagian besar sanitasi lingkungan berisiko
sebanyak 17 orang (85%) sedangkan untuk terjadinya penyakit demam berdarah
tidak berisiko 3 orang (15%) dengue (DBD)
d. Distribusi Responden Menurut Demam Lingkungan merupakan faktor utama
Berdarah Dengue yang mempengaruhi derajat kesehatan
Tabel 4. Distribusi Responden Menurut masyarakat, dimana lingkungan memegang
Demam Berdarah Dengue Pada Anak peranan yang sangat penting terhadap pola
Yang Dirawat Di Rumah Sakit Ibnu Sina penyebaran penyakit (Hendrik L. Blum)
Makassar 2008 Meskipun upaya kesehatan
Demam dilaksanakan secara maksimal tetapi apabila
Persen lingkungan belum tertata dengan baik maka
Berdarah Jumlah
(%) tidak akan menjamin peningkatan derajat
Dengue
Menderita 15 75,0 kesehatan. Masalah sanitasi lingkungan
Tidak Menderita 5 25,0 mempunyai peranan yang sangat besar
Jumlah 20 100 terhadap kelangsungan hidup manusia,
Sumber : Data Primer 2008 mengingat keadaan sanitasi lingkungan yang
kurang memadai atau bahkan buruk dan
Berdasarkan tabel diatas pada mengakibatkan timbulnya penyakit atau
distrubusi menurut demam berdarah membawa kematian (Depkes, 2000)
dengue yang dominan adalah menderita Kesehatan Lingkungan pada
sebanyak 15 orang (75%) sedangkan hakekatnya adalah suatu kondisi atau
tidak menderita sebanyak 5 orang (25%) keadaan lingkungan yang optimum sehingga
mempengaruhi terhadap terwujudnya
2. Analisis Bivariat kesehatan yang optimal. Kondisi sanitasi
Tabel 5. Distribusi Responden Menurut lingkungan yang tidak memenuhi syarat
Hubungan Sanitasi Lingkungan Rumah kesehatan seperti botol-botol dan ban-ban
Dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue bekas selain menjadi media tempat dan
Pada Anak Yang Dirawat Di Rumah Sakit berkembangnya penyakit serta beberapa
Ibnu Sina Makassar 2008 vektor penyakit (Budiman, 2006)
Demam Berdarah Dengue Berdasarkan hasil penelitian tempat
Sanitasi Tidak perindukan Aedes Aegpty bahwa lingkungan
Menderita Jumlah dalam rumah, jentik-jentik nyamuk ditemukan
Lingkungan Menderita
n % N % n % di bak mandi, toilet, gentong, bak air semen,
Risiko 15 75,0 2 10,0 17 85,0 sedangkan dilingkungan luar rumah jentik-
Tidak berisiko 0 0 3 15,0 3 15,0 jentik Aedes Aegepty banyak ditemukan di
Jumlah 15 75,0 5 25,0 20 100 drum, tandom air, dan bekas dan sangkar
p = 0,009 burung (Soegeng Soegianto, 2002)
Sumber : Data Primer 2008
45
Volume 3 Nomor 4 Tahun 2013 ● ISSN : 2302-1721
2. Bagi instansi pemerintah, instansi-instansi 3. Perlu adanya kerjasama semua pihak
bidan kesehatan (Rumah Sakit, Dinas (pemerintah, masyarakat dan lain-lain)
Kesehatan, Puskesmas) dan instansi dalam proses pencegahan, pengobatan
lainnya agar tetap aktif dalam dan penanggulangan penyakit ini.
penanggulanganya, pencegahan dan 4. Bagi peneliti selanjutnya ini dijadiakan
pengobatan serta pengendalian penyakit bahan bacaan dan masukan. Dan
DBD misalnya lebih aktif mengadakan diharapkan dapat melakukan penelitian
penyuluhan, pembagian leaflet, poster dan lebih lanjut dan melengkapi variabel yang
pembagian bubuk abate dan fooging belum diteliti di rumah Sakit Ibnu Sina
sebaiknya dilakukan sebelum terjadi kasus Makassar.
DBD
DAFTAR PUSTAKA
Alimul, A. A. H. 2007. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah, Edisi II.
Budiman, Chandra. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Buku Kedokteran. EGC: Jakarta
Daud, Anwar dan Anwar. 2001. Dasar-Dasar Kesehatan Lingkungan. Buku Kedokteran. EGC: Jakarta
Depkes RI, 1981. Demam Berdarah Diagnosa dan Pengelola Penderita. Depkes RI. Direktorat Jenderal P2M.
…………….., 2006. Profil Dan Laporan Tahunan Pencegahan Dan Pemberantasan Penyakit.
Effendi, Nasrul 2000. Dasar – Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. Buku Kedokteran EGC. Jakarta .
Nusa Shop, Info Kesehatan Demam Berdarah. On line http://www. NusaindahTripod. Com Copyringhts @
Nusaindah All Rights Reserved Created By Grahaawal Dot Net. Pt, Diakses 3 May 2008)
Program Pembangunan Nasional, http//www. Kesehatan Lingkungan. Com Diakses 30 April 2008.
Soegijanto, S. 2006. Demam Berdarah Dengue. Edisi II. Airlangga University Press: Jakarta
………………, 2002. Ilmu Penyakit Anak. Salemba Medika: Gadja Mada University Press: Jakarta.
Sumardji, 1998. Kesukaan Nyamuk Aedes Aegypti Pada Berbagai Tempat Penampungan Sesuai Dengan Jentik
Bahayanya Sebagai Tempat Perindukan Dalam Berita Epidemologi Edisi Desember.
ABSTRACT
At the present, the Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is one of health problem In Indonesia.In
2008, The Incident of DHF in Ploso village have 37 cases. From 15 villages, Ploso village is
including area with highest DHF case in Puskesmas Tanjungsari area. This research purpose is to
know some factors related to with incident DHF in Ploso village, Pacitan subdistric in 2009. Type
of research is observational research with using survey and interview method which the approach
research is a cross sectional study. Amount of Samples are 75 housewives. The Sampling
technique uses a Simple Random Sampling. The data is Collected with interview and live
monitoring at container. The data is analyzed with Chi Square test at level confident 95% which
SPSS program version 14.0 analyzes the data. The conclusion represents that existence of
mosquito Aedes aegypti larva at container (p=0,001), hanging clothes (p=0,001), container cover
availability (p=0,001), frequency of cleaning the container (p=0,027), knowledge of respondent
about DHF (p=0,030) have connected to incident of DHF in Ploso village, Pacitan subdistric in
2009. The suggestion to the people that the 3 M plus activity more intensively to decrease the
number of DHF spreading. Thus, the community must reduce of clothes hanging habit.
ABSTRAK
Sampai saat ini penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu masalah
kesehatan masyarakat di Indonesia. Kejadian DBD di Kelurahan Ploso tahun 2008 sebanyak 37
kasus. Dari 15 desa, Kelurahan Ploso termasuk daerah dengan kasus paling tinggi di wilayah kerja
Puskesmas Tanjungsari. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui beberapa faktor yang
berhubungan dengan kejadian demam berdarah dengue di Kelurahan Ploso Kecamatan Pacitan
tahun 2009. Jenis penelitian ini adalah observasi dengan menggunakan metode survei dan
wawancara dengan pendekatan cross sectional study. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 75
ibu rumah tangga. Teknik pengambilan sampel menggunakan Simple Random Sampling.
Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan pengamatan secara langsung pada kontainer.
Hasil penelitian di uji secara statistik dengan uji chi square pada tingkat kepercayaan 95%
menggunakan program SPSS versi 14.0. Hasil penelitian menunjukkan Ada hubungan antara
keberadaan jentik Aedes aegypti pada kontainer (p=0,001), kebiasaan menggantung pakaian
(p=0,001), ketersediaan tutup pada kontainer (p=0,001), frekuensi pengurasan kontainer
(p=0,027), pengetahuan responden tentang DBD (p=0,030) dengan kejadian DBD di Kelurahan
Ploso Kecamatan Pacitan Tahun 2009. Saran kepada masyarakat bahwa aktif dalam kegiatan 3M
plus harus lebih diintensifkan secara mandiri agar dapat mengurangi keberadaan jentik,
masyarakat juga harus merubah kebiasaan menggantung pakaian dengan maksud untuk menekan
penularan penyakit DBD.
Kata kunci : Kejadian DBD, Faktor lingkungan, Pengetahuan, Ibu rumah tangga.
terjangkit, dan secara sporadis selalu kasus DBD dalam 3 tahun terakhir
terjadi KLB. KLB terbesar terjadi pada mengalami peningkatan. Pada tahun 2005
tahun 1988 dengan IR 27,09/100.000 ditemukan 82 kasus, tahun 2006
penduduk, tahun 1998 dengan IR ditemukan 156 kasus, pada tahun 2007
35,19/100.000 penduduk dan Case ditemukan 362 kasus dan pada tahun 2008
Fatality Rate (CFR) 2 %, pada tahun 1999 ditemukan 449 kasus. Pada tahun 2007
IR menurun sebesar 10,17/100.000 jumlah kematian akibat penyakit DBD
penduduk (tahun 2002), 23,87/100.000 ditemukan sebanyak 2 orang, attack rate
penduduk (tahun 2003) (Kusriastusi, 0,07%, CFR 0,55% dan pada tahun 2008
2005). jumlah kematian ditemukan sebanyak 4
Penyebaran kasus DBD di Jawa orang, attack rate 0,083% dan CFR
Timur terdapat di 38 kabupaten/kota 0,75%. Dari standar WHO, sebuah daerah
(semua kabupaten/kota) dan juga di dapat dikatakan baik penanganan kasus
beberapa kecamatan atau desa yang ada di DBD bila nilai CFR-nya di bawah 1%.
wilayah perkotaan maupun di pedesaan. Jadi penanganan kasus DBD di Kabupaten
Jumlah kasus dan kematian akibat Pacitan dapat dikatakan baik. Sesuai
penyakit DBD di Jawa Timur selama 5 dengan indikator keberhasilan propinsi
tahun terakhir cenderung mengalami Jawa Timur untuk angka kesakitan DBD
peningkatan. Pada tahun 2001 dan 2004 per-100.000 penduduk adalah 5 (Dinkes
terjadi lonjakan kasus yang cukup drastis, Jatim, 2006).
yaitu tahun 2001 sebanyak 8246 kasus (IR Berdasarkan data penyebaran
23,50/100.000 penduduk), dan tahun 2004 kasus DBD per desa dari Dinas Kesehatan
(sampai dengan Mei) sebanyak 7180 kasus Pacitan selama 3 tahun terakhir jumlah
(IR 20,34/100.000 penduduk). kasus DBD di Puskesmas Tanjungsari
Berdasarkan penyebaran kasus DBD di terus mengalami peningkatan, mulai dari
Jawa Timur, Kabupaten Pacitan termasuk tahun 2006 ditemukan sebanyak 72 kasus,
salah satu daerah penyebaran kasus DBD tahun 2007 sebanyak 132 kasus dan tahun
dengan IR <10/100.000 penduduk (Huda, 2008 ditemukan kasus DBD sebanyak 218
2004). kasus. Wilayah kerja Puskesmas
Berdasarkan profil Dinas Kesehatan Tanjungsari yang melayani 15
Kabupaten Pacitan tahun 2007 kasus DBD desa/kelurahan merupakan daerah dengan
di daerah tersebut dari tahun ke tahun jumlah kasus DBD terbanyak tiap
cenderung mengalami peningkatan. Pada tahunnya. Dari 15 desa/kelurahan terdapat
tahun 2007 KLB DBD terjadi di semua 3 desa yang selama 3 tahun terakhir
Kecamatan yang ada di wilayah mengalami peningkatan jumlah kasus
Kabupaten Pacitan, dan kasus terbanyak DBD nya yaitu Kelurahan Tanjungsari
terjadi di Kecamatan Pacitan pada wilayah pada tahun 2005 ditemukan 1 kasus, tahun
kerja Puskesmas Tanjungsari. Dalam 2006 ditemukan 25 kasus, tahun 2007
profil dinas kesehatan disebutkan jumlah ditemukan 22 kasus dan tahun 2008
JURNAL VEKTORA VOL. III NO 1 24
Widia EW. et al, Beberapa Faktor
59
T Zubaidah Dampak perubahan iklim terhadap DBD
Analisis univariat digunakan untuk memberikan ukuran nilai maksimum, nilai minimum. Untuk
gambaran tentang distribusi kasus DBD, ABJ, menjelaskan mekanisme hubungan kausal antara
serta fluktuasi curah hujan, kelembaban, dan suhu curah hujan, kelembaban udara, suhu udara dan
udara yang bersifat numerik, maka digunakan ABJ terhadap kasus DBD dilakukan analisis jalur
Tabel 1. Kasus Penyakit Demam Berdarah Dengue di Kota Banjarbaru Selama Periode Tahun 2005-2010
Jum lah Penderita Incidence Rate Jum lah Kem atian Case Fatality Rate
No Tahun
(Orang) (IR/100.000 Pdkk) (Orang) (%)
Tabel 2. Gambaran Angka Bebas Jentik (ABJ) di Kota Banjarbaru Selama Periode Tahun 2005-2010
No. Tahun/Triwulan ABJ (%)
1. 2005
a. Triwulan I 60,2
b. Triwulan II 59,8
c. Triwulan III 92,6
d. Triwulan IV 88,9
Rata-rata 75,4
2. 2006
a. Triwulan I 45,9
b. Triwulan II 46,6
c. Triwulan III 47,9
d. Triwulan IV 51,9
Rata-rata 48,1
3. 2007
a. Triwulan I 82,8
b. Triwulan II 85,6
c. Triwulan III 83,8
d. Triwulan IV 91,0
Rata-rata 85,8
4. 2008
a. Triwulan I 92,3
b. Triwulan II 90,1
c. Triwulan III 90,8
d. Triwulan IV 88,0
Rata-rata 90,3
5. 2009
a. Triwulan I 86,9
b. Triwulan II 88,3
c. Triwulan III 81,9
d. Triwulan IV 88,4
Rata-rata 86,4
6. 2010
a. Triwulan I 92,3
b. Triwulan II 90,8
c. Triwulan III 93,3
d. Triwulan IV 94,0
Rata-rata 92,6
Rata-rata ABJ periode 2005- 2010 79,8
Sumber: Dinkes Kota Banjarbaru, 2010
Hasil >95%.
Keseluruhan kasus penyakit DBD di Kota Kondisi curah hujan di Kota Banjarbaru selama kurun
Banjarbaru selama periode tahun 2005-2010 waktu 2005-2010 dapat dilihat pada tabel 3. Curah
adalah sebanyak 629 kasus. Jumlah kasus hujan di Kota Banjarbaru yang bervariasi dalam setiap
tertinggi ditemukan pada tahun 2010 yaitu bulannya menunjukkan bahwa rata-rata curah hujan
sebanyak 208 kasus, sedangkan kasus terendah di Kota Banjarbaru sepanjang periode 2005-2010
pada tahun 2006 yaitu sebanyak 53 kasus berkisar antara 171,6 mm 243,3 mm, merupakan
(tabel 1). curah hujan yang tergolong sedang.
Pada tabel 2 dapat dilihat gambaran ABJ di Kota Kelembaban udara selama kurun waktu 2005-2010
Banjarbaru selama periode 2005-2010. Rata- dapat dilihat pada tabel 4. Kelembaban udara terlihat
rata ABJ di Kota Banjarbaru yaitu sebesar yaitu kelembaban tertinggi dicapai sebesar 90%, ini
79,8%, Angka ini masih jauh dari standar merupakan kelembaban yang sangat ekstrem yang
nasional yang dipersyaratkan yaitu sebesar pernah terjadi di Kota Banjarbaru selama periode
Tabel 3. Curah Hujan Per Bulan di Kota Banjarbaru pada Tahun 2005-2010
Curah Hujan (m m )
Bulan
2005 2006 2007 2008 2009 2010
Januari 269,3 455 305,8 262,6 351,1 361,6
Pebruari 281 336,4 434,2 279,4 154 232,9
Maret 296,6 321,3 481,5 487,8 175,3 347,1
April 175,6 197,4 401,5 258,3 267 246,7
Mei 214,8 128,6 191,3 69,9 211,2 154,1
Juni 94,3 192,3 188,1 227,8 38,7 302,8
Juli 45,2 18,6 194,1 210,9 69,5 179
Agustus 41,7 31,5 60,4 88,4 25,1 280,3
September 25,7 20,9 25 93,4 21 334
Oktober 194 16,6 82,7 145,2 146,2 258,1
Nopember 195 117,9 250,3 364,6 345,9 303
Desember 274,2 375,3 305,4 429,2 254,5 320,4
Rerata 175,6 184,3 243,3 243,1 171,6 276,6
Terendah 25,7 16,6 25 69,9 21 154,1
Tertinggi 296,6 455 481,5 487,8 351,1 361,6
Tabel 4. Kelembaban Udara Per Bulan di Kota Banjarbaru pada Tahun 2005-2010
Kelem baban Udara (%)
Bulan
2005 2006 2007 2008 2009 2010
Januari 87,4 87,5 86,4 85,2 88,1 87,6
Pebruari 86,3 86,8 87,5 84,3 86,21 85,9
Maret 86,4 84,9 84,8 85,9 84 86,5
April 85,7 85,3 86,2 85,7 83,1 84,8
Mei 85,5 83,8 84 80,1 83,7 84,5
Juni 83,3 86,8 86,1 83,3 79,6 87,1
Juli 80,2 78,7 84,4 85,1 78,5 88,2
Agustus 76,6 73,5 79,7 83,2 73,4 86,7
September 73,1 71,4 75,3 80,3 72,7 87
Oktober 83,8 66,6 79,7 84,8 79,9 85,5
Nopember 85,3 78,3 86,5 86,2 82,7 85,8
Desember 87,3 84 85,9 90 87,5 86,8
Rerata 83,4 80,6 83,9 84,5 81,6 86,4
Terendah 73,1 66,6 75,3 80,1 72,7 84,5
Tertinggi 87,5 87,5 87,5 90 88,1 88,2
Suhu udara selama kurun waktu 2005-2010 yaitu curah hujan (X1), kelembaban udara (X2), suhu
tertinggi sebesar 28,2oC dan terendah yaitu 23,1oC udara (X3), ABJ (Y1) terhadap kejadian penyakit
(Tabel 5). DBD (Y2). Analisis jalur pengaruh curah hujan,
Selanjutnya untuk mengetahui besar pengaruh kelembaban udara, suhu udara, dan ABJ terhadap
antara perubahan iklim yang meliputi curah hujan, kejadian DBD (tabel 6 dan 7).
kelembaban udara, suhu udara dan ABJ dengan Berdasarkan hasil tabel 6 tampak bahwa besarnya
kejadian penyakit DBD, digunakan analisis jalur pengaruh langsung antar variabel dapat dilihat dari
(path analysis). Analisis jalur ini digunakan untuk koefisien Standardized Coefficients Beta.
menjelaskan mekanisme hubungan kausal antara
Tabel 5. Suhu Udara Per Bulan di Kota Banjarbaru pada Tahun 2005-2010
Suhu Udara (derajat celcius)
Bulan
2005 2006 2007 2008 2009 2010
Januari 26,5 26,2 26,8 26,6 26,2 26,3
Pebruari 26,9 26,6 26,3 26,8 26,4 27,2
Maret 26,9 26,8 26,7 26,2 26,9 27,1
April 27 27 27 26,7 27,5 27,7
Mei 27 27,3 27,3 27,2 27,3 28
Juni 27,1 26,1 26,8 26,2 27,7 26,9
Juli 26,6 26,6 26,3 25,3 26,4 26,2
Agustus 27 26,6 26,4 26 27,1 26,5
September 27,8 27,2 27,1 26,7 28,1 26,5
Oktober 26,7 28,2 27,3 26,5 27,3 26,8
Nopember 26,9 27,8 26,4 26,7 27,4 27
Desember 26,3 27,3 26,6 23,7 26,7 26,1
Rerata 26,9 27 26,7 26,3 27,1 26,9
Terendah 26,3 26,1 26,3 23,7 26,2 26,1
Tertinggi 27,8 28,2 27,3 27,2 28,1 28
Tabel 6. Koefisien Jalur Pengaruh Curah Hujan, Kelembaban Udara dan Suhu Udara terhadap
ABJ di Kota Banjarbaru
Unstandardized Standardized
Model Coefficients coefficiens
B Std. Error Beta
1 (Contants) 99,233 107,310
Curah hujan (X1) 0,001 0,019 0,006
Kelembaban (X2) 0,237 0,600 0,062
Suhu (X3) -1,497 2,902 -0.063
a. Dependent variable : ABJ (Y1)
Tabel 7. Koefisien Jalur Pengaruh Curah Hujan, Kelembaban Uadar dan Suhu Udara, ABJ
terhadap Kejadian Penyakit DBD di Kota Banjarbaru
Unstandardized Standardized
Model Coefficients coefficiens
B Std. Error Beta
1 (Contants) -5.337 14,206
Curah hujan (X1) 5,71 0,003 0,003
Kelembaban (X2) 0,127 0,79 0,242
Suhu (X3) 0,185 0,383 -0,056
ABJ (Y 1) 0,014 0,12 0,103
a. Dependent variable : Jumlah Kasus DBD (Y2)
Dari hasil tabel 7, maka diperoleh diagram jalur Curah hujan meningkat diikuti pula dengan
dengan nilai pengaruh variabel X1, X2, X3, Y1 peningkatan kelembaban udara. Kondisi ini
terhadap Y2 (Gambar 1). meningkatkan kejadian penyakit DBD di Kota
Banjarbaru. Kelembaban udara memberi pengaruh
Pembahasan
paling besar terhadap terjadinya kejadian penyakit
Hasil analisis jalur untuk menjelaskan mekanisme DBD. Kelembaban udara telah ditemukan sebagai
hubungan kausal antara curah hujan, kelembaban faktor paling kritis pada penyakit.9 Seperti pada
udara, suhu udara dan ABJ di Kota Banjarbaru, penyakit berbasis vektor lainnya, DBD
variabel-variabel yang berpengaruh terhadap menunjukkan pola yang berkaitan dengan iklim
Kejadian Penyakit DBD yaitu variabel curah hujan terutama kelembaban karena mempengaruhi
memiliki pengaruh yang paling besar sebesar penyebaran vektor nyamuk dan kemungkinan
27,0% diikuti dengan kelembaban udara sebesar menularkan virus dari satu manusia ke manusia
25,0%. Peningkatan kasus D B D di Kota lain. Vektor nyamuk ini bersifat sensitif terhadap
Banjarbaru tidak dipengaruhi oleh suhu udara. kelembaban.5
Suhu udara memberi kontribusi negatif (-1,0%)
Curah hujan mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap kasus DBD, sehingga suhu udara tidak
terhadap kasus DBD, memberikan pengertian
memberikan pengaruh terhadap terjadinya kasus
supaya faktor curah hujan menjadi perhatian
DBD di Kota Banjarbaru.
penting dalam program pemberantasan penyakit
= 0,242
Kelembaban Udara
(X2 ) Ɣ = 0,003
= 0,062
Ɣ = 0, 767
= 0,103
Ɣ =- 0,551 =-0,063
Tabel 8. Analisis Jalur Pengaruh Curah Hujan, Kelembaban, Suhu Udara, ABJ terhadap
Kejadian Penyakit DBD di Kota Banjarbaru
Kota Banjarbaru
No Variabel
L TL T
1 Curah hujan 0,00 0,27 0,27
2 Kelembaban udara 0,24 0,01 0,25
3 Suhu udara -0,06 -0,01 -0,01
4 ABJ 0,10 - 0,10
Keterangan :
L : Langsung
TL : Tidak langsung
T : Total
Joni Hendri1
1
Loka Litbang P2B2 Ciamis
Email: joni_lokacia@litbang.depkes.go.id
Abstract
The use of chemicals as mosquitos repellent may cause health problems. Extract of caffir lime (Citrus
hystrix) as mosquitoes can be used as another option.The present study was aimed to analyze the protection
capacity of C. hystrix against Aedes aegypti and Ae. albopictus. The experimental study using completely
randomized design was done. The obtained data were calculated using the protection capacity formula and
analyzed using t-test. The result indicated that protection capacity of Citrus hystrix extract for 6 hours on average
gave 34.82% of protection against Ae. aegypti and 41,44% of Ae. albopictus.The caffir lime extract has been
able to reject the mosquitoes, Ae. aegypti and Ae. albopictus. Although the thrust of the caffir lime is not as good
as chemical products, butit can be used as alternative mosquitoes repellent.
Key words: Citrus hystrix, Aedes aegypti, Aedes albopictus, repellent, protection capacity
Abstrak
Penggunaan bahan kimia sebagai bahan penolak (repellent) nyamuk dapat menimbulkan masalah
kesehatan. Ekstrak kulit jeruk purut (Citrus hystrix) sebagai repellent nyamuk dapat digunakan sebagai pilihan
lain. Tujuan penelitian ini untuk menganalisa kemampuan daya proteksi ekstrak kulit jeruk purut terhadap
nyamuk Ae. aegypti dan Ae. albopictus. Penelitian eksperimental dengan metode rancangan acak lengkap
selesai dilakukan. Data yang diperoleh dihitung menggunakan rumus daya proteksi dan dianalisis menggunakan
uji beda. Hasilnya menunjukkan, bahwa ekstrak kulit jeruk purut (Citrus hystrix) selama 6 jam memberikan
proteksi rata-rata 34,82% dan 41,44%, masing-masing terhadap Ae. Aegypti dan Ae. albopictus. Ekstrak kulit
jeruk purut mampu menolak nyamuk Ae. aegypti maupun Ae. albopictus. Meskipun kemampuan daya tolak kulit
jeruk ini tidak sebaik bahan kimia, namun dapat dijadikan bahan alternatif penolak nyamuk.
Kata kunci: Citrus hystrix, Aedes aegypti, Aedes albopictus, repellent, daya proteksi
180
Joni Hendri
181
Daya Proteksi Ekstrak Kulit Jeruk Purut (Citrus hystrix) Terhadap Nyamuk Demam berdarah
nyamuk yang kontak dengan dengan penguji pada Hasil dan Pembahasan
setiap kali usikan. Jumlah usikan pada setiap jam
pengujian adalah enam kali usikan. Lama waktu satu Seperti terlihat pada Tabel 1, daya tolak ekstrak
kali usikan ke usikan lain adalah sepuluh detik. kulit jeruk purut (Citrus hystrik) pada jam perlakuan
Setelah usikan ke tiga kurungan di pindah tempat pertama memberikan proteksi yang lebih besar
sehingga baik tangan yang diberi perlakuan maupun terhadap nyamuk Ae. albopictus jika dibandingkan
kontrol berada pada kurungan uji yang berbeda dari dengan Ae. Aegypti. Hasilnya berturut-turut adalah
sebelumnya. Satu kali usikan dianggap sebagai 83% dan 77%. Namun demikian, melalui uji beda
ulangan. Suhu tubuh, suhu ruangan maupun terbukti, jika kedua kelompok data tersebut tidak
kelembaban dicatat sebelum pengujian dilakukan berbeda secara signifikan (p-value = 0,46). Hasil
pada setiap jam pengujian. Daya proteksi kulit jeruk analisa statistik terdapat perbedaan daya tolak antar
purut dihasilkan berdasarkan rumus daya proteksi waktu perlakuan pada Ae. aegypti dan Ae. Albopictus
pestisida (Komisi Pestisida Deptan, 1995). Data dengan p-value 0,03 dan 0,002. Kemampuan C.
hasil penelitian dientri dalam lembar kerja Hystrix untuk menolak populasi nyamuk uji sebesar
elektronik, dilakukan editing dan dianalisa dengan 50% (LT50) lebih lama tercapai pada nyamuk Ae.
uji beda untuk melihat perbedaan daya proteksi antar aegypti jika dibandingkan dengan Ae. Albopictus,
waktu dan antar spesies nyamuk. Untuk daya yaitu masing masing pada jam ke-3 dan jam ke-2.
proteksi antar waktu juga dilakukan pendugaan Secara visual pola daya tolak ekstrak jeruk purut
waktu efektif dari daya proteksinya. antar spesies relatif sama, semakin lama daya
tolaknya semakin menurun. Namun ditengah
pengamatan ada peningkatan daya tolak ekstrak
yang digunakan, seperti terlihat pada Gambar 1.
Tabel 1. Daya proteksi ekstrak kulit C.hystrix terhadap Aedes spp. selama 6 (enam) jam perlakuan
Daya Proteksi
Jam ke Ae. aegypti Ae. albopictus
1 77,78% 83,33%
2 33,33% 68,06%
3 16,67% 16,67%
4 33,89% 41,67%
5 25,00% 22,22%
6 22 22% 16 67%
182
Joni Hendri
Gambar 1. Pola daya tolak ekstrak kulit C. hystrix antar waktu terhadap nyamuk Ae. aegypti dan Ae. albopictus
Lamanya waktu pelaksanaan uji selama enam Korneliani (2010), dimana ekstrak kulit jeruk purut
jam, dimaksudkan untuk mengantisipasi perilaku tidak memberikan proteksi maksimal selama 6 jam
alami nyamuk Aedes yang relatif kurang aktif saat terhadap nyamuk Aedes. Namun demikian ada
tengah hari (Sukana. 1993). Kedua spesies perbedaan hasil daya proteksi dimana bahan uji
memberikan respon terhadap ekstrak kulit jeruk masih memberikan proteksi 100% pada jam pertama
purut yang relatif sama, meskipun secara bionomik perlakuan. Hal ini karena adanya perbedaan
keduanya memiliki kesukaan tempat yang berbeda, prosedur pengujian dan lama waktu penyimpanan
Ae. aegypti lebih menyukai di dalam ruangan, bahan sebelum pengujian terkait masalah
sedangkan Ae. albopictus suka di luar ruangan penguapan. Penelitian lain mengenai uji repellent
(Ishak. 1997; Hendri, 2010). Rata-rata daya proteksi berbahan ekstrak tumbuhan juga memberikan hasil
ekstrak jeruk purut terhadap Ae. aegypti mencapai yang tidak maksimal. Seperti yang dilakukan oleh
34%, sedangkan terhadap Ae. albopictus mencapai Kardinan (2007) terhadap daun selasih dimana
41%. Walaupun memberikan proteksi cukup baik hanya memberikan daya proteksi rata-rata 57,59%
pada jam pertama, namun rata-rata selama enam jam selama 6 jam perlakuan terhadap nyamuk. Menilai
hasil pengujian ekstrak kulit jeruk terhadap kedua hasil LC50 untuk kedua spesies Aedes tersebut
spesies tersebut belum memenuhi standar yang menunjukkan, bahwa nyamuk Ae. albopictus lebih
ditetapkan, yaitu sebesar 90% (Komisi Pestisida aktif merespon ekstrak kulit C. hystrix. Hal berbeda
Deptan. 1995). Hal tersebut karena sampai saat ini jika merujuk pada penelitian Yuliasih (2010) dengan
acuan yang tersedia, diperuntukkan bagi repellent menggunakan ekstrak Ocinum sanctumdimana, Ae.
berbahan kimia yang tidak mudah rusak seperti aegypti lebih aktif merespon jika dibandingkan
DEET. dengan Ae. Albopictus. Perbedaan hasil ini diduga
Hasil yang sama juga pernah dilaporkan oleh karena adanya perbedaan bahan penelitian dan juga
183
Daya Proteksi Ekstrak Kulit Jeruk Purut (Citrus hystrix) Terhadap Nyamuk Demam berdarah
184
Joni Hendri
185
Artikel Penelitian
Abstrak cases (41,7%) were suspected as local cases. Four primary health centers
Berbeda dengan beberapa negara, laporan kejadian kasus demam (57,1%) were able to perform PE DBD (DHF Epidemiological Investigation).
berdarah dengue (DBD) di perdesaan Indonesia belum banyak dilaporkan. These results indicate that the transmission of DHF in border rural areas of
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran kejadian DBD di Bogor – Lebak, most likely has occurred.
perdesaan di wilayah perbatasan Kabupaten Bogor dan Kabupaten Lebak, Key words: Dengue hemorrhagic fever, rural, transmission
Jawa Barat. Penelitian ini menggunakan desain studi kasus seri dengan
sampel seluruh penderita DBD yang tercatat di puskesmas pada periode
bulan Januari 2011 sampai April 2012. Hasil penelitian menemukan 18 ka- Pendahuluan
sus DBD dan 4 kasus kematian (case fatality rate, CFR = 22%). Sebagian Beberapa dekade terakhir, insiden kasus penyakit
besar kasus berjenis kelamin laki-laki (58,3%), berusia ≥ 15 tahun (58,3%), yang disebabkan oleh virus dengue telah meningkat se-
tidak bekerja/ibu rumah tangga (50%), melakukan mobilitas (66,7%), mem- cara dramatis. Lebih dari 2,5 milyar orang atau sekitar
punyai pengetahuan yang baik (66,7%), berperilaku kurang baik (83,3%), 40% dari penduduk di seluruh belahan dunia berisiko
dan mempunyai tempat penampungan air (100%). Lima dari 12 kasus DBD menderita penyakit tersebut. World Health Organization
(41,7%) diduga merupakan kasus lokal. Dari empat puskesmas (57,1%) (WHO) memperkirakan di seluruh dunia, sekitar 50 –
yang melakukan kegiatan penyelidikan epidemiologi DBD terindikasi bah- 100 juta orang terinfeksi virus dengue setiap tahun.1
wa kemungkinan besar telah terjadi transmisi DBD di wilayah perdesaan Sejak tahun 1950-an, demam dengue (DD) dan demam
daerah perbatasan Kabupaten Bogor dan Kabupaten Lebak. berdarah dengue (DBD) dilaporkan sebagai penyakit
Kata kunci: Demam berdarah dengue, perdesaan, transmisi yang menyerang penduduk di wilayah perkotaan. 2-5
Namun, beberapa penelitian akhir-akhir ini menunjukkan
Abstract bahwa penyakit tersebut menyebar dari wilayah kota be-
Dengue hemorrhagic fever (DHF) has long been reported as disease af- sar yang berperan sebagai reservoir virus ke berbagai
fecting predominantly among urban populations. However, several recent wilayah permukiman masyarakat yang lebih kecil.2
studies suggest that DHF has spread into rural area. This study aims to des- Di Indonesia, sampai saat ini, DBD masih menjadi
cribe disease occurrence of DHF in border rural areas of Bogor – Lebak. salah satu masalah kesehatan masyarakat utama.6 DBD
The study design is case series. The sample of this study was all patients merupakan salah satu penyakit endemis perkotaan. Sejak
with confirmed DHF admitted to public health centers between January pertama kali ditemukan pada tahun 1968 di wilayah
2011 and April 2012. The study was conducted in April to May 2012. The Surabaya dan Jakarta, jumlah kasus DBD terus
results showed that there were 19 DHF cases and four out of 18 cases died meningkat dalam jumlah dan luas wilayah yang terjang-
(case fatality rate, CFR was 22%). Out of 12 eligible respondents, most of kiti. Setiap tahun, secara sporadis selalu terjadi kejadian
them were male (58,3%), aged ≥ 15 years (58,3%), unemployed/housewife
(50%), conducting mobility (66,7%), having good knowledge (66,7%), be- Alamat Korespondensi: Erna Kusumawardani, Departemen Kesehatan
have poorly (83,3%), and having water containers (100%). Five of 12 DHF Lingkungan Gd. C Lt. 2 FKM Universitas Indonesia, Kampus Baru UI Depok
16424, Hp. 085649697495, e-mail: kusumawardani.erna@gmail.com
120
Kusumawardani & Achmadi, Demam Berdarah Dengue di Perdesaan
121
Kesmas, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 7, No. 3, Oktober 2012
Kecamatan
n % n % n % n % n % n %
122
Kusumawardani & Achmadi, Demam Berdarah Dengue di Perdesaan
Keterangan:
*Kecamatan Jasinga hanya dilakukan pemeriksaan jentik tanpa pelacakan penderita/tersangka DBD sehingga dikelompokkan
tidak ada penyelidikan epidemiologi
123 123
Kesmas, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 7, No. 3, Oktober 2012
terland” di sekitar metropolitan Indonesia. Hal tersebut establishing new foci, attributable to climatic changes. Journal of Public
mendesak untuk dilakukan mengingat wilayah perdesaan Health and Epidemiology. 2011 November [cited 2012 January 6]; 3
tersebut telah ditemukan nyamuk Aedes sp. yang meru- (11): 489-502. Available from: http://www.academicjournals.
pakan vektor penularan DBD. org/jphe/PDF/pdf201116%20November/Mishra%20et%20al.pdf.
6. Pusat Data Surveilans dan Epidemiologi Kementerian Kesehatan
Kesimpulan Republik Indonesia. Demam berdarah dengue di Indonesia tahun 1968-
Transmisi horizontal DBD di wilayah perdesaan 2009. Buletin Jendela Epidemiologi. 2010 Agustus [diakses tanggal 30
daerah perbatasan Kabupaten Bogor dan Kabupaten Januari 2012]; 2: 1-14. Diunduh dari: http://www.depkes.go.id/down-
Lebak tahun 2012 kemungkinan besar telah terjadi. Hal loads/publikasi/buletin/BULETIN%20DBD.pdf.
ini terbukti dengan ditemukan lima kasus DBD yang 7. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kebijaksanaan program
diduga merupakan kasus lokal dan hasil penyelidikan P2-DBD dan situasi terkini DBD Indonesia. 2004 Februari [diakses
epidemiologi DBD menunjukkan bahwa di wilayah tanggal 21 Agustus 2011]. Diunduh dari: http://www.dinkes-sulsel.go.
perdesaan tersebut terdapat nyamuk Aedes sp. yang id/new/images/pdf/buku/kebijakan%20program%20dbd.pdf.
merupakan vektor penular DBD. Sebagian besar kasus 8. Achmadi UF. Manajemen demam berdarah berbasis wilayah. Buletin
terjangkit pada orang yang berjenis kelamin laki-laki, Jend Epidemiologi. 2010; 2: 15-20.
berusia ≥ 15 tahun, tidak bekerja/ibu rumah tangga, 9. Achmadi UF. Manajemen penyakit berbasis wilayah. Jakarta: Penerbit
melakukan mobilitas, mempunyai pengetahuan yang Universitas Indonesia (UI-Press); 2008.
baik, berperilaku kesehatan kurang baik, dan mempunyai 10. Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit
tempat penampungan air. Ditemukan kasus yang diduga Menular. Surveilans penyakit menular dan faktor risiko di daerah per-
merupakan kasus lokal dan belum semua puskesmas batasan antarprovinsi. Jakarta: Balai Besar Teknik Kesehatan
mampu melakukan kegiatan penyelidikan epidemiologi Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit Menular; 2011.
DBD. 11. Vong S, Khieu V, Glass O, Ly S, Duong V, Huy R, et al. Dengue inci-
dence in urban and rural Cambodia: results from population-based ac-
Saran tive fever surveillance 2006-2008. PLoS Neglected Tropical Diseases.
Kapasitas puskesmas perdesaan, khususnya wilayah 2010 November [cited 2012 January 19]; 4 (11): 1-10. Available from:
“hinterland” kota-kota besar harus dipersiapkan dalam http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC/2994922/pdf/pntd.00
hal manajemen DBD mengingat angka kematian DBD 00903.pdf.
yang tinggi (22%) dan kemampuan penyelidikan epi- 12. Azami NAM, Salleh SA, Neoh H, Zakaria SZS, Jamal R. Dengue epi-
demiologi sesuai prosedur tetap penanganan kasus DBD demic in Malaysia: not a predominantly urban disease anymore. BioMed
berbasis komunitas yang masih rendah. Central. 2011 [cited 2012 June 5]; 4 (216): 1-4. Available from:
http://www.biomedcentral.com/content/pdf/1756-0500-4-216.pdf
Daftar Pustaka 13. Jamaiah I, Rohela M, Nissapatorn V, Maizatulhikma MM, Norazlinda R,
1. World Health Organization. Dengue and severe dengue. 2012 January Syaheerah H, et al. Prevalence of dengue fever and dengue hemorrhag-
[cited 2012 Februari 4]. Available from: http://www.who.int/media- ic fever in Hospital Tengku Ampuan Rahimah, Klang, Selangor,
centre/factsheets/fs117/en. Malaysia. Southeast Asian Journal of Tropical Medicine and Public
2. Kittayapong P. Malaria and dengue vector biology and control in Health. 2005 [cited 2012 January 4]; 36 (4): 196-201. Available from:
Southeast Asia. Mahidol University, Faculty of Science, Center for http://www. tm.mahidol.ac.th/seameo/2005_36_spp4/36sup4_196.pdf.
Vectors and Vector Borne Diseases and Department of Biology; 2005 14. Khan E, Kisat M, Khan N, Nasir A, Ayub S, Hasan R, et al. Demographic
[cited 2012 Februari 6]. Available from: http://www.library.wur.nl/fron- and clinical features of dengue fever in Pakistan from 2003–2007: a ret-
tis/disease_vectors/10_kittayapong.pdf. rospective cross-sectional study. PLoS ONE. 2010 September [cited
3. Kumarasamy V, Chua SK, Hassan Z, Wahab AH, Chem YK, Mohamad 2012 June 5]; 5 (9): 1-7. Available from: http://www.ukpmc.ac.uk/arti-
M, et al. Evaluating the sensitivity of a commercial dengue NS1 antigen- cles/PMC2938342/pdf/pone.0012505.pdf.
capture ELISA for early diagnosis of acute dengue virus infection. 15. Tsuzuki A, Thiem VD, Suzuki M, Yanai H, Matsubayashi T, Yoshida LM,
Singapore Medical Journal. 2007 [cited 2012 March 5]; 48 (7): 669-73. et al. Short report: can daytime use of bed nets not treated with insecti-
Available from: http://www.smj.sma.org.sg/4807/4807a12. pdf. cide reduce the risk of dengue hemorrhagic fever among children in
4. Zafar H, Dhodhy M, Hayyat A, Akhtar N, Rizwan F, Chaudhary B, et al. Vietnam? American Journal of Tropical Medicine and Hygiene. 2010
Seroprevalence of dengue viral infection in healthy population residing [cited 2012 June 10]; 82 (6): 1157–9. A vailable from:
in rural areas of District Rawalpindi. International Journal of Pathology. http://www.ajtmh.org/content/82/6/1157.full.pdf.
2010 July [cited 2012 January 19]; 8 (1): 13-5. Available from: 16. Mohammed H, Ramos M, Armstrong J, Munoz-Jordan J, Arnold-Lewis
h t t p : / / w w w. j p a t h o l o g y. c o m / I s s u e s / I J P % 2 0 Vo l % 2 0 8 - KO, Ayala A, et al. An outbreak of dengue fever in St. Croix (US Virgin
1/Seroprevalence%20%20of%20%20Dengue%20%20Viral%20% Islands) 2005. PLoS ONE. 2010 October [cited 2012 June 9]; 5 (10): 1-
20Infection%20%20in%20%20Healthy%20%20Population%20% 5. A vailable from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles
20residing %20in%20Rural%20Areas.pdf. /PMC2965679/pdf/pone.0013729.pdf
5. Mishra R, Kumar P. A study on outbreak of dengue from Bihar, India- 17. Guha-Sapir D, Schimmer B. Dengue fever: new paradigms for a chang-
124 124
Kusumawardani & Achmadi, Demam Berdarah Dengue di Perdesaan
ing epidemiology. BioMed Central. 2005 March [cited 2012 January 6]; /med/lib/nagoya_j_med_sci/7112/p029-037_Soodsada.pdf.
2 (1): 1-10. Available from: http://www.ete-online.com/content/pdf1/ 22. Wichmann O, Mühlberger N, Jelinek T. Dengue: the underestimated
742-7622-2-1.pdf risk in travelers. Dengue Bulletin. 2003 [cited 2012 June 6]; 23: 126-37.
18. Hati AK. Studies on dengue and dengue haemorrhagic fever (DHF) in Available from: http://www.tropnet.net/file/admin/Redakteure/
West Bengal State, India. Journal of Communicable Disease. 2006 Dengue_Bulletin_2003.pdf.
[cited 2012 January 6]; 38 (2): 124-9. Available from: http://www.is- 23. Itoda I, Masuda G, Suganuma A, Imamura A, Ajisawa A, Yamada K, et
mocd.org/jcd/38_2/s2.pdf al. Clinical features of 62 imported cases of dengue fever in Japan.
19. Figueiredo MA, Rodrigues LC, Barreto ML, Lima JW, Costa MC, Morato American Journal of Tropical Medicine and Hygiene. 2006 [cited 2012
V, et al. Allergies and diabetes as risk factors for dengue hemorrhagic June 6]; 75 (3): 470-4. Available from: http://www.ajtmh. org/con-
fever: results of a case control study. PLoS Neglected Tropical Disease. tent/753/470.full.pdf.
2010 June [cited 2012 june 9]; 4 (6): 1-6. A vailable from: 24. Gama T, Azizah, Betty RF. Analisis faktor risiko kejadian demam
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2879373/pdf/ berdarah dengue di Desa Mojosongo Kabupaten Boyolali. Eksplanasi.
pntd.0000699.pdf. 2010 Oktober [diakses tanggal 5 Juni 2012]; 5 (2): 1-9. Diunduh dari:
20. Patumanond J, Tawichasri C, Nopparat S. Dengue hemorrhagic fever, http://www.kopertis6.or.id/journal/index.php/eks/article/down-
Uttaradit, Thailand. Emerging Infectious Diseases. 2003 October [cited load/1210.pdf.
2012 June 12]; 9 (10): 1348-9. Available from: http://wwwnc.cdc.gov/ 25. Pichainarong N, Mongkalangoon N, Kalayanarooj S,
eid/article/9/10/pdfs/02-0681.pdf. Chaveepojnkamjorn W. Relationship between body size and severity of
21. Nalongsack S, Yoshida Y, Morita S, Sosouphanh K, Sakamoto J. dengue hemorrhagic fever among children aged 0-14 years. Southeast
Knowledge, attitude, and practice regarding dengue among people in Asian Journal of Tropical Medicine and Public Health. 2006 March
Pakse, Laos. Nagoya Journal of Medical Science. 2009 [cited 2012 [cited 2012 June 9]; 37 (2): 283-8. Available from: http://www.tm.
January 27]; 71: 29-37. Available from: http://www.med.nagoya-u.ac.jp mahidol.ac.th/seameo/2006_37_2/07-3680.pdf.
125
, al) BALABA Vol. 10 No. 01, Juni 2014 : 1-8
ABSTRAK
Demam Berdarah Dengue (DBD) masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia yang perlu mendapat perhatian serius
karena di beberapa daerah masih sering terjadi kejadian luar biasa. Kabupaten Banyumas merupakan salah satu daerah
dengan kasus DBD selalu tinggi setiap tahunnya. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan distribusi spasial DBD di
Kabupaten Banyumas berdasarkan lokasi, ketinggian, tata guna lahan dan kepadatan penduduk serta pola kasus
berdasarkan curah hujan. Kajian ini dilakukan dengan penelusuran data sekunder kasus DBD di Dinas Kesehatan
Kabupaten Banyumas. Data peta topografi skala 1: 25000 diperoleh dari Bakosurtanal dan Bappeda Kabupaten Banyumas.
Proses pengolahan data dan analisis spasial DBD secara tumpang susun menggunakan aplikasi Arc Gis.10. Hasil
penelitian menunjukkan jumlah kasus DBD tahun 2012 sebanyak 200 kasus, tersebar hampir di setiap kecamatan (75%).
Kluster kasus DBD terdapat di wilayah Purwokerto Timur, Purwokerto Selatan dan Purwokerto Utara yang merupakan
daerah dataran rendah (12 -250) mdpl, lingkungan permukiman dekat persawahan, area perkotaan dengan permukiman
padat penduduk. Secara spasial kasus DBD terzonasi di wilayah dataran rendah dengan pemukiman padat penduduk dekat
persawahan. Kasus DBD meningkat pada saat musim hujan tinggi antara Januari –Mei.
ABSTRACT
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is the most important public health problem in Indonesia, that needs serious attention.
DHF cases in Banyumas regency always high in every year, and decrease in 2011.This research aimed to describe spatial
distribution of DHF in Banyumas district based on location, altitude, landuse and population density and pattern of cases
based on rainfall. DHF cases data obtained from Banyumas District Health Office. Topography map scale 1:25.000
obtained from Bakosurtanal and Bappeda of Banyumas regency. Processing data and DHF spatial analize by overlay using
Arc Gis.10 software. This research showed DHF cases in 2012 were 200, spread in almost all subdistrict (75%). DHF cases
clustered in East Purwokerto, South Purwokerto and North Purwokerto, that were lowlands area (12-250 above sea level) ,
urban area, settlement closed to ricefild and height density population. DHF cases were distributed in lowland area with
densely populated closed to rice field. DHF cases increasing on highly rainfall on January until May.
menjadi masalah kesehatan bagi masyarakat di yang lalu DBD hanya menyerang daerah perkotaan,
Indonesia. Angka insidensi nasional DBD tahun saat ini hampir semua wilayah baik kota maupun
2010 mencapai 65,7/100.000 penduduk, dengan desa ditemukan penyakit DBD. Tahun 2007 dari 35
daerah terjangkit mencapai lebih dari 80,48% kabupaten/kota di Jawa Tengah, 33 kota/kabupaten
kabupaten/kota. Provinsi Jawa Tengah berada pada merupakan daerah endemis DBD, dan pada tahun
urutan ke-12 untuk Incidence Rate kasus DBD di 2008-2009 sudah menyebar ke seluruh
Indonesia.1 kota/kabupaten dengan jumlah kasus yang cukup
Perkembangan angka kesakitan/incidence tinggi. Pada tahun 2010-2011 pada semua wilayah
rate (IR) per 100.000 penduduk di Provinsi Jawa mengalami penurunan kasus DBD, tetapi pada tahun
1
Distribusi Spasial Demam....................(Sunaryo et al) BA
2012 meningkat lagi. Angka kematian case fatality tata guna lahan dan kepadatan penduduk hanya
rate (CFR) di Provinsi Jawa tahun 2010 (1,29%), dilakukan pada kasus tahun 2012. Peta Rupa Bumi 10.
tahun 2011 (0,95%) dan tahun 2012 (1,52%).2 Nilai Indonesia diperoleh dari Badan Koordinasi Survei
incidence rate (IR) DBD di Kabupaten Banyumas dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal) dengan skala
tahun 2010 sampai dengan 2012 per 100.000 1: 25.000. Proses pengolahan data (manajemen data)
penduduk menunjukan angka yang cukup tinggi meliputi editing, koding, entri dan analisis data
11.
masing-masing sebesar 44,77; 12,74 dan 11,53.
3
selanjutnya diolah secara tumpang susun
Perubahan lingkungan global atau Global menggunakan program Arc Gis 10.5
Environmental Change (GEC) terutama Global
Warming ikut berperan terhadap kejadian DBD. HASIL 12.
Setiap peralihan musim, terutama dari musim Kabupaten Banyumas merupakan salah satu
kemarau ke musim penghujan, berbagai masalah wilayah Provinsi jawa Tengah terletak antara 108°
kesehatan muncul, termasuk yang paling sering 39'17'' – 109°27'15” Bujur Timur dan -7°15'05” – 7°
terjadi adalah peningkatan kejadian demam 37'10” Lintang Selatan. Kabupaten Banyumas terdiri
berdarah. Hal tersebut menunjukkan rentannya dari 27 Kecamatan dengan luas wilayah 132.758 Ha,
kondisi kesehatan lingkungan di Indonesia saat ini, 32.307 Ha (24,27%) diantaranya merupakan lahan 13.
baik dilihat dari sisi antisipasi terhadap wabah DBD, persawahan. Wilayah Kabupaten Banyumas hampir
kesigapan penanggulangannya sampai pada 45% merupakan daerah dataran yang tersebar di
penanganan penderita yang kurang mampu.
4
wilayah bagian tengah dan selatan serta membujur
Perkembangan teknologi informasi dasawarsa dari barat ke timur.
6
14.
terakhir ini khususnya metode penginderaan jauh
(remote sensing) dan aplikasi sistem informasi Situasi Kasus DBD di Kabupaten Banyumas
geografis (SIG) akan memberikan sumbangan Sebaran kasus DBD di Kabupaten Banyumas
berarti dalam melakukan monitoring lingkungan secara umum dari tahun ke tahun mengalami
secara multi-temporal dan multi-spasial resolution. peningkatan, hanya pada tahun 2010-2012 terjadi 15.
Pemetaan kasus DBD di Kabupaten penurunan jumlah kasus dari tahun sebelumnya.
Banyumas Provinsi Jawa Tengah secara spasial Sebaran kasus berdasarkan wilayah kecamatan, di
bertujuan untuk menganalisis faktor risiko spasial Kabupaten Banyumas terlihat bahwa kasus DBD 16.
yang berpengaruh terhadap kejadian DBD di lebih banyak ditemukan di wilayah eks Kota
Kabupaten Banyumas Provinsi Jawa Tengah Administratif Purwokerto yaitu Kecamatan
menggunakan aplikasi Sistem Informasi Geografis Purwokerto Timur, Purwokerto Utara, Purwokerto 17.
dan informasi sebaran DBD secara keruangan yang Barat dan Purwokerto Selatan serta kecamatan di
meliputi tempat dan waktu. Hasil kajian ini sekitarnya seperti Karanglewas, Kembaran dan
diharapkan dapat membantu program dalam Patikraja. Wilayah tersebut merupakan area
18.
kegiatan surveilans DBD dan sebagai tindakan perkotaan dengan jumlah penduduk 430.064 jiwa.6
kewaspadaan dini pengendalian kasus DBD. Kecamatan dengan kasus DBD sebesar 75%, sisanya
25% wilayah kecamatan tidak ditemukan kasus.
METODE Kecamatan yang tidak ditemukan kasus umumnya
Kajian mengenai sebaran spasial ini dilakukan pada area ketinggian lebih dari 250 meter di atas
di Kabupaten Banyumas Provinsi Jawa Tengah, permukaan laut. Distribusi kasus DBD pada tahun
berdasarkan data kasus DBD 10 tahun terakhir (2003 2003-2012 juga terkonsentrasi di eks Kotatif 19.
– 2012). Stratifikasi desa berdasarkan kasus DBD Purwokerto ditunjukkan pada Gambar 1.
dibagi menjadi: desa endemis adalah desa yang Berdasarkan stratifikasi endemisitas wilayah,
dalam tiga tahun berturut-turut selalu ditemukan hampir terjadi peningkatan baik peningkatan jumlah
kasus DBD, desa sporadis adalah desa yang dalam kasus DBD maupun peningkatan jumah desa 20.
tiga tahun berturut-turut tidak setiap tahun endemis atau terjadi perluasan wilayah sebaran dari
ditemukan kasus DBD, desa bebas adalah desa yang tahun ke tahun. Sampai tahun 2012 terdapat 37 desa
tidak ditemukan kasus DBD. Analisis data kasus endemis tinggi, 158 desa endemis sedang dan 140
berdasarkan curah hujan dilakukan untuk kondisi desa endemis rendah. 21.
tahun 2010-2012, sedangkan analisis berdasarkan
2
et, al) BALABA Vol. 10 No. 01, Juni 2014 : 1-8
yang
ksin
onal
cine
misi
ksin
ium
tian
dari
tipe
ksin
rus.
yang
am
ram
jadi
idak
Gambar 1. Sebaran Kasus DBD di Kabupaten Banyumas Tahun 2003 - 2012
ment,
ewa;
: the
cent
ation
new
merg
370:
agic
omic Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas Tahun 2012
in Gambar 2. Stratifikasi Endemisitas DBD di Kabupaten Banyumas Tahun 2012
mam Sebaran kasus DBD berdasarkan wilayah Januari sampai dengan Mei kemudian terjadi
5 (3). Puskesmas dapat dilihat pada Gambar 3. penurunan. Pola ini sesuai dengan pola curah hujan
, de Gambar 3 menunjukkan bahwa sebaran kasus yang meningkat pada bulan Januari sampai Mei. Pola
orial DBD terkonsentrasi di eks Kotatif Purwokerto yang berbeda terjadi pada tahun 2012 yaitu kasus
ons. (Kecamatan Purwokerto Timur, Purwokerto Utara, justru meningkat pada saat sudah mulai musim
Purwokerto Barat dan Purwokerto Selatan). Pola kemarau dapat dilihat pada Gambar 5.
sebaran berdasarkan waktu/bulan selama tiga tahun Kasus DBD di Kabupaten Banyumas lebih
arin.
berturut-turut tahun 2010 – 2012, terjadi pola yang banyak tersebar di wilayah dengan jumlah penduduk
izin:
hampir sama yaitu kasus DBD meningkat pada bulan padat seperti wilayah eks Kotatif Purwokerto dengan
enic
3
Distribusi Spasial Demam....................(Sunaryo et al) BA
Gambar 3. Sebaran Kasus DBD Berdasarkan Wilayah Puskesmas di Kabupaten Banyumas Tahun 2012
jumlah penduduk berkisar antara 2001 jiwa – 6885 3000 mm/tahun kasus ditemukan sedikit.
jiwa. Pada wilayah dengan sebaran penduduk sedang Aksesibilitas pelayanan kesehatan seperti
antara 1000 – 2000 jiwa terdapat kasus dengan keberadaan rumah sakit di Kabupaten Banyumas
tingkat sebaran sedang. berpengaruh terhadap pelayanan penderita DBD.
Terdapat tiga rumah sakit di Kabupaten Banyumas
Sebaran Kasus DBD Berdasarkan Faktor Risiko seperti RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo, RSUD Tab
Spasial di Kabupaten Banyumas Banyumas dan RSUD Ajibarang. Penderita DBD
Sebaran kasus DBD di Kabupaten Banyumas paling banyak dilayani di RSUD Prof. Dr. Margono Pe
cenderung terkonsentrasi di wilayah dengan Soekarjo dan pada radius 4 km merupakan akses a.
pemukiman padat penduduk. Secara spasial terbanyak yang dilayani oleh RSUD Prof. Dr.
ditunjukkan bahwa pemukiman tersebut dekat Margono Soekarjo (Gambar 10).
dengan sawah tadah hujan.
Kasus DBD tersebar di area dataran rendah. PEMBAHASAN
Lokasi dataran rendah yang potensial terdapat kasus Incidence rate DBD di Kabupaten Banyumas
DBD antara ketinggian 12,5 – 125 meter di atas dalam sepuluh tahun terakhir berpola seperti gigi
permukaan laut. Lokasi dengan ketinggian tersebut gergaji, terjadi kenaikan 1-2 tahun sekali. Sebaran b.
diantaranya: Kecamatan Purwokerto Timur, kasus terkonsentrasi di daerah perkotaan dengan
Purwokerto Barat, Purwokerto Selatan dan penduduk yang padat yaitu eks Kota Administratif
Purwokerto Utara. Purwokerto dan daerah sekitarnya. Pola sebaran Ket
Sebaran kasus DBD di Kabupaten Banyumas WR
kasus mengelompok/terkonsentrasi, sebagai
GSK
lebih banyak pada area/lokasi dengan curah hujan indikator bahwa ada konsentrasi habitat vektor, NIH
sedang yaitu curah hujan antara 1000-1500 sehingga berpotensi lebih besar terjadi penularan Infe
mm/tahun sedangan pada curah hujan tinggi diatas setempat. Pada umumnya clustering kejadian DBD CD
4
, al) BALABA Vol. 10 No. 01, Juni 2014 : 1-8
e.17
ing
pat
erti
kan
an
gan
kan
ke
YF
uji
bat
Gambar 5. Pola Sebaran Kasus DBD di Kabupaten Banyumas Berdasarkan Waktu (Bulan Januari – Desember)
kan
dap
fek
06,
uji
gan
an,
ue-
ada
Vax
nik
Vax
sia
lan
ue,
odi
kan
uk
Gambar 6. Sebaran Kasus DBD dengan Kepadatan Penduduk di Kabupaten Banyumas Tahun 2012
ian dengan kecenderungan mengikuti kepadatan sekitar seperempat saja yang merupakan area dengan
ain penduduk tinggi.7 Hasil penelitian menunjukkan ketinggian diatas 250 meter di atas permukaan laut
uk bahwa kasus DBD lebih banyak ditemukan di yang tidak ditemukan kasus DBD, hal ini karena
mal. perkotaan dan daerah penyangganya sejalan dengan dominasi daerah tersebut merupakan hutan. Daerah
ro, penelitian lain yang dilakukan di Cina bahwa di rendah yang ditemukan DBD tersebut mempunyai
dan wilayah Guangzhou (salah satu kota besar di Cina), tata guna lahan sebagai daerah permukiman dengan
han Conghua (kota penyangganya) dan Zengcheng kasus lingkungan sawah tadah hujan. Penelitian di
sis DBD lebih banyak ditemukan.8 Phitsanulok, Thailand juga menyimpulkan bahwa
kan Berdasarkan ketinggian tempat, kasus DBD perumahan di daerah persawahan mempunyai peran
banyak ditemukan pada dataran rendah dengan besar pada pertumbuhan vektor DBD.
9
sin
nE ketinggian 15-250 meter di atas permukaan laut. Secara umum pola kasus meningkat pada saat
dan Hampir sebagian besar wilayah di Kabupaten musim penghujan dan menurun pada musim
an Banyumas pernah ditemukan kasus DBD hanya kemarau, hanya pada tahun 2012 kasus cenderung
5
Distribusi Spasial Demam....................(Sunaryo et al) BA
3'
uju
bag
NS
Ke
(im
ada
Me
pro
NS
(UK
dan
sek
(pr
ses
yan
De
ole
Gambar 7. Sebaran Kasus DBD dengan Pola Penggunaan Lahan di Kabupaten Banyumas Tahun 2012
ant
Legend seb
b
1 Dot = 1
TH2012
me
Contour inf
HEIGHT
12,50 - 125,00
125,01 - 262,50
262,51 - 387,50
387,51 - 537,50
537,51 - 800,00
Gambar 8. Sebaran Kasus DBD dengan Pola Ketinggian di Kabupaten Banyumas Tahun 2012
meningkat pada musim kemarau. Hal ini terjadi 1500 mm/tahun, sedangkan pada curah hujan tinggi
karena pada tahun 2012 musim kemarau yang terjadi diatas 3000 mm/tahun kasus ditemukan sedikit. Di
di wilayah Banyumas merupakan kemarau basah negara-negara Asia Tenggara yang curah hujan
sehingga meskipun musim kemarau masih terdapat tahunannya lebih dari 2000 mm, menjadikan
hujan. Penelitian Sumantri di Provinsi DKI Jakarta populasi Aedes aegypti lebih stabil di perkotaan,
menyebutkan bahwa setiap penambahan curah hujan semi perkotaan dan pedesaan.11
9,73 mm akan memberikan perubahan pada Wilayah dengan curah hujan sedang sampai
peningkatan kejadian 67 kasus. Namun hal ini
10
rendah di Kabupaten Banyumas berada di wilayah
sedikit berbeda dengan penelitian Sumantri dataran rendah. Curah hujan sedang sampai rendah
menyebutkan sebaran kasus DBD di Kabupaten ini dapat memicu terciptanya habitat Ga
Banyumas lebih banyak pada area/lokasi dengan perkembangbiakan nyamuk terutama pada barang-
curah hujan sedang yaitu curah hujan antara 1000- barang tidak terpakai di lingkungan rumah dan
6
t, al) BALABA Vol. 10 No. 01, Juni 2014 : 1-8
e-4.
tipe
dap
gga
satu
dap
gan
rah
u 4
ang
e di
micu
eksi
eksi
pat
Gambar 9. Sebaran kasus DBD dengan Area Curah Hujan di Kabupaten Banyumas Tahun 2012
erat
kan
eksi
rtai
HF)
S).
dent
gue
nt).
gue
ktif
gal.
ng,
ada
pun
nya Gambar 10. Sebaran Kasus DBD dan Akses Rumah Sakit di Kabupaten Banyumas
pas sekitarnya. Curah hujan yang tinggi dan sangat tinggi Ethiene menunjukkan kelembaban berpengaruh
e itu banyak turun di daerah dataran tinggi (pegunungan) terhadap kegiatan reproduksi dan kelangsungan
idat dengan jumlah penduduk yang jarang. Daerah hidup nyamuk Aedes aegypti. Pada suhu 35 C dan
0
kro dengan curah hujan tinggi di Kabupaten Banyumas kelembaban relatif sebesar 60% akan menurunkan
g di mempunyai tata guna lahan berupa hutan. Selain itu, tingkat oviposisi nyamuk (rata-rata 54,53±4,81
eat kelembaban di daerah tinggi bersifat kering atau
0
telur), sedangkan pada suhu 25 C dan kelembaban
asal kelembaban rendah yang kurang optimal untuk relatif 80% potensial untuk menurunkan tingkat
dari kehidupan nyamuk Aedes sp. Menurut Sumantri oviposisi nyamuk (rata-rata 99,08±3,56 telur).
irus setiap peningkatan 1,42% kelembaban akan Penderita DBD paling banyak dilayani di
lam memberikan perubahan peningkatan kejadian 372 RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo dan pada radius 4
nse kasus. Curah hujan dan kelembaban berpengaruh km merupakan akses terbanyak yang dilayani rumah
liki terhadap kejadian DBD berkaitan dengan kehidupan sakit tersebut. Hal ini karena letak rumah sakit
ang vektor penularnya namun terdapat nilai optimum, tersebut paling dekat dengan eks kota administratif
non dan jika nilai tersebut terlampaui tidak akan Purwokerto dimana daerah tersebut ditemukan kasus
S3, mempengaruhi kejadian DBD. Hasil penelitian
13
DBD paling banyak. Menurut Thabrany jarak ke
dan
7
Distribusi Spasial Demam....................(Sunaryo et al) BA
pusat pelayanan dan waktu tempuh memiliki (DBD), analisis indeks jarak dan alternative
dampak signifikan dengan masalah kesehatan dan pengendalian vektor di Kota Samarinda, Provinsi
pemanfaatan sarana pelayanan kesehatan. Kalimantan Timur. Media Litbang Kesehatan. 2012;
Pengendalian DBD yang dapat diupayakan rumah 22 (3): 131-7.
sakit bersifat kuratif dan preventif sehingga dapat 8. Liu C, Qiyong Liu, Hua Liang Lin, Benqiang Xin,
menekan angka kematian karena DBD serta Jun Nie. Spatial analysis of dengue fever in Guang
mencegah penularan DBD secara nosokomial yang Dong Province, China 2001-2006. Asia-Pacific
mungkin terjadi di lingkungan rumah sakit. Journal of Public Health. 2013; XX (X): 1–9. [cited
2 J a n u a r i 2 0 1 4 ] . Av a i l a b l e f r o m :
KESIMPULAN http://aph.sagepub.com.
Distribusi spasial kasus DBD di Kabupaten
9. Sarfras MS, Nitin KT, Taravudh T, Thawisak T,
Banyumas terzonasi di wilayah dataran rendah yang
Pornsuk K, Marc S. Analyzing the spatio-temporal
merupakan pemukiman penduduk dengan
relationship between dengue vector larval density
lingkungan sawah tadah hujan. Kasus DBD
and land-use using factor analysis and spatial ring
meningkat pada saat musim hujan tinggi yaitu bulan
mapping. BMC Public Health. 2012; 12: 853. [cited ABS
Januari –Mei. Pen
2 J a n u a r i 2 0 1 4 ] . Av a i l a b l e f r o m :
peng
http://www.biomedcentral.com/1471-2458/12/853.
UCAPAN TERIMAKASIH idea
Penulis mengucapkan terima kasih kepada 10. Sumantri A. Model pencegahan berbasis lingkungan mem
terhadap penyebaran penyakit demam berdarah kand
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas vacc
utamanya Bidang P2PL beserta jajarannya yang dengue di Provinsi DKI Jakarta. Disertasi. Bogor: efek
telah memberikan data surveilans DBD, Kepala Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor; Vacc
Balai Litbang P2B2 Banjarnegara yang senantiasa 2008 mas
beru
memberi kesempatan dan dukungan bagi kami untuk 11. Sukamto. Studi Karakteristik Wilayah dengan
menulis. Kejadian DBD di Kecamatan Cilacap Selatan Kata
Kabupaten Cilacap. Tesis. Semarang: Pasca Sarjana
DAFTAR PUSTAKA Universitas Diponegoro Semarang; 2007. ABS
1. Profil kesehatan Indonesia 2010. Kementerian 12. Ethiene Arruda Pedrosa dalam Topan Nirwana. Den
Kesehatan RI; 2011. and
Pengaruh curah hujan, temperatur dan kelembaban be in
2. Dinkes Provinsi Jawa Tengah. Situasi penyakit udara terhadap kejadian penyakit DBD, ISPA dan stor
bersumber binatang di Jawa Tengah. Makalah diare: suatu kajian literatur. FK UNPAD Bandung. vacc
[cited 15 Januari 2014]. Available from: to c
disampaikan dalam Pertemuan Ilmiah Balai Litbang
cons
P2B2 Banjarnegara, 11-12 Mei 2012. http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2013 Indo
3. Data kasus DBD di Kabupaten Banyumas. Dinas /02/pustaka_unpad_pengaruh_curah_hujan_tempe
ratur_dan_kelembaban.pdf Key
Kesehatan Kabupaten Banyumas; 2012
4. Mustofa AJ. Global environmental change dan 13. Thabrany dalam Hotnida Sitorus, Lasbudi.
PEN
masalah kesehatan lingkungan. Inovasi Gambaran aksesibilitas sarana pelayanan kesehatan
online.2005; 3 (XVII). [cited 31 Desember 2013]. di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Analisis
neg
Available from: http://io.ppijepang.org. Data Riskesdas 2007). Loka Litbang P2B2 Baturaja.
bag
[Cited 16 Januari 2014]. Available from:
5. Danudoro P. Pengolahan citra digital: teori dan Am
http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/spir
aplikasinya dalam bidang penginderaan jauh. wila
akel/article/download/.
Yogyakarta: Fakultas Geografi Universitas Gadjah mem
Mada;1996. dun
6. Badan Pusat Statistik Kabupaten Banyumas. Sosial dari
dan kependudukan. [cited 2 Januari 2013]. Available rum
from: banyumaskab.bps.go.id. 2,5%
7. Boewono DT, Ristiyanto, UmiWidyastuti.
Flav
Distribusi spasial kasus demam berdarah dengue
8
EVALUASI IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENANGGULANGAN DEMAM
BERDARAH DENGUE DI KABUPATEN PATI
(Evaluation Study of Policy Implementation on Dengue Haemorrhagic
Fever Prevention in Pati Regency)
Wiwik Trapsilowati1 dan Widiarti1
Naskah Masuk: 5 Mei 2013, Review 1: 10 Mei 2013, Review 2: 10 Mei 2013, Naskah layak terbit: 3 Juli 2013
ABSTRAK
Latar belakang: Peningkatan kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) pada tahun 2007 merupakan kejadian luar
biasa (KLB)di Kabupaten Pati. Sebelum KLB terjadi pada tahun 2006 telah terbit kebijakan tentang pencanangan gerakan
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) terkait peningkatan kasus pada tahun tersebut, dan diikuti dengan surat edaran dan
instruksi tentang kewaspadaan dini terhadap DBD sampai tingkat kecamatan. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi kebijakan
tahun 2006 sebelum terjadi KLB. Metode: Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam pada pemegang
program, tokoh masyarakat dan warga masyarakat. Data pendukung adalah data entomologi yang diperoleh melalui
survei dari rumah ke rumah warga masyarakat untuk memeriksa keberadaan jentik nyamuk vektor DBD. Hasil: penelitian
menunjukkan bahwa, setelah dicanangkan gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dan diikuti dengan penerbitan
instruksi serta surat edaran Bupati pada tahun 2006, pada tahun 2007 masih terjadi peningkatan kasus DBD. Kebijakan
tersebut belum diikuti kegiatan yang mendukungnya baik tingkat program maupun tingkat masyarakat. Pengetahuan
pelaksana kegiatan di tingkat desa/kelurahan belum mendukung kebijakan yang diterbitkan. Hasil pemantauan jentik
menunjukkan Angka Bebas Jentik (ABJ) masih di bawah target yang ditetapkan. Saran: Untuk mendukung diterbitkannya
kebijakan dalam meningkatkan kewaspadaan DBD perlu upaya komprehensif, baik pelaksana, bentuk kegiatan, maupun
anggaran, agar kebijakan dapat terlaksana dengan baik dan tidak terbatas pada instruksi semata.
Kata kunci: evaluasi, implementasi kebijakan, kewaspadaan dini, demam berdarah dengue
ABSTRACT
Background: Increase in cases of dengue hemorrhagic fever (DHF) in 2007 was an outbreak (KLB) in Pati. Before the
outbreak occurred, in 2006, it had been published a policy of mosquito nest eradication movement (PSN) because of
the increase in cases of dengue hemorrhagic fever (DHF) during the year, and was followed by circulars and instructions
about early warning against dengue to sub district level. This study aimed to evaluate the policy in 2006 before the
outbreak. Method: Data was collected through in-depth interviews with program holders, community leaders and inhabitant.
Supporting data were the data obtained through tomological survey from house to house to check for the presence of
dengue vector mosquito larvae. Results: The results showed that, after the mosquito nest eradication movement (PSN)
and followed by the issuance of instructions and circulars regent in 2006, in 2007 the DHF cases were still increasing. The
policy has not been followed by activities that support both the program level and the community level. Knowledge of the
policy implementer in the village was not support yet to the policy goals. Monitoring results indicate that larvae-free number
(ABJ) is still below the target set. Recommendation: To support the issuance of a policy that aims to raise awareness on
dengue need a comprehensive effort on the implementation, form of activity, as well as the budget, so that the policy can
be well done and merely an instruction.
1 Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit, Badan Litbang Kesehatan, Kemenkes RI, Jl. Hasanudin
No. 123, Salatiga. Alamat E-mail : trapsilowati@gmail.com
305
This PDF was created using Adolix PDF Converter PRO Demo . Register to remove this watermark!
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan – Vol. 16 No. 3 Juli 2013: 305–312
This PDF was created using Adolix PDF Converter PRO Demo . Register to remove this watermark!
Evaluasi Implementasi Kebijakan Penanggulangan Demam Berdarah (Wiwik Trapsilowati dan Widiarti )
307
This PDF was created using Adolix PDF Converter PRO Demo . Register to remove this watermark!
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan – Vol. 16 No. 3 Juli 2013: 305–312
Kebijakan yang Dikeluarkan dalam 3) Ada kasus meninggal. Tujuan fogging focus adalah
Penanggulangan DBD membunuh nyamuk dewasa dengan sasaran rumah
Kebijakan yang dikeluarkan terkait dengan upaya penderita dan sekitarnya dengan radius 100 meter,
penanggulangan DBD di Kabupaten Pati adalah: sebanyak 2 siklus dengan interval satu minggu.
1. Pencanangan Gerakan PSN DBD oleh Bapak Insektisida yang digunakan untuk fogging focus
Bupati Pati pada tanggal 27 Desember 2006. adalah malathion dan cinoff, malathion diadakan
2. Surat Edaran (SE) tentang Kewaspadaan Dini dari anggaran APBD II dan cinoff yang diperoleh
penyakit DBD di semua Puskesmas dan Instansi dari Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah. Hasil
terkait, dengan pencanangan Gerakan PSN. kegiatan fogging focus tahun 2007 tercapai 170 fokus
3. Instruksi Bupati kepada Camat se Kabupaten dari jumlah kasus sebanyak 1.939 penderita.
Pati tentang kewaspadaan dini terhadap penyakit Pemantauan Jentik Berkala dan Abatisasi
DBD, juga terkait dengan pencanangan Gerakan Pemantauan jentik berkala (PJB) dilakukan dengan
PSN. memeriksa bangunan / rumah untuk mengetahui ada
4. Pembebasan biaya perawatan DBD di semua RS atau tidaknya jentik nyamuk. Dari hasil wawancara
baik negeri maupun swasta yang dirawat mulai kegiatan ini diikuti dengan Pemberantasan Sarang
tanggal 14 Maret 2007 sampai saat penelitian Nyamuk (PSN) dan abatisasi. Apabila pada rumah /
dilakukan, dan bagi warga yang tidak mempunyai bangunan terdapat Tempat Penampungan Air (TPA)
Askes atau Askeskin syaratnya penderita tersebut positif jentik, maka dilakukan penyuluhan secara
ber-KTP di wilayah Kabupaten Pati yang masih langsung mengenai PSN dan apabila TPA yang
berlaku. sulit untuk dibersihkan atau dengan ukuran yang
besar, maka disertai tindakan pemberian bubuk
Pelaksanaan Program Penanggulangan DBD
larvasida. Hasil kegiatan PJB tahun 2006 sebagai
terkait Kebijakan yang Dikeluarkan
berikut; jumlah rumah/bangunan terdata sebanyak
Berdasarkan wawancara mendalam dengan 319.531 rumah, sedangkan jumlah rumah yang
pengelola program Pencegahan dan Penanggulangan diperiksa sebanyak 65.200 rumah (20,4%). Dan
DBD (P2DBD), diketahui bahwa kegiatan yang dari hasil pemantauan jentik diketahui bahwa dari
dilakukan secara rutin antara lain: 65.200 rumah yang diperiksa sebanyak 40.260 rumah
Penyelidikan Epidemiologi (PE) (61,75%) tidak ditemukan jentik. Dengan demikian
Penyelidikan Epidemiologi (PE) dilakukan apabila angka bebas jentik (ABJ) sebesar 61,75% dan House
ada laporan kasus DBD. Adapun petugas PE adalah Index (HI) sebesar 38,25%. Hal tersebut menunjukkan
petugas pemberantasan penyakit menular (P2M) di bahwa Kabupaten Pati masih sangat potensial terjadi
puskesmas bekerja sama dengan petugas Kesehatan penularan DBD.
Lingkungan (Kesling) puskesmas. PE dilakukan
Manajemen Program P2DBD terkait Kebijakan
dengan memantau kondisi tempat penampungan air
yang dikeluarkan
setiap rumah di sekitar penderita, serta penemuan
secara aktif penderita lain atau penderita dengan panas Perencanaan kegiatan
tanpa diketahui sebab yang jelas. Hasil PE tersebut Hasil wawancara diketahui bahwa perencanaan
dijadikan dasar untuk membuat suatu keputusan anggaran untuk Program P2DBD dilakukan tersendiri.
dilakukan fogging fokus atau tidak berdasarkan Perencanaan yang dilakukan tidak didasari oleh
kriteria fogging. Hasil kegiatan pada tahun 2007, suatu data yang ada, karena anggaran itu sudah
100% penderita dilakukan PE. dialokasikan dengan jumlah tertentu yang harus dibagi
dengan program lain dalam satu Seksi Pencegahan
Fogging Focus
dan Pemberantasan Penyakit Menular (P2M) yang
Dari hasil PE akan diketahui bahwa suatu wilayah
terdiri tidak hanya program DBD tetapi termasuk
memenuhi kriteria untuk dilakukan fogging atau tidak.
penyakit menular lain seperti diare, tuberculosa paru
Adapun kriteria fogging adalah 1) Bila ditemukan
dan lain sebagainya. Hal tersebut seperti diutarakan
penderita DBD lain/ada jentik (HI <95%) dan ada
oleh salah satu responden berikut:
penderita panas tanpa sebab yang jelas >3 orang
“ … tahun ini memang anggaran kita mepet,
dalam radius 100 meter, 2) Kasus mengelompok
kan gini Bu, untuk Seksi saya misalnya dikasih
dalam satu bulan terdapat > 2 kasus di satu RW,
308
This PDF was created using Adolix PDF Converter PRO Demo . Register to remove this watermark!
Evaluasi Implementasi Kebijakan Penanggulangan Demam Berdarah (Wiwik Trapsilowati dan Widiarti )
dana sekian, direncanakan sendiri sehingga Evaluasi dilakukan pada Bina Program sifatnya
bila kita merencanakan sesuai dengan teori itu menyeluruh dari kegiatan semua program di Dinkes,
nggak cukup, karena harus dipecah-pecah sesuai sehingga untuk evaluasi program P2DBD hanya
program yang ada di seksi kita …” merupakan sebagian kecil dan tidak semua kegiatan
yang menunjang P2DBD dievaluasi dan dijabarkan.
Untuk perencanaan di puskesmas khususnya
Demikian juga evaluasi yang dilakukan oleh puskesmas
program P2DBD tidak dilakukan, karena semua
juga belum berjalan dengan baik. Feedback/umpan
anggaran yang berkaitan dengan penanggulangan,
balik untuk pelaksanaan pemantauan jentik juga
langsung ditangani oleh dinas kesehatan.
tidak seluruh desa yang dipantau menerima umpan
Pelaksanaan kegiatan balik tersebut, dengan alasan bahwa RT (Rukun
Pelaksanaan penanggulangan DBD Dinkes Tetangga) yang menjadi sampel banyak sekali dan
Kabupaten Pati telah menyusun Standar Pelayanan hasilnya semua bagus sehingga merasa kebingungan
Minimal (SPM) baik alur pelaporan maupun apa yang harus diumpan balikan. Evaluasi kegiatan
penanganan kasus DBD yang disertai dengan waktu puskesmas sifatnya juga menyeluruh dan dilakukan
penanganan dan kegiatan yang akan dilakukan. pada saat minilokakarya.
Secara operasional juga diupayakan untuk menjalin
kerja sama baik lintas program maupun lintas sektor. Evaluasi Kondisi di Masyarakat terkait
Kerja sama lintas program selama ini dengan Seksi Kebijakan dalam Penanggulangan DBD
Promkes dan Pemberdayaan Masyarakat, sedangkan Kebijakan yang berkaitan dengan penanggulangan
untuk program yang lain sedang dalam proses yaitu DBD di Kabupaten Pati, baik untuk kewaspadaan dini
dengan program kesehatan lingkungan untuk kegiatan maupun untuk penanggulangan KLB pada tahun 2007
pemantauan jentik. Kegiatan yang bekerja sama sosialisasinya sudah sampai pada kelurahan/desa, hal
dengan Promkes dan Pemberdayaan Masyarakat tersebut disampaikan oleh Pamong Desa yang terpilih
adalah pemutaran film DBD, pemasangan spanduk, menjadi responden. Untuk operasional selanjutnya
penyebaran leaflet, radio spot maupun dialog interaktif Kepala Kelurahan/Desa mengundang Ketua RW/RT
dan penyuluhan. untuk pertemuan di kelurahan/desa yang salah satu
Untuk pelaksanaan program secara lintas sektor pokok bahasanya adalah mengenai pencegahan DBD
sudah berjalan, tetapi dengan volume yang sangat di masyarakat. Secara garis koordinasi tindak lanjut
kecil. Yang paling sering adalah bekerja sama dengan kebijakan penanggulangan DBD sudah diorganisir
PKK baik dari tingkat kabupaten sampai tingkat PKK dengan baik, akan tetapi hasilnya masih belum seperti
RT/Dasa Wisma (Dawis). Keberadaan Kelompok yang diharapkan, terutama ABJ yang masih rendah.
Kerja Operasional (Pokjanal) DBD yang diharapkan Dari hasil wawancara diketahui bahwa masih
menjadi wadah koordinasi dan jejaring kemitraan sedikit tokoh masyarakat yang mengetahui tentang
dalam penanggulangan DBD ternyata belum berjalan penyebab penyakit DBD, sedangkan dari masyarakat
seperti yang diharapkan, seperti disampaikan salah tidak ada yang mengetahui bahwa DBD disebabkan
satu responden berikut: oleh virus dengue. Namun pengetahuan mengenai
“ …Pokjanal sementara belum jalan, hanya penular DBD hampir semua baik tokoh masyarakat
simbolis saja, memang ada suratnya maksudnya maupun warga menyebutkan nyamuk, akan tetapi
ada timnya, tapi kenyataan pelaksanaannya hanya beberapa saja yang menyebutkan nyamuk
belum jalan, yang jalan hanya PKK …” Aedes aegypti. Sebagian besar mengetahui bahwa
gejala DBD adalah panas, turun, kemudian naik lagi,
Evaluasi kegiatan dan ada bintik merah. Sebagian responden sudah
Hasil wawancara mendalam dengan pemegang mengetahui bahwa bila panas untuk memastikan
program P2DBD diketahui bahwa untuk evaluasi terserang DBD atau tidak diperiksa darahnya ke
dilakukan oleh Seksi Bina Program, seperti diuraikan laboratorium. Untuk pencegahan, hampir semua
responden berikut: mengatakan dengan bersih-bersih, menguras
“ … itu masuknya Bina Program, kalau kita kan penampungan air dan memakai obat nyamuk baik
sebatas evaluasi di Seksi, oo…jumlah kasusnya semprot, bakar maupun oles. Mereka memperoleh
sekian, tapi secara umum tingkat Dinkes di Bina pengetahuan tentang DBD tersebut dari televisi dan
Program”.
309
This PDF was created using Adolix PDF Converter PRO Demo . Register to remove this watermark!
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan – Vol. 16 No. 3 Juli 2013: 305–312
pada saat pertemuan pada PKK RT atau pertemuan pemecahan masalah dan proaktif sebagai upaya
Dasa Wisma (Dawis). Responden yang tidak aktif pencegahan agar tidak terjadi peningkatan dan
pengetahuan tentang DBD sangat minim, walaupun perluasan kasus DBD. Kebijakan yang diterbitkan
tingkat pendidikannya sudah cukup baik. Sedangkan merupakan upaya untuk pemecahan masalah terkait
responden dengan umur lebih dari 60 tahun dengan peningkatan kasus DBD. Pencanangan gerakan
pendidikan yang rendah seperti tamat SD bahkan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) telah diikuti
tidak sekolah, akan tetapi aktif dalam pertemuan kebijakan lanjutan yang bersifat instruksi kepada
Dasa Wisma atau PKK, meskipun sedikit mereka jajaran pemerintah sampai tingkat kecamatan, untuk
mengetahui mengenai gejala, cara penularan dan mendukung dengan kegiatan nyata sebagai upaya
pencegahannya. penurunan kasus DBD.
Dari hasil wawancara mendalam diketahui bahwa S a l a h s a t u f a k t o r ya n g m e m p e n g a r u h i
memang masyarakat masih berpola pikir bahwa dikeluarkannya suatu kebijakan adalah faktor
fogging merupakan cara penanggulangan yang situasi (situational factors) (Buse, Mays and Walt,
diharapkan, begitu pun pada tokoh masyarakat yang 2005). Situasi kasus DBD yang semakin meningkat
selama ini memberikan informasi atau penyuluhan mendorong pemerintah Kabupaten Pati untuk
mengenai DBD, seperti yang disampaikan responden mengeluarkan kebijakan berupa gerakan PSN yang
yang merupakan salah satu informan berikut ini: diikuti dengan Surat Edaran Bupati serta Instruksi
“ …kalau bisa gini Bu, kalau ada kasus yang Bupati untuk melakukan kewaspadaan dini terhadap
segera dilakukan fogging, memang sudah saya DBD kepada semua jajaran terkait sampai tingkat
beritahukan ke masyarakat kalau biaya fogging kecamatan. Hal tersebut sebagai upaya untuk
itu besar dan mereka pun sanggup kalau harus mencegah meningkatnya kejadian DBD. Kebijakan
membayar, dan mungkin lebih bagus kalau pada tentang pencanangan Gerakan PSN DBD sudah
saat ini, pas hujan dan kasusnya belum ada, jadi ditetapkan pada tanggal 27 Desember 2006 sebelum
jangan sampai ada kasus …” KLB terjadi, dan dilanjutkan dengan Surat Edaran
dan Instruksi kepada seluruh Camat se Kabupaten
Dari hasil spot survei yang dilakukan dalam
Pati untuk pelaksanaan kewaspadaan dini terhadap
penelitian ini ternyata masih banyak ditemukan rumah
DBD. Kebijakan tersebut dapat dikatakan sudah
dengan hasil positif jentik. Di Kelurahan Parenggan
tepat, mengingat pada tahun 2006 terjadi peningkatan
angka bebas jentik (ABJ) masih rendah yaitu 37,74%
kasus hampir dua kali lipat dibandingkan tahun 2005.
dan di Kelurahan Kalidoro ABJ juga rendah yaitu 63,
Sehingga penanggulangan melalui PSN merupakan
79%. Demikian juga untuk hasil pemantauan jentik
suatu kegiatan yang harus diutamakan dan dilakukan
yang dilakukan oleh PPJ selama bulan Maret–Agustus
dengan melibatkan peran serta masyarakat secara
2007 pada 53 desa/kelurahan di 29 Puskesmas,
menyeluruh dan berkesinambungan. Akan tetapi,
ternyata hasilnya juga masih di bawah target yaitu
ternyata kebijakan tersebut belum berhasil, karena
83,5 %, sedangkan target ABJ adalah 95%. Dengan
Bupati Pati pada tanggal 14 Maret 2007 mengeluarkan
demikian di wilayah Kabupaten Pati masih sangat
kebijakan mengenai perawatan penderita DBD secara
potensial untuk terjadi penularan DBD.
gratis yang berkaitan secara langsung dengan
terjadinya KLB DBD.
PEMBAHASAN Kelemahan kebijakan ini adalah belum ada kegiatan
Kebijakan merupakan keputusan tertulis yang yang mendukung diterbitkannya kebijakan tentang
bersifat formal dan mengikat yang mengatur perilaku Gerakan PSN DBD, hal tersebut seperti dikatakan
dengan tujuan menciptakan tata nilai baru dalam salah satu responden dari dinas kesehatan bahwa
masyarakat. Kebijakan pada umumnya bersifat problem kegiatan Program Pencegahan dan Pemberantasan
solving dan proaktif, salah satu contoh kebijakan DBD (P2 DBD) bersifat rutin, belum ada kegiatan yang
adalah Keputusan Bupati, yang dalam penerapannya bersifat mendukung kebijakan yang telah diterbitkan.
disesuaikan dengan ciri lokal yang spesifik (Widodo Begitu pula untuk anggaran dan kegiatan dalam
dan Evie Sopacua, 2006). Demikian pula dengan rangka mempersiapkan infrastruktur di masyarakat,
kebijakan Bupati Pati terkait dengan peningkatan khususnya sosialisasi dan peningkatan pengetahuan
kasus DBD di wilayah Kabupaten Pati, sifatnya adalah dan keterampilan pelaksana di lapangan belum ada.
310
This PDF was created using Adolix PDF Converter PRO Demo . Register to remove this watermark!
Evaluasi Implementasi Kebijakan Penanggulangan Demam Berdarah (Wiwik Trapsilowati dan Widiarti )
Pengetahuan tokoh formal seperti perangkat kelurahan kasus. Kerja sama lintas sektor yang ada selama ini
tentang DBD masih dinilai kurang, sehingga belum masih bersifat formalitas, dalam arti Surat Keputusan
dapat memberikan penjelasan yang benar mengenai Bupati tentang Kelompok Kerja Operasional DBD
cara dan metode PSN yang tepat. Hal tersebut (Pokjanal DBD) ada, namun kegiatannya tidak berjalan
tercermin dari informasi yang diperoleh, bahwa mereka sesuai yang diharapkan. Sehingga meskipun beberapa
khususnya para bapak-bapak melakukan kegiatan kebijakan telah diterbitkan terkait peningkatan kasus
PSN dengan melakukan kerja bakti membersihkan DBD, belum ada dukungan dari sektor lain kecuali
saluran air, taman dan memotong rumput di pinggir unsur pimpinan wilayah kecamatan dan kelurahan/
jalan. Dalam rangka pencegahan DBD kegiatan desa.
tersebut dinilai kurang tepat, seharusnya mereka Kebijakan dikeluarkan juga bertujuan untuk
lebih menekankan pada kegiatan membersihkan mengatur perilaku masyarakat, seperti halnya kebijakan
barang bekas di sekitar pemukiman yang dapat tentang pencegahan DBD, masyarakat diharapkan
menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk. Dari hasil akan berperilaku untuk mencegah terjangkit DBD
tersebut perlu kiranya untuk menindaklanjuti kebijakan secara tepat dan berkesinambungan (Widodo &
yang telah terbit dengan melakukan sosialisasi dan Evie Supacua, 2006). Hasil survei entomologi yang
pembekalan yang cukup kepada pelaksana, sehingga dilakukan dengan melihat tempat penampungan air di
kegiatan yang dilakukan tepat sasaran. dalam dan di luar rumah, ternyata angka bebas jentik
Kebijakan dalam penanggulangan DBD tidak masih menunjukkan angka di bawah target nasional
hanya tanggung jawab sektor kesehatan, akan tetapi yaitu >95% (Kusriastuti, 2005). Dua wilayah kelurahan
memerlukan dukungan dari berbagai sektor. Hal yang di survei menunjukkan ABJ 37,74% dan 63,79%,
tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan sedangkan laporan dari Puskesmas menunjukkan
oleh Amin Subargus yang dilakukan di Propinsi Daerah ABJ sebesar 83,5%. Meskipun laporan Puskesmas
Istimewa Yogyakarta, yang menyatakan bahwa peran lebih tinggi dari hasil survei, ABJ tersebut belum
sektor lain sangat penting untuk menentukan kegiatan mencapai target yang ditetapkan. Dengan demikian
penanggulangan DBD yang sesuai dengan area tugas diketahui bahwa kebijakan yang diterbitkan, ternyata
pokok dan fungsinya. Seperti dinas pendidikan akan belum dapat mengubah atau mendorong masyarakat
lebih mudah untuk menggerakkan siswa dan warga untuk melakukan PSN secara mandiri. Hal tersebut
sekolah lainnya dalam melakukan penanggulangan perlu adanya upaya yang komprehensif dan dana
DBD sesuai dengan kegiatan yang ada di sekolah untuk meningkatkan kemampuan dan kemauan
(Subargus, 2009). Hasil analisis kebijakan program masyarakat dalam melakukan pencegahan DBD
pengendalian dengue di Mexico juga menyatakan secara mandiri melalui PSN.
bahwa kegiatan penanggulangan DBD, dana, serta
sumber daya manusia dibebankan sektor kesehatan KESIMPULAN DAN SARAN
setempat. Sehingga direkomendasikan untuk
menerapkan pendekatan interdisipliner dan lintas Kesimpulan
sektor dalam menetapkan kebijakan penanggulangan Kebijakan tentang pencanangan Gerakan PSN
DBD (Gonzales, et.al., 2010). DBD sudah ditetapkan pada tanggal 27 Desember
Pengembangan kebijakan di bidang kesehatan 2006 sebelum KLB terjadi, dan dilanjutkan dengan
merupakan salah satu strategi spesifik yang dari Surat Edaran dan Instruksi kepada seluruh Camat se
promosi kesehatan, di samping kegiatan promosi Kabupaten Pati untuk pelaksanaan kewaspadaan dini
kesehatan yang lain (Fertman and Allensworth, 2010). terhadap DBD. Kebijakan tersebut dapat dikatakan
Pada bidang Promosi Kesehatan Dinkes Kabupaten sudah tepat, mengingat pada tahun 2006 terjadi
Pati telah banyak kegiatan yang dilakukan dalam peningkatan kasus hampir dua kali lipat dibandingkan
kaitannya dengan penyakit DBD, akan tetapi untuk tahun 2005. Sehingga penanggulangan melalui PSN
keterpaduan dengan program P2DBD masih perlu merupakan suatu kegiatan yang harus diutamakan dan
ditingkatkan sehingga akan lebih tepat sasaran. Karena dilakukan dengan melibatkan peran serta masyarakat
akan terjadi sinergi kegiatan antara penanggulangan secara menyeluruh dan berkesinambungan. Akan
DBD serta penyebaran informasi DBD di wilayah yang tetapi, ternyata kebijakan tersebut belum berhasil,
sama yaitu wilayah yang mengalami peningkatan karena Bupati Pati pada tanggal 14 Maret 2007
311
This PDF was created using Adolix PDF Converter PRO Demo . Register to remove this watermark!
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan – Vol. 16 No. 3 Juli 2013: 305–312
mengeluarkan kebijakan mengenai perawatan Buse K, Mays N, and Walt G, 2005. Making Health Policy.
penderita DBD secara gratis yang berkaitan WS Bookwell. New York.
secara langsung dengan terjadinya KLB DBD.Hal Dunn N. William, 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik.
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
tersebut salah satu sebabnya adalah pengetahuan
Fertman CI and Allensworth DD, 2010. Health Promotion
tokoh formal seperti perangkat kelurahan tentang
Programs: From Theory to Practice. Jossey-Bass,
DBD masih dinilai kurang, sehingga belum dapat San Francisco.
memberikan penjelasan yang benar mengenai cara Gonzales F, Orozco N and Cifuentes E, 2010. Policy
dan metode PSN yang tepat, terkait tugasnya sebagai analysis of the dengue control program in Mexico.
pelaksana kebijakan. Kebijakan yang diterbitkan juga Rev Saude Publica, Vol. 44 No. 6. Available at: www.
belum dapat mengubah atau mendorong masyarakat scielo.br/rsp.
untuk melakukan PSN secara mandiri. Dan kegiatan Kementerian Kesehatan RI, 1992. Kumpulan surat keputusan/
untuk peningkatan pengetahuan melalui sosialisasi edaran tentang pemberantasan penyakit demam
berdarah dengue. Dirjen P2M-PL, Jakarta.
dan pemberdayaan masyarakat belum terlihat pada
Kusriastuti R, 2005. Epidemiologi Penyakit Demam Berdarah
kegiatan Program Pencegahan dan Pemberantasan
Dengue dan Kebijaksanaan Penanggulangannya di
DBD (P2 DBD). Kegiatan P2 DBD hanya bersifat rutin, Indonesia. Simposium Dengue Control Up Date.
belum ada kegiatan yang bersifat mendukung kebijakan Yogyakarta 2 Juni.
yang telah diterbitkan. Kegiatan yang dilakukan oleh Lystianingsih E, 2004. Prediksi Evolusi Genetik Virus Dengue
puskesmas juga bersifat rutin dan mengacu pada Indonesia. Makalah Seminar Kedokteran Tropis
kegiatan tingkat dinas kesehatan. Beberapa kebijakan Kajian KLB Demam Berdarah dari Biologi Molekuler
telah diterbitkan terkait peningkatan kasus DBD, Sampai Pemberantasannya. Pusat Kedokteran Tropis
belum ada dukungan dari sektor lain, kecuali unsur UGM Yogyakarta.
Subargus A, 2009. Analisis Terhadap Kebijakan
pimpinan wilayah kecamatan dan kelurahan/desa.
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dalam Upaya
Saran Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) di
Perlu kiranya untuk menindaklanjuti kebijakan Wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal
Kesehatan: Surya Medika. Edisi Agustus. Tersedia
yang telah terbit dengan melakukan sosialisasi dan
pada: http://www.skripsistikes.wordpress.com.
pembekalan yang cukup kepada pelaksana, sehingga
Suroso T, 2004. Situasi Epidemiologi dan Program
kegiatan yang dilakukan tepat sasaran. Upaya Pemberantasan DBD di Indonesia. Makalah
yang komprehensif baik petugas, bentuk kegiatan Seminar Kedokteran Tropis Kajian KLB Demam
maupun dana yang memadai perlu dilakukan untuk Berdarah Dengue dari Biologi Molekuler Sampai
meningkatkan kemampuan dan kemauan masyarakat Pemberantasannya. Pusat Kedokteran Tropis.
dalam melakukan pencegahan DBD secara mandiri Fakultas Kedokteran UGM, Yogyakarta.
melalui PSN. WHO, 1997. Dengue Haemorrhagic Fever, Diagnosis,
Treatment, Prevention and Control. 2 nd Edition.
Geneva.
UCAPAN TERIMA KASIH WHO, 2009. Dengue, Guidelines for Diagnosis, Treatment,
Prevention and Control. New Edition. WHO and TDR
Terima kasih kami ucapkan pada DR. Damar
For research on diseases of poverty. Geneva.
Tri Boewono, MS yang telah memberikan arahan
WHO Regional Publication SEARO, 2003. Pencegahan
untuk pelaksanaan penelitian, segenap teknisi, staf dan Penanggulangan Penyakit Demam Dengue
dinas kesehatan dan puskesmas di lokasi penelitian dan Demam Berdarah Dengue. Diterjemahkan dari
serta para tokoh masyarakat dan warga yang telah bahasa Inggris oleh Depkes RI, Jakarta.
berpartisipasi dalam penelitian ini. Widodo J. Pudjirahardjo dan Evi Sopacua, 2006. Kebijakan,
sebuah kebutuhan dalam desentralisasi kesehatan.
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan. Vol. 9, No. 4.
DAFTAR PUSTAKA
p. 171–77.
Badan Litbang Kesehatan, 2008. Laporan riset kesehatan
dasar (Riskesdas) tahun 2007, Jakarta.
312
This PDF was created using Adolix PDF Converter PRO Demo . Register to remove this watermark!
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN
DEMAM BERDARAH DENGUE DI KOTA BENGKULU
Hermansyah, Febryan Harya
Abstract : Data of Bengkulu City Health Department show that in the last 5 years the number of
dengue cases in the city of Bengkulu continues to increase. This study aims to determine the fac-
tors associated with the incidence of dengue hemorrhagic fever in the city of Bengkulu in 2012.
The type of research used was the analytic case-control design. The populations in this study were
all citizens of Bengkulu town. The total number of sample was 37 people for groups of cases and
37 people for the control group. The samples were taken by consecutive sampling technique. The
data were collected with interview techniques and direct observation by using questionnaires. The
data analysis was performed with univariate and bivariate analysis with Chi-Square test at α 5%.
The results showed that more than half of respondents (54.1%) in the case and a minority of res-
pondents (27%) in the control group had lack knowledge level about the prevention of dengue dis-
ease, the majority of respondents (80.1%) in the case and more than half of respondents (56.8%) in
the control group had a lack habit of implementing 3M's, more than half of respondents (67.6%)
and a minority of respondents (37.8%) in the control group, it was found that they did not have
quite fine environment. There was a significant association between knowledge about dengue pre-
vention (p = 0.033), the habit of carrying out the movement of 3M (p = 0.044,) and the condition of
the home environment (p = 0.02) with the incidence of dengue in the city of Bengkulu in 2012. It is
recommended to the Bengkulu City Health Department and health centers to further intensify do
health promotion activities on dengue prevention in order to increase knowledge and awareness to
maintain a healthy home environment, especially with the motion mosquito eradication nest (PSN).
Abstrak : Data dinas kesehatan Kota Bengkulu menunjukkan bahwa dalam 5 tahun terakhir terus
terjadi peningkatan jumlah kasus DBD di Kota Bengkulu. Penelitian ini bertujuan mengetahui fak-
tor-faktor yang berhubungan dengan kejadian demam berdarah dengue di Kota Bengkulu tahun
2012. Jenis penelitian ini adalah analitik dengan menggunakan rancangan case control. Populasi
dalam penelitian ini adalah seluruh warga Kota Bengkulu, dengan jumlah sampel sebanyak 37
orang untuk kelompok kasus dan 37 orang untuk kelompok kontrol dan diambil dengan teknik con-
secutive sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara dan pengamatan secara
langsung dengan menggunakan kuesioner. Analisis data dilakukan dengan analisis univariat dan bi-
variat dengan uji Chi-Square pada α 5%. Hasil penelitian menunjukkan lebih dari setengah respon-
den (54,1%) pada kelompok kasus dan sebagian kecil responden (27%) pada kelompok kontrol
memiliki tingkat pengetahuan yang kurang tentang pencegahan penyakit DBD, sebagian besar res-
ponden (80,1%) pada kelompok kasus dan lebih dari setengah responden (56,8%) pada kelompok
kontrol memiliki kebiasaan melaksanakan gerakan 3M yang kurang, lebih dari setengah responden
(67,6%) dan sebagian kecil responden (37,8%) pada kelompok kontrol memiliki kondisi lingkun-
gan rumah yang kurang baik. Ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan tentang pencega-
han DBD (p=0,033), kebiasaan melaksanakan gerakan 3M (p=0,044,) dan kondisi lingkungan ru-
mah (p=0,02) dengan kejadian DBD di Kota Bengkulu tahun 2012. Disarankan kepada pihak Dinas
Kesehatan Kota Bengkulu dan Puskesmas untuk lebih mengintensifkan kegiatan promosi kesehatan
tentang pencegahan DBD untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat untuk men-
jaga kesehatan lingkungan rumah terutama dengan melakukan gerakan pemberantasan sarang nya-
muk (PSN).
Penyakit demam berdarah dengue (DBD) terjadi peningkatan jumlah kasus serta dae-
atau dengue hemorrhagic fever (DHF) me- rah persebaran yang semakin meluas.
rupakan penyakit menular yang sampai Meskipun terjadi penurunan jumlah kema-
saat ini masih menjadi salah satu masalah tian secara nasional, di beberapa daerah
kesehatan. Hampir di setiap tahun selalu
133
134 Jurnal Media Kesehatan, Volume 5, Nomor 2, Desember 2012, hlm 101-205
angka kematian akibat DBD masih tetap 1.527 kematian (IR 27,09/100.000 pendu-
tinggi (Depkes RI, 2008). duk, CFR 3,2%) pada tahun 1988 (Hadine-
Penyakit yang ditularkan melelui gigi- goro dan Satari, 2002).
tan nyamuk Aedes aegypti ini merupakan Data Departemen Kesehatan menun-
penyakit demam akut yang disebabkan jukkan setiap tahun selalu terjadi peningka-
oleh 4 serotipe virus Dengue dan ditandai tan kasus DBD secara nasional, meskipun
dengan empat gejala klinis utama, yaitu terjadi kecenderungan penurunan jumlah
demam yang tinggi, manifestasi perdara- kematian namun angka tersebut masih te-
han, hepatomegali, dan tanda-tanda kega- tap tinggi. Tahun 2003 tercatat 51.516 ka-
galan sirkulasi sampai timbulnya renjatan sus DBD (IR 23,87/100.000 penduduk,
(syok) sebagai akibat dari kebocoran plas- CFR 1,5%), meningkat menjadi 79.462
ma yang dapat menyebabkan kematian kasus pada tahun 2004 (IR 37,11/100.000
(Soegijanto, 2002). penduduk, CFR 1,2%). Tahun 2005 terca-
Sebagai negara dengan iklim tropis, tat 95.279 kasus (IR 43,42/100.000 pendu-
Indonesia mempunyai resiko besar untuk duk, CFR 1,36 %), meningkat menjadi
terjangkit penyakit demam berdarah den- 114.656 kasus (IR 52,48/ 100.000 pendu-
gue karena virus Dengue dan nyamuk pe- dudk, CFR 1,04%) pada tahun 2006 dan
nularnya yaitu Aedes aegypti tersebar luas 158.115 kasus (IR 71,78/100.000 pendu-
di seluruh daerah, kecuali daerah yang ke- duk, CFR 1,01%) pada tahun 2007
tinggiannya lebih dari 1.000 meter dari (Depkes RI, 2007).
permukaan air laut (Depkes RI, 2005). Ha- Demam berdarah dengue merupakan
sil studi epidemiologik menunjukkan bah- penyakit yang di tularkan melalui gigitan
wa kejadian luar biasa (KLB) dengue bi- nyamuk Aedes aegypti. Semakin tinggi ak-
asanya terjadi di daerah endemis dan ber- tifitas dan populasi nyamuk Aedes aegypti
kaitan dengan datangnya musim hujan, se- maka semakin tinggi resiko untuk terkena
hingga terjadi peningkatan aktifitas vektor DBD. Tempat penampungan air yang ja-
dengue pada musim hujan yang dapat me- rang dibersihkan, tidak tersedianya tutup
nyebabkan terjadinya penularan penyakit penampungan air, pakaian yang bergan-
DBD pada manusia melalui gigitan nya- tungan, mobilitas yang tinggi, banyaknya
muk Aedes (Djunaedi, 2006). tempat penampungan air alami, lingkungan
Sekitar 2,5 - 3 miliar orang di seluruh dengan populasi yang padat, daya tahan
dunia berisiko terkena penyakit ini. Berda- tubuh yang lemah dan perilaku hidup yang
sarkan hasil perkiraan di seluruh dunia se- sehat yang kurang akan semakin memper-
tiap tahun sedikitnya terjadi 100 juta kasus besar risiko seseorang untuk terkena DBD
DBD dengan 500 ribu kasus memerlukan (Sutaryo, 2005).
rawat inap dan 90% diantaranya merupa- Menurut Goron dalam Marwan
kan anak-anak yang berusia kurang dari 15 (2009), suatu penyakit dapat terjadi karena
tahun. Case Fatality Rate (CFR) mencapai adanya ketidak seimbangan antara ketiga
5% dengan perkiraan 25 ribu kematian komponen, yaitu manusia (Host), penye-
(WHO, 2004). bab (Agent) dan lingkungan (Environ-
Penyakit ini di Indonesia pertama kali ment). Perubahan salah satu komponen
terjadi di Surabaya dan Jakarta pada tahun akan mengubah keseimbangan interaksi
1968 dan menyebar keseluruh provinsi pa- ketiga komponen yang akan mengaki-
da tahun 1994. Sejak terjadi pertama kali batkan bertambah atau berkurangnya pe-
pada tahun 1968 angka kesakitan kasus nyakit. Menurut teori ini, penyebab penya-
DBD di Indonesia terus meningkat. Tahun kit DBD adalah karena adanya peningkatan
1968 jumlah kasus DBD tercatat sebanyak agent infeksius dalam hal ini virus Dengue
53 orang (Incidence Rate (IR) atau karena adanya perubahan lingkungan
0.05/100.000 penduduk, CFR 42,8%). Me- yang menguntungkan penyebaran agent.
ningkat menjadi 47.573 kasus dengan
Hermansyah, Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian DBD 135
Lingkungan merupakan faktor pendu- hun 2009 menunjukkan bahwa ada hubun-
kung terbesar terjadi penyakit di suatu dae- gan antara kebiasaan membersihkan tem-
rah. Kondisi lingkungan yang buruk akan pat penampungan air (p = 0,044), menutup
sangat mendukung berkembangnya agent tempat penampungan air (p = 0,002), men-
penyebab penyakit. Kebersihan lingkungan gubur barang-barang bekas (p = 0,014),
yang kurang serta pemukiman yang sangat menggantung pakaian (p = 0,001) dan
padat akan mempermudah dan memperce- memakai lotion anti nyamuk (p = 0,002)
pat penyebaran penyakit. Untuk penyakit dengan kejadian demam berdarah dengue
DBD, kebersihan tempat penampungan air (PSIKM UNNES, 2010).
yang sering menjadi tempat perkembang Hasil penelitian ini sejalan dengan
biakan nyamuk Aedes aegypti yang menja- penelitian yang dilakukan oleh Ekawati
di vektor penyebar virus Dengue akan san- tentang faktor-faktor yang berhubungan
gat berpengaruh pada penyebaran penyakit dengan kejadian DBD di Kabupaten Paci-
ini. Selain itu banyaknya genangan air pa- tan pada tahun 2009. Hasil penelitian me-
da musim hujan juga mempengaruhi keja- nunjukkan bahwa ada hubungan antara
dian DBD (Depkes RI, 2005). frekuensi pengurasan tempat penampungan
Perilaku merupakan faktor terbesar air (p = 0,027), keberadaan tutup tempat
kedua setelah lingkungan yang mempenga- penampungan air (p = 0,001), keberadaan
ruhi kesehatan individu, kelompok, atau jentik nyamuk pada tempat penampungan
masyarakat. Dari pengalaman bertahun- air (p = 0,001), kebiasaan menggantung
tahun pelaksanaan pendidikan prilaku ke- pakaian (p = 0,001) dan pengetahuan ten-
sehatan selalu terjadi hambatan dalam tang penyakit DBD (p = 0,030) dengan ke-
rangka pencapaian tujuannya, yakni mewu- jadian demam berdarah dengue (PSIKM
judkan perilaku hidup sehat bagi masyara- UNNES, 2010).
katnya. Dari penelitian-penelitian yang ada Berdasarkan data yang peneliti peroleh
terungkap, meskipun kesadaran masyara- dari Dinas Kesehatan Kota Bengkulu, me-
kat sudah tinggi, praktek (practice) tentang nunjukkan bahwa dalam lima tahun terak-
kesehatan atau perilaku hidup sehat masya- hir Di Kota Bengkulu terus terjadi pening-
rakat masih rendah (Notoatmodjo, 2007). katan kasus DBD. Pada tahun 2007 dite-
Pemerintah melalui Kementerian Ke- mukan 170 kasus dengan 4 kasus kema-
sehatan telah mencanangkan berbagai pro- tian, tahun 2008 ditemukan 181 kasus den-
gram promosi kesehatan dalam upaya pen- gan 1 kematian (IR 46,6/100.000 pendu-
cegahan penyakit DBD seperti gerakan se- duk, CFR 0,75%), tahun 2009 ditemukan
rentak berantas sarang nyamuk melalui ge- 234 kasus dengan 10 kasus kematian (IR
rakan pemberantasan sarang nyamuk 81,8/ 100.000 penduduk, CFR 4,31 %),
(PSN) dengan 3M Plus ( menguras, menu- tahun 2010 ditemukan 352 kasus dengan
tup tempat penampungan air dan mengubur 10 kematian (IR 110/100. 000 penduduk,
barang-barang bekas serta menaburkan bu- CFR 2, 85 %) dan tahun 2011 ditemukan
buk abate). Diharapakan melalui kegiatan 403 kasus dengan 7 kematian (IR
yang melibatkan seluruh masyarakat ini 129,8/100.000 penduduk, CFR 1,73%)
dapat menekan penyebaran penyakit DBD (Dinkes Kota Bengkulu, 2011).
yang akhirnya akan berdampak pada me- Data awal yang peneliti dapatkan dari
nurunnya kasus DBD (Depkes RI, 2006). tim surveilans penyakit menular Dinas Ke-
Namun karena kurangnya perilaku hidup sehatan Kota Bengkulu, sampai dengan
sehat masyarakat menyebabkan angka ke- tanggal 26 Januari tahun 2012 telah di te-
jadian DBD tetap tinggi. mukan 33 penderita DBD yang di Rawat di
Penelitian yang dilakukan oleh Ma- Rumah Sakit di Kota Bengkulu. Terjadi
hardika tentang hubungan perilaku hidup peningkatan jumlah kasus bila di banding-
bersih dan sehat dengan kejadian demam kan dengan bulan yang sama pada tahun
berdarah dengue di Kabupaten Kendal ta- 2011 dimana pada bulan Januari tahun
136 Jurnal Media Kesehatan, Volume 5, Nomor 2, Desember 2012, hlm 101-205
2011 terjadi 23 kasus DBD (Dinkes Kota Data penelitian ini menggunkan data
Bengkulu, 2012). primer diperoleh dari wawancara dengan
Tujuan penelitian ini adalah untuk responden mengenai pengetahuan respon-
mengetahui faktor-faktor apa saja yang den tentang pencegahan DBD, kebiasaan
berhubungan dengan kejadian demam ber- responden melaksanakan gerakan 3M Plus
darah dengue. dan kondisi rumah lingkungan rumah tem-
pat tinggal responden.
BAHAN DAN CARA KERJA Analisis yang dilakukan pada
penelitian ini adalah analisis univariat, ana-
Penelitian ini adalah analitik dengan lisis bivariat dengan menggunakan uji chi
menggunakan rancangan case control. square (x2) pada α5%. Sedangkan untuk
Populasi penelitian adalah adalah seluruh melihat keeratan hubungan kedua variabel,
penduduk Kota Bengkulu. Sampel pada menggunakan nilai OR (Odd rasio).
penelitian ini diambil dengan mengguna-
kan teknik consecutive sampling. Besar HASIL
sampel dalam penelitian ini dihitung
menggunakan rumus berikut ini : Hasil penelitian disajikan dalam ana-
n1 : n2
Z 2.P.Q Z P1 .Q1 P2 .Q2
2 lisis univariat dari setiap variabel inde-
penden dan dependen. Penyajian di-
P1 P2 2
lanjutkan dengan hasil analisis bivariat ya-
ng bertujuan untuk mengetahui hubungan
Berdasarkan perhitungan rumus di antara variabel independen dengan variabel
atas, maka besar sampel minimal pada dependen.
masing- masing kelompok kasus dan kon-
trol adalah 37 responden, sehingga total Analisis Univariat
sampel pada penelitian ini adalah 74 res-
ponden. Sampel kasus pada penelitian ini Analisis univariat dilakukan pada mas-
adalah warga Kota Bengkulu yang di diag- ing-masing variabel untuk menggambarkan
nosis DBD oleh dokter serta bertempat distribusi frekuensi masing-masing varia-
tinggal di Kota Bengkulu dengan jumlah bel tersebut. Berdasarkan wawancara dan
37 responden. Sampel kontrol pada peneli- observasi terhadap pengetahuan responden
tian ini adalah warga Kota Bengkulu yang tentang pencegahan penyakit DBD, kebia-
tidak di diagnosis DBD yang dalam peneli- saan melaksanakan gerakan 3M dan kondi-
tian ini merupakan tetangga dari kelompok si lingkungan rumah responden diperoleh
kasus dengan jumlah 37 responden. data sebagai berikut :
Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Tentang Pencegahan Penyakit DBD di Kota
Bengkulu Tahun 2012.
Dari tabel 1. dapat dilihat bahwa lebih kontrol, hanya sebagian kecil responden
dari setengah responden (54,1%) pada ke- (27%) yang memiliki tingkat pengetahuan
lompok kasus memiliki tingkat pengeta- yang kurang tentang pencegahan penyakit
huan yang kurang tentang pencegahan pe- DBD.
nyakit DBD. Sedangkan pada kelompok
Hermansyah, Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian DBD 137
Tabel 2. Distribusi Jawaban Responden Pada Variabel Tingkat Pengetahuan Tentang Pencegahan Penyakit DBD di
Kota Bengkulu Tahun 2012.
Salah Benar
Pertanyaan No
Frekuensi Persentase (%) Frekuensi Persentase (%)
1 37 50 37 50
2 7 9,5 67 90,5
3 1 1,4 73 98,6
4 36 48,6 38 51,4
5 24 32,4 50 67,6
6 1 1,4 73 98,6
7 5 6,8 69 93,2
8 55 74,3 19 25,7
9 1 1,4 73 98,6
10 0 0 74 100
11 0 0 74 100
12 0 0 74 100
Pada tabel 2 dapat dilihat bahwa pertanyaan nomor delapan tentang cara
hampir sebagian besar responden (74,3%) pencegahan DBD yang paling efektif.
memilih jawaban yang salah pada item
Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Kebiasaan Melaksanakan Gerakan 3M dan Kondisi Lingkungan Rumah
di Kota Bengkulu Tahun 2012.
Berdasarkan tabel 3 dapat dilihat bah- yang memiliki kondisi lingkungan rumah
wa, sebagian besar responden (80,1%) pa- yang kurang baik.
da kelompok kasus memiliki kebiasaan
melaksanakan gerakan 3M yang kurang. Analisis Bivariat
Sedangkan pada kelompok kontrol, lebih
dari setengah responden (56,8%) memiliki Analisis bivariat dilakukan untuk me-
kebiasaan melaksanakan gerakan 3M yang lihat hubungan antara variabel bebas dan
kurang. Lebih dari setengah responden terikat. Analisis bivariat dilakukan de-ngan
(67,6%) pada kelompok kasus memiliki uji chi square (x2), dengan derajat ke-
kondisi lingkungan rumah yang kurang maknaan (α) 0,05 dan tingkat signifikan
baik. Sedangkan pada kelompok kontrol, 95%. Sedangkan untuk mengetahui besar
hanya sebagian kecil responden (37,8%) faktor risiko digunakan uji Odd Ratio
(OR). Berikut ini adalah hasil analisis data
tersebut :
138 Jurnal Media Kesehatan, Volume 5, Nomor 2, Desember 2012, hlm 101-205
Tabel 4. Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Pencegahan Penyakit DBD Kebiasaan Melaksanakan Gerakan 3M
dan Kondisi Lingkungan Rumah dengan Kejadian DBD di Kota Bengkulu Tahun 2012.
Variabel Kejadian DBD
DBD Tidak DBD
X2 P OR 95%CI
Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase
(n = 37) % (n = 37) %
Pengetahuan
Kurang 20 54,1 10 27 4,541 0,033 3,1 (1,2-8,3)
Baik 17 45,9 27 73
Kebiasaan 3M
Kurang 30 80,1 21 56,8 4,038 0,044 3,2 (1,1-9,3)
Baik 7 18,9 16 43,2
Kondisi Lingkungan
25 67,6 14 37,8
Kurang 5,421 0,02 3,4 (1,3-8,9)
12 32,4 23 62,2
Baik
juga sangat tidak efektif untuk memberan- hanya 18,9% responden yang memiliki ke-
tas DBD. Selain itu, Puskesmas dan Dinas biasaan melaksankan gerakan 3M yang
Kesehatan Kota Bengkulu juga harus terus baik. Sedangkan dari kelompok kontrol,
melaksanakan penyuluhan tentang penya- lebih dari setengah (56,8%) responden
kit DBD dan cara pencegahannya untuk memiliki kebiasaan melaksanakan gerakan
meningkatkan pengetahuan masyarkat. 3M yang kurang juga. Sisanya, sebanyak
Dengan pengetahuan yang baik tentang 43,2% responden memiliki kebiasaan me-
DBD tentu akan mempengaruhi perilaku laksananakan gerakan 3M yang baik. Hasil
masyarakat dalam mencegah dan membe- penelitian juga menunjukkan bahwa ada
rantas penyakit DBD karena pengalaman hubungan yang bermakna antara kebiasaan
dan beberapa hasil penelitian juga telah melaksanakan gerakan 3M dengan keja-
membuktikan bahwa, perilaku yang dida- dian DBD di Kota Bengkulu (p = 0,044).
sari oleh pengetahuan akan lebih langgeng Dari hasil penelitian juga diperoleh nilai
(menetap) dari pada perilaku yang tidak OR = 3,2 (95% CI : 1,1-9,3), yang berarti
didasari oleh pegetahuan. responden yang memiliki kebiasaan me-
Menurut Notoatmodjo (2005), Penge- laksankan gerakan 3M yang kurang mem-
tahuan atau kognitif merupakan domain punyai resiko 3,2 kali untuk menderita
yang sangat penting dalam membentuk DBD dibandingkan dengan responden
tindakan seseorang (overt behaviort) Pen- yang memiliki kebiasaan melaksanakan
getahuan adalah merupakan hasil "tahu" gerakan 3M yang baik.
dan ini terjadi setelah orang melakukan Hasil penelitian ini sejalan dengan ha-
penginderaan terhadap suatu objek terten- sil penelitian yang dilakukan oleh Mahar-
tu. Penginderaan terjadi melalui panca in- dika (2009) tentang hubungan perilaku ke-
dra yakni: Indra penglihatan, pendengaran, sehatan dengan kejadian DBD di Kabupa-
penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar ten Kendal. Hasilnya menunjukan bahwa
pengetahuan manusia diperoleh melalui ada hubungan antara kebiasaan member-
mata dan telinga. Menurut Sumantri (2000) sihkan tempat penampungan air (p =
pengertian pengetahuan adalah apa yang 0,044), menutup tempat penampungan air
diketahui oleh manusia tentang objek ter- (p = 0,002) dan mengubur barang-barang
tentu, termasuk didalamnya tentang ilmu bekas (p = 0,014) dengan kejadian demam
pengetahuan dapat diperoleh melalui ber- berdarah dengue.
bagai cara baik melalui pengalaman atau Hasil penelitian ini juga sejalan den-
proses belajar disekolah yang formal atau gan hasil penelitian Ekawati (2009) tentang
proses komunikasi baik secara langsung beberapa faktor yang berhubungan dengan
maupun tidak langsung. kejadian DBD di Kabupaten Pacitan, ha-
Handoko (2000) mengatakan bahwa silnya menunjukkan bahwa ada hubungan
semakin baik pengetahuan seseorang, ma- antara frekuensi pengurasan tempat pe-
ka semakin baik pula perilaku seseorang nampungan air (p = 0,027) dan keberadaan
terhadap kesehatannya dan sebaliknya jika tutup tempat penampungan air (p = 0,001)
pengetahuan tidak baik maka upaya perlin- dengan kejadian DBD.
dungan dirinya terhadap penyakit menjadi Hasil penelitian ini juga didukung oleh
rendah. hasil penelitian yang dilakukan oleh Arsin
dan Wahiduddin (2004) di Makasar ten-
Hubungan Kebiasaan Melaksanakan Ge- tang faktor-faktor yang berpengaruh terha-
rakan 3M dengan Kejadian DBD dap kejadian DBD yang menyimpulkan
bahwa faktor yang paling berpengaruh ter-
Hasil penelitian ini menunjukkan hadap kejadian DBD adalah kondisi fasili-
bahwa sebagian besar (80,1%) responden tas tempat penampungan air (TPA) yang
yang menderita DBD memiliki kebiasaan kurang baik yang disebabkan karena pen-
melaksanakan gerakan 3M yang kurang, gurasannya yang lebih dari satu minggu
Hermansyah, Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian DBD 141
sekali, tidak ditutup rapat dan terdapatnya semakin memperbesar resiko masyarakat
jentik pada fasilitas TPA. untuk terkena DBD. Untuk memutuskan
Duma (2007) yang melakukan peneli- rantai penularan penyakit DBD sangat di-
tian tentang analisis faktor yang berhubun- butuhkan peran dari pihak Dinas Keseha-
gan dengan kejadian DBD di Kecamatan tan terutama Puskesmas di daerah atau ke-
Baruga Kota Kendari menyatakan bahwa lurahan terkait untuk lebih mempromosi-
kondisi tempat penampungan air (TPA) kan serta mengajak masyarakat untuk me-
berhubungan dengan kejadian DBD. Pene- lakukan gerakan 3M yang jika dilakukan
litian tersebut minyimpulkan bahwa faktor dengan baik dan rutin akan sangat mene-
tempat penampungan air yang merupakan kan perkembangan nyamuk Aedes Aegypti.
faktor paling berpengaruh dengan kejadian Selain itu dengan melakukan gerakan 3M
DBD. akan menciptakan lingkungan yang sehat.
Widyana (1998) yang melakukan pe- Dengan demikian masyarakat menjadi le-
nelitian tentang faktor-faktor risiko yang bih mengetahui manfaat dari gerakan 3M
mempengaruhi kejadian DBD menyimpul- dan mereka mau melaksanakannya sehing-
kan bahwa kegiatan pemberantasan sarang ga perilaku hidup yang menyebabkan mu-
nyamuk (PSN) dan gerakan 3M ditambah- dahnya mereka terinfeksi DBD lambat laun
kan dengan cara menghindari kebiasaan akan berubah.
menggantung pakaian di dalam kamar me- Perilaku kesehatan pada dasarnya ada-
rupakan kegiatan yang mesti dilakukan un- lah suatu respon seorang (organisme) ter-
tuk mengendalikan populasi nyamuk Aedes hadap stimulus yang berkaitan dengan sa-
aegypti, sehingga penularan penyakit DBD kit dan penyakit, sistem pelayanan keseha-
dapat dicegah dan dikurangi. tan, makanan serta lingkungan (Notoat-
Pada penelitian ini adanya hubungan modjo, 2005). Batasan ini mempunyai dua
antara kebiasaan melakukan gerakan 3M unsur pokok yakni respon dan stimulus
dengan kejadian DBD disebabkan karena atau perangsangan. Respon atau reaksi
sebagian besar responden yang menderita manusia, baik bersifat pasif (pengetahuan,
DBD memiliki kebiasaan melakukan gera- persepsi dan perilaku) maupun bersifat ak-
kan 3M yang kurang. Meskipun lebih dari tif (tindakan yang nyata atau praktek) se-
setengah responden pada kelompok kontrol dangkan stimulus atau perangsangan disini
juga memiliki kebiasaan melaksanakan terdiri 4 unsur pokok yakni sakit, penyakit,
gerakan 3M yang kurang, tapi persentase sistem pelayanan kesehatan dan lingkun-
tersebut masih jauh lebih kecil jika diban- gan. Menurut Robert Kwick dalam No-
dingkan dengan kebiasaan melakukan ge- toatmodjo (2005), perilaku adalah tindakan
rakan 3M yang kurang kelompok kasus. atau perbuatan suatu organisme yang dapat
Responden yang memiliki kebiasaan me- diamati dan bahkan dapat dipelajari. Fak-
laksanakan gerakan 3M yang kurang tor-faktor tersebut antara lain susunan sya-
mempunyai resiko besar untuk terkena raf pusat, persepsi, motivasi, emosi, proses
DBD karena perilaku mereka tersebut san- belajar, lingkungan. Susunan syaraf pusat
gat mendukung perkembangan nyamuk memegang peranan penting dalam perilaku
Aedes Aegyti sebagai vektor yang menye- manusia karena merupakan sebuah bentuk
barkan penyakit DBD. perpindahan dari rangsangan yang masuk
Sumber penyebaran penyakit DBD menjadi perbuatan atau tindakan.
adalah nyamuk Aedes Aegyti. Nyamuk
Aedes Aegyti akan sangat cepat berkem- Hubungan Kondisi Lingkungan Rumah de-
bang pada tempat-tempat penampungan air ngan Kejadian DBD
yang tidak berhubungan langsung dengan
tanah apalagi jika tempat penampungan air Hasil penelitian ini menunjukkan
tersebut jarang dibersihkan. Semakin ba- bahwa lebih dari setengah (67,6%) respon-
nyak populasi nyamuk Aedes Aegyti akan den pada kelompok kasus memiliki ling-
142 Jurnal Media Kesehatan, Volume 5, Nomor 2, Desember 2012, hlm 101-205
kungan rumah yang kurang baik, hanya 12 rumah responden yang masuk dalam kate-
(32,4%) responden yang memiliki ling- gori kurang dikarenakan rumah tersebut
kungan rumah yang baik. Sedangkan pada berada dilingkungan yang padat, kemudian
kelompok kontrol, hampir sebagian res- banyak terdapat tempat penampungan air,
ponden (37,8%) memiliki lingkungan ru- baik bak mandi atau ember, pas bunga
mah yang kurang baik. Sisanya lebih dari yang menggunakan air, tempat minum he-
setengah responden (62,2%) memiliki wan peliharaan serta banyaknya pakaian
lingkungan rumah yang baik. Hasil peneli- yang bergantungan diluar lemari.
tian juga menunjukkan bahwa ada hubun- Lingkungan rumah yang padat erat
gan yang bermakna antara kondisi ling- kaitannya dengan penyebaran virus dengue
kungan rumah dengan kejadian DBD di dan jarak terbang nyamuk Aedes aegypti.
Kota Bengkulu (p = 0,02). Dari hasil pene- Nyamuk Aedes aegypti merupakan nya-
litain juga diperoleh nilai OR = 3,4 (95% muk yang jarak terbangnya pendek (100
CI : 1,3-8,9), yang berarti responden yang meter). Oleh karena itu nyamuk tersebut
memiliki kondisi lingkungan rumah yang bersifat domestik. Apabila rumah pendu-
kurang baik mempunyai resiko 3,4 kali un- duk saling berdekatan maka nyamuk dapat
tuk menderita DBD dibandingkan dengan dengan mudah berpindah dari satu rumah
responden yang memiliki kondisi lingkun- ke rumah lainnya. Apabila penghuni salah
gan rumah yang baik. satu rumah ada yang terinfeksi virus den-
Hasil penelitian ini sejalan dengan ha- gue, maka virus tersebut dapat ditularkan
sil penelitian yang dilakukan Arsin dan kepada tetangganya. Pada penelitian ini
Wahiduddin (2004) yang dilakukan di Ma- juga menunjukkan bahwa ada kecenderun-
kasar tentang faktor-faktor yang berpenga- gan jarak antara rumah penderita DBD sal-
ruh terhadap kejadian DBD, peneliti me- ing berdekatan atau berada dalam satu
nyimpulkan bahwa kejadian DBD berhu- lingkungan dengan jarak antara 100-200
bungan dengan keadaan lingkungan dan meter.
kualitas pemukiman. Hasil penelitian ini Kemudian, keberadaan tempat penam-
juga sejalan dengan hasil penelitian yang pungan air seperti bak mandi, tempat pe-
dilakukan oleh Nugroho (1999) tentang nampungan air dari ember, pas bunga yang
faktor–faktor yang mempengaruhi penye- menggunakan air dan tempat minum he-
baran virus dengue. Penelitian tersebut wan peliharaan erat kaitanya dengan per-
menyimpulkan bahwa ada hubungan kepa- kembangan nyamuk Aedes aegypti. Apala-
datan rumah dengan penyebaran virus den- gi jika tempat-tempat tersebut jarang diku-
gue. ras dan dibersihkan, akan semakin poten-
Hasil penelitian ini juga sesuai dengan sial untuk menjadi tempat perkembang bi-
pendapat Depkes RI (2005) yang akkan nyamuk Aedes aegyti. Dengan se-
menyatakan bahwa keadaan pemukiman makin tingginya populasi Aedes aegyti
yang tidak memenuhi syarat kesehatan maka semakin besar risiko masyarakat un-
memberikan pengaruh yang signifikan tuk terkena DBD.
terhadap adanya sarang nyamuk Sedangkan pakaian yang bergantungan
menularkan penyakit DBD. didalam rumah atau kamar akan menjadi
Pada penelitian ini adanya hubungan tempat potensial untuk nyamuk beristirahat
antara kondisi lingkungan rumah dengan sebelum berkembang biak atau bertelur.
kejadian DBD disebabkan lebih dari seten- Nyamuk Aedes aegypti senang hinggap
gah responden pada kelompok kasus me- dan beristirahat di tempat-tempat gelap dan
miliki kondisi lingkungan rumah yang ku- kain yang tergantung di dalam rumah se-
rang. Sedangkan pada kelompok kontrol, perti gorden, kelambu dan pakaian. Maka
hanya sebagian kecil saja responden yang dari itu pakaian yang tergantung di balik
memiliki kondisi lingkungan rumah yang pintu sebaiknya dilipat dan disimpan dalam
kurang. Sebagian besar kondisi lingkungan almari, karena nyamuk Aedes aegypti se-
Hermansyah, Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian DBD 143
DAFTAR KEPUSTAKAAN
____. 2011. Profil Kesehatan Kota Bengkulu Tahun Notoatmodjo, S. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat
2010. Bengkulu. Dinas Kesehatan Kota Beng- Prinsip-Prinsip Dasar. Jakarta: Rineka Cipta.
kulu. ____.2005. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni.
Djunaedi D. 2006. Demam Berdarah [Dengue Jakarta: Rineka Cipta.
DBD] Epidemiologi, Imunopatologi, Patoge- _____,2003. Metodelogi Penelitian Kesehatan.
nesis, Diagnosis dan Penatalaksanaannya. Jakarta: Rineka Cipta.
Malang: UMM Press. _____.2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku.
Duma N., Darmawansyah, Arsin AA. 2007. Anali- Jakarta: Rineka Cipta.
sis Faktor Yang Berhubungan Dengan Keja- Sudigdo S, Sofyan I. 2002. Dasar-Dasar Metode-
dian Demam Berdarah Dengue Di Kecamatan logi Penelitian Klinis. Jakarta : Binarupa Ak-
Baruga Kota Kendari 2007. Vol. 4 No. 2. sara.
September 2007: 91-100. Sumekar DW. 2007. Faktor-Faktor yang Berhu-
Hadinegoro S., Soegijanto S., Wuryadi S., Seroso bungan dengan Keberadaan Jentik Nyamuk
T. 2001. Tatalaksana Demam Berdarah Den- Aedes di Kelurahan RajaBasa. Seminar Hasil
gue Di Indonesia. Jakarta: Depkes RI (online, Penelitian dan Pengabdian kepada Masyara-
http://www.depkes.go.id , di akses 12 De- kat. Bandar Lampung : UNILA.
sember 2011 ). Satari HI dan Meiliasari M. 2004. Demam Berda-
Hadinegoro dan Satari. 2002. Demam Berdarah rah. Jakarta: Puspa Swara.
Dengue Naskah Lengkap Pelatihan bagi Pela- Wahyu M. 2009. Hubungan Perilaku Hidup Bersih
tih Dokter Spesialis Anak & Dokter Spesialis dan Sehat dengan Kejadia DBD di Kabupaten
Penyakit Dalam dalam Tatalaksana Kasus Kendal tahun 2009 (skripsi). Semarang :
DBD. Jakarta: FK UI. PSIKM UNNES.
Kandun I. (ed.). 2000. Manual Pemberantasan Pe- Widoyono. 2008. Penyakit Tropis : Epidemiologi,
nyakit Menular. Jakarta: Infomedika. Penularan, Pencegahan dan Pemberantasan-
Kristina, Isminah, Wulandari L. 2004. Kajian Ma- nya. Jakarta. Penerbit Erlangga.
salah Kesehatan Demam Berdarah Dengue.( Widya E. 2009. Faktor-faktor yang Berhubungan
online, http://www.litbang.depkes.go.id., di dengan Kejadian DBD di Kabupaten Pacitan
akses 12 Desember 2012). tahun 2009 (skripsi). Semarang : PSIKM
Marwan. 2009. Faktor-faktor yang Berhubungan UNNES.
dengan Kejadian Infeksi Cacing Usus Pada Widyastuti P. (ed). 2005. Epidemiologi Suatu Pen-
Murid MIN Bandar X Sunur Kecamatan Nan gantar, edisi 2. Jakarta: EGC.
Sabaris Padang Pariaman Tahun 2009 (skrip- WHO. 2004. Demam Berdarah Dengue : Pencega-
si). Padang : PSIKM UNAND. han dan Penatalaksanaan. Jakarta : EGC.
Nadezul, H. 2007. Cara Mudah Mengalahkan De- Yatim, Faisal. 2007. Macam-Macam Penyakit Me-
mam Berdarah. Jakarta: Penerbit Buku Kom- nular dan Cara Pencegahannya. Jilid 2. Jakar-
pas ta: Pustaka Obor Populer.
GAMBARAN INDEKS ENTOMO LOGI AEDES 01 ENAM WI LAYAH ENDEMIS DEMAM
B ERDARAH DENG UE PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2009
Diterima tanggal7 Mei 2012: direview tanggal10 Mei 2012; Disetujui tanggal24 Mei 2012
Abstract
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) one of the diseases that spread in West Java
province and the case is still increasing. The disease is spread by Aedes mosquito mainly
Aedes aegypti and usually found in tropical countries especially in Southeast Asia. The
study aimed to determine entomology index of larvae Ae. aegypti in endemic areas i.e
Bekasi regency, Bekasi, Bandung, Depok, Bogor and Cimahi city. This study was
performed as a cross sectional design. Aedes larvae and pupae entomology survey
carried out on selected residence per locati on for three months from August to October
2009. Result showed that entomology index in Cimahi (39. ?JA,) the highest for House
Index (HI) and Bogor for Container Index (24.3%). Containers of larvae and pupae were
positive in all location i.e bathtub, dispenser, refrigerator, bucket, can, {XJO/, plastic barrel,
the bird feeder and flower {XJt. The enhancement of community participation is necessary
in mosquitoes eradication within endemic areas that has a low la rvae- free rate.
Key words : Entomology Index, Aedes aegypti, House Index, Container Index.
Abstrak
. Demam Berdarah Dengue (DBD) di Provinsi Jawa Barat, sampai saat ini kasus
kesakit annya selalu meningkat. Penyakit ini disebarkan oleh nyamuk Aedes aegypti
sebagai sumber penularan utama biasanya banyak ditemukan di negara tropis khususnya
di Asia Tenggara. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui data indeks entomologi
larva A. aegypti di wilayah endemis di Kota Bekasi, Kab. Bekasi, Kota Bandung, Kota
Depok, Kota Cimahi dan Kota Boger. Desain penelitian ini dilakukan secara cross
sectional. Survei entomologi larva dan pupa Aedes dilakukan pada rumah terpi lih selama
tiga bulan yaitu bulan Agustus - Oktober 2009. l ndeks entomologi 6 wilayah endemis
Provinsi Jawa Barat, House index (HI) tertinggi di kota Cimahi (39,2%) sedangkan
Container Index (CI) tertinggi kota Boger (24,3%). Kontainer yang ditemukan larva dan
pupa positif di semua lokasi penelitian yaitu bak mandi, dispenser, kulkas, ember. kaleng,
kolam, tong plastik, tempat minum burung dan pot bunga. Peran serta masyarakat
diperlukan dalam up· aya Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) di wilayah endemis yang
Angka Bebas Jentik (ABJ) masih rendah.
;
Kata kunci: indeks entomologi, Aedes aegypti, House index, Container Index.
1·2
Loka Utbang Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang Ciamis.
3
PENDA H ULUAN
METODE PENELillAN
Penetitian
dilakukan
di daerah
endemisDBD yaitu
Kota Bekasi,
Kab. Bekasi,Kota
Bandung, KotaDepok, KotaCimahi dan Kota
Boger selama tigabulan yaitubulan
Agustus- Oktober
2009.
Cara Kerj a
Penelitian
inimenggunakan desaincross sectional(potonglintang),
sedangkan metode
penelitian
dengan survei emtomol ogi larva danpupa (observasi).
Populasi
penelitian
adalahrumah penduduk di wilayahendemisDBDProvinsi Jawa Barat.Sampelpenelitian
adalahrumahterpi
lihsecara purposi ve samplingdalam satuRTdi enam wilayah endemis
DBD(Kota Bekasi,Kab. Bekasi,Kota Bandung,Kota Depok,Kota
4
Cimahidan . KotaBoger).Jumlahrumah yang terpilih berbeda lokasi
antar
penelitian, lokasi te
rpilih berdasarkankeberadaan pemilik rumah pada saat survei.
Pengamataninidilakukan di tempat-te
mpat yang pot
ensial terhadapperkembangbiakan
larva seperti bakmandi, kontainerbaik yang terb
ukamaupuntertutup. Jenis dan jumlah
tempat penampungair(TPA) didaerahpenelitian baikyang berada di dalam maupun
diluar rumahdi hitungbersamaan pada saat menemukanlarva atau pupa.l ndikatoryang
diukurdalam pengamatanini adalahjumlahlarva percontainer (oCntainer index/CI)dan
perrumah(House index /HI)sehingga bisa
dihitung Angka BebasJentik(ABJ), dihitung
pula Breteau Idex
n (BI) dan jumlahpupa(pupa PerhitunganHI,
index/PI). Cl, Bl dan ABJ
menggunakanru mus d i bawah ini
:
. larva
jumlah kontainer positif
� CI = . xiOO%
jumlah kont ainer yang diperiksa
HASIL
Survei kepadatan larva dan pupa ·yangdilak
ukan di KelurahanPancoran Mas
KampungSarang NyamukRT/F&V6/6 kotaDepok dengan jumlah rumahdan TPA
terb
anyak yaitu 83rumah dan 234 TPA. Lokasikedua terbanyak adalah Kelurahan
CipageranRT/RW 4/9 Kota Omahi sebanyak79rumahdan 219 TPA. Empat lokasilain
yaitu Kelurahan Kedung Badak RT/RW 1/1Kecamatan Tanah SarealKotaBogor,
KelurahanDuren JayaKampungCerewed RT/F&V 6/16 Kota Bekasi, Desa Kalijaya
RT/RW 1/7 Kecamatan Cik arang BaratKabupaten Bekasidan Kelurahan Cibeunying
kaler RT/RW1/6 KotaBandung, rumah yang berhasildiperiksa
hampirsama antara60-
50rumah (tabel 1)
.
5
Tabe1
1 Distribusi
. Rumah dan Ternpat
Penampungan Air (TPA)
yangdiperiksa
perkota/kabupaten
Cimahi 79 31 219 37 8
50 14 1 09 21 10
60 22 13
0 25 5
83 11 234 14 1
Bekasi 57 12 200 13 2
Bekasi
kab 54 19 12
7 22 2
Tabel2.
Dis
tribusi
HI, Cl,
Bl,
ABJ
dan PI per
ketal
kabupaten
Cimahi 39,2 1,
6 9 46.8 60,8 10.
1
keta 28
0 19
3 42.0 72
0 20
367 243 41.7 633 8.3
16. 9 1.2
Bekasiketa 21
'1 6,5 22.8 78,9 3.5
Bekasi 35,2 1,
28 40.7 64,8 3.7
6
45
=-+=- H
I
25
20
15
10
0
Cimahi Bandung Bogor Depok Bekasi kota Bekasi
kota kabupaten
Jenis kontainer atau Tempat Penampungan Air (TPA) yang diperiksa hampir sama
di setiap lokasi. Kontainer I TPA positif larva yang sebagian besar ditemukan di lokasi
penel_itian yaitu bak mandi, dispenser, kulkas, ember, kolam, tempat minum burung dan
pot bunga. Kontainer yang berbeda atau khas di temukan di Kota Cimahi adalah kendi
yang berbahan tanah liat; Kota Bandung dan Bogor mempunyai kesamaan TPA yaitu
kaleng, tong plastik; Kota Depok lebih banyak jenis TPA yang khas yaitu staples,
tempayan, jerigen, baskom, drum; Kota Bekasi yaitu tempayan, jerigen, baskom dan
drum; terakhir Kab. Bekasi ditemukan aquarium tidak terpakai, kuali berbahan tanah liat.
PEMBAHASAN
Depok m�rupakan lokasi penelitian yang ABJ nya tinggi dibandingkan lokasi
lainnya, keberhasilan ini didukung oleh peran serta jumantik Ouru pemantau jentik) yang
melaksanakan kegiatan survey tiap minggu (Tabel 1 ). Sedangkan Kota/Kabupaten lain
pada saat survei juga dibantu oleh jumantik atau kader namun kegiatan yang mereka
laksanakan belum sebaik di Kelurahan Pancoran Mas Depok. Beberapa petugas
jumantik atau kader belum mengetahui TPA potensial yang banyak ditemukan positif larva
seperti di tempat minum burung, dispenser, belakang kulkas. Kota/kabupaten yang masih
mempunyai ABJ dibawah 70% adalah Kota Bogor, Kota Cimahi dan Kab. Bekasi (Tabel
2).
Menurut indikator WHO, angka indeks larva yang termasuk risiko rendah berada
pada skala 3 yaitu HI 8-17%, Cl 6-
9%dan 61 10-19.Breteau index merupakan indeks
terbaik yang sering digunakan untuk memperkirakan kepadatan/densitas larva Aedes
6
karena nilai ini mengkombinasikan baik rumah maupun container itu sendiri . Suatu
wilayah dengan Bl = 5 atau kurang (risiko aman); Bl = 5- 20
(risiko rendah); Bl = 20-
35
(risiko tinggif.
(risiko sedang); dan Bl = lebih dari 35
Melihat indikator 81
tersebut, hanya kota Depok yang masuk dalam risiko rendah,
Kota Bekasi terma�.uk dalam kategori risiko sedang dan keempat lokasi lainnya (Cimahi,
7'
Bogor,Bandung dan Kab. Bekasi) masuk dalam risiko tinggi.KotaBandung selain
risikotinggi angka breateaunyajuga dii kuti dengan angka pupa, sedangkanPIdi Cimahi
masih di bawahkota Bandung. lndikator risiko sedanglainnya seperti penelitianyang
dilakukan di Kec. Padang Barat,Kota Padang pada tahun2006, angka ABJnyarendah
yaitu44,5%, Clse t>e·sar43.00%, HouseIndex(HI) sebesar 55.50% dan Bret eauIndex
(81) sebesar29.56% 8.Hasil surveirisiko sedangjugaterdapat pada survei diKelurahan
PatiLor, Salatiga,container index 1 . 12%,
6 house index 2 1.33%dan breteau index
25.00%, sedangkandi KelurahanSidorejo 'Lor mempunyai risikorendah. containerindex
6.87%,house index 1 .267%dan breteau dex1 .3
in 67%9 .
Kont ainer yangditemukan larva dan pupa positif di dalam dan di luar rumahlokasi
penelitian hampir samayaitubakmandi, dispenser,kulkas, ember,kaleng, kolam,tong
plastik,tempat minum burung dan pot bunga. Hal inisesuai dengan bionomiknyarruk
vektorDBD bah\Na tempat penampungan airyangpotensial untuk ternpat hiduplarva
adalahbakmandi, ember, vas bunga, banbekas. gentong1 0.
KESIMPULAN
SARAN
DAFTAR KEPUSTAKAAN
8
8.Adrial.
2006. BeberapaAspek lndik
ator EntomologiNyamukAedes sppdalam
RangkaperencanaanPengendalian
Vektor Penyakit Demam
Berdarah
dengue
(DBD)
di Kecamatan Padang, Kota Padang. Majalah Kedokteran
Andalas,30(2).
ISSN0.1
26-2092
9. Marjuki.2005.Studi
Populasidan '
Kapasitas Ve ktor DemamBerdarah Dengue (DBD)
di DaerahDengan TingkatEndemisitasBerbeda (StudiKelurahan
PatiLorKecamatan
Pati danKelurahan
SidorejoKotaSalatiga). [TESIS].Semarang.
Universitas
Diponegoro.
1 0Anonim.
. 1 90. Survei Entomologi Demam Berdarah
Dengue.Jak
arta;
Dit.Jen.PPM
dan PLP.DEPKES Rl.
9
Vol. 1, No. 1, April 2013 Gambaran Kejadian Demam Berdarah Dengue
Abstrak
DBD masih menjadi masalah kesehatan di kota besar. DKI Jakarta merupakan provinsi
dengan jumlah penderita DBD terbanyak di Indonesia. Untuk menanggulangi DBD, diperlukan
gambaran kasus DBD di Kecamatan Gambir dan Sawah Besar, Jakarta Pusat pada tahun 2005-
2009 yang mencakup jumlah kasus, insidens, case fatality rate (CFR), dan puncak kejadian.
Penelitian ini menggunakan metode potong lintang untuk mengetahui jumlah kasus, insidens,
CFR, dan puncak kejadian DBD di Kecamatan Gambir dan Kecamatan Sawah Besar, Jakarta
Pusat tahun 2005-2009. Besar sampel dihitung dengan software EpiInfo, lalu diambil total sampling
yang nilainya lebih besar dari perhitungan besar sampel. Variabel penelitian ini adalah status DBD
yang didasarkan pada laporan oleh pelayanan kesehatan yang ada pada Sudinkes Jakarta Pusat.
Didapatkan gambaran kasus DBD di Kecamatan Gambir dan Sawah Besar yang meliputi jumlah
kasus, insidens, CFR, dan puncak kejadian tahun 2005-2009: terdapat kecenderungan adanya
penurunan terutama pada jumlah kasus, insidens, dan CFR. Terdapat perbedaan proporsi kasus
DBD berdasarkan kepadatan penduduk, namun tidak pada proporsi kasus DBD berdasarkan jenis
kelamin. Terjadi pula pergeseran puncak kejadian kasus DBD.
Kata kunci: DBD, gambaran kejadian, Kecamatan Gambir, Kecamatan Sawah Besar
Abstract
DHF is a health problem that still persists in major cities. DKI Jakarta is the province with the
most DHF patients in Indonesia. In order to control DHF, a trend of DHF in Gambir and Sawah
Besar District, Central Jakarta over the period of 2005-2009 needs to be obtained, consisting of
the number of DHF cases, incidence, case fatality rate (CFR), and peak incidence of DHF. This
research used cross-sectional method to acquire the number of cases, incidence, CFR, and peak
incidence in both districts in 2005-2009. The number of samples was calculated using EpiInfo.
Total sampling was used, the number of which was greater than the number of samples calculated
earlier. The variable in this research was DHF status based on health care reports available in
District Health Care of Central Jakarta. It was concluded that the trend of DHF is decreasing in
Gambir and Sawah Besar District, particularly in number of cases, incidence, and CFR. There is a
difference in case proportions based on population density, but none in case proportions based on
sex. There is a shift of peak incidence in both districts.
Keywords: DHF, occurrence, Gambir District, Sawah Besar District
23
Afira & Mansyur eJKI
24
Vol. 1, No. 1, April 2013 Gambaran Kejadian Demam Berdarah Dengue
Ditetapkan Zα sebesar 1,96 dengan Pada tahun 2006 jumlah kasus DBD sebanyak
menggunakan α = 0,05, dan karena proporsi 293 orang (152 laki-laki 141 perempuan) dengan
sebelumnya belum diketahui, maka digunakan p = jumlah tertinggi pada bulan Maret (41 orang)
0,5 sehingga didapatkan sampel sebesar n = 96,04 dan terendah pada bulan Desember (9 orang).
≈ 97. Karena survey ini dilakukan pada cluster Berdasarkan golongan umur, sebaran kasus
kecamatan, maka dilakukan total populasi yang DBD adalah: kurang dari 1 tahun ada 3 orang (3
memiliki nilai lebih besar dari perhitungan besar perempuan), 1-4 tahun 18 orang (11 laki-laki 7
sampel, sehingga sampel penelitian ini adalah perempuan), 5-14 tahun 65 orang (31 laki-laki 34
seluruh populasi penduduk di Kecamatan Gambir perempuan), 15-44 tahun 184 orang (97 laki-laki 87
dan Sawah Besar, Jakarta Pusat. perempuan), 45 tahun ke atas 23 orang (13 laki-
Penelitian ini menggunakan teknik total laki 10 perempuan).8
populasi, yaitu dengan melibatkan seluruh kasus Pada tahun 2007, jumlah kasus DBD mencapai
DBD yang tercatat pada Sudinkes Jakarta Pusat 329 orang (167 laki-laki 162 perempuan) dengan
dan seluruh penduduk yang jumlahnya didapat dari jumlah terbanyak pada bulan Januari (40 kasus)
data Badan Pusat Statistik Jakarta Pusat. dan terendah pada bulan Oktober (5 orang).
Data yang digunakan dalam penelitian ini Sebaran kasus DBD berdasarkan golongan umur
adalah data sekunder kuantitatif yang diperoleh adalah: kurang dari 1 tahun 3 orang (2 laki-laki 1
dari Sudinkes DKI Jakarta. Pengumpulan serta perempuan), 1-4 tahun 28 orang (11 laki-laki 17
verifikasi data dilakukan oleh peneliti. Pemeriksaan perempuan), 5-14 tahun 88 orang (44 laki-laki 44
kelengkapan serta kesesuaian data yang diperoleh perempuan), 15-44 tahun 192 orang (100 laki-laki
dari bahan kepustakaan dilakukan segera setelah 92 perempuan), 45 tahun ke atas 18 orang (10 laki-
pengumpulan data selesai. laki 8 perempuan).9
Penghitungan statistik bertujuan untuk Pada tahun 2008 didapatkan jumlah kasus DBD
mendapatkan gambaran kejadian DBD di sebanyak 272 orang (133 laki-laki 139 perempuan)
Kecamatan Gambir dan Sawah Besar, Jakarta dengan jumlah tertinggi di bulan Januari (46 orang)
Pusat. Dilakukan penghitungan data untuk dan terendah di bulan September dan November
mendapatkan jumlah kasus, insidens, CFR, dan (masing-masing 6 orang).
puncak kejadian. Sebaran kasus DBD di Kecamatan Gambir
Sebagian data diolah menggunakan berdasarkan golongan umur adalah: kurang dari 1
software perhitungan EpiInfo, sementara data tahun berjumlah 2 orang (1 laki-laki 1 perempuan),
yang lain diolah berdasarkan rumus yang sesuai 1-4 tahun 10 orang (3 laki-laki 7 perempuan), 5-14
menggunakan kalkulator tanpa menggunakan tahun 70 orang (34 laki-laki 36 perempuan), 15-44
software perhitungan tertentu. tahun 163 orang (84 laki-laki 79 perempuan), 45
tahun ke atas 27 orang (11 laki-laki 16 perempuan).10
Pada tahun 2009, jumlah kasus DBD
Hasil sebanyak 180 orang (97 laki-laki 83 perempuan)
Berdasarkan data Seksi Surveilans Suku Dinas dengan jumlah tertinggi pada bulan April (28 orang)
Kesehatan (Sudinkes) DKI Jakarta, didapatkan dan terendah pada bulan November (3 orang).
bahwa di Kecamatan Gambir, pada tahun 2005 Berdasarkan golongan umur, sebaran kasus DBD
kasus DBD berjumlah 299 orang (153 laki-laki di Kecamatan Gambir adalah sebagai berikut:
146 perempuan), dengan jumlah tertinggi di bulan kurang dari 1 tahun berjumlah 0 orang, 1-4 tahun
Agustus (42 orang) dan terendah di bulan Juli 8 orang (4 laki-laki 4 perempuan), 5-14 tahun 35
(10 orang). Berdasarkan golongan usia, sebaran orang (17 laki-laki 18 perempuan), 15-44 tahun
kasus DBD tahun 2005 adalah: kurang dari 1 119 orang (66 laki-laki 53 perempuan), 45 tahun ke
tahun sampai 1 tahun ada 4 orang (1 laki-laki 3 atas 18 orang (10 laki-laki, 8 perempuan).11
perempuan), 1-4 tahun 22 orang (13 laki-laki 9 Proporsi kasus DBD berdasarkan jenis kelamin dan
perempuan), 5-14 tahun 66 orang (32 laki-laki 34 kepadatan penduduk per kelurahan di kecamatan
perempuan), 15-44 tahun 187 orang (90 laki-laki 97 Gambir tahun 2005-2009 dirangkum pada tabel 1,
perempuan), dan 45 tahun ke atas 20 orang (17 tabel 2 dan tabel 3.
laki-laki 3 perempuan).7
25
Afira & Mansyur eJKI
Jenis Kelamin
+ - Total
Laki-Laki 605 (0,4%) 164 320 (99,6%) 164 925
Perempuan 588 (0,4%) 164 523 (99,6%) 165 111
p = 0,608
Di Kecamatan Sawah Besar, pada tahun kurang dari 1 tahun sampai 1 tahun ada 4 orang (3
2005 didapatkan data jumlah kasus DBD sebesar laki-laki 1 perempuan), 1-4 tahun 33 orang (17 laki-
442 orang (221 laki-laki 221 perempuan) dengan laki 16 perempuan), 5-14 tahun 106 orang (49 laki-
jumlah tertinggi pada bulan Desember (78 orang) laki 57 perempuan), 15-44 tahun 275 orang (139
dan terendah pada bulan Juli (10 orang). Sebaran laki-laki 136 perempuan), dan 45 tahun ke atas 24
kasus DBD berdasarkan golongan usia adalah: orang (13 laki-laki 11 perempuan).7
Tahun
Kelurahan
2005 2006 2007 2008 2009
Cideng 54 56 66 43 33
Petojo Utara 51 36 42 29 22
Kebon Kelapa 40 37 41 35 36
Gambir 30 27 46 50 19
Petojo Selatan 44 68 61 53 34
Duri Pulo 80 69 73 62 36
Total 299 293 329 272 180
Tabel 3. Proporsi Kasus DBD Berdasarkan 94 perempuan), serta 45 tahun ke atas 25 orang (5
Kepadatan Penduduk di Tingkat laki-laki 20 perempuan).8
Kelurahan Kecamatan Gambir Pada tahun 2007, didapatkan data jumlah
kasus DBD sebanyak 428 orang (203 laki-laki 225
Jumlah Kasus perempuan) dengan jumlah tertinggi di bulan Maret
Kepadatan
+ - Total (55 orang) dan terendah di bulan November (18
< 10 000 142 (1,2%) 11 548 11 690 orang). Berdasarkan golongan usia, sebaran kasus
(Gambir) (98,9%)
DBD adalah: kurang dari 1 tahun ada 4 orang (1
10 000–20 000 692 (0,3%) 254 196 254 888 laki-laki 3 perempuan), 1-4 tahun 23 orang (13 laki-
(Cideng, Petojo Utara, (99,7%)
Kebon Kelapa, Petojo laki 10 perempuan), 5-14 tahun 94 orang (37 laki-
Selatan) laki 57 perempuan), 15-44 tahun 264 orang (127
> 20 000 240 (0,3%) 94 163 94 403 laki-laki 137 perempuan), dan 45 tahun ke atas 43
(Duri Pulo) (99,8%)
orang (25 laki-laki 18 perempuan).9
p < 0,001 Pada tahun 2008, jumlah kasus DBD berjumlah
339 orang (173 laki-laki 166 perempuan) dengan
Jumlah kasus DBD pada tahun 2006 sebesar jumlah tertinggi pada bulan Januari (57 orang) dan
305 orang (149 laki-laki 156 perempuan) dengan terendah pada bulan September (5 orang). Sebaran
jumlah tertinggi pada bulan Mei (51 orang) kasus DBD berdasarkan golongan usia adalah
dan terendah pada bulan Oktober (10 orang). sebagai berikut: kurang dari 1 tahun berjumlah 10
Berdasarkan golongan usia, sebaran kasus DBD orang (5 laki-laki 5 perempuan), 1-4 tahun 23 orang
adalah: kurang dari 1 tahun berjumlah 1 orang (1 (14 laki-laki 9 perempuan), 5-14 tahun 74 orang (34
perempuan), 1-4 tahun 26 orang (12 laki-laki 14 laki-laki 40 perempuan), 15-44 tahun 206 orang
perempuan), 5-14 tahun 58 orang (31 laki-laki 27 (104 laki-laki 102 perempuan), dan 45 tahun ke
perempuan), 15-44 tahun 195 orang (101 laki-laki atas 26 orang (16 laki-laki 10 perempuan).10
26
Vol. 1, No. 1, April 2013 Gambaran Kejadian Demam Berdarah Dengue
Tabel 4. Proporsi Kasus DBD Berdasarkan Jenis Kelamin di Kecamatan Sawah Besar
Pada tahun 2009, didapatkan jumlah kasus perempuan), 5-14 tahun 55 orang (26 laki-laki 29
DBD sebanyak 326 orang (162 laki-laki 164 perempuan), 15-44 tahun 213 orang (108 laki-laki
perempuan) dengan jumlah tertinggi di bulan 105 perempuan), serta 45 tahun ke atas 29 orang
April (74 orang) dan terendah di bulan November (13 laki-laki 16 perempuan).11
(5 orang). Berdasarkan golongan usia, sebaran Proporsi kasus DBD berdasarkan jenis
kasus DBD di Kecamatan Sawah Besar adalah: kelamin dan kepadatan penduduk per kelurahan
kurang dari 1 tahun berjumlah 4 orang (2 laki-laki di kecamatan Sawah Besar tahun 2005-2009
2 perempuan), 1-4 tahun 25 orang (13 laki-laki 12 dirangkum pada tabel 4, tabel 5 dan tabel 6.
Tabel 5. Jumlah Kasus DBD di Kecamatan Sawah Besar di Tingkat Kelurahan Tahun 2005-2009
Tahun
Kelurahan
2005 2006 2007 2008 2009
Mangga Dua Selatan 88 85 97 83 82
Karang Anyar 126 62 106 88 71
Pasar Baru 67 58 44 40 42
Gunung Sahari Utara 42 34 65 42 47
Kartini 119 66 116 86 84
Total 442 305 428 339 326
Tabel 6. Proporsi Kasus DBD Berdasarkan mencapai 368,2 orang per 100 000 penduduk,
Kepadatan Penduduk di Tingkat turun menjadi 341,3 orang per 100 000 penduduk
Kelurahan Kecamatan Sawah Besar pada tahun 2006, lalu tahun 2007 naik menjadi
394,7 orang per 100 000 penduduk. Tahun 2008
Jumlah Kasus insidens kembali turun menjadi 342,9 orang per
Kepadatan
+ - Total 100 000 penduduk dan mencapai 208,7 orang per
< 10 000 184 (0,4%) 46 501 46 685 100 000 penduduk pada tahun 2009. Berdasarkan
(Pasar Baru) (99,6%) data-data tersebut, dapat dilihat bahwa puncak
10 000–20 000 188 (0,2%) 76 838 77 026 kejadian DBD di Kecamatan Gambir pada tahun
(Gunung Sahari (99,8%)
Utara) 2005 adalah di bulan Agustus, sementara pada
> 20 000 1 026 307 970 308 996
tahun 2006 di bulan Maret, tahun 2007 di bulan
(Mangga Dua (0,3%) (99,7%) Maret, tahun 2008 di bulan Januari, dan tahun
Selatan, Karang 2009 di bulan April.
Anyar, Kartini)
Di Kecamatan Sawah Besar, insidens tahun
p = <0,001 2005 sebesar 472,6 menjadi 271,3 pada tahun
2006, mencapai 416,7 pada tahun 2007, menjadi
Insidens dan Puncak Kejadian 326,9 pada tahun 2008, dan menjadi 289,9 pada
Insidens didapatkan dengan cara membagi tahun 2009. Dari data tersebut, dapat dilihat bahwa
jumlah kasus DBD pada satu tahun dengan jumlah puncak kejadian DBD di Kecamatan Sawah Besar
penduduk pada tahun tersebut, kemudian dikalikan pada tahun 2005 adalah di bulan Desember,
100%.12 Puncak kejadian ditentukan dengan cara sementara pada tahun 2006 puncaknya terdapat di
melihat insidens tertinggi bulanan dalam setahun. bulan Mei, tahun 2007 di bulan Maret, tahun 2008
Dari hasil penelitian, didapatkan bahwa di di bulan Mei, dan tahun 2009 di bulan April.
Kecamatan Gambir, insidens pada tahun 2005
27
Afira & Mansyur eJKI
28
Vol. 1, No. 1, April 2013 Gambaran Kejadian Demam Berdarah Dengue
bulan Maret dan insidens terendah di bulan Oktober, kasus maka CFR di tahun-tahun tersebut juga ikut
sementara di Kecamatan Sawah Besar puncaknya di berubah (tahun 2006 sebesar 0,34%, tahun 2007
bulan Maret dan terendah di bulan Oktober. sebesar 0,3%, dan tahun 2009 sebesar 0,56%).
Pada tahun 2008, rata-rata curah hujan tertinggi Di Kecamatan Sawah Besar, di tahun 2005
adalah pada bulan September, yaitu 32,43 mm/hari jumlah kematian akibat DBD adalah 1 (0,2%), tahun
dan yang terendah adalah pada bulan Mei, yaitu 2006 menjadi 2 (0,7%), dan pada tiga tahun berikutnya
4,32 mm/hari.10 Puncak kejadian kasus DBD di tidak ada kematian akibat kasus DBD, sehingga pada
Kecamatan Gambir terdapat di bulan Januari dengan tahun 2007-2009 CFR DBD adalah sebesar 0%.
insidens terendah di bulan November, sementara di
Kecamatan Sawah Besar puncaknya di bulan Mei Kesimpulan
dengan insidens terendah di bulan September. Di Kecamatan Gambir, terdapat penurunan
Secara teoretis, puncak kejadian kasus jumlah kasus pada tahun 2005-2009 dengan satu
DBD akan berada di musim hujan, namun bukan kali peningkatan pada tahun 2007. Insidens kasus
pada bulan-bulan dengan curah hujan tertinggi, DBD di Kecamatan Gambir dan Sawah Besar
melainkan pada bulan-bulan di sekitarnya. Hal menurun pada tahun 2005-2009. Puncak kejadian
ini terjadi karena saat curah hujan sangat tinggi, kasus bukan pada bulan dengan curah hujan
telur-telur di genangan air tidak sempat menjadi tertinggi namun pada bulan di sekitarnya. CFR di
larva dan akan terbawa hujan atau banjir, atau Kecamatan Gambir dan Sawah Besar mengalami
larva yang terbentuk belum sempat berkembang fluktuasi pada tahun 2005-2009 dan tidak selalu
menjadi pupa atau nyamuk dewasa akibat hal yang berbanding terbalik dengan jumlah kasus.
sama. Di bulan-bulan sekitarnya, curah hujan yang
tidak begitu tinggi akan cukup untuk membentuk Daftar Pustaka
banyak genangan air yang dapat menjadi habitat 1. McPhee SJ, Papadakis MA, Tierney LM. Current
perkembangbiakan nyamuk, namun tidak sampai Medical Diagnosis & Treatment. New York: McGraw-
Hill; 2007. 47th Edition.
menghanyutkan telur-telur atau larva nyamuk di 2. World Health Organization (WHO). Dengue and Dengue
dalamnya. Maka dari itu, puncak kejadian kasus Haemorrhagic Fever: Fact Sheet No. 117. Maret 2009.
tidak terletak bersamaan dengan bulan-bulan 3. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan KT. DBD.
dengan curah hujan tertinggi, tetapi pada bulan- Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata
bulan di sekitarnya. Ketidaksesuaian antara pola M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi ke-
4. Jilid III. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
fluktuasi insidens kasus DBD dengan rata-rata Penyakit Dalam FKUI; 2007. p1710-1
curah hujan dapat disebabkan oleh adanya faktor- 4. Departemen Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia.
faktor lain yang turut berperan. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2009.
CFR diperoleh dengan cara membagi jumlah 5. Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta. Data Pasien
kematian akibat DBD dengan jumlah kasus, Tersangka DBD Bersumber Surveilans Aktif Rumah
Sakit. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2005.
kemudian dikali 100%. Melalui perhitungan tersebut, 6. Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat. Data Pasien
didapatkan bahwa CFR di Kecamatan Gambir DBD di Wilayah Jakarta Pusat Tahun 2005-2009.
dan Sawah Besar tidak selalu berbanding terbalik Jakarta: Sudinkes Jakarta Pusat; 2009.
dengan jumlah kasus. Hal ini karena terdapat variasi 7. Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat. Data Kasus DBD
jumlah kematian atau jumlah kasus setiap tahunnya. Berdasarkan Golongan Umur Kotamadya Jakarta Pusat
Tahun 2005. Jakarta: Sudinkes Jakarta Pusat; 2006.
Jika jumlah kematian bertambah dengan jumlah 8. Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat. Data Kasus DBD
kasus tetap atau jumlah kematian tetap dengan Berdasarkan Golongan Umur Kotamadya Jakarta Pusat
jumlah kasus bertambah maka CFR akan menurun, Tahun 2006. Jakarta: Sudinkes Jakarta Pusat; 2007.
sementara jika jumlah kematian berkurang dan 9. Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat. Data Kasus DBD
jumlah kasus tetap atau jumlah kematian tidak Berdasarkan Golongan Umur Kotamadya Jakarta Pusat
Tahun 2007. Jakarta: Sudinkes Jakarta Pusat; 2008.
berubah tapi jumlah kasusnya bertambah maka CFR 10. Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat. Data Kasus DBD
akan meningkat. Selain itu, CFR dapat mencapai Berdasarkan Golongan Umur Kotamadya Jakarta Pusat
0% jika pada tahun tersebut tidak ada kematian Tahun 2008. Jakarta: Sudinkes Jakarta Pusat; 2009.
akibat kasus DBD. 11. Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat. Data Kasus DBD
Di Kecamatan Gambir, tidak ada kematian Berdasarkan Golongan Umur Kotamadya Jakarta Pusat
Tahun 2009. Jakarta: Sudinkes Jakarta Pusat; 2010.
akibat kasus DBD pada tahun 2005 dan 2008, 12. Greenberg RS, Daniels SR, Flanders WD, Eley JW,
sehingga CFR pada tahun tersebut sebesar 0%. Boring JR. Medical epidemiology. New York: McGraw-
Pada tahun 2006, 2007, dan 2009, jumlah kematian Hill; 2005. 4th Edition.
tetap 1, namun akibat adanya perubahan jumlah 13. Kusriastuti R. Kebijaksanaan Penanggulangan DBD di
Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2005.
29
HUBUNGAN ANTARA UPAYA PENCEGAHAN DENGAN KEJADIAN DEMAM
BERDARAH DENGUE DI DESA TRITIRO WILAYAH KERJA PUSKESMAS
BONTOTIRO KECAMATAN BONTOTIRO KABUPATEN BULUKUMBA
ABSTRAK
Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah suatu penyakit infeksi virus yang di tandai
dengan demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas dan berlangsung terus menerus selama 2-
7 hari. Data awal menunjukkan bahwa penyakit demam berdarah dengue (DBD) dari tahun 2010
sampai 2012 terjadi peningkatan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara
upaya pencegahan dengan kejadian demam berdarah (DBD) di Desa Tritiro Wilayah kerja
Puskesmas Bontotiro Kecamatan Bontotiro Kabupaten Bulukumba.Jenis penelitian yang di gunakan
adalah deskriptik analitik dengan pendekatan “Cross Sectional” untuk menentukan hubungan antara
variabel independen dan variabel dependen dengan melakukan pengukuran secara bersamaan,
penelitian berlangsung pada tanggal 7 Januari sampai dengan 3 februari 2013 populasi penelitian
adalah semua kepala keluarga yang tinggal di Desa Tritiro Kecamatan Bontotiro kabupaten
Bulukumba dengan jumlah sampel sebanyak 52 responden yang memenuhi kriteria.Teknik
pengambilan sampel adalah simpel random sampling, pengumpulan data dengan metode kuesioner
dan lembar observasi, data yang terkumpul di olah dan di analisis menggunakan komputerisasi
dengan uji yang sesuai, Analisa data mencakup analisis univariat dan analisis bivariat dengan
menggunakan uji Chi-Square dengan koreksi fisher exat test. Hasil yang diperoleh 97,7% yang tidak
melakukan upaya pencegahan sehingga terjadi Demam Berdarah Dengue(DBD) dan 88,9%yang
melakukan upaya pencegahan dan tidak terjadi Demam Berdarah Dengue (DBD), 93,0% yang tidak
melakukan fogging, dan 66,7% yang melakukan fogging. Selanjutnya 91,1% yang tidak melakukan
tindakan 3M dan 71,4% yang melakukan tndakan 3M, dengan nilai P=0,000 < α=0,05, Artinya ada
hubungan antara upaya pencegahan dengan kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Desa
Tritiro.
Kata Kunci: Upaya Pencegahan Fogging Dan 3M (Menguras, Menutup, Mengubur) Demam
Berdarah Dengue (DBD)
10
Volume 3 Nomor 3 Tahun 2013 ● ISSN : 2302-1721
dengan oktober) jumlahnya samakin Desa Tritiro, Wilayah kerja Puskesmas
meningkat menjadi 78 orang penderita, yakni Bontotioro, Kecamatan Bontotiro, Kabupaten
di kelurahan Ekatiro sebanyak 19 orang, Desa Bulukumba, pada tanggal 7 januari 2013
Caramming 5 orang, Desa Pakubalaho 8 sampai 3 februari 2013.
orang, Desa Buhung Bundang 15 orang, Desa Populasi penelitian adalah populasi
Dwitiro 7 orang dan Di desa Tritiro sebanyak penelitian adalah semua kepala keluarga yang
24 orang. (Laporan tahunan Puskesmas tinggal di Desa Tritiro Kecamatan Bontotiro
Bontotiro, 2012) kabupaten Bulukumba sebesar 110 kepala
Faktor yang mempengaruhi kejadian keluarga penentuan jumlah sampel dengan
penyakit Demam Berdarah Dengue Di menggunakan rumus slovin dan didapatkan
Puskesmas Bontotiro adalah virus penyebab jumlah sampel sebanyak 52 responden yang
dan nyamuk penularnya tersebar luas baik di memenuhi kriteria.Teknik pengambilan
rumah maupun di tempat-tempat umum, sampel adalah simpel random sampling.
kurangnya kepedulian masyarakat dalam Jumlah responden di Desa Tritiro,
membasmi jentik nyamuk dan pelaksanaan wilayah kerja Puskesmas Bontotiro, yang
pemberantasan Sarang Nyamuk tidak di sesuai dengan kriteria inklusi sebanyak 52
lakukan secara terus menerus yang pada orang, diambil dengan menggunakan rumus
dasarnya dapat di kerjakan oleh setiap slovin, jumlah sampel yang digunakan dalam
anggota keluarga yang di buktikan dengan penelitian adalah 52 responden.
rendahnya angka bebas jentik (ABJ), keluarga 1. Kriteria Inklusi
mempunyai persepsi bahwa penyomprotan a. Semua Kepala Keluarga yang tinggal di
(fogging) adalah tindakan yang paling efektif desa Tritiro, Kecamatan Bontotiro,
dalam pencegahan Demam Berdarah Kabupaten Bulukumba.
Dengue. b. Bisa membaca dan menulis
Sedangkan penyemprotan bukanlah c. Bersedia mengisi angket yang di
program rutin hanya di lakukan apabila ada berikan sesuai dengan fakta yang ada
kasus terjangkit Demam Berdarah Dengue 2. Kriteria Eksklusi
karena membutuhkan biaya yang mahal, a. Kepala Keluarga yang berumur 10
sedangkan cara yang paling mudah, murah, tahun.
sederhana dan bertepatguna adalah dengan a. Tidak bisa membaca dan menulis.
melakukan pemberantasan sarang nyamuk b. Tidak bersedia mengisi angket yang di
Demam Berdarah Dengue, faktor lain karena berikan.
masih rendahnya penggunaan bubuk Abate
oleh masyarakat pada tempat penampungan Pengumpulan Data
air, situasi geografis terdapat lahan kosong Cara pengumpulan data yang
yang berdekatan dengan perumahan dilakukan dengan penelitian ini adalah :
penduduk yang banyak di tumbuhi oleh 1. Mengidentifikasi tempat penelitian dan
pohon-pohon dan semak-semak sehingga target dengan cara membagikan kuesioner
memungkinkan nyamuk Aedes Aegypti 2. Mengajukan surat permohonan izin untuk
berkembang biak di daun-daun pohon yang mengadakan penelitian di laksanakan pada
jatuh yang di genangi oleh air huajn, faktor bulan Januari di Desa Tritiro wilayah kerja
lain yang erat kaitannya dengan kebiasaan puskesmas Bontotiro kecamatan Bontotiro
yaitu kebiasaan menggantung pakaian yang kabupaten Bulukumba.
menjadi tempat beristirahat nyamuk Aedes Selain cara pengumpulan data diatas,
Aegypti dapat pula dilakukan instrument sebagai
Dari latar belakang yang telah di berikut :
temukan di atas maka dapat di rumuskan 1. Data primer : data yang diperoleh dengan
masalah yang hendak di teliti dalam penelitian cara kunjungan ke lokasi penelitian dengan
ini adalah : Bagaimana hubungan antara metode observasi dan wawancara
upaya pencegahan dengan kejadian penyakit langsung kepada responden dengan
demam berdarah dengue di desa Tritiro menggunakan tehnik kuesioner dalam
wilayah kerja Puskesmas Bontotiro bentuk pertanyaan yang dikembangkan
Kecamatan Bontotiro Kabupaten Bulukumba. berdasarkan literature dan kemudian
disebarkan kepada responden untuk diisi
BAHAN DAN METODE sebagaimana mestinya.
Lokasi, Populasi, Dan Sampel Penelitian 2. Data sekunder : diperoleh dari berbagai
Berdasarkan permasalahan yang sumber, antara lain : literature, internet,
diteliti, maka jenis penelitian ini adalah profil Dinkes kota Makassar dan laporan
deskriptif analitik dengan metode pendekatan tahunan Puskesmas Bontotiro Kecamatan
cross sectional. Penelitian ini di laksanakan di Bontotiro Kabupaten Bulukumba.
11
12
Volume 3 Nomor 3 Tahun 2013 ● ISSN : 2302-1721
bulukumba yang menunjukkan responden Tabel 5.7, menggambarkan
yang tinggal di daerah tidak rawan demam hubungan upaya pencegahan dengan
berdarah dengue sebesar 35 orang (67,3%) kejadian demam berdarah dengue,
dimana dari 52 responden, yang tidak
Tabel 5.5. Distribusi responden yang melakukan pencegahan sehingga terjadi
melakukan kegiatan pencegahan terjadinya demam berdarah sebesar 42 responden
demam berdarah dengue di desa tritiro (97,7%), dengan nilai p 0,000 dan
kecamatan bontotiro kabupaten bulukumba responden yang melakukan upaya
di bulan januari 2013 (n=52) pencegahan dan tidak terjadi demam
Kegiatan Jumlah Persentase berdarah dengue sebesar 8 responden
pencegahan (n) (%) (88,9%).
Dilakukan 9 17,3
pencegahan b. Hubungan antara dilakukannya fogging
Tidak dilakukan 43 82,7 dengan kejadian demam berdarah
Total 52 100 dengue.
Tabel 5.8. Hubungan pelaksanaan
Tabel 5.5 menggambarkan distribusi fogging dengan kejadian demam
responden yang melakukan kegiatan berdarah dengue di desa tritiro
pencegahan terjadinya demam berdarah kecamatan bontotiro kabupaten
dengue di desa tritiro kecamatan bontotiro bulukumba di bulan januari 2013 (n=52)
kabupaten bulukumba yang menunjukkan Kejadian DBD
responden yang tidak melakukan Tidak total
Fogging Terjadi
pencegahan terjadinya demam berdarah terjadi
dengue sebesar 43 orang (82,7%). n % n % n %
Tidak 40 93,0 3 7,0 43 100
Tabel 5.6. Distribusi responden berdasarkan dilakukan
dilakukan 3 33,3 6 66,7 9 100
terjadinya demam berdarah dengue di desa
tritiro kecamatan bontotiro kabupaten p = 0,000
bulukumba di bulan januari 2013 (n=52)
Terjadinya Jumlah Persentase Tabel 5.8, menggambarkan
DBD (n) (%) hubungan dilakukannya fogging dengan
Terjadi DBD 43 82,7 kejadian demam berdarah dengue,
Tidak terjadi 9 17,3 dimana dari 52 responden, yang tidak
DBD melakukan fogging sehingga terjadi
Total 52 100 demam berdarah sebesar 40 responden
(93%), dengan nilai p 0,000, dan
Tabel 5.6 menggambarkan distribusi responden yang melakukan fogging dan
responden berdasarkan terjadinya demam tidak terjadi demam berdarah dengue
berdarah dengue di desa tritiro kecamatan sebesar 6 responden (66,7%).
bontotiro kabupaten bulukumba yang
menunjukkan angka terjadinya demam c. Hubungan antara dilakukannya 3M
berdarah dengue sebesar 82,7%. dengan baik dengan kejadian demam
berdarah dengue.
2. Analisa Bivariat Tabel 5.9. Hubungan pelaksanaan 3M
a. Hubungan antara dilakukannya tindakan dengan kejadian demam berdarah
pencegahan dengan diketahui adanya dengue di desa tritiro kecamatan
kejadian demam berdarah dengue. bontotiro kabupaten bulukumba di bulan
Tabel 5.7. Hubungan upaya pencegahan januari 2013 (n=52)
dengan kejadian demam berdarah Kejadian DBD
dengue di desa tritiro kecamatan Tidak total
3M Terjadi
bontotiro kabupaten bulukumba di terjadi
n % n % n %
bulanjanuari 2013 (n=52)
Tidak
Kejadian DBD 41 91,1 4 8,9 45 100
dilakukan
Upaya Tidak total
Terjadi Dilakukan 2 28,6 5 71,4 7 100
pencegahan terjadi p = 0,000
n % n % n %
Tidak 42 97,7 1 2,3 43 100
dilakukan Tabel 5.9, menggambarkan
dilakukan 1 11,1 8 88,9 9 100 hubungan dilakukannya 3M dengan
kejadian demam berdarah dengue,
p = 0,000
13
14
Volume 3 Nomor 3 Tahun 2013 ● ISSN : 2302-1721
dimana dari 52 responden, yang tidak Penyemrotan siklus pertama, semua
melakukan fogging sehingga terjadi demam nyamuk mengandung virus dengue
berdarah sebesar 40 responden (93%), dan (inefektif) dan nyamuk-nyamuk lainnya akan
responden yang melakukan fogging dan mati, tetapi akan segera muncul nyamuk-
tidak terjadi demam berdarah dengue nyamuk baru yang diantaranya akan
sebesar 6 responden (66,7%). mengisap darah penderita viremia yang
Fogging merupakan pemberantasan masih ada yang dapat menimbulkan
terhadap nyamuk dewasa dengan terjadinya penularan kembali. Oleh karena
menggunakan insektisida. mengingat itu perlu dilakukan penyemprotan siklus
kebiasaan nyamuk senang hinggap pada keduan yang dilakukan satu minggu setelah
benda-benda yang bergantungan, maka penyemprotan pertama agar nyamuk baru
penyemprotan tidak dilakukan di dinding yang inefektif tersebut akan terbasmi
rumah seperti penyemprotan nyamuk sebelum menularkan kepada orang lain.
penular malaria. insektisida yang digunakan 3. Hubungan antara dilakukannya 3M dengan
adalah insektisida golongan organofosfat, baik dengan kejadian demam berdarah
seperti: malation, pyretroid sintetik seperti: dengue.
lamda sihalotrin. Hasil penelitian menunjukkan adanya
Berdasarkan penelitian Indah, hubungan antara dilakukannya kegiatan 3M
2011menegaskan bahwa fogging dengan baik dengan berkurangnya kejadian
(pengasapan) penting dilakuakan untuk demam berdarah dengue, Hal ini terlihat
mencegah demam berdarah dengue, dari hasil uji analitik chi square dengan
fogging dilakukan untuk memutuskan mata koreksi menggunakan fisher exact test
rantai penularan demam berdarah dengue dengan nilai p=0,000, dimana dari 52
sekalipun efektifitas, untuk mencegah responden, yang tidak melakukan 3M
demam berdarah dengue sangat rendah dengan benar sehingga terjadi demam
karena hanya bertahanlebih kurang dua berdarah sebesar 41 responden (91,1%),
minggu dan hanya membunuh nyamuk dan responden yang melakukan 3M dengan
dewasa saja namun mengingatumur baik dan tidak terjadi demam berdarah
nyamuk Aedes Aegipty yang hidupnya rata- dengue sebesar 5 responden (71,4%).
rata dua minggu dan paling lama tiga bulan Breeding Place adalah suatu tempat
maka fogging termasuk salah satu cara dimana nyamuk bisa berkembang biak yang
yang tepatuntuk memberantas nyamk biasanya merupakan tempat yang dapat
demam berdarah dengue, tindakan menampung air (akuarium, drum, kaleng
pengasapan seharusnya dilaksanakan bekas, ban bekas, potongan bambu, vas
dalam dua siklus ,yaitu waktu antara bunga yang tidak terpakai, tempayan bekas
pengasapan pertama dan berikutnya maupun lainnya yang dapat menampung
(kedua)harus dalam interval tujuh air). Keberadaan Breeding place disekitar
haridengan maksud jentikyang selamat dan rumah akan mempengaruhi keberadaan
menjadi nyamuk Aedes Aegipty di bunuh nyamuk itu sendiri. Praktik menutup tempat
pada pengasapan kedua. penampungan air ialah perilaku responden
Penelitian sebelumnya dilakukan oleh yang memperlakukan tempat penampungan
Gama (2010), menyatakan bahwa tempat air dengan baik, yaitu dengan memberikan
perindukan nyamuk yang profesional adalah tutup pada tempat penampungan air
tempat penampungan air seperti Bak sehingga nyamuk tidak dapat berkem-
mandi/WC, tempayan, drum, dan kontainer bangbiak di dalamnya. Tempat
lainnya. Dari 90 responden yang diteliti, penampungan air yang dimaksud ialah tong,
diketahui 58 (64,4%) terdapat 1 sampai 3 gendi, drum maupun yang lainnya yang ada
kontainer diskitar responden, sehingga di luar maupun di dalam rumah kecuali bak
fogging menjadi salah satu alternatif untuk mandi. Praktik mengubur barang bekas
memberantas nyamuk dewasa dan di ikuti yaitu kebiasaan responden dalam
oleh alternatif lainnya yaitu 3 M. memperlakukan sampah rumah tangga
Pada penelitian ini, tindakan fogging ataupun barang bekas yang ada disekitar
dapat berhasil mengatasi terjadinya rumahnya seperti plastik, kaleng bekas,
penularan demam berdarah dengue, karena pecahan kaca, ember bekas dan lainnya
diikuti dengan melakukan pemberantasan yang memungkinkan menjadi tempat
pada jentiknya melalui cara fisik (3M), kimia berkembangbiakkan nyamuk dengan cara
(dengan bubuk abate) dan cara biologi dikubur, dan praktek menguras tempat
dengan memelihara ikan pemakan jentik. penampungan air yaitu perilaku
Fogging yang teratur dilakukan dengan mengeluarkan air dan dilanjutkan dengan
penyemprotan selama 2 siklus.
15
DAFTAR PUSTAKA
16
Volume 3 Nomor 3 Tahun 2013 ● ISSN : 2302-1721
Departemen Kesehatan RI, 2007. Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan (PPM & PL),
Jakarta.
Depkes, 2005, Pencegahan dan Tata Laksana Penderita Demam Berdarah Dengue, Jakarta
Dinas Kesehatan, 2009, Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Pusat penanggulangan masalah
kesehatan, Jakarta
Hidayatul, Alimul Asiz., 2007. Riset Keperawatan dan teknik Penulisan Ilmiah, Salemba Medika, Jakarta
Leny, Wulandary., 2006, Kejadian Penyakit Demam Berdarah di Indonesia, (http://www.librarry.ac.id/ kesling-
11.pdf) di akses tanggal 10 November 2012
Sumekar DW, 2007, Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes Di Kelurahan
Rajabasa, Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Unila
Thomas Suroso, dr, MPH, dkk, 2007, Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue Di Iindonesia,
Dirjen PP & PL, Depkes RI, Jakarta,
Trijoko, 2008, Kaji Demam Berdarah Dengue, Badan penelitian dan pengembangan Kesehatan, Depertemen
Kesehatan RI, Jakarta
17
133
Ridha MR., dkk. Kondisi lingkungan dan kontainer dengan keberadaan jentik Ae. Aegypti
Kota Banjarbaru merupakan daerah endemis Jumlah continer yang terdapat jentik
Cl = x 100%
penyakit DBD karena setiap tahun selalu terjadi Jumlah container yang diperiksa
kasus yang tinggi. Data yang dihimpun dari Dinas
3. Breteau Indeks (BI), yaitu jumlah container yang
Kesehatan Kota Banjarbaru didapatkan trend
positif per-100 rumah yang diperiksa.
kenaikan angka kejadian DBD. Jumlah kasus DBD
tertinggi di Kota Banjarbaru berada pada Jumlah continer yang terdapat jentik
Bl = x 100 Rmh
Kecamatan Banjarbaru Utara khususnya Jumlah rumah yang diperiksa
Kelurahan Loktabat Utara. Data 3 tahun terakhir Indikator HI, CI dan BI dapat diketahu ABJ
diketahui jumlah kasus DBD pada tahun 2009
Jumlah rumah yang tidak ditemukan jentik
sebanyak 20 kasus, pada tahun 2010 sebanyak 18 ABJ = x 100%
Jumlah rumah yang diperiksa
kasus dan tahun 2011 telah terjadi peningkatan
yaitu sebanyak 34 kasus. Dari hasil Pemantauan Kondisi lingkungan berupa data suhu udara dan
Jentik Berkala (PJB) pada tahun 2011, rata-rata kelembaban diperoleh dengan pengukuran
Angka Bebas Jentik (ABJ) di Kelurahan Loktabat menggunakan thermohigrometer digital sedangkan
Utara adalah 87% dan hasil identifikasi diketahui pengukuran pH menggunakan kertas lakmus dan
yang mendominasi adalah jentik Ae. aegypti. 5 pengukuran suhu air menggunakan termometer air
Berdasarkan hal tersebut diperlukan upaya untuk raksa. Pemeriksaan jentik Ae. aegypti dilakukan
menentukan intervensi terhadap kejadian DBD di secara visual pada kontainer baik yang berada di
Kelurahan Loktabat Utara melalui pemberantasan dalam rumah maupun di luar rumah. Pengukuran
keberadaan jentik Ae. aegypti. Tujuan penelitian ini dan pengamatan dilakukan pada siang hari antara
adalah mengetahui hubungan kondisi lingkungan pukul 09.00-15.00 WITA. Untuk mengetahui
fisik dan kontainer dengan keberadaan jentik hubungan kondisi lingkungan dengan keberadaan
Ae. aegypti. jentik dilakukan dengan uji Chi-square dan uji
Fisher exact.6
Metode
Penelitian dilaksanakan dengan metode survei di
134 Jurnal Buski Vol. 4, No. 3, Juni 2013, Hal. 133 - 137
Ridha MR., dkk. Kondisi lingkungan dan kontainer dengan keberadaan jentik Ae. Aegypti
1. Dalam rumah
- Drum 17 5 29,4
diketahui bahwa suhu udara rumah responden
- Bak mandi 77 27 35,1 yang menunjukkan kategori baik untuk
- Tempayan 33 5 15,2
- Lain-lain 9 2 22,2 perkembangan jentik Ae.aegypti (suhu udara 200C-
2. Luar rumah 300C) sebesar 30,4%, lebih kecil bila dibandingkan
- Bak mandi 2 1 50,0
- Tempayan 2 0 0,0 dengan rumah responden yang mempunyai suhu
- Lain-lain 3 0 0,0 udara kurang baik terhadap perkembangan jentik
143 40 28,0 Ae. aegypti yaitu sebesar 36,4% (Tabel 4), secara
Keterangan: HI = House Indeks; CI = Container Indeks; statistik tidak ada hubungan bermakna antara suhu
BI=Breteau Indeks; dan ABJ = Angka Bebas Jentik udara dengan keberadaan jentik Ae.aegypti (p =
0,101 > 0,05).
Jurnal Buski Vol. 4, No. 3, Juni 2013, Hal. 133 - 137 135
Ridha MR., dkk. Kondisi lingkungan dan kontainer dengan keberadaan jentik Ae. Aegypti
Tabel 5. Hubungan Kelembaban Udara dengan Keberadaan habitat vektor seperti suhu kelembaban, suhu air
Jentik Nyamuk Ae. aegypti di Kelurahan Loktabat
Utara, Kota Banjarbaru Tahun 2012 dan derajat keasaman (pH).3-5 Daya tetas telur
Keberadaan jentik
nyamuk salah satunya dipengaruhi oleh pH air,
No Kelembaban udara Jumlah semakin asam maka daya tetas telur nyamuk
Tidak ada Ada
Ae.. aegypti akan semakin sedikit. Hidayat C dkk8
1. Baik 7 2 9
(81,5%-89,5%) (77,8%) (22,2%) (100%) dalam penelitiannya tentang pengaruh pH air
2. Kurang baik 58 33 91 perindukan terhadap perkembangbiakan
(<81,5% atau >89,5%) (63,7%) (36,3%) (100%)
Ae.. aegypti melaporkan bahwa pada pH air
Jumlah 65 35 100
(65%) (35%) (100%) perindukan 7, lebih banyak didapati nyamuk
daripada pH asam atau basa.
Pembahasan Suhu air juga berpengaruh terhadap aktivitas
Dalam siklus hidupnya, nyamuk Ae. aegypti makan dan laju perkembangan telur menjadi larva,
larva menjadi pupa dan pupa menjadi imago.
9
mengalami empat stadium yaitu telur, larva, pupa,
dan dewasa. Stadium telur, larva, dan pupa hidup di Faktor suhu dan curah hujan berhubungan dengan
dalam air tawar yang jernih serta tenang. Tempat evaporasi dan suhu mikro di dalam kontainer.10
penampungan air (TPA) potensial sebagai tempat Suhu udara merupakan salah satu faktor
perindukannya (breeding place) adalah genangan lingkungan yang mempengaruhi perkembangan
air yang terdapat di dalam suatu wadah atau jentik nyamuk Ae. aegypti dan juga mempengaruhi
container. Dalam penelitian ini jenis kontainer yang perkembangan Virus yang ada di dalam tubuh
banyak ditemukan jentik dalam penelitian ini adalah nyamuk. Pada umumnya nyamuk akan meletakkan
bak mandi, drum, dan tempayan. Penelitian ini telurnya pada temperatur sekitar 20-300C.3,11,12
sesuai dengan penelitian Yotopranoto di beberapa Toleransi terhadap suhu tergantung pada spesies
kota di Indonesia menunjukkan tempat perindukan nyamuk dan letak goegrafis seperti daerah tropis,
yang paling potensial adalah di kontainer yang sub tropis, katulistiwa dan daerah dingin.3 Hasil
digunakan untuk keperluan sehari-hari seperti penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan
drum, tempayan, bak mandi, bak WC, ember, dan antara suhu udara dengan keberadaan jentik, hal
sejenisnya. ini kemungkinan karena pengukuran hanya sesaat
7
Dalam menentukan status bebas DBD di dalam sehingga tidak bisa menggambarkan keadaan
suatu wilayah saat ini masih menggunakan sebenarnya. Menurut Murdihusodo,perkembangan
indikator ABJ. ABJ akan dikatakan baik jika nilai telur nyamuk tampak telah mengalami embrionisasi
tersebut > 95% dari total rumah yang diperiksa. ABJ lengkap dalam waktu 72 jam dalam temperatur
sendiri merupakan perpaduan antara HI=House udara 25-300C dan dijelaskan bahwa rata-rata suhu
Indeks; CI=Container Indeks; BI=Breteau Indeks optimum untuk pertumbuhan nyamuk adalah 25-
27 C dan pertumbuhan nyamuk akan berhenti
0
sehingga dapat diketahui nilai dari masing-masing
berdasarkan rumah, kontainer dan keduanya. Nilai sama sekali Bila suhu kurang dari 100C atau lebih
ABJ di kelurahan Loktabat Utara adalah 65%, hal ini dari 400C.11 Kalimantan merupakan daerah tropis,
menandakan bahwa kepadatan jentik masih tinggi, suhu udara 25% merupakan suhu optimum untuk
hal ini dimungkinkan kurangnya keseadaran perkembangbiakan jentik.12
masyarakat dalam membersihkan kontainer yang Kelembaban udara juga merupakan salah satu
ada di rumah. kondisi lingkungan yang dapat mempengaruhi
perkembangan jentik nyamuk Ae. aegypti.
3
Penyakit DBD melibatkan 3 organisme yaitu virus
dengue, lingkungan dan host (pada manusia dan Kelembaban rata-rata yaitu 67,3% dan memiliki
nyamuk). Ketiga kelompok organisme tersebut hubungan secara statistik (p=0,037). Menurut
secara individu atau populasi dipengaruhi oleh Sugito, kelembaban udara berkisar antara 81,5 -
sejumlah faktor lingkungan biologik, lingkungan 89,5% merupakan kelembaban yang optimal untuk
fisik dan imunitas daripada host. Lingkungan fisik proses embrionisasi dan ketahanan hidup embrio
pada umumnya erat kaitannya dengan karakteristik nyamuk, pada kelembaban kurang dari 60% umur
136 Jurnal Buski Vol. 4, No. 3, Juni 2013, Hal. 133 - 137
Ridha MR., dkk. Kondisi lingkungan dan kontainer dengan keberadaan jentik Ae. Aegypti
nyamuk akan menjadi pendek dan tidak Dengue. Jakarta : Dirjen PPM dan PLP. 2007
kemungkinan tidak cukup waktu untuk 5. Dinas Kesehatan Kota Banjarbaru. Profil Kesehatan
perkembangan virus di dalam tubuh nyamuk.12 Kota Banjarbaru 2011. Dinkes Kota Banjarbaru.
Nyamuk mampu menjadi vektor apabila memenuhi 2012
beberapa syarat, antara lain: umur nyamuk,
6. Sugiyono. Statistik untuk penelitian, Penerbit CV.
kepadatan, ada kontak dengan manusia, rentan
Alfabeth, Bandung. Hal 23-24. 2004
(tahan) terhadap parasit dan terdapat sumber
penularan.13 7. Yotopranoto, S., Sri Subekti, Rosmanida, Sulaiman.
Dinamika Populasi Vektor pada Lokasi dengan
Kesimpulan
Kasus Demam Berdarah Dengue yang Tinggi di
Nilai ABJ = 65% merupakan angka yang masih Kotamadya Surabaya. 2008
tinggi, hal ini menunjukkan transmisi nyamuk
8. Hidayat C, Ludfi Santoso, Hadi Suwasono.
Ae. aegypti tinggi sehingga penyebaran nyamuk
P e n g a r u h p H A i r P e r i n d u k a n Te r h a d a p
semakin cepat dan semakin mudah penularan
Pertumbuhan dan Perkembangbiakan Aedes
penyakit DBD. Kondisi lingkungan yang
aegypti Pra Dewasa. Cermin Dunia Kedokteran, No.
mempunyai hubungan dengan keberadaan jentik
119.2997
nyamuk Ae. aegypti adalah pH, suhu air,
kelembaban udara. Sedangkan suhu udara tidak 9. James M. T and R. F Harwood. Herm's Medical
berhubungan dengan keberadaan jentik nyamuk Entomology. Sixth The Macmillan-Company USA.
Ae. aegypti. Jenis kontainer dengan positif jentik 1969
adalah drum, bak mandi dan tempayan. 10. Rueda, L. M., K. J. Patel, R. C. Axtell, & R. R. Stinner.
Temperature-dependent development and survival
Ucapan terimakasih
rates of Culex quinquefasciatus and Aedes Sp.
Penulis mengucapkan terima kasih dan Diptera: Culicidae). J. Med. Entomol. 1990. 27: 892-
penghargaan setinggi-tingginya kepada Kepala 898.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
11. Mardihusodo, Sugeng Juwono. Pengaruh
dan Kepala Balai Litbang P2B2 Tanah Bumbu atas
Perubahan Lingkungan Fisik Terhadap Penetasan
kesempatan dan fasilitas yang diberikan, Kepala
Telur Nyamuk Aedes aegypti. Berita Kedokteran
Dinas Kesehatan Kota Banjarbaru, Kepala
Masyarakat IV: 6. 2006
Puskesmas Banjarbaru Utara yang telah
memberikan ijin untuk melaksanakan penelitan di 12. Sugito, R. Aspek Entomologi Demam Berdarah
wilayah Kelurahan Loktabat Utara, dan seluruh staf Dengue. Laporan Semiloka. Proceeding Seminar
Balai Litbang P2B2 Tanah Bumbu yang telah and Workshop The Aspects of Hemoragic Fever ang
banyak membantu dalam terselesaikannya Its Control. 2010
penelitian ini. 13. Barrera, R., M. Amador & G. G. Clark. Ecological
Factors Influencing Aedes Sp. (Diptera: Culicidae)
Daftar pustaka
Productivity in Artificial Containers in Salinas, Puerto
1. Depkes RI. Petunjuk Teknis Pemberantasan Rico. J. Med. Entomol. 2006. 43(3): 484-492.
Nyamuk Penular Penyakit Demam Berdarah
14 N o t o a t m o d j o , S o e k i d j o . I l m u K e s e h a t a n
Dengue. Jakarta: Dirjen PPM dan PLP. 2002
Masyarakat. Jakarta: PT Rineka Cipta. 2011
2. Depkes RI. Petunjuk Teknis Pengamatan Penyakit
Demam Berdarah Dengue. Jakarta: Dirjen PPM dan
PLP. 2002
3. Depkes RI. Ekologi Vektor dan Beberapa Aspek
Perilaku. Jakarta: Dirjen PPM dan PLP. 2005
4. Depkes RI. Modul Latihan Kader Dalam
Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah
Jurnal Buski Vol. 4, No. 3, Juni 2013, Hal. 133 - 137 137
HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TINDAKAN IBU RUMAH
TANGGA TENTANG PRAKTIK PENCEGAHAN DEMAM BERDARAH
DENGUE DENGAN RUMAH BEBAS JENTIK DI RW 05 KELURAHAN
TANAH PATAH KOTA BENGKULU TAHUN 2012
Robed Nofryadi, Deri Karmelita
Abstract : Highest dengue cases in 2010 in the city of Bengkulu occurred in Nusa Indah health
center with a higher IR 166 per 100.000 and 2,94% CFR. The housewife has a very important role
in monitoring the presence of Aedes aegypti mosquito larvae in the home. The knowledge, attitude
and positive action on the prevention of dengue by housewives, is expected to improve the status
of the free larva. Formulation of research problem whether there is a relationship of knowledge,
attitudes and actions the housewife on dengue prevention practices with free housing larva?. The
purpose of research to know the relationship of knowledge, attitudes and actions the housewife on
dengue prevention practices with free home larva. This type of research is a cross sectional
analytic. Population 175 homes. Samples 122 homes. Sampling by proportional stratified
sampling. Analysis conducted univariate and bivariate analyzes, usinf Chi Square test (χ2). The
results of univariate analysis that, as much as 62,30% knowledgeable good. 51,64% to be good
housewives. 65,57% housewives to act less more free housing portion 72,13% larvae in the high
category. There is a correlation between knowledge, attitudes and action the housewife on dengue
prevention practices with free houses flick in RW 05 Tanah Patah Bengkulu in 2012 expected that
the need for cross-sectional collaboration across programs that dengue preventioan efforts can be
implemented with a well directed and programmed.
Abstrak : Kasus DBD tertinggi tahun 2010 di Kota Bengkulu terjadi di wilayah Puskesmas Nusa
Indah dengan Angka IR 166 per 100.000 jiwa dan CFR 2,94%. Ibu rumah tangga mempunyai
peran yang sangat penting dalam upaya memantau keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti di
rumah. Adanya pengetahuan, sikap dan tindakan positif tentang pencegahan DBD oleh ibu rumah
tangga, diharapkan dapat meningkatkan status rumah bebas jentik. Rumusan masalah penelitian
apakah ada hubungan pengetahuan, sikap, dan tindakan ibu rumah tangga tentang praktik
pencegahan demam berdarah dengue dengan perumahan bebas jentik?. Tujuan penelitian
mengetahui hubungan pengetahuan, sikap, dan tindakan ibu rumah tangga tentang pratek
pencegahan demam berdarah dengue dengan rumah bebas jentik. Jenis penelitian adalah analitik
dengan rancangan cross sectional. Populasi 175 rumah. Sampel 122 rumah. Pengambilan sampel
dengan cara proportional stratified sampling. Analisis yang dilakukan analisis univariat dan
bivariat, dengan menggunakan uji Chi Square (X²). Hasil penelitian dari analisis univariat bahwa,
sebanyak 62,30% ibu rumah berpengetahuan baik. 51,64% ibu rumah tangga bersikap baik.
65,57% ibu rumah tangga dengan tindakan kurang Lebih sebagian 72,13% perumahan bebas jentik
pada kategori tinggi. Ada hubungan pengetahuan, sikap dan tindakan ibu rumah tangga tentang
praktik pencegahan DBD dengan rumah bebas jentik di RW 05 Kelurahan Tanah Patah Kota
Bengkulu tahun 2012 Diharapkan perlu adanya kerjasama lintas sektoral lintas program agar
upaya pencegahan penyakit DBD dapat dilaksanakan dengan terarah dan terprogram dengan baik.
145
146 Jurnal Media Kesehatan, Volume 5, Nomor 2, Desember 2012, hlm 101-205
oleh virus Dengue yang ditularkan melalui Nyamuk Aedes aegypti kini telah ber-
gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes mutasi. Perubahan itu terjadi sebagai aki-
albopictus. Kedua jenis nyamuk ini ter- bat dari perubahan iklim, pemanasan glo-
dapat hampir di seluruh pelosok Indonesia bal, dan efek rumah kaca. Pola perilaku
kecuali di tempat tempat ketinggian lebih nyamuk berubah, perubahan itu dapat ter-
dari 1000 m di atas permukaan air laut lihat dari lokasi nyamuk berkembang biak.
(Ginanjar, 2008). Virus dengue menginfek- Tidak hanya itu, Jika biasanya nyamuk Ae-
si manusia dan beberapa spesies primata des aegypti menyerang pada waktu pagi
yang lebih rendah. Manusia merupakan dan siang hari, nyamuk Aedes aegypti pun
reservoir utama virus di wilayah perkotaan. bisa menyerang pada malam hari, bahkan,
Virus dengue menginfeksi manusia dari sa- di tempat terang sekali pun. Melihat kon-
tu orang ke orang lain oleh nyamuk Aedes disi tersebut, salah satu cara yang bisa di-
dari subgenus Stegomyia. Aedes aegypti lakukan adalah memutus mata rantai per-
merupakan vector epidemic yang paling kembangbiakan nyamuk mulai dari telur-
penting, sementara spesies lain seperti nya sampai nyamuk dewasa. Program yang
aedes albopictus, aedes polynesiensis, ang- saat ini tengah digalakkan adalah pem-
gota kelompok Aedes Scutllaris dan Aedes berantasan sarang nyamuk (PSN). Penera-
(Finlaya) niveus juga dipustuskan sebagai pan pola 3M, yakni menguras bak mandi,
vector sekunder. Semua sepesies tersebut, menutup tempat penampungan air dan me-
kecuali Aedes aegypti memiliki wilayah ngubur barang bekas (Kemenkes RI P2B2,
penyebaran sendiri, walaupun mereka me- 2010).
rupakan vector yang sangat baik untuk vi- Pada tahun 2009 total kasus DBD di
rus dengue, epedemi yang ditimbulkan ti- Indonesia sebesar 0,02% dengan jumlah
dak separah yang diakibatkan oleh Aedes kematian 1,39% (Kemenkes 2010). Se-
aegypti (WHO, 2004). dangkan kasus DBD di Provinsi Bengkulu
Demam Berdarah Dengue (DBD) me- cendrung meningkat dari tahun-ketahun.
rupakan salah satu penyakit menular yang Pada tahun 2010 dari 620 kasus DBD di
dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan Provinsi Bengkulu 352 kasus terjadi di
faktor perilaku masyarakat. Faktor ling- Kota Bengkulu. Kejadian DBD di Kota
kungan antara lain karena kondisi geo- Bengkulu mengalami peningkatan dari ta-
grafis seperti tingkat ketinggian dari per- hun ketahun. Kasus Meninggal pada tahun
mukaan laut, peralihan musim yang ber- 2010 berjumlah 9 orang. Kasus DBD ter-
kepanjangan yang membuat jentik-jentik tinggi tahun 2010 terjadi di wilayah Pus-
nyamuk Aedes aegypti semakin mudah un- kesmas Nusa Indah dengan Angka Incident
tuk berkembang biak. Kondisi musim se- Rate (IR) 166 per 100.000 jiwa dan Crude
perti angin, tingkat kelembaban udara, dan Frevalen Rate (CFR) 2,94% (Dinkes Kota
kondisi curah hujan menyebabkan timbul- Bengkulu, 2011).
nya genangan-genangan air, serta kondisi Puskesmas Nusa Indah terdiri dari 4
kepadatan penduduk, mobilitas penduduk Kelurahan, Kelurahan Tanah Patah, ke-
dan transportasi (Fathi, 2005). lurahan Nusa Indah, kelurahan Kebun Ke-
Nyamuk Aedes aegypti meletakkan te- nanga dan Kelurahan Kebun Beler. Angka
lurnya di tempat yang airnya jernih, se- kasus DBD tertinggi terjadi di Kelurahan
telah 2-3 hari telur tersebut menetas men- Tanah Patah. Diketahuinya gambaran ke-
jadi jentik. Jentik ini dalam waktu 6-7 hari jadian DBD di Puskesmas Nusa Indah Per
berkembang menjadi kepompong kemu- Kelurahan dapat Kasus DBD tertinggi pa-
dian dalam 1-2 hari berkembang menjadi da tahun 2010 terjadi di kelurahan Tanah
nyamuk dewasa yang dapat menjadi vektor Patah yaitu 14 kasus menderita positif
penyakit demam berdarah (Kusumaning- DBD dan 1 orang meninggal. Pada tahun
rum, 2000). 2010, RW 05 merupakan daerah dengan
kejadian kasus DBD tertinggi di Kelurahan
Robed, Hubungan Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Ibu Rumah Tangga 147
Tanah Patah di mana CFR (8,33%) dan IR dianggap efektif dan efesien dalam mem-
(14,925/1000 penduduk). Upaya yang berantas vektor DBD atau yang lebih di
efektif dalam penanganan penyakit DBD kenal dengan 3M, dengan kegiatan tersebut
adalah upaya preventif. Dalam upaya pre- dapat diharapkan akan meningkatkan sta-
ventif melibatkan semua masyarakat. Mas- tus rumah bebas jentik.
yarakat membutuhkan pengetahuan yang Tujuan Penelitian adalah untuk me-
lengkap mengenai Penyakit Demam Ber- ngetahui hubungan pengetahuan, sikap,
darah Dengue meliputi penyebab, gejala dan tindakan ibu rumah tangga tentang
penyakit dan penularannya sehingga dapat praktek pencegahan demam berdarah de-
melakukan pencegahan sederhana di ru- ngue dengan rumah bebas jentik di RW 05
mah masing-masing (Depkes RI, 2009). Kelurahan Tanah Patah Kota Bengkulu ta-
Ibu rumah tangga mempunyai peran yang hun 2012.
sangat penting dalam upaya memantau ke-
beradaan jentik nyamuk Aedes aegypti di BAHAN DAN CARA KERJA
rumah.
Berdasarkan Profil Dinkes Kota Beng- Jenis penelitian adalah observasi de-
kulu tahun 2010, survei rumah bebas jentik ngan rancangan cross sectional, dimana
hanya dilakukan pada 7 wilayah puskemas populasinya adalah jumlah rumah di
dan tidak termasuk Puskesmas Nusah In- Kelurahan Tanah Patah Kecamatan Ratu
dah, dimana rata-rata keseluruhan rumah Agung Kota Bengkulu yang berjumlah 175
bebas jentik pada 7 wilayah Puskesmas rumah di RW 05 Kelurahan Tanah Patah
tersebut adalah 69,16% (Dinkes Kota Kota Bengkulu. Pengambilan sampel de-
Bengkulu, 2011). Untuk keperluan pene- ngan cara proportional stratified sampling
litian maka peneliti melakukan survey a- dengan langkah-langkah sebagai berikut:
wal untuk mengetahui Diketahuinya gam- menentukan jumlah RT, menentukan jum-
baran rumah bebas jentik di RW 05 Ke- lah KK per RT dan menentukan jumlah
lurahan Tanah Patah Kota Bengkulu pada sampel secara proportional di setiap RT
tanggal 31 Januari 2012. Dengan hasil dari sehingga berjumlah 122 rumah. Penelitian
8 rumah yang diperiksa, 5 rumah terdapat ini dilakukan di RW 05 Kelurahan Tanah
jentik nyamuk Aedes aegypti yang di- Patah Kota Bengkulu pada 07 April Sam-
temukan pada pas bunga, kaleng bekas, pai dengan 10 Mei Tahun 2012. Pengum-
ban mobil bekas dan bak mandi. pulan data dilakukan dengan menggunakan
Pengetahuan masyarakat mengenai data primer yaitu melalui kuesioner dan
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupa- observasi menggunakan checklist peme-
kan langkah awal untuk menentukan tin- riksaan rumah ada atau tidak ada jentik, se-
dakan pencegahan dan penanganan penya- dangkan data sekunder yaitu mengenai
kit tersebut. Banyaknya kejadian luar biasa jumlah rumah dan ibu rumah tangga di
(KLB) penyakit DBD seringkali disebab- RW 05 Kelurahan Tanah Patah Kota Beng-
kan minimnya pengetahuan masyarakat kulu. Data dianalisis secara univariat dan
mengenai penyakit tersebut (Depkes RI, bivariat dengan menggunakan uji chi
2009). Pada bulan Juni tahun 2011 Dinas square dengan tingkat kepercayaan 95%
Kesehatan Kota Bengkulu telah melakukan (α=0,05).
penyuluhan pemberantasan penyakit DBD
di RW 05 Kelurahan Tanah Patah Kota HASIL
Bengkulu dengan sasaran kelompok ibu-
ibu posyandu. Adanya pengetahuan, sikap Analisis Univariat
dan tindakan positif tentang pencegahan
Analisis univariat dilakukan pada ma-
DBD oleh ibu rumah tangga, diharapkan
sing-masing variabel untuk menggambar-
dapat membawa dampak terhadap pe-
kan distribusi frekuensi masing-masing
rubahan perilaku dalam kegiatan PSN yang
variabel tersebut yaitu pengetahuan, sikap,
148 Jurnal Media Kesehatan, Volume 5, Nomor 2, Desember 2012, hlm 101-205
tindakan responden tentang praktik pen- Tanah Patah Kecamatan Ratu Agung Kota
cegahan demam berdarah dengue dan pe- Bengkulu Tahun 2012, dapat dilihat pada
rumahan bebas jentik di RW 05 Kelurahan tabel berikut :
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Pengetahuan, Sikap, Tindakan Responden Tentang Praktik Pencegahan Demam
Berdarah Dengue dan Perumahan Bebas Jentik di RW 05 Kelurahan Tanah Patah Kecamatan Ratu Agung
Kota Bengkulu Tahun 2012
Variabel Frekuensi Persentase (%)
(n = 122)
Pengetahuan
Kurang 46 37,70
Baik 76 62,30
Sikap
Kurang 59 48,36
Baik 63 51,64
Tindakan
Kurang 80 65,57
Baik 42 34,43
Perumahan Bebas Jentik
Rendah 34 27,87
Tinggi 88 72,13
Tabel 2. Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Tindakan dengan Rumah Bebas Jentik di RW 05 Kelurahan Tanah
Patah Kecamatan Ratu Agung Kota Bengkulu Tahun 2012
Variabel Rumah Bebas Jentik Total
Tinggi Rendah p OR
f % f % f %
Pengetahuan
Kurang 41 0,001 5 10,87 46 100 10,615 5,060
Baik 47 61,84 29 38,16 76 100
Sikap
Kurang 50 0,002 9 15,25 59 100 0,002 3,655
Baik 38 60,32 25 39,68 63 100
Tindakan
Kurang 65 81,25 15 18,75 80 100 0,002 3,580
Baik 23 54,76 19 45,24 42 100
Hubungan Pengetahuan dengan Rumah Be- 84%) dengan rumah bebas jentik kategori
bas Jentik tinggi. Hasil uji Chi-square (х²) pada tabel
tabulasi silang di atas didapat bahwa nilai
Tabel di atas diketahui bahwa dari 46 ρ= 0,001 < α=0,05, yang berarti ada hu-
responden berpengetahuan kurang, seba- bungan pengetahuan ibu rumah tangga ten-
gian besar (89,13%) rumah bebas jentik tang praktik pencegahan Demam Berdarah
kategori tinggi dan 76 responden ber- Dengue dengan rumah bebas jentik di RW
pengetahuan baik, lebih dari sebagian (61,
Robed, Hubungan Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Ibu Rumah Tangga 149
05 Kelurahan Tanah Patah Kecamatan Ra- tangga tentang penyakit DBD ini meliputi
tu Agung Kota Bengkulu Tahun 2012. pemahaman masyarakat pada umumnya
dalam hal cara penularan penyakit dan cara
Hubungan Sikap dengan Rumah Bebas Jen- pemberantasannya.
tik Ibu rumah tangga harus mengetahui
proses penularan DBD. Penularan DBD di-
Diketahui bahwa dari 59 responden mulai dari gigitan nyamuk Aedes aegypti.
bersikap kurang, sebagian besar (84,75%) Setiap nyamuk pada setiap gigitan me-
dengan rumah bebas jentik kategori tinggi nyebabkan penularan. Adanya proses pe-
dan dari 63 responden bersikap baik, lebih nularan dari penderita, melalui gigitan nya-
dari sebagian (60,32%) dengan rumah muk, penyebaran virus DBD belum di-
bebas jentik kategori tinggi. Hasil uji Chi- mengerti dengan baik oleh masyarakat a-
square (х²) pada tabel tabulasi silang di kan berdampak pada tindakan pencegahan
atas didapat bahwa nilai ρ = 0,002 < α= yang kurang optimal, begitu pula mengenai
0,05, yang berarti ada hubungan sikap ibu konsep pemberantasan sarang nyamuk atau
rumah tangga tentang praktik pencegahan tempat perkembangbiakan.
demam berdarah dengue dengan rumah be- Analisis bivariat menujukan nilai ρ =
bas jentik di RW 05 Kelurahan Tanah Pa- 0,001 < α=0,05, yang berarti ada hubungan
tah Kecamatan Ratu Agung Kota Beng- pengetahuan ibu rumah tangga tentang
kulu Tahun 2012. praktik pencegahan Demam Berdarah De-
ngue dengan rumah bebas jentik di RW 05
Hubungan Tindakan dengan Rumah Bebas
Kelurahan Tanah Patah Kecamatan Ratu
Jentik
Agung Kota Bengkulu Tahun 2012. Nilai
Diketahui bahwa dari 80 responden OR= 5,060 yang berarti responden ber-
dengan tindakan kurang, sebagaian besar pengetahuan kurang memiliki risiko 5,060
(81,25%) dengan rumah bebas jentik ka- kali terjadi rumah bebas jentik pada ka-
tegori tinggi dan 42 Responden dengan tin- tegori rendah di banding reponden yang
dakan baik, lebih dari sebagian (54,76%) berpengetahuan baik. Penelitian ini sejalan
dengan rumah bebas jentik kategori tinggi. dengan pendapat Depkes RI (2002), Jika
Hasil uji Chi-square (х²) pada tabel ta- warga masyarakat belum memahami tu-
bulasi silang di atas didapat bahwa nilai ρ juan, manfaat dan hubungan pencegahan
= 0,002 < α = 0,05, yang berati ada hu- nyamuk Aedes aegypti dengan kejadian
bungan tindakan ibu rumah tangga tentang Demam Berdarah Dengue maka tindakan
praktik pencegahan demam berdarah de- mereka untuk melakukan PSN atau 3M
ngue dengan rumah bebas jentik di RW 05 akan kurang. Pada prinsipnya masyarakat
Kelurahan Tanah Patah Kecamatan Ratu perlu dibekali pengertian dan konsep ke-
Agung Kota Bengkulu Tahun 2012. jadian penyakit yang benar, pemahaman
dan keterlibatan masyarakat dalam pelak-
PEMBAHASAN sanaan pemberantasan DBD sangat di-
perlukan. Program pemberantasan Aedes
Hubungan Pengetahuan dengan Rumah aegypti yang sukses dan berkesinambu-
Bebas Jentik ngan haruslah melibatkan kerja sama an-
tara lembaga pemerintah yang terkait serta
Hasil analisis univariat pada tabel 2. masyarakat.
diketahui bahwa lebih dari sebagian Dengan pengetahuan yang baik ten-
(62,30%) ibu rumah tangga berpengeta- tang pencegahan penyakit DBD diharap-
huan baik tentang praktik pencegahan kan timbul kesadaran untuk melaksanakan
DBD dan dari tabel 1. lebih dari sebagian upaya pencegahan penyakit DBD. Penya-
(72,13%) perumahan bebas jentik pada kit
kategori tinggi. Pengetahuan ibu rumah
150 Jurnal Media Kesehatan, Volume 5, Nomor 2, Desember 2012, hlm 101-205
DBD merupakan penyakit yang berbasis Penelitian ini sejalan dengan pene-
lingkungan. Setiap penyakit menular yang litian yang dilakukan oleh Arisandi (2010),
berbasis lingkungan maka upaya pencega- ada hubungan yang signifikan antara pe-
han yang efektif adalah melakukan pemu- ngetahuan kepala keluarga dengan pen-
tusan mata rantai penularan. Untuk me- cegahan penyakit DBD Kelurahan Tanah
laksanakan upaya tersebut harus ada ke- Patah Kota Bengkulu.
sadaran yang ditimbulkan oleh pengetahu-
an yang baik (Depkes RI, 2002). Hubungan Sikap dengan Rumah Bebas
Notoatmodjo (2003), bahwa pengeta- Jentik
huan merupakan domain yang sangat pen-
ting untuk terbentuknya tindakan sese- Analisis univariat pada tabel 2. (51,
orang. Dari pengalaman dan penelitian ter- 64%) ibu rumah tangga bersikap baik da-
bukti bahwa perilaku yang didasari oleh lam praktik pencegahan demam berdarah
pengetahuan akan lebih langgeng dari pada dengue dan lebih dari sebagian (72,13%)
perilaku yang tidak didasari oleh pengeta- perumahan bebas jentik pada kategori ting-
huan, dan pengetahuan yang dimiliki oleh gi. Sikap ibu rumah tangga tentang praktik
seseorang berkembang dengan tingkatan pencegahan demam berdarah ini meliputi
yang berbeda. tanggapan persepsi ibu rumah tangga ten-
Pengetahuan yang dimiliki oleh ibu tang pencegahan DBD.
rumah tangga pada tahap awal hanya se- Sikap merupakan kesiapan untuk ber-
batas tahu yaitu mengingat tentang pen- tindak, hampir sebagian (48,36%) ibu ru-
cegahan penyakit DBD. Kemudian ber- mah tangga bersikap kurang dalam praktik
kembang menjadi kemampuan memahami pencegahan demam berdarah, ini berarti
tujuan praktik pencegahan penyakit DBD, hampir sebagian ibu rumah tangga di RW
sehingga ibu rumah tangga mampu me- 05 Kelurahan Tanah Patah Kecamatan Ra-
nerapkan pengetahuan dalam bentuk tin- tu Agung Kota Bengkulu belum siap untuk
dakan nyata yaitu melakukan praktik pen- melakukan tindakan pencegahan penyakit
cegahan penyakit DBD dengan baik dan DBD, belum bisa menerima atau merespon
benar. Ibu rumah tangga yang melakukan faktor-faktor lingkungan yang memiliki
tindakan pencegahan penyakit DBD de- potensi menyebabkan terjadinya penyakit
ngan baik berdasarkan pengetahuan yang DBD seperti sikap terhadap kaleng, ban
baik tentang pencegahan penyakit DBD bekas yang berserakan disekitar rumah, si-
(Sungkar, 2007). kap terhadap pesan-pesan pemerintah yang
Hasil penelitian ini juga sejalan de- disampaikan melalui media televise, ma-
ngan buku petunjuk Depkes RI, 2005, ten- jalah, poster dan baliho, sikap terhadap ke-
tang pencegahan penyakit DBD. Pengeta- giatan M3. Sikap yang kurang tersebut me-
huan yang diperoleh oleh seseorang akan nyebabkan tidak adanya rasa tanggung
dapat membentuk perilaku seseorang yang jawab terhadap pengendalian lingkungan
dapat diwujudkan dalam bentuk tindakan. dalam upaya pencegahan penyakit DBD.
Upaya mempromosikan pencegahan dan Analisis bivariat menunjukan bahwa ρ
pemberantasan DBD bertujuan untuk = 0,002 < α=0,05. Ada hubungan sikap ibu
member pengetahuan pada masyarakat se- rumah tangga tentang praktik pencegahan
hingga kesadaran masyarakat meningkat. demam berdarah dengue dengan rumah
Pengetahuan yang kurang akan memben- bebas jentik di RW 05 Kelurahan Tanah
tuk perilaku pencegahan yang kurang dan Patah Kecamatan Ratu Agung Kota Beng-
begitupun sebaliknya. Angka bebas jentik kulu Tahun 2012. Nilai OR=3,655 respon-
(ABJ) adalah indikator keberhasilan ge- den bersikap kurang memiliki risiko 3,655
rakan PSN yang dilakukan oleh kelompok kali terjadi rumah bebas jentik pada kate-
masyarakat yang tinggal dalam suatu ling- gori rendah di banding reponden yang ber-
kungan tertentu. sikap baik.
Robed, Hubungan Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Ibu Rumah Tangga 151
Penelitian ini sejalan dengan pene- cegahan demam berdarah dengue dengan
litian Rohadi (2009). Terdapat korelasi ya- rumah bebas jentik di RW 05 Kelurahan
ng erat antara sikap dengan prilaku pre- Tanah Patah Kecamatan Ratu Agung Kota
ventif DBD di wilyah RT 08 Desa Pasir Bengkulu Tahun 2012. Nilai OR= 3,580
Panjang Kecamatan Arut Selatan Pang- responden dengan tindakan kurang memi-
kalan Bun. liki risiko 3,580 kali terjadi rumah bebas
jentik pada kategori rendah di banding
Hubungan Tindakan dengan Rumah Bebas reponden dengan tindakan baik.
Jentik Sungkar (2007), prilaku penduduk me-
rupakan faktor yang paling penting dalam
Hasil analisis univariat diketahui bah- upaya pemberantasan DBD selain peran te-
wa lebih dari sebagian (65,57%) ibu rumah naga kesehatan. Salah satu bentuk prilaku
tangga dengan tindakan kurang dalam yang dimaksud disini adalah tindakan pen-
praktik pencegahan demam berdarah dan cegahan penyakit DBD.
lebih dari sebagian (72,13%) perumahan Keberadaan jentik nyamuk berkaitan
bebas jentik pada kategori tinggi. Tindakan erat dengan perilaku pencegahan penyakit
ibu rumah tangga tentang praktik pencega- DBD oleh masyarakat. Sedangkan parti-
han demam berdarah ini meliputi: melaku- sipasi masyarakat dipengaruhi oleh ke-
kan tindakan kegiatan PSN, Apakah Ibu sadaran masyarakat akan bahaya penyakit
membersihkan bak mandi di rumah Ibu mi- DBD, yang dapat diwujudkan dengan me-
nimal sekali seminggu, mengubur kaleng- laksanakan gerakan kebersihan dan kese-
kaleng bekas, membersihkan tempat pe- hatan lingkungan secara serentak dan go-
nampungan air di rumah seminggu sekali tong royong. Semakin besar komitmen pe-
dan mengingatkan warga sekitar akan ba- merintah dan partisipasi masyarakat, maka
haya penyakit DBD. semakin besar pula upaya pemberantasan
Lebih dari sebagian ibu rumah tangga DBD (Depkes RI, 2002).
di RW 05 Kelurahan Tanah Patah Kecama- Penelitian ini sejalan dengan pe-
tan Ratu Agung Kota Bengkulu belum me- nelitian Rohadi (2009). Terdapat korelasi
lakukan tindakan praktik pencegahan BDB yang erat antara tindakan dengan prilaku
yaitu (65,57%), angka tersebut masih sa- preventif terhadap DBD di wilyah RT 08
ngat tinggi. Desa Pasir panjang Kecamatan Arut Se-
Persentase tindakan praktik pencega- latan Pangkalan Bun.
han BDB tersebut dapat diartikan bah-wa:
1. (65,57%), keluarga di RW05 Kelura- KESIMPULAN
han Tanah Patah Kota Bengkulu tidak
melaksanakan pemutusan mata rantai Lebih dari sebagian (62,30%) ibu ru-
penularan penyakit DBD. mah tangga di RW 05 Kelurahan Tanah
2. (65,57%), Keluarga mempunyai poten- Patah Kota Bengkulu berpengetahuan baik
si terjangkit penyakit DBD. tentang praktik pencegahan DBD. Lebih
3. (65,57%), rumah mempunyai potensi dari sebagian (51,64%) ibu rumah tangga
menjadi tempat perindukan nyamuk di RW 05 Kelurahan Tanah Patah Kota
DBD. Bengkulu bersikap baik dalam praktik pen-
4. Memperhitungkan jarak terbang nya- cegahan DBD. Lebih dari sebagian (65,
muk 100 m/hari dan luas wilayah RW 57%) ibu rumah tangga di RW 05 Ke-
05 1,2 Km² maka seluruh penduduk di lurahan Tanah Patah Kota Bengkulu de-
RW05 mempunyai resiko terjangkiti ngan tindakan kurang dalam praktik pen-
penyakit DBD. cegahan DBD. Lebih dari sebagian (72,
Tabel 2. bahwa nilai ρ=0,002 < α = 13%) perumahan bebas jentik di RW 05
0,05, yang berarti ada hubungan tindakan Kelurahan Tanah Patah Kota Bengkulu pa-
ibu rumah tangga tentang praktik pen- da kategori tinggi. Ada hubungan penge-
tahuan ibu rumah tangga tentang praktik
152 Jurnal Media Kesehatan, Volume 5, Nomor 2, Desember 2012, hlm 101-205
pencegahan DBD dengan rumah bebas jen- pernah diteliti. Bagi pendidikan, di-
tik di RW 05 Kelurahan Tanah Patah Ke- harapkan Karya Tulis Ilmiah ini dapat
camatan Ratu Agung Kota Bengkulu Ta- menjadi bahan bacaan diperpustakaan Pol-
hun 2012. Ada hubungan sikap ibu rumah tekes Kemenkes Bengkulu yang berhu-
tangga tentang praktik pencegahan DBD bungan dengan DBD. Bagi Petugas Pus-
dengan rumah bebas jentik di RW 05 kesmas, Dinas Kesehatan dan Kantor Lu-
Kelurahan tanah Patah Kecamatan Ratu rah perlu adanya komitmen dalam kerja-
Agung Kota Bengkulu Tahun 2012. Ada sama pemberantasan penyakit DBD me-
hubungan tindakan ibu rumah tangga ten- lalui kerja sama lintas program di pus-
tang praktik pencegahan DBD dengan ru- kesmas dalam upaya meningkatkan pe-
mah bebas jentik di RW 05 Kelurahan ta- ngetahuan dan upaya pencegahan penyakit
nah Patah Kecamatan Ratu Agung Kota DBD oleh warga dan bagi masyarakat di-
Bengkulu Tahun 2012 sarankan pada warga RW05 Kelurahan Ta-
Saran kepada peneliti lain : diharapkan nah Patah Kecamatan Ratu Agung Kota
hasil penelitian ini berguna sebagai bahan Bengkulu untuk melakukan PSN, melak-
informasi untuk melakukan penelitian le- sanakan 3M seminggu sekali dan meng-
bih lanjut tentang pencegahan DBD de- galakkan kegiatan gotong-royong yang
ngan Variabel-variabel lain yang belum bertemakan pemberantasan penyakit DBD.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Arikunto, 2003. Metodelogi Penelitian. Renika 2010, Seksi Penanggulangan Penyakit Dinas
Cipta. Jakarta Kesehatan Provinsi Bengkulu. Bengkulu:
Bahang, 2009. Beberapa Cara Untuk Mencegah Dinas kesehatan Provinsi Bengkulu.
Penularan Penyakit Demam Berdarah Dengue. Dinkes Kota Madiun, 2011. Jurnalberita.com 7
Diakses dari http://pedulidbd.com/ November 2011. 75 Persen Wilayah Kota
2009/09/beberapa-cara-untukmencegah- Madiun Endemik DBD. Di akses dari
penularan-penyakit-demam-berdarah-dengue- http://DBD/Jurnal%20DBD5.htm pada
dbd-by-z-b-bahang-medical- tanggal 25 Maret 2012.
entomologist.html tanggal 18 Desember 2011. Desti Arisandi, 2010. Hubungan Pengetahuan
Chayati, 2006. Dinamika Aedes Aegypti Sebagai Kepala Keluarga Dengan Pencegahan
Vektor Penyakit. Jurnal Kesehatan KEMAS - Penyakit DBD di Kelurahan Tanah Patah
Volume 2 / No. 1 / Juli - Desember 2006 Kecamatan Ratu Agung Kota Bengkulu Tahun
Depkes RI, 2002. Dirjen P2PL. Membina Gerakan 2010. Skripsi STIKes Tri Mandiri Sakti
PSN-DBD. Jakarta: Depkes RI Tahun 2002. Bengkulu. Bengkulu.
, 2004. Kajian Masalah Kesehatan Demam Edei Suherman, 2007. Hubungan Pengetahuan dan
Berdarah Dengue. Jakarta: Badan Penelitian Sikap Kepala Keluarga (KK) terhadap
Dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI. tindakan pencegahan penyakit Demam
, 2005. Waspada Demam Berdarah. Jakarta: Berdarah Dengue (di Rw 22 Kelurahan Sungai
Depkes RI. Beliung Kota Pontianak) Tesis Universitas
, 2005. Petunjuk Teknis Penyelidikan Indonesia.
Epidemiologi, penanggulangan Seperlunya http://eprints.undip.ac.id/18490/1/3068.pdf
Dan Penyemprotan Massal Dalam tanggal 18 Desember 2011.
pemberantasan penyakit Demam berdarah Eko Budiarto, 2004. Metodelogi Penelitian. Renika
Dengue Departemen Kesehatan Republik Cipta. Jakarta
Indonesia Direktorat Jenderal Pemberantasaan Fatih, 2005. Peran fektor lingkungan dan perilaku
Penyakit Menular Dan Penyehatan lingkungan terhadap penularan demam berdarahdengue di
1992 cetakan kedua tahun 2005. Depkes RI. kota mataram. Jurnal kesehatan lingkungan,
Jakarta. volome 2 Nomor 101, Juli2005 : 1 – 10.
, 2009. Informasi Umum Demam Berdarah Diases dari http//jurnal kesehatan lingkungan
Pedoman Bagi Kader. Jakarta: Depkes RI. 21 juli 2012
Dinas Kesehatan Kota Bengkulu, 2011. Laporan Ginanjar, 2008. Demam Berdarah. Jakarta: PT.
Bidang P2PL (Pemberantasan Penyakit Dan Bintang Pustaka.
Penyehatan Lingkungan) Tahun 2010. Hadinegoro, Sri Rezeki, 2002. Demam Berdarah
Bengkulu: Dinas kesehatan Kota Bengkulu. Dengue, Naskah lengkap Pelatihan Bagi
Dinas Kesehatan Provinsi Bengkulu, 2010. Pelatih Dokter Spesialis Anak Dan Dokter
Program P2 DBD Provinsi Bengkulu Tahun Spesialis Penyakit Dalam. Dalam Tata
Robed, Hubungan Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Ibu Rumah Tangga 153
Laksana Kasus DBD. Jakarta: Balai penerbit Sudradjat SB, 2008. Demam Berdarah Dengue
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. (DBD) Penyebab dan Perantara Penularan
Kemenkes RI, 2010. Profil Kesehatan Indonesia Manifestasi Penyakit Pencegahan dan
Tahun 2009. Jakarta: Kemenkes RI. Pengobatan. Diakses dari
Kusumaningrum, 2000. Prilaku Dan Siklus Hidup http://_purnamas.blogspot.com/2008/08/info-
Nyamuk Aedes aegypty. Diakses dari demam-berdarah.html tanggal 18 Desember
http://garistepi.wordpress.com/2009/07/08/82 2011.
tanggal 01 Mei 2011. Sungkar, 2007. Pemberantasan Demam Berdarah
Kemenkes RI P2B2, 2010. Mutasi Nyamuk Demam Dengue: Sebuah Tantangan yang Harus
Berdarah. Diakses dari Dijawab. Jakarta: Departemen Parasitologi,
http://bataviase.co.id/node/130030 tanggal 18 Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Desember 2011 . Diakses dari
Sari, Maya 2009. Journal Kedokteran, Minggu 29 http://www.google.co.id/search?q=upaya+pe
Maret 2009. Demam Berdarah Dengue (DBD) mberantasan +DBD+ berbasis+Masyrakat &
diakses dari http://journaldbd.- dbd. tanggal 18 Desember 2011.
Nadesul, 1996. Penyebab, Pencegahan, Dan Teguh Widiyanto, 2007. Kajian Manajemen
Pengobatan Demam Berdarah. Jakarta: PT. Lingkungan terhadap Kejadian Demam
Penebar Suwadaya. Berdarah Dengue (DBD) di Kota Purwokerto
Notoatmodjo, 2003. Pendidikan dan Perilaku Jawa –Tengah Tesis. UGM
Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Suroso, 2000. Pencegahan dan Penanggulangan
, 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan seni. Penyakit Demam Dengue dan Demam
Jakarta: Rineka Cipta Berdarah Dengue.Terjemahan, WHO dan
, 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Depkes RI, Jakarta.
Jakarta: Rineka Cipta. Yunilda, 2009. Penentuan Deteksi Dini Sirotipe
Puskesmas Nusa Indah, 2011. Laporan Program Virus Dengue Tipe-3 (Den-3), Dari Nyamuk
P2PL Puskesmas Nusa Indah Tahun 2010. Aedes Aegpti Dengan Menggunakan Riverse
Bengkulu: Puskesmas Nusa Indah. Transkipase-PCR (RT-PCR), Diakses dari
Rohadi, 2009, Journal Kesehatan Lingkungan, 22 http://repository.usu.ac.id/
November 2009. Hubungan Pengetahuandan bitstream/123456789/6230/1/09E01494.pdf
sikap dengan tindakan preventif terhadap tanggal 3 Januari 2012.
demam berdarah dengue di wilyah RT 08 World Heald Organization. 2004. Panduan Lengkap
Desa Pasir panjjang Kecamatan Arut Selatan Pencegahan &Pengendalian Dengue &
Pangkalan Bun. Oleh Rohadi. Di akses dari Demam Berdarah Dengue. Penerbit Buku
http:// Kesling.undip.ac.id. pada tanggal 24 Kedokteran EGC, Jakarta
Juni 2012.
IMMATURE PLATELET FRACTION DI DEMAM DENGUE DAN DEMAM
BERDARAH DENGUE
(Immature Platelet Fraction in Dengue Fever and Dengue Hemorrhagic Fever)
ABSTRACT
Thrombocytopenia is a hematological abnormality found in the majority of Dengue Virus Infection cases with manifestations such
as Dengue Fever (DF) and Dengue Hemorrhagic Fever (DHF). Bone marrow response to the decrease in platelets is by increasing
thrombopoiesis which can be identified by Immature Platelet Fraction (IPF) examination as an indirect indicator of bone marrow response
to thrombocytopenia. The examination of IPF in venous blood was performed on 29 subjects who met the 1997 WHO criteria, carried
out from January until August 2012. The EDTA blood samples were examined twice, on the day of their admittance and two days later,
based on a flowcytometry principle using Sysmex XE-2100. The IPF was derived from the immature platelet ratio against the total number
of platelets (IPF %). The test results were statistically analyzed by using SPSS 20. It was found, that IPF in DHF compared between the
first and the third day of their admittance was statistically significantly different with p = 0.033 compared to DF with p = 0.444. The
Pearson’s correlation showed an inverse correlation between IPF and platelets with r = -0.675 and p = 0.01. The statistical analysis
revealed a significant difference in IPF between moderate- and mild-thrombocytopenia on the first and third day of their admittance with
p = 0.014 and 0.001, respectively. Based on this study it can be concluded that IPF can be used to indicate the bone marrow response in
both DF and DHF related to thrombocytopenia.
Key words: Immature platelet fraction, dengue fever, dengue hemorrhagic fever, thrombocytopenia
ABSTRAK
Respons sumsum tulang terhadap penurunan trombosit adalah dengan meningkatkan trombopoisis dan dapat diketahui dengan
pemeriksaan Immature Platelet Fraction (IPF). Penelitian ini untuk mengetahui IPF sebagai penunjuk respons sumsum tulang
terhadap trombositopenia dengan menilainya di infeksi virus dengue (IVD). Pemeriksaan IPF darah vena dilakukan di subjek yang
memenuhi patokan World Health Organization (WHO) 1997 dari bulan Januari sampai Agustus 2012. Darah EDTA diperiksa pada
hari pertama dan ketiga Masuk Rumah Sakit (MRS) dengan Sysmex XE-2100 menggunakan asas flowcytometry. Immature Platelet
Fraction didapat dari angka banding trombosit belum dewasa (immature) terhadap jumlah keseluruhannya (IPF %). Hasil memeriksa
dianalisis secara statistik menggunakan SPSS 20. Immature Platelet Fraction pada hari pertama Demam Berdarah Dengue (DBD)
dalam hal ini diketahui, dibandingkan dengan yang ketiga MRS berbeda bermakna secara statistik dengan p = 0,033 dan jika
diperbandingkan dengan Demam Dengue (DD) (p= 0,444). Kenasaban Pearson menunjukkan keadaan yang terbalik antara IPF
dan trombosit dengan r=-0,675 dan p=0,01. Analisis statistik menunjukkan IPF di trombositopenia tingkat sedang dan berbeda
bermakna dibandingkan yang ringan pada hari pertama dan ketiga MRS dengan p berturut-turut 0,014 dan 0,001. Berdasarkan
kajian ini dapat disimpulkan bahwa IPF dapat dipakai sebagai penunjuk respons sumsum tulang di DD dan DBD terhadap keberadaan
trombositopenia.
Kata kunci: Immature platelet fraction, demam dengue, demam berdarah dengue, trombositopenia
PENDAHULUAN
Trombositopenia merupakan kelainan hematologis
Infeksi virus Dengue (IVD) merupakan penyakit yang sering ditemukan di sebagian besar kasus infeksi
terkait infeksi yang disebabkan karena gigitan nyamuk virus dengue.2,3
dengan manifestasinya menurut patokan World Respons sumsum tulang terhadap penurunan
Health Organization (WHO) 1997, antara lain Demam trombosit adalah dengan meningkatkan trombopoisis-
Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD). nya dan dapat digambarkan dengan Immature Platelet
Jumlah pengidap penyakitnya yang terus meningkat Fraction (IPF) yang digunakan sebagai petunjuk tidak
dan jumlah kasus yang banyak menyebabkan pada langsung hal tersebut terhadap trombositopenia. Nilai
tahun 1988, 1998 dan 2004 terjadi keadaan yang luar IPF yang rendah menunjukkan hipoproliferasi respons
biasa. Manifestasi klinis penyakit akibat virus dengue sumsum tulang, sedangkan nilai yang meningkat
ini beragam dari yang hanya menyerupai penyakit: menggambarkan penaikan jumlah sumsum tulang
influenza, demam tifoid, malaria atau yang lain.1 dalam pembuatan trombosit.4,5
Departemen/Instalasi Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/RSUD Dr. Soetomo Surabaya. E-mail: izzuki.miftah@gmail.com
40
Immature Platelet Fraction adalah ukuran polymethine dan oxazine yang akan menembus
pembuatan trombosit yang tepat guna seperti hitung membran sel dan mewarnai trombosit RNA, maka
retikulosit absolut di sel darah merah. Immature Platelet dapat dibedakan dua populasinya. Trombosit dewasa
Fraction merupakan tolok ukur yang digunakan untuk tampak sebagai titik biru. Trombosit belum dewasa
menilai trombopoeisis.6 Immature Platelet Fraction menunjukkan peningkatan volume dan intensitas
dapat dicatat dengan persentase trombosit yang fluoresen dibandingkan dengan yang dewasa
belum dewasa terhadap jumlah keseluruhan trombosit dan terlihat sebagai titik hijau. Immature Platelet
atau absolut. Hal tersebut menunjukkan bahwa IPF Fraction merupakan perhitungan persentase angka
dapat membedakan antara kenaikan dan penurunan banding trombosit belum dewasa terhadap jumlah
pembuatan trombosit.7 Tujuan penelitian ini adalah keseluruhan trombosit (IPF %) yang menunjukkan
untuk mengetahui IPF sebagai penunjuk respons laju hasilannya.6,7 Demam dengue pada penelitian
sumsum tulang terhadap trombositopenia dengan ini diberi batasan sebagai demam kurang dari lima
menilainya di infeksi virus dengue serta gambarannya hari dengan pemeriksaan klinis bertanda peningkatan
di pasien dewasa pengidap DD dan DBD. H i p o t e s i s suhu badan mendadak. Di samping itu disertai dengan:
penelitian ini adalah terdapat peningkatan respons badan menggigil, nyeri kepala dan uji tourniquet positif
sumsum tulang terhadap trombositopenia di DD dan dengan atau tanpa bintik darah dan pada pemeriksaan
DBD. laboratoris belum didapatkan hemokonsentrasi.
Demam berdarah dengue pada penelitian ini
adalah demam kurang dari lima hari disertai tanda
METODE pemeriksaan klinis suhu badan meningkat mendadak
bersamaan dengan: menggigil, nyeri kepala dan uji
Penelitian ini bersifat potong silang yang dilakukan tourniquet positif disertai atau tanpa bintik darah. Pada
mulai pada bulan Januari 2012 sampai dengan Agustus pemeriksaan laboratoris didapatkan trombositopenia
2012. Subjek penelitian terdiri dari 31 pasien yang dan hemokonsentrasi. Trombositopenia pada
dirawat dengan diagnosis DD dan DBD di Ruang rawat penelitian ini diberi batasan penurunan jumlah
inap Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSUD Dr. trombosit <150.000 sel/cmm. Data hasil memeriksa
Soetomo, Surabaya berdasarkan patokan WHO 1997. IPF pada hari pertama dan yang ketiga MRS tersebar
Dua pasien dikeluarkan menjadi subjek penelitian ini normal dan dianalisis statistik secara paired t-test
karena terdiagnosis juga Idiopathic Thrombocytopenic terkait perbedaan IPF di DD danDBD. Independent
Purpura (ITP) dan leptospirosis, selain DD. Setiap t-test digunakan untuk analisis pada perbedaan IPF
pasien yang didiagnosis sebagai IVD diambil sampel di trombositopenia dan nontrombositopenia. Analisis
darah venanya sebanyak tiga (3) mL yang kemudian kenasaban Pearson menggunakan SPSS digunakan
dimasukkan ke dalam tabung EDTA pada hari pertama untuk hubungan trombosit dan IPF.
MRS. Pengambilan sampel darah EDTA diulang lagi
pada hari ketiganya.
Immature Platelet Fraction dari sampel darah HASIL DAN PEMBAHASAN
vena diperiksa dengan alat hematologis otomatis
menggunakan RET channel dari Sysmex XE-2100 Selama masa penelitian diperoleh 29 subjek yang
(Sysmex, Kobe, Jepang). Sysmex XE-2100 menggunakan memenuhi patokan WHO 1997.
asas flowcytometry) dan dua pewarnaan fluoresen
DD DBD
Tolok ukur P
(n = 9) (n = 20)
IPF disajikan dalam rerata % (SD)
Rerata pada hari kesatu 4,08 (3,2) 4,65 (3,87) 0,702
Rerata pada hari ketiga 4,71 6,38 (5,91) 0,479
Trombosit disajikan dalam rerata sel/cmm (SD)
Rerata pada hari kesatu 110.778 (46,483) 77,250 (38,041) 0,050
Rerata pada hari ketiga 129.889 (75,946) 94,150 (62,116) 0,192
42 Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory, Vol. 21, No. 1, November 2014: 40–44
Tabel 3. Kenasaban IPF dan jumlah trombosit di pasien IVD Tabel 4. Perbandingan IPF pada hari kesatu dan yang
ketiga MRS setelah disesuaikan dengan derajat
Hari MRS trombositopenia
Jumlah
Hari kesatu MRS Hari ketiga MRS
pasien IPF di pasien IVD Hari kesatu Hari ketiga
R p R P dengan: MRS MRS
n IVD = 29 -0,573 0,001 -0,650 0,001 Trombositopenia tingkat 5,91% 9,19%
n DD = 9 -0,447 0,227 -0,590 0,095 sedang <100.000 sel/cmm
n DBD = 20 -0,662 0,001 -0,675 0,001 Trombositopenia tingkat 2,69% 2,75%
ringan 100.000 – 150.000
dikatakan bermakna secara statistik jika p = <0,005 sel/cmm
P 0,014 0,001
44 Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory, Vol. 21, No. 1, November 2014: 40–44
KARAKTERISTIK DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP KEJADIAN DEMAM
B ERDARAH DENGUE Dl KOTA PALEMBANG TAHUN 2009
Abstract
Abstrak
10
PENDAHULUAN
DemamBerdarahDengue(DBD)masihmenjadi masalahkesehatandiwilayah
tropis.Penyakit ini dikenalpada tahun 1 698dalam kejadian luar biasa(KL8) di Jakarta
dan Surabayadenganangkakematian sangattinggisekitar41,3 persen.1Di In donesia
sejakJanuari sampai 1 7 Maret 2004, KLBDBDtelah menyerang 39.938orang dengan
angkakematian 13 , persen. Terdapat1 6propinsi yang dilaporkan sering mengalami KL8,
salahsatunya adalahProvinsi Sumatra Selat an. Padatahun 2009 diketahuiada lebih dari
300 kabupatenyang endemisDBOdi Indonesia. 2
Di KotaPalembang Provinsi
SumateraSelatan, pada tahun 2007 terdapat 1597
kasus DBD, sementara pada tahun2008 �erdapat 1851 kasus 080. Kecamatan llir Timur
IImerupakankecamatan dengan kasus terbanyak yaitu sebanyak 233 kasus, diikuti
KecamatanBarat llir Isebanyak 228kasus.Kelurahan tertinggi
kasus DBOpada tahun
2008 adalah Kelurahan LorekPakjo (93 kasus), sedangkanuntuk kasus 080 yang
rendahdi wilayah kecamatan yangsama den�an Kelurahan LorekPakjo adalah
.
Kelurahan Bukit8aruyakni sebanyak 6 kasus DBO.
Pada tahun 2009 persentaserumahyang ditemukan jentik(House Index/HI) di
Kelurahan Lorek Pakjo adalahsebesar�8%,sedangkan diKelurahan 8ukit Baru sebesar
31,9%denganrata-rata angkabebasjentik (ABJ)di kedua kelurahantersebut sebesar
65%. 4Angkaini lebih besar dari ketentuan yangditetapkan WHO (2005) yakni HI
maksimal 5%.Mengingatletak kedua kelurahanyangberdekata n,potensiuntuk
keberlangsungan transmisi 080dapatteruste�adi danjumlah kasus semakin meningkat.
Daerahyang tadinya memiliki jumlah yang
kasus
rendah dapatmenjadi endemis.
Menur ut KementerianKesehatan Rl, faktor-faktor yang mempengaruhi
peningkatan kasus 080salahsatunya adalah kurangnya peran serta masyarakatdalam
upaya penanggulangan 080. 5Peranserta masyarakatdiantaranya dalam halpenemuan
kasus sedinimungkin sehinggapenderita dapat segeradiobati sebelummencapai derajat
keparahan yang membahayakan. Selainitu,peran serta masyarakatdalam
pemberantasan sarangnyamuk (PSN) merupakansalah satu upaya yang penting dalam
mengendalikan vector DBD yakni nyamukAe. aegypti. Namun tingkatkeber hasilan
gerakanini sangaterat kaitannya dengankarakteristik, pola hidup dan perilaku
masyarakat yang ada di suatudaerah. Un tukitu perludigaliinformasi tentangkarakteristik
dan bagaimana perilaku masyarakat terhadap penyakitDBDdiKelurahan LorekPakjo
dan Kelurahan Bukit Baru sehinggadapat menjadi ref
erensi bagi programuntuk
meningkatkanperan sertamasyarakat dalam penanggulangan DBDyangtepat dan
eftsien.
METODE PENELITIAN
11
Analisa datadilakukan dengan perhitunganfrekuensi (univariat)
menggunakan
SPSS versi1 6dan digambarkansecara deskriptif.
Perilaku masyarakat
adalahkebiasaan
atautindakanyang dilakukan masyarakatyang berkaitan dengan 080,seperti
perilaku
pemberantasansarang nyamuk,penggunaan insektisida,dan perncarian pengobatan
pertamapadapenderita.
HASIL
Tabel1 Karakteristik
. Responden di Kelurahan
Lorok
Pakjodan 8 ukit8 aru
Buklt Baru Lorok Pakjo
Karakteristik (N = 73) (N = 252)
Jumlah Persentase Jumlah Persentase
Umu r:
• 15-19 tahun 6 8,2 9 3,
6
• 20-45 tahun 40 54,8 148 58,7
• > 45 tahun 27 37,
0 95 37,7
Jenis Kelamin :
• Laki-lak i 16 21,9 81 32,
1
• 57 78,
1 171 67,9
Pe n didikan
• Tidak Tamat S D
17 23,3 49 19,4
• Tamat SD-S MP
18 24,7 74 29,4
• Tamat S L TA 31 42,5 1 05 41,7
• Akade mi /Perguruan 7 9, 6 24 9,5
Tin gg i
Pek erj aan :
• Tid a l<Beke�a 39 53 ,4 1 24 49, 2
• Buru h 5 6,8 ' 32 1,72
• Honor er 1 1,4 2 0,8
• Petan i 0 0 1 0,4
• Wraswasta 7 9,6 34 1 3,5
• Swasta
11 15, 1 26 1 0, 3
• PNS /TN 1/POLRI
1 1, 4 18 7,1
2 2,7 15 6,0
• P ensiunan
12
Bukit Baru Lorok Pakjo
Karakteristik = =
60.0
53.3
• Kel. Bukit Barn • Kel. Lorok Pakj o
50.0
40.0
30.0
20.0
10.0
0.0
Mengompres Mengompres Ramuan Langsung ke Tidak
& beri obat tradisional Pet Kesehatan melakukan
panas apa-apa
Gambar1 Persentase
. Tindakan PertamayangDilakukan RespondenSaatAnggota
KeluargaMengalami Gejala-
GejalaDBD
13
Tabel
2.Perilaku
Responden
yang
Menunjang
Transmisi
Penyakit
080
Seba gi an besarak ti
vit as
di
sore h ra
i dil a
kuk an :
• Di d alma
60 8,2 2 202 84,1
ru angan
13 17,8 40 15,9
• Di lu ar ru ang an
Tni d a
k namencegah gig i
tan
nyam ukp d aaw a ktute rsebut :
• Tid a kmel a kuk an apa-apa 13 17,8 81 32,1
• Mema kai anti nyamuk
56 76,7 111 44,0
(ba k ra
/se mprot)
Memak aib ajupenutup
0 0 4 1,6
leng and a n kk ai
3 4,1 48 19,0
• Mema kai repe lne
1 1,4 8 3,
2
• Menggun a k nakip as angi n
Angg ot a kel u ar
g ay nag
menggun a k nakelam bu saat
· tidur di p gai /ore
s hari ?
• Seluruh
18 24,7 37 14,7
anggotakelu a
rg a
9 1 2, 3 17
• Seba
6,7
gi an anggotakeluarga
46 63,0 198 78,6
• Tidak aday nag berkelambu
Tabel
3. KondisiSumber
AirdanKemudahan
Memperoleh
Air
Bukit Baru Lorok Pakjo
Kondisi = =
14
' .
Tabel 4.
Perilaku Responden dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk
Frekensui mengur as
penampungan ai esar
r yang b
N=73 N=2 46
(daam
l semi ngg u):
19 26,0 143 58.1
• 2-3k a li da lamsemingg u
50 68,5 71 28,9
• S tau ka li
da lam sem in
ggu
4 5,5 32 1 3, 0
• Leb i
hdar i semingg usekali
15
15
Sebanyak
80 responden
dariduakelurahanmemelihara
ikandi beberapa
tempat
penampungan
air
yangbesar.Umumnya merekamembelisendiri
ikan peliharaan
tersebut
(>80%).
Selengkapnya
padaTabel 6.
Tabel6.Perilaku
Responden
Memelihara
lkan
Perilaku
Bukit Baru Lorok Pakjo
Jumlah Persentase Jumlah Persentase
Memel ihara ikan d i tempat
penampun g a nair yangbesar : N=73 N=252
• Ya, memeliharaikan 20 27,4 60 23
,8
• Ti dak 53 72,6 192 76,2
Cara me n
dapatkaika nn : N=20 N=60
• Membeli sendiri 20 1 00 52 86,7
• 0 0 8 1,
33
Pern
ah meme li
hara ikan
cupa
ng/te
mpalo: N=73 N=252
• Pern
ah 16 2 ,9
1 83 32,9
• Ti
dak 57 78,1 16
9 67,
1
PEMB AHASAN
16
Pen�)etahuan yang benar mengenai gejala khas DBD dan apa yang harus dilakukan
dapat memperkecil risiko kematian akibat DBD. Membekali masyarakat dengan
pengetahuan yang benar mengenai gejala-gejala khas DBO dan tindakan antisipasinya
merupakan bagian dari program pemberantasan OBO berupa sebuah Sistem Peringatan
7
Dini.
Aktifitas yang dilakukan responden pada pagi dan sore hari lebih banyak berada di
dalarn rumah. Tindakan yang dilakukan untuk men cegah kontak dengan vektor paling
banyak dilakukan dengan menggunakan obat nyamuk bakar/semprot pada responden di
Kel. Bukit Baru, sedangkan pada responden di Kel. Lorek Pakjo lebih bervariasi dengan
menggunakan repelen. Persentase responden yang tidak melakukan upaya apa-apa
untuk mencegah gigitan n yamuk di Kel. Lorok Pakjo cukup besar, yakni sekitar 32%.
Aedes aegypti mempunyai kebiasaan menggigit di dalam rumah (indoor) dan beristirahat
pada barang-barang yang bergantungan di dalam rumah seperti baju, gordyn atau
kelambu. 6 Aktivitas di dalam rumah yang tidak disertai tindakan pencegahan terhadap
gigitan nyamuk yang maksimal dapat meningkatkan risiko untuk tertular 080. Upaya
men cegah gigitan nyamuk dengan menggunakan kelambu saat tidur di pagi atau sore
hari (tidur siang) hanya dilakukan kurang dari 30% responden di dua kelurahan. Padahal
menggunakan kelambu di saat tidur pada jam-jam pun cak waktu gigitan Aedes Uam
09.00-1 0.00 wib dan jam 1 6.00-17.00wib) sangat diperlukan untuk mencegah 080,
9
terutama jika sedang KLB atau ada penderita 080 di sekitar rumah.
Sumber air untuk kebutuhan sehari-hari berasal dari air PAM. Kemudahan
mendapatkan air dirasakan hampir sebagian besar responden (>90%), namun responden
tetap menggunakan tempat-tempat penampungan air di rumah mereka. Kebiasaan
menampung dan menyimpan air di masyarakat telah berlangsung sejak lama dan terus
saja dilakukan meski kelancaran memperoleh sumber air untuk kebutuhan sehari-hari
bukan lagi menjadi kendala di daerah tersebut. Karena itu perlu dilakukan penyuluhan
kepada masyarakat tentang cara pengelolaan air di TPA yang benar hingga dapat
meminimalisir transmisi. Frekuensi menguras tempat penampungan air yang banyak
dilakukan oleh responden di Kel. Bukit Baru adalah satu minggu sekali, sedangkan di Kel.
Lorok Pakjo lebih sering, yakni 2-3 kali dalam seminggu. Aedes aegypti seperti umumnya
nyamuk memiliki siklus gonotrofik kurang dari satu minggu. Mereka mulai menghisap
1
darah hingga meletakkan telurnya dalam rentang waktu 3-5 hari. ? Menguras tempat
penampungan air lebih dari satu kali dalam seminggu lebih baik untuk memutus siklus
perkembangan nyamuk agar tidak sempat berkembang menjadi dewasa. Menguras
merupakan salah satu mekanisme dari program pemberantasan sarang nyamuk yakni
3M. Hasil penelitian Fathi, dkk (2005) 1 1 menunjukkan bahwa tindakan '3M' berperan
positif terhadap pencegahan te�adinya, KLB penyakit 080 di Kota Mataram. Cara efektif
menguras tidak hanya dengan mengganti air, tapi juga dengan menyikat dinding tempat
penampungan air, ini disebabkan Ae. aegypti cenderung meletakkan telurnya di dinding.
Telur Ae. aegypti dapat bertahan hi n_p ga enam bulan sehingga jika tidak dihilangkan akan
terus melanjutkan siklus hidupnya. Hal ini juga perlu diinformasikan ke masyarakat.
Penggunaan abate sebagai salah satu pembasmi jentik nyamuk umumnya dikenal
masyarakat. Namun di Kel. 8ukit Baru hanya 43,8% responden yang mengaku pernah
menggunakan abate, sedangkan di Kel. Lorok Pakjo sedikit lebih banyak yakni 56,3%.
Oari sejumlah responden yang pernah menggunakan abate, inisiatif untuk membeli
sendiri masih sangat minim. l ni menunjukkan masih kurangnya kesadaran masyarakat
untul< melindungi diri sendiri dan keluarganya terhadap keberadaan vektor DBD.
Sebagian besar masyarakat menaburkan abate langsung ke tempat penampungan air
mereka. Cara ini mungkin efektif bila digunakan hanya di tempat penampungan air yang
besar dan jarang dikuras. WHO (2000) telah menyatakan bahwa pemberantasan jentik
nyamuk Aedes dengan penaburan butiran Temephos dosis 1ppm dan efek residunya
selama 3 bulan cukup efektif menurunkan kepadatan populasi n yamuk Aedes atau
menin � katkan angka bebas jentik, sehingga menurunkan risiko terjadinya KLB penyakit
1
DBD. Namun menaburkan abate pada tempat-tempat penampungan air yang sering
digunakan dan dikuras dapat mengurangi dosis temefos dan lama-kelamaan akan habis
17
terbuang akibat pengurasan. Cara lebih efektif menggunakan abate adalah dengan
menampung abate dalam kain kasa sebelum d icelupkan ke dalam tempat penampungan
air.
Sekitar 20%responden memelihara ikan di tempat-tempat penampungan air
mereka. lnisiatif memelihara ikan sudah cukup baik, bahkan di Kel. Bukit Baru 1 0%
membeli sendiri ikan untuk dipelihara dengan alasan yang beragam. Sebagian kecil
respond en mengaku pernah memelihara ikan tempalo/ikan cupang (Ctenops vit
tatus).
lkan Tempalo dikenal sebagai salah satu predator jentik nyamuk. Penelitian yang
dilakukan oleh Taviv {2005) menunjukkan bahwa ikan cupang (C tenops vitta
tus)
berpengaruh terhadap kematian larva Aedes. 1 2 Memelihara ikan di tempat penampungan
air besar merupakan upaya untuk mengendalikan vektor DBD secara alami.
Meningkatkan pengetahuan mengenai manfaat ikan-ikan yang berpotensi sebagai
predator jentik penting dilakukan agar inisiatif masyarakat untuk memelihara ikan menjadi
lebih tinggi. Masyakarat memelihara ikan tidak hanya sekedar hobi tetapi juga dengan
kesadaran untuk mengendalikan vektor DBD. lni dapat menjadi salah satu usaha
pemberdayaan masyarakat dalam memberantas DBD. Pemberdayaan masyarakat di
13
bidang kesehatan merupakan sasaran utama promosi kesehatan.
Perilaku masyarakat mempunyai pengaruh terhadap lingkungan karena
13
lingkungan merupakan Iahan untuk perkembangan perilaku terse but. Dalam
mengendalikan vektor DBD peran serta, masyarakat merupakan modal utama untuk
menekan populasi nyamuk A e . aegypti.Bila masyarakat mau melakukan Pemberantasan
Sarang· Nyamuk secara rutin dan berkesinambungan maka dapat mencegah
berkembangnya jentik nyamuk Aedes ;;egypti dan mencegah timbulnya penyakit Demam
Berdarah Dengue. 1 1
KESIMPULAN
1.
Karakteristik responden di Kel. Bukit Baru dan Lorok Pakjo hampir sama yakni lebih
banyak responden perempuan, berusia 20-45 tahun, tamat SLTA dan tidak bekerja.
2.
Tindakan pertama kali terhadap anggota keluarga yang menderita gejala DBD yang
dilakukan responden di Kel. Lorok Pakjo (mengompres dan memberi obat penurun
panas) lebih baik dari pada responden di Kef. Bukit Baru (hanya mengompres).
3. Responden yang tidak melakukan tindakan untuk mencegah gigitan nyamuk saat
be raktivitas di dalam rumah di pagi dan sore hari lebih banyak terdapat pada Kel.
Lorok Pakjo (32, 1% ).
4.Perilaku pemberantasan sarang nyamuk dengan menguras tempat penampungan air
besar lebih sering dilakukan responden di Kel. Lorok Pakjo dengan frekuensi 2-3 kali
seminggu.
5. Sebagian besar responde n di Kel. Bukit Baru dan Kel. Lorok Pakjo menggunakan
abate dengan cara ditaburkan ke tempat penampungan air.
6.Hanya sekitar 20%responden yang memelihara ikan di tempat penampungan air
sebagai predator jentik.
SARAN
18
denganbaik, dan jugakepada Tim Puskesmas Kampus, Tim PuskesmasPadang Selasa,
Lurah Kelurahan Lorok Pakjo, Lurah KelurahanBukitBarudan segenap masyarakat
wilayahpenelitianatasbantuannya selama pelaksanaanpenelitian.
Terimakasih kepada
Kepala LokaLitbangP2B2Baturaja dan seluruh
anggotatim ataske�asamany a dalam
pelaksanaan penelitian
ini. Semoga Allah, SWfberkenan menerimasegala usahakita.
I
DAFTAR KEPUSTAKAAN
1 .Ihak,
s H.,Mappau, Z . , Wah id,I.2005. UjiKerenta nan Aedes aegypti Terhadap
Malationdan Efektivitas Tiga Jenis l nsektisida Propoksur KomersialdiKotaMakasar .
.IMed Nus 26, 235-239.
2.Direktorat Kesehatan dan GiziMasyarakat. 2006. Laporan Kajian Kebijakan
Penanggulangan (Wabah) PenyakitMenular (Studi Kasus DBD)., Badan
PerencanaanPembangunan Nasional.Ditelusuri dari
Diaksestangg a l 9 Juli2009.
3.Dinas Kesehatan Kota. 2008. DBDPerKelurahan diKotaPale mbang.
4. Salim,M., Ambarita, L. , Yahya,Yenni ,A., Supranelfi. 2011. Ef ektifitasMalathion
Dalam Pengendalian Vel<tor DBDdan Uji Kere ntananLarva Aedes aegypti Terhadap
Temephos DiKotaPalembang.Buletin Penelitian Kesehatan Vol.39No. 1.
5.Departemen Kesehatan Rl Direkrorat JenderalP2M& PLP. 2002. Pedoman Survei
Entornologi
Demam Berdarah Dengue. Depkes Rl. Jakarta.
6 .Yahya, Santoso, Yenni, A , Ambar ita, L. P.2006. Penget ahuanSikap Dan Perilaku
lbu Terhadap Malaria Pada Anakdi Kec. Sungai Liat Kab.BangkaTahun 2005.
Buletin
Pene/itian Kesehatan Vol.34 No.2.
7.Sal.�ha Sungkar. Pemberantasan Demam Berdarah Dengue: SebuahTantangan
yang Harus Dijawab. MajKedokt lndon, Velum: 57,Nomor: 6, Jun
i 2007.
8.Hasyimi, M. Aedesaegypt iSebagai Vektor Demam Berdarah DengueBerdasarkan
PengamatanDiAlam. Media Litbangkes Vol. I llNo.2:1- 216.Jakarta. 1 993.
9. Nadesul, Handrawan. Cara Mudah Men galahkan Demam Berdarah. Penerbit Buku
Kompas. Jakarta. 2007.
1.0 Clements, AN. 1992. TheBiology of Mosq utoes.
i Vol.2 : SensoryReception nd
Behaviour.Chapman and Hall. London.P:5 1.9
1.1Fathi.,SoedjajadiK. , danChatarina U.WPeranFaktor Lingkungan Dan Perilaku
Terhadap Penularan Demam Berda rah Dengue Di KotaMatara m.Juma l Kesehatan
Ling kung
an,VOL. 2,N0.2 1 JU
, Ll2005: - 110
1.2Taviv, Y.,Budiyanto, A., Santoso. 2008. Efektivitas lkanCupang(Ctenops vit
tatus)
dalam PengendalianLarva dan Daya Tahannyaterhadap Temefos. JumalEkologi
Kesehatan VoL6 No.2.
1.3Notoatmod jo,S. 1 9 3.Pengantar·Pendidikan Kesehatandan l lmu Perilaku
Kesehatan.Penerbit Andi Offset. Yogyakarta
19
Penelitian
Diterima :
8 Apri 2013 Kejadian demam berdarah dengue Kabupaten Banjar
Disetujui :
berdasarkan data curah hujan normal bulanan
2 Desember 2013
Abstrak
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit menular yang masih menjadi
momok bagi masyarakat. Penyakit ini disebabkan oleh virus yang ditularkan melalui
gigitan nyamuk Aedes sp. Keberadaan nyamuk sebagai vektor DBD menjadi sangat
penting. Perkembangan nyamuk dipengaruhi oleh lingkungan. Kondisi lingkungan yang
memungkinkan untuk perkembangan nyamuk secara optimum, yaitu tingkat
kelembaban tinggi (>70%) dan temperatur antara 27-28°C. Penelitian ini menggunakan
metode deskriptif. Variabel yang digunakan adalah data kejadian demam berdarah
selama kurun waktu 3 tahun dan data rerata curah hujan normal dari BMKG dan data
kejadian DBD. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan data sekunder.
Curah hujan yang tinggi meningkatkan ketersediaan air bagi perkembangbiakan
nyamuk Aedes sebagai vektor penyakit DBD. Keadaan ini mempengaruhi kemampuan
penularan penyakit DBD dari penderita ke orang yang sehat. Jumlah penderita DBD di
Kabupaten Banjar berbanding lurus dengan kejadian hujan. Curah hujan tinggi terjadi
mulai bulan Oktober dan terus naik hingga bulan Januari dan akhirnya mengalami
penurunan pada bulan Februari dan Maret. Jumlah penderita penyakit DBD pada bulan
Oktober mulai mengalami peningkatan dan turun pada bulan Maret.
171
Sulasmi S. Kejadian DBD berdasar data curah hujan
Nyamuk yang merupakan vektor DBD adalah Kabupaten Banjar merupakan salah satu
Ae.aegypti dan Ae.albopictus. Ae.aegypti kabupaten dengan kejadian DBD yang tanpa henti
merupakan species Aedes yang biasa ada di dari tahun ke tahun. Kabupaten ini merupakan salah
daerah pemukiman, sedangkan Ae. albopictus satu dari tiga kabupaten di Provinsi Kalsel yang
merupakan nyamuk yang habitatnya di hutan atau ditetapkan sebagai kabupaten dengan kejadian luar
lingkungan dengan pepohonan rapat. biasa DBD. Sebanyak 146 penderita di tahun 2012,
Perkembangbiakan Aedes sangat tergantung 5 orang diantaranya meninggal dunia.6
kondisi lingkungan. Lingkungan dipengaruhi oleh Metode
iklim makro maupun iklim mikro. Analisis iklim yang
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif.
paling berpengaruh terhadap kembangbiak dan
Variabel yang digunakan adalah data kejadian
penyebaran nyamuk meliputi suhu udara,
demam berdarah selama kurun waktu 3 tahun dan
kelembaban nisbi, air, dan angin.3-4
data rerata curah hujan normal dari Badan
Iklim mempengaruhi kehidupan dan perilaku media Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dan
transmisi penyakit/vektor. Nyamuk akan data kejadian DBD. Hubungan antara peningkatan
berkembangbiak dengan optimum apabila suhu, curah hujan dan kenaikan jumlah kasus kejadian
kelembaban, zat hara berada pada kondisi DBD di Kabupaten Banjar digambarkan secara
optimum untuk kehidupannya. Nyamuk akan deskriptif.
berubah dari fase telur mencapai dewasa dalam
waktu cepat, apabila kondisi lingkungannya Hasil
sesuai.1,3 Jumlah Penderita DBD di Kabupaten Banjar adalah
Di daerah endemik seperti Indonesia, demam 101 orang di tahun 2010, di tahun 2011 sebanyak 12
berdarah dengue (DBD) biasanya terjadi pada orang, dan di tahun 2012 terjadi peningkatan kasus,
musim hujan yang hampir setiap tahun ada. hingga pertengahan tahun jumlah penderita sudah
Jumlah penderita akan mengikuti keadaan curah sebanyak 92 orang. Jumlah penderita dalam tiga
hujan yang hampir setiap tahun terjadi. KLB tahun terakhir dapat dilihat dalam Gambar 1.
biasanya terjadi pada bulan Mei dan mencapai Penderita DBD di Kabupaten Banjar mengikuti
puncaknya pada bulan Juli dan Agustus.
2
trend kejadian hujan. Penderita meningkat pada
Curah hujan mempengaruhi kehidupan nyamuk bulan Desember–Januari dan semakin turun hingga
dengan dua cara, yaitu menyebabkan naiknya bulan April. Curah hujan tinggi terjadi mulai bulan
kelembaban udara dan menambah tempat Oktober dan terus naik hingga bulan Januari, dan
perindukan. Setiap 1 mm curah hujan menambah akhirnya mengalami penurunan pada bulan
kepadatan nyamuk satu ekor, akan tetapi curah Februari dan Maret (gambar 2).
hujan sebesar 140 mm dalam seminggu akan
172 Jurnal Buski Vol. 4, No. 4, Desember 2013, Hal. 171 - 174
Sulasmi S. Kejadian DBD berdasar data curah hujan
angka optimum untuk perkembangbiakan dan rata-rata jumlah kasus DBD pada kondisi
aktifitas nyamuk, yaitu antara 27-28°C. 3 permukiman di Jakarta Timur tidak menunjukkan
Munculnya kasus DBD dapat dijelaskan dengan perbedaan yang signifikan dengan tingkat
nilai indeks cuaca musiman (IC_DBD) dengan kepercayaan 95%. Variabilitas cuaca musiman
tingkat akurasi 81%. Nilai ambang batas IC_DBD dapat dipergunakan sebagai prekursor terhadap
peringatan dini DBD adalah pada kondisi potensial kasus DBD dengan tingkat akurasi 81% dengan
(78-104). Nilai IC_DBD, cenderung tinggi pada jeda waktu 2 (dua) bulan.
Jurnal Buski Vol. 4, No. 4, Desember 2013, Hal. 171 - 174 173
Sulasmi S. Kejadian DBD berdasar data curah hujan
174 Jurnal Buski Vol. 4, No. 4, Desember 2013, Hal. 171 - 174
dkk.) BALABA Vol. 10 No. 02, Desember 2014: 71-76
at di KEPADATAN JENTIK VEKTOR DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) Aedes sp. DI DAERAH
inon ENDEMIS, SPORADIS DAN POTENSIAL KOTA SEMARANG, PROVINSI JAWA TENGAH
atas.8
LARVAE DENSITY OF DENGUE HEMORRHAGIC FEVER (DHF) VECTOR Aedes sp.
ikasi IN ENDEMIC, SPORADIC AND POTENTIAL AREA IN SEMARANG CITY ,
CENTRAL JAVA PROVINCE
ABSTRAK
on, Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus Dengue dan ditularkan oleh nyamuk
Aedes aegypti. Kota Semarang merupakan daerah endemis DBD dengan jumlah kasus sebanyak 5.538 kasus,
IR 36,75/10.000 penduduk dan CFR 0,8% (tahun 2010). Data kepadatan vektor dapat digunakan untuk menentukan tindakan
pengendalian vektor yang tepat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghitung HI, CI, BI, DF, dan Angka Bebas Jentik
man (ABJ) Aedes sp. di daerah endemis, sporadis dan potensial DBD. Jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan cross
mal sectional. Metode pelaksanaan survei jentik dengan single larva. Populasi adalah seluruh rumah di Kelurahan
ang Sendangmulyo, Terboyo Wetan, dan Pesantren. Pengambilan sampel penelitian menggunakan metode purposif. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa angka HI (53,75%), CI (30,77%), BI (75%), dan DF (7) tertinggi di Kelurahan Terboyo
Oleh Wetan (sporadis). Angka ABJ di semua lokasi penelitian < 95%. Kepadatan jentik daerah sporadis lebih tinggi dibanding
miah daerah endemis DBD. Kepadatan jentik tidak berkorelasi dengan stratifikasi endemisitas wilayah DBD.
eng
aria Kata kunci: kepadatan jentik, endemis, sporadis, potensial, DBD
ahui ABSTRACT
ssia Dengue Hemorrhagic Fever is a communicable disease caused by the dengue virus and transmitted by Aedes aegypti.
L.) Semarang City is an DHF endemic area with 5.538 cases, IR 36,75/10.000 population and CFR 0,8% (in 2010). The vector
density data can be used to determine the appropriate vector control. The purpose of this study was to calculate HI, CI, BI,
DF and figures larva free (ABJ) of Aedes sp in endemic, sporadic, and potential area. This study was descriptive with cross
sectional study. Larvae survey with single larvae method. The population of this study are all of houses in Sendangmulyo,
Terboyo Wetan, and Pesantren. The sample had taken by purpossive sampling method. The result of study showed that HI
(53.75%), CI (30.77%), BI (75%) and DF (7) highest in Terboyo Wetan (sporadic area). ABJ at all research location < 95%.
hap. The density of larvae in sporadic area was higher than endemic areas. The density of larvae was not correlated with
stratification of dengue endemicity region.
mpel
eng Keywords: larvae density, endemic, sporadic, potential, DHF
igi,
oses PENDAHULUAN Kota Semarang termasuk daerah endemis
kan Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah DBD, tahun 2010 menempati peringkat pertama di
man penyakit menular yang disebabkan oleh virus Jawa Tengah. Pada tahun 2008 terdapat 5.249 kasus
ecil Dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti.
1
dengan IR 36,08/10.000 penduduk dan CFR 0,3%.
mber DBD dapat menyerang semua golongan umur dan Pada tahun 2009 mengalami penurunan menjadi
hap lebih banyak menyerang anak-anak, tetapi dalam 3.883 kasus dengan IR 26,21/10.000 penduduk dan
a in dekade terakhir ini dilaporkan ada kecenderungan CFR 1,1%, tetapi pada tahun 2010 meningkat
uler, kenaikan proporsi penderita pada orang dewasa.
2
kembali menjadi 5.538 kasus dengan
ogi Penyebaran DBD terutama terjadi di kota-kota besar IR 36,75/10.000 penduduk dan CFR 0,8%.6
yang padat penduduknya dengan mobilitas tinggi Upaya untuk mengatasi permasalahan DBD
sehingga sering terjadi kejadian luar biasa (KLB).
3,4
ini melalui penelitian untuk mencari vaksin dan obat
ntal Jumlah kasus yang dilaporkan cenderung meningkat antivirus telah dilakukan, akan tetapi sampai saat ini
ntal dari tahun ke tahun dengan daerah penyebaran hasilnya belum memuaskan. Alternatif lain yang
semakin luas.
5
ang dapat dilakukan adalah dengan mengendalikan
71
Kepadatan Jentik .............(Eva Lestari, dkk..) BAL
72
awati) BALABA Vol. 10 No. 02, Desember 2014: 71-76
Tabel 2. Kepadatan Jentik di Kelurahan Sendangmulyo, Terboyo Wetan, dan Pesantren Kota Semarang Bulan Januari-
Februari 2011
Keterangan:
n = jumlah sampel
Tabel 2 menunjukkan bahwa daerah dengan di semua lokasi penelitian kurang dari 95%. Density
angka HI, CI, dan BI tertinggi berada di Kelurahan Figure ditentukan dengan cara mencocokkan angka
Terboyo Wetan. Sedangkan HI, CI, dan BI terendah HI, CI, dan BI pada tabel larva indeks.
berada di Kelurahan Pesantren. Angka bebas jentik
Tabel 3. Density Figure di Kelurahan Sendangmulyo, Terboyo Wetan, dan Pesantren Tahun 2011
Tabel 4. Keberadaan Jentik pada Berbagai Macam Kontainer di Kelurahan Sendangmulyo, Terboyo Wetan, dan Pesantren
73
Kepadatan Jentik .............(Eva Lestari, dkk..) BAL
Kontainer dalam rumah yang positif jentik di kontainer yang banyak dijumpai jentik. Jenis KES
Kelurahan Sendangmulyo paling banyak ditemukan kontainer dalam rumah di Kelurahan Pesantren yang
pada bak mandi/WC. Sedangkan di luar rumah jenis positif jentik banyak ditemukan di bak mandi/WC nila
kontainer yang banyak ditemukan jentik adalah jenis dan di luar rumah jenis kontainer yang positif jentik Ae.
kontainer yang bukan merupakan tempat hanya ditemukan pada tempayan. 90,3
penampungan air sehari-sehari (non TPA), antara Identifikasi jentik dilakukan di laboratorium
lain tempat minum burung, barang bekas, pot terpadu Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas SAR
tanaman, tempat tiang bendera, kolam, dan lain-lain. Diponegoro menggunakan alat bantu mikroskop
Di Kelurahan Terboyo Wetan jenis kontainer dalam dengan perbesaran 100x. Hasil identifikasi pene
rumah yang positif jentik paling banyak ditemukan didapatkan dua spesies Aedes, yaitu Aedes aegypti mod
di bak mandi/WC. Di luar rumah, drum merupakan dan Aedes albopictus. peng
Tabel 5. Persentase Jentik Ae. aegypti dan Ae. albopictus
UCA
Spesies Aedes sp.
Aedes aegypti Aedes albopictus
Kelurahan reka
D L Total D L Total
n % n % n % n % n % n %
dala
Sendangmulyo 128 68,09 60 31,91 188 100 4 50 4 50 8 100
Terboyo Wetan 63 91,30 6 8,70 69 100 0 - 0 - 0 - DAF
Pesantren 46 100 0 0 46 100 0 0 5 100 5 100 1.
Keterangan: n = jumlah sampel
D = dalam 2.
L = luar
74
wati) BALABA Vol. 10 No. 02, Desember 2014: 71-76
ada Rasyad pada tahun 1997 di Kecamatan Banyumanik yang paling tinggi dimiliki daerah sporadis,
ena Kota Semarang yang menyatakan bahwa Angka HI, kemudian diikuti daerah endemis, dan yang paling
muk CI, BI di daerah endemis lebih rendah daripada rendah di daerah potensial. Di daerah endemis angka
nol. 16
daerah sporadis. Upaya pemerintah dalam DF mempunyai skala 5, artinya daerah ini
bau mengantisipasi kenaikan dan penyebaran penyakit mempunyai risiko penularan sedang. Di daerah
uan DBD melalui program pencegahan/pemberantasan sporadis angka DF mempunyai skala 7, artinya
dilakukan berdasarkan prioritas. Daerah wabah akan daerah ini mempunyai risiko penularan tinggi. Di
tara mendapat prioritas utama, disusul daerah endemis, daerah potensial angka DF mempunyai skala 4,
eda sporadis, dan terakhir daerah potensial.17 Oleh karena artinya daerah ini mempunyai risiko penularan
elan daerah endemis DBD sudah mendapat intervensi sedang. Daerah yang memiliki risiko tinggi
nya dari pemerintah setempat, maka kepadatan jentik di penularan DBD merupakan daerah sporadis, bukan
ping daerah endemis lebih rendah. Hal ini menunjukkan daerah endemis. Daerah endemis dalam penelitian
ET, keberhasilan program pemerintah dalam ini mengambil daerah penelitian di Kelurahan
ebih menurunkan angka kepadatan jentik di daerah Sendangmulyo karena daerah ini merupakan daerah
sion endemis DBD. Selain itu, sebagian besar penduduk dengan kasus DBD paling tinggi di Kota Semarang.
Kelurahan Sendangmulyo memiliki tingkat Walaupun Kelurahan Sendangmulyo terdapat kasus
aitu pendidikan yang tinggi. Masyarakat dengan DBD tinggi dan tergolong daerah endemis, daerah
gan pendidikan tinggi diharapkan lebih banyak ini memiliki kepadatan jentik yang tergolong sedang
kan mengetahui informasi tentang upaya pencegahan berdasarkan nilai DF yang didapat. Kepadatan jentik
uhi terjadinya DBD dari berbagai sumber dan media.
18
dalam penelitian ini tidak berkorelasi dengan
ini Adanya pengetahuan masyarakat tentang DBD akan stratifikasi endemisitas wilayah DBD. Salah satu hal
lasi mendorong masyarakat dalam melakukan upaya yang berperan dalam hal ini yaitu mobilitas
upa pencegahan DBD misalnya kegiatan PSN sebagai penduduk. Mobilitas penduduk sangat berpengaruh
han upaya pengendalian vektor, sehingga dapat terhadap penularan DBD. Mobilitas penduduk akan
menurunkan angka kepadatan jentik. memudahkan penularan dari suatu tempat ke tempat
elah Kepadatan jentik di Kelurahan Terboyo yang lainnya. Semakin tinggi mobilitas makin besar
ah,7 Wetan tergolong tinggi. Berdasarkan hasil kemungkinan penyebaran penyakit DBD.
19
api, penelitian, jenis kontainer yang paling banyak Tingginya kasus DBD di Kelurahan Sendangmulyo
elan ditemukan di Kelurahan Terboyo Wetan berupa bak dapat dipengaruhi adanya mobilitas penduduknya
nya mandi/WC. Bak mandi merupakan tempat yang tinggi. Penularan DBD dapat terjadi di sekolah,
dan perkembangbiakan nyamuk yang potensial.4 Bak tempat kerja, pasar, rumah sakit, saat berkunjung ke
ung mandi mempunyai ukuran yang cukup besar rumah saudara, dan sebagainya.
ang sehingga air yang ada di dalam bak mandi tidak cepat
gap dikuras. Kondisi bak mandi yang berada di dalam KESIMPULAN
ena rumah sangat menguntungkan nyamuk Aedes untuk Angka kepadatan jentik Aedes sp. di daerah
dap berkembang biak karena kurangnya cahaya dari luar. endemis lebih rendah daripada daerah sporadis
um. Keadaan rumah yang sedikit gelap dengan suhu yang DBD. Kepadatan jentik tidak berkorelasi dengan
duk tidak terlalu tinggi atau rendah, serta kelembaban stratifikasi endemisitas wilayah DBD. Daerah
udara di dalam rumah yang lebih tinggi juga endemis belum tentu kepadatan jentiknya tinggi,
gan mendukung perkembangbiakan nyamuk.
4
sehingga tingginya kasus tidak dipengaruhi oleh
han Kepadatan jentik di Kelurahan Pesantren kepadatan jentik tetapi dapat dipengaruhi faktor-
dari paling rendah. Sebagian besar rumah di kelurahan faktor lain seperti mobilitas penduduk.
kan tersebut tidak mempunyai tempat penampungan air
dari berupa bak mandi, tetapi lebih banyak memakai SARAN
Jika ember sebagai tempat penampungan air untuk Perlu dilakukan intervensi untuk pencegahan
ypti keperluan sehari-hari. Ember memiliki ukuran penyakit DBD dan pengendalian vektor nyamuk
dian relatif kecil sehingga air akan cepat habis dan lebih yang tidak hanya dilakukan pada daerah endemis
sering diganti dengan air yang baru. Hal ini akan saja, tetapi juga daerah sporadis dan potensial DBD.
meminimalkan siklus hidup nyamuk. Peran aktif masyarakat dalam kegiatan PSN penting
Angka DF di daerah endemis, sporadis, dan untuk mendukung program pengendalian vektor.
potensial berturut-turut adalah 5, 7, dan 4. Angka DF
75
Kepadatan Jentik .............(Eva Lestari, dkk..) BAL
Tabe
76
Aspirator, Vol. 6, No. 1, 2014 : 29-34
29
Kondisi Entomologi...(Prasetyowati et al)
30
Aspirator, Vol. 6, No. 1, 2014 : 29-34
31
Kondisi Entomologi...(Prasetyowati et al)
Tabel 3. Jumlah Rumah dan Kontainer yang pengetahuan warga RW 11. Hal ini sesuai
Diperiksa dengan hasil penelitian Rotua7 yang
No. Komponen S menunjukkan adanya pengaruh pengetahuan
tentang DBD dengan perilaku pengendalian
1. Bangunan yang diperiksa 103
DBD.
2. Bangunan positif 35
3. House Index (HI) 33,98 Keberhasilan dalam melakukan upaya
4. Kontainer yang diperiksa 421 pengendalian Aedes spp. yang dilakukan
5. Kontainer positif 47 oleh warga terlihat pada indeks entomologi
6. Container Index (CI) 11,1 daerah tersebut. Angka kepadatan larva ini
7. Bretau Index (BI) 45,63
apabila dihubungkan dengan menggunakan
angka kepadatan vektor dari WHO (density
figure), maka RW 11 Kelurahan Baros berada
PEMBAHASAN pada skala 4 dan 5. Berdasarkan indikator CI
RW 11 Kelurahan Baros memiliki density
Wilayah RW 11 Kelurahan Baros figure 4, sedangkan berdasar indikator HI
berada di Perumahan Baros Kencana (PBR). dan BI, memiliki density figure 6. Hal ini
Masyarakat yang mendiami area RW 11 ini menunjukkan bahwa daerah ini memiliki
terdiri dari multi etnis dengan jenis pekerjaan risiko penularan sedang terhadap penyebaran
mayoritas pegawai. Sumber air di kawasan penyakit DBD.
ini tidak hanya dari PAM tapi ditambah
dengan sumur gali dan sumur bor. Hal ini Beberapa jenis kontainer yang
disebabkan karena debit air PAM yang ditemukan di RW 11 dan merupakan tempat
semakin sedikit dan tidak bisa menjangkau perkembangbiakan Aedes spp. Bak mandi
memenuhi kebutuhan seluruh pelanggan di merupakan jenis kontainer yang juga dominan
perumahan ini. namun jumlahnya lebih sedikit dari ember.
Jika dilihat dari hasil kontainer terbanyak
Berdasarkan hasil wawancara, yang ditemukan, dapat diketahui bahwa
masyarakat RW 11 melakukan berbagai masyarakat di RW 11 menggunakan ember
upaya pengendalian Aedes spp. Dari berbagai sebagai tempat penampungan air. Masyarakat
upaya yang dilakukan, upaya terpadu di RW 11 sudah menggunakan desain kamar
merupakan upaya yang paling banyak mandi yang modern menggunakan shower dan
dilakukan. Sedangkan upaya yang paling penampungan air sementara menggunakan
sedikit dilakukan adalah upaya peraturan ember. Kondisi ini berbeda dengan penelitian
dan biologi. Upaya peraturan berupa adanya Widjaya di Kota Palu Sulawesi Tengah
sanksi terhadap rumah yang ditemui adanya tahun 2011 yang menyatakan bahwa bak
jentik belum banyak diterapkan di masyarakat mandi merupakan jenis kontainer yang
RW 11. Upaya biologi juga merupakan paling dominan ditemukan sebagai tempat
upaya yang paling sedikit dilakukan. Hal ini berkembangbiaknya Aedes spp. (51,8%).8
dikarenakan upaya biologi dianggap kurang Hal ini dapat dipahami mengingat keberadaan
efektif dalam mengendalikan Aedes spp. bak mandi merupakan tempat penampungan
Dilihat dari variasi jenis upaya utama pada banyak rumah tangga sehingga
pengendalian, diduga bahwa tingkat hampir semua rumah sampel memiliki bak
pengetahuan masyarakat RW 11 Kelurahan mandi.
Baros mengenai pengendalian DBD sudah Pada kedua jenis kontainer yang
tinggi. Adanya penyuluhan dari petugas dominan ini hanya sedikit yang ditemukan
Puskesmas, brosur-brosur DBD, dan positif jentik. Hal ini diduga karena ember/
informasi dari berbagai media elektronik padasan hanya merupakan penampungan
dan cetak berkontribusi dalam meningkatkan
32
Aspirator, Vol. 6, No. 1, 2014 : 29-34
air sementara yang airnya habis digunakan positif paling banyak. Ada kalanya kontainer
tiap hari. Dengan habisnya air secara tidak yang paling sedikit ditemukan, seperti
langsung proses pengurasan terjadi, nyamuk ban bekas, memiliki persentase kontainer
tidak sempat berkembangbiak di ember atau positif yang tinggi. Fock12 menjelaskan,
padasan. Pengetahuan masyarakat akan kontainer yang jarang ditemukan namun
pentingnya menguras bak mandi untuk memiliki produktivitas yang tinggi disebut
mengendalikan populasi Aedes juga menjadi rare but extremely productive container
alasan bak mandi jarang ditemukan jentik (REPC). Kontainer REPC ini perlu perhatian
di dalamnya. Menurut Gandahusada, dkk,9 lebih karena produktivitasnya yang tinggi
pengurasan tempat-tempat penampungan dan seringkali tidak banyak diperhatikan
air perlu dilakukan secara teratur sekurang- sebelumnya.
kurangnya seminggu sekali agar nyamuk
tidak dapat berkembangbiak di tempat itu.
KESIMPULAN
Jenis kontainer yang banyak ditemukan
jentik pada survei ini adalah dispenser Pengendalian vektor yang dilakukan
(58,8%) dan plastik/barang bekas (57,1%). masyarakat RW 11 Kelurahan Baros
Letak penyimpanan air dispenser seringkali dikelompokkan menjadi pengendalian
tersembunyi, sehingga jarang terlihat dan secara budaya, fisik, biologi, kimia, dan
terlupakan.10 Demikian halnya plastik dan pengendalian secara terpadu, dengan
barang bekas yang seringkali berada di luar jenis upaya pengendalian tertinggi adalah
rumah. Menurut Miller11, kontainer dapat pengendalian terpadu (37,6%). Indikator
dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu entomologi RW 11 Kelurahan Baros adalah
controllable sites (CS) adalah kontainer yang HI = 33,98%; CI = 11,1%; BI = 45,63%.
dapat dikendalikan oleh manusia dengan Berdasarkan indikator CI RW 11 Kelurahan
cara menguras dan menutup untuk mencegah Baros memiliki density figure 4, sedangkan
perkembangbiakan nyamuk. Disposable berdasar indikator HI dan BI, memiliki
sites (DS) merupakan jenis TPA yang tidak density figure 6. Hal ini menunjukkan bahwa
dapat dikontrol karena merupakan sampah daerah ini memiliki risiko penularan sedang
dan biasanya terdapat di luar rumah serta terhadap penyebaran penyakit DBD.
tidak dapat digunakan dalam rumah tangga.
Namun, bila terisi air hujan dapat menjadi SARAN
tempat perkembangbiakan nyamuk jika tidak
dibersihkan atau dikubur. Undercontrol sites Saran yang bisa disampaikan dalam
adalah tempat yang selalu terkontrol, seperti penelitian ini adalah perlunya penyuluhan
kolam dan akuarium yang berisi ikan dan untuk pengendalian populasi Aedes pada
tidak terdapat larva Aedes aegypti. kontainer Disposable sites (DS) yang sering
Jika mencermati kontainer yang positif tidak terperhatikan oleh masyarakat.
jentik yakni dispenser dan plastik atau barang
bekas, dapat diketahui bahwa banyak rumah UCAPAN TERIMA KASIH
tangga yang tidak memperhatikan kontainer
ini dan membiarkannya terisi air. Hal ini Ucapan terima kasih disampaikan
tentu sangat berpotensi sebagai tempat Kepada Kementerian Kesehatan R.I. melalui
perkembangbiakan nyamuk. Perbedaan Badan Litbang Kesehatan yang memberikan
hasil persentase kontainer positif pada dukungan pembiayaan dan pembinaan dalam
penelitian ini sangat mencolok. Kontainer pelaksanaan penelitian ini. Ucapan terima
yang paling banyak ditemukan, contohnya kasih juga disampaikan kepada Pemerintah
bak mandi, belum tentu menjadi kontainer Kota Sukabumi beserta seluruh jajarannya
33
di dinas kesehatan, puskesmas, kelurahan, 7. Rotua Sumihar Sitorus. Perilaku Mas-
para ketua RT/RW Kelurahan Baros atas yarakat dalam Pencegahan Penyakit
dukungan baik moril maupun materiil Demam Berdarah Dengue di Puskesmas
sehingga penelitian ini bisa dilaksanakan Medan Johor Kota Medan. 2009. http://
library. usu.ac.id /index.phpcomponent/
dengan baik.
journals/index.php?option=com_ journal_
review&id=13719&task=view. [Diakses
DAFTAR PUSTAKA tanggal 13 November 2013]
8. Widjaja. Keberadaan Kontainer Sebagai
1. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat Faktor Risiko Penularan Demam Berdarah
(2010). Profil Kesehatan Provinsi Jawa Dengue di Kota Palu, Sulawesi Tengah.
Barat Tahun 2009. Aspirator. 2011; 3(2): 82-88.
2. Dinas Kesehatan Kota Sukabumi (2010). 9. Gandahusada, Sriasi. Parasitologi Kedokter-
Profil Kesehatan Kota Sukabumi Tahun an. Edisi 3. Cetakan ke-6 Jakarta: Balai
2009. Penerbit FKUI. 2006.
3. Hasyimi M, Soekirno M. Pengamatan 10. Sang GP, Tri Baskoro. Maya Index dan
Tempat Perindukan Aedes aegypti pada Kepadatan Larva Aedes aegypti terhadap
Tempat Penampungan Air Rumah Tangga Infeksi Dengue. Makara, Kesehatan, Vol.
pada Masyarakat Pengguna Air Olahan. 16, No. 2, Desember. 2012; 57-64
Jurnal Ekologi Kesehatan. 2004; 3(1): 37- 11. Miller JE, Martínez-Balanzar A, Gazga-
42. Salinas D. Where Aedes aegypti Live in
Guerrero; Using the Maya Index to Measure
4. Soegijanto S, Demam Berdarah Dengue di
Breeding Risk. In: Halstead SB, Gómez-
Indonesia, Edisi 2, Airlangga University
Dantés H. editors. Dengue: A worldwide
Press. 2006. Surabaya.
problem, a common strategy. México,
5. Wakhyulianto. Uji Daya Bunuh Ekstrak D.F.: Ministry of Health, Mexico, and
Cabai Rawit (Capsicum frutescens L) RockefellerFoundation. 1992; p. 311-317.
terhadap Nyamuk Aedes aegypti. Skripsi. F. 12. Focks DA, Chadee DD., Pupal Survey: An
Olahraga, IKM. UNNES. 2005. Epidemiologically Significant Surveillance
6. Service MW. Mosquito Ecology Field Method for Aedes aegypti: An Example
Sampling Methods. Chapman and Hall. Using Data from Trinidad. Am J Trop Med
London. 1993. Hyg. 1997; 56(2):159-167.
34
KESEHATAN LINGKUNGAN
Abstrak
Demam Berdarah Dengue (DBD) menjadi wabah nasional pada tahun 2006, termasuk Makassar dan beberapa kabupaten di Sulawesi Selatan. Jumlah ka-
sus DBD di kecamatan Rappocini tahun 2006 adalah 160 kasus tanpa kematian. Penelitian bertujuan untuk mengetahui berbagai bentuk partisipasi
masyarakat untuk menciptakan lingkungan sehat dalam upaya penanggulangan DBD. Penelitian dilaksanakan di kecamatan Rappocini yang merupakan dae-
rah endemis DBD. Jenis penelitian adalah penelitian observasional dengan pendekatan deskriptif. Sampel adalah kepala keluarga yang ada di Kelurahan
Bonto Makkio dan Kelurahan Gunung Sari sebesar 300 KK. Analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif dari setiap variabel. Hasil penelitian me-
nunjukkan bahwa partisipasi masyarakat terhadap upaya penanggulangan DBD rendah sebesar 68%. Bentuk partisipasi berupa kebiasaan membersihkan
lingkungan, kebiasaan menguras tempat penampungan air, kebiasaan menutup tempat penampungan air, dan kebiasaan menggantung pakaian. Berdasarkan
hasil penelitian maka direkomendasikan kebijakan penanggulangan DBD perlu mendapat payung hukum berupa peraturan daerah yang memberikan denda
administrasi bagi masyarakat serta membentuk kader pemantau jentik yang berbasis keluarga yang diperankan oleh ibu rumah tangga.
Kata kunci : Partisipasi masyarakat, DBD, pemantau jentik
Abstract
Dengue haemorrhagic fever (DHF) has become a national epidemic in 2006, including Makassar and several municipalities in South Sulawesi. DHF patients
in 2006 counted 877 patients and 17 people were death (CFR=1.93%). The Prevalence of DHF in Rappocini district at the same year was 160 cases with no
mortality case or CFR=0. The objective of this study is to know the forms of community participation in creating healthy environment to combat DHF. This
study is conducted in Rappocini district which is a DHF endemic area. This study is observational and descriptive. Sample is family head of population in sub-
district of Bonto Makkio and sub-district of Gunung Sari which counted 300 family head. Sample is withdrawn by purposive sampling. Data is analyzed by des-
criptive analysis from each variable. The result of the study indicates that the community participation is still low towards the effort of combating DHF (68%).
The types of participation include habit to clean environment, habit to drain water container, habit to cover water container, and habit to hang the clothes. This
study recommends policy to combat DHF which provide administrative penalty and also forming family-based larva controller group which empowers house-
wives.
Key words : Community participation, DHF, larva controller
*Peminatan Epidemiologi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIK) Makassar, Jl. Maccini Raya No.197 Kec. Panakukang Kota Makassar (e-mail: syatrianisri@yahoo.co.id)
**Peminatan Epidemiologi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIK) Makassar, Jl. Maccini Raya No.197 Kec. Panakukang Kota Makassar (e-mail: essepuji@yahoo.co.id)
***Peminatan Epidemiologi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIK) Makassar, Jl. Maccini Raya No.197 Kec. Panakukang Kota Makassar (e-mail: susi_stikma@yahoo.com)
219
KESMAS, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 3, No. 5, April 2009
Dengue Haemorhagic Fever atau Demam Berdarah jumlah kasus dan fatalitas tahun 2005 (195 kasus dan
Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang dise- 2,56), tahun 2006 menurun menjadi 160 dan CFR=0%.4
babkan virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nya-
muk Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Sampai kini, Metode
DBD masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang Penelitian dengan desain diskriptif cross sectional ini
penting karena tingkat keganasan, jumlah kasus dan bertujuan untuk mengetahui partisipasi masyarakat men-
tingkat endemisitas yang tinggi. Selain itu, penyebaran ciptakan lingkungan sehat untuk penanggulangan
penyakit sulit dikendalikan serta obat dan vaksin efektif Demam Berdarah Dengue di Kota Makassar. Penelitian
yang belum tersedia. Sekitar 2,5–3,0 milyar yang dilaksanakan pada bulan Agustus - September 2007.
bermukim di daerah tropis dan subtropis berisiko tinggi Populasi adalah semua kepala keluarga yang ada di
penyakit DBD. Setiap tahun, sekitar 102 negara di dunia Kelurahan Bonto Makkio dan Kelurahan Gunung Sari
meliputi Asia (42) Afrika (20) dan Wilayah Pasifik Barat Kecamatan Rappocini. Sampel adalah kepala keluarga
(29) melaporkan 250.000-500.000 kasus DBD. Pada pe- yang ada di Kelurahan Bonto Makkio dan Kelurahan
riode 50 tahun terakhir, insiden DBD meningkat 30 kali Gunung Sari. Jumlah sampel di tiap kelurahan meliputi
lebih besar dari periode sebelumnya.1 Di negara Asia, Kelurahan Bonto Makkio (100) dan Kelurahan Gunung
DBD termasuk 10 penyebab utama kesakitan dan kema- (200). Penarikan sampel dilakukan dengan metode pur-
tian. Negara dengan tingkat endemisitas kategori A, posive sampling dengan kriteria bersedia menjadi re-
DBD di Asia Tenggara meliputi Indonesia, Myanmar, dan sponden dan berada wilayah kumuh dan wilayah tidak
Thailand. Pada tahun 2003, frekuensi DBD tertinggi di kumuh. Sumber data yang digunakan adalah sumber da-
Asia Tenggara adalah Thailand yang melaporkan 62.767 ta primer yang diperoleh dari hasil wawancara responden
kasus. Pada tahun 2006, 10 dari 11 negara Asia tenggara dengan menggunakan kuesioner, dan observasi lingkun-
melaporkan kasus DBD dan Indonesia menggeser posisi gan perumahan dan pemeriksaan jentik menggunakan in-
Thailand menempati urutan tertinggi. strumen lembar observasi. Data yang telah dikumpulkan
Di Indonesia, pada periode 1968 - 2007, jumlah ka- diolah dengan menggunakan program Statitiscal Package
sus dan kematian pada tiap KLB DBD mengalami pe- for Services Solution (SPSS). Analisis data dilakukan
ningkatan yang sangat progresif. Pada KLB pertama di dengan analisis deskriptif dari setiap variabel penelitian
Surabaya, 1968 jumlah kasus dan kematian dilaporkan dan pengukuran House Index (HI), Container Index
paling rendah (58 dan 24). Namun, pada tahun 2002, (CI), dan Breteau Index (BI).
jumlah kesakitan dan kematian tersebut meningkat
12.867 dan 60 kali lipat (972.133 dan 1.414).2 Angka in- Hasil
siden dan angka fatalitas DBD pada setiap KLB bervari- Secara keseluruhan, prevalensi penyakit demam
asi, tertinggi pada tahun 1998 (35,2 per 100.000 pen- berdarah yang ditemukan di wilayah Kelurahan Bonto
duduk dan 2%), tahun 2006, (114.656; 1.196 dan Makkio dan Kelurahan Gunung Sari Kecamatan
1,04%); penghujung tahun 2007, (124.815; 1.277 dan Rappocini pada penelitian ini adalah 9%. Juga ditemukan
1,02%).2 Semula, penderita terbatas pada kelompok sekitar 34% rumah termasuk dalam kondisi yang kumuh
umur < 14 tahun, kini merambah luas pada semua dengan keberadaan jentik di dalam dan sekitar rumah
kelompok umur dari bayi sampai usia lanjut. KLB yang adalah 14% (Lihat Tabel 1).
semula terbatas pada pola siklus 5 tahunan kini terjadi
setiap waktu. Kematian tertinggi justru terjadi pada Keberadaan Jentik
masyarakat miskin akibat perilaku yang tidak men- Secara keseluruhan wadah yang ditemukan mengan-
dukung kesehatan dan akses pada pelayanan kesehatan dung jentik Aedes aegypti adalah 8,9%. Distribusi ber-
yang rendah. Kini, penyakit DBD telah tersebar luas di dasarkan jenis wadah berjentik ditemukan yang ter-
seluruh provinsi di Indonesia yang mencakup 326 kabu- banyak adalah ban (100%), diikuti oleh drum (33,33%),
paten/kota.2 kolam (33,33%), pot bunga (23,07%), jerigen (14,05%)
Pada tahun 2006, Demam Berdarah Dengue yang te- gentong (8,33%), ember (6,39%) dan baskom (4,80%).
lah menjadi wabah nasional, juga melanda Kota Sedangkan yang tidak ada jentik (0%) meliputi pot
Makassar dan kabupaten lain di Sulawesi Selatan. bunga, sumur gali, dispenser, kaleng, kontainer, kulkas,
Sebelumnya, DBD sudah menjadi masalah kesehatan tempayan (Lihat Tabel 2).
dengan insiden yang meningkat setiap tahun dan risiko Selanjutnya, distribusi jenis bahan wadah yang
kematian yang tinggi. Jumlah penderita dan fatalitas berjentik Aedes aegypti ditemukan yang terbanyak adalah
DBD di Kota Makassar cenderung meningkat, pada ta- bahan karet dan seng masing masing 50%, diikuti tanah
hun 2004 (584 dan 2,05%), tahun 2005 (832 dan liat (16,36%), semen (12,00%), keramik (10,97%) plas-
2,64%), tahun 2006 (877 dan 1,93%).3 Prevalensi DBD tik (7,44%) dan yang terkecil adalah besi, fiber dan kaca
tertinggi dilaporkan di Kecamatan Rappocini dengan masing-masing 0,0% (Lihat Tabel 3).
220
Syatriani, Puji & Susilowati, Partisipasi Masyarakat Menanggulangi Lingkungan DBD
Tabel 1. Karakteristik Responden (n = 300) Indeks (3), Container Indeks (3) dan density figure (4)
yang tidak berpotensi untuk terjadi penularan penyakit
Karakteristik Variabel Katagori f % Demam Berdarah Dengue (Lihat Tabel 5).
Kejadian DBD Ada Kasus DBD 28 9,3
Kondisi Rumah Kumuh 102 33,4 Pembahasan
Keberadaan Jentik Berjentik 41 13,6 Di Indonesia, penyakit Demam Berdarah Dengue
(DBD) masih memperlihatkan kecenderungan yang se-
makin meningkat dan penyebaran yang semakin meluas.
Tabel 2. Distribusi Wadah Berjentik Aedes aegypti
Sejak KLB pertama di Surabaya pada tahun 1964 sampai
Wadah Berjentik Total Prevalensi sekarang frekuensi kejadian penyakit BDB meningkat
ribuan kali lipat dan daerah endemis mencakup hampir
Bak 20 193 10,36
Ban 1 1 100,00
seluruh provinsi di Indonesia. Penyebaran tersebut sesuai
Baskom 2 41 4,80 dengan peningkatan mobilitas dan kepadatan penduduk
Drum 1 3 33,33 yang berdampak pada lingkungan pemukiman yang tidak
Ember 22 344 6,39
Gentong 15 114 8,33
sehat yang merupakan lingkungan ideal bagi perkem-
Jerigen 17 121 14,05 bangbiakan nyamuk Aedes agypti vektor penyakit BDB.
Kolam 1 3 33,3 Pemutusan mata rantai penularan penyakit DBD da-
Pot Bunga 3 13 23,07
Sumur Gali 0 1 0.0
pat dilakukan berbagai upaya yang meliputi melenyapkan
Dispenser 0 3 0.0 virus, mengisolasi penderita, menghindari gigitan nya-
Kaleng 0 1 0.0 muk. Pemilihan lokasi penelitian Kelurahan Bonto
Kontainer 0 4 0.0
Kulkas 0 4 0.0
Makkio dan Kelurahan Gunung Sari, Kecamatan
Tempayan 0 77 0,0 Rappocini, Kota Makassar dilakukan dengan memper-
timbangkan tingkat kekumuhan kondisi pemukiman.
Total 82 923 8,9
Daerah kumuh ditentukan berdasarkan pada sarana dan
prasarana air bersih, tingkat kepadatan penduduk, kon-
disi rumah semi permanen yang kumuh juga mencakup
Tabel 3. Distribusi Jenis Bahan Wadah Menurut Keberadaan Jentik lokasi pemukiman warga dalam tatanan ruang yang tidak
teratur, pembiayaan yang terbatas. Dalam keadaan yang
Bahan Wadah Berjentik Total %
demikian pengelolaan sampah dilakukan oleh masya-
Karet 1 2 50,00 rakat sendiri dengan cara tradisional.4
Seng 1 2 50,00
Tanah Liat 9 55 16,36
Semen 12 100 12,00 Jenis Tempat Penampungan Air
Keramik 9 82 10,97 Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Plastik 50 672 7,44
(1995) nyamuk Aedes aegypti merupakan vektor penya-
Besi 0 4 0,00
Fiber 0 4 0,00 kit DBD. Vektor tersebut berkembang biak dengan mu-
Kaca 0 2 0,00 dah apabila di lingkungan tersebut terdapat tempat-
tempat penampungan air bersih, baik bersifat sementara
Jumlah 82 923 8,88
atau yang bersifat permanen seperti bak mandi, drum,
gentong, dan pot serta berbagai tempat genangan air
yang tidak kontak secara langsung dengan tanah. Air
Partisipasi Masyarakat bersih di rumah umumnya menggunakan bak dan ember
Partisipasi masyarakat terhadap penanggulangan plastik yang harus ditutup rapat dan paling sedikit dua
DBD dilihat dari kebiasaan membersihkan lingkungan kali seminggu harus dibersihkan atau dikuras. Bak dan
dan kebiasaan menguras dan menutup tempat ember plastik seharusnya diletakkan di tempat yang tidak
penampungan air. Penelitian ini menemukan secara mudah dicemari, lebih tinggi dari lantai, jauh dari tempat
umum partisipasi masyarakat rendah (68%) responden sampah dan selalu tertutup rapat. Wadah air yang tidak
yang membersihkan lingkungan setiap hari (64%), secara rutin dibersihkan merupakan tempat yang poten-
menguras tempat penampungan air sebesar 164 (55%), sial bagi perkembangbiakan jentik Ae. aegypti. Wadah se-
menutup tempat penampungan air (60%) dan yang lalu dibersihkan dengan baik dengan jarak waktu dua
mempunyai kebiasaan menggantung pakaian sebesar kali seminggu, dapat memutuskan siklus hidup nyamuk
(69%) (Lihat Tabel 4). Ae.aegypti dan dapat menurunkan kepadatan Aedes ae-
gypti.
Kepadatan Jentik Studi jentik di sembilan kota, menemukan bahwa
Penelitian ini menemukan nilai density figure House kontainer yang disukai oleh jentik berturut-turut adalah
221
KESMAS, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 3, No. 5, April 2009
222
Syatriani, Puji & Susilowati, Partisipasi Masyarakat Menanggulangi Lingkungan DBD
kebijakan sebagai berikut: kebijakan penanggulangan 3. Dinas Kesehatan Kota Makassar. Profil kesehatan kota Makassar.
Demam Berdarah Dengue perlu mendapat payung hu- Makasar: Dinas Kesehatan Kota Makassar; 2006.
kum berupa peraturan daerah yang mana peraturan 4. Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Propinsi Sulawesi Selatan.
daerah ini memberikan denda administrasi bagi mas- Identifikasi kawasan kumuh Sulawesi Selatan, proyek peningkatan ku-
yarakat yang tidak melakukan pemberantasan breeding alitas lingkungan. 2002.
place dari Aedes aegypti. Membentuk kader pemantau 5. Wahiduddin. Analisis faktor yang berhubungan dengan kejadian demam
jentik yang berbasis keluarga yang diperankan oleh Ibu berdarah dengue (DBD) di wilayah puskesmas Kassi-Kassi kota
Rumah Tangga (ibu pemantau jentik/Bu-Mantik) melalui Makassar [tesis]. Makasar: Universitas Hasanuddin; 2003.
pelatihan secara bertahap yang melibatkan unsur PKK 6. Ahmad, Hamsir. Analisis efektifitas fogging fokus dan diskusi kelompok
atau organisasi setingkat kelurahan. (Saran yang disam- terarah menutup, menguras dan mengubur (KDT 3 M) terhadap penu-
paikan ini belum pernah disinggung dalam pembahasan). runan densitas jentik nyamuk aedes aegypti di wilayah kumuh endemis
kota Makassar [tesis]. Makasar: Universitas Hasanuddin; 2007.
Daftar Pustaka 7. Widyana. Faktor-faktor risiko yang mempengaruhi kejadian DBD di
1. WHO. Climate change and human health – risk & responses [edisi kabupaten Bantul. Jurnal Epidemiologi. 1998; 1.
2002, diakses tanggal 21 Mei 2006]. Diunduh dari: 8. Cussi, Lestari. Upaya mengatasi faktor-faktor penghambat
http://www.cdc.gov/ncidod/dvbid/dengue. pemberantasan demam berdarah dengue. Majalah Kedokteran
2. Departemen Kesehatan RI. Menuju desa bebas demam berdarah deng- Indonesia. 2005; 55 (11).
ue. Jakarta: Dirjen PPM dan PLP; 2002.
223
ASPIRATOR, 6(2), 2014, pp. 55-62
Hak cipta ©2014 - Loka Litbang P2B2 Ciamis
Utilization of ASTER image in the determination and verification Dengue Hemorrhagic Fever
(DHF) prone areas in Banjar city, West Java
Abstract. Distribution of Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) can be viewed from geospatial perspective
elaborating temperature, rain fall, humidity, and certain land uses information. Remote sensing and GIS
approach can be used as effective tool on dengue prevention and control policies. The aim of this study was
to identify vulnerable dengue areas in Banjar, West Java through image verification. This study is an
observational study with cross sectional analysis conducted in Banjar in March to October 2012 with a
sample from the entire population suffering from dengue at all ages as well as environmental conditions.
As for the single sample larvae method. Results showed that the area of DF high vulnerability zones in
Banjar was 18.29%,, moderate zone (63.45%) and less vulnerable zone (18.27%). The map verification was
done high and moderate vulnerability zones were classified into dengue-prone classes, while low
vulnerability zone was grouped into dengue-free zone. In conclusion, the accuracy was reached 94.74% and
it was indicated that dengue cases was mostly spreaded in dengue-prone areas.
Keywords: geographic information system, remote sensing, dengue fever, Banjar city, ASTER
Abstrak. Penyebaran virus Demam Berdarah Dengue (DBD) antara lain dapat diketahui dari perspektif
informasi keruangan (geospasial), yaitu berdasarkan informasi suhu, curah hujan, kelembaban, dan
penggunaan lahan tertentu yang merupakan faktor yang mempengaruhi terjadinya DBD. Usaha
mengetahui faktor risiko diperlukan suatu sistem efektif dan efisien yaitu penggunaan penginderaan jauh
dan sistem informasi geografis sebagai suatu basis data yang dapat digunakan sebagai penentuan
kebijakan pencegahan dan pengendalian DBD. Dikarenakan sistem tersebut dapat melihat trend atau
kecenderungan peningkatan kasus, sehingga pihak pemerintah daerah dapat segera melakukan tindakan
pencegahan pada daerah yang rawan kasus DBD. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat peta
penentuan daerah rawan DBD dengan Citra ASTER dan verifikasinya di Kota Banjar, Jawa Barat. Penelitian
ini merupakan penelitian observasi dengan pendekatan cross sectional yang dilakukan di Kota Banjar pada
bulan Maret-Oktober tahun 2012 dengan sampel seluruh penduduk yang menderita DBD pada semua umur
beserta kondisi lingkungannya. Sample jentik diambil dengan metode single larva. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa luas zona daerah kerawanan tinggi DBD di Kota Banjar adalah 18,29 %, luas zona
daerah kerawanan sedang 63,45% dan luas zona daerah kerawanan rendah 18,27 % dan setelah dilakukan
verifikasi terhadap peta kerawanan dan jika dilakukan pengelompokkan antara zona kerawanan tinggi dan
zona kerawanan sedang menjadi kelas rawan DBD sedangkan zona kerawanan rendah menjadi zona bebas
DBD. Secara umum (dengan ketepatan mencapai 94,74%) kasus DBD tersebar di daerah rawan DBD.
Kata Kunci: Sistem Informasi Geografis, penginderaan jauh, DBD, kota Banjar, citra ASTER
Naskah masuk: 30 September 2014 | Revisi: 24 Desember 2014 | Layak terbit: 30 Desember 2014
Korespondensi: drirul@yahoo.com | Telp/Faks: +62 (0)8122110173
55
Pemanfaatan citra ASTER untuk penentuan daerah rawan DBD (Ruliansyah et al)
56
ASPIRATOR, 6(2), 2014, pp. 55-62
Hak cipta ©2014 - Loka Litbang P2B2 Ciamis
satelit sebelumnya, JERS-1 (Japanese Earth polasi dari data yang didapat lalu dilakukan
Resource Satellite-1).10 klasifikasi data sehingga di dapat peta suhu, peta
Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan kelembaban dan peta curah hujan.
sistem informasi berbasis komputer digunakan Pemberian skor/penilaian pada masing-
untuk mengolah dan menyimpan data atau masing variabel didasarkan pada besarnya
informasi geografis.9 Sistem Informasi Geografis pengaruh variabel/parameter lingkungan terse-
adalah suatu komponen yang terdiri dari but terhadap kejadian DBD. Sebagai bahan acuan
perangkat keras, perangkat lunak, data geografis penilaian adalah dari hasil-hasil penelitian
dan yang bekerja bersama secara efektif untuk terdahulu dan modifikasi. Proses tumpang susun
memasukan, menyimpan, memperbaiki, mem- dilakukan setelah penjumlahan harkat dari
perbaharui, mengelola, memanipulasi, meng- masing-masing variabel. Proses penggabungan
integrasikan, menganalisa dan menampilkan data (dissolve) pada hasil akhir tumpangsusun dilaku-
dalam suatu informasi berbasis geografis.9 kan dengan tujuan untuk menge-lompokkan
Sebagai suatu sistem informasi, SIG dapat harkat yang memiliki nilai sama pada masing-
digunakan sebagai basis data yang dapat diguna- masing variabel, sehingga dapat dihitung luas
kan dan diaplikaskan pada bidang kesehatan ter- area lokasi kerawanan DBD. Penentuan klasi-
utama untuk pengambilan keputusan pada fikasi zona tingkat kerawanan DBD di Kecamatan
pengendalian dan pemberantasan penyakit, Pangandaran didasarkan pada formula Strugess
sehingga kegiatan lebih tepat sasaran. Tujuan sebagai berikut:
Penelitian ini adalah menentukan daerah rawan
DBD melalui pendekatan pemanfaatan citra
ASTER dan verifikasinya di Kota Banjar, Provinsi
Jawa Barat.
Setelah itu dilakukan overlay (tumpangsusun)
dari peta penggunaan lahan, peta kepadatan
BAHAN DAN METODE vektor, peta suhu, peta kelembaban dan peta
curah hujan sehingga diperoleh informasi baru
Penelitian dilakukan di Kota Banjar pada berupa peta tematik tingkat kerawanan DBD
bulan Maret-Oktober 2012 dengan sampel yaitu daerah rawan/endemis, daerah rawan
seluruh penduduk yang menderita DBD pada sedang/sporadik, daerah potensial dan daerah
semua umur beserta kondisi lingkungannya. rendah/bebas DBD. Verifikasi peta tingkat
Sedangkan untuk sampel jentik dilakukan single kerawanan DBD tersebut dilakukan dengan cara
larva metode. Jenis penelitian adalah observa- transek data dari data kasus DBD data sekunder
sional dengan analisa pendekatan menggunakan dari tahun 2007–2012 secara spasial dan
desain analitik dengan rancangan potong lintang. temporal untuk memperoleh gambaran
Hal ini dapat diketahui dikarenakan perubahan distribusi kasus menurut orang, tempat dan
lingkungan relatif statis selama 5 tahun. Jenis waktu/temporal.
data dalam penelitian ini adalah data primer dan
sekunder. Data primer didapatkan dari pem-
buatan peta penggunaan lahan, peta suhu, peta HASIL
kelembaban, peta curah hujan, pengamatan
kepadatan Jentik dan penentuan koordinat posisi Peta Penggunaan Lahan
rumah penderita DBD. Untuk membuat peta Hasil dari interpretasi Citra ASTER Kota
digunakan Citra ASTER wilayah Kota Banjar Banjar diketahui bahwa penggunaan lahan
Tahun 2010, dan peta rupabumi Badan Informasi terluas adalah berupa kebun/perkebunan
Geospasial (BIG) skala 1:25.000. Data sekunder (47,77%). Hutan dan belukar/semak tidak
berupa data kesakitan DBD dari tahun 2007– ditemukan di Kecamatan Banjar. Di Kecamatan
2012 didapatkan dari dokumen Dinas Kesehatan Pataruman penggunaan lahan terluas berupa
Kota Banjar. kebun/perkebunan (62,08%) sedangkan terkecil
Adapun langkah–langkah pengolahan citra adalah bangunan gedung (0,07%). Di Kecamatan
digital sebagai berikut: Geocoding citra, Dinamic Purwaharja penggunaan lahan umumnya berupa
Link Overlay, dan proses selanjutnya adalah kebun/perkebunan (41,41%) sedangkan
pembuatan peta penggunaan lahan dengan cara bangunan gedung dan hutan tidak terdapat ber-
digitasi layar atau delineasi dari Citra ASTER dasarkan interpretasi visual pada citra aster. Di
tahun 2010. Untuk pembuatan peta kepadatan Kecamatan Langensari penggunaan lahan terluas
jentik dilakukan melalui pembobotan kepadatan berupa sawah (48,34%) sedangkan pemukiman
pada peta administrasi yang didapat dari peta padat, gedung, hutan dan belukar/semak tidak
rupa bumi Indonesia. Peta suhu, kelembaban dan ditemukan (Tabel 1).
curah hujan dilakukan dengan melakukan inter-
57
Pemanfaatan citra ASTER untuk penentuan daerah rawan DBD (Ruliansyah et al)
Peta Kepadatan Jentik Aedes spp. sehingga setiap tahunnya puncak kasus tidak
Hasil dari pemberian nilai pada peta rupa selalu sama pada setiap bulannya.
bumi Indonesia menunjukkan bahwa kepadatan
jentik di Kota Banjar tersebar di beberapa Zona Tingkat Kerawanan DBD di Kota Banjar
kecamatan diantaranya di Kecamatan Banjar Hasil analisis GIS dengan metode tumpang-
terdapat 2 desa dengan kepadatan tinggi, 3 desa susun dari variabel lingkungan fisik untuk me-
dengan kepadatan sedang dan 2 desa kepadatan nentukan zona tingkat kerawanan DBD di Kota
rendah. Di Kecamatan Purwaharja terdapat 1 Banjar menunjukkan bahwa luas zona daerah
desa dengan kepadatan tinggi dan sedang, dan 2 kerawanan tinggi DBD di Kota Banjar adalah
desa dengan kepadatan rendah, di Kecamatan 18,09 km2 (18,29 %), luas zona daerah
Pataruman terdapat 1 desa dengan kepadatan kerawanan sedang 83,57 km2 (63,45 %) dan luas
tinggi dan 8 desa dengan kepadatan rendah. Di zona daerah kerawanan rendah 18,27 km2 (18,27
Kecamatan Langensari terdapat 2 desa dengan %) (Gambar 3). Wilayah rawan DBD mencapai
kepadatan tinggi dan 4 desa kepadatan rendah 81,73% dari luas wilayah Kota Banjar dengan
(Gambar 1). rincian rawan tinggi 18,29% dan rawan sedang
63,45%,
Peta Suhu, Kelembaban dan Curah Hujan
Dari hasil interpolasi suhu didapatkan peta Verifikasi Ketepatan Peta Kerawanan DBD di
yang menunjukkan variasi suhu udara di Kota Kota Banjar, Jawa Barat
Banjar. Kecamatan Banjar mempunyai suhu Dari hasil verifikasi peta tingkat kerawanan
berkisar 24–32oC, Kecamatan Purwaharja 24– DBD, rata–rata persentase ketepatan sebaran
30oC, Kecamatan Pataruman 25–31oC dan DBD tahun 2007–2012 menunjukkan bahwa jika
Kecamatan Langensari 24–29oC (Gambar 3). Peta dilakukan pengelompokkan antara zona
hasil interpolasi kelembaban menunjukkan kerawanan tinggi dan zona kerawanan sedang
variasi kelembaban udara di Kota Banjar. Di menjadi kelas rawan DBD, sedangkan zona
Kecamatan Banjar dengan kelembaban berkisar kerawanan rendah menjadi zona bebas DBD.
50–77%, di Kecamatan Purwaharja antara 55– Dengan demikian (dengan ketepatan mencapai
77%, di Kecamatan Pataruman antara 55–82% 94,74%) kasus DBD tersebar di daerah rawan
dan di Kecamatan Langensari 55–82%. DBD (Tabel 2).
Setelah dilakukan interpolasi terhadap data Setiap tahunnya kasus tidak selalu berada di
curah hujan Kota Banjar tahun 2012 didapatkan daerah pemukiman yang padat yang merupakan
bahwa Indeks Curah Hujan Kecamatan Banjar pusat kegiatan masyarakat di Kota Banjar tetapi
rata–rata 48–49 mm/hr, Kecamatan Purwaharja dekat dari daerah pemukiman yang tidak padat
rata 44–49 mm/hr, Kecamatan Pataruman 42– yang memungkinkan mobilisasi antar daerah
49 mm/hr dan Kecamatan Langensari 38–43 tersebut (Tabel 3). Kepadatan permukiman
mm/hr. adalah jarak bangunan rumah yang meng-
Gambar 2 menunjukkan bahwa DBD di Kota indikasikan kondisi sirkulasi udara dan kenya-
Banjar terjadi kenaikan setelah penurunan curah manan bertempat tinggal. Kepadatan permu-
hujan yaitu bulan sebelumnya dan meningkat kiman yang tinggi menunjukkan semakin
pada saat curah hujan kembali meningkat. Hal ini sempitnya jarak antar bangunan, sehingga
menandakan bahwa penularan DBD terjadi sirkulasi udara tidak dapat berlangsung dengan
sebelum dan sesudah curah hujan tinggi, baik.
Tabel 1. Penggunaan Lahan dari Hasil Interpretasi Citra ASTER Kota Banjar, Jawa Barat
Luas (km2)
No Tataguna Lahan
Banjar Pataruman Purwaharja Langensari Total
1 Kebun/Perkebunan 12,518 33,494 7,51 7,23 60,751
2 Pemukiman Padat 2,3395 1,854 1,377 5,571
3 Pemukiman Tidak Padat 4,6828 2,503 1,232 9,007 17,426
4 Tegalan/Ladang 0,4308 4,484 0,441 0,504 5,86
5 Belukar/Semak 0,336 0,062 0,398
6 Gedung 0,0037 0,037 0,041
7 Sawah 5,5093 7,822 6,714 16,16 36,205
8 Hutan 2,569 2,569
9 Sungai 0,4408 0,65 0,582 0,38 2,053
10 Rumput/Tanah kosong 0,2792 0,202 0,217 0,148 0,846
Total 26,204 53,951 18,134 33,429 131,718
58
ASPIRATOR, 6(2), 2014, pp. 55-62
Hak cipta ©2014 - Loka Litbang P2B2 Ciamis
Gambar 1. Peta Indeks Kepadatan Jentik Tahun 2012 di Kota Banjar, Jawa Barat
Gambar 2. Kasus DBD perbulan dan Curah Hujan Tahun 2007– Agustus 2012 di Kota Banjar, Jawa Barat
59
Pemanfaatan citra ASTER untuk penentuan daerah rawan DBD (Ruliansyah et al)
Gambar 3. Peta Zona Tingkat Kerawanan DBD di Kota Banjar, Jawa Barat
Tabel 2. Persentase Ketepatan Sebaran DBD Tahun 2007–Agustus 2012 pada Zona Kerawanan DBD di Kota Banjar
Sirkulasi udara yang tidak baik, menjadikan kebersihan lingkungan yang kurang dapat
permukiman lembab, dan merupakan media meningkatkan risiko transmisi virus dengue oleh
yang baik untuk perkembangbiakan virus nyamuk Aedes spp. Di Kota Banjar konsentrasi
pembawa penyakit. Hal ini berhubungan juga kasus lebih banyak pada daerah permukiman
dengan jarak terbang nyamuk yang dapat padat. Di daerah permukiman yang tidak padat
menularkan DBD. terdapat kasus DBD dengan sebaran tidak seperti
pada permukiman padat. Hal ini kemungkinan
terjadi banyak penularan di tempat dimana
PEMBAHASAN penderita beraktivitas maupun di rumah dan
sekitar rumah penderita.
Pemanfaatan lahan untuk permukiman Kepadatan jentik di Kota Banjar terdapat di
memiliki keterkaitan yang sangat erat terhadap daerah berpenduduk terutama daerah padat
DBD karena menyangkut habitat nyamuk Aedes penduduk. Hasil survei jentik dari seluruh rumah
spp. Berkembangbiak sebagai vektor penular dengan kasus tahun 2012, masih ditemukan
DBD. Permukiman yang padat, tingkat sanitasi banyak jentik dan banyak kontainer positif jentik
yang rendah dan kesadaran masyarakat tentang yang merupakan tempat yang memudahkan
60
ASPIRATOR, 6(2), 2014, pp. 55-62
Hak cipta ©2014 - Loka Litbang P2B2 Ciamis
berkembang biaknya Aedes spp. Jenis kontainer dapat menjadi vektor karena tidak cukup waktu
yang ditemukan berupa bak mandi, ember, untuk perpindahan virus dari lambung ke
tempayan, baskom, dispenser, penampungan air kelenjar ludah. Sehingga temperatur dan
lemari es, vas bunga dan gentong. Jentik nyamuk kelembaban nisbi udara selama musim hujan
juga ditemukan hidup di berbagai tempat seperti sangat kondusif untuk kelangsungan hidup
bak air, atau hinggap di lubang pohon, lubang nyamuk dewasa, yang juga meningkatkan
batu, pelepah daun, tempurung kelapa, pelepah kemungkinan hidup nyamuk yang terinfeksi
pisang, potongan bambu.11 virus dengue.13
Nyamuk Ae. aegypti lebih menyukai tempat Wilayah rawan DBD yang mencapai 81,73%
perkembangbiakan (breeding habitat) berwarna dari luas wilayah Kota Banjar dengan rincian
gelap, terlindung dari sinar matahari, permukaan rawan tinggi 18,29% dan rawan sedang 63,45%,
terbuka lebar dan berisi air tawar jernih dan tentunya harus menjadikan perhatian serius baik
tenang. Daya tarik nyamuk betina untuk oleh pemerintah daerah maupun pusat dalam hal
meletakkan telurnya dipengaruhi oleh warna pencegahan dan pengendalian penularan DBD.
wadah, suhu, kelembaban, cahaya dan kondisi Salah satu cara yaitu dengan melakukan
lingkungan. Penampungan air yang berbeda beda manajemen lingkungan sehingga lingkungan
jenis, bahan dasar dan warna dapat mempe- yang rawan menjadi tidak rawan lagi.
ngaruhi persentase perolehan jentik pada setiap Manajemen lingkungan menjadi bagian penting
wilayah tersebut. Nyamuk Ae. aegypti juga dalam program penanggulangan DBD. Aspek
ditemukan pada air kotor seperti septik tank, manajemen lingkungan menyangkut empat
tempat sampah dan tempat tempat yang bidang yaitu planning, organizing, actuating dan
mengandung bahan-bahan organik membusuk.11 controlling.
Di alam pada umumnya pakan jentik nyamuk Upaya pemberantasan penyakit DBD dapat
berupa mikroba dan jasad renik seperti dilaksanakan dengan cara tepat guna oleh peme-
fitoplankton dan zooplankton. Di dalam tempat rintah dengan melakukan tindakan pencegahan
perindukan nyamuk biasanya terdapat organ- pada daerah rawan sedang dan tinggi seperti me-
isme air yang merupakan sumber pakan. ningkatkan peran serta masyarakat dalam penge-
Didalamnya juga terdapat predator atau lolaan lingkungan seperti 3M. Di tingkat
kompetitor dan parasit bagi jentik yang dapat desa/kelurahan, dilakukan oleh Pokja DBD yang
mempengaruhi populasi nyamuk dewasa yang dibentuk telah terbentuk oleh setiap
dihasilkan.12 Keterbatasan pakan di dalam suatu desa/kelurahan di Kota Banjar, yang merupakan
tempat penampungan air dapat mempengaruhi forum koordinasi kegiatan pem-berantasan
perkembangan jentik. Terjadinya kompetisi dan penyakit DBD. Bentuk intervensi lain yaitu
kemampuan bertahan hidup mempengaruhi berupa penyuluhan tentang DBD. Penyuluhan
populasi nyamuk dewasa. Virus dengue memiliki tentang DBD adalah kegiatan pendidikan yang
masa inkubasi yang tidak terlalu lama yaitu dilakukan dengan cara menyebarkan pesan,
antara 3-7 hari, virus hidup di dalam tubuh menanamkan keyakinan, sehingga masyarakat
manusia. Oleh kerena itu apabila keberadaan tidak saja sadar, tahu dan mengerti, tetapi juga
jentik nyamuk dibiarkan dapat menyebabkan mau dan dapat melakukan suatu anjuran yang
kejadian DBD yang terus meningkat. ada hubungannya dengan DBD. Penyuluhan yang
Hujan mempengaruhi dengan dua cara yaitu diberikan tidak hanya berisi mengenai bahaya
menyebabkan turunnya temperatur dan naiknya DBD, tetapi juga berisikan informasi mengenai
kelembaban nisbi udara. Nyamuk dapat bertahan cara pencegahan dan penanggulangannya.8
hidup pada suhu rendah, tetapi metabolismenya Intervensi lingkungan yang harus dilakukan
menurun bahkan berhenti bila suhu turun oleh masyarakat adalah Pengendalian Sarang
sampai dibawah suhu kritis. Pada suhu yang Nyamuk (PSN). Kegiatan ini sering dinamakan
lebih dari 35 oC juga mengalami perubahan gerakan 3M PLUS (Menguras, Menutup,
dalam arti lebih lambatnya proses fisiologis. Mengubur PLUS membubuhkan larvasida, meme-
Rata-rata suhu optimum untuk pertumbuhan lihara ikan, menggunakan kelambu). Intervensi
nyamuk adalah 25 – 27 oC. Pertumbuhan nyamuk yang harus dilakukan oleh pemerintah adalah
akan berhenti sama sekali apabila suhu kurang pemberian larvasida (Abate) pada semua penam-
dari 10oC dan lebih dari 40oC. Kecepatan pungan air. Pembubuhan larvasida bertu-juan
perkembangan proses metabolisme yang untuk menghambat pertumbuhan jentik dan
sebagian dipengaruhi oleh suhu. Kelembaban membunuh jentik Aedes spp. sehingga dapat
nisbi udara adalah banyaknya uap air yang menimalisir kemungkinan terjadinya penularan.
terkandung dalam udara yang biasanya Kepadatan permukiman adalah jarak bangun-
dinyatakan dalam persen. Pada suhu 27oC dan an rumah yang mengindikasikan kondisi sir-
kelembaban nisbi udara kurang dari 60%, umur kulasi udara dan kenyamanan bertempat tinggal.
nyamuk akan menjadi pendek sehingga tidak Kepadatan permukiman yang tinggi menun-
61
Pemanfaatan citra ASTER untuk penentuan daerah rawan DBD (Ruliansyah et al)
jukkan semakin sempitnya jarak antar bangunan, 2. Yudhastuti, R. dan Vidiyani A, Hubungan
sehingga sirkulasi udara tidak dapat berlangsung Kondisi Lingkungan, Kontainer, Dan
dengan baik. Sirkulasi udara yang tidak baik Perilaku Masyarakat Dengan Keberadaan
menjadikan permukiman lembab dan merupakan Jentik Nyamuk Aedes Aegypti Di Daerah
media yang baik untuk perkembangbiakan virus Endemis Demam Berdarah Dengue
pembawa penyakit. Kepadatan permukiman me- Surabaya, Jurnal Kesehatan Lingkungan.
mudahkan penyebarluasan dan penularan 2005. 2(1):170-182
penyakit seperti DBD. Semakin dekat jarak satu 3. Hadi, U, Soviana S, Djayanti D. Aktivitas
rumah dengan rumah lain semakin mudah nokturnal vektor demam berdarah dengue
nyamuk untuk menyebar ke rumah lainnya. Jarak di beberapa daerah di Indonesia. Jurnal
antar rumah mempengaruhi penyebaran nyamuk Entomologi Indonesia. April 2012, Vol. 9 No.
dari satu rumah ke rumah lain. Jarak terbang 1, 1-6.
nyamuk rata-rata 40-100 meter. 4. Faiz N, Rahmawati R dan Safitri D. Analisis
Spasial Penyebaran Penyakit Demam
Berdarah Dengue Dengan Indeks Moran
KESIMPULAN Dan Geary’s C (Studi Kasus Di Kota
Semarang Tahun 2011). Jurnal Gaussian.
Berdasarkan pemetaan di Kota Banjar 2013. Vol. 2 No. 1 : 69 - 78.
keberadaan jentik tersebar di beberapa 5. Fahmi, N. Karakteristik Sumur Gali Dan
kelurahan/desa yaitu desa Cibeureum, desa Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes aegypti.
Raharja, desa langensari, kelurahan Hegarsari Jurnal Kesehatan Masyarakat. 2012. 8 (1) :
dan kelurahan Bojongkantong. Luas zona daerah 81-87.
kerawanan tinggi DBD di Kota Banjar adalah 6. DKK Banjar. Data Kasus DBD Tahun 2007 – 2012
18,29%, luas zona daerah kerawanan sedang Kota Banjar. Maret 2012
63,45% dan luas zona daerah kerawanan rendah 7. Bapedda Kota Banjar. Banjar Dalam Angka Tahun
18,27%. Verifikasi terhadap peta kerawanan 2012. Februari 2013
menunjukkan bahwa pengelompokkan antara 8. Ruliansyah A, Gunawan T dan Juwono S.
zona kerawanan tinggi dan zona kerawanan Pemanfaatan Citra Penginderaan Jauh dan
sedang menjadi kelas rawan DBD sedangkan Sistem Informasi Geografis untuk Pemetaan
zona kerawanan rendah menjadi zona bebas Daerah Rawan Demam Berdarah Dengue
DBD, maka secara umum (dengan ketepatan (Studi Kasus di Kecamatan Pangandaran
mencapai 94,74%). Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat).
Jurnal Aspirator. 2011 Vol.3 No.2 : 80-89.
9. Ruliansyah, A. Persfektif Informasi
UCAPAN TERIMA KASIH Keruangan (Geospasial) dalam Melihat
Fenomena Demam Berdarah Dengue. Jurnal
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Aspirator. 2010. Vol. 2 No. 1 : 17 – 22.
Bapak Heri Koswara selaku pemegang program 10. Ari L, Sholichin M, Rispiningtati dan
DBD Dinkes Kota Banjar yang telah membantu Asmaranto R. Penggunaan Citra Aster Dalam
penelitian ini, dari awal sampai selesai. Ucapan Identifikasi Peruntukan Lahan Pada Sub
terima kasih juga ditujukan kepada Lukman DAS Lesti (Kabupaten Malang). Jurnal
Hakim, SKM, M.Epid selaku Kepala Loka Teknik Pengairan, Mei 2013, Vol.4, No. 1 :
Penelitian dan Pengembangan Pengendalian 39–46
Penyakit Bersumber Binatang Ciamis, Soewarta 11. Jacob A, Pijoh V, Wahongan GJP. Ketahanan
Kosen, dr., Dr.PH serta semua pihak yang telah Hidup Dan Pertumbuhan Nyamuk Aedes
membantu. spp Pada Berbagai Jenis Air Perindukan.
Jurnal e-Biomedik (eBM). November 2014;
2(3)
DAFTAR PUSTAKA 12. Harfriani H. Efektivitas Larvasida Ekstrak
Daun Sirsak Dalam Membunuh Jentik
1. Koban, A. W. Kebijakan Pemberantasan Nyamuk. Jurnal Kesehatan Masyarakat .
Wabah Penyakit Menular: Kasus Kejadian 2012. 7 (2) : 164-169
Luar Biasa Demam Berdarah Dengue (KLB 13. Majidah A, Nur R, dan Arminsih R. Faktor
DBD). The Indonesian Institute Center For Iklim Dan Angka Insiden Demam Berdarah
Public Policy Research. 2005 Dengue Di Kabupaten Serang. Jurnal Makara
Kesehatan. Juni 2010. Vol. 14 No. 1 : 31 – 38.
62
KESEHATAN LINGKUNGAN
Abstrak
Penyakit demam berdarah dengue (DBD) telah menjadi penyakit endemik di kota-kota besar di Indonesia. Ramalan Intergovernmental Panel on Climate
Change tahun 1996 menyebutkan insidens DBD di Indonesia dapat meningkat tiga kali lipat pada tahun 2070. Tujuan penelitian ini untuk membuat model di-
namika sistem dengan analisis ekologi untuk mengetahui dinamika kejadian DBD dalam kaitan dengan pola variablitas iklim di DKI Jakarta. Rancangan
penelitian digunakan adalah ecologic study dengan uji hipotesis, permodelan, simulasi, dan intervensi. Wawancara terhadap 844 responden untuk menge-
tahui tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku (PSP) masyarakat. Pengukuran faktor iklim meliputi curah hujan, suhu, kelembaban, intensitas cahaya, dan
kadar CO2. Aspek vektor yang diukur adalah angka hinggap per jam nyamuk Aedes (AHJ) dan nyamuk istirahat per rumah (NIR). Hasil penelitian menun-
jukkan kasus DBD dipengaruhi curah hujan (p:0,000..), suhu lingkungan (p:0,000..), kelembaban ruang (p:0,003), kelembaban lingkungan (p:0,000..), AHJ
Aedes (p:0,016), NIR Aedes (p:0,000..) dan pengetahuan masyarakat (p:0,008). Disimpulkan, faktor iklim yang paling berpengaruh terhadap kasus DBD
adalah curah hujan, suhu dan kelembaban serta pengetahuan masyarakat yang rendah. Sedangkan AHJ Aedes dapat dijadikan indikator kenaikan kasus
DBD.
Kata kunci: Demam berdarah dengue, perubahan iklim
Abstract
Dengue hemorrhagic fever (DHF) has become endemic in many big cities in Indonesia. It was predicted by Intergovernmental Panel on Climate Change, that
in 1996 the DHF in Indonesia in 2070 would be tripled. The objective of this research is to make a system dynamic model using ecological analysis to iden-
tify the dynamic of DHF cases related to the pattern of the climate variability in Jakarta. This research uses the design of ecological study with hypothesis
testing, modelling, simulation, and intervention. Respondents of 844 households were interviewed to explore their knowledge, attitude and practice (KAP)
regarding DHF using a standard questionnaire. Precipitation, humidity, light intensity and CO2 concentration were determined per week. AHJ (Man Landing
Rate) and NIR (resting habit) were determined for Aedes population density. The results indicate that the DHF cases all are influenced by precipitation (0.000),
temperature ambient (0.000), indoor humidity (0.003), outdoor humidity (0.000), AHJ (0.016), NIR (0.000), and knowledge (0.008). The most influencial cli-
mate factor to the DHF cases are precipitation, temperature, humidity and the low level of the community knowledge.
Key words: Dengue hemorrhagic fever, climate change
11
KESMAS, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 2, No. 1, Agustus 2007
Proyeksi kecenderungan aktivitas ekonomi dan dam- Indonesia terkait erat dengan pola cuaca di Asia
pak emisi gas kegiatan manusia, pada tahun mendatang, Tenggara. Tingkat penyebaran virus diperkirakan me-
tempaknya berpengaruh tehadap pergeseran pola curah ngalami peningkatan pada peralihan musim yang ditan-
hujan dan suhu rata-rata bumi yang diperkirakan naik dai oleh curah hujan dan suhu udara yang tinggi.4 Selain
1–3,5oC. Perubahan pada komponen lingkungan ini itu, perubahan gaya hidup ikut berperan menambah po-
akan mempengaruhi spesies-spesies pada kelompok eko- pulation at risk. Penggunaan barang non biodegradable
sistem dan pola penyebaran vektor serta virus penyakit.1 seperti plastik yang sangat tinggi, menyebabkan plastik
Iklim dapat berpengaruh terhadap pola penyakit infeksi menjadi komposisi sampah terbesar saat ini sehingga
karena agen penyakit (virus, bakteri, atau parasit lain- berpotensi menjadi penampung air hujan, tempat per-
nya) dan vektor (serangga atau rodensia) bersifat sensi- kembangbiakan vektor.5
tif terhadap suhu, kelembaban dan kondisi lingkungan
ambien lainnya. Cuaca dan iklim berpengaruh terhadap Metode
penyakit yang berbeda dengan cara yang berbeda. 2 Penelitian dengan sumber data primer yang dikum-
Penyakit yang ditularkan melalui nyamuk seperti demam pulkan pada bulan April 2004 sampai Maret 2005 dan
berdarah dengue (DBD), malaria dan demam kuning sekunder ini menggunakan disain studi ekologi, dengan
berhubungan dengan kondisi cuaca yang hangat. uji hipotesis.6-8 Data dikumpulkan dari lima wilayah ko-
Sebaliknya, influensa berhubungan dengan kondisi cuaca tamadya DKI Jakarta yang ditetapkan sebagai kecamatan
yang dingin dan meningitis berhubungan dengan kondi- rawan DBD oleh Pemda DKI. Daerah tersebut meliputi
si lingkungan yang kering.3 Banyak yang menduga bahwa Kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan, Kecamatan
KLB DBD yang terjadi setiap tahun hampir seluruh di Ciracas Jakarta Timur, Kecamatan Tanjung Priok Jakarta
12
Sintorini, Pengaruh Iklim terhadap Kasus DBD
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Responden yang Pernah Menderita DBD tahun 2004 lebih tinggi dari 2005, tetapi kasus pada bulan
dalam Dua Tahun Terakhir
Mei dan Juni tahun 2005 lebih tinggi dibandingkan pada ta-
Lokasi Ya Tidak Jumlah hun 2004. (c) Pola urutan grafik kasus DBD sepanjang tahun
penelitian Jumlah % Jumlah % responden adalah konstan. Kasus DBD tertinggi sepanjang tahun 2004
Jakarta Selatan 13 7,3 165 92,7 173
dan 2005 terjadi di Jakarta Timur, kemudian secara beruru-
Jakarta Timur 19 11,6 145 88,4 164 tan diikuti Jakarta Selatan, Jakarta Barat dan kasus terendah
Jakarta Utara 12 7,5 147 92,5 159 ada di Jakarta Pusat. (Lihat Gambar 1)
Jakarta Barat 7 4,1 163 95,9 170
Jakarta Pusat 16 9,2 157 90,8 173
Gambaran Vektor dan Kasus DBD
Jumlah 67 7,94 777 92,06 844 Jumlah nyamuk dewasa yang hinggap per orang per jam
(AHJ) adalah 1,45 dengan penyimpangan sebesar 1,45 ±
0,63. AHJ terendah (0,55) ditemukan pada bulan
Utara, Kecamatan Palmerah Jakarta Barat, dan Kecamatan November di Jakarta Barat dan yang tertinggi adalah 2,75
Tanah Abang Jakarta Pusat. Selanjutnya, dilakukan permo- pada bulan September di Jakarta Selatan. Secara keseluru-
delan serta simulasi untuk mengidentifikasi pengaruh faktor han rata-rata AHJ Jakarta Barat rendah, maksimum terjadi
cuaca terhadap kasus DBD. Variabel yang diamati pada pe- pada bulan Juli-September dan Februari. Korelasi positif
nelitian ini meliputi curah hujan, peluang kontak nyamuk yang sangat lemah terjadi pada bulan Juli, September dan
yang diidentifikasi melalui penghitungan Angka Hinggap Februari. Hal tersebut berbeda dengan Jakarta Pusat. Pada
Nyamuk per Jam (AHJ),7 dan kasus DBD di masyarakat baik periode April-Juli, AHJ memperlihatkan kecenderungan
yang dikumpulkan sebagai data primer melalui wawancara yang menurun secara pelahan dan mencapai puncak yang
maupun data sekunder yang dikumpulkan oleh Dinas pertama pada bulan September. pada saat itu ,kurva curah
Kesehatan. hujan memperlihatkan kecenderungan yang menurun.
Grafik Angka Hinggap bulan November–Maret menyerupai
Hasil grafik di Jakarta Barat (Lihat Tabel 1).
Fluktuasi kasus DBD Dari 844 responden yang diamati, diketahui gambaran
Grafik kasus DBD diseluruh wilayah DKI Jakarta pada kasus DBD di DKI Jakarta, meliputi 67 orang (7,94%) per-
tahun 2004 dan 2005 memperlihatkan tiga ciri berikut: (a) nah menderita DBD pada dua tahun terakhir dan 777 res-
Kasus DBD tahun 2004 dan 2005 mencapai puncak pada se- ponden (92,06%) tidak menderita DBD (Lihat Tabel 2).
kitar bulan Februari-Maret (Gambar 1). Data kasus DBD Kasus DBD di setiap wilayah di DKI Jakarta pada
per wilayah dari bulan Januari 2004 hingga Juli 2005 me- sepanjang tahun 2004 terlihat lebih tinggi daripada tahun
nunjukkan bahwa peningkatan kasus DBD mulai sekitar 2005 (Tabel 3 ; Gambar 1).
Januari hingga mencapai puncaknya pada bulan Maret-
Februari adan pada bulan April terlihat masih tinggi tetapi Gambaran Curah Hujan
sudah mulai menurun dan mencapai tirik terendah pada bu- Gambaran curah hujan per bulan terlihat pada Tabel
lan September–November dan pada bulan Januari kembali 4, curah hujan tertinggi rata-rata per bulan yang terukur
beranjak naik. (b) Kasus DBD di seluruh wilayah DKI pada selama pengamatan ditemukan pada bulan Januari dan
Bulan Jakarta Selatan Jakarta Timur Jakarta Utara Jakarta Barat Jakarta Pusat
2004 2005 2004 2005 2004 2005 2004 2005 2004 2005
Jan 452 265 473 376 282 192 245 188 209 151
Feb 1486 593 2435 713 939 465 1265 398 947 315
Maret 1364 389 2432 461 936 330 1333 250 987 195
April 297 306 475 331 227 219 271 187 208 193
Mei 141 407 249 439 117 214 112 199 83 212
Juni 122 340 191 339 83 217 106 248 71 203
Juli 112 123 180 106 67 96 87 81 54 54
Agust 73 134 66 49 46
Sept 54 95 42 44 46
Okt 62 115 40 46 42
Nov 44 96 47 44 25
Des 93 152 59 73 51
Jumlah 4300 2423 6991 2765 2905 1733 3675 1551 2769 1323
13
KESMAS, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 2, No. 1, Agustus 2007
Tabel 4. Curah Hujan (mm) Rata-rata per Bulan di DKI Jakarta, April 2004–Maret 2005
Gambar 2 Hubungan Kasus DBD, Curah Hujan dan AHJ per bulan di DKI Jakarta, April 2004–Maret 2005
Februari 2005, curah hujan terendah pada bulan hujan secara bermakna (p:0,002). Penghitungan koefisi-
Oktober dan November 2004. en determinasi mendapatkan angka 0,286 yang menun-
Gambaran curah hujan, gambaran kasus DBD serta jukkan hanya 28,6% proporsi variasi AHJ dapat dijelas-
AHJ per bulan ditunjukkan dalam bentuk grafik yang ter- kan oleh curah hujan dan sekitar 71,4% dapat dite-
dapat pada Gambar 2. Analisis bivariat memperlihatkan rangkan oleh faktor lain.
bahwa curah hujan mempengaruhi AHJ secara bermak-
na (p:0,000), sedangkan jumlah kasus DBD secara sta- Prediksi Kasus DBD Berdasarkan Simulasi Model
tistik multivariat dipengaruhi AHJ (p:0,000) dan curah Sistem dinamik yang dibangun memperlihatkan em-
14
Sintorini, Pengaruh Iklim terhadap Kasus DBD
Gambar 3 Causal Loop Diagram (CLD) Model Dasar Kejadian Penyakit DBD di DKI Jakarta
15
KESMAS, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 2, No. 1, Agustus 2007
pat subsistem yang berhubungan dengan proses kejadian membawa virus dengue, sehingga gigitan pada manusia
penyakit DBD. Hal tersebut meliputi subsistem iklim, terjadi perpindahan virus yang sudah mengalami repli-
subsistem nyamuk Aedes, subsistem manusia, dan sub- kasi di tubuh nyamuk ke manusia melalui air liurnya, se-
sistem penyakit DBD (Gambar 3). Keempat subsistem hingga menyebabkan penyakit DBD. Oleh sebab itu, pe-
ini saling mempengaruhi. ningkatan curah hujan diikuti oleh peningkatan AHJ, se-
Hasil simulasi Gambar 3 selama dua tahun (2003- hingga jumlah kasus DBD di masyarakat meningkat.
2004) pada model dasar atau model referensi menun- Curah hujan tidak secara langsung berpengaruh ter-
jukkan grafik insidens DBD (garis terputus) yang ber- hadap AHJ, tetapi secara tidak langsung melalui siklus
fluktuasi Lonjakan kasus terjadi saat outbreak pada ta- kehidupan vektor (Gambar 3). Faktor yang langsung ber-
hun 2004, sedangkan angka kumulatif kasus DBD sela- hubungan dengan AHJ adalah suhu dan kelembaban uda-
ma dua tahun tersebut terlihat cenderung meningkat se- ra karena berpengaruh terhadap aktivitas dan metabolis-
perti terlihat pada Gambar 4. me nyamuk. Nilai koefisien determinasi hubungan curah
hujan dan AHJ adalah 0,286 yang menunjukkan hanya
Pembahasan 28,6% variasi proporsi AHJ yang dapat dijelaskan oleh
Dalam penelitian ini keaktivan nyamuk yang dinyata- curah hujan. Sisanya sebanyak 71,4% dijelaskan oleh
kan sebagai AHJ menjadi media antara subsistem vektor faktor lain, seperti aktivitas nyamuk, metabolisme nya-
dan subsistem penyakit DBD (Gambar 3). Timbulnya muk, suhu udara, kelembaban udara, keaktivan individu
gejala penyakit DBD dimulai dari saat kontak nyamuk manusia, pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat,
dengan manusia.8 Hubungan bermakna dari hasil uji sta- vegetasi, kerapatan bangunan, topografi, infrastruktur
tistik dinyatakan dengan nilai kebermaknaan (p) <0,05. atau lainnya yang menjadi keterbatasan penelitian. Hal
Nilai p AHJ Aedes dengan curah hujan dan kasus DBD tersebut kemungkinan besar yang terjadi di Jakarta
mendekati angka 0,000. Pada tabel tersebut juga diketa- Timur, sebab sepanjang tahun 2004 tercatat 6991 kasus
hui bahwa terdapat hubungan bermakna antara jumlah merupakan yang tertinggi di antara lima wilayah DKI
kasus DBD dengan curah hujan (p:0,000) dan AHJ lainnya (Tabel 3 dan Gambar 1). Di Jakarta Timur, vege-
(p:0,002), sedangkan AHJ berhubungan bermakna de- tasi ditemukan relatif lebih banyak daripada lima wilayah
ngan curah hujan yang terjadi (p:0,000). DKI yang lain. Dengan demikian, selain Ae. Aegypti, Ae.
Pada Gambar 3 secara umum menunjukkan ketika albopictus yang lebih menyukai habitat di kebun juga di-
curah hujan tinggi AHJ Aedes juga meningkat, seperti duga sebagai sumber penular. Keadaan wilayah pemuki-
yang terjadi pada bulan Desember. Namun, bulan man yang padat dengan kelas sosial yang rendah menye-
September saat curah hujan rendah AHJ justru terlihat babkan penularan lebih cepat terjadi karena jarak ter-
meningkat. Hal ini disebabkan oleh faktor lain selain cu- bang nyamuk Aedes hanya sekitar 50–100 m. Pada pe-
rah hujan, yaitu suhu dan kelembaban lingkungan. nelitian yang dilakukan di perkampungan padat di
Faktor ini yang secara langsung mempengaruhi metabo- Taiwan, diketahui bahwa satu nyamuk Aedes betina ha-
lisme nyamuk vektor8 dan diduga juga mempengaruhi nya mengunjungi satu atau dua rumah dan hanya 0,7%
virulensi virus dengue9 yang menyebabkan kasus tetap yang mengunjungi lima rumah.10 Jika pemukiman padat
rendah. Mulai bulan Desember AHJ meningkat, demiki- dengan banyak vegetasi, maka Ae. albopictus pun dapat
an pula jumlah kasus cenderung meningkat dan menca- menjadi penular dengan AHJ tinggi di Jakarta Timur
pai puncaknya pada bulan Februari. (1,42) (Tabel 1).
Berdasarkan hasil analisis statistik diketahui terdapat Model dinamika sistem yang dibangun menunjukkan
hubungan bermakna antara jumlah kasus DBD dengan empat subsistem yang yang saling terkait yang mem-
curah hujan (p: 0,000) dan AHJ (p:0,002). Sedangkan pengaruhi kejadian kasus DBD. Subsistem pertama ada-
hasil analisis uji statistik hubungan antara AHJ dan curah lah iklim yang mencakup berbagai faktor cuaca yang
hujan (p: 0,000) memperlihatkan hubungan yang secara mempengaruhi kehidupan vektor meliputi curah hujan,
statistik bermakna antara AHJ dengan curah hujan. suhu, kelembaban, dan CO2 yang berperan memberi
Ketika musim hujan datang maka ketersediaan TPN me- dampak efek rumah kaca di lingkungan urban. Subsistem
ningkat. Seperti diketahui bahwa Aedes lebih menyukai kedua adalah siklus kehidupan nyamuk Aedes, mulai te-
air bersih untuk meletakkan telurnya. Seekor nyamuk lur sampai nyamuk dewasa yang ditunjukkan dengan tan-
Aedes akan bertelur bekisar antara 100-300 butir, se- da panah positif yang berarti bahwa semakin banyak te-
hingga populasi nyamuk meningkat dengan cepat.8 lur semakin banyak nyamuk dewasa. Faktor penghubung
Untuk mematangkan telurnya maka nyamuk akan men- subsistem iklim dan subsistem nyamuk adalah tempat
cari mangsa manusia, sehingga kecenderungan untuk perindukan nyamuk (TPN) atau breeding place. TPN
menggigit manusia bertambah. Hal inilah yang menye- yang sangat terpengaruh oleh curah hujan. Ketika curah
babkan AHJ ikut meningkat saat curah hujan tinggi. hujan tinggi maka TPN cepat terisi dan hubungan ini di-
Yang menjadi masalah adalah ketika nyamuk Aedes tunjukkan dengan tanda panah positif yang berarti hu-
16
Sintorini, Pengaruh Iklim terhadap Kasus DBD
bungan yang saling memperkuat.11 laran DBD terjadi dan cepat semakin meluas ke wilayah
Faktor penghubung subsistem iklim yang lain adalah yang pada awalnya tidak diperkirakan menjadi daerah
suhu lingkungan yang berengaruh terhadap masa inku- endemis.
basi ekstrinsik (PIE) nyamuk. PIE dipengaruhi oleh suhu
lingkungan, kelembaban, tingkat viremia pada manusia, Kesimpulan
dan galur virus.10 Peningkatan suhu akan mempersing- Kasus DBD mulai naik pada bulan Januari dan men-
kat PIE dan meningkatkan transmisi. Suhu yang me- capai puncak pada bulan Februari-Maret. Bulan April
ningkat sampai 34oC akan mempengaruhi suhu air pada mulai turun, September–November kasus mencapai mi-
TPN yang selanjutnya berpengaruh terhadap penetasan nimum. Namun, pada bulan September saat curah hujan
telur menjadi larva secara lebih cepat.8 Subsistem vektor rendah justru AHJ meningkat tetapi kasus DBD rendah.
dan subsistem penyakit dihubungkan oleh faktor AHJ Kasus DBD tertinggi terjadi di Jakarta Timur, secara ber-
dan peran virus dengue. Keberadaan penyakit DBD di- urutan diikuti Jakarta Selatan, Jakarta Barat, Jakarta
tentukan oleh kejadian kontak antara nyamuk dengan Utara dan Jakarta Pusat. Curah hujan dan AHJ bersama-
manusia. Hal tersebut terjadi dengan asumsi semakin sama mempengaruhi jumlah kasus DBD secara bermak-
tinggi populasi nyamuk semakin meningkat nilai AHJ, na. Melalui sistem dinamik diketahui curah hujan tidak
sehingga panah penghubung menjadi positif. Populasi secara langsung mempengaruhi AHJ melainkan melalui
nyamuk Aedes yang semakin tinggi akan diikuti oleh pe- siklus kehidupan vektor. Terdapat empat subsistem yang
ningkatan populasi Aedes infektif yang membawa virus saling terkait dalam mempengaruhi terjadinya kasus
dengue. Hubungan ini ditunjukkan oleh panah bertanda DBD, yaitu subsistem iklim, subsistem vektor, subsistem
positif. manusia dan subsistem penyakit DBD. Melalui simulasi
Setelah nyamuk Aedes menggigit manusia, virus be- sistem dinamik diketahui jika tidak dilakukan pengenda-
replikasi di dalam tubuh manusia. Semakin banyak virus lian terpadu dan konsisten maka kasus DBD akan terus
terinkubasi ke manusia, semakin banyak manusia men- meningkat dari tahun ke tahun.
jadi penular sehingga kasus DBD di masyarakat semakin
banyak. Mata rantai ini digambarkan dengan panah po- Saran
sitif. Pada Gambar 3, infrastruktur juga dimasukkan se- Simulasi dalam penelitian ini telah menghasilkan per-
bagai salah satu faktor yang mempengaruhi peningkatan modelan yang dapat digunakan untuk penyakit menular
morbiditas, dan peningkatan risiko sakit pada masyara- lainnya, karena melalui permodelan dinamika sistem da-
kat, sehingga tanda panah yang digunakan adalah positif. pat diketahui secara rinci model transmisi penyakit se-
Variabel aktivitas manusia diindikasikan dengan tingkat hingga dapat ditentukan intervensi yang paling efektif
pemakaian bahan bakar minyak dalam kehidupan masya- dalam penanganan kasus penyakit menular tersebut.
rakat sehari-hari. Dampak dari penggunaan bahan bakar Menambah peran Juru Pemantau Jentik (Jumantik) se-
ini berupa emisi CO2 yang berpengaruh pada pemanasan hingga dapat menjadi motivator masyarakat agar secara
lingkungan pada area urban,12 sehingga hubungan varia- mandiri dan sukarela melakukan PSN dan peningkatan
bel-variabelnya digambarkan dengan tanda panah positif. PSP mengenai penyakit demam berdarah dengue, terma-
Faktor AHJ juga berhubungan dengan subsistem manu- suk mengenali gejala awal agar tidak terlambat mengam-
sia melalui faktor keaktivan individu. Seseorang yang le- bil keputusan berobat.
bih banyak diam, semakin mudah didatangi nyamuk, te-
rutama pada saat puncak gigitan Aedes, semakin tinggi Daftar Pustaka
AHJ. Sehingga hubungan ini digambarkan dengan panah 1. McMichael, A.J.; Haines, A.; Slooff,R.; Kovats, S., “Climate Change
bertanda negatif. And Human Health, an Assessment Prepared by a Task Group on
Simulasi hasil pengembangan model dasar yang di- Behalf World Health Organization, the World Meteorological
bangun selama dua tahun (Gambar 4) menunjukkan lon- Organization and the United Nations Environment Programme”, World
jakan kasus terjadi pada tahun 2004 (garis terputus). Health Organization, Geneva, 1996.
Grafik garis utuh menunjukkan angka kumulatif kasus 2. Gubler, Duane J.; Nalim, S.; Tan, R.; Saipan, H.; Saroso, J.S., “Variation
DBD selama simulasi dua tahun yang memperlihatkan in Susceptibility to Oral Infection With Dengue Viruses Among
kecenderungan yang meningkat. Prediksi ini menunjuk- Geographics Strain of Aedes aegypti”, U.S. Naval Medical Research
kan pada tahun-tahun mendatang kecenderungan kasus Unit no 2, Jakarta Detachment, and National Institute of Health
DBD akan terus meningkat.13 Hal ini berarti bahwa jika Research and Development, Ministry of Health, Jakarta,
masyarakat tidak melakukan pengendalian terpadu maka am.J.Trop.Med.Hyg., 28(6), 1979.
kasus DBD akan terus ada dan meningkat dari tahun ke 3. World Health Organization, “Report on Insect Vectors and Human
tahun. Sebab secara alami, keadaan lingkungan global Health, Scientific Working Group”, Geneva, Switzerland, 2002.
akan terus mendorong peningkatan kecepatan perkem- 4. Burke, Donald; Carmichael, Ann; Focks, Dana, Grimes, Darrell Jay,
bangbiakan nyamuk dan virus. Dengan demikian, penu- “Under The Weather, Climate, Ecosystem, and Infectious Disease”,
17
KESMAS, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 2, No. 1, Agustus 2007
National Research Council, National Academic Press, Washington, 9. Chungue, Eliane; Laille, Manola; Lepiniec, Loic; Deubel, Vincent;
D.C., 2001. Roux, Jean, “Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever in French
5. Bohra, Alpana; Andrianasolo, Haja, “Application of GIS in Modelling Polynesia and new Caledonia: Molecular Studies of Dengue 1 and
of Dengue Risk based on Socio-Cultural Data: Case of Jalor, Rajasthan, Dengue 3 Virus Strain”, International Symposium on Dengue and
India”, Paper presented at the 22nd Asian Conference on Remote Dengue Hemorrhagic Fever, WHO–Mahidol University, Ministry of
Sensing, 5-9 November 2001, Centre for Remote Imaging, Sensing and Public Health, Bangkok, Thailand, 1990.
Processing (CRISP), National University of Singapore, 2001, 10. Gubler, Duane J.; Kuno, G., “Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever”,
6. Rothman, K.J.; Greenland, S., “Modern Epidemiology”, 2 nd ed, CABI Publishing, 10 E 40th Street Suite 3203 NY 10016, USA, 2001.
Lippincort–Raven, 1998. 11. Muhammadi; Aminullah, E.; Soesilo, B., “Analisis Sistem Dinamis,
7. Jennings, G.B.; Bangs, M.; Tan, R.; Sie, A.; Suharyono, W.; Katarina, L.; Lingkungan Hidup, Sosial, Ekonomi, Manajemen”, UMJ Press, Jakarta,
Kustiman, T.; Masyhur, M., “Interepidemic Surveillance of Dengue 2001.
Virus in Jakarta, 1989 – 1990”, International Symposium on Dengue 12. Miller, G. Tyler, “Living in The Environment, an Introduction to
and Dengue Hemorrhagic Fever, WHO – Mahidol University, Ministry Environmental Science, Fourth Edition”, Wadsworth Publishing
of Public Health, Bangkok, Thailand, 1990. Company, Belmont, California A Division of Wadsworth, Inc, 1985.
8. Christophers, S. Rickard, ‘Aedes aegypti (L.), The Yellow Fever 13. Suroso, Thomas, “Strategi Baru Penanggulangan Demam Berdarah
Mosquito, its life history, bionomics and structure”, Cambridge at The Dengue di Indonesia”, Kongres Nasional Jaringan Epidemiologi
University Press, 1960. Nasional, Malang, 2003.
18
Vektora Volume 6 Nomor 2, Oktober 2014: 46 - 51
Abstrak
Kecamatan Tembalang merupakan wilayah endemis DBD dengan angka kesakitan DBD tertinggi di Kota
Semarang pada Tahun 2010.Perilaku pengendalian jentik nyamuk Aedes di lingkungan sekolah di Kecamatan
Tembalang masih rendah. Pemahaman komunitas sekolah terhadap upaya pengendalian vektor ikut berperan
dalam program pencegahan DBD di sekolah.Tujuan penelitian adalah mengidentifikasi pengetahuan, sikap
dan perilaku pengendalian vektor DBD pada komunitas sekolah dasar di Kecamatan Tembalang, Kota
Semarang. Penelitian ini menggunakan rancangan cross sectional. Populasi adalah seluruh guru dan tenaga
kebersihan di sekolah dasar di Kecamatan Tembalang. Sampel berjumlah 107 orang yaitu guru dan tenaga
kebersihan di sekolah dasar/sederajat di Kecamatan Tembalang, Kota Semarang pada Tahun 2011 yang diambil
menggunakan proportional random sampling. Variabel penelitian adalah data diperoleh melalui wawancara
terstruktur menggunakan instrumen kuesioner. Data dianalisis secara deskriptif (analisis univariat). Hasil
penelitian menunjukan kewaspadaan komunitas sekolah terhadap penularan DBD masih rendah akibat
ketidaktahuan responden terhadap infeksi sekunder DBD dan siklus hidup nyamuk dan keberadaan nyamuk
sebagai vektor tidak dianggap serius di masyarakat. Responden tidak merasa sebagai kelompok berisiko
karena DBD dipahami cenderung menyerang anak-anak daripada usia dewasa. Efektivitas pemberantasan
sarang nyamuk (PSN) untuk pengendalian vektor DBD di Kecamatan Tembalang belum mendapat respon
positif dari komunitas sekolah. Tindakan pengendalian vektor dan pencegahan gigitan nyamuk di lingkungan
sekolah masih perlu peningkatan. Rekomendasi yang diberikan adalah promosi kesehatan tentang infeksi
DBD, tindakan PSN dan perilaku nyamuk vektor DBD pada guru dan penjaga sekolah.
Abstract
Tembalang district was a Dengue endemic area in Semarang City that had a highest incidence rate of Dengue
Haemorrhagic Fever (DHF) in 2010. Aedes vector control behavior was still low. School community’s vector
control behavior played a role in dengue prevention programs in schools. The purpose of the study was to
identify knowledge, attitude and behavior of dengue vector control in primary school community. This study
used across sectional design. Samples were 107 primary school teachers and janitors in Tembalang District,
Semarang City in 2011. Sampel was choosed with proportional random sampling method. Data were collected
through interviews using a structured questionnaire. Data were analyzed descriptively (univariat analysis).
Results showed that school community awareness in dengue transmission was low because respondents did
not know about secondary infection of DHF and the existence of Aedes mosquito that perceived unserious
in community. Respondents did not feel as risk population because dengue was understood as a disease that
attacked school children rather than adults. The effectiveness of mosquito nest eradication (PSN) for vector
47
Pengendalian Vektor Demam berdarah Dengue ... (Aryani Pujiyanti, et. al)
control activity in Tembalang District did not have positive response from school community. Vector control and
biting prevention in school environment were need improvement. This study recommended health promotion to
DHF infection, mosquito nest eradication activities, and DHF vector behavior for teacher and janitors
Submitted :03 September 2014, Review 1:19 September 2014, Review 2 : 30 September 2014, Eligible article : 08 Oktober 2014
48
Vektora Volume 6 Nomor 2, Oktober 2014: 46 - 51
menggunakan metode proportional random sampling Data yang telah terkumpul kemudian ditabulasi,
(Lameshow, 1997; Tjokronegoro dan Sudarsono, disajikan menggunakan tabel distribusi frekuensi. Data
2007). dianalisis secara deskriptif (analisis univariat).
Pengambilan data dilakukan pada bulan Maret-
April 2011 dengan metode wawancara terstruktur meng- HASIL
gunakan instrumen kuesioner. Variabel penelitian terdiri Distribusi responden berdasarkan karakteristik de-
dari pekerjaan, usia, jenis kelamin, pengetahuan, sikap mo grafi disajikan pada Tabel 1
dan perilaku pengendalian vektor. Kuesioner diuji coba
pada daerah lain yang memiliki karakteristik penduduk Tabel 1. Karakteristik responden di Kecamatan
hampir sama dengan responden di daerah penelitian serta Tembalang Tahun 2011
dilakukan uji validitas-reabilitas sebelum digunakan.
Karakteristik responden n %
Kuesioner terdiri dari 4 bagian yaitu kuesioner karak- Jenis kelamin
teristik, pengetahuan, sikap dan tindakan. Kuesioner laki-laki 45 42,1
karak teristik bertujuan untuk mengidentifikasi umur, Perempuan 62 57,9
jenis kelamin, tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan Usia
responden. Tingkat pendidikan responden dibedakan dewasa awal (20-40 tahun) 58 54,2
menjadi pendidikan tinggi (Tamat Sekolah Menengah dewasa madya (41-65 tahun) 49 45,8
Atas/SMA) hingga tamat perguruan tinggi) dan pen- Jenis pekerjaan
didikan rendah (Tidak sekolah hingga tamat Sekolah Guru 36 33,6
Menengah Pertama/SMP). Kuesioner pengetahuan Petugas kebersihan 71 66,4
berisi informasi tentang penyebab DbD, penularan Tingkat pendidikan
DbD, cara pencegahan gigitan nyamuk, dan upaya pe- Tinggi 99 94,4
ngendalian stadium pra dewasa nyamuk. Kuesioner Rendah 6 5,6
sikap berisi tanggapan responden terhadap keberadaan
jentik dan nyamuk Aedes spp, bahaya gigitan Aedes spp,
fogging, dan manfaat tindakan PSN, dan dukungan guru Jumlah total responden sebanyak 107 orang. ber-
terhadap siswa sebagai pemantau jentik. Sikap dika- dasarkan Tabel 1 responden perempuan lebih banyak
tegorikan sebagai sikap mendukung, netral dan tidak dari pada kelompok laki-laki. Usia responden sebagian
mendukung. Kuesioner perilaku terdiri dari frekuensi besar adalah 35-65 tahun.
kebiasaan responden dalam menggunakan repelent, Distribusi responden berdasarkan pengetahuan
upaya pengendalian jentik nyamuk dengan menguras disajikan pada Tabel 2. Sebagian besar responden telah
penampungan air seminggu sekali, dan pemantauan mengetahui penyebab DbD adalah virus, akan tetapi
jentik mandiri. sebesar 80,4 % responden tidak tahu bahwa seseorang
49
Pengendalian Vektor Demam berdarah Dengue ... (Aryani Pujiyanti, et. al)
Tabel 3 menunjukan sikap responden terhadap pen- demam berdarah dengue karena adanya pemahaman
cegahan demam berdarah dengue. Sejumlah 75,7% res- bahwa nyamuk Aedes lebih banyak menggigit anak usia
ponden mendukung pernyataan bahwa penularan DbD sekolah. Ketidaktahuan responden akan kemungkinan
lebih banyak di sekolah. Lebih dari 85% responden infeksi sekunder dari DbD membuat kewaspadaan
mendukung siswa sebagai pemantau jentik. Sebesar mereka akan bahaya penyakit ini masih rendah.
59,8% responden tidak mendukung pernyataan bahwa Tindakan pencegahan dan perlindungan diri dari
pelaksanaan PSN akan berdampak mengurangi populasi penularan DbD pada komunitas sekolah di Kecamatan
nyamuk. Mayoritas responden mendukung pernyataan Tembalang masih perlu peningkatan. Dari hasil wa-
bahwa gigitan nyamuk berbahaya, namun kurang dari wancara diketahui bahwa mayoritas responden tidak
30% responden terbiasa ada nyamuk di lingkungan rutin menggunakan reppelent/lotion anti nyamuk saat
sekitarnya. beraktivitas di sekolah. Upaya perlindungan diri dari
Perilaku responden ditunjukan pada Tabel 4. Seba- gigitan nyamuk berperan penting untuk meminimalisasi
gian besar responden secara rutin melaksanakan kegiatan faktor risiko penularan DbD di lingkungan sekolah.
menguras seminggu sekali dan memantau jentik secara Minimnya tindakan pencegahan ini tidak terlepas dari
mandiri. Penggunaan obat nyamuk oles untuk mencegah pengetahuan dan persepsi responden yang rendah
gigitan nyamuk hanya dilakukan pada 15,9% responden. terhadap bahaya gigitan nyamuk Aedes.
Perilaku responden untuk melaporkan secara rutin hasil Di Kecamatan Tembalang, mayoritas responden
pemantauan jentik di sekolah hanya dilaksanakan oleh tahu bahwa gigitan nyamuk Aedes berbahaya, namun
36,4% responden (Tabel 4). responden merasa biasa jika menemukan keberadaan
50
Vektora Volume 6 Nomor 2, Oktober 2014: 46 - 51
nyamuk Aedes di sekitarnya. Hal tersebut menunjukan keberadaan telur nyamuk dengan sasaran dari kegiatan
bahwa nyamuk Aedes tidak dianggap sebagai hal serius menguras dengan benar, sehingga untuk memutus siklus
di masyarakat. Menurut (Patel dkk, 2011), masyarakat hidup nyamuk dengan PSN tidak dapat dilaksanakan
belum secara maksimal melakukan perilaku pencegahan secara optimal.
gigitan nyamuk karena persepsi mereka terhadap risiko Pelaksanaan PSN dikatakan berhasil apabila dila-
untuk terkena gigitan nyamuk vektor masih rendah. kukan secara rutin, serentak dan berkesinambungan
Pernyataan tersebut didukung oleh penelitian sebelum- (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2003) Indi-
nya tentang pengetahuan DbD pada ibu rumah tangga di kator keberhasilan PSN dapat ditinjau dari angka bebas
Kecamatan Tembalang yang hasilnya juga menunjukkan jentik (AbJ) yang diperoleh dari kegiatan pemantauan
kewaspadaan yang lemah pada masyarakat terhadap jentik. Lebih dari 80% responden melaksanakan perila-
bahaya gigitan nyamuk Aedes. Kondisi tersebut karena ku pemantauan jentik mandiri secara rutin, akan tetapi
adanya persepsi masyarakat Tembalang bahwa nyamuk hanya 36,4% melaporkan hasil pemantauan jentik kepa-
di lingkungan mereka dianggap sebagai gangguan bukan da petugas kesehatan. berdasarkan pernyataan sikap
sebagai vektor penyakit serta adanya bahwa tidak semua responden, komunitas sekolah di Kecamatan Tembalang
orang yang tergigit oleh nyamuk Aedes dapat langsung mayoritas mendukung gerakan siswa menjadi pemantau
terkena DbD (Aryani dan Triratnawati, 2011). jentik di sekolah. Kegiatan pemantauan jentik bermanfaat
Efektivitas PSN untuk pengendalian vektor DbD di untuk meningkatkan kewaspadaan dini akan keberadaan
Kecamatan Tembalang belum mendapat respon positif vektor DbD di lingkungan sekolah. Guru maupun sis-
dari komunitas sekolah. Sebagian besar responden sudah wa dapat dilibatkan sebagai tenaga pemantau jentik
tahu bahwa PSN bertujuan untuk mencegah DbD, akan di sekolah bekerja sama dengan kader PSN maupun
tetapi dari hasil wawancara, lebih dari 60% responden petugas puskesmas untuk pelaporan hasil kegiatan
tidak mendukung pernyataan bahwa PSN bermanfaat pemantauan.Sekolah merupakan salah satu tempat ideal
untuk menurunkan populasi nyamuk. Hasil ini sesuai untuk melakukan promosi kesehatan karena siswa dapat
dengan penelitian (Pérez-Guerra dkk, 2005) yang me- berperan sebagai agen promosi kesehatan pada keluarga
nyebutkan penurunan persepsi terhadap kesuksesan dan masyarakat (Krianto, 2009).
upaya pengendalian vektor karena masyarakat masih Pengetahuan komunitas sekolah tentang infeksi
menemukan adanya nyamuk di rumah mereka walaupun DbD, tindakan PSN serta perilaku nyamuk vektor da-
tindakan PSN sudah dilakukan. Ketidakyakinan respon- pat ditingkatkan melalui upaya promosi kesehatan.
den terhadap efektivitas PSN membuat responden lebih Peningkatan pengetahuan komunitas sekolah diharapkan
memilih tindakan fogging untuk mencegah DbD di dapat mengubah persepsi mereka terhadap keseriusan
Kecamatan Tembalang. Dari hasil penelitian, fogging dan kerentanan penularan DbD serta membentuk
diketahui oleh komunitas sekolah sebagai tindakan un- perilaku positif dalam pengendalian vektor DbD di
tuk mencegah DbD secara berkesinambungan. Hasil sekolah.
ini sesuai dengan penelitian (Krianto, 2009) di Depok, Penelitian ini memliki keterbatasan yaitu tingkat
bahwa masyarakat lebih mengutamakan pengasapan pengetahuan, sikap, dan perilaku (PSP) diukur pada
(fogging) untuk mencegah DbD karena fogging satu periode (Maret-April 2011) dan perilaku responden
dianggap lebih cepat dan efektif mengurangi populasi diukur dari jawaban kuesioner bukan melalui observasi
nyamuk daripada PSN. langsung.
Pelaksanaan PSN yang optimal tidak terlepas
dari pengetahuan responden akan bionomik vektor. KESIMPULAN DAN SARAN
Menurut (Raude dkk, 2012), responden yang memiliki Kewaspadaan komunitas sekolah terhadap penu-
pengetahuan yang baik tentang perilaku vektor akan laran DbD masih rendah akibat ketidaktahuan responden
me miliki kemampuan lebih baik untuk mengidentifikasi terhadap infeksi sekunder DbD dan siklus hidup nya-
tempat-tempat perindukan nyamuk yang menjadi sa- muk dan keberadaan nyamuk sebagai vektor tidak di-
saran dari tindakan pengendalian vektor. Salah satu anggap serius di masyarakat. Responden tidak merasa
tindakan PSN adalah menguras dan menyikat tempat sebagai kelompok berisiko karena DbD dipahami cen-
penampungan air. Tujuannya agar telur nyamuk Ae. derung menyerang anak-anak daripada usia dewasa.
aegypti yang menempel pada dinding penampungan Efektivitas PSN untuk pengendalian vektor DbD di
air rusak dan tidak dapat berkembang menjadi jentik Kecamatan Tembalang belum mendapat respon positif
nyamuk. berdasarkan hasil penelitian, hanya sepertiga dari komunitas sekolah. Tindakan pengendalian vektor
responden mengetahui bahwa nyamuk berasal dari dan pencegahan gigitan nyamuk di lingkungan sekolah
telur nyamuk. Responden tidak dapat menghubungkan masih perlu peningkatan. Rekomendasi yang diberikan
51
Pengendalian Vektor Demam berdarah Dengue ... (Aryani Pujiyanti, et. al)
adalah promosi kesehatan tentang infeksi DbD, tindakan canaan banda Aceh. banda Aceh, TDM RC-
PSN dan perilaku nyamuk vektor DbD terutama pada Unisyah.2011.Tanggal 13-19 April 2011.
guru dan penjaga sekolah. Krianto T. Masyarakat Depok memilih fogging yang tidak
dimengerti.Jurnal Kesehatan Masyarakat.2009.
UcAPAN TERIMAKASIH 4(1): 29-35.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Drs. Krianto T. Tidak semua anak sekolah mengerti demam
Hadi Suwasono, MS, Wiwik Trapsilowati, SKM, berdarah.Makara Kesehatan 13(2): 99-103.2009.
M.Kes, Anggi S Irawan, S.Ant, Hetty Nur Tri Utami, Lameshow S, Hosmer. D., Klar J, Lwanga SK. besar
dan Sugiarto. yang telah membantu pelaksanaan Sampel dalam penelitian kesehatan (terjemahan).
teknis di lapangan, serta seluruh responden yang telah Yogyakarta, Gadjah Mada University Press.1997
berpartisipasi aktif dalam penelitian ini. Murti b. Prinsip dan Riset Epidemiologi. Yogyakarta,
Gadjah Mada University Press.2003.
Pérez-Guerra CL, Seda H., García-Rivera EJ, Gary
DAFTAR PUSTAKA
GC. Knowledge and attitudes in Puerto Rico
Aryani P, Triratnawati, A.Pengetahuan dan Pengalaman
concerning dengue prevention. Pan Am J Public
Ibu Rumah Tangga atas Nyamuk Demam berda-
Health.2005. 17(4).
rah Dengue. Makara Kesehatan.2011.15(1): 6-14.
Phunakoonnon, brough. M., bryan JH.Folk Knowledge
Azwar S. Sikap Manusia: Teori dan pengukurannya.
about dengue mosquitoes and contributions of
Yogyakarta, Pustaka Pelajar Offset.2006.
heath belief model in dengue control promotion
Departemen Kesehatan Republik Indonesia dan World
in Northeast Thailand. Journal Acta Tropica.2006.
Health Organization Regional Publication
99(1): 6-14.
SEARO. Prevention Control of Dengue and
Raude J, Chinfatt K., Huang P, betansedi CO, Katumba
Dengue Haemorrhagic Fever (Pencegahan dan
K, Vernazza N, bley D. Public perceptions and
Penanggulangan Penyakit Demam Dengue dan
behaviours related to the risk of infection with
Demam berdarah Dengue). Jakarta, Departemen
Aedes mosquito borne-diseases:a cross-sectional
Kesehatan RI.2003.
study in Southerastern France.bMJ Open.2012.
Dinas Kesehatan Kota Semarang. Laporan Rekapitulasi
Sujariyakul A, Prateepko S., Chongsuvivatwong
Kasus Penyakit bersumber binatang Kota Se-
V, Thammapalo S.Transmission of dengue
marang Tahun 2005-2010. Semarang, Dinas
hemorrhagic fever at home or school.Dengue
Kesehatan Kota Semarang.2005-2010.
bulletin.2005. 29: 32-40.
Dinas Kesehatan Kota Semarang. Profil Kesehatan
Therawiwat M, Wijitr F., Jaranit K, Nirat I, Allan S.
Kota Semarang Tahun 2010. Semarang, Dinas
Community-based approach for prevention
Kesehatan Kota Semarang.2010.
and control of dengue hemorrhagic fever in
Hayani A, Ahmad E., Yunus W, Samarang. Pengaruh
Kachanaburi Province Thailand.Southeast Asian
pelatihan guru UKS terhadap efektivitas pembe-
J Trop Med Public Health.2005. 36(6): 1439-
rantasan sarang nyamuk demam berdarah dengue
1449.
di tingkat sekolah dasar, Kota Palu, Provinsi Sula-
Tjokronegoro A, Sudarsono S. Metodologi penelitian
wesi Tengah. Jurnal Ekologi Kesehatan 2006.
bidang kedokteran Jakarta, balai Penerbit FKUI.
5(1): 376-369.
2007.
Indah R, Nurjannah, Dahlia, Hermawati D. Studi Pe-
World Health Organization. Comprehensive Guidelines
ngetahuan, sikap dan perilaku masyarakat
for Prevention and Control of Dengue and
Aceh dalam pencegahan demam berdarah de-
Dengue Haemorrhagic Fever. India, World Health
ngue. Prosiding Seminar hasil penelitian keben-
Organization Regional Office of SouthEast Asia.
2011.
52
Penelitian
144
Waris L. & Tri Yuana W. Pengetahuan sikap dan perilaku masyarakat
Jurnal Buski Vol. 4, No. 3, Juni 2013, Hal. 144 - 149 145
Waris L. & Tri Yuana W. Pengetahuan sikap dan perilaku masyarakat
Koresponden
Karakteristik Pilihan Jawaban
Jml %
Pendidikan kebanyakan dari responden adalah pengetahuan baik dengan perilaku kurang
tamatan SD sebesar 46 responden (46%). sejumlah 16 responden (39%). Begitu pula
Pekerjaan terbanyak adalah pegawai swasta sebaliknya responden pengetahuan kurang
sebesar 39 (39%). Tingkat pengeluaran ekonomi dengan perilaku kurang sebanyak 36 responden
terbanyak dari responden adalah Rp. 1.000.000,- (61%), sedangkan responden pengetahuan kurang
s/d Rp. 2.000.000,-. Karakteristik responden dapat dengan perilaku baik sebanyak 23 (39%). Hasil
dilihat pada tabel 1. analisis statistik Chi-square pengetahuan dan
Secara umum pengetahuan masyarakat tentang perilaku responden di Kecamatan Batulicin dapat
penyakit DBD kurang, ini dapat dilihat dari hanya 1 dilihat pada tabel 4.
orang yang menjawab bahwa demam berdarah Pembahasan
disebabkan oleh virus dengue, gejala penyakit
Hasil penelitian ini menunjukan secara umum
demam berdarah sebanyak 45% responden
pengetahuan masyarakat tentang demam
mengaku tidak tahu, nama vektor nyamuk demam
berdarah bisa dikatakan kurang. Pengkategorian
berdarah sebanyak 23% yang tahu dan 76% yang
pengetahuan kurang didasarkan/ditekankan pada
tidak mengetahuinya, begitupun dengan sarang
poin pertanyaan apakah masyarakat tahu
nyamuk demam berdarah sebanyak 36%
penyebab DBD dan cara penularannya, dari
responden menjawab tidak tahu. Pengetahuan
seratus responden hanya 1% yang menjawab
masyarakat Kecamatan Batulicin dapat dilihat pada
bahwa virus dengue adalah penyebab penyakit
tabel 2.
DBD sedangkan kategori pertanyaan cara
Perilaku masyarakat dalam upaya pencegahan penularan penyakit demam berdarah hanya 28%
DBD kurang ini dapat dilihat dari 31 orang (31%) yang mengetahui bahwa nyamuk penular penyakit
yang mau menutup tempat penyimpanan air bersih demam berdarah hidup pada air yang bersih.
dan hanya sebanyak 20 orang (20%) melakukan 3
Perilaku masyarakat cenderung negatif, ini dapat
M Plus. Perilaku masyarakat Kecamatan Batulicin
dilihat dari 100 responden hanya 20 orang yang
dapat dilihat pada tabel 3.
melakukan 3M plus dan 31 orang menutup tempat
Dari hasil analisis uji statistik Chi-Square penyimpanan air bersih dengan rapat. Dilihat dari
responden pengetahuan baik dengan perilaku baik hasil wawancara baik pendidikan maupun
pula sejumlah 25 responden (61%), sedangkan penghasilan masyarakat pada tingkat menengah
146 Jurnal Buski Vol. 4, No. 3, Juni 2013, Hal. 144 - 149
Waris L. & Tri Yuana W. Pengetahuan sikap dan perilaku masyarakat
ke bawah, oleh sebab itu pendidikan sangat Pengetahuan terdiri dari tahu, memahami, aplikasi,
mempengaruhi seseorang dalam mengambil analisis, sintesis, dan evaluasi sedangkan perilaku
keputusan, seorang yang berpendidikan ketika dari pandangan biologis merupakan suatu
menemui suatu masalah akan berusaha dipikirkan kegiatan/aktivitas organisme yang bersangkutan.
sebaik mungkin dalam menyelesaikan masalah Perilaku manusia adalah suatu aktivitas manusia
tersebut. Orang yang berpendidikan cenderung itu sendiri. Perilaku manusia itu mempunyai
akan mampu berpikir tenang terhadap suatu cakupan yang sangat luas antara lain berjalan,
masalah. Masyarakat yang memiliki tingkat berbicara, bereaksi, berpakaian, dan lain
pendidikan lebih tinggi lebih berorientasi pada sebagainya. Kegiatan internal seperti berpikir,
tindakan preventif, mengetahui lebih banyak persepsi, dan emosi juga merupakan perilaku
tentang masalah kesehatan dan memiliki status manusia. Untuk kepentingan kerangka analisis
kesehatan yang lebih baik.5 dapat dikatakan bahwa perilaku adalah apa yang
Jurnal Buski Vol. 4, No. 3, Juni 2013, Hal. 144 - 149 147
Waris L. & Tri Yuana W. Pengetahuan sikap dan perilaku masyarakat
Tabel 4. Hasil analisis statistik Chi-square pengetahuan dan perilaku responden di Kecamatan Batulicin
Perilaku
Pengetahuan Kurang 23 36
dikerjakan oleh orang tersebut dan dapat diamati Kabupaten Indramayu menyimpulkan bahwa
secara langsung/tidak langsung.6 Hal ini sejalan tingkat pengetahuan meskipun berkorelasi sangat
juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Rini kecil, tetapi kontribusinya terhadap sikap maupun
Hidayati yang melihat bahwa pengetahuan perilaku responden dalam perlindungan diri, PSN
kesehatan masyarakat dititik tekankan pada tingkat dan penyakit DBD tidak dapat diabaikan.7 Perilaku
pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat sehat adalah tindakan yang dilakukan individu
terhadap pemberantasan penyakit DBD seperti untuk memelihara dan meningkatkan
tahu tentang DBD, penyebabnya nama nyamuk kesehatannya, termasuk pencegahan penyakit,
yang menyebarkan dan perilaku nyamuk, siklus perawatan kebersihan diri, penjagaan kebugaran
perkembangan nyamuk DBD, panjang periode melalui olahraga dan makanan bergizi.
siklus nyamuk dan tempat kembang biak nyamuk Hasil Penelitian Kebencanaan Tsunami Disaster
DBD, gejala DBD, apakah dapat dicegah, Mitigation Research Center Universitas Syiah
mengetahui tentang Pemberantasan Sarang Kuala (TDMRC-Unsyiah) Banda Aceh dan
Nyamuk (PSN), sumber informasi PSN, kapan penelitian yang dilakukan oleh Rosdiana
sebaiknya dilakukan PSN, pada masyarakat
148 Jurnal Buski Vol. 4, No. 3, Juni 2013, Hal. 144 - 149
Waris L. & Tri Yuana W. Pengetahuan sikap dan perilaku masyarakat
mengatakan hal yang sama bahwa ada hubungan Pengembangan Kesehatan. 2010.
yang bermakna antara pengetahuan dengan 4. (JPNN) Jawa Pos National Network. Kasus DBD
perilaku responden terhadap pencegahan dan Relatif Turun. 2011. Juli 2013.
pemberantasan demam berdarah. Semakin
8-9
Terima kasih kepada sejawat di Balai Litbang P2B2 10. Notoadmodjo, S. Pengantar Pendidikan Kesehatan
Tanah Bumbu yang banyak mendukung untuk dan Ilmu Perilaku Kesehatan. Yogjakarta: Andi
terselesaikannya penelitian ini. Kepala Badan Offset. 1993.
Litbang Kemenkes RI, Kepala Dinas Kesehatan 11. Hairil F et.al. A Knowledge, Attitude and Practices
Propinsi Kalimantan Selatan, Kepala Balitbangda (KAP) Study on Dengue among Selected Rural
Provinsi Kalimantan Selatan, Kepala Dinas Communities in the Kuala Kangsar District. Pacific
Kesehatan Kabupaten Tanah Bumbu, Kabid Journal of Public Health, 37-43. 2003.
beserta staf P2PL Dinas Kesehatan Kabupaten
Tanah Bumbu, Kepala Puskesmas Batulicin
beserta staf dan masyarakat setempat.
Daftar Kepustakaan
1. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Hasil
Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Provinsi
Kalimantan Selatan 2007. Jakarta. 2010.
Jurnal Buski Vol. 4, No. 3, Juni 2013, Hal. 144 - 149 149
Aspirator, Vol. 6, No. 1, 2014 : 21-28
The Utilization of Standard Deviational Ellipse (SDE) Model for the Analysis of Dengue
Fever Cases in Banjar City 2013
Martya Rahmaniati1, Tris Eryando1, Dewi Susanna2, Dian Pratiwi3*, Fajar Nugraha3,
Andri Ruliansah4, Muhammad Umar Riandi4
1
Departemen Biostatistik dan Kesehatan Populasi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia,
Kampus UI, Depok, Indonesia
2
Departemen Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Indonesia, Kampus
UI Depok, Indonesia
3
Pusat Penelitian Biostatistik dan Informatika Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia,
Kampus UI Depok, Indonesia
4
Loka Litbang P2B2 Ciamis, Jln. Raya Pangandaran Km.03, Pangandaran, Jawa Barat, Indonesia
Abstract. Dengue Fever Disease is still regarded as an endemic disease in Banjar City. Information is
still required to map dengue fever case distribution, mean center of case distribution, and the direction
of dengue fever case dispersion in order to support the surveillance program in the relation to the vast
area of the dengue fever disease control program. The objective of the research is to obtain information
regarding the area of dengue fever disease distribution in Banjar City by utilizing the Standard
Deviational Ellipse (SDE) model. The research is an observational study with Explanatory Spatial Data
Analysis (ESDA). Data analysis uses SDE model with the scope of the entire sub district area in Banjar
City. The data analyzed is dengue fever case from 2007-2013 periods, with the number of sample of
315 cases. Social demographic overview of dengue fever patients in Banjar City shows that most of the
patients are within the productive age, with 39.7% within the school age and 45.7% are within the work
age. Most of the dengue fever patients are men (58.1%). Distribution of dengue fever cases from the
period of 2007 until 2012 mostly occur in 25-37.5 meters above sea level (MASL) (55.8%). The SDE
models of dengue fever cases in Banjar City generally form dispersion patterns following the x-axis and
clustered by physiographic boundaries. The SDE model can be used to discover dispersion patterns
and directions of dengue fever cases, therefore, dengue fever disease control program can be conducted
based on local-specific information, in order to support health decision.
Keywords: model, mapping, Standard Deviational Ellipse, dengue fever, Banjar City
Abstrak. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan penyakit endemis di Kota
Banjar. Diperlukan informasi yang dapat memetakan penyebaran, pemusatan, dan arah pergerakan pola
kasus DBD dalam kegiatan surveilans untuk mengetahui luas cakupan program pengendalian penyakit
DBD. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi wilayah penyakit DBD melalui Model
Standard Deviational Ellipse (SDE) di Kota Banjar. Penelitian ini merupakan studi observasional yang
bersifat Explanatory Spatial Data Analysis (ESDA). Analisis data menggunakan model SDE pada lingkup
seluruh kecamatan di Kota Banjar. Data yang digunakan adalah data kasus DBD dari tahun 2007-2012,
sebanyak 315 kasus. Gambaran umum penderita DBD di Kota Banjar secara sosiodemografi, sebagian
besar adalah laki-laki (58,1%) dengan kelompok usia produktif yaitu anak sekolah (39,7%) dan usia
bekerja (45,7%). Kasus DBD di Kota Banjar selama periode tahun 2007-2012 sebagian besar berada
pada ketinggian 25-37,5 mdpl (55,8%). Secara umum, model SDE di Kota Banjar mempunyai arah
pergerakan kasus yang cenderung mengikuti sumbu X dan pola berkelompok sesuai batas fisiografis.
21
Penggunaan Model SDE...(Rahmaniati et al)
Model SDE dapat dimanfaatkan untuk mengetahui pola disperse dan arah pergerakan kasus DBD
sehingga intervensi program pengendalian penyakit DBD dapat dilakukan berdasarkan lokasi spesifik
sebagai bahan pendukung keputusan.
LATAR BELAKANG
Virus dengue penyebab DBD ditularkan (SDE). Model SDE dapat digunakan untuk
oleh vektor Aedes aegypti. Sampai saat memperoleh pemahaman yang lebih baik
ini, penyakit DBD masih menjadi masalah mengenai fenomena geografis dari suatu
kesehatan yang cukup serius. Pola kejadian kejadian dan mengetahui dengan tepat
penyakit DBD di Kota Banjar berfluktuasi, penyebab suatu kejadian berdasarkan pola
kasus demam berdarah dengue (DBD) di geografis yang spesifik.4,5 Tujuan penelitian
Kota Banjar pada tahun 2009 sebanyak ini adalah untuk mendapatkan informasi
303 kasus, pada 2010 kasus DBD menurun wilayah kasus DBD melalui model SDE
menjadi 101 kasus, dan 30 kasus pada tahun bagi implementasi penanggulangan penyakit
2011.1 Kasus DBD kembali meningkat pada DBD di Kota Banjar.
2012 yaitu sebanyak 181 kasus dan menurun
pada tahun 2013 sebanyak 87 kasus dengan 2
BAHAN DAN METODE
orang meninggal.2
Kegiatan memutus rantai penyebaran Penelitian ini merupakan studi obser-
DBD sudah dilakukan, namun insiden DBD vasional yang bersifat Exploratory Spatial
tetap ada dan menjadikan Kota Banjar Data Analysis (ESDA), adalah sebuah teknik
sebagai daerah endemis DBD, karena itu yang menjelaskan tentang: (1) distribusi data
dibutuhkan sistem informasi surveilans yang bersifat spasial; (2) mengindentifikasikan
melalui Geographic Information System data spasial yang bersifat outlier; dan (3)
(GIS) yang dapat menjawab permasalahan mendapatkan model dari hubungan data
wilayah sehingga dapat digunakan untuk spasial, kluster, atau wilayah hot spots dari
penanganan permasalahan penyakit DBD. sebuah data spasial yang tidak homogen.6
Informasi surveilans berbasis GIS membantu Metode ESDA menghitung aspek spasial
dalam pemetaan penyebaran dan cakupan. dengan menggunakan alat analisa spasial
Data ini juga dapat digunakan sebagai alat yaitu Sistem Informasi Geografis (GIS).7
untuk membantu mengindentifikasi sasaran Analisis data menggunakan model
kegiatan pelayanan kesehatan berdasarkan SDE pada lingkup satu kota dengan seluruh
wilayah kerja dan berdasarkan kebutuhan.3 kecamatannya, yaitu Kecamatan Banjar,
Pemetaan berfungsi untuk mempermudah Langensari, Pataruman, dan Purwaharja.
petugas dalam mengenali area penyebaran Data yang digunakan adalah data kasus DBD
nyamuk. Mempelajari bioekologi nyamuk dari tahun 2007-2012, dengan jumlah kasus
merupakan dasar dari pengendalian nyamuk, DBD sebanyak 315 kasus. Tujuan penelitian
mengingat sifatnya yang local spesific, bisa ini untuk menganalisa tren kasus dan pola
berbeda antara satu daerah dengan daerah dispersi kasus DBD. Dalam ruang dua
lainnya. Sedangkan dengan diketahuinya dimensi, kita dapat menunjukkan melalui
status resistensi nyamuk, akan memberikan histogram frekuensi apakah distribusi tersebut
pilihan insektisida yang efektif dan efisien. miring dalam satu arah atau lainnya. Dalam
Salah satu model analisa dalam GIS representasi peta, kita dapat menggunakan
adalah Model Standard Deviational Ellipse SDE, sebagai sarana meringkas central
22
Aspirator, Vol. 6, No. 1, 2014 : 21-28
tendency dan dispersi dalam dua dimensi, menyatakan bahwa sesuatu yang berdekatan
serta menunjukkan tren directional. lebih erat hubungannya dibandingkan dengan
Terdapat dua poin yang menarik tentang sesuatu yang berjauhan.6,10 Jika suatu wilayah
pembagian titik lokasi di ruang dua dimensi: menjadi endemik penyakit, maka diduga
(1) pemusatan (central tendency) dan (2) wilayah tersebut akan membuat wilayah yang
penyebaran (dispersi). Kecenderungan pusat berbatasan langsung dengannya menjadi
adalah pusat mean dan dispersi mengacu endemi penyakit yang baru.11
pada penyebaran dari pusat mean dibatasi
oleh elips. SDE adalah representasi grafis
HASIL
standar deviasi di sepanjang sumbu X dan Y
berpusat pada rata-rata data secara geometris Hasil penelitian dari analisis data
dari semua lokasi (Gambar 1). Tujuannya sekunder, diketahui bahwa berdasarkan data
adalah untuk memberikan tren ringkasan sosiodemografi penderita DBD, kecamatan
dispersi dan memeriksa apakah titik distribusi dengan jumlah penderita DBD terbanyak
memiliki bias arah.8 di Kecamatan Banjar 44,8%. Penderita
terbanyak berjenis kelamin laki-laki (58,1%).
Pola kategori usia penderita DBD yaitu usia
5-20 tahun sebanyak 39,7% dan usia 21-50
tahun sebanyak 45,7%. Model SDE pada
kasus DBD Kota Banjar dari tahun 2007-
2012 dapat dilihat pada peta di Tabel 1,
digunakan dalam melihat tren kasus pada
rentang waktu tersebut.
Gambar 1. Bentuk Keluaran dari Peta Hasil
SDE Pada tahun 2007 terdapat 14 kasus
Pusat rata-rata dari SDE menunjukkan kejadian DBD di Kota Banjar yang tersebar
pusat massa untuk setiap hari. Bentuk di bagian utara Kota Banjar, 14 kasus tersebut
pergerakan dan jarak dari pusat rata-rata terbagi ke dalam dua kelompok utama yang
untuk hari berturut-turut dapat membantu terpisahkan oleh batas fisiografis berupa
memberikan peringatan terlebih dahulu bukit dan sungai. Kelompok pertama (9 kasus
tentang arah dan laju penyebaran penyakit. DBD) terletak lebih barat dibandingkan
kelompok kedua (5 kasus DBD).
Rumus yang digunakan dalam SDE
adalah sebagai berikut: Pada tahun 2008 terdapat 86 kasus
kejadian DBD yang sebagian besar tersebar
n
2 di bagian utara dan tengah Kota Banjar,
∑(x − X )
i
sedangkan sebagian kecil tersebar di bagian
SDEx = i =1
23
Penggunaan Model SDE...(Rahmaniati et al)
tujuh kelompok utama yang terpisahkan oleh III terletak di bagian utara Kota Banjar (11
batas fisiografis berupa bukit dan sungai. kasus DBD), sedangkan kelompok I terletak
Empat kelompok (kelompok IV, V, VI, dan di bagian timur Kota Banjar (6 kasus DBD)
VII) secara geografis terletak berdekatan dan kelompok II terletak di bagian barat daya
satu sama lain yaitu di bagian barat Kota Kota Banjar (6 kasus DBD).
Banjar (total 78 kasus DBD). Kelompok
24
Aspirator, Vol. 6, No. 1, 2014 : 21-28
Pada tahun 2010 terdapat 37 kasus Pada tahun 2011 terdapat 30 kasus
kejadian DBD yang sebagian besar tersebar kejadian DBD yang sebagian besar tersebar
di bagian tengah Kota Banjar, dan sebagian di bagian tengah Kota Banjar, dan sebagian
kecil tersebar di bagian utara dan timur Kota kecil tersebar di bagian utara dan timur
Banjar. Kasus tersebut terbagi ke dalam dua Kota Banjar. Kasus tersebut terbagi ke
kelompok utama yang terletak berdekatan dalam empat kelompok utama yang yang
satu sama lain (total 32 kasus). Model SDE terpisahkan oleh batas fisiografis berupa
untuk kedua kelompok utama tersebut bukit dan sungai. Dua kelompok (kelompok
menunjukkan pola arah yang berbeda satu I dan II) secara geografis terletak berdekatan
sama lain. satu sama lain yaitu di bagian tengah Kota
25
Penggunaan Model SDE...(Rahmaniati et al)
Banjar (total 23 kasus DBD). Kelompok III 37,5 mdpl yaitu sebanyak 174 kasus (55,8%),
terletak di bagian timur Kota Banjar (3 kasus sedangkan di ketinggian 37,5-50 mdpl yaitu
DBD), sedangkan kelompok IV terletak di sebanyak 77 kasus (24,7%).
bagian utara Kota Banjar (4 kasus DBD).
Model SDE untuk kelompok I, II, dan IV
cenderung mempunyai bentuk dan arah yang PEMBAHASAN
sama namun berbeda dengan kelompok III.
Kasus DBD secara sosiodemografi
Pada tahun 2012 terdapat 44 kasus di Kota Banjar menyerang usia produktif
kejadian DBD di Kota Banjar yang sebagian yaitu usia sekolah dan usia bekerja, yang
besar tersebar di bagian tengah hingga ke mobilisasinya sebagian besar waktunya
barat Kota Banjar, dan sebagian kecil tersebar berada di sekolah, tempat kuliah maupun
di bagian utara dan timur Kota Banjar. Kasus tempat kerja, sehingga diperlukan sosialisasi
tersebut terbagi ke dalam tiga kelompok dan intervensi dalam program pengendalian
utama yang terpisahkan oleh batas fisiografis DBD tidak hanya di pemukiman namun
berupa bukit dan sungai. Kelompok I terletak juga perkantoran, sekolah, dan kampus. Pola
di bagian tengah hingga ke barat Kota Banjar kasus DBD di Kota Banjar mengelompok
(30 kasus DBD), sedangkan kelompok sama seperti penelitian Nuril pada
II terletak di bagian utara Kota Banjar (8 kasus DBD di Semarang (2011), bahwa
kasus DBD), dan kelompok III terletak di terdapat autokorelasi spasial positif yang
bagian timur Kota Banjar (5 kasus DBD). mengindikasikan lokasi yang berdekatan
Terdapat 1 kasus DBD yang terletak agak mempunyai nilai yang mirip. Kasus DBD di
jauh dari 3 kelompok utama tersebut yaitu kecamatan yang jumlah penderitanya tinggi
di bagian selatan Kota Banjar. Model SDE cenderung berkelompok.11
untuk kelompok I, II, dan IV cenderung Arah pergerakan kasus DBD berbeda-
mempunyai bentuk dan arah yang sama dan beda pusatnya, dipengaruhi oleh batas
berbeda dengan kelompok III. fisiografis berupa bukit dan sungai. Hal
Kasus DBD dari rentang tahun 2007 tersebut sesuai karakter nyamuk DBD
hingga tahun 2012 di Kota Banjar (Gambar yang berkembang biak di air jernih, bukan
2) paling banyak terjadi di ketinggian 25- aliran yang deras seperti sungai yang keruh.
Gambar 2. Distribusi Kasus DBD Kota Banjar Tahun 2007-2012 Berdasarkan Ketinggian (mdpl)
Distribusi Kasus DBD Kota Banjar Tahun 2007-2012 Berdasarkan Ketinggian
(mdpl)
25-37,5 37,5-50
50-62,5 62,5-75
100-112,5 112,5-125
> 125
26
Aspirator, Vol. 6, No. 1, 2014 : 21-28
Kasus DBD di Kota Banjar terjadi pada Kabupaten Karawang-Jawa Barat. Depok:
ketinggian antara 25-125 mdpl, dimana DRPM UI; 2009. p. 9-12
nyamuk DBD memang tidak ditemukan pada 4. Tris E, Dewi S, Dian P, Fajar N. Model
ketinggian lebih dari 1000 mdpl, karena suhu Standard Deviational Ellipse (SDE) dan
yang rendah tidak memungkinkan untuk Spatial Interpolation untuk Kasus Malaria
mematangkan telur, hal ini sejalan dengan di Daerah Endemis Malaria dengan
penelitian oleh Yanti (2004) dan Tris (2013) Pendekatan Partisipatory Mapping di
bahwa suhu dan kelembaban berpengaruh Kabupaten Sukabumi. Depok: DRPM UI;
terhadap pematangan telur Ae. aegypti.12,13 2012. p. 21-26
5. Tris E, Dewi S, Dian P, Fajar N. Standard
Deviational Ellipse (SDE) Models for
KESIMPULAN Malaria Surveillance, Case Study: Sukabumi
District-Indonesia, in 2012. Malaria Journal,
Pusat rata-rata dari SDE membantu 2012;11(Suppl 1): p.130.
memberikan informasi kewaspadaan dini
6. Anselin L. Exploratory Spatial Data
tentang arah dan laju penyebaran penyakit
Analysis and Geographic Information
DBD, hasilnya tampak adanya keterkaitan Systems. National Center for Geographic
dengan kondisi wilayah (seperti dibatasi Information and Analysis of California
oleh badan air atau adanya sungai dan bukit) Santa Barbara: CA93106;1993.
dan dipengaruhi juga oleh pola pemukiman.
7. Anselin L, A Getis. Spatial Statistical
Untuk menekan angka kejadian penyakit Analysis and Geographic Information
DBD diperlukan dukungan informasi Systems. Lisbon: Portugal;1992.
surveilans secara efektif untuk pengambilan
8. Dewi S, Martya R, Fajar N, Dian P.
keputusan yang kuat, melalui peningkatan
Penggunaan Model Standard Deviational
pengetahuan petugas kesehatan dengan Ellipse Pada Analisa Kasus Penyakit
suatu analisis hasil informasi surveilans yang Bersumber Binatang. Depok: DRPM UI;
dapat menjawab permasalahan wilayah. 2013.
Model SDE kasus DBD di Kota Banjar dapat
9. Nadra. Pola Penyebaran Spasial dan
dimanfaatkan untuk mengetahui pola dispersi Penerapan Model Regresi Auto-Gaussian
dan arah pergerakan kasus DBD sehingga Pada Kasus Jumlah Penderita Demam
intervensi program pengendalian penyakit Berdarah di Kota Bogor. (internet) [cited 2013
DBD dapat dilakukan berdasarkan lokasi April 15] Available fromt: http://repository.
spesifik sebagai bahan pendukung keputusan ipb.ac.id/handle/123456789/48493
untuk efektivitas dan perencanaan kegiatan. 10. Lee J, Wong SD. Statistical Analysis With
Arcview GIS. New York: John Willey &
DAFTAR PUSTAKA Sons. Inc; 2001.
11. Nuril F, et al. Analisis Spasial Penyebaran
1. Andri S. Cegah Penyebaran Nyamuk DBD
Penyakit Demam Berdarah Dengue Dengan
Dinkes Lakukan Fogging Massal. (internet)
Indeks Moran dan Geary’s C (Studi Kasus
[cited 2013 Juli 20]. Available from: http://
di Kota Semarang Tahun 2011). J. Gaussian.
www.harapanrakyat.com
2013; 2(1): 69-78.
2. Nurdiansyah. Awas Pancaroba Rawan 12. Yanti SE. Hubungan Faktor-faktor Iklim
DBD. (internet) [cited 2013 November 03]. dengan Kasus Demam Berdarah Dengue
Available from: http://www.fokusjabar.com di Kotamadya Jakarta Timur Tahun 2000-
3. Tris E, Dewi S, Doni L, Dian P. Pemetaan 2004 [Skripsi Sarjana]. Depok: Fakultas
Wilayah Endemis DBD dengan GIS Sebagai Kesehatan Masyarakat, Universitas
Bagian Sistem Informasi Surveilans di Indonesia; 2004.
27
Penggunaan Model SDE...(Rahmaniati et al)
28