Anda di halaman 1dari 18

BORANG PORTOFOLIO KEGAWATDARURATAN

No. ID dan Nama Peserta:dr. Halik Alif H


No. ID dan Nama Wahana:RS Tk. II Pelamonia Makassar
Topik: CHF
Tanggal (Kasus): 6 Maret 2020
Nama Pasien: An R No. RM: 663249
Tanggal Presentasi: 2 Juni 2020 Pendamping: dr. Asniwati
Tempat Presentasi: RS Tk. II Pelamonia Makassar
Objek Presentasi:
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi:
Seorang laki-laki, usia 62 tahun datang ke UGD dengan keluhan sesak dialami 2 hari
SMRS.memberat hari ini disertai nyeri ulu hati (+)

Tujuan: Menegakkan diagnosis kasus dan memberikan terapi sesuai kompetensi serta
melakukan rujukan yang tepat
Bahan Tinjauan Riset Kasus Audit
Bahasan: pustaka
Cara Diskusi Presentasi dan e-mail Pos
Membahas: diskusi

Data Pasien: An R No. Registrasi: bpjs


Nama Klinik: IGD
Data Utama Untuk Bahan Diskusi:
Pasien datang dengan keluhan sesak 2 hari SMRS. Sesak dirasakan memberat hari ini..
Riwayat hipertensi (+), BAK Biasa, BAB Biasa. Keluhan nyeri ulu hati (+) tembus
kebelakang, mual (-), muntah (-),

Riwayat Pengobatan: dari RS Tk II Pelamonia:


Amlodipin 10 mg 1x1
Candesartan 16 mg 1x1
Meloxicam 7,5 mg 2x1
Lansoprazol 1x1
Riwayat Kesehatan/Penyakit: Riwayat Hipertensi dan Oa disangkal.
Riwayat Keluarga: -
Riwayat Pekerjaan/Kebiasaan: -
Daftar Pustaka:
1. P R Marantz et al. 2012. The relationship between left ventricular systolic function
and congestive heart failure diagnosed by clinical criteria. Circulation Journal Of The
American Heart Association. Available from : http://circ.ahajournals.org

2. Sudoyo A W dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III ed.IV, Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta. h. 1514-7.

1
BORANG PORTOFOLIO KEGAWATDARURATAN

3. Sudoyo A W dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I ed.IV, Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta. h. 1638-45.

4. McPhee S and Papadakis M A. 2008. Current Medical Diagnosis & Treatment 47th
Edition. Mc Graw Hill. h. 464-8.

5. Brashers V L. 2008. Aplikasi Klinis Patofisiologi Pemeriksaan & Manajemen. Penerbit


Buku Kedokteran EGC. Jakarta. h. 261-5.

6. Rani A A, dkk. 2009. Panduan Pelayanan Medik Perhimpunan Dokter Spesialis


Penyakit Dalam Indonesia. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta. h. 83-6.

Hasil Pembelajaran:
1. Mengetahui pengertian CHF
2. Memberikan penanganan awal pada pasien dengan CHF
3. Melakukan konsul ke dokter spesialis Jantung untuk penanganan lebih lanjut.

2
BORANG PORTOFOLIO KEGAWATDARURATAN

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio


1. Subjektif
Pasien datang dengan keluhan sesak 2 hari SMRS. Sesak dirasakan memberat hari ini..
Riwayat hipertensi (+), BAK Biasa, BAB Biasa. Keluhan nyeri ulu hati (+) tembus
kebelakang, mual (-), muntah (-),

2. Objektif
Pemeriksaan Fisis
 Keadaan umum: Tampak sakit sedang, compos mentis
 GCS 15 (E4M6V5)
 TD: 130/90 mmHg, HR : 92 x/menit, RR = 32 x/menit, T = 37 0C
 Pemeriksaan regional:
 Kepala:
Bentuk normosefal, wajah simetris, edema (-)
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-)
pupil isokor refllex cahaya +/+
Telinga : simetris, bentuk normal
Hidung : deviasi septum (–) secret (–)
Mulut : bibir kering,
Tonsil : T1/T1 hiperemis (–)
 Leher : Pembesaran KGB (-),Pembesaran JVP (+)
 Thorax : Bentuk normal, pergerakan simetris,VBS ka=ki, Ronkhi -/- Wheezing -/-
Jantung : S1, S2 normal, regular, Murmur (–) Gallop (–)
 Abdomen: Perut datar, Bising usus (+) normal. Nyeri tekan epigastrium (+).
Hepar dan lien tidak teraba. Perkusi timpani
 Genitalia: Normal
 Ekstremitas: akral hangat, CRT < 2 detik, edema (+) ,Nyeri lutut (+)

 Lab (06/3/2020)
Hb : 17.1 g/dL
Ht : 49.9 %
Leukosit : 10.000
Trombosit : 34.600
GDS : 110
SGOT: 33
SGPT: 37
Ur : 11
Cr : 0,9

3
BORANG PORTOFOLIO KEGAWATDARURATAN

Elektrokardiograf  (6 Maret 2020)

4
BORANG PORTOFOLIO KEGAWATDARURATAN

Kesan :
Sinus takikardi

Rontgen Thorax PA (6 Maret 2020)


1. Kondisi foto baik

2. Simetris kanan = kiri

3. Trakhea di tengah

4. Tulang-tulang baik

5. Sela iga tidak melebar

6. CTR > 50%

7. Sudut costophrenicus kanan dan kiri tumpul.

8. Parenkim paru : corakan vaskuler normal.

Kesan : Kardiomegali dan efusi pelura bilateral.

5
BORANG PORTOFOLIO KEGAWATDARURATAN

3. Assessment
3.1 DEFINISI
Gagal jantung adalah Ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam
jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap nutrien dan oksigen..

Gambar 1. Gambaran CHF


Beberapa istilah dalam gagal jantung :
1. Gagal Jantung Sistolik dan Diastolik:

Kedua jenis ini terjadi secara tumpang tindih dan sulit dibedakan dari pemeriksaan
fisis, foto thoraks, atau EKG dan hanya dapat dibedakan dengan echocardiography.
Gagal jantung sistolik adalah ketidakmampuan kontraksi jantung memompa sehingga
curah jantung menurun dan menyebabkan kelemahan, kemampuan aktivitas fisik
menurun dan gejala hipoperfusi lainnya.
Gagal jantung diastolik adalah gangguan relaksasi dan gangguan pengisian ventrikel.
Gagal jantung diastolik didefinisikan sebagai gagal jantung dengan fraksi ejeksi lebih
dari 50%. Ada 3 macam gangguan fungsi diastolik ; Gangguan relaksasi, pseudo-
normal, tipe restriktif.
2. Low Output dan High Output Heart Failure

Low output heart failure disebabkan oleh hipertensi, kardiomiopati dilatasi, kelainan
katup dan perikard. High output heart failure ditemukan pada penurunan resistensi
vaskular sistemik seperti hipertiroidisme, anemia, kehamilan, fistula A –V, beri-beri,
dan Penyakit Paget . Secara praktis, kedua kelainan ini tidak dapat dibedakan.
3. Gagal Jantung Kiri dan Kanan (CHF)

Gagal jantung kiri akibat kelemahan ventrikel, meningkatkan tekanan vena pulmonalis
dan paru menyebabkan pasien sesak napas dan orthopnea. Gagal jantung kanan terjadi
kalau kelainannya melemahkan ventrikel kanan seperti pada hipertensi pulmonal
primer/sekunder, tromboemboli paru kronik sehingga terjadi kongesti vena sistemik

6
BORANG PORTOFOLIO KEGAWATDARURATAN

yang menyebabkan edema perifer, hepatomegali, dan distensi vena jugularis. Tetapi
karena perubahan biokimia gagal jantung terjadi pada miokard ke-2 ventrikel, maka
retensi cairan pada gagal jantung yang sudah berlangsung bulanan atau tahun tidak lagi
berbeda.
4. Gagal Jantung Akut dan Kronik

Contoh gagal jantung akut adalah robekan daun katup secara tiba-tiba akibat
endokarditis, trauma, atau infark miokard luas. Curah jantung yang menurun secara
tiba-tiba menyebabkan penurunan tekanan darah tanpa disertai edema perifer.
Contoh gagal jantung kronik adalah kardiomiopati dilatasi atau kelainan multivalvular
yang terjadi secara perlahan-lahan. Kongesti perifer sangat menyolok, namun tekanan
darah masih terpelihara dengan baik.
Curah jantung yang kurang memadai, juga disebut forward failure , hampir selalu
disertai peningkatan kongesti/ bendungan di sirkulasi vena (backward failure), karena
ventrikel yang lemah tidak mampu memompa darah dalam jumlah normal, hal ini
menyebabkan peningkatan volume darah di ventrikel pada waktu diastol, peningkatan
tekanan diastolik akhir di dalam jantung dan akhirnya peningkatan tekanan vena .
Gagal jantung kongestif mungkin mengenai sisi kiri dan kanan jantung atau seluruh
rongga jantung.

3.2 ETIOLOGI
Keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal meliputi : regurgitasi aorta dan
defek septum ventrikel, beban akhir meningkat pada keadaan dimana terjadi stenosis aorta
dan hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark miokardium
dan kardiomiopati. Faktor-faktor yang dapat memicu perkembangan gagal jantung melalui
penekanan sirkulasi yang mendadak dapat berupa : aritmia, infeksi sistemik, infeksi paru-
paru dan emboli paru.
Penyebab tersering gagal jantung kiri adalah hipertensi sistemik, penyakit katup
mitral atau aorta, penyakit jantung iskemik (CAD), dan penyakit miokardium primer.
Penyebab tersering gagal jantung kanan adalah gagal ventrikel kiri, yang menyebabkan
kongesti paru dan peningkatan tekanan arteria pulmonalis. Gagal jantung kanan juga dapat
terjadi tanpa disertai gagal jantung kiri pada pasien dengan penyakit parenkim paru dan
atau pembuluh paru (kor polmunale) dan pada pasien dengan penyakit katup arteri
pulmonalis atau trikuspid.

7
BORANG PORTOFOLIO KEGAWATDARURATAN

3.3 PATOFISIOLOGI
Bila jantung mendadak menjadi rusak berat, seperti infark miokard, maka
kemampuan pemompaan jantung akan segera menurun. Sebagai akibatnya akan timbul dua
efek utama penurunan curah jantung, dan bendungan darah di vena yang menimbulkan
kenaikan tekanan vena jugularis.
Sewaktu jantung mulai melemah, sejumlah respons adaptif lokal mulai terpacu
dalam upaya mempertahankan curah jantung. Respons tersebut mencakup peningkatan
aktivitas adrenergik simpatik, peningkatan beban awal akibat aktivasi sistem renin-
angiotensin-aldosteron, dan hipertrofi ventrikel. Mekanisme ini mungkin memadai untuk
mempertahankan curah jantung pada tingkat normal atau hampir normal pada awal
perjalanan gagal jantung, dan pada keadaan istirahat. Namun, kelainan kerja ventrikel dan
menurunnya curah jantung biasanya tampak saat beraktivitas. Dengan berlanjutnya gagal
jantung, kompensasi menjadi semakin kurang efektif.
1. Peningkatan aktivitas adrenergik simpatis :
Salah satu respons neurohumoral terhadap penurunan curah jantung adalah
peningkatan aktivitas sistem adrenergik simpatis. Meningkatnya aktivitas adrenergik
simpatis merangsang pengeluaran katekolamin dari saraf-saraf adrenergik jantung dan
medulla adrenal. Katekolamin ini akan menyebabkan kontraksi lebih kuat otot jantung
(efek inotropik positif) dan peningkatan kecepatan jantung. Selain itu juga terjadi
vasokontriksi arteri perifer untuk menstabilkan tekanan arteri dan redistribusi volume
darah dengan mengurangi aliran darah ke organ-organ yang metabolismenya rendah
misal kulit dan ginjal untuk mempertahankan perfusi ke jantung dan otak.
Vasokonstriksi akan meningkatkan aliran balik vena ke sisi kanan jantung, untuk
selanjutnya menambah kekuatan kontraksi sesuai dengan hukum Starling. Kadar
katekolamin dalam darah akan meningkat pada gagal jantung, terutama selama latihan.
Jantung akan semakin bergantung pada katekolamin yang beredar dalam darah untuk
mempertahankan kerja ventrikel.namun pada akhirnya respons miokardium terhadap
rangsangan simpatis akan menurun; katekolamin akan berkurang pengaruhnya
terhadap kerja ventrikel.
2. Peningkatan beban awal melalui aktivasi sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron :
Aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron menyebabkan retensi natrium dan air
oleh ginjal, meningkatkan volume ventrikel. Mekanisme yang mengakibatkan aktivasi
sistem renin angiotensin aldosteron pada gagal jantung masih belum jelas. Namun
8
BORANG PORTOFOLIO KEGAWATDARURATAN

apapun mekanisme pastinya, penurunan curah jantung akan memulai serangkaian


peristiwa berikut:
 Penurunan aliran darah ginjal dan penurunan laju filtrasi glomerulus

 Pelepasan renin dari apparatus jukstaglomerulus

 Interaksi renin dan angiotensinogen dalam darah untuk menghasilkan


angiotensinI

 Konversi angotensin I menjadi angiotensin II

 Rangsangan sekresi aldosteron dari kelenjar adrenal.

 Retensi natrium dan air pada tubulus distal dan duktus kolektifus.

Angiotensin II juga menghasilkan efek vasokonstriksi yang meningkatkan tekanan


darah.
3. Hipertrofi ventrikel

Respon kompensatorik terakhir adalah hipertrofi miokardium atau bertambah


tebalnya dinding. Hipertrofi miokardium akan mengakibatkan peningkatan kekuatan
kontraksi ventrikel.
Awalnya, respon kompensatorik sirkulasi memiliki efek yang menguntungkan;
namun akhirnya mekanisme kompensatorik dapat menimbulkan gejala, meningkatkan
kerja jantung, dan memperburuk derajat gagal jantung. Retensi cairan yang bertujuan
untuk meningkatkan kekuatan kontraktilitas menyebabkan terbentuknya edema dan
kongesti vena paru dan sistemik. Vasokontriksi arteri juga meningkatkan beban akhir
dengan memperbesar resistensi terhadap ejeksi ventrikel; beban akhir juga meningkat
karena dilatasi ruang jantung. Akibatnya, kerja jantung dan kebutuhan oksigen
miokardium juga meningkat. Hipertrofi miokardium dan rangsangan simpatis lebih
lanjut akan meningkatkan kebutuhan oksigen miokardium. Jika peningkatan
kebutuhan oksigen tidak dapat dipenuhi akan terjadi iskemia miokardium dan
gangguan miokardium lainnya. Hasil akhir dari peristiwa yang saling berkaitan ini
adalah meningkatnya beban miokardium dan terus berlangsungnya gagal jantung.

9
BORANG PORTOFOLIO KEGAWATDARURATAN

Gambar 2. Patofisiologi dan Simptomatologi CHF.

3.4 MANIFESTASI KLINIS


Manifestasi klinik gagal jantung harus dipertimbangkan relatif terhadap derajat
latihan fisik yang menyebabkan timbulnya gejala. Pada awalnya, secara khas gejala hanya
muncul saat beraktivitas fisik, tetapi dengan bertambah beratnya gagal jantung, toleransi
terhadap latihan semakin menurun dan gejala-gejala muncul lebih awal dengan aktivitas
yang lebih ringan. Gejala-gejala dari gagal jantung kongestif bervariasi diantara individu
sesuai dengan sistem organ yang terlibat dan juga tergantung pada derajat penyakit.
Gejala awal dari gagal jantung kongestif adalah kelelahan. Meskipun kelelahan
adalah gejala yang umum dari gagal jantung kongestif, tetapi gejala kelelahan merupakan
gejala yang tidak spesifik yang mungkin disebabkan oleh banyak kondisi-kondisi lain.
Kemampuan seseorang untuk berolahraga juga berkurang. Beberapa pasien bahkan tidak
merasakan keluhan ini dan mereka tanpa sadar membatasi aktivitas fisik mereka untuk
memenuhi kebutuhan oksigen.
 Dispnea, atau perasaan sulit bernapas adalah manifestasi gagal jantung yang paling
umum. Dispnea disebabkan oleh meningkatnya kerja pernapasan akibat kongesti vaskular
paru yang mengurangi kelenturan paru.meningkatnya tahanan aliran udara juga
menimbulkan dispnea. Seperti juga spektrum kongesti paru yang berkisar dari kongesti
vena paru sampai edema interstisial dan akhirnya menjadi edema alveolar, maka dispnea
juga berkembang progresif. Dispnea saat beraktivitas menunjukkan gejala awal dari gagal

10
BORANG PORTOFOLIO KEGAWATDARURATAN

jantung kiri. Ortopnea (dispnea saat berbaring) terutama disebabkan oleh redistribusi aliran
darah dari bagian- bagian tubuh yang di bawah ke arah sirkulasi sentral.reabsorpsi cairan
interstisial dari ekstremitas bawah juga akan menyebabkan kongesti vaskular paru-paru
lebih lanjut. Paroxysmal Nocturnal Dispnea (PND) dipicu oleh timbulnya edema paru
intertisial. PND merupakan manifestasi yang lebih spesifik dari gagal jantung kiri
dibandingkan dengan dispnea atau ortopnea.

 Batuk non produktif juga dapat terjadi akibat kongesti paru, terutama pada posisi
berbaring.

 Timbulnya ronki yang disebabkan oleh transudasi cairan paru adalah ciri khas dari
gagal jantung, ronki pada awalnya terdengar di bagian bawah paru-paru karena pengaruh
gaya gravitasi.

 Hemoptisis dapat disebabkan oleh perdarahan vena bronkial yang terjadi akibat
distensi vena.

 Gagal pada sisi kanan jantung menimbulkan gejala dan tanda kongesti vena
sistemik. Dapat diamati peningkatan tekanan vena jugularis; vena-vena leher mengalami
bendungan . tekanan vena sentral (CVP) dapat meningkat secara paradoks selama inspirasi
jika jantung kanan yang gagal tidak dapat menyesuaikan terhadap peningkatan aliran balik
vena ke jantung selama inspirasi.

 Dapat terjadi hepatomegali; nyeri tekan hati dapat terjadi akibat peregangan kapsula
hati.

 Gejala saluran cerna yang lain seperti anoreksia, rasa penuh, atau mual dapat
disebabkan kongesti hati dan usus.

 Edema perifer terjadi akibat penimbunan cairan dalam ruang interstisial. Edema
mula-mula tampak pada bagian tubuh yang tergantung, dan terutama pada malam hari;
dapat terjadi nokturia (diuresis malam hari) yang mengurangi retensi cairan.nokturia
disebabkan oleh redistribusi cairan dan reabsorpsi pada waktu berbaring, dan juga
berkurangnya vasokontriksi ginjal pada waktu istirahat.

 Gagal jantung yang berlanjut dapat menimbulkan asites atau edema anasarka.
Meskipun gejala dan tanda penimbunan cairan pada aliran vena sistemik secara klasik

11
BORANG PORTOFOLIO KEGAWATDARURATAN

dianggap terjadi akibat gagal jantung kanan, namun manifestasi paling dini dari bendungan
sistemik umumnya disebabkan oleh retensi cairan daripada gagal jantung kanan yang
nyata.

 Seiring dengan semakin parahnya gagal jantung kongestif, pasien dapat mengalami
sianosis dan asidosis akibat penurunan perfusi jaringan. Aritmia ventrikel akibat iritabilitas
miokardium dan aktivitas berlebihan sietem saraf simpatis sering terjadi dan merupakan
penyebab penting kematian mendadak dalam situasi ini.

3.5 DIAGNOSIS
Diagnosis gagal jantung kongestif didasarkan pada gejala-gejala yang ada dan
penemuan klinis disertai dengan pemeriksaan penunjang antara lain foto thorax, EKG,
ekokardiografi, pemeriksaan laboratorium rutin, dan pemeriksaan biomarker.
Kriteria Diagnosis :
Kriteria Framingham dipakai untuk diagnosis gagal jantung kongestif
Kriteria Major :
1. Paroksismal nokturnal dispnea
2. Distensi vena leher
3. Ronki paru
4. Kardiomegali
5. Edema paru akut
6. Gallop S3
7. Peninggian tekana vena jugularis
8. Refluks hepatojugular
Kriteria Minor :
1. Edema eksremitas
2. Batuk malam hari
3. Dispnea d’effort
4. Hepatomegali
5. Efusi pleura
6. Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
7. Takikardi(>120/menit)
Diagnosis gagal jantung ditegakkan jika ada 2 kriteria mayor atau 1 kriteria major dan 2

12
BORANG PORTOFOLIO KEGAWATDARURATAN

kriteria minor.
Klasifikasi menurut New York Heart Association (NYHA), merupakan pedoman
untuk pengklasifikasian penyakit gagal jantung kongestif berdasarkan tingkat aktivitas
fisik, antara lain:
 NYHA class I , penderita penyakit jantung tanpa pembatasan dalam kegiatan fisik
serta tidak menunjukkan gejala-gejala penyakit jantung seperti cepat lelah, sesak napas
atau berdebar-debar, apabila melakukan kegiatan biasa.

 NYHA class II , penderita dengan sedikit pembatasan dalam kegiatan fisik. Mereka
tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi kegiatan fisik yang biasa dapat
menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung seperti kelelahan, jantung berdebar, sesak
napas atau nyeri dada.

 NYHA class III , penderita penyakit dengan pembatasan yang lebih banyak dalam
kegiatan fisik. Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi kegiatan fisik
yang kurang dari kegiatan biasa sudah menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung
seperti yang tersebut di atas.

 NYHA class IV , penderita tidak mampu melakukan kegiatan fisik apapun tanpa
menimbulkan keluhan, yang bertambah apabila mereka melakukan kegiatan fisik meskipun
sangat ringan.

3.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Ketika pasien datang dengan gejala dan tanda gagal jantung, pemeriksaan
penunjang sebaiknya dilakukan.
1. Pemeriksaan Laboratorium Rutin :
Pemeriksaan darah rutin lengkap, elektrolit, blood urea nitrogen (BUN), kreatinin
serum, enzim hepatik, dan urinalisis. Juga dilakukan pemeriksaan gula darah, profil lipid.
2. Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan EKG 12-lead dianjurkan. Kepentingan utama dari EKG adalah untuk
menilai ritme, menentukan adanya left ventrikel hypertrophy (LVH) atau riwayat MI (ada
atau tidak adanya Q wave). EKG Normal biasanya menyingkirkan kemungkinan adanya
disfungsi diastolik pada LV.
3. Radiologi :

13
BORANG PORTOFOLIO KEGAWATDARURATAN

Pemeriksaan ini memberikan informasi berguna mengenai ukuran jantung dan


bentuknya, distensi vena pulmonalis, dilatasi aorta, dan kadang- kadang efusi pleura.
begitu pula keadaan vaskuler pulmoner dan dapat mengidentifikasi penyebab nonkardiak
pada gejala pasien.

4. Penilaian fungsi LV :
Pencitraan kardiak noninvasive penting untuk mendiagnosis, mengevaluasi, dan
menangani gagal jantung. Pemeriksaan paling berguna adalah echocardiogram 2D/
Doppler, dimana dapat memberikan penilaian semikuantitatif terhadap ukuran dan fungsi
LV begitu pula dengan menentukan keberadaan abnormalitas pada katup dan/atau
pergerakan dinding regional (indikasi adanya MI sebelumnya). Keberadaan dilatasi atrial
kiri dan hypertrophy LV, disertai dengan adanya abnormalitas pada pengisian diastolic
pada LV yang ditunjukkan oleh pencitraan, berguna untuk menilai gagal jantung dengan
EF yang normal. Echocardiogram 2- D/Doppler juga bernilai untuk menilai ukuran
ventrikel kanan dan tekanan pulmoner, dimana sangat penting dalam evaluasi dan
penatalaksanaan cor pulmonale. MRI juga memberikan analisis komprehensif terhadap
anatomi jantung dan sekarang menjadi gold standard dalam penilaian massa dan volume
LV. Petunjuk paling berguna untuk menilai fungsi LV adalah EF (stroke volume dibagi
dengan end-diastolic volume). Karena EF mudah diukur dengan pemeriksaan noninvasive
dan mudah dikonsepkan. Pemeriksaan ini diterima secara luas oleh para ahli. Sayangnya,
EF memiliki beberapa keterbatasan sebagai tolak ukur kontraktilitas, karena EF
dipengaruhi oleh perubahan pada afterload dan/atau preload. Sebagai contoh, LV EF
meningkat pada regurgitasi mitral sebagai akibat ejeksi darah ke dalam atrium kiri yang
bertekanan rendah. Walaupun demikan, dengan pengecualian jika EF normal (> 50%),
fungsi sistolik biasanya adekuat, dan jika EF berkurang secara bermakna (<30-40%).

3.7 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan penderita dengan gagal jantung meliputi penalaksanaan secara non
farmakologis dan secara farmakologis. Penatalaksanaan gagal jantung baik akut maupun
kronik ditujukan untuk mengurangi gejala dan memperbaiki prognosis, meskipun
penatalaksanaan secara individual tergantung dari etiologi serta beratnya kondisi.
 Non –farmakologi :

14
BORANG PORTOFOLIO KEGAWATDARURATAN

a. Anjuran Umum

- Edukasi : terangkan hubungan keluhan, gejala dengan pengobatan

- Aktivasi social dan pekerjaan diusahakan agar dapat dilakukan seperti biasa.
Sesuaikan kemampuan fisik dengan profesi yang masih bisa dilakukan.

- Gagal jantung berat harus menghindari penerbangan panjang.

- Vaksinasi terhadap infeksi influenza dan pneumokokus bila mampu.

- Kontrasepsi dengan IUD pada gagal jantung sedang dan berat, penggunaan
hormone dosis rendah masih dapat dianjurkan.

b. Tindakan Umum

- Diet (hindarkan obesitas, rendah garam 2 g pada gagal jantung ringan dan 1 g
pada gagal jantung berat, jumlah cairan 1 liter pada gagal jantung berat dan 1,5
liter pada gagal jantung ringan).

- Hentikan rokok

- Hentikan alcohol pada kardiomiopati. Batasi 20-30 g/hari pada yang lainnya.

- Aktivitas fisik (latihan jasmani : jalan 3-5 kali/minggu selama 20-30 menit atau
sepeda statis 5 kali/minggu selama 20 menit dengan beban 70-80% denyut
jantung maksimal pada gagal jantung ringan dan sedang).

- Istirahat baring pada gagal jantung akut, berat dan eksaserbasi akut.

 Farmakologi

- Diuretik : kebanyakan pasien dengan gagal jantung membutuhkan paling sedikit


diuretic regular dosis rendah dengan tujuan untuk mencapai tekanan vena jugularis
normal dan menghilangkan edema. Permulaan dapat digunakan loop diuretic atau
tiazid. Bila respom tidak cukup baik, dosis dapat dinaikan, berikan diuretic
intravena atau kombinasi loop diuretic dengan tiazid. Diuretic hemat kalium,
spironolakton dengan dosis 25-50 mg/hari dapat mengurangi mortalitas pada pasien
dengan gagal jantung sedang sampai berat (klas fungsional IV) yang disebabkan
gagal jantung sistolik.

15
BORANG PORTOFOLIO KEGAWATDARURATAN

- Penghambat ACE bermanfaat untuk menekan aktivasi neurohormonal, dan pada


gagal jantung yang disebabkan disfungsi sistolik ventrikel kiri. Pemberian dimulai
dengan dosis rendah, dititrasi selama beberapa minggu sampai dosis yang efektif.

- Penyekat beta bermanfaat sama seperti penghambat ACE. Pemberian mulai dengan
dosis kecil, kemudian dititrasi selama beberapa minggu dengan kontrol ketat
sindrom gagal jantung. Biasanya diberikan bila keadaan sudah stabil. Pada gagal
jantung klas fungsional II dan III. Penyekat beta yang digunakan carvedilol,
bisoprolol atau metoprolol. Biasa digunakan bersama-sama dengan penghambat
ACE dan diuretic.

- Angiotensin II antagonis reseptor dapat digunakan bila ada kontraindikasi


penggunaan penghambat ACE.

- Kombinasi hidralazin dengan ISDN memberi hasil yang baik pada pasien yang
intoleran dengan penghambat ACE dapat dipertimbangkan.

- Digoksin diberikan untuk pasien simptomatik dengan gagal jantung disfungsi


sistolik ventrikel kiri dan terutama yang dengan fibrilasi atrial, digunakan bersama-
sama diuretic, penghambat ACE, penyekat beta.

- Antikoagulan dan antiplatelet. Aspirin diindikasikan untuk pencegahan emboli


serebral pada penderita dengan fibrilasi atrial dengan fungsi ventrikel yang buruk.
Antikoagulan perlu diberikan pada fibrilasi atrial kronis maupun dengan riwayat
emboli, thrombosis dan transient ischemis attack, thrombus intrakardiak dan
aneurisma ventrikel.

- Antiaritmia tidak direkomendasikan untuk pasien yang asimptomatik atau aritmia


ventrikel yang tidak menetap. Antiaritmia klas I harus dihindarkan kecuali pada
aritmia yang mengancam nyawa. Antiaritmia klas III terutama amiodaron dapat
digunakan untuk terapi aritmia atrial dan tidak digunakan untuk mencegah kematian
mendadak.

- Antagonis kalsium dihindari. Jangan menggunakan kalsium antagonis untuk


mengobati angina atau hipertensi pada gagal jantung.

3.8 PROGNOSIS

16
BORANG PORTOFOLIO KEGAWATDARURATAN

Meskipun penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung telah sangat berkembang,


tetapi prognosisnya masih tetap jelek, dimana angka mortalitas setahun bervariasi dari 5%
pada pasien stabil dengan gejala ringan, sampai 30-50% pada pasien dengan gejala berat
dan progresif. Prognosisnya lebih buruk jika disertai dengan disfungsi ventrikel kiri berat
(fraksi ejeksi< 20%), gejala menonjol, dan kapasitas latihan sangat terbatas (konsumsi
oksigen maksimal < 10 ml/kg/menit), insufisiensi ginjal sekunder, hiponatremia, dan
katekolamin plasma yang meningkat. Sekitar 40-50% kematian akibat gagal jantung adalah
mendadak. Meskipun beberapa kematian ini akibat aritmia ventrikuler, beberapa
diantaranya merupakan akibat infark miokard akut atau bradiaritmia yang tidak
terdiagnosis. Kematian lainnya adalah akibat gagal jantung progresif atau penyakit lainnya.
Pasien-pasien yang mengalami gagal jantung stadium lanjut dapat menderita dispnea dan
memerlukan bantuan terapi paliatif yang sangat cermat.

 Plan

Diagnosis: Dyspneu ec CHF + OA

Terapi:
 Oksigen 5 lpm
 IVFD Rl 18 Tpm
 Lasix 1 Amp /24 jam
 Lansoprazol; 1 x 1 tab
 Cek DR, SGOT/SGPT, Ur Cr,GDS,EKG,Foto Thorax

Prognosis:
Ad vitam: dubia
Ad sanationam: bonam
Ad functionam: dubia ad malam

Makassar, 28 Mei 2020

Peserta, Pendamping,

17
BORANG PORTOFOLIO KEGAWATDARURATAN

dr. Halik Alif H. dr. Asniwati A. Malkab

18

Anda mungkin juga menyukai