Anda di halaman 1dari 7

BAB 2

TINJAUAN TEORI
Selama periode pascaoperatif, proses keperawatan diarahkan pada menstabilkan
kembali equilibrium fisiologi pasien, menghilangkan nyeri, dan pencegahan komplikasi.
Pengkajian yang cermat dan intervensi segera membantu pasien dalam kembali pada fungsi
optimalnya dengan cepat, aman, dan senyaman mungkin.
Upaya yang besar diarahkan pada mengantisipasi dan mencegah masalah pada
periode pascaoperatif. Pengkajian yang cepat mencegah komplikasi yang memperlama
perawatan dirumah sakit atau membahayakan pasien. Memperlihatkan hal ini, asuhan
keperawatan pasien setelah pembedahan adalah sama pentingnya dengan prosedur bedah itu
sendiri.
Memindahkan Pasien ke Unit Perawatan Pascaanestesia
Pemindahan dari ruang operasi ke unit perawatan pascaanestesi (PACU), yang juga
disebut sebagai ruangan pemuihan pascaanestesi (PARR), memerlukan pertimbangan khusus
pada letak insisi bedah harus selalu mempertimbangkan setiap kali pascaoperatif
dipindahkan. Banyak luka ditutup dalam tengangan yang cukup tinggi, dan setiap upaya
dilakukan untuk mencegah rengangan sutura lebih lanjut. Selain itu, pasien di posisikan
sehingga ia tidak berbaring pada dan menyumbat drain atau selang drainase.
Hipertensi arteri yang serius dapat terjadi ketika pasien digerakan dari satu posisi ke
posisi yang lainnya, seperti posisi terlentang. Bahkan memindahkan pasien yang telah di
anastesi ke brangkar dapat menimbulkan masalah. Jadi pasien harus dipindahkan secara
perlahan dan secara cermat. Segera setelah pasien dipindahkan ke brangkar atau tempat tidur,
gown yang basah akan diganti dengan gaun yang kering. Pasien diselimuti dengan selimut
ringan dan diamankan oleh pengikat diatas lutut dan siku. Pengikat berfungsi ganda yaitu
menahan selimut dan merestrain pasien, pasien harus sudah melewati fase exatetmen ketika
pulih dari pengaruh anastesik. Pagar sisi tempat tidur harus terpasang untuk menjaga agar
pasien tidak terjatuh.
Memindahkan pascaoperatif dari ruang operasi ke unit perawatan pascaoperatif
(PACU) adalah tanggung jawab dari ahi anestesi, dengan anggota tim bedah yang bertugas.
Bantuan tambahan mungkin diberikan oleh perawat yang ditugaskan untuk pasien
yang ditugaskan untuk pasien khusus ini. Pasien dipindahkan selayaknya dengan perhatian
khusus diberikan untuk mempertahankan kenyamanan dan keselamatan. Selang dan peralatan
drainase ditangani dengan cermat untuk fungsi yang optimal.
Unit Perawatan Pascaoperatif
PACU biasanya terletak berdekatan dengan ruang operasi. Pasien yang masih dibawah
pengaruh anestesia ditematkan ke unit ini untuk kemudahan akses ke perawat yang disiapkan
dalam merawat pasien pascaoperatif segera, ahli anestesi dan ahli bedah, dan alat pemantau
dan peralatan khusus, medikasi, dan pengganti cairan. Dalam lingkungan ini, pasien
diberikan perawtaan spesialis yang disediakan oleh mereka yang sangat berkulifikasi untuk
memberikannya.
Ruang dijaga agar tenang, bersih, dan bebas dari peralatan yang tidak dibtuhkan.
Ruangan juga harus dicat dengan warna yang lembut, dan menyenangkan dan mempunyai,
pencahayaan tidak langsung, plafon kedap suara, peralatan yang mengontrol atau
menghilangkan suara (misalnya basin emesis dari plastik, karet pelindung benturan pada
tempat tempat tidur atau meja), dan ruang isolasi (kotak berkaca) untuk pasien yang
terganggu. Gambaran ini memiliki nilai psikologis bagi pasien untuk menurunkan ansietas.
Alat pemantau tersedia untuk memberikan penilaian yang akurat dan cepat tentang
kondisi pasien. Peralatan khusus termasuk kebanyakan tipe alat bantu pernapasan : oksigen,
laringoskop, set trakeostomi, perlatan bronkial, kateter, ventilator mekanis, dan peralatan
suction.
Peralatan lain diperlukan untuk memenuhi kebutuhan sirkulasi, seperti aparatus
tekanan darah, peralatan parental, plasma ekspander, nampan berisi intravena, set pembuka
jahitan, perlatan henti jantung, defibrilator, kateter vena, dan torniket. Bahan-bahan balutan
bedah, narkotik dan medikasi kedaruratan tersedia, juga set kateterisasi dan peralatan
drainase.
Tempat tidur pemulihan adalah yang memberikan akses yang mudah ke pasien, aman
dan dapat digerakkan dengan mudah, dapat dengan mudah dan cepat ditempatkan dalam
posisi syok, dan mempunyai kelengkapan yang memudahkan perawatan, seperti tiang
intravena, pagar tempat tidur brangkar beroda, dan rak penyimpan kertas catatan.
Suhu ruangan berkisar 20◦C sampai 22,2 ◦C, dan ruangan harus mempunyai ventilasi
yang baik.
Pasien tetap dalam PACU sampai pulih sepenuhnya dari pengaruh anestesia, yaitu
pasien telah mempunyai tekanan darah yang stabil, fungsi pernafasan yang adekuat, sirkulasi
O2 minimum 95% dan tingkat kesadaran yang baik. Kriteria untuk menentukan tingkat
pemuliahan diberikan secara detail.
2.1 Proses Keperawatan Merawat Pasien Pascaoperatif
2.1.1 Pengkajian
Setelah laporan PACU, perawat unit melakuka pengkajian awal dan melanjutkan
dengan segala intervensi keperawatan segera. Biasanya pertanyaan “Bagaimana perasaan
anda ?” memberikan informasi tentang ketidaknyamanan pasien juga tingkat kewaspadaan
mental pasien. Seringnya pemindahan fisik menambah ketidaknyamanan temporer.
Perawat merujuk catatan pasien untuk menentukan kapan medikasi untuk nyeri dapat
diberikan, dan meningkatkan pasien bahwa medikasi akan tersedia ketika diperlukan. Basin
emesis disimpan dekat sekitar pasien, untuk berjaa-jaga jika pasien mual akibat agens
anestesik.
Pengkajian segera pasien bedah saat kembali ke unit klinik terdiri atas yang berikut :
a. Respirasi : kepatenan jalan napas, kedalaman frekuensi, dan karakter pernapasaan,
sifat dan bunyi napas.
b. Sirkulasi : tanda-tanda vital termasuk tekanan darah kondisi fisik.
c. Neurologi : tingkat respon.
d. Drainase : adanya drainase : keharusan untuk menghubungkan selamg ke sistem
drainase yang spesifik adanya dan kondisi balutan.
e. Kenyamanan : tipe nyeri dan lokasi, mual atau muntah, perubahan posisi yang
dibutuhkan.
f. Psikologi : sifat dari pertanyaan pasien, kebutuhan akan istirahat dan tidur, gangguan
oleh kebisingan, pengunjung, ketersediaan bel pemanggil atau lampu pemanggil.
g. Keselamatan : kebutuhan akan pagar tempat tidur drainase selang tidak tersumbat,
cairan IV terinfus dengan tepat dan letak IV terbebat dengan baik.
h. Peralatan : diperiksa untuk fungsi yang baik.
Pengkajian respirasi : saat masuk ke unit perawatan klinik, pasien diamati terhadap patesi
jalan napas. Kualitas pernapasan dicatat, seperti kedalaman, frekuensi, dan bunyi
napas. Sering kali, karena mendikasi nyeri, pernapasan menjadi melambat.
Pernapasan pendek dan cepat mungkin akibat nyeri, balutan yang terlalu ketat, dilatasi
lambung, atau obesitas. Pernapasan yag bising mungkin karena obstruksi oleh sekresi
atau lidah. Dada diauskultasi dan temuan didokumentasikan sebagai nilai dasar yang
nantinya digunakan sebagai pembanding. Krekels dapat menandakan adanya sekresi
dan harus dibatukkan atau dibuang dengan penghisapan. Pasien diinstruksikan dan
dibantu untuk berbalik, batuk, dan napas dalam. Terapi fisik dada mungkin diresepkan
jika diindikasikan.
Pengkajian sirkulasi, pertimbangan dasar dalam mengkaji fungsi
kardiovaskuler adalah memantau pasien terhadap tanda-tanda syok dan hemoragi.
Penampilan pasien nadi, pernapasaan, tekanan darah, dan suhu tubuh digunakan utuk
menentukan fungsi kardiovaskuler. Tekanan vena sentral (TVS) dan nilai gas darah
arteri di pantau jika kondisi pasien membutuhkan pengkajian yang demikian.
Institusi mempunyai protokol spesifik untuk pemantauan pascaoperatif. Nadi,
tekanan darah dan pernapasaan dicatat setiap 15 menit selama 2 jam pertama, dan
setiap 30 menit selama 2 jam berikutnya, kecuali diindikasikan untuk dilakukan lebih
sering. Setelahya, mereka diukur lebih jarang jika semuanya tetap stabil. Suhu tubuh
dipantau setiap 4 jam selama 24 jam pertama.
a. Suhu tubuh diatas 37,7◦C (100◦F) atau dibawah 36,1◦C (97◦F), pernafasaan lebih dari
30 kali atau kurang dari 16 kali permenit, dan tekanan darah sistolik turun dibawah 90
mmHg biasanya dianggap harus segera dilaporkan. Namun, tekanan darah dasar atau
praoperatif pasien digunakan untuk membuat perbandingan pascaoperatif yang jelas.
b. Tekanan darah yang sebelumnya stabil yang menunjukan kecenderungan menurun 5
mmHg pada pengukuran setiap 15 meit juga harus mewaspadakan perawat terhadap
adanya masalah.
Kondisi umum pasien dikaji dan dicatat, termasuk apakah warna kulit baik
atau sianotik, apakah kulit teraba dingin dan kusam atau hangat dan lembab, atau
apakah terdapat mukus yang berlebihan dalam tenggorok dan dalam hidung.
1.1.2 Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan pada data pengkajian, diagnosa keperawatan mayor dapat
mencakup yang berikut :
a. Bersihan jalan napas tidak efektif yang berhubungan dengan efek depresan dari
medikasi dan agens anestesik.
b. Nyeri dan ketidaknyamanan pascaoperatif lainnya.
c. Resiko terhadap perubahan suhu tubuh, hipotermia.
d. Resiko terhadap cedera yang berhubungan dengan status pascaanestesia.
e. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh.
f. Perubahan eliminasi urinarius yang berhubungan dengan perununan aktivitas, efek
medikasi, dan penurunan masukan cairan.
g. Konstipasi yang berhubungan dengan penurunan motilitas labung dan usus selama
periode intraoperatif.
h. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan efek depresan dan anestesia,
penurunan intoleransi aktivitas, dan pembatasan aktivitas yang diresepkan.
i. Ansietas tetang diagnosis pascaoperatif, kemungkinan perubahan dalam gaya hidup,
dan perubahan dalam konsep diri.
Masalah kolaboratif (potensial Komplikasi )
a. Perubahan perfusi jaringan sekunder terhadap hipovelemia, pengumpulan darah
perifer, dan vasokonstriksi.
b. Resiko terhadap kekurangan volume cairan.
c. Kerusakaan integritas kulit yang berhubungan dnegan tempat insisi bedah drainase.
d. Resiko terhadap infeksi yang berhubungan dengan kerentaan terhadap invasi bakteria.
Pernencanaan dan Implementasi
Tujuan : tujuan utama pasien dapat mencakup fungsi pernapasaan yang optimal, reda dan
nyeri dan ketidaknyamanan pascaoperatif (mual dan muntah, distensi abdomen, cegukan),
pemeliharan suu tubuh normal, bebas dari cedera, pemeliharaan keseimbangan nutrisi,
kembalinya fungsi perkemihan yang normal, mengalami kembali pola biasanya dari eliminasi
usus, pemulihan mobilitas dalam keterbatasan pascaoperatif dan rencana rehabilitas, redukasi
ansietas dan pencapaian kesejahteraan psikologi, dan tidak adanya komplikasi. Komplikasi
ini termasuk, tetapi tidak terbatas pada, kerusakaan perfusi jaringan, keseimbangan cairan,
kerusakaan integritas kulit, dan infeksi.

Intervensi Keperawatan
Memastikan Fungsi Pernapasaan yang Optimal. Tindakan untuk mempertahankan patensi
jalan napas dilakukan seperti yang telah diuraikan sebelumnya.
Meningkatkan Ekspansi Paru. Untuk memperbesar dada dan pertukaran gas, beragam
tindakan adalah sebagai berikut. Sebagai contoh : meminta pasien untuk menguap atau
melakukan inspirasi maksimal tertahan dapat menciptakan tekanan intratoraks negatif
-40mmHg dan mengembangkan volume paru sampai kapasitas total.
Setidaknya setiap 2 jam, pasien dibalik dan didorong untuk melakukan napas dalam.
Batuk juga didorong untuk melonggarkan sumbatan mukus. Pembebatan dengan cermat pada
abdomen atau insisi toraks membantu pasien mengatasi ketakutannya bahwa eksersi dari
batuk menyebabkan insisi bedah akan terbuka. Medikasi nyeri diberikan untuk
memungkinkan batuk yang lebih efektif, dan oksigen diberikan sesuai yang diresepkan untuk
mencegah atau menghilangakan hipoksemia atau hipoksia. Batuk merupakan kontraindikasi
jika pasien mengalami cedera kepala dan pasien yang telah menjalani bedah mata (karena
peingkatan tekanan intraokular) atau bedah plastik (karena peningkatan tekanan pada jaringan
yang sangat halus)
Spirometri Insentif. Spirometri Insentif adalah metode dimana pasien melakukan
inspirasi maksimal terus menerus dan pada waktu yang sama melihat hasil dari upaya ini
seperti yang tercatat pada spinometer. Motivasi demikian mendorong pasien untuk terus
melakukan napas dalam untuk memaksimalkan ekspensi paru secara volunter. Pasien
diajarkan tentang cara penggunaan alat untuk mendapatkan keefektifan yang maksimal.
Suatu contoh dari peralatan tipe ini yang menunjukan seberapa baik pasien menghirup
napas. Tujuan ditegakkan kearah mana pasien berkembang. Pasien pertama-tama
menghembuskan napas, kemudian meratapkan bibir disekitar mounth piece dan dengan
lembut menghirup, mencoba untuk mendorong piston pada alat ke arah tujuan yang telat
datandai. Alat demikian memberikan keuntungan.
Evaluasi : Hasil yang Diharapkan. Pasien mempertahankan fungsi pernapasan yang
optimal :
a. Melakukan latihan napas dalam
b. Menunjukan bunyi napas yang bersih
c. Menggunakan spirometer insentif sesuai yang telah diharapkan
d. Menunjukan suhu tubuh yang normal
e. Menunjukan nilai gas darah yang normal
f. Menunjukan hasil rotgen dada yang normal
g. Berbalik dari suhu posisi ke posisi lainnya sesuai yang diinstruksikan.
h. Batuk secara efektif untuk membersihkan ekresi.
i. Melakukan latihan dan ambulasi seperti yang diresepkan
j. Menghindari idividu yang menderita infeksi pernapasan atas.

Menghilangkan ketidaknyamanan Pascaoperatif


Meredakan nyeri. Banyak faktor fisiologi (motivasi, afektif, kognitif, dan emosional)
mempengaruhi nyeri total pasien. Temuan riset telah mengarah pada pemahaman yang telah
baik tentang bagaimana faktor-faktor presepsi, pembelajaran, kepribadian, etnik, dan budaya,
dan lingkungan yang dapat mempengaruhi ansietas, depresi, dan nyeri. Tingkat dan
keparahan nyeri pascaoperatif tergantung pada anggapan fisiologi dan psikologi individu,
toleransi yang ditimbulkan untuk nyeri, letak insisi, sifat prosedur, kedalaman trauma bedah,
dan jenis agens tersebut diberikan. Persiapan praoperatif yang diterima oleh pasien (termasuk
informasi tentang apa yang diperkirakan juga dukungan penanganan dan psikologis) adalah
faktor yang signifikan dalam menurunkan ansietas, aprehensi, dan bahkan nyeri yang
dialamai dalam periode pascaoperatif.
Alasan untuk kontrol nyeri yang efektif adalah alasan yang dipaksakan. Terdapat
kolerasi yang dikenal dengan baik antara frekuensi komplikasi dan lokalisasi nyeri
( Benedetti, 1990). Nyeri yang hebat menstimlasi respon stress yang secara merugikan
mempengaruhi sitem jatung dan imun. Ketika implus nyeri di transmisikan, teganggan otot
meningkat, seperti halnya dengan vaskontraksi lokal. Iskemia pada tempat yang sakit dapat
menyebabkan stimulasi lebi jauh dari reseptor nyeri. Bila stimulus menyakitkan ini menjalas
secara sentral, aktivitas simpatis diperberat, yang meningkatkan kebutuhan miokardium dan
konsumpsi oksigen. Riset telat menunjukan bahwa insufiensi kardiovaskuler terjadi tiga kali
lebih

Anda mungkin juga menyukai