Makalah
oleh :
BANDUNG
2018
LEMBAR PENILAIAN TUGAS
Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya sehinga kami dapat menyelesaikan
Makalah Keperawatan Maternitas II tentang Perdarahan Pervaginam Antepartum
Dan Postpartum.
Makalah ini disusun guna memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Keperawatan Maternitas II yang diampu oleh Lidya Maryani.S.Kep,.Ners,.MM.
Penyusun
i
Daftar isi
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
Daftar isi..................................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang...................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................2
1.3 Tujuan................................................................................................................2
1.4 Manfaat..............................................................................................................2
BAB II LANDASAN TEORI..................................................................................3
2.1 Anatomi Fisiologi Plasenta................................................................................3
2.2 Perdarahan Antepartum......................................................................................5
2.3 Perdarahan Postpartum.....................................................................................13
ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
dipertimbangkan sebagai hal yang berbahaya. Oleh karena itu, makalah ini di
buat untuk mempelajari perdarahan antepartum dan perdarahan postpartum
dalam memberikan asuhan keperawatan.
1.3 Tujuan
1. Untuk menjelaskan anatomi fisiologi plasenta.
2. Untuk menjelaskan definisi perdarahan
3. Untuk menjelaskan perdarahan antepartum.
4. Untuk menjelaskan perdarahan postpartum.
5. Untuk menjelaskan syok hemoragi
6. Untuk menjelaskan gangguan perdarahan pada masa kehamilan
7. Untuk memaparkan asuhan keperawatan antepartum dengan plasenta
previa totalis
1.4 Manfaat
Dapat menerapkan ilmu yang telah diperoleh serta mendapatkan
pengetahuan tentang perdarahan antepartum dan postpartum serta mengetahui
tentang syok hemoragi dan gangguan pembekuan darah pada masa kehamilan
bagi penyusun dan pembaca.
2
BAB II
LANDASAN TEORI
Implantasi plasenta terjadi pada fundus uteri depan atau belakang. Fungsi
plasenta dapat dilaksanakan melaluisirkulasi retroplasenter dengan
terbukanya arteri spinalis dan vena di dasar desidua basalis. Dibagian tepi
plasenta terdapat ruangan agak lebar sebagai penampang sementara darah
sebelum masuk menuju sirkulasi darah ibu. Sirkulasi retroplasenta terjadi
karena aliran darah arteri spinalis dengan tekanan 70 mmHg sampai 80
mmHg. Sedangkan tekanan darah pada vena di dasar desidua basalis 20
mmHg sampai 30 mmHg. Aliran darah ateri seolah-olah tegak lurus untuk
mencapai plat kronik di bagian plasenta dalam ruangan intervili. Dengan
perbedaan tekanan tersebut terjadi aliran darah yang memberikan kesempatan
luas bagi vili korialis untuk melakukan pertukaran nutrisi. Disamping itu vili
3
orialis bergerak-gerak karena aliran darah ibu dan terjadinya kontraksi
ringanmemberikan peluang untuk makin sempurnanya pertukaran nutrisi.
Plasenta merupakan akar janin untuk menghisap nutrisi dari ibu dalam
bentuk O2, asam amino, vitamin, mineral, dan zat lainnya ke janin dan
membuang sisa metabolisme janin dan CO2. Beberapa hormon yang
dihasilkan plasenta :
1. Korionik gonadrotopin
Merangsang korpus luteum menjadi korpus luteum gravidarum
sehingga tetap mengeluarkan estrogen dan progesteron, dan
korpus luteum berfungsi sampai plasenta sempurna.
bersifat khas kehamilan sehingga dapat dipakai sebagai hormon
tes kehamilan.
Puncaknya mencapai pada hari ke-60
Setelah persalinan, dalam urine tidak dijumpai
2. Koronik somatomamotrofin
Hormon untuk metabolisme protein
Bersifat laktogenik dan lutetropik
Menimbulkan pertumbuhan janin
Mengatur metabolisme karbohidrat dan lemak.
3. Estrogen plasenta. Estrogen plasenta dalam bentuk estradiol, estriol,
dan estron. Estrogen plasenta mempunyai fungsi:
Pertumbuhan dan perkembangan otot rahim.
Retensi air dan garam.
Perkembangan tubulus payudara sebagai persiapan ASI.
Melaksanakan sintesis protein.
4. Progesteron. Awal kehamilan diproduksi oleh korpus luteum dan
plasenta. Progesteron berfungsi untuk:
Penenang otot rahim selama kehamilan.
Bersama estrogen mengaktifkan tubulus dan alveolus
payudara.
Menghambat proses pematangan folikel de Graaf sehingga
tidak terjadi ovulasi.
Menghambat pengeluaran LH.
4
Fungsi dari plasenta adalah:
1. Plasenta Previa
a) Pengertian
5
Plasenta previa adalah plasenta yang abnormal yaitu pada segmen
bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh
pembukaan jalan lahir. Pada keadaan normal plasenta terletak di
bagian atas uterus. Plasenta previa adalah jaringan plasenta tidak
tertanam dalam korpuks uteri jauh dari ostium intermus serviks,
tetapi terletak sangat dekat pada ostium internus tersebut (Rohan &
Siyoto, 2013).
b) Klasifikasi
Menurut Rohan & Siyoto (2013), plasenta previa diklasifikasikan
menjadi:
Plasenta previa totalis: apabila seluruh pembukaan (ostium
internus servisis) tertutup oleh jaringan plasenta.
Plasenta Previa Literalis: hanya sebagian dari ostium tertutup oleh
plasenta
Plasenta Previa Parsialis: apaila sebagian pembukaan ostium
internus servisis) tertutup oleh jaringan plasenta.
Plasenta letak rendah: apabila plasenta yang letaknya abnormal
pada segmen bawah uterus belum sampai menutupi pembukaan
jalan lahir atau plasenta berada 3-4 cm diatas pinggir permukaan
sehingga tidak akan teraba pada pembukaan jalan lahir.
c) Etiologi
Menurut Rohan & Siyoto (2013), plasenta previa meningkat
kejadianya pada keadaan-keadaan yang endometriumnya yang
kurang baik misalnya karena atrofi endometrium/kurang baiknya
vaskularisasi desidua. Keadaan ini dapat di temukan pada:
Multipara, terutama jika jarak antara kehamilannya pendek.
Mioma uteri.
Kuretasi yang berulang.
Bekas seksio sesarea.
6
Menurut Manuaba dalam Rohan & Siyoto (2013), penyebab
terjadinya plasenta previa diantaranya adalah mencakup:
Perdarahan (hemorrhaging)
Usia lebih dari 35 tahun
Multiparitas
Pengobatan interfetilitas
Multiple gestation
Erythroblastosis
Riwayat operasi/pembedahan uterus sebelumnya
Keguguran berulang
Status sosial ekonomi yang rendah
Jarak antar kehamilan yang pendek
Merokok
7
Terlambatnya tumbuh kembang hasil konsepsi dalam bentuk
blastula yang siap untuk nidasi.
d) Manifestasi Klinis
Gejala paling khas dari plasenta previa adalah perdarahan
pervaginam (yang keluar meleui vagina) tanpa nyeri yang pada
umumnya terjadi pada akhir triwulan ke dua. Ibu dengan plasenta
previa pada umunya asimptomatik (tidak memiliki gejala) sampai
terjadi perdarahan pervaginam. Biasanya perdarahan tersebut tidak
terlalu banyak dan berwarna merah segar. Padamunya perdarahan
terjadi tanpa faktor pencetus, meskipun latihan fisik dan hubungan
seksual dapat menjadi faktor pencetus. Perdarahan terjadi karena
pembesaran dinding rahim sehingga menyebabkan robeknya
perlekatan dari plasenta dengan dinding rahim. Koagulapati jarang
terjadi pada plasentaprevia. Jika di dapatkan kecurigaan terjadinya
plasenta previa pada ibu hamil, maka pemeriksaan Vagina Tousche
(pemeriksaan dalam vagina) oleh dokter tidak boleh di lakukan
kecuali di meja operasi mengingat resiko perdarahan hebat yang
mungkin terjadi (Rohan & Siyoto 2013).
e) Patofisiologi
Perdarahan anterpartum akibat plasenta previa terjadi sejak
kehamilan 20 minggu saat segmen uterus telah terbentuk dan mulai
melebar dan menipis. Umumnya terjadi pada trimester ke tiga
karena segmen baah uterus lebih banyak mengalami perubahan.
Pelebaran segmen bawah uterus dan pembukaan serviks
menyebabkan sinus uterus robek karena lepasnya plasenta dari
diding uterus atau karena robekan sinus marginalis dari plasenta.
Perdarahan tidak dapat di hindarkan karena adanya ketidak
8
mampuan selaput otot segmen baah uterus untuk berkontraksi
seperti pada plasenta letak normal (Rohan & Siyoto 2013).
f) Peeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan darah:hemoglobin, hematocrit
Pemeriksaan ultra sonografi, dengan pemeriksaan ini dapat
ditentukan plasenta atau jarak tepi plasenta terhadap ostium
Pemeriksaan luar bagian terbawah janin biasanya belum
masuk pintu atas panggul ada kelainan letak janin.
Pemeriksaan inspekkulo secara hati-hati dan benar, dapat
menentukan sumber perdarahan dari karnalis servisis atau
sumber lain (servistis, polip, keganasan, laserasi/troma)
(Rohan & Siyoto, 2013).
g) Penatalaksanaan
Menurut Wiknjosastro dalam Rohan & Siyoto (2013),
penatalaksanaan yang diberikan untuk penanganan plasenta previa
tergantung dari jenis plasenta previanya yaitu:
Kaji kondisi fisik klien
Menganjurkan klien untuk tidak coitus
Menganjurkan klien istirahat
Mengobservasi pendarahan
Memeriksa tanda vital
Memeriksa kadar Hb.
Berikan cairan pengganti intravena RL
Berikan betametason untuk pematangan paru bila perlu dan bila
fetus masih premature
Lanjutkan terapi ekspektatif bila KU baik, janin hidup dan umur
kehamilan.
2. Solusio Plasenta
a) Pengertian
9
Solusio plasenta adalah lepasnya plasenta dari insersi sebelum
waktunya, plasenta itu secara normal terlepas setelah anak lahir.
Solusio plasenta adalah pelepasan sebagian / seluruhnya plasenta
yang normal implantasinya antara 22 minggu dan lahirnya anak.
Keadaan plasenta terlepas dari perlekatannya yang normal sebelum
janin lahir. Biasanya pada kehamilan 28 minggu (Nugroho, 2011).
Sulosio plasenta merupakan pemisahan prematur plasenta yang
normalnya tertahan di dinding uterus (Reeder, Martin & Griffin,
2003).
b) Klasifikasi
Menurut derajat lepasnya plasenta:
Solusio plasenta partsialis
Bila hanya sebagian plasenta terlepas dari tempat pelekatnya.
Solusio plasenta totalis
Bila seluruh plasenta sudah terlepas dari tempat pelekatnya.
Prolapsus plasenta
Bila plasenta turun kebawah dan dapat teraba pada pemeriksaan
dalam (Rohan & Siyoto, 2013).
c) Etiologi
Menurut Rohan & Siyoto (2013), penyebab utama dari solusio
plasenta masih belum diketahui dengan jelas, meskipun demikian,
beberapa hal yang disebutkan dibawah ini di duga merupakan faktor-
faktor yang berpengaruh pada kejadiannya, antara lain :
Hipertensi esensialis atau preeklamsi
Tali pusat yang pendek
Trauma
Tekanan oleh rahim yang membesar pada vena cava inferior
Uterus yang sangat mengecil (hidramnion pada waktu ketuban
pecah, kehamilan ganda pada waktu anak pertama lahir)
10
Disamping itu, ada pula pengaruh dari:
Umur lanjut
Multiparitas
Ketuban pecah sebelum waktunya
Defisiensi asam folat
Merokok, alkohol, kokain
Mioma uteri
d) Manifestasi Klinis
1. Perdarahan disertai rasa sakit.
2. Jalan asfiksia ringan sampai kematian intrauterin.
3. Gejala kardiovaskuler ringan sampai berat.
4. Abdomen menjadi tegang.
5. Perdarahan berwarna kehitaman.
6. Sakit perut terus menerus (Rohan & Siyoto, 2013).
e) Patofisiologi
Terjadinya solusio plasenta dipicu oleh perdarahan ke dalam desidua
basalis yang kemudian terbelah dan meningkatkan lapisan tipis yang
melekat pada mometrium sehingga terbentuk hematoma desidual
yang menyebabkan pelepasan, kompresi dan akhirnya penghancuran
plasenta yang berdekatan dengan bagian tersebut.
Ruptur pembuluh arteri spiralis desidua menyebabkan hematoma
retro plasenta yang akan memutuskan lebih banyak pembuluh darah,
hingga pelepasan plasenta makin luas dan mencapai tepi plasenta,
karena uterus tetap berdistensi dengan adanya janin, uterus tidak
mampu berkontraksi optimal dan menekan pembuluh darah tersebut.
11
Selanjutnya darah yang mengalir keluar dapat melepaskan selaput
ketuban (Rohan & Siyoto, 2013).
Macam-macam perdarahan pada solusio plasenta:
1. Perdarahan tersembunyi / perdarahan kedalam.
Adalah darah yang tidak keluar, tetapi berkumpul dibelakang plasenta
membentuk hematom reroplasenta dan kadang-kadang darah masuk
kedalam tuang amnion.
2. Perdarahan keluar
3. Perdarahan keluar dan tersembunyi.
f) Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan laboratorium darah: hemoglobin, hematokrit,
trombosit, protombin, waktu pembekuan, waktu tromboplastin,
parsial kadar fibrinogen, dan elektrolit plasma.
2. Cardiotokografi untuk menilai kesejahteraan janin.
3. USG untuk menilai letak plasenta, usia gestasi dan keadaan
janin (Rohan & Siyoto, 2013).
g) Penatalaksanaan
1. Harus dilakukan dirumah sakit dengan fasilitas operasi.
2. Sebelum dirujuk,anjurkan pasien untuk tirah baring total dengan
menghadap kekiri,tidak melakukan senggama,menghindari
peningkatan tekanan rongga perut.
3. Pasang infus cairan Nacl fisiologi. Bila tidak
memungkinkan,berikan cairal peroral.
12
4. Pantau tekanan darah & frekuensi nadi setiap 15 menit untuk
mendeteksi adanya hipotensi / syok akibat perdarahan. Pantau
pula BJJ & pergerakan janin.
5. Bila terdapat renjatan,segera lakukan resusitasi cairan dan
transfusi darah,bila tidak teratasi,upayakan penyelamatan
optimal.Bila teratasi perhatikan keadaan janin.
6. Setelah renjatan diatasi pertimbangkan seksio sesarea bila janin
masih hidup atau persalinan pervaginam diperkirakan akan
berlangsung lama.Bila renjatan tidak dapat diatasi,upayakan
tindakan penyelamatan optimal.
7. Setelah syok teratasi dan janin mati,lihat pembukaan.Bila lebih
dari 6 cm pecahkan ketuban lalu infus oksitosin.Bila kurang dari
6cm lakukan seksio sesarea.
8. Bila tidak terdapat renjatan dan usia gestasi kurang dari 37
minggu / taksiran berat janin kurang dari 2.500 gr.
1. Atonia Uteri
a) Pengertian
Atonia uteri adalah kegagalan serabut-serabut otot miometrium uterus
untuk berkontraksi dan memendek. Hal ini merupakan penyebab
13
perdarahan post partum yang paling penting dan biasa terjadi segera
setelah bayi lahir hingga 4 jam setelah persalinan. Atonia uteri dapat
menyebabkan perdarahan hebat dan dapat mengarah pada terjadinya
syok hipovolemik (Rukiyah, 2012).
b) Etiologi
Penyebab dari atonia uteri diantaranya salah penanganan kala III
persalinan, yaitu memijat uterus dan mendorongnya ke bawah dalam
usaha melahirkan plasenta, dimana sebenarnya plasenta belum
terlepas dari dinding uterus (Wiknjosastro, 2005).
Beberapa hal yang dapat mencetuskan terjadinya atonia meliputi:
1. Manipulasi uterus yang berlebihan.
2. General anestesi (pada persalinan dengan operasi ).
3. Uterus yang teregang berlebihan :
Kehamilan kembar
Fetal macrosomia ( berat janin antara 4500 – 5000 gram )
polyhydramnion
4. Kehamilan lewat waktu
5. Portus lama
6. Grande multipara ( fibrosis otot-otot uterus ),
7. Anestesi yang dalam
8. Infeksi uterus ( chorioamnionitis, endomyometritis, septicemia ),
9. Plasenta previa
10. Solutio plasenta
Lemahnya kontraksi miometrium merupakan akibat dari kelelahan
karena persalinan lama atau persalinan dengan tenaga besar, terutama
bila mendapatkan stimulasi.
c) Manifestasi Klinis
1. tinggi fundus yang tidak berubah.
2. Fundus yang lembek atau lebut.
3. Perdarahan yang menetap atau perdarahan baru berwarna merah
terang.
14
4. Lokia yang berbau busuk.
d) Patofisiologi
Uterus yang mengalami overdistensi besar kemungkinan besar
mengalami hipotonia setelah persalinan. Dengan demikian, wanita
dengan janin besar, janin multipel, atau hidramnion rentan terhadap
perdarahan akibat atonia uteri. Kehilangan darah pada persalinan
kembar, sebagai contoh, rata-rata hampir 1000 ml dan mungkin jauh
lebih banyak (pritchard, 1965). Wanita yang persalinannya ditandai
dengan his yang terlalu kuat atau tidak efektif juga dengan
kemuungkinan mengalami perdarahan berlebihan akibat atonia uteri
setelah melahirkan. Demikian juga, persalinan yang dipicu atau dipacu
dengan oksitosin lebih rentan mengalami atonia uteri dan perdarahan
postpartum. Wanita dengan paritas tinggi mungkin berisiko besar
mengalami atonia uteri.
Risiko lain adalah wanita yang bersangkutan pernah mengalami
perdarahan postpartum. Akhirnya, kesalahan penatalaksanaan
persalinan kala tiga berupa upaya untuk mempercepat pelahiran
plasenta selain dari pada mengeluarkannya secara manual. Pemijatan
dan penekanan secara terus menerus terhadap uterus yang sudah
berkontraksi dapat mengganggu mekanisme fisiologis pelepasan
plasenta sehingga pemisahan plasenta tidak sempurna dan
pengeluaran darah meningkat.
2. Retensio plasenta
a) Pengertian
Menurut Rukiyah (2010), retensio plasenta adalah belum lahirnya
plasenta ½ jam setelah anak lahir. Tidak semua retensio plasenta
menyebabkan terjadinya perdarahan, apabila terjadi perdarahan
maka plasenta dilepas secara manual lebih dahulu.
Retensio plasenta adalah keadaan yang terjadi apabila plasenta
belum lahir setengah jam setelah janin lahir dan penyebabnya antara
15
lain: plasenta belum lepas dari dinding uterus atau plasenta sudah
lepas akan tetapi belum dilahirkan (Sumarah, dkk, 2009).
Menurut Nugroho (2012) retensio plasenta adalah tertahannya atau
belum lahirnya plasenta hingga atau lebih dari 30 menit setelah bayi
lahir.
b) Klasifikasi
Retensio plasenta terdiri dari beberapa jenis:
1. Plasenta adhevesia adalah implantasi yang kuat dari jonjot
korion plasenta sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme
separasi fisiologi.
2. Plasenta akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga
mencapai sebagian besar lapisan miometrium.
3. Plasenta inkerta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga
mencapai/melewati lapisan miometrium.
4. Plasenta perkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta yang
menembut lapisan miometrium hingga mencapai lapisan serosa
dibanding uteris.
c) Etiologi
1. Penanganan kala III yang salah
Dengan pemijatan dan pendorongan uterus akan mengganggu
mekanisme pelepasan plasenta dan menyebabkan pemisahan
sebagian plasenta.
2. Abnormalitas plasenta
Abnormalitas plasenta meliputi bentuk plasenta dan penanaman
plasenta dalam uterus yang memengaruhi mekanisme pelepasan
plasenta.
3. Kelahiran bayi yang terlalu cepat
16
Kelahiran bayi yang terlalu cepat akan mrengganggu pemisahan
plasenta secara fisiologis akibat gangguan dari retraksi sehingga
dapat terjadi retensi plasenta.
d) Manifestasi Klinis
Retensio plasenta adalah terlambatnya kelahiran plasenta selama
setengah jam setelah bayi lahir. Plasenta harus dikeluarkan karena
dapat menimbulkan bahaya perdarahan, infeksi karena sebagai benda
mati, dapat terjadi plasenta inkarserata, dapat terjadi polip plasenta
dan terjadi degenerasi ganar korio karsinoma. Sewaktu sebagian
plasenta (satu atau lebih dari korpus) tertinggal, maka uterus tidak
dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan
perdarahan. Gejala dan tanda yang dapat ditemui adalah perdarahan
segera, uterus berkontraksi tetapi tinggu fundus tidak berkurang
(Prawiharjo dalam Rukiyah, 2010).
e) Patofisiologi
Perdarahan obstetri sering disebabkan oleh kegagalan uterus untuk
berkontraksi secara memadai setelah pelahiran. Pada banyak kasus,
perdarahan postpartum dapat diperkirakan jauh sebelum pelahiran.
Contoh-contoh ketika trauma dapat menyebabkan perdarahan
postpartum anatara lain pelahiran janin besar, pelahiran dengan
forseps tengah, rotasi forseps, setiap manipulasi intrauterus, dan
mungkin persalinan pervaginam setelah seksio sesarea (VBAC) atau
insisi uterus lainnya. Atonia uteri yang menyebabkan perdarahan
dapat diperkirakan apabila digunakan zat-zat anestetik berhalogen
dalam konsentrasi tinggi yang menyebabkan relaksasi uterus
(Gilstrap dkk, 1987).
17
Risiko lain adalah wanita yang bersangkutan pernah mengalami
perdarahan postpartum. Akhirnya, kesalahan penatalaksanaan
persalinan kala tiga berupa upaya untuk mempercepat pelahiran
plasenta selain dari pada mengeluarkannya secara manual. Pemijatan
dan penekanan secara terus menerus terhadap uterus yang sudah
berkontraksi dapat mengganggu mekanisme fisiologis pelepasan
plasenta sehingga pemisahan plasenta tidak sempurna dan
pengeluaran darah meningkat.
f) Pemeriksaan Diagnostik
1. Palpasi masih didapatkan tinggi fundus teraba yang lebih besar
dari yang diperkirakan.
2. Lakukan eksplorasi kavum uteri untuk mencari:
Tempat pelekatan plasenta
Robekan rahim
3. Observasi dari pelepasan tali pusat yang terjulur ada yang
sebagian tidak.
4. Pemeriksaan laboraturium: pemerikasaan darah, Hb dan lain-
lain.
g) Penatalaksanaan
Untuk menagani perdarahan atonia uteri dapat mengambil langkah-
langkah sebagai berikut:
1. Memasang infus-memberikan cairan pengganti.
2. Memberikan uterotonika intramuskular, intravena atau dengan
drip.
3. Melakukan masase uterus sehingga kontraksi otot rahim makin
cepat makin kuat (Manuaba, 2005).
18
organ tubuh menjadi sangat terganggu dan kematian dapat terjadi. Terapi
agresif dibutuhkan untuk mencegah akibat yang merugikan (mis, kematian
seluler, beban cairan berlebihan, syok paru, toksisitas oksigen)
Apabila syok berlangsung lama, reduksi oksigenasi selular yang kontinu
mengakibatkan akumulasi asam laktat dan asidosis. Asidosi menyebabkan
vasodilatasi arteriol dan vasokontriksi venul menetap. Pola sirkular terjadi :
perfusi menurun, anoksia jaringan meningkat, terbentuk edema, dan
akumulasi darah lebih jauh menurunkan perfusi. Terjadi kematian seluler.
Tanda dini syok pada wanita hamil ialah takikardi ringan/ ketika status
syok memburuk, frekuensi denyut jantung terus meningkat disertai penurunan
tekanan darah. Segera setelah wanita memperlihatkan tanda dan gejala syok,
perawat memberi bantuan dan peralatan. Perawat harus memiliki standing
orders untuk memulai pemberian cairan IV dan harus mengetahui tipe infus
yang akan digunakan dan uji laboraturium yang akan dilakukan.
Pada tahap dini syok selama masa hamil, tekanan darah sistolik
meningkat, sementara pada tahap lanjut syok, tekanan darah sistolik menurun.
Dalam kehamilan tekanan darah bukan indikator yang sensitif bahwa syok
19
akan terjadi. Perfusi kulit dikorbankan dalam upaya tubuh mempertahankan
aliran darah ke jantung dan otak. Perawat mengkaji derajat iskemia atau
sianosis dasar kuku, kelopak mata, dan kulit di dalam mulut ( mukosa bukal,
gusi, lidah) mencatat derajat kesejukan dan kelembapan kulit dengan
melakukan palpasi. Perawat mengukur haluaran urine setiap jam. Haluaran
urine yang buruk kurang dari 30 ml per jam dapat mengindikasikan
perburukan syok atau ketidakadekuatan terapi cairan.
Hasil yang diperoleh dari CVP mengukur fungsi (mis, tekanan darah)
jantung kanan. Nilai normal memiliki rentang antara 1 dan 7 cm H2O
(Clark,dkk.,1989). Nilai yang menurun atau rendah mengindikasikan
ketidakadekuatan volume darah atau hipovolemia. Nilai yang meningkat atau
tinggi mengindikasikan kerusakan kontraktilitas. Terapi pengganti darah
merupakan hal yang bisa dilakukan pada penatalaksanaan hemoragi. Gejala
klinis umum volume intravaskular yang adekuat (hipovolemia) yang
memerlukan penggantian darah meliputi hal-hal berikut :
20
Pemeriksaan fisik menunjukan perdarahan yang tidak lazim.
Perdarahan spontan dari gusi atau hidung wanita dicatat. Petekie
muncul disekeliling manset pengukur tekanan darah pada lengannya.
Gejala pada ibu meliputi takikardi dan diaforesis. Pemeriksaan
laboraturium menunjukan penurunan trombosit, fibrinogen, dan
protrombin (faktor-faktor tyang dikonsumsi selama koagulasi).
Penatalaksanaan primer semua kasus DIC meliputi perbaikan
penyebab dasar, misalnya, pengangkatan janin yang mati, terapi infeksi
yang ada atau preeklamsia-eklamsia, atau pengangkatan abrupsio
plasenta. Sel darah merah (SDM) dalam kemasan dapat ditransfusikan
untuk memperbaiki anemia.
Gagal ginjal merupakan salah satu akibat DIC. Oleh karena itu,
haluaran urine dipantau. Haluaran harus dipertahankan lebih dari 30 ml
per jam dan upaya yang mendukung mulai dilakukan. Oksigen
diberikan melalui masker pernafasan yang dipasang ketat dengan
kecepatan 10 sampai 12 liter per menit. Ansietas, rasa duka dan
perubahan konsep diri dapat muncul akibat kehilangan dan kehilangan
janin.
21
BAB III
PEMBAHASAN KASUS
ASUHANKEPERAWATANPADANy.”S”G1P0A0 DENGANPLASENTAPREVIA
TOTALIS
DIRUANGANBOUGENVILE2 RSUPDr.SARDJITO
A. Identitas
Hari, tanggal : Senin, 17 November 2016
22
Jam : 12:00 WIB
Tempat : Kamar 09 Ruang Bougenville 2
Oleh :
Sumber data : Pasien, Keluarga pasien, dan status pasien
Metode : Anamnesa, Observasi, Pemeriksaan fisik dan Studi
dokumen
1. Pasien
Nama : Ny.” S”
Umur : 27 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jetisharjo, Cokrodiningrat, Jetis, DIY
Status Perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Pendidikan : SMU
Pekerjaan : Swasta
Tanggal Masuk : 15 November 2016
Diagnosa Medis : Plasenta previa totalis primigravida 32 minggu
dengan ISK
2. Penanggung jawab
Nama : Tn.”S”
Alamat : Jetisharjo, Cokrodiningrat, Jetis, DIY
Hubungan dengan pasien : Ayah
B. Riwayat Kesehatan
1. Alasan masuk RS
Pasien adalah rujukan dari RS Sakina Idaman dengan diagnosa medis plasenta
previa totalis. Pasien pernah rawat inap di RS Sakina Idaman dari tanggal 1-11
November 2016 dengan keluhan perdarahan dari jalan lahir. Pasien telah diberikan
terapi dexamethasone 2x8mg dalam 2 hari. Pasien kemudian dirujuk ke RSS.
Pasien merasa hamil 8 bulan, mengeluh perdarahan dari jalan lahir ±100 cc.
Perdarahan sudah sejak 1 bulan sebelum masuk RS. Pasien pernah memeriksakan
diri ke dokter spesialis obsgyn dengan diagnosa plasenta previa totalis.
2. Keluhan utama
Pasien mengeluh nyeri padaperut bagian bawah, nyeri bertambah saat bayi dalam
kandungan bergerak aktif, nyeri seperti tertekan, skala nyeri 3 dari 0-10, nyeri terasa
hilang timbul.
3. Riwayat kesehatan sekarang
Selain nyeri, pasien mengeluh mual, demam hingga menggigil, sempat muntah 1x
pada tanggal 16 November 2016 dan perdarahan pada jalan lahir, berwarna merah
segar.
4. Riwayat kehamilan
a. Primigravida G1P0A0
HPMT : 30 Maret 2016
HPL : 7 januari 2017
Usia kehamilan : 32 minggu
b. Keluhan yang muncul selama kehamilan ini
23
Trimester I : pasien mengatakan tidak ada
keluhan
Trimester II : pasien mengatakan pada usia
kandungan 6 bulan merasakan nyeri perut, mual, muntah,
pusing, lemas, dan terjadi perdarahan pada jalan lahir
Trimester III : pasien mengatakan terjadi
perdarahan, merasa demam hingga menggigil, mual,
muntah dan lemas.
c. Riwayat imunisasi
Pasien mengatakan mendapatkan imunisasi TT calon pengantin
sudah sekitar 1 tahun yang lalu
24
Keterangan :
Garis pernikahan
b. Penyakit keluarga
Pasien mengatakan tidak mempunyai riwayat penyakit keturunan
seperti hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung maupun
alergi.
D. Kebutuhan Dasar
1. Nutrisi
a. Sebelum sakit
Pasien mengatakan makan 2-3 kali sehari sebanyak 1 porsi tiap
kalimakan, pasien mengatakan lebih banyak makan cemilan,
sedangkan pola minum pasien yaitu pasien minum air putih
sebanyak 3000 cc tiap hari. Pasien mengatakan tidak mempunyai
alergi terhadap makanan tertentu.
b. Selama sakit
Pasien mengatakan makan 3x sehari hanya beberapa sendok tiap
kali makan. Pola minum pasien lebih banyak minum air putih
yaitu 3100 cc dan susu ibu hamil sebanyak 2 gelas setiap hari .
pasien mengatakan nafsu makan menurun karena setiap kali makan
pasien merasakan mual. Pasien mengatakan mual apabila mencium
bau makanan yang menyengat.
2. Eliminasi
a. Buang air kecil
Sebelum sakit
Pasien mengatakan BAK sebanyak 4 kali sehari dengan jumlah
yang banyak setiap berkemih ±250 cc. Tidak ada keluhan saat
berkemih
Selama sakit
Pasien terpasang kateter dengan jumlah urine 600 cc warna
kuning jernih
b. Buang air besar
Sebelum sakit
Pasien mengatakan BAB rutin 1x sehari dengan konsistensi
lunak
25
Selama sakit
Pasien mengatakan belum BAB selama 3 hari semenjak
dirawat di RSS
3. Aktivitas dan latihan
a. Sebelum sakit
Pasien mengatakan sebelum sakit dalam melakukan kegiatan
sehari-hari meliputi mandi, makan, BAB/BAK dan berpakaian
pasien melakukan secara mandiri dan tidak menggunakan alat
bantu.
b. Selama sakit
Pasien mengatakan kegiatannya sehari-hari di RSS hanya
berbaring saja, pasien tidak dianjurkan untuk turun dari tempat
tidur.
Toileting
Berpakaian
Ambulasi/ROM
26
f. Perabaan : pasien dapat membedakan dingin, panas,
kasar
g. Kejang : pasien mengatakan tidak ada
riwayat kejang
h. Nyeri : pasien mengatakan nyeri pada perut bagian
bawah, nyeri bertambah saat bayi dalam kandungan bergerak aktif,
nyeri seperti tertekan, skala nyeri 3 dari 0-10, nyeri terasa hilang
timbul.
i. Kognitif : pasien mengatakan mengerti mengenai
plasenta previa, yaitu plasenta yang turun hingga menutupi jalan
lahir.
E. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Composmetis
1. Tanda-tanda vital
TD : 100/60 mmHg
N : 90x/menit
S : 38,5°C
R : 22x/menit
DJJ : 153x/menit
2. Status gizi
Bb sebelum hamil: 45 kg
Bb terakhir : 55 kg
Tinggi badan : 161 cm
IMT : 55/(1,61)²=21,21 kg/m² (normal)
3. Kulit, rambut dan kuku
Kulit : lembab tidak kering
Kuku& rambut : kuku pendek dan bersih, rambut hitam
sedikit ketombe
4. Kepala dan leher
Wajah : tidak ada oedema, tidak pucat, pasien
terlihat meringis kesakitan, pasien terlihat melindungi area
nyeri.
Mata : sklera putih, konjungtiva tidak anemis,
terdapat lingkaran hitam disekitar mata, sayu
Telinga : simetris, tidak ada cairan keluar dari telinga
Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak
ada peningkatan JVP
27
5. Mulut dan hidung
Mulut : membran mukosa lembab, bibir tidak
kering
Hidung : tidak ada lesi, tidak ada cairan yang keluar
dari hidung
6. Thoraks
Inspeksi : simetris kanan dan kiri, tidak ada lesi
Palpasi : tidak ada masa, tidak ada nyeri tekan
Perkusi : suara sonor
Auskultasi : terdengar suara vesikuler, tidak ada suara
tambahan
7. Payudara
Payudara simetris, areola terlihat hiperpigmentasi, puting menonjol.
8. Jantung
Inspeksi : iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : iktus cordis teraba
Perkusi : suara redup
Auskultasi : suara jantung S1 dan S2 reguler
9. Abdomen
Inspeksi : perut tampak membuncit, tidak terdapat
striae gravidarum terlihat linea alba.
Palpasi : teraba gerakan janin aktif, janin tunggal,
memanjang, presentasi kepala 5/5 bagian, TFU 22 cm, teraba
HIS 1x selama 15 detik dalam 10 menit dengan kekuatan
sedang
Auskultasi : terdengar bising usus 6 kali/menit,
terdengar DJJ 153x/menit
10. Ekstremitas
Ekstremitas lengkap, tidak terlihat oedema maupun lesi. Akral teraba
hanga. CRT<2 detik
11. Genitalia
Terpasang kateter sejak tanggal 15 november 2016. Pasien
menggunakan pembalut, terlihat darah berwarna merah segar di
pembalut.
28
4. Paracetamol tablet 500 m per oral jika perlu
5. VIP albumin 500mg/24 jam per oral
6. Injeksi cefotaxim 500 mg/12 jam per IV
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Hasil pemeriksaan urine dan darah tanggal 16 November 2014
H. ANALISA DATA
29
No DATA MASALAH PENYEBAB
1. DS : pasien mengatakan nyeri Nyeri akut Agen cedera biologis
P : saat bayi dalam kandungan
bergerak aktif
Q : seperti tertekan
R : perut bagian bawah
S : 3 dari 0-10
T : hilang timbul
Sulit tidur karena nyeri yang
dirasakan tidak nyaman bagi
pasien
DO :
Pasien terlihat meringis
kesakitan
2. DS : pasien mengatakan Mual kehamilan
Nafsu makan menurun, makan
3x sehari hanya beberapa
sendok karena mual
Muntah 1x pada tanggal 16
November 2016
Merasa mual apabila mencium
bau makanan yang menyengat
DO :
Pasien terlihat lemas
3. DS : pasien mengatakan Risiko Ketidakadekuatan
Demam hingga menggigil penyebaran pertahanan sekunder
Perdarahan pada jalan lahir infeksi
berwarna merah segar
DO :
Hasil pemeriksaan darah
( leukosit 23,67 10ᵌ/µL,
hemoglobin 10,6g/dL)
Suhu 38,5°C
Terpasang kateter sejak 10
Nov 2016
Hasil pemeriksaan USG
plasenta berada di corpus
depan menutupi jalan lahir
4. DS : pasien mengatakan Risiko tinggi Ketidak adekuatan perfusi
perdarahan pada jalan lahir, cedera janin plasenta
berwarna merah segar
DO :
Hasil pemeriksaan darah
(leukosit 23,67 10ᵌ/µL,
hemoglobin 10,6g/dL, APTT
27,3 detik, hematokrit 31,3%,
eritrosit 3,5510⁶/µL)
Plasenta berada di corpus
depan menutupi jalan lahir
grade II
Pasien menggunakan
pembalut, terlihat darah
berwarna merah segar di
pembalut.
30
TTV (TD : 100/60 mmHg, N :
90x/mnt, R : 22x/mnt)
DJJ 153x/mnt
5. DS : pasien mengatakan Risiko Imobilitas fisik
Belum BAB selama 3 hari konstipasi
Kegiatan di RSS hanya
berbaring saja, tidak
dianjurkan turun dari tempat
tidur
Mual
DO :
Peristaltik usus 6x/mnt
Pasien bedrest
Abdomen bagian bawah teraba
keras
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis
2. Mual berhubungan dengan kehamilan
3. Risiko penyebaran infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan
pertahanan sekunder
4. Risiko tinggi cedera (janin) berhubungan dengan ketidakadekuatan
perfusi plasenta
5. Risiko konstipasi berhubungan dengan imobilisasi fisik
J. RENCANA KEPERAWATAN
31
melakukan nafas ketegangan otot
dalam secara 5. Jelaskan 5. Memberikan
mandiri penyebab nyeri informasi kepada
yang dialami pasien tentang nyeri
pasien yang di alaminya,
mengurangi ansietas
6. Kolaborasi 6. Analgetik memblok
pemberian pusat rasa nyeri
parasetamol 500
mg per oral jika
perlu
2 17 november 2016 17 november 2016 17 november 2016 17 november 2016 12.00
12.00 WIB 12.00 WIB, setelah 12.00 WIB WIB
Mual b.d kehamilan dilakukan asuhan 1. Kaji penyebab 1. Menentukan
keperawatan 2x24 mual pasien intervensi
jam diharapkan selanjutnya
pasien tidak mual 2. Observasi mual 2. Mengetahui kondisi
dengan criteria hasil: dan muntah pasien dan dasar
1. Pasien tidak intervensi
muntah selanjutnya
2. Nutrisi pasien 3. ciptakan suasana 3. Suasana bersih dan
terpenuhi yang nyaman dan nyaman
bersih membebaskan pasien
dari bau-bau yang
menyebabkan mual
4. beri makanan 4. Member kesempatan
dalam porsi kecil lambung untuk
tapi sering mencerna makanan ,
mencegah refluks
5. berikan pilihan 5. Untuk meningkatkan
makanan yang nafsu makan pasien
disukai pasien dan mencegah
dan makanan timbulnya mual
yang tidak berbau
menyengat,
modifikasi diet
6. anjurkan pasien 6. Kebersihan mulut,
untuk menjaga dapat mengurangi
kebersihan mulut mual dan
meningkatkan
kenyamanan
32
oral
9. kolaborasi dengan 9. Antiemetic
dokter tentang mencegah refluks
pemberian lambung
antiseptic
3 17 november 2016 17 november 2016 17 november 2016 17 november 2016 12.00
12.00 WIB 12.00 WIB, setelah 12.00 WIB WIB
Risiko penyebaran dilakukan asuhan 1. Observasi suhhu 1. Mengetahui kondisi
infeksi b.d ketidak keperawatan selama aksila dan tanda pasien dan dasar
adekuatan pertahanan 3x24 jam di harapkan gejala infeksi intervensi
sekunder pasien tidak selanjutnya
mengalami infeksi 2. Lakukan vulva 2. Mengurangi risiko
dengan kriteria hasil: hygine infeksi dan
1. Suhu rentang meningkatkan rasa
36,5-37,5oC nyaman
2. Tidak terlihat 3. Cuci tangan 3. Mencegah
tanda gejala sebelum dan kontaminasi silang
infeksi sesudah kontak, dan risiko infeksi
(tumpr,rubor,kalo batasi pengunjung nosokomial
r,dolor,fungsio 4. Anjurkan pasien 4. Mengurangi iritasi
lasea) banyak minum: 2 pada mukosa
liter per hari kandung kemih
5. Ajarkan keluarga 5. Keikutsertaan
dan pasien keluarga dalam
mengenai tanda memonitor infeksi
dan gejala infeksi dan mencegahnya
dan cara
mencegahnya
6. Kolaborasi 6. Antibiotik pembunuh
pemberian mikroorganisme
antibiotik injeksi penyebab infeksi
cefotaxim 500
mg/12 jam per IV
4 17 november 2016 17 november 2016 17 november 2016 17 November 2016 12.00
12.00 WIB 12.00 WIB, setelah 12.00 WIB WIB
Risiko tinggi cidera dilakukan asuhan 1. Monitor 1. Mengetahui kondisi
(janin) b.d ketidak keperawatan selama pendarahan pasien dan dasar
adekuatan perfusi 3x24jam di harapkan pervaginam intervensi
plasenta janin tidak selanjutnya
mengalami cidera 2. Kaji jumlah darah 2. Hemoragi
dengan kriteria hasil yang hilang, berlebihan dan
1. Pendarahan panyau tanda dan menetap dapat
minimal gejala syok mengancam hidup
2. DJJ rentang hipovolemi pasien atau
120-160x/menit mengakibatkan
infeksi
pascapartum,
anemia
pascapartum, KID,
gagal ginjal, atau
nekrosisi hipofisis
yang disebabkan
oleh hipoksia
jaringan
3. Monitor bunyi 3. Denyut jantung
33
jauntung janin lebih >160
serta<100 dapat
menunjukan gawat
janin kemungkinan
terjadi ganguan
perfusi pada
plasenta
4. Istirahatkan 4. Melalui istirahat
pasien anjurkan kemungkinan
bedrest terjadinya
pelepasan plasenta
dapat dicegah
5. Anjurkan pasien 5. Posisi miring kiri
agar miring kekiri menurunkan oklusi
vena cava inferior
oleh uterus dan
meningkatkan
aliran balik vena ke
jantung
6. Anjurkan pasien 6. Pergerakan yang
untuk membatasi banyak dapat
pergerakan mempermudah
pelepasan plasenta
sehingga dapat
terjadi pendarahan
7. Kelola pemberian 7. Tokolitik menekan
tokolitik Nifedifin kontraksi uterus
10 mg/8 jam per mengurangi
oral pendarahan
8. Kolaborasi 8. Dengan pemberian
dengan dokter O2 dapat
tentang pemerian meningkatkan
oksigen konsumsi O2
sehingga konsumsi
pada janin
meningkat
5 17 november 2016 17 november 2016 17 november 2016 17 november 2016 12.00
12.00 WIB 12.00 WIB, setelah 12.00 WIB WIB
Risiko konstifasi b.d dilakukan asuhan 1. Kaji pola 1. Mengatuhi tingkat
imobilisasi fisik keperawatan selama defekasi pasien konstipasi
1x24 jam diharapkan 2. Berikan 2. Mengurangi
pasien tidak cukupan nutrisi penyerapan cairan
mengalami konstifasi berserat sesuai berlebihan di usus
dengan kriteria hasil: dengan indikasi
1. Pasien BAB 1x
sehari dengan 3. Berikan cairan 3. Untuk melunakan
konsistensi jika tidak feses
lunak kontraindikasi
2-3 liter perhari
4. Anjurkan 4. Mobilisasi dapat
pasien untuk merangsang BAB
seringt berganti
posisi
(berbaring,
miring dan
34
duduk)
5. Kolaborasi 5. Laksatif bertujuan
dengan dokter melunakan feses
pemberian
laksatif enema
sesuai dengan
indikasi
35
pertahanan sekunder infeksi di tangan kanan sejak tanggal 17 november
2. Mencuci tangan 2014 kondisi bersih tidak terlihat tanda
sebelum dan sesudah flebitis dan infeksi cefotaxim 1 gram masuk
kontak, batasi IV
pengunjung A: masalah risoko infeksi teratasi
3. Memberikan injeksi P: kelola pemberian cefotaxim 1 gram/12 jam
cefotaxim 1 gram per per IV
IV
Mual b.d kehamilan 18 november 2016 10.00 WIB 17 november 2016 10.20 WIB
1. Mengkaji penyebab S: pasien mengatakan merasakan mual apabila
mual pasien mencium bau yang menyengat seperti ikan,
2. Mengobsevasi mual pasien mengatakan mal berkurang dan tidak
dan munta muntah, akan makn makanan yang lunak
3. Menganjurkan makan dalam porsi kecil tapi sering, mengatakan
dalam porsi kecil tapi makan diet RS habis1/2 porsi
sering O: Tterlihat sedang makan cemilan
4. Menganjurkan kepada P: masalah mual tyeratasi
pasien untik memakan P: observasi mual dan muntah
makannan yang lunak
risiko penyebaran 19 november 2016 09.00 WIB 19 november 2016 10.00 WIB
infeksi b.d ketidak 1. Mengobservasi suhu S: pasien mengatakan masih flek-flek, [asien
adekuatan aksila dan tanda gejala mengatakan sudah banyak minum sehari
pertahanan sekunder infeksi kurang lebih 2 botol aqua, keluarga dan pasien
2. Mencuci tangan mengatakan sudah paham mengenai tanda dan
sebelum dan sesudah gejala infeksi.
kontak, batasi O: S: 37oC, TD: 110/70 mmHg n: 78x/menit,
pengunjung RR: 22x/menit, injeksi cefotaxim masuk seuai
3. Menganjurkan pasien injeksi melalui IV
banyak minum: 2 liter A: risiko infeksi teratasi
per hari P: kelola pemberian cefotaxim 1gram/12jam
4. Membertahui keluarga per IV
pasien tanda dan gejala
infeksi dan cara
mencegahnya
5. Mengelola pemberian
antibiotic injeksi
cefotaxim 1gr/12 jam
Risiko konstipasi 19 november 2016 11.00 WIB 19 november 2016 12.00 WIB
b.d imobilisasi fisik 1. Mengkaji pola S: pasien mengatakan biasanya BAB 1 kali
defekasi pasien sehari setiap pagi, pasien mengatakan sudah
2. Kolaborasi dengan berlatih untuk duduk dan miring, keluarga
keluarga untuk pasien mengatakan sudah membelikan pasien
memberikan cakupan sayur-sayuran tetapi pasien makan hanya
nutrisi berserat sesuai sedikit sekali kurang lebih 2 sendok
dengan indikasi O: posisi pasien sudah sering berubah
3. Menganjurkan pasien A: resiko konstipasi sudah teratasi sebagian
untik sering berganti P: kolaborasi dengan dokter pemberian
posisi(berbaring,mirin laktasif atau enema sesuai dengan indikasi
g,dan duduk)
mual b.d kehamilan 19 november 2016 08.30 WIB 17 november 2016 08.40 WIB
1. Mengkaji mual dan S: pasien mengatakan masih sedikit mual,tidak
muntah muntah, dan mengatakan mengerti untuk
2. Menganjurkan pasien makan-makanan yang di sukai sedikit-sedikit
makan sedikit-sedikit tapi sering
tapi sering O: obat dan dosis: sulfat ferosus 600 mh,
36
3. Menganjurkan pasien albumin 500 mg, rute: oral, pada Ny. S pukul
memakan makanan 08.30 WIB
yang di sukai A;mual teratasi sebagian
4. Mengelola pemberian P: monitor mual dan muntah
suplemen dan
vitamin:sulfas ferosus:
600 mg/oral, albumin
500 mg/oral
Rsiko konstipasi b.d 19 november 2016, 10.00 WIB 19 november 2016, 10.10 WIB
imobilisasi fisik 1. Mengkaji pola S: pasien mengatakan sudah BAB kemarin 1x
defekasi dengan konsisitensi keras, dan mengatakan
2. Menganjurkan pasien mengerti untuk minum 2-3 L perhari dan
minum 2-3 liter makan-makanan berserat
perhari O: pasien mampu menjelaskan kembali
3. Menganjurkan pasien tentang masalah konstipasi
banyaka makan- A: risiko konstipasi belum teratasi
makanan berserat P: kaji pola defekasi setiap hari
nyeri akut b.d agen 19 november 2016, 18.00 WIB 19 november 2016, 18.15 WIB
cedera biologis 1. Mengkaji ulang lokasi, S: pasien mengatakan nyeri perut berkueang
karakteristik,durasi,fre skala 1(1-10)
kuensi dan skala nyeri O: TD: 110/80 mmHg, nadi 80x/menit,
2. Memonitor tanda- respirasi 20x/menit, terlihat nafas dalam
tanda vital (TD,N,RR) secara mandiri,pasien terlihat rileks,pasien
3. Mengatur posisi dalam posisi supinasi
senyaman mungkin A: masalah nyeri akut teratasi
P: monitot TTV
Risiko penyebaran 19 november 20016, 20.00 19 november 2016, 20.15 WIB
infeksi b.d WIB S:-
ketidakadekuatan 1. Mengobservasi suhu O : suhu 36,2°, pasien terpasang infus RL di
pertahanan sekunder aksila dan tanda gejala tangan kanan sejak tanggal 17 november
infeksi 2016, kondisi bersih tidak terlihat tanda
2. Mencuci tangan flebitis dan infeksi, cefotaxim 1 gr masuk per
sebelum dan sesudah IV
kontak, batasi A : masalah risiko infeksi teratasi
pengunjung P : kelola pemberian cefotaxim 1 gram/ 12
3. Memberikan injeksi jam per IV
cefotaxim 1 gram per
IV
Risiko tinggi cidera 19 november 2016, 20.15 WIB 19 november 2016, 20.30 WIB
(janin) b.d 1. Memonitor S: pasien mengatakan pendarahan berkurang
ketidakadekuatan pendarahan tinggal flek,pasien mengatakan akan sering
petfusi plasenta pervaginam miring ke kiri dan membatasi pergerakan
2. Mengjaji jumlah darah O: DJJ: 149x/permenit pasien bedrest
yang hilang memantau A: masalah risiko tinggi cedera (janin) teratasi
tanda dan gejala syok P: monitor pendarahan peevaginam
hipovolemi
3. Memonitor bunyi
janting janin
4. Menganjurkan pasien
istirahat san bedrsest
5. Menganjurkan pasien
agar miring ke kiri
6. Penganjurkan pasien
37
untuk membatasi
peegerakan
L. Discharge Planning
Menganjurkan klien untuk tetap mengkonsumsi makanan dengan
gizi seimbang
Menganjurkan klien untuk kontrol rutin
Menganjurkan klien untuk tidak melakukan hubungan sex selama
kehamilan ini
Menganjurkan klien untuk tetap menggunakan teknik relaksasi dan
nafas dalam bila rasa cemas muncul
38
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Hemoragi adalah suatu ancaman utama pada ibu selama siklus usia subur.
Syok hemoragi merupakan situasi keadaan darurat dimana perfusi organ-
organ tubuh menjadi sangat terganggu dan kematian dapat terjadi. Terapi
agresif dibutuhkan untuk mencegah akibat yang merugikan (mis, kematian
seluler, beban cairan berlebihan, syok paru, toksisitas oksigen)
39
merupakan tanda diagnostik gangguan ini. Penyakit von willebrand, suatu
tipe hemofilia, kemungkinan merupakan gangguan perdarahan turunan yang
paling umum terjadi. (Cunningham, dkk., 1993). Penyakit ini merupakan
akibat faktor defisiensi VIII dan disfungsi trombosit.
4.2 Saran
Diharapkan dengan adanya makalah ini semua pihak yang tidak menutup
kemungkinan masyarakat, mahasiswa pada khususnya mahasiswa
keperawatan, dan seluruh jajaran terkait, dapat memandang positif serta
memahami adanya informasi ini, sesuai apa yang dibahas didalamnya.
40
Daftar Pustaka
4”. Jakarta: EGC.
Rohan, H.H., Siyoto, H.S. (2013). Buku ajar kesehatan reproduksi. Yogyakarta :
Nuha Medika
41