DISUSUN OLEH :
Kelas : SGD 2 N
ANALISA JURNAL
a. Judul tema
Kecemasan dan kehilangan sehubungan adanya wabah covid 19
b. Kata Kunci Pencarian Jurnal
- Cemas; covid-19; pandemic; SEFT; terapi.
- COVID-19; kecemasan, Psikomatris
- Covid 19; Anxiety, Mental healthcare
- Kajian jenis kecemasan. LP2M UNUGHA Cilacap, 2020
- Awreness, Attitude, Anxiety, Mental healthcare, COVID-19 pandemic
1. SEFT Sebagai 2020 Indones Masyara penelitiannya Hasil uji coba kasus
Terapi ia kat adalah penelitian pada klien yang
mengatasi dengan fenomenologis atau mengalami
Kecemasan keluhan phenomenological kecemasan akibat
Menghadapi kecemas research dimana pandemic virus
Covid-19 / an akibat peneliti berusaha covid19 menunjukan
Medina banyak untuk memahami bahwa tingkat
Chodijah , pemberit kondisi atau kecemasan klien
Dian Siti aan yang fenomena yang menurun jauh
Nurjannah , negative terjadi yaitu sehingga dapat
Ai Yeni dari kondisi kecemasan dikatakan bahwa
Yuliyanti , M wabah yang muncul akibat teknik SEFT dapat
Nur Samad covid-19 adanya pandemic dijadikan sebagai
Kamba sebagai virus covid-19 serta salah satu teknik
bagaimana teknik terapi yang tepat dan
terapi SEFT dapat efektif dalam
digunakan untuk menangani klien
mengontrol atau yang mengalami
bahkan kecemasan akibat
menghilangkan mewabahnya virus
kecemasan covid-19.
tersebut.
Teknik analisa data
yang digunakan
dalam penelitian ini
adalah teknik
kualiatatif dengan
2
D. Roy, et al. Asian Journal of Psychiatry 51 (2020) 102083
menganalisa
metode terapi
SEFT dalam
mengontrol
kecemasan yang
muncul berkenaan
dengan virus covid-
19.
2 Covid -19 dan 2020 Indones Individu Desain Penelitian Psikomatis ini akan
kecenderunga ia Peneliti dalam menyerang individu
n Psikomatis membuat artikel ini yang merespon
untuk melihat keadaan lingkungan
Tarisa Novita kecenderungan dengan kecemasan
Indana Zulva psikomatis yang yang berlebihan.
dialami masyarakat Informasi tentang
Indonesia sebagai covid-19 menjadi
dampak dari penyebab individu
adanya Covid-19 terjangkit psikomatis
karena ketegangan
Sample dan kecemasan dan
jumlah sample kepanikan yang
- dirasa, untuk
Instrumen mengantisipasi dari
Artikel ini disusun adanya psikomotor
dengan individu dapat
menggunakan mengganti respon
metode telaah negatif menjadi
pustaka pada jurnal respon positif seperti
ilmiah dan juga selalu berusaha
situs resmi tebtang membersihkan diri
perkembangan dan melakukan
kasus Covid-19 resignasi
(penyerahan diri
Analisa Peneliti sepenuhnya kepada
Adapun yang Tuhan)
dianalisis dalam
penelitian ini yaitu
kecenderungan
psikomatis akibat
adanya Covid-19
3. Factors 2020 China Petugas Desain: Hasil menujukan
Associated kesehata Deskriptif peserta memiliki
With Mental n di correlational kecemasan (560
Health rumah [44,6%]), kecemasan
Outcomes sakit Sample dan berat di antara pria
Among Health diwuhan, jumlah sample: vs wanita: 10 [3,4%]
Sebanyak 1257 dari vs 56 [5,8%], peserta
Care Workers China
1830 individu yang yang bekerja di
Exposed to yang
dihubungi rumah sakit tersier
Coronavirus dilengka menyelesaikan dan sekunder
3
D. Roy, et al. Asian Journal of Psychiatry 51 (2020) 102083
19,
umum,panik,socia
l,obsessiv
sebanyak 18%
e. Pembahasan/Discuss
Jurnal 1
Hasil uji coba kasus pada klien yang mengalami kecemasan akibat pandemic virus covid19
menunjukan bahwa tingkat kecemasan klien menurun jauh sehingga dapat dikatakan bahwa teknik
SEFT dapat dijadikan sebagai salah satu teknik terapi yang tepat dan efektif dalam menangani klien
yang mengalami kecemasan akibat Covid-19.
Jurnal 2
7
D. Roy, et al. Asian Journal of Psychiatry 51 (2020) 102083
Psikomatis yaitu penyakit fisik disebabkan oleh tekanan psikologis yang dapat berasal dari
stressor/sumber stress seperti lingkungan sosial sehingga membentuk kecemasan yang memengaruhi
fungsi tubuh, contoh stress bisa menyebabkan magh. Corona Virus Disease (Covid-19) adalah jenis
virus baru yang menular pada manusia dan menyerang gangguan system pernapasan sampai
berujung pada kematian (Thalia, 2020). Banyaknya informasi yang menjelaskan bahwa Covid-19
menyebabkan kematian membuat individu merasa cemas yang berlebih, kecemasan terhadap
kematian yang berlebih akan menimbulkan gangguan fungsi emosional seperti neurotisma, depresi,
dan gangguan psikosomatis (Gina, dkk, 2017). Covid-19 akan menyerang ketika imun tubuh kita
lemah. Kecemasan dapat direduksi dengan perilaku yang positif.
Jurnal 3
Jurnal ini diambil Menggunakan item kuesioner beserta data demografis dilaporkan sendiri oleh
para peserta, termasuk pekerjaan (dokter atau perawat), jenis kelamin, usia, status perkawinan,
tingkat pendidikan, gelar teknis , geografis lokasi, dan jenis rumah sakit Petugas kesehatan di rumah
sakit diwuhan, China yang dilengkapi dengan klinik demam atau bangsal untuk pasien dengan
COVID-19 memenuhi syarat. Sebanyak 1257 dari 1830 individu yang dihubungi menyelesaikan
survei, Hasil menujukan peserta memiliki kecemasan (560[44,6%]), kecemasan berat di antara pria
vs wanita: 10 [3,4%] vs 56 [5,8%], peserta yang bekerja di rumah sakit tersier dan sekunder
kecemasan (48)[5.1%] vs 18 [5.5%]; kecemasan parah di antara mereka dengan gelar profesional
menengah: OR, 1,82; 95% CI, 1,38-2.39; P <0,001), bekerja di posisi lini kedua, bekerja di garis
depan langsung merawat pasien dengan COVID-19 tampaknya menjadi faktor risiko independen
kecemasan, OR 1,57; 95% CI, 1,22-2,02;
-Secara keseluruhan, 44,6% melaporkan kecemasan, Sebagian besar peserta adalah perempuan,
adalah perawat, berusia 26 hingga 40 tahun, sudah menikah, dan bekerja di rumah sakit tersier
dengan gelar teknis junior. Perawat, wanita, mereka yang bekerja di Wuhan, dan pekerja garis
depan.
Jurnal 4
Uji validitas jika terhitung ≥ table berarti valid. Indeks kecemasan tingkat kesukaran butirsoal yang
digunakan adalah butiran soal yang terletak antara 0,1 dan 0,9. Data pembeda soal tes dapat
digunakan jika indeks daya pembeda suatu butir ≥ 0,3. Uji Reabilitas hasil penelitian ini instrument
dikatakan reliabel jika indeks reabilitas ≥0,70. Sample tiap kecamatan 626, populasi 99% . Hasil
penelitian desktipsi hasil Kecemasan umum. banyak 626, persentase 100%, skor 80.
Kecemasan panik, banyak 626, prentase 100%, skor 160
Kecemasan social, banyak 626, presentase 100%, skor 166
Kecemasan Obsessiv, banyak 626, presentase 100%, skor 183. Hasil penelitian jenis
kecemasan masyarakat cilacap dalam menghadapi pandemic covid 19,
umum,panik,social,obsessiv sebanyak 18%
Jurnal 5
Sekitar 72% dari peserta melaporkan khawatir untuk diri mereka sendiri dan orang-orang terdekat
mereka selama pandemi yang sedang berlangsung. Sekitar 12% dari peserta mengalami kesulitan
tidur karena khawatir tentang pandemi dalam seminggu terakhir. Peserta, 82% telah mengurangi
kontak sosial, dan sekitar 90% menghindari pertemuan pesta. 41% dari orang-orang menegaskan
8
D. Roy, et al. Asian Journal of Psychiatry 51 (2020) 102083
merasa takut ketika seseorang di lingkaran sosial mereka menjadi sakit. Sekitar 1/3 peserta Teported
memiliki perilaku sosial yang tidak pantas karena takut tertular virus. Hampir 33% orang menerima
bahwa mereka merasa berkewajiban untuk membeli dan menyimpan kebutuhan pokok di rumah.
Dalam penelitian ini, 37% peserta mengaku menggunakan masker tanpa tanda-tanda dan gejala
infeksi yang jelas dan lebih dari75% merasa perlu menggunakan pembersih dan sarung tangan.
Hampir 85% setuju bahwa mereka sering mencuci tangan.
f. Kesimpulan
Pada dasarnya kecemasan adalah kondisi psikologis seseorang yang penuh dengan rasa takut dan
khawatir, dimana perasaan takut dan khawatir akan sesuatu hal yang belum pasti akan terjadi.
Penelitian terhadap rasa cemas ini tentu memiliki alasan, pasalnya banyak sekali orang-orang yang
cemas di tengah wabah COVID-19 ini. Tidak hanya di satu daerah bahkan mungkin saat ini seluruh
negara merasa cemas karena cepatnya rantai penularan COVID-19 ini, oleh karena itu banyak
penelitian yang mengemukakkan penelitian seperti terapi-terapi untuk mengurangi skala cemas yang
dialami penderita. Tanpa di sadari rasa cemas dapat menciptakan sistem kekebalan imun yang
lemah, sehingga akan mudah dalam penyebaran virus itu sendiri, maka sudah seharusnya kita selalu
berpikiran positif dan percaya bahwa wabah ini segera berakhir.
g. Lampiran Jurnal
Contents
listsavailableatScienceDirec
t
Study of knowledge, attitude, anxiety & perceived mental healthcare need in Indian
population during COVID-19 pandemic
Deblina Roya, Sarvodaya Tripathya, Sujita Kumar Kara,*, Nivedita Sharmaa,
Sudhir Kumar Vermaa, Vikas Kaushalb
a
King George’s Medical University, Lucknow, Uttar Pradesh, India
b
Uttar Pradesh Technical Support Unit (UP TSU), Lucknow, Uttar Pradesh, India
ARTICLEINFO ABSTRACT
Keywords: Novel Corona Virus Disease (COVID-19) originating from China has rapidly crossed borders, infecting people throughout the
Awareness whole world. This phenomenon has led to a massive public reaction; the media has been reporting continuouslyT across
Attitude borders to keep all informed about the pandemic situation. All these things are creating a lot of concern for people leading
Anxiety to heightened levels of anxiety. Pandemics can lead to heightened levels of stress; Anxiety is a common response to any
Mental healthcare stressful situation. This study attempted to assess the
COVID-19 pandemic
9
D. Roy, et al. Asian Journal of Psychiatry 51 (2020) 102083
knowledge, attitude, anxiety experience, and perceived mental healthcare need among adult Indian population during the
COVID-19 pandemic. An online survey was conducted using a semi-structured questionnaire using a non-probability
snowball sampling technique. A total of 662 responses were received.
The responders had a moderate level of knowledge about the COVID-19 infection and adequate knowledge about its
preventive aspects. The attitude towards COVID-19 showed peoples' willingness to follow government guidelines on
quarantine and social distancing. The anxiety levels identified in the study were high. More than 80 % of the people were
preoccupied with the thoughts of COVID-19 and 72 % reported the need to use gloves, and sanitizers. In this study, sleep
difficulties, paranoia about acquiring COVID-19 infection and distress related social media were reported in 12.5 %, 37.8 %,
and 36.4 % participants respectively. The perceived mental healthcare need was seen in more than 80 % of participants.
There is a need to intensify the awareness and address the mental health issues of people during this COVID-19 pandemic.
10
1. Introduction
COVID-19 started in December 2019, like a viral outbreak in Wuhan city of central Hubei
province of China (Holshue et al., 2020). A cluster of about 40 cases of pneumonia of
unknown etiology was reported, some of the patients being vendors and dealers in the
Huanan Seafood market there. World Health Organization (WHO) along with Chinese
authorities started working together and the etiological agent was soon established to be a
new virus and was named Novel Corona Virus (2019-nCoV). Meanwhile, on 11th January
China announced its first COVID-19 related death of a 61-year-old man, exposed to the
seafood market (WHO, 2020a). Over a period of few weeks, the infection spread across the
globe in rapid pace (WHO, 2020b). Looking at the stretch of countries this outbreak spread
to, WHO declared it a Public Health Emergency of International Concern on 30th January
2020 (WHO, 2020b, 2020c). Amidst the increasing deaths in China, the first death outside
China was (of a Chinese man from Wuhan) reported in the
Corresponding author.
E-mail address: skkar1981@yahoo.com (S.K. Kar).
Coronaviruses, so named due to the outer fringe of envelope proteins resembling crown
('corona’ in Latin), are a family of enveloped RNA viruses (Burrell et al., 2017). They are
generally pathogenic to mammals and birds and cause mild upper respiratory tract
infections in humans. They occasionally can be transmitted to a larger human population
and can cause severe respiratory illnesses exemplified by Severe Acute Respiratory
Syndrome (SARS) and Middle-East Respiratory Syndrome (MERS) in 2003 and 2012
respectively.
Due to the similarity between COVID-19 and SARS Coronavirus, and because the virus was
posing to be a global threat, online courses for awareness of healthcare workers around the
world were initiated (WHO, 2020c). Funds were raised globally and Strategic Preparedness
and Response Plan (SPRP) was set up aimed to protect the states with weaker health
systems. The targets were to limit transmission, provide early care, communicate key
information and minimize social and economic impacts. Also, WHO focused on developing
easy-to-apply diagnostics, accelerating existing vaccine candidates and preventing infection
(WHO, 2020c).
The state of lock-down in many parts of the world, which are contributing largely to the
global economy has led to the halting of services and products. This has led to a break in the
global supply chains and thus, affected the global economy brutally (Ebrahim et al., 2020).
D. Roy, et al. Asian Journal of Psychiatry 51 (2020) 102083
Transport has been affected globally. Import of steel, iron, inorganic chemicals, etc. from
China and other countries has been grossly affected. Transport business even at national
levels has ceased due to lock-down in different countries. Most company employees are
working from home, which has its financial disadvantages. Educational institutions have
been shut down. The uncertainty and postponement of examinations is also a stressor for
young minds.
Along with the economic impacts, the ever-increasing morbidity and mortality due to
COVID-19 is the biggest setback. The WHO report revealed the mortality rate to be between
3–4 % (WHO, 2020b); however, it seems that the morality statistics are underestimated
(Baud et al., 2020).
Yet, because COVID-19 infection is a highly contagious disease and has affected a large
population, the total number of deaths caused due to this virus has exceeded that caused
by any of its predecessors. As on the morning of 30th March 2020, a total of 693,224
confirmed cases has been reported from 204 countries of the world; also, there are 33,106
confirmed deaths across the globe, as reported by the WHO (WHO, 2020d).
As COVID19 is a new disease and is having the most devastating effects globally, its
emergence and spread, causes confusion, anxiety and fear among the general public. Fear is
the breeding ground for hatred and stigma. Social stigma has arisen as certain populations
(Indian north-east people) are targeted as being the reason for this outbreak (WHO, 2020c).
It is vital to avoid this stigma as it can make people hide their illness and not seek health
care immediately. WHO is providing expert guidance and answers to public questions, to
help people manage fear, stigma, and discrimination during COVID-19 (WHO, 2020c). As
research into COVID-19 continues, a lot of the facts keep on changing and many myths are
also prevalent in the general population regarding the prevention and management of the
infection. In the time of widespread use of social media, these myths along with fake news
around corona are also spreading rapidly. These are sometimes very disturbing for certain
individuals. Several sites including WHO are thus providing myth busters and authentic
information (WHO, 2020c). Governments are also urging people to not sharing these
messages without checking their authenticity.
Since the onset of the coronavirus pandemic there has been an increased use of masks
(Feng et al., 2020) and sanitizers resulting in exhaustion of resources in the market. A
shortage of personal protective equipment endangers health workers worldwide (WHO,
2020c). The absence of appropriate protective measures is a major cause of concern among
medical personnel. Especially in a country like India which is a densely populated country
without a robust healthcare infrastructure, it is a cause of worry. Some degree of panic also
resides in public due to the unavailability of basic protection measures. As of 30th March
2020, Indian Govt. has registered a total of 1250 cases (1117 active cases, 101 cured or
discharged and 32 deaths) due to COVID-19 infection (MoHFW, 2020). The governments,
media, doctors, researchers, celebrities, police and other stakeholders of the society
appealed to the public to avoid public gatherings including sports, religious ceremonies,
D. Roy, et al. Asian Journal of Psychiatry 51 (2020) 102083
family functions, meetings as well as classes in school, to prevent the global spread of
coronavirus infection (McCloskey et al., 2020). Despite these efforts, many people ignore
the importance of social distancing due to attitudinal issues.
The anxiety and concerns in society are globally affecting every individual to variable
extents. Recent evidence suggests that individuals who are kept in isolation and quarantine
experience significant distress in the form of anxiety, anger, confusion and post-traumatic
stress symptoms (Brooks et al., 2020). The knowledge and attitudes of the public are
expected to largely influence the degree of adherence to the personal protective measures
and ultimately the clinical outcome. Hence, it is important to study these domains in the
Indian population. The mental health issues are other major health concerns, which are
expected to increase day by day during this epidemic. There is a paucity of research that
evaluated the mental health concerns during this pandemic. Considering the relevance of all
the above factors, it was aimed to evaluate knowledge, attitude, anxiety and perceived
mental healthcare needs in the community during the coronavirus pandemic in
India.
This was a cross-sectional, observational study carried out in India. A Snowball sampling
technique was used. An online semi-structured questionnaire was developed by using
google forms, with a consent form appended to it. The link of the questionnaire was sent
through emails, WhatsApp and other social media to the contacts of the investigators. The
participants were encouraged to roll out the survey to as many people as possible. Thus, the
link was forwarded to people apart from the first point of contact and so on. On receiving
and clicking the link the participants got auto directed to the information about the study
and informed consent. After they accepted to take the survey they filled up the
demographic details. Then a set of several questions appeared sequentially, which the
participants were to answer.
It was an online study. Participants with access to the internet could participate in the study.
Participants with age more than 18 years, able to understand English and willing to give
informed consent were included. The data collection was initiated on 22nd March 2020 at 4
PM IST and closed on 24th March 2020 at 4 PM IST. We were able to collect data from
across various states of India. The socio-demographic variables included age, gender,
occupation, education, domicile, area of residence and religion.
There were 6 multiple choice questions in the awareness section. The attitude section
contained 7 items that were to be rated in the 5point Likert scale format. Anxiety related to
novel coronavirus infection had 18 items that were supposed to be rated on a 5-point Likert
D. Roy, et al. Asian Journal of Psychiatry 51 (2020) 102083
scale ranging from never, occasionally, sometimes, often and always. The perceived mental
healthcare need was assessed by 4 items on a 3- point Likert scale. Descriptive statistics
have been used in the study to analyse the findings. Mean and standard deviation and
proportions have been used to estimate the results of the study.
3. Result
A considerable number of responders were passably aware of the basic elements of the
disease, as shown in Fig. 2. Out of the total participants, 29.5 % answered that the virus
spreads through multiple modes like touching, kissing, sneezing, and food; also 56 %
negated the notion of pets transmitting the virus. Only 43 % of responders regarded COVID-
19 as a highly contagious disease. Most participants (97 %) acknowledged that washing
hands frequently could stop the spread of infection. Only 18.2 % regarded fever as a
symptom of COVID-19, which is known to be a major symptom.
Drawing from the data given in Table 1, more than 80 % of the participants were
preoccupied with the COVID-19 pandemic over the past week. Approximately 40 % of the
participants were paranoid with the thought of contracting the Novel Coronavirus infection
over the past week. About 72 % of participants reported being worried for themselves and
their close ones during the ongoing pandemic. Approximately, 12 % of the participants had
sleeping difficulty due to being worried about the pandemic in the past week. Among the
participants, 82 % had reduced social contact, and about 90 % avoided partying meetings,
and gatherings. Around 3/4th of the participants avoided ordering food online last week. A
total of 80 % of participants repeatedly discussed the pandemic with their friends during
this period. In our study, 41 % of the people affirmed feeling scared when someone in their
social circle became sick. About 1/3rd participants reported having inappropriate social
behavior owing to the fear of contracting the virus. Almost 33 % of the people accepted that
they felt obliged to buy and stock essentials at home. In this study, 37 % of participants
admitted using a mask without the apparent signs and symptoms of the infection and more
than 75 % felt the need to use sanitizers and gloves. Almost 85 % agreed that they
frequently washed their hands. Nearly half the participants felt panic by the reports of
COVID-19 pandemic on the electronic and print media over the past week.
As shown in Table 2, for about 2/3rd of the participants an idea of someone being there to
absolve their worries regarding the COVID-19 pandemic was welcoming. A total of 75 %
agreed on the necessity of mental healthcare for individuals who panic amid the pandemic
D. Roy, et al. Asian Journal of Psychiatry 51 (2020) 102083
situation. More than 80 % of participants felt the need for the professional help from mental
health experts to deal with emotional issues and other psychological issues during this
pandemic.
4. Discussion
Epidemics and pandemics are a periodic phenomenon. People in the community face
several challenges during such periods. Lack of awareness often leads to an unconcerned
attitude, which may adversely affect the preparedness to meet these challenges. Impacts of
these epidemics and pandemics are often intense, which may adversely affect the mental
well-being of a given population. The fear and anxiety related to epidemics and pandemics
also influence the behavior of people in the community. Hence, this study attempted to
evaluate the awareness, attitude, anxiety and perceived mental healthcare needs in the
society.
Rubin et al. (2009) had conducted a similar study during the swine
flu outbreak in the United Kingdom (Rubin et al., 2009). They had conducted the survey
telephonically over four days in the native population who heard the term "swine flu" and
was able to speak English. There is much similarity like illness between swine flu and COVID-
19 infection. Both illnesses are viral in origin involving the respiratory system and spreading
by droplet infection. Similar precautions are often recommended for the prevention of
swine flu and COVID-19 infection. Unfortunately, there is no specific treatment or vaccine
available for COVID-19 infection, whereas both treatment and vaccines are present for
swine flu.
All epidemics and pandemics have their unique characteristics in terms of causality,
progression and control measures. It is crucial to provide health education and create
awareness during such situations for effective prevention of disease spread (Johnson and
Hariharan, 2017). It has been seen in a previous study that health professionals often have
better awareness, positive attitudes towards epidemics/ pandemics and they often
experience low levels of anxiety (Mishra et al., 2016). But, a study from Ethiopia reported,
poor knowledge and erroneous believes of healthcare professionals, during the Ebola virus
outbreak in 2015 and it urged for intense training of the healthcare professionals (Abebe et
al., 2016). In a study conducted in Trinidad and Tobago in 2016, following the H1N1
epidemic, it was seen that a significant proportion of the general public was unaware of the
seriousness and measures of prevention of the epidemic (Johnson and Hariharan, 2017). A
similar study, evaluating the knowledge, attitude, and perception of Ebola virus infection
among secondary school children of Nigeria, found that most of the participants had
inadequate knowledge and carried a negative attitude towards the outbreak (Ilesanmi and
Alele, 2016).
Most of the participants in our study were educated - either graduate or post-graduate and
(%) were healthcare professionals. The participants had a moderate level of awareness
regarding the mode of spread, symptoms, and yet adequate awareness about the
preventive measures. It was possibly due to the government and media emphasizing more
on the preventive measures. Educated and especially healthcare people get more sensitized
by these information’s.
The study participants reported frequent use of sanitizers, hand wash, and masks during the
past one week. This indicates the increasing concern of participants towards personal
hygienic measures to avoid COVID-19 infection. Sensitization and awareness about COVID-
19 are reflected in their behavior and attitude significantly as most of the participants (more
than 4/5th) agreed with – social distancing, avoiding travel, self-quarantine and adequate
hygienic measures. However, their fear, apprehension and possibly stigma is reflected when
they were asked about the inclusion of recovered COVID-19 patients to the mainstream of
society. Stigma is associated with many such health conditions. Adequate awareness may
minimize the stigma and facilitate acceptance in the general population.
When anxiety affects a larger population, it may result in panic buying, leading to
exhaustion of resources. It also can lead to limitations in daily activities, avoidance behavior
D. Roy, et al. Asian Journal of Psychiatry 51 (2020) 102083
1 From the last week, how often do you think about Novel Coronavirus Pandemic? 82.2
2 From the last one week, how often you feel paranoid about contacting the novel Corona Virus infection? 37.8 %
3 From the last week, how often you avoid partying? 90.1
4 From the last week, how often you avoid social contact? 82.1
5 From the last week, how often you avoid large meetings and gatherings? 89.1
6 From the last week, how often you avoid ordering food online? 76.7
7 From the last week, how often you have talked to your friends about the corona Pandemic? 80.7
8 From the last one week, how often you have had difficulty sleeping by being worried about the Coronavirus pandemic? 12.5
9 From the last week, how often you feel affected by the posts on social media about corona Virus infection? 36.4
10 From the last week, how often do you feel affected by the talks of Novel Corona Virus Pandemic on the newspaper and 46.1
news channels?
11 From the last week, how often do you feel the need to buy and stock all essentials at home? 31.7
12 From the last week, how often do you get afraid if anyone in your social circle reports of being sick? 41.3
13 From the last week, how often do you feel the need to use the sanitizer/gloves? 77.4
14 From the last week, how often do feel the need to constantly wash your hands? 84.5
D. Roy, et al. Asian Journal of Psychiatry 51 (2020) 102083
15 From the last one week, how often do you feel worried about yourself, and close ones regarding the spread of Novel 72
COVID19 Viral Infection?
16 From the last week, how often do you use a mask without any apparent signs and symptoms of the infection? 36.6
17 From the last week, how often does the Idea of Novel Corona Viral Infection freak you out leading to inappropriate 30.5 %
behaviours with anyone?
18 From the last week, how often does the Idea of Novel Corona Viral Infection freak you out post on social media? 44.7 %
Table 1
Anxiety related to COVID-19 pandemic.
Table 2
Perceived mental healthcare needs among participants during COVID-19 pandemic.
Sl. Items Percentage of people who perceive there is a mental health ne
(N = 662)
1 Do you think it would be nice to talk to someone about your worries for the COVID 19 viral epidemic? 66.5
2 Do you think it is necessary to get mental health help if one panics in lieu of the Pandemic situation? 75.1
3 Do you think it would be beneficial if mental health professionals help people in dealing with the current 83.5
COVID19 pandemic situation?
4 Will you suggest people for obtaining mental health help to people who are highly affected by the COVID19 82.9
pandemic?
Approximately, one-third of participants had the urge to buy and stock things at home
during the past week. Panic buying is often seen during pandemics/epidemics, which leads
to the exhaustion of resources. Media reporting about the shortage of resources and
essential things of daily living further increases the panic buying. Sensible media reporting
during such a crisis may be beneficial in tackling mental health challenges.
In our study, frequent inappropriate behaviors (anger, restlessness, worry) and pre-
occupation about COVID-19 infection leading to posting on social media, was seen in 1/6th
and 1/3rd of the participants respectively. Similarly, two-thirds of the participants felt the
need to talk about their worries related to COVID-19 pandemic with someone. The
opportunities to vent out their distress was limited in most places due to the lockdown
state. At the same time, the electronic and print media, as well as social media, are
constantly discussing the pandemic status. As a result, people are not able to cope with and
feeling emotionally exhausted. More than three fourth of the participants felt the need for
help for their mental well-being. Our study population was not infected with COVID-19
infection, still, there was an increased need for mental healthcare. Those individuals, who
are infected with COVID-19 infection or suspected of having the infection and the health
D. Roy, et al. Asian Journal of Psychiatry 51 (2020) 102083
workers, who are dealing with COVID-19 infected patients are expected to have more
compromised mental health and higher perceived mental healthcare needs.
Meeting the individual mental health needs in typical clinical settings that need face-to-face
interviews for evaluation, is challenging in the current scenario considering the risk of the
spread of COVID-19 infection. In this situation considering online mental health consultation
might be more beneficial and it can deliver the consultation at the doorstep (Yao et al.,
2020).
5. Limitations
The study is limited to the people who had smartphones, e-mail IDs and the ability to
English. This represents the educated population of the country, so it should not be
generalized to the whole population. The awareness, attitude, anxiety and perceived mental
healthcare need in uneducated people may be different from the findings of our study.
6. Conclusion
During this coronavirus pandemic, most of the educated people and health professionals
are aware of this infection, possible preventive measures, the importance of social
distancing and government initiatives were taken to limit the spread of infection. However,
there are increased worries and apprehensions among the public regarding acquiring the
COVID-19 infection. People have higher perceived needs to deal with their mental health
difficulties. There is a need to intensify the awareness program and address the mental
health issues of people during this COVID-19 pandemic. There is no study to date that
evaluated the mental health perspectives of people during the COVID-19 pandemic. It is
important to study the mental health impacts in various populations (general populations,
cases of COVID-19, close contacts of COVID-19 and healthcare workers) for planning
effective intervention strategies for them.
References
Abebe, T.B., Bhagavathula, A.S., Tefera, Y.G., Ahmad, A., Khan, M.U., Belachew, S.A., Brown, B., Abegaz, T.M., 2016. Healthcare professionals’ awareness,
knowledge, attitudes, perceptions and beliefs about Ebola at Gondar University Hospital, Northwest Ethiopia: a cross-sectional study. J. Public Health
Afr. 7, 570. https://doi. org/10.4081/jphia.2016.570.
Banerjee, D., 2020. The COVID-19 outbreak: crucial role the psychiatrists can play. Asian J. Psychiatry. https://doi.org/10.1016/j.ajp.2020.102014. 102014.
Baud, D., Qi, X., Nielsen-Saines, K., Musso, D., Pomar, L., Favre, G., 2020. Real estimates of mortality following COVID-19 infection. Lancet Infect. Dis.
https://doi.org/10.
D. Roy, et al. Asian Journal of Psychiatry 51 (2020) 102083
1016/S1473-3099(20)30195-X.
Brooks, S.K., Webster, R.K., Smith, L.E., Woodland, L., Wessely, S., Greenberg, N., Rubin, G.J., 2020. The psychological impact of quarantine and how to
reduce it: rapid review of the evidence. Lancet.
Burrell, C.J., Howard, C.R., Murphy, F.A., 2017. Chapter 31 - coronaviruses. In: Burrell, C.J., Howard, C.R., Murphy, F.A. (Eds.), Fenner and White’s Medical
Virology ( Fifth Edition). Academic Press, London, pp. 437–446. https://doi.org/10.1016/B978-0-12375156-0.00031-X.
Ebrahim, S.H., Ahmed, Q.A., Gozzer, E., Schlagenhauf, P., Memish, Z.A., 2020. Covid-19 and community mitigation strategies in a pandemic. BMJ 368.
https://doi.org/10.
1136/bmj.m1066.
Everts, J., 2013. Announcing swine flu and the interpretation of pandemic anxiety.
Antipode 45, 809–825. https://doi.org/10.1111/j.1467-8330.2012.01021.x.
Feng, S., Shen, C., Xia, N., Song, W., Fan, M., Cowling, B.J., 2020. Rational use of face masks in the COVID-19 pandemic. Lancet Respir. Med.
Holshue, M.L., DeBolt, C., Lindquist, S., Lofy, K.H., Wiesman, J., Bruce, H., Spitters, C.,
Ericson, K., Wilkerson, S., Tural, A., Diaz, G., Cohn, A., Fox, L., Patel, A., Gerber, S.I., Kim, L., Tong, S., Lu, X., Lindstrom, S., Pallansch, M.A., Weldon, W.C.,
Biggs, H.M.,
Uyeki, T.M., Pillai, S.K., 2020. First case of 2019 Novel Coronavirus in the United States. N. Engl. J. Med. 382, 929–936.
https://doi.org/10.1056/NEJMoa2001191.
Ilesanmi, O., Alele, F.O., 2016. Knowledge, attitude and perception of Ebola virus disease among Secondary School Students in Ondo State, Nigeria, October,
2014. PLoS Curr.
8https://doi.org/10.1371/currents.outbreaks.
c04b88cd5cd03cccb99e125657eecd76. ecurrents.outbreaks. c04b88cd5cd03cccb99e125657eecd76.
Johnson, E.J., Hariharan, S., 2017. Public health awareness: knowledge, attitude and behaviour of the general public on health risks during the H1N1
influenza pandemic. J. Public Health 25, 333–337.
McCloskey, B., Zumla, A., Ippolito, G., Blumberg, L., Arbon, P., Cicero, A., Endericks, T.,
Lim, P.L., Borodina, M., 2020. Mass gathering events and reducing further global
spread of COVID-19: a political and public health dilemma. The Lancet.
Mishra, P., Bhadauria, U.S., Dasar, P.L., Kumar, S., Lalani, A., Sarkar, P., Chauhan, A., Godha, S., Vyas, S., 2016. Knowledge, attitude and anxiety towards
pandemic flu a potential bio weapon among health professionals in Indore City. Przegl. Epidemiol.
70, 125–127 41–5.
MoHFW, 2020. Ministry of Health and Family Welfare: Home Page. Governemt of India URL https://www.mohfw.gov.in/index.html (Accessed 3.31.20).
Rubin, G.J., Amlôt, R., Page, L., Wessely, S., 2009. Public perceptions, anxiety, and behaviour change in relation to the swine flu outbreak: cross sectional
telephone survey. BMJ.
WHO, 2020a. Pneumonia of Unknown Cause – China. URL https://www.who.int/csr/ don/05-january-2020-pneumonia-of-unkown-cause-china/en/
(Accessed 3.31.20). .
WHO, 2020b. Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) Situation Report – 46. URL https:// www.who.int/docs/default-source/coronaviruse/situation-
reports/20200306-sitrep46-covid-19.pdf?sfvrsn=96b04adf_2 (Accessed 3.31.20). .
WHO, 2020c. Rolling Updates on Coronavirus Disease (COVID-19). URL https:// www.who.int/emergencies/diseases/novel-coronavirus-2019/events-as-
they-happen (Accessed 3.31.20). .
WHO, 2020d. Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) Situation Report – 70.
Yao, H., Chen, J.-H., Xu, Y.-F., 2020. Rethinking online mental health services in China during the COVID-19 epidemic. Asian J. Psychiatry.
https://doi.org/10.1016/j.ajp.
2020.102015. 102015.
Medina Chodijah1, Dian Siti Nurjannah2, Ai Yeni Yuliyanti3, M Nur Samad Kamba4
1
Tasawuf Psikoterapi, UIN Sunan Gunung Djati Bandung,
medinachodijah@uinsgd.ac.id
2
Tasawuf Psikoterapi, UIN Sunan Gunung Djati Bandung,
diansitinurjanah@uinsgd.ac.id
3
Tasawuf Psikoterapi, UIN Sunan Gunung Djati Bandung,
aiyeniyuliyanti@uinsgd.ac.id 4 Tasawuf Psikoterapi, UIN Sunan Gunung Djati
Bandung, mnkamba@gmail.com
D. Roy, et al. Asian Journal of Psychiatry 51 (2020) 102083
Abstrak
Abstract
This research is motivated by the covid-19 pandemic virus that occurs in all
parts of the world. This pandemic impacts on humans either directly or
indirectly. Change patterns of life that are drastic and suddenly make many
people do not have the readiness to adjust. It causes many difficulties for
most people. Anxiety that appears varies, such as suspected virus,
decreases in financial, until how the future after this pandemic ends. This
anxiety will affect the mindset or behavior even psychological disorders if
not controlled well. Many techniques have been developed to overcome
difficulties. One of those is Emotional Spiritual Freedom Technique (SEFT).
SEFT has been proven to be able to control and reduce anxiety level
generally. Therefore, this study tries to analyze the SEFT as a therapy to
overcome the covid-19 virus and how it impacts in individuals who do. This
research uses qualitative methods, with data collection methods using
library techniques and case study. While the variables discussed in this
study are SEFT therapy techniques and also individual’s anxiety caused by
the covid-19 pandemic virus. The results of the analysis show that anxiety is
interpreted as a condition where individuals who experience it do not have
the ability, powerless and depressed against a specific object unclearly.
While SEFT is a contemporary technique that helps or liberates spiritual and
emotional individuals from negative conditions. The result of trial on client
shows that by using the right stages of SEFT therapy, the level of client
anxiety decreases, so we can use SEFT more broadly to overcome or
decrease people’s anxiety impacted by the covid-19 pandemic virus.
1 Pendahuluan
Virus covid-19 atau yang lebih dikenal dengan virus corona menjadi topik yang paling
banyak dibicarakan semua kalangan di semua negara di dunia saat ini. Bagaimana tidak,
kehadiran pandemi virus covid-19 mengubah gaya hidup nyaris semua orang, baik yang
terkena dampak langsung maupun tidak. Perubahan yang tiba-tiba dan tanpa persiapan
tersebut tidak sedikit menimbulkan kecemasan. Menurut Dr. Jiemi Ardian SpKj, perasaan
cemas yang muncul dalam menghadapi pandemi ini sebenarnya tidak selalu berarti mereka
mengalami gangguan kejiwaan atau gangguan kesehatan mental. Cemas dalam menghadapi
suatu kondisi yang baru tersebut merupakan bentuk adaptasi normal seseorang (Putra,
2020).
D. Roy, et al. Asian Journal of Psychiatry 51 (2020) 102083
Banyak reaksi muncul saat mengahadapi situasi pandemic virus covid-19 ini karena hal
tersebut merupakan hal yang baru dan tidak pernah terbayang atau terpikirkan
sebelumnya; hal ini tentu saja menimbulkan rasa panik dan cemas. Pola hidup yang normal
seperti biasanya mendadak harus diubah seketika, dan sebagian masyarakat tersebut
bingung harus berbuat atau bertindak seperti apa dan bagaimana. Hal inilah yang
menimbulkan kecemasan. Dalam batas normal, cemas atau kecemasan sebenarnya
merupakan sebuah tanda yang diperlukan oleh individu akan adanya suatu bahaya sehingga
diharapkan akan lebih siap (Mulyana, 2015)
Pola hidup yang berubah drastis dan cukup ekstrim diantaranya adalah interaksi sosial
yang mendadak dibatasi akibat diberlakukannya social distancing; gerak fisik yang terbatas
akibat aturan physical distancing serta pola hidup sehat seperti mencuci tangan secara
benar dengan sabun antiseptic; membersihkan badan dan benda-benda lainnya dengan
desinfektan dan lain sebagainya yang dulunya tidak biasa dilakukan. Hal ini menimbulkan
kepanikan, khawatir salah dalam melakukannya dan cemas akan terkena virus. Diperlukan
waktu agar terbiasa dan mampu beradaptasi, namun bila kecemasan tersebut tidak mau
dikendalikan atau dikontrol maka kondisi emosi tersebut akan menguasai pikiran dan
perilaku sehingga dapat menimbulkan gelaja gangguan mental atau psikologis yang lebih
lanjut. Karena hal tersebut dapat mengganggu fungsi keseharian si penderita (Putra, 2020)
Selain hal terkait kesehatan. Kemunculan pandemic virus covid-19 ini juga menjadi
pencetus perubahan aspek kehidupan lainnya. Yang paling berdampak secara langsung
adalah berkurangnya atau bahkan hilangnya sumber pendapatan keluarga. Ini tentu saja
menimbulkan kecemasan bukan hanya jangka pendek semasa adanya pandemic saja namun
juga cemas menghadapi masa yang akan datang. Berbagai perusahaan terpaksa melakukan
efisiensi pada karyawan-karyawannya akibat regulasi social dan physical distancing. Dari
mulai kebijakan merumahkan sebagian karyawan, tetap bekerja dengan jam bekerja yang
dikurangi sehingga gajipun berkurang, bahkan sampai pemutusan hubunga kerja atau PHK.
Berdasarkan data yang diperoleh dinas tenaga kerja sampai hari Kamis tanggal 16 April
2020, pekerja formal yang mengalami PHK sudah berjumlah 229.789 orang sedangkan yang
dirumahkan sementara berjumlah 1.270.367 orang (Sholihah, 2020)
Ketidakpastian kondisi keuangan dan masa depan akibat covid-19 bukan hanya dialami
pekerja formal, imbas yang lebih besar dialami oleh pekerja informal seperti para
pengemudi ojek online, ojek pangkalan, pedagang asongan, buruh harian, pedagang kaki
lima dan banyak lagi. Mereka dihadapkan pada pilihan yang sulit; disatu sisi mereka dituntut
untuk mematuhi aturan social dan physical distinction namun disisi lain pekerjaan mereka
menuntut kehadiran mereka secara fisik di lapangan dan bertemu atau berinteraksi
langsung dengan orang lain yang menjadi costumernya (Niam, 2020). Kepanikan serta rasa
cemas tentu saja tidak terhindarkan. Mereka cemas khawatir tertular penyakit dari interaksi
yang mereka lakukan, mereka juga cemas dengan pendapatan yang terus menurun bahkan
hilang sama sekali bila berdiam diri dirumah.
D. Roy, et al. Asian Journal of Psychiatry 51 (2020) 102083
Beragam penyebab kecemasan yang muncul terkait dengan pandemic covid 19 tersebut
dapat menimbulkan gangguan fisik dan psikis bila tidak segera ditangani atau dikontrol.
Banyak teknik yang telah terbukti efektif dalam menangani kecemasan secara umum,
diantaranya adalah Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT). SEFT adalah sebuah
metode atau teknik yang mempergunakan energy tubuh dirinya sendiri untuk
mengendalikan serta menghilangkan berbagai permasalahan yang dialami; baik masalah
fisik seperti gangguan mual, sakit kepala, pusing, sampai gangguan berat seperti stroke,
gangguan jantung dan lain sebagainya; maupun masalah psikis, seperti takut, panik, cemas,
stress, phobia, trauma dan masih banyak lagi (seftpower.blogspot.com, 2008). Metode SEFT
pertama kali dibawa dan dikembangkan di Indonesia oleh Bpk. Faiz Zainuddin dengan
bendera Logos-Institute. Teknik ini selain diklaim sangat ampuh mengatasi berbagai
permasalahan fisik dan psikis juga dapat digunakan dalam bidang spiritual, keuangan,
marketing dan lain sebagainya.
Berbagai penelitian telah dilakukan terkait efektifitas terapi ini terhadap objek yang
berbeda. Diantaranya efektivitas terapi SEFT terhadap penurunan intensitas nyeri pada
pasien paska-operasi Sectio Caesaria (Wijiyanti, 2010), pengaruh terapi SEFT terhadap
penurunan tekanan darah pada lansia hipertensi di Puskesmas Jagir Surabaya (Zulaichah,
2013), pengaruh SEFT terhadap penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi di
wilayah kerja Puskesmas Pauh Kota Padang (Deby, 2015), pengaruh terapi SEFT terhadap
penurunan tingkat kecemasan pada para pengguna NAPZA (Inggriane Puspita Dewi, Diana-
Fauziah, 2017), dan pengaruh terapi SEFT terhadap ketenangan jiwa pada pengguna NAPZA
(Hazbullah, 2019). Dari semua penelitian tersebut menunjukkan bahwa terapi ini sangat
bermanfaat dan berbeda dengan penelitian ini.
Berkenaan dengan situasi pandemic covid-19 ini maka teknik ini dianggap mampu
mengatasi berbagai permasalahan yang muncul terutama yang menimbulkan kecemasan
bagi nereka yang terdampak. Maka penelitian bertujuan menganalisa lebih mendalam
mengenai bagaimana tahapan SEFT sebagai teknik terapi dalam mengatasi kecemasan
akibat virus covid19 serta bagaimana dampaknya pada individu yang melakukannya.
2 Metodologi
Dalam penelitian ini terdapat 2 variabel yang diteliti. Variabel adalah suatu sifat atau atribut
atau objek kegiatan yang diteliti untuk dianalisa dan disimpulkan (Sugiyono, 2012). Adapun
variabel yang dianalisa dalam penelitian ini adalah SEFT dan kecemasan individu akibat virus
covid-19. Adapun definisi operasional variabel yaitu mengartikan atau mengoperasionalkan
D. Roy, et al. Asian Journal of Psychiatry 51 (2020) 102083
variabel agar bisa diukur atau diteliti (Nasir, 1985) dimana dalam penelitian ini kecemasan
diartikan sebagai situasi emosi individu yang ditandai dengan perasaan tidak nyaman, rasa
tidak menentu dan tidak berdaya yang disebabkan oleh objek yang tidak jelas. Sementara
SEFT merupakan singkatan dari Spiritual Emotional Freedom Technique, yaitu suatu teknik
terapi yang memfokuskan pada pembebasan kondisi spiritual dan emosi yang negatif.
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
kepustakaan, yaitu mengumpulkan data yang diperlukan melalui media yang terdapat
diruang kepustakaan, seperti dari buku, Koran, majalah, dan dokumen lainnya yang terkait
dengan tema penelitian (Koentjaraningrat, 1984) yang dalam penelitian ini difokuskan pada
teknik terapi SEFT serta kecemasan yang muncul akibat pandemic virus covid-19. Dan juga
studi kasus secara kualitatif, dimana peneliti melakukan upaya mendeskripsikan serta
melakukan analisa yang mendalam dalam kasus yang spesifik (Suwarsono, 2016) yang dalam
hal ini kasus individu yang mengalami kecemasan akibat adanya pandemic virus covid-19.
Kasus yang diangkat dalam penelitian ini hanyalah satu kasus tunggal saja.
Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik kualiatatif dengan
menganalisa metode terapi SEFT dalam mengontrol kecemasan yang muncul berkenaan
dengan virus covid-19. Teknik analisa data merupakan kegiatan mengolah dan menganalisis
data yang diperoleh yang kemudian akan menghasilkan sebuah penemuan baru maupun
hipotesa (Hasyim, 1982).
Kecemasan dalam bahasa Inggris berarti anxiety, yang berasal dari bahasa latin angustus
yang memiliki makna kaku serta ango atau anci yang bermakna mencekik (Yuke Wahyu
Widosari dalam (Annisa, 2016). Anxiety atau cemas merupakan kondisi ketidakberdayaan,
perasaan tidak aman atau tidak matang serta tidak mampu menghadapi tuntutan
lingkungan, kesulitan serta tekanan hidup sehari-hari (Yusuf, 2009). Sementara pendapat
lain menyatakan bahwa kecemasan merupakan ekspresi rasa risau dan tidak berani
mengahadapi situasi yang tidak jelas (kartono, 1989). Definisi ini juga dikuatkan oleh Sarlito
(Sarwono, 2012) yang menjelaskan bahwa objek dan alasan dari rasa cemas adalah sesuatu
yang tidak jelas. Pendapat yang lebih rinci mengenai kecemasan menyatakan bahwa cemas
merupakan bentuk kondisi emosi yang memiliki cirri terangsangnya fisiologi, kondisi tegang
yang tidak nyaman, dan persepsi akan terjadi sesuatu yang buruk (Jeffrey S. Nevid, 2005. ).
Dapat disimpulkan bahwa cemas merupakan kondisi emosi seseorang yang ditandai dengan
munculnya rasa tidak nyaman, pengalaman tidak menentu yang disertai perasaan tidak
berdaya yang disebabkan oleh sesuatu hal yang belum jelas.
Pada saat ini banyak alternatif penyembuhan pada pasien baik yang bersifat penyakit fisik
atau psikis, terapi SEFT merupakan salah satu alternative yang dikembangkan oleh banyak
orang yang mempelajarinya.
Terapi SEFT pertama kali di kembangkan di Indonesia oleh seorang psikolog bernama
Ahmad Faiz Zainuddin setelah belajar ke berbagai negara seperti Amerika, Australia,
Hongkong, Singapura dan berguru ke berbagai ahli seperti pada Richard Banddler belajar
tentang NLP, Lester levensen belajar Sedona Methode, belajar Energy Psikologi pada Garry
Craig, powerfull prayer pada Larry Dossey dan belajar loving kindness therapy pada Decher
Keltner (Zainuddin, SEFT Total Solution, 2013), terapi tersebut digabungkan dan disusun dari
unsur spiritualitas, psikologi dan Teknik akupuntur dalam lima belas jenis terapi yang ada
dalam terapi SEFT. Ahmad Faiz pertama kali mempraktekan terapi tersebut ketika pertama
kali dan spontan ternyata berhasil dan kemudian melakukan terapi tersebut pada keluhan
lain dan ternyata berhasil dan mempraktekannya pada teman -temannya selanjutnya
mengajarkannya pada orang lain dalam bentuk pelatihan dan jika di tanyakan mana yang
lebih suka terapi dengan menggunakan metode EFT atau dengan menggunakan terapi SEFT
yang memasukan Spiritualitasnya maka mereka lebih memilih menggunakan SEFT fersi
Ahmad Faiz (Zainuddin, SEFT For Healing + Success + Happines + Greatnes, 2006). Dimana
spiritual diartikan sebagai hubungan individual seseorang dengan Sang Maha Kuasa
(Fridayanti, 2015)
Data sampai Desember 2019 telah terkumpul sejumlah 50.000 orang alumni, yang telah
mengikuti pelatihan dan mempraktekannya dengan sejumlah 457 angkatan yang tersebar di
23 kota dalam dan luar negri (Zainudin, 2020), juga telah memiliki 2 rekor muri terapi
terhadap 2.643 narapidana yang kecanduan narkotika, juga rekor muri yang kedua adalah
terapi terhadap 1428 pelajar se Jabodetabek bebas merokok. Sampai saat ini terapi SEFT
juga di kemas dalam bentuk buku. Beberapa judul buku baru telah terbit, CD dan DVD SEFT
terjual lebih dari 50.000 copy.
Adapun langkah-langkah yang dilakukan teknik SEFT untuk mengatasi kecemasan individu
akibat virus covid-19 ini adalah sebagai berikut:
1. The Set-Up
“The Set-up” sebagai langkah awal dalam terapi SEFT dengan menekan di titik sore spot
dengan dua jari telunjuk dan jari tengah agar dapat di pastikan aliran energi dapat
terarahkan dengan tepat. Langkah ini di lakukan tujuannya untuk menetralisir
“Psiychologycal Reversal” atau “Perlawanan Psikologis” (biasanya berupa pikiran negatif
spontan atau keyakinan bawah sadar negatif Jika keyakinan atau fikiran negatif seperti
diatas terjadi, maka inilah obatnya: dengan berdoa penuh khusuk, disertai ikhlas dan pasrah
kepada Allah, doa tersebut di bacakan untuk setiap keluhan dengan mengganti nama
penyakitnya sesuai dengan apa yang dirasakan,
“Ya Allah…. Meskipun saya…… sebutkan (Keluhan anda), saya ikhlas menerima
sakit/masalah saya ini, (terima rasa sakitnya jangan di tolak) dan saya pasrahkan padamu
D. Roy, et al. Asian Journal of Psychiatry 51 (2020) 102083
kesembuhan saya”. Disini yang digunakan “Ya Allah” sebagai panduan untuk kita yang
muslim, bagi yang memiliki keyakinan lain disesuaikan dengan keyakinannya, dan dari
beberapa kasus SEFT tetap efektif pada orang dengan agama apapun.
Ketika membacakan doa pada saat set up maka terapis juga menekan di titik sore spot yaitu
titik di dada sebelah kiri sambal di putar searah jarum jam dan berdoa dengan khusyuk.
Pada dasarnya doa dalam terapi SEFT itu memenuhi tiga unsur yaitu yang pertama adalah
sebutkan sakitnya apa dan penyebabnya karna apa setelah itu terima rasa sakitnya dengan
penuh keikhlasan dan pasrahkan pada Allah SWT atas kesembuhannya. Untuk keluhan
kecemasan doanya adalah sebagai berikut:
Ya Allah ya Tuhanku, Meskipun saat ini saya merasa cemas karna seringkali mendapatkan
pemberitaan yang menyeramkan tentang virus corona sampai dada saya sesak dan jantung
saya berdebar-debar, tapi saya ikhlas menerimanya saya ikhlas menerima rasa cemas ini dan
saya pasrahkan pada Mu Ya Allah kesembuhan saya, dan saya pasrahkan pada Mu Ya Allah
kedamaian hati saya. Lalu ulangi sampai tiga kali dengan penuh kehusyukan dan sambal
membacakan doa dalam hati ya Allah saya Ikhlas saya pasrah.
2. The Tune-In
Setelah melakukan tapping yang harus di lakukan pada tahap selanjutnya adalah the tune in,
bias untuk keluhan fisik dan emosi, juga buat keluhan phobia, trauma dan kecanduan
melakukan proses yang sama. Untuk masalah fisik, kita melakukan Tune-In ini dengan cara
merasakan rasa sakit yang kita alami, lalu mengarahkan fikiran kita ke rasa sakit, dibarengi
dengan hati dan mulut kita mengatakan, Ya Allah saya ikhlas, saya pasrah. Atau Ya Allah
saya ikhlas menerima sakit saya ini dan saya pasrahkan pada-Mu kesembuhan saya. Untuk
masalah psikis atau emosi, yang berkaitan dengan kecemasan akibat wabah corona maka
yang di lakukan pada saat “Tune-In” dengan cara memikirkan sesuatu atau peristiwa spesifik
tertentu yang dapat membangkitkan emosi negatif yang ingin kita hilangkan (Nurjanah,
2019). Bayangkan kecemasannya menyaksikan setiap hari mayat-mayat yang di kuburkan
dengan cara yang menyedihkan karna tidak bisa di antarkan, bayangkan keadaan yang
paling mencemaskan dari kondisi wabah corona sampai terasa sesaknya, sampai terasa
debaran jantungnya rasakan sampai maksimal. Ketika terjadi reaksi negatif (marah, sedih,
takut, dsb) hati dan mulut kita mengatakan, “Ya Allah, saya ikhlas, saya pasrah.” bersamaan
dengan tune-in ini kita melakukan langkah ketiga (tapping). Pada proses inilah (tune-in yang
dibarengi tapping) kita menetralisir energi negatif atau rasa sakit fisik.
Biasanya ketika sakit justru kita menolak sakit dan berusaha untuk menghindarinya, semakin
kita memaksakan diri untuk ingin sembuh dan menghilangkan penyakitnya justru yang
terjadi malah sebaliknya kita semakin sakit dan terbebani dengan penyakitnya, yang harus
dilakukan adalah dengan mengamalkan nilai-nilai ikhlas pasrah dan menerima, pada titik ini
justru kita dibri kesembuhan oleh Allah swt.
3. The Tapping
D. Roy, et al. Asian Journal of Psychiatry 51 (2020) 102083
Tahapan yang terakhir dari terapi SEFT adalah Tapping caranya dengan mengetuk ringan
dengan dua ujung jari pada titik-titik tertentu di tubuh kita sambil terus melakukan tune-in.
tapping ini merupakan Teknik terapi yang diadopsi dari Teknik akupuntur secara ringan
untuk mengaktifkan syaraf syaraf yang ada di titik meridian akupuntur, titik-titik ini adalah
kunci dari
“the Major Energy Meridians”, yang jika kita ketuk beberapa kali yang akan berdampak
pada netralisirnya gangguan emosi atau rasa sakit yang kita rasakan. Hasilnya dapat
menghasilkan aliran energy tubuh berjalan dengan normal dan seimbang kembali. Tapping
tersebut tetap dilakukan dengan penuh khusyuk sambil terus berdzikir dan berdoa saya
ikhlas, saya pasrah ya Allah, fokuskan hanya pada Allah, lupakan yang lain, konsentrasilah
terus pada keluhannya sambil berdzikir.
Pada saat Tapping, ada 18 titik tapping yang sering digunakan di garis meridian, ada versi inti
atau singkat disebut versi sortcut, versi ini terbukti cukup efektif untuk kebanyakan kasus,
tetapi ada versi lengkap yang dilakukan hanya apabila versi inti dirasa kurang tuntas dalam
menyelesaikan masalah kita, atau masalah orang yang kita bantu. Versi inti adalah
melakukan langkah pertama (the Set-Up), langkah kedua (The Tune-In beserta kata
pengingatnya atau doa:” Saya ikhlas, saya pasrah”) serta sebagian langkah ketiga (The
Tapping), mulai dari titik pertama (The Crown) hingga titik ke-9 (Bellow Nipple). Cukup
sampai disitu dan diakhiri dengan tarik nafas panjang dan hembuskan. Berikut ini adalah
titik-titik tapping sampai versi lengkap: 1) Crown Point (CP), 2) Eye Brow Point (EB), 3)
Side Of Eyes Point (SE), 4) Under of Eyes Point (UE), 5) Under Nose Point (UN), 6) Chin
Point (Ch), 7) Collar Bone Point (CB), 8) Under Arm Point (UA), 9) Bellow Nipple Point
(BN).
Salah satu hasil terapi SEFT yang dilakukan pada klien D dengan keluhan kecemasan akibat
banyak pemberitaan yang negative dari wabah covid-19 sebagai berikut:
Pra Terapi
Langkah pertama sebelum melakukan sessi terapi dipastikan terlebih dahulu bahwa pasien
terhindar dari energi toksin, lepaskan gelang, perhiasan emas, jam tangan, handphone,
parfum dan laptop jauhkan dari pasien agar proses terapi tidak terhambat oleh energi
toksin. Lalu memberi minum air putih untuk melancarkan aliran darah ke seluruh tubuh.
Tahap selanjutnya deteksi rasa sakitnya yang meliputi beberapa pertanyaan: apa rasa
sakitnya, disebelah mana rasa sakitnya, seperti apa rasa sakitnya, juga berapa skala sakitnya
kalau diurut dari 0 sampai 10, 0 adalah sembuh tidak ada keluhan, angka 5 sedang sakitnya
dan angka 10 sakit sekali.
Proses Terapi
Setelah pasien menyatakan siap untuk dilakukan proses terapi, lalu pasien di persilahkan
untuk duduk dan relaksasi serta mengikuti intruksi dari terapisnya. Terapis mengintruksikan
untuk melakukan set up sambill menekan titik pada sore spot. Karena kondisinya sedang
social distancing, terapis mempersilahkan klien untuk melakukan set up sendiri dengan di
D. Roy, et al. Asian Journal of Psychiatry 51 (2020) 102083
pandu oleh terapis. Klien mulai menekan jarinya pada titik sore spot tersebut sambil
dipandu untuk berdoa:
“Ya Allah, walaupun saat ini saya merasa cemas karna banyak
mendengarkan pemberitaan yang menakutkan tentang corona sehingga
dada saya sesak dan jantung saya berdebar debar serta asam lambung saya
naik, saya ikhlas
menerimanya dan saya pasrahkan padamu kesembuhannya, dan saya
pasrahkan padamu kedamaian hati saya”
Terapis memandu untuk mengulangi doannya sampai tiga kali. Setelah itu, klien dipandu
untuk melakukan tune in yaitu merasakan kecemasannya dan menaikan kecemasannya
sampai tingkat paling tinggi. Terapis melihat reaksinya saat itu, klien sampai menitikan air
mata dan ketika sudah ke puncak rasa cemasnya, terapis memandu klien untuk melakukan
tapping pada 8 titik dasar atau sort cut dimulai di titik yang ada di ubun-ubun, kemudian di
pinggir mata, pinggir mata yang sebelahnya, lalu di bawah mata, di bawah hidung, di bawah
mulut,, di colar bone atau di tulang yang menonjol di bawah leher, dilanjutkan di bawah
ketiak dan terakhir di bawah dada, sambil tiap tahapnya terapis memandu untuk
membacakan doa, ya Allah saya ikhlas ya Allah saya pasrah.
Setelah selesai tapping, klien rileksasi sambal mengimajinasikan menarik energi negative
energi rasa sakit sesak yang ada di dada dan menarik gas yang ada di lambung serta menarik
rasa sesak yang ada di paru-parunya sambil menarik nafas dan mengumpulkannya di mulut
sampai terkumpul lalu keluarkan dengan membuang nafas sambal membacakan doa
Alhamdulillahirabbil alamin, ulangi sampai tiga kali.
Pasca Terapi
Pada mulanya, pasien berinisial D merasa cemas dan psikosomatis sampai terasa sesak dan
jantung berdebar karna seringkali mendengar pemberitaan yang negative terkait virus
corona. Skala kecemasannya berada di skala 8. Setelah satu kali diberikan terapi dengan
menggunakan terapi SEFT, klien tersebut mulai mengalami penurunan kecemasan pada
skala 2 dan lebih tenang, perasaannya menjadi lebih lega dan rasa sesaknya berangsur
menghilang. Dan pasien pun bahagia dan lega sampai tak henti membacakan Alhamdulillah
(Klien, 2020).
4 Simpulan
Hadirnya pandemic virus covid-19 membawa dampak yang tidak sedikit bagi hampir semua
orang di dunia ini, termasuk di Indonesia. Dampak yang dirasakan bukan hanya oleh mereka
yang tertular virus tersebut namun juga mereka yang tidak terkena secara fisik. Kondisi
psikologis sebagian masyarakat terganggu, mereka merasa cemas. Salah satu cara yang
telah banyak dikembangkan untuk mengontrol kecemasan adalah SEFT yaitu suatu teknik
terapi yang memfokuskan pada pembebasan kondisi spiritual dan emosi yang negatif.
Hasil uji coba kasus pada klien yang mengalami kecemasan akibat pandemic virus covid19
menunjukan bahwa tingkat kecemasan klien menurun jauh sehingga dapat dikatakan bahwa
D. Roy, et al. Asian Journal of Psychiatry 51 (2020) 102083
teknik SEFT dapat dijadikan sebagai salah satu teknik terapi yang tepat dan efektif dalam
menangani klien yang mengalami kecemasan akibat mewabahnya virus covid-19.
Referensi
Annisa, D. F. (2016). Konsep Kecemasan (Anxiety) pada Lanjut Usia (Lansia). Konselor.
Vol. 5 No.2, 93-99.
Deby, S. (2015). Pengaruh Spiritual Emotional Freedom Technique Seft) Terhadap
Penurunan Tekanan Darah Pada Penderita Hipertensi Di Wilayah Kerja
Puskesmas Pauh Kota Padang. Padang: Universitas Andalas.
ELSEVIER. (2017). Guide for Authors. Retrieved 1 27, 2017, from ELSEVIER:
https://www.elsevier.com/journals/learning-and-instruction/0959-
4752/guide-forauthors
Emerald Publishing. (2017). Emerald Publishing. Retrieved 1 27, 2017, from Author
Guidelines:
http://www.emeraldgrouppublishing.com/products/journals/author_guideline
s.htm?id =JHOM
Fridayanti. (2015). Religiusitas, Spritualitas dalam Kajian Psikologi dan Urgensi
Perumusan Religiusitas Islam. Psympathic. Juni Vol. 2, No. 2, 199 - 208.
Hasyim, M. (1982). Penuntun Dasar Kearah Penelitian Masyarakat. In M. Hasyim,
Penuntun Dasar Kearah Penelitian Masyarakat. (p. 41). Surabaya: Bina Ilmu.
Hazbullah, M. I. (2019). Pengaruh Terapi Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT)
terhadap ketenangan jiwa pada pengguna NAPZA. Bandung: UIN Sunan Gunung
Djati.
Inggriane Puspita Dewi, Diana-Fauziah. (2017). Pengaruh Terapi Seft Terhadap
Penurunan Tingkat Kecemasan Pada Para Pengguna Napza. Jurnal Keperawatan
Muhammadiyah, Volume 2, No 2.
Jeffrey S. Nevid, d. (2005. ). Psikologi Abnormal. Edisi Kelima. Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
kartono, K. (1989). Hygiene Mental dan Kesehatan Mental dalam Islam. Bandung: andar
Maju.
Klien. (2020, April 6). manfaat SEFT. (terapis, Interviewer)
Koentjaraningrat. (1984). Kamus Istilah Anthropologi . In Koentjaraningrat, Kamus
Istilah Anthropologi (p. 420). Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa Depdikbud.
Mufidah, V. (2018). Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) sebagai terapi untuk
mengatasi kecemasan pada mahasiswa tingkat akhir (Studi kasus mahasiswa
Fakultas Ushuluddin UIN SGD Bandung). Bandung: UIN Sunan Gunung Djati.
Mulyana, A. (2015). Tawakal dan Kecemasan Mahasiswa Dalam Mata Kuliah Praktikum.
Psympathic, Jurnal Ilmiah Psikologi. Juni Vol. 2, No. 1, 17-24.
Nasir, M. (1985). Metode Penelitian. In M. Nasir, metode Penelitian (p. 162). Jakarta :
Ghalia Indonesia.
Niam, A. M. (2020, Maret 21). nuonline. Retrieved April 22, 2020, from nuonline:
D. Roy, et al. Asian Journal of Psychiatry 51 (2020) 102083
https://www.nu.or.id/post/read/118061/memperhatikan-nasib-pekerja-
informal-ditengah-wabah-covid-19
Nurjanah, D. S. (2019). Terapi Kecanduan Rokok dengan Menggunakan Metode Spiritual
Emotional Freedom Technique (SEFT). Jurnal Syifa Al-Qulub, 112-119.
Nurmala, Y. (2019). Peranan Terapi SEFT terhadap Kepasrahan Diri Pasien Psikosomatis.
Bandung: UIN Sunan Gunung Djati.
Nuroh, S. (2019). Pengaruh Terapi Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) untuk
Mengatasi Thanatophobia pada Lansia. Bandung: UIN Sunan Gunung Djati.
Pribadi, B. A., & Delfy, R. (2015). Implementasi Strategi Peta Konsep (Concept Mapping)
dalam Program Tutorial Teknik Penulisan Artikel Ilmiah. Jurnal Pendidikan
Terbuka dan Jarak Jauh, 16(2), 76-88. Retrieved from
http://jurnal.ut.ac.id/JPTJJ/article/view/408/421
Putra, Y. M. (2020, april 22). Republika.co.id. Retrieved april 22, 2020, from
Republika.co.id:
https://republika.co.id/berita/q84alz284/kecemasan-akibat-covid19-bentuk-
adaptasinormal
Risnawati, M. G. (2014). Teori-Teori Psikologi. Jogjakarta. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Rohmah, N., Huda, M., & Kusmintardjo, A. Y. (2016). Strategi Peningkatan Kemampuan
Dosen dalam Penulisan Karya Ilmiah (Studi Multi Kasus pada UNISDA dan STAIDRA di
Kabupaten Lamongan). Jurnal Pendidikan, 1(7), 1312-1322. Retrieved from
http://journal.um.ac.id/index.php/jptpp/article/view/6560/2795 Sarwono, S. W.
(2012). Pengantar Psikologi Umum. Jakarta: Rajawali Pers.
seftpower.blogspot.com. (2008, November 7). Retrieved April 22, 2020, from
seftpower.blogspot.com: http://seftpower.blogspot.com/
Sholihah, N. F. (2020, April 19). kompas.com. Retrieved April 2020, 22, from
kompas.com:
https://www.kompas.com/tren/read/2020/04/19/081000465/total-19-juta-
pekerjadi-phk-dan-dirumahkan-akibat-pandemi-virus-corona?page=all
Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. In Sugiyono, Metode
Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D (p. 38). Bandung: Alfabeta.
Suwarsono, S. (2016, Mei 26). WWW.usd.ac.id. Retrieved April 22, 2020, from
WWW.usd.ac.id:
https://www.usd.ac.id/fakultas/pendidikan/s2_pen_matematika/f1l3/etnomat
ematika
/Pengantar%20Penelitian%20Kualitatif%20-
%20Prof.%20Dr.%20St.%20Suwarsono.pdf
Wijiyanti, F. (2010). Efektivitas Terapi Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT)
terhadap Penurunan Intensitas Nyeri pada Pasien Paska-operasi Sectio Caesaria.
Semarang: Universitas Diponegoro.
Yusuf, S. (2009). . Mental Hygine: Terapi Psikopiritual untuk Hidup Sehat Berkualitas.
Bandung: Maestro.
Zainuddin, A. F. (2006). SEFT For Healing + Success + Happines + Greatnes. Jakarta: Afzan
Fublishing.
Zainuddin, A. F. (2013). SEFT Total Solution. Jakarta : SEFT Corporation.
D. Roy, et al. Asian Journal of Psychiatry 51 (2020) 102083
Biografi Penulis
Penanggung Jawab
Ketua Penelitian
negara Indonesia, khususnya di Kabupaten Cilacap. Kepada segenap tim dan semua pihak
yang terlibat dalam penelitian ini kami sampaikan terimakasih.
Kepala
Menurut American
Psychological Association (APA),
kecemasan merupakan keadaan
emosi yang muncul saat individu
sedang stress, dan ditandai oleh
perasaan tegang, pikirang yang
mebuat individu merasa khawatir dan
disertai repon fisik
D. Roy, et al. Asian Journal of Psychiatry 51 (2020) 102083
1. Uji Validitas
Untuk mengetahui tingkat Distribusi tabel-t untuk 𝛼 = 5% dan
validitas suatu instrumen derajat kebebasan (dk = n – 2)
dengan menggunakan
Jika 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 > 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙berarti valid
validitas isi dan validitas
2. Indeks Kecemasan
konstruk.Suatu instrumen
dikatakan valid menurut
D. Roy, et al. Asian Journal of Psychiatry 51 (2020) 102083
Skor angket kecemasan ditinjau ada di Jenjang S3. Skor angket kecemasan
dari usia tertinggi 190 dan ditinjau dari usia tertinggi 155 dan
terendah 56. terendah 42.
Diagram 4.2
Sosial -Obsessiv 44 7% 114
Persentase Jenis Kecemasan Cov
Umum -Panik -Sosial 7 1% 83
Umum -Panik -Obsessiv 2 0% 195
Umum -Sosial -Obsessiv 25 4% 90
Panik -Sosial -Obsessiv 105 17% 109
Umum -Panik -Sosial -Obsessiv 111 18% 127
Total 626 100 % 147
Berikut penjelasan jenis dengan sampel terbanyak ada di
Jenis dengan keempat dan sampel paling sedikit ada di
Jenjan gg S3. Skor angket kecemasan ditinjau dari jenis
tertinggi 221 dan terendah 0 .Bahwa empat jenis kecemasan
dibagi menjadi enam belas sesuai dengan prinsip himpunan
bagian dengan mengkomputasi dua dipangkatkan empat.
Dari enambelas jenis, jenis dengan empat jenis kecemasan
k
e
c
e
m
a
s
a
n
E. KESIMPULAN
u
D. Roy, et al. Asian Journal of Psychiatry 51 (2020) 102083
m n
u i
m k
,
d
i
1
s
%
e
r
t
k
a
e
i
c
e
d
m
e
a
n
s
g
a
a
n
n
k u
e m
c u
e m
m
a
s d
a i
n s
e
p r
a t
D. Roy, et al. Asian Journal of Psychiatry 51 (2020) 102083
a n
i
u
k m
e u
c m
e
m d
a i
s s
a e
n r
t
s a
o i
s
i k
a e
l c
, e
m
0 a
% s
a
k n
e
c o
e b
m s
a e
s s
a s
D. Roy, et al. Asian Journal of Psychiatry 51 (2020) 102083
i
v
k
,
e
c
3
e
%
m
a
k
s
e
a
c
n
e
m
a
s
s
o
a
s
n
i
a
p
l
a
,
n
i
k 5
%
d
k
i
e
s
c
e
e
r
m
t
a
a
s
i
D. Roy, et al. Asian Journal of Psychiatry 51 (2020) 102083
a s
n i
v
p ,
a
n 7
i %
k
k
d e
i c
s e
e m
r a
t s
a a
i n
k s
e o
c s
e i
m a
a l
s
a d
n i
s
o e
b r
s t
e a
D. Roy, et al. Asian Journal of Psychiatry 51 (2020) 102083
i s
e
o r
b t
s a
e i
s
s d
i e
v n
, g
a
1 n
%
k
k e
e c
c e
e m
m a
a s
s a
a n
n
P
u a
m n
u i
m k
d d
i a
D. Roy, et al. Asian Journal of Psychiatry 51 (2020) 102083
n
u
k m
e u
c m
a
m d
a i
s s
a e
n r
t
S a
o i
s
i k
a e
l c
, e
m
0 a
% s
a
k n
e
c p
e a
m n
a i
s k
a
n d
D. Roy, et al. Asian Journal of Psychiatry 51 (2020) 102083
i e
s c
e e
r m
t a
a s
i a
n
k
e u
c m
e u
m m
a
s d
a i
n s
e
o r
b t
s a
e i
s
s k
i e
v c
, e
m
4 a
% s
a
k n
D. Roy, et al. Asian Journal of Psychiatry 51 (2020) 102083
s
s a
o n
s
i p
a a
l n
i
d k
a
n d
i
o s
b e
s r
e t
s a
s i
i
v k
, e
c
1 e
7 m
% a
s
k a
e n
c
e s
m o
a s
D. Roy, et al. Asian Journal of Psychiatry 51 (2020) 102083
i t
a e
l r
a
d k
a h
n i
r
k
e y
c a
e i
m t
a u
s
a t
n e
r
o t
b i
s n
e g
s g
s i
i
v d
, e
n
d g
a a
n n
D. Roy, et al. Asian Journal of Psychiatry 51 (2020) 102083
p s
r e
e r
s t
e a
n i
t
a d
s e
e n
g
1 a
8 n
%
k
k e
e c
c e
e m
m a
a s
s a
a n
n
p
u a
m n
u i
m k
,
d
i k
D. Roy, et al. Asian Journal of Psychiatry 51 (2020) 102083
e s
c e
e s
m s
a i
s v
a .
n
A
s
d
o
a
s
p
i
u
a
n
l
d
d
a
a
r
n
i
k
j
e
e
c
n
e
i
m
s
a
s
k
a
e
n
l
a
o
m
b
D. Roy, et al. Asian Journal of Psychiatry 51 (2020) 102083
i k
n
3
y 1
a %
n
g l
a
d k
i i
j -
a l
d a
i k
k i
a
n d
a
s n
a
m 6
p 9
l %
e
p
s e
e r
b e
a m
n p
y u
a a
D. Roy, et al. Asian Journal of Psychiatry 51 (2020) 102083
n
. m
e
S n
e g
d a
a l
n a
g m
k i
a
n k
e
d c
a e
r m
i a
s
s a
e n
g
i 0
%
u
m 5
u -
r 9
y T
a h
n ,
g
D. Roy, et al. Asian Journal of Psychiatry 51 (2020) 102083
2 0
% -
2
1 4
0
- T
1 h
4 ,
T 1
h 1
, %
2 2
7 5
% -
2
1 9
5
- T
1 h
9 ,
T 8
h %
,
3
3 0
4 -
% 3
4
2
D. Roy, et al. Asian Journal of Psychiatry 51 (2020) 102083
T 4
h
, %
6 4
% 5
-
3 4
5 9
-
3 T
9 h
,
T
h 3
, %
5 5
% 0
-
4 5
0 4
-
4 T
4 h
,
T
h 1
, %
5
5
D. Roy, et al. Asian Journal of Psychiatry 51 (2020) 102083
- .
5
9 S
e
T d
h a
, n
g
1 k
% a
n
6
0 d
- a
6 r
4 i
T s
h e
, g
i
0
% p
e
6 n
5 d
- i
6 d
9 i
k
T a
h n
D. Roy, et al. Asian Journal of Psychiatry 51 (2020) 102083
a
t n
e
r 1
a %
k
h M
i I
r /
S
y D
a ,
n
g 6
%
m
e M
n T
g s
a /
l S
a M
m P
i /
S
k e
e t
c a
e r
m a
a ,
s
D. Roy, et al. Asian Journal of Psychiatry 51 (2020) 102083
5 %
8
% S
1
M ,
A
/ 7
S %
M
A S
/ 2
S ,
M
K 0
/ %
S
e S
t 3
a .
r
a
,
4
%
D
3
,
2
4
D. Roy, et al. Asian Journal of Psychiatry 51 (2020) 102083
DAFTAR PUSTAKA
Annisa, D., & Ifdil. (2016). Konsep Kecemasan (Anxiety) Pada Lanjut Usia (Lansia). Jurnal
Konselor Universitas Padang, 5(2), 93-99. Diunduh
dari ejournal.unp.ac.id/index.php/konselor/article/download/6480/5041
dan Kecemasan Suatu Petunjuk Bagi Praktisi. Alih Bahasa: Rusda Koto Sutadi.
Budiyono. 2011. Penilaian Hasil Belajar. Surakarta: Program Pascasrjana. UNS Surakarata.
Elina Rharisti Rufaidah. (2009). Efektifitas Terapi Kognitif terhadap Penurunan Tingkat
Kecemasan pada Penderita Asma di Surakarta.Tesis. Fakultas Psikologi-UGM.
Ghufron, M. Nur., dan Rini Risnawita S.2012. Teori-Teori Psikologi. Jogjakarta: ArRuzz
Media
Erlangga.
Ivi Marie Blackburn & Kate M. Davidson. 1994. Terapi Kognitif untuk Depresi Kholil Lur
Taylor, Shelley E, dkk. (2009). Psikologi Sosial Edisi Kedua Belas.Jakarta: Kencana Prenada
Media Group
D. Roy, et al. Asian Journal of Psychiatry 51 (2020) 102083
Lampiran
A. Instrumen
1. Analisis Butir Soal
Kecemasan Umum
K01 K02 K03 K04 K05 K06 K07 K08 K09 K10 K11 K12 K13 K14 K15
t_Hitung 8,7470 7,6952 7,3083 10,8971 14,7765 9,3395 7,7740 10,2202 12,4576 11,4923 9,2591 7,2017 5,8722 1,0145 8,8051 t_Tabel 2,8171 2,8171 2,8171 2,8171 2,8171 2,8171
2,8171 2,8171 2,8171 2,8171 2,8171 2,8171 2,8171 2,8171 2,8171
Tidak
Validitas Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
Valid
Indeks Korelasi Soal 33% 29% 28% 40% 51% 35% 30% 38% 45% 42% 35% 28% 23% 4% 33%
Daya Pembeda Sedang Buruk Buruk Sedang Sedang Sedang Buruk Sedang Sedang Sedang Sedang Buruk Buruk Buruk Sedang
Keputusan P B B P P B P P P P P P B B B
Alasan D K D D I
Keputusan
P : Dipakai
B : Dibuang
Alasan
D. Roy, et al. Asian Journal of Psychiatry 51 (2020) 102083
V : Tidak Valid
I : Tingkat Kecemasan Rendah
D
D : atau Daya Pembeda Buruk atau Ada Soal dengan Daya Beda Yang Lebih Baik
K : Telah Tercukupi Oleh Soal Lain
Gangguan Panik
P01 P02 P03 P04 P05 P06 P07 P08 P09 P10 P11 P12
t_Hitung 7,7299 11,2428 14,7553 10,3312 10,3312 8,9009 16,5596 10,0299 10,2755 14,0575 14,4001 15,7155 t_Tabel 2,8171 2,8171 2,8171 2,8171 2,8171 2,8171 2,8171 2,8171
2,8171 2,8171 2,8171 2,8171
Validitas Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
Indeks Korelasi Soal 30% 41% 51% 38% 38% 34% 55% 37% 38% 49% 50% 53%
Daya Pembeda Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang
Keputusan B P P B P B P P P P P P
Alasan D K K
D. Roy, et al. Asian Journal of Psychiatry 51 (2020) 102083
Keputusan
P : Dipakai
B : Dibuang
Alasan
V : Tidak Valid
I : Tingkat Kecemasan Rendah
D : atau Daya Pembeda Buruk atau Ada Soal dengan Daya Beda Yang Lebih Baik
K : Telah Tercukupi Oleh Soal Lain
Kecemasan Sosial
S01 S02 S03 S04 S05 S06 S07 S08 S09
t_Hitung 5,4590 6,7341 8,7855 12,7184 11,5910 14,5782 9,2489 14,7139 10,5049
t_Tabel 2,8171 2,8171 2,8171 2,8171 2,8171 2,8171 2,8171 2,8171 2,8171
Validitas Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
Indeks Korelasi Soal 21% 26% 33% 45% 42% 50% 35% 51% 39%
Daya Pembeda Buruk Buruk Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang
Keputusan P P P P P P P P P
D. Roy, et al. Asian Journal of Psychiatry 51 (2020) 102083
Alasan
Keputusan
P : Dipakai
B : Dibuang
Alasan Keputusan
V : Tidak Valid
D : atau Daya Pembeda Buruk atau Ada Soal dengan Daya Beda Yang Lebih Baik
Kecemasan Obsessiv
O01 O02 O03 O04 O05 O06 O07 O08 O09 O10
t_Hitung 9,9098 11,6664 11,5841 9,4441 10,1112 7,9525 11,7802 10,2298 11,2813 11,4535 t_Tabel 2,8171 2,8171 2,8171 2,8171 2,8171 2,8171 2,8171 2,8171
2,8171 2,8171
Validitas Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
Tingkat Kesukaran Sukar Sukar Sukar Sedang Sukar Sukar Sedang Sukar Sukar Sukar
Indeks Korelasi Soal 37% 42% 42% 35% 38% 30% 43% 38% 41% 42%
Daya Pembeda Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang
Keputusan P P P P B P P P P P
Alasan I
Keputusan
P : Dipakai
B : Dibuang
Alasan Keputusan
V : Tidak Valid
I : Tingkat Kecemasan Rendah
D : atau Daya Pembeda Buruk atau Ada Soal dengan Daya Beda Yang Lebih Baik
K : Telah Tercukupi Oleh Soal Lain
D. Roy, et al. Asian Journal of Psychiatry 51 (2020) 102083
Relialibilas Akhir
Meskipun Relibilitas Awal lebih baik dai Relibilitas Akhir tetapi Relibilitas Awal mengandung Soal yang tidak Valid, Proporsi Soal tidak
Sesuai dan Terdapat Soal yang masih sama arti.
D. Roy, et al. Asian Journal of Psychiatry 51 (2020) 102083
B. Hasil Penelitian
1. Deskripsi Tiap Jenis Kecemasan dan Tingkat Kecemasan
a. Kecemasan Umum
Kecemasan Umum
Skor Sampel
Skor
Banyak Persentase
0 303 48% 98
111 248 40% 150
222 54 9% 280
333 12 2% 340
444 3 0% 454
556 0 0% 0 667 2 0% 486
778 0 0% 0
889 1 0% 778
1000 3 0% 954
b. Kecemasan Panik
Kecemasan Panik
Skor Sampel
Skor
Banyak Persentase
0 145 23% 52
111 280 45% 109
222 79 13% 196
333 61 10% 253
444 44 7% 325
556 9 1% 380
667 3 0% 463
778 1 0% 472
889 1 0% 861
1000 3 0% 926
D. Roy, et al. Asian Journal of Psychiatry 51 (2020) 102083
Grand
Total 626 100% 160
c. Kecemasan Sosial
Sosial
Skor Sampel
Skor
Banyak Persentase
0 73 12% 29
111 364 58% 103
222 75 12% 201
333 66 11% 262
444 33 5% 347
556 7 1% 500
667 4 1% 486
778 2 0% 611
889 0 0% 0
1000 2 0% 1000
Grand
626 100% 166
Total
d.
Kecemasan Obsessiv
Kecemasan
Obsessiv Skor Sampel
Skor
Banyak Persentase
0 82 13% 32
111 326 52% 102
222 86 14% 177
333 63 10% 250
444 36 6% 294
556 15 2% 339
D. Roy, et al. Asian Journal of Psychiatry 51 (2020) 102083
667 9 1% 414
778 4 1% 549
889 3 0% 546
1000 2 0% 1000
Grand
Total 626 100% 183
Sampel
Jenis Kecemasan Skor
Banyak Persentase
43 7% 0
Umum 14 2% 228
Panik 72 12% 219
Sosial 46 7% 164
Obsessiv 98 16% 215
Umum-Panik 5 1% 145
Umum-Sosial 5 1% 122
Umum-Obsessiv 1 0% 56
Panik-Sosial 19 3% 221
Panik-Obsessiv 29 5% 176
Sosial-Obsessiv 44 7% 114
Umum-Panik-Sosial 7 1% 83
Umum-PanikObsessiv 2 0% 195
Umum-Sosial-Obsessiv 25 4% 90
Panik-Sosial-Obsessiv 105 17% 109
Umum-Panik-SosialObsessiv
18%
111 127
Grand Total
626 100% 147
D. Roy, et al. Asian Journal of Psychiatry 51 (2020) 102083
D. Roy, et al. Asian Journal of Psychiatry 51 (2020) 102083
Kajian Jenis
Kecemasan……………… LP2M
UNUGHA Cilacap, 2020
A. Indikator Kecemasan Umum:
1. Tidak bisa tidur nyenyak saat mendapatkan informasi terkait Covid-19
2. Sering mimpi buruksetelah mendapatkan informasi terkait Covid-19
3. Mudah berkeringat saat mendapatkan informasi terkait Covid-19
4. Perut mulas saat mendapatkan informasi terkait Covid-19
5. Mudah marah saat mendapatkan informasi terkait Covid-19
6. Nafsu makan menurun saat mendapatkan informasi terkait Covid-19
7. Daya ingat menurun saat mendapatkan informasi terkait Covid-19
8. Sering lupa secara tiba-tiba saat mendapatkan informasi terkait Covid-19
9. Sulit berkonsentrasi saat mendapatkan informasi terkait Covid-19
10. Menyalahkan orang yang menyebarkan wabah Covid-19
11. Menarik diri dari media sosial agar tidak mendapatkan informasi terkait
Covid-19 B. Indikator Kecemasan Panik:
No
Materi
1 Saya tidak bisa tidur nyenyak saat melihat, mendengar atau membaca berita yang berkaitan dengan Covid
19
2
Saya sering mimpi buruk saat melihat, mendengar atau membaca berita yang berkaitan dengan Covid-19
3
Saya mudah berkeringat saat melihat, mendengar atau membaca berita yang berkaitan dengan Covid-19
4 Saya tidak bisa menahan air kencing saat melihat, mendengar atau membaca berita yang berkaitan dengan
Covid-19
5
Perut saya melilit saat melihat, mendengar atau membaca berita yang berkaitan dengan Covid-19
6
Perut saya mulas saat melihat, mendengar atau membaca berita yang berkaitan dengan Covid-19
7
Saya merasa mudah marah saat melihat, mendengar atau membaca berita yang berkaitan dengan Covid-1
8 Nafsu makan saya menurun saat melihat, mendengar atau membaca berita yang berkaitan dengan Covid-
19
9
Daya ingat saya menurun saat melihat, mendengar atau membaca berita yang berkaitan dengan Covid-19
10 Saya sering lupa secara tiba-tiba saat melihat, mendengar atau membaca berita yang berkaitan dengan
Covid-19
11
Saya sulit berkonsentrasi saat melihat, mendengar atau membaca berita yang berkaitan dengan Covid-19
12
Saya menyalahkan orang yang menyebabkan wabah Covid-19 tersebar di Indonesia
13
Saya menarik diri dari media sosial apabila yang dibahas tentang Covid-19
14
saya cuek terhadap keadaan sekitar agar tidak mendapatkan informasi seputar Covid-19
15
Saya mengkonsumsi obat-obat terlarang atau minuman keras untuk menghindari berita Covid-19
16
Saya lesu saat melihat, mendengar atau membaca berita yang berkaitan dengan Covid-19
17
Badan saya gemetaran saat melihat, mendengar atau membaca berita yang berkaitan dengan Covid-19
18
Badan saya kaku saat melihat, mendengar atau membaca berita yang berkaitan dengan Covid-19
19 Jantung saya berdebar dengan keras saat melihat, mendengar atau membaca berita yang berkaitan denga
Covid-19
20 Jantung saya berdetak begitu cepat saat melihat, mendengar atau membaca berita yang berkaitan dengan
Covid-19
21
Saya berdebar-debar saat melihat, mendengar atau membaca berita yang berkaitan dengan Covid-19
22
Wajah saya pucat saat melihat, mendengar atau membaca berita yang berkaitan dengan Covid-19
23
Saya merasa cemas saat melihat, mendengar atau membaca berita yang berkaitan dengan Covid-19
24
Saya merasa tegang saat melihat, mendengar atau membaca berita yang berkaitan dengan Covid-19
25
Saya takut penularan Covid-19 sangat cepat seperti negara Cina, Italia dll
26
Saya takut tertular Covid-19 karena belum ada vaksinnya
27
Saya takut tertular Covid-19 karena angka kematian di Indonesia terbilang tinggi
28 Saya merasa tidak percaya diri saat melihat, mendengar atau membaca berita yang berkaitan dengan
Covid-19
29 Saya ingin menjadi orang pertama yang melihat, mendengar atau membaca berita yang berkaitan dengan
Covid-19
30
Saya merasa sedih saat melihat, mendengar atau membaca berita yang berkaitan dengan Covid-19
31
Saya takut diejek teman saat menyebarkan berita tentang Covid-19 yang Hoaxs
32
Saya tidak berani membagikan berita tentang Kasus Positif Covid-19
33
Saya takut tertular Covid-19 apabila bertemu orang yang tidak dikenal
34
Saya menyebarkan berita tentang Covid-19 agar tidak merasa sendirian dalam menghadapi ketakutan
35
Saya takut bertemu dengan orang-orang dari kota-kota terjangkit Covid-19
36
Saya khawatir jika orang-orang tahu kalau saya cemas karena Covid-19
37
Saya merasa takut berita tentang Kasus Positif Covid-19
38 Saya memiliki firasat buruk saat melihat, mendengar atau membaca berita yang berkaitan dengan Covid-
19
39
Saya takut salah berita yang saya dapatkan tentang Covid-19
40
Saya khawatir dengan adanya berita tentang Covid-19 yang Hoaxs
41
Saya merasa tidak mampu untuk melihat, mendengar atau membaca berita positif Covid-19
42 Saya khawatir jika tidak melihat, mendengar atau membaca berita tentang Covid-19 akan ketinggalan info
43
Saya terlalu sering cuci tangan
44
Saya mandi setiap hari lebih dari dua kali
45
Saya terlalu sering membersihkan rumah
46
Saya terlalu sering minum multivitamin
Keterangan:
Warna biru Muda : Dipakai
Warna Orange : Tidak Dipakai / Dibuang
ABSTRAK
Psikosomatis merupakan penyakit fisik yang disebabkan oleh faktor psikologis, saat ini dunia
tengah disibukkan oleh topik utama yaitu COVID-19. Corona Virus Disease (COVID-19) adalah
jenis virus baru yang menyerang imunitas tubuh serta dapat menyebabkan kematian.
Penyebarannya yang begitu cepat membuat setiap individu mengalami rasa cemas dan
tegang, rasa cemas tersebut yang dapat membuat individu mengalami psikosomatis seperti
merasa sesak napas, dan pusing. Tujuan pembuatan artikel ini adalah untuk melihat
kecenderungan psikosomatis yang dialami masyarakat Indonesia sebagai dampak dari
adanya COVID-19, serta memberi pengetahuan masyarakat agar tidak menyikapinya dengan
respon negatif. Artikel ini disusun dengan menggunakan metode telaah pustaka pada jurnal
ilmiah dan juga situs resmi yang memberitakan tentang perkembangan kasus COVID-19.
Psikosomatis berasal dari bahasa Yunani psyche yaitu jiwa dan Soma adalah badan
(Atkinson, 1999). Kartini Kartono (1986) mendefinisikan psikosomatis adalah bentuk macam-
macam penyakit fisik yang ditimbulkan oleh konflik psikis dan kecemasan kronis. Senada
dengan hal tersebut, (Wika & Yusleny) menyebutkan psikosomatis adalah gangguan fisik
yang disebabkan faktor kejiwaan dan sosial emosi yang menumpuk serta dapat
menimbulkan guncangan dalam diri seseorang. Definisi-definisi tersebut, merujuk pada
kesimpulan bahwa psikosomatis adalah penyakit fisik disebabkan oleh tekanan psikologis
yang dapat berasal dari stressor/sumber stress seperti lingkungan sosial sehingga
membentuk kecemasan yang memengaruhi fungsi tubuh, contohnya stress dapat
menyebabkan magh. Hakim (2004) menjelaskan keluhan psikosomatis dapat berupa jantung
berdebar, sakit maag, sakit kepala, sesak napas, dan lesu. Psikosomatis erat kaitannya
dengan psikososial, teori behavioristik menyatakan bahwa lingkungan sangat memengaruhi
kepribadian individu, saat ini informasi dapat dijangkau secara mudah dan cepat oleh
masyarakat melalui jaringan internet. Hal tersebut sangat memengaruhi pola pikir
masyarakat modern saat ini, seperti maraknya kasus COVID-19 yang selalu menjadi topik
utama dalam pembicaraan warganet. Corona Virus Disease (COVID-19) adalah jenis virus
baru yang menular pada manusia dan menyerang gangguan system pernapasan sampai
berujung pada kematian (Thalia, 2020). Tanda-tanda umum orang terinfeksi virus ini adalah
demam di atas 380C, batuk, sesak, dan susah bernapas. Virus ini berawal dari kota Wuhan,
China yang diduga ditularkan melalui hewan kepada manusia, Virus tersebut menyebar
sangat cepat hingga sampai pada Indonesia. Dilansir dari laman CNN, kasus pertama COVID-
19 di Indonesia terjadi pada 1 maret 2020 dengan 2 pasien dari Depok yang terjangkit virus
tersebut karena berinteraksi dengan warga Jepang. Virus tersebut juga dengan cepat
menyebar diseluruh daerah Indonesia hingga diketahui saat ini 26 Maret warga Indonesia
yang positif COVID-19 berjumlah 893 orang dengan 78 meninggal, dan 35 sembuh. Semakin
hari banyak informasi yang menyebar perihal COVID-19, dari informasi hoax hingga
informasi yang bersifat resmi dan akurat. Keadaan ini membuat individu merasa cemas dan
banyak menimbulkan respon negatif seperti terobsesi untuk menimbun alat kesehatan
hingga dapat berdampak psikosomatis. Dr. Martina mengatakan kepada Metro (dikutip dari
Yasinta, 2020) bahwa sangat mungkin banyak orang mengembangkan gejala yang mirip
dengan virus corona, hanya karena kecemasan. Banyaknya informasi yang menjelaskan
bahwa COVID-19 menyebabkan kematian membuat individu merasa cemas yang berlebih,
Kecemasan terhadap kematian yang berlebih akan menimbulkan gangguan fungsi emosional
seperti neurotisma, depresi, dan gangguan psikosomatis (Gina, dkk, 2017). Dr. Martina juga
mengatakan kepada metro, serangan panik dapat dengan mudah disalahartikan sebagai
permulaan virus corona. Theory of somatic weakness menyatakan bahwa psikosomatis
dapat terjadi karena organ secara biologis sudah peka/lemah. Hal tersebut memberi arti
bahwa psikosomatis akan sering terjadi/banyak menyerang masyarakat Indonesia seiring
dengan berkembangnya informasi dan kurangnya pengetahuan terhadap hal ini, terlebih jika
individu yang mengalami memiliki organ biologis yang lemah. Kecenderungan psikosomatis
akibat COVID-19 juga dapat diperkuat oleh pendapat Prawiharjo (1973) yang menyebutkan
salah satu jenis psikosomatis adalah system respiratory (psikosomatis yang sering
menyerang saluran pernapasan), mengingat bahwa COVID-19 juga menyerang sistem
pernapasan manusia, dengan ini jelas bahwa individu yang secara tiba-tiba mengalami sesak
napas belum tentu mengalami gejala
COVID, tetapi dapat diklasifikasikan pada psikosomatis sebagai respon dari ketegangan yang
dialami. Berdasar kajian tersebut, diharapkan setiap individu tetap tenang dalam
menghadapi situasi tersebut, karena COVID-19 juga menyerang imun tubuh, jika seorang
cemas berlebihan dan mengidap gejala psikosomatis kemudian direspon dengan panik dan
semakin berpikiran negatif, bisa saja COVID-19 benar akan menyerangnya karena imunnya
yang melemah. Kecemasan dapat direduksi dengan perilaku yang positif seperti selalu
mencuci tangan, mengenakan masker, dan akan lebih baik jika melakukan social distancing
untuk sementara waktu hingga kasus tersebut mereda. Mereduksi ketegangan dapat juga
dilakukan dengan olahraga, serta meditasi dalam bentuk resignasi/penyerahan diri
sepenuhnya kepada Tuhan sehingga dapat menenangkan afeksi serta kognisi (Weiten).
KESIMPULAN
- Yusuf, Thalia. 2020. “Gaya hidup orang percaya berlandaskan Mazmur 91 : 1-16 dalam
menyikapi masalah virus corona (Covid-19) masa kini”. Institut Agama Kristen
Negeri Toraja
-
Ahdiany, Gina Nur, dkk.
2017. “Tingkat Kecemasan Terhadap Kematian Pada
ODHA”.Jurnal Keperawatan
(hlm.199)
Pengobatannya”.
Yogyakarta
- Lubis, Wika & Yusuf. “Peran Hipnoterapi dan Akupuntur pada Gangguan
Psikosomatis” Universitas Sumatera Utara
Universitas Indonesia
- CNN Indonesia “Update Corona 26 Maret: 893 Kasus, 78 Meninggal, 35 Sembuh” diakses
pada : https://m.cnnindonesia.com /nasional/20200326110047-
20-486984/update-corona-2 6-maret-893-kasus-78-menin ggal-35-sembuh. pada
tanggal 26 Maret 2020.
Panik Dulu”
h. Referensi
Google cendekia
Medina Chodijah. Dkk. 2020. SEFT Sebagai Terapi Mengatasi Kecemasan
Menghadapi Covid-19. http://digilib.uinsgd.ac.id/id/eprint/30760. 10 Mei
2020
Tarisa Novita. 2020. Covid-19 Dan Kecenderungan Psikomatis.
https://scholar.google.co.id/scholar?
hl=id&as_sdt=0%2C5&q=kecemasan+covid19&btnG=#d=gs_qabs&u=%23p
%3Dm8UsMwVMmdsJ. 10 Mei 2020
Nasrulloh. 2020. Pusat Penelitian Universitas Nahdlatul Ulama Al Ghazai
Cilacap.https://scholar.google.co.id/scholar?
hl=id&as_sdt=0%2C5&q=kecemasan+berhubungan+dengan+covid+19&oq=
kecemasan+#d=gs_qabs&u=%23p%3DVR8XFJTsoUcJ. 10 Mei 2020
Jianbo Lai. Dkk. 2019. Factors Associated With Mental Health Outcomes
Among Health Care Workers Exposed to Coronavirus Disease 2019.
https://scholar.google.co.id/scholar?
hl=id&as_sdt=0%2C5&q=factors+associated+with+mental+health+outcomes
+Among+health+care+worker+exposed+coronavirus&btnG=#d=gs_qabs&u=
%23p%3DrmZMPA_IDSMJ. 10 Mei 2020
Deblina, Roy. Dkk. 2020. Study of knowledge, attitude, anxiety & perceived
mental healthcare need in indian population during COVID-19 Pandemic.
https://scholar.google.co.id/scholar?
hl=id&as_sdt=0%2C5&q=jurnal+anxiety+disorder+covid+19&oq=jurnal+an
xiety+disorder+covid#d=gs_qabs&u=%23p%3DnLBxqzKmXgoJ. 05 Juni
2020