Anda di halaman 1dari 17

DIKTAT PETUNJUK

PRAKTIKUM KROMATOGRAFI DAN ANALISIS INSTRUMEN

Oleh:
1. Apt. Urmatul Waznah, S.Si., M.Farm.
2. Khusna Santika Rahmasari, M.Sc.

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PEKAJANGAN
PEKALONGAN
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan karunianya sehingga
kami dapat menyelesaikan penyusunan “Diktat Petunjuk Praktikum Kromatografi dan
Analisis Instrumen” untuk Program Studi Sarjana Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan,
Universitas Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan.
Diktat Petunjuk Praktikum ini dibuat untuk membantu mahasiswa agar dapat
melaksanakan praktikum dengan baik sesuai dengan teori yang telah diperoleh di kelas
perkuliahan. Kami berharap semoga dengan adanya diktat penuntun ini memberikan
kontribusi terhadap peningkatan pengetahuan dan pemahaman mahasiswa dalam
menempuh mata kuliah Kromatografi dan Analisis Instrumen.
Kepada semua pihak yang telah membantu tersusunnya diktat ini, kami ucapkan
terimakasih dan akan ada usaha berkelanjutan untuk selalu menyempurnakan petunjuk
praktikum Kromatografi dan Analisis Instrumen ini sesuai dengan keperluan dan
kemajuan dibidang ilmu Kromatografi dan Analisis Instrumen.

Pekalongan, April 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

Percobaan I
Pemisahan Tinta Dengan Kromatografi Kertas 1
Percobaan II
Analisa Kandungan Zat Aktif Obat Analgesik Dengan Kromatografi Lapis
Tipis (KLT) 3
Percobaan III
Pemanfaatan Resin Penukar Ion 5
Percobaan IV
Pemisahan Zat Warna Dengan Kromatografi Kolom 8
Percobaan V
Analisis Kandungan Kafein Dalam Kopi Menggunakan Spektrofometri UV- 11
Vis
Percobaan VI
Analisis Kandungan Paracetamol Dalam Tablet Dengan Kromatografi Cair 13
Kinerja Tinggi (KCKT)
PERCOBAAN I
PEMISAHAN TINTA DENGAN KROMATOGRAFI KERTAS

I. TUJUAN
Mahasiswa mampu melakukan pemisahan tinta menjadi komponen-komponennya
dengan kromatografi kertas.

II. DASAR TEORI


Kromatografi adalah metode yang digunakan untuk memisahkan campuran
senyawa kedalam komponen-komponennya. Semua bentuk kromatografi memiliki
prinsip kerja yang sama, yaitu fase diam dan fase gerak. Semua tipe kromatografi
terdiri atas fase diam (berupa padat atau cair yang diletakkan pada benda padat),
dan fase gerak (cair atau gas). Fase gerak mengalir melalui fase diam dan
membawa komponen-komponen pada campuran. Komponen yang berbeda akan
bergerak dengan kecepatan yang berbeda.
Kromatografi kertas termasuk dalam kelompok kromatografi planar, yang
pemisahannya menggunakan medium pemisah dalam bentuk bidang (umumnya
bidang datar) yaitu bentuk kertas. Pada kromatografi kertas, kertas saring paling
banyak digunakan, sedangkan kertas minyak tidak dapat digunakan sebagai fase
diam. Fase cair yang digunakan adalah solvent tertentu yang sesuai dengan
komponen yang akan dipisahkan. Pada kromatografi kertas, solut dalam analit akan
terelusi atas dasar konsep partisi, dimana solut akan terdistribusi diantara fase gerak
dan fase diam sesuai dengan kelarutan relatif diantara keduanya.
Berdasarkan arahnya, kromatografi kertas terbagi atas dua yaitu kromatografi
kertas satu arah dan kromatografi kertas dua arah. Kromatografi kertas satu arah
ialah kromatografi yang fase diam didalamnya adalah kertas serap yang sangat
seragam, fase geraknya pelarut yang sesuai. Pewarna diteteskan pada garis yang
sama kemudian ditaruh didalam pelarut yang sesuai. Dengan jumlah yang
minimum. Kertas digantungkan pada wadah berisi lapisan tipis pelarut. Batas atas
dikaitkan pada atas wadah hingga terelusikan naik.
Dalam mengidentifikasi noda-noda sangat lazim menggunakan harga Rf
(Retordation factor). Cara paling mudah dalam pengukuran Rf adalah dengan
menggunakan mistar. Namun ada cara lain untuk mengidentifikasi senyawa-
senyawa yaitu dengan reaksi-reaksi warna yang karakteristik. Reaksi kenayakan
sangat berguna dalam pemisahan senyawa-senyawa anorganik, tetapi untuk
senyawa organik sangat kecil kejadiannya, karena kebanyakan konstituen-
konstituen dari campuran mempunyai sifat-sifat kimia yang mirip. Harga Rf
mengukur kecepatan bergeraknya zona realatif terhadap garis depan pengembang.
Nilai Rf di definisikan oleh hubungan:
Jarak ( cm ) dari garis awal ke pusat zona
Rf =
Jarak ( cm ) dari garis awal ke garis pelarut

1
III. ALAT DAN BAHAN
Alat Bahan
1. Tabung reaksi 1. Aquades
2. Batang pengaduk 2. Sampel tinta
3. Pipet tetes 3. Standar tinta warna merah, biru,
4. Gelas ukur kuning
5. Kertas saring
6. Pipa kapiler
7. Chamber

IV. CARA KERJA


1. Potong kertas whatman 5 ×12 cm.
2. Tandai dengan menggunakan pensil dari tepi bawah (1 cm) dan tepi atas (1
cm).
3. Totolkan tinta pada garis tepi bawah.
4. Masukkan aquades dalam chamber.
5. Masukkan kertas saring ke dalam chamber dengan posisi totolan tinta berada di
bawah (totolan tinta jangan sampai masuk ke dalam aquades).
6. Biarkan sampai terjadi elusi.
7. Tandai bercak dengan menggunakan pensil.
8. Hitung nilai Rf.

2
PERCOBAAN II
ANALISA KANDUNGAN ZAT AKTIF OBAT ANALGESIK DENGAN
KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS (KLT)

I. TUJUAN
Mahasiswa mampu memahami prinsip pemisahan dengan metode kromatografi
lapis tipis dan mengidentifikasi tingkat kepolaran bahan aktif dalam obat analgesik.

II. DASAR TEORI


Analgesik merupakan senyawa yang berfungsi untuk menekan rasa nyeri.
Salah satu kelebihan dari analgesik yakni mampu menghilangkan rasa sakit pada
pasien tanpa menyebabkan pasien kehilangan kesadaran. Analgesik dibagi menjadi
dua yakni, analgesik kuat /tipe morfin dan analgesik lemah. Analgesik lemah
mempunyai kerja farmakologik analgesik. Senyawa analgesik juga menunjukkan
kerja antipiretik, dan antireumatik.
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan satu dari banyak teknik
kromatografi yang sering digunakan untuk menganalisis bahan analgesik. Dasar
pemisahan pada KLT adalah perbedaan kecepetan migrasi diantara fase diam yang
berupa padatan (alumina, silika gel, atau selulosa) dan fase gerak yang merupakan
campuran solven (eluen) yang juga dikenal dengan istilah pelarut pengembang
campur. Kromatografi Lapis Tipis menggunakan parameter karakteristik faktor
retardasi (Rf) untuk menganalisis baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Nilai Rf
merupakan parameter karakteristik suatu senyawa sehingga secara kualitatif
senyawa dapat diidentifikasi dari nilai Rf.
Fase gerak pada KLT biasanya dapat dipilih dari pustaka, tetapi lebih sering
dipilih dengan trial dan error. Sistem yang paling sederhana adalah sistem dua
pelarut organik karena daya elusi campuran dari dua pelarut ini dapat dengan
mudah diatur sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat terjadi secara optimal.
Berikut adalah kriteria yang harus dipenuhi oleh fase gerak ialah :
1. Fase gerak harus memiliki kemurniaan yang sangat tinggi karena KLT sangat
sensitif
2. Daya elusi fase gerak harus diatur agar harga Rf terletak antara 0,2-0,8 untuk
pemisahan yang maksimal
3. Untuk pemisahan senyawa yang polar yang biasanya fase diamnya berupa
silika gel, maka polaritas dari fase gerak sangat menentukan kecepatan elusi
atau pengembangan yang berarti juga akan menentukan nilai Rf.

III. ALAT DAN BAHAN


Alat Bahan
1. Corong pisah 1. Sampel obat analgesik
2. Gelas ukur 2. Heksan
3. Pipet tetes 3. Etil asetat

3
4. Chamber 4. Etanol
5. Beaker glass 5. Diklorometana
6. Pipa kapiler 6. Asam asetat
7. Kertas saring 7. Lempeng silika Gel GF 254
8. Alu dan mortar

IV. CARA KERJA


1. Menyiapkan chamber kromatografi menggunakan gelas beaker yang telah
diberikan kertas saring kemudian tutup rapat agar suasana chamber menjadi
jenuh.
2. Membuat dua jenis pelarut, yakni campuran heksana : etil asetat (1:1) dan etil
asetat : asam asetat (95 : 5) dan tuangkan masing-masing pelarut ke dalam
setiap chamber setinggi 5 mm.
3. Menyiapkan plat KLT yang telah dilapisi silika gel. Kemudian buatlah garis
batas pelarut dan batas bawah 1 cm dari tepi pelat menggunakan pensil dan
buatlah titik lalu tandai setiap titik.
4. Menghancurkan setiap obat yang akan dianalisa masing-masing 1 tablet
menggunakan alu dan mortar.
5. Membuat campuran etanol : diklorometana (1:1) dan larutkan obat yang telah
dihancurkan. Setiap jenis obat dilarutkan dengan 5 mL etanol : diklorometan
(1:1).
6. Menyaring larutan yang telah dibuat menggunakan pipet yang telah diberikan
kapas pada ujungnya.
7. Meneteskan masing-masing analit pada plat sesuai dengan tanda yang sudah
dibuat. Pastikan titik yang dibuat tidak terlalu besar dan melebar untuk
menghasilkan resolusi yang terbaik.
8. Jika chamber sudah jenuh, masukkan tiap plat ke dalam masing-masing
chamber. Pastikan bagian garis batas menitikkan analit tidak sampai
menyentuh pelarut. Kemudian amati pergerakan pelarut mencapai garis batas
pelarut.
9. Mengeluarkan plat dari dalam chamber dan keringkan.
10. Mengamati plat dengan menggunakan bantuan sinar UV dan menandai titik
noda yang terbentuk menggunakan pensil.
11. Menganalisa hasil yang diperoleh dan hitung nilai Rf.

4
PERCOBAAN III
PEMANFAATAN RESIN PENUKAR ION

I. TUJUAN
Memanfaatkan resin penukar ion pada penentuan natrium.

II. DASAR TEORI


Resin penukar ion merupakan salah satu metoda pemisahan menurut
perubahan kimia. Resin penukar ion ada dua macam yaitu resin penukar kation dan
resin penukar anion. Jika disebut resin penukar kation maka kation yang terikat
pada resin akan digantikan oleh kation pada larutan yang dilewatkan. Begitupun
pada resin penukar anion maka anion yang terikat pada resin akan digantikan pleh
anion pada larutan yang dilewatkan. Pertukaran ion bersifat stokiometri, yakni satu
H+ diganti oleh suatu Na+.  Pertukaran ion adalah suatu proses kesetimbangan dan
jarang berlangsung lengkap, namun tak peduli sejauh mana proses itu terjadi,
stokiometrinya bersifat eksak dalam arti satu muatan positif meninggalkan resin
untuk tiap satu muatan yang masuk. Ion dapat ditukar yakni ion yang tidak terikat
pada matriks polimer disebut ion lawan (Counterion).
Suatu resin penukar ion yang ingin direaksikan dalam suatu sistem dapat
dilakukan dengan memasukkan gugus-gugus dari suatu resin yang terionkan
kedalam suatu matriks polimer organik, yang paling lazim diantaranya ialah
polisterina hubungan silang yang diatas diperikan sebagai absorben. Produk
tersedia dengan berbagai derajat hubungan silang.  Suatu resin umum yang lazim
ialah resin “8% terhubung silang” yang berarti kandungan divenilbenzenanya 8 %.
Resin-resin itu dihasilkan dalam bentuk manik-manik bulat, biasanya dengan 0,1-
0,5 mm, meskipun ukuran–ukuran lain juga tersedia.
Syarat-syarat dasar bagi suatu resin yang berguna adalah:
1. Resin itu harus cukup terangkai-silang, sehingga keterlarutannya yang dapat
diabaikannya.
2. Resin itu harus cukup hidrofolik untuk memungkinkan difusi ion-ion melalui
strukturnya dengan laju yang terukur (finite) dan berguna.
3. Resin harus menggunakan cukup banyak gugus penukar ion yang dapat dicapai
dan harus stabil kimiawi.
4. Resin yang sedang mengembang harus lebih besar rapatannya daripada air.

Suatu resin penukar kation adalah sebagai suatu polimer berbobot molekul
tinggi, yang terangkai-silang yang mengandung gugus-gugus sulfonat, karboksilat,
fenolat, dan sebagainya sebagai suatu bagian integral dari resin itu serta sejumlah
kation yang ekuivalen.
MX (aq) + Res-H → HX (aq) + Res-M
Suatu resin penukar-anion adalah suatu polimer yang mengandung gugus-
gugus amino (atau amonium kuartener) sebagai bagian-bagian integral dari kisi

5
polimer itu dan sejumlah ekuivalen anion-anion seperti ion klorida, hidroksil atau
sulfat.
MX (aq) + Res-H → H2O (aq) + Res-X

Larutan yang melalui kolom disebut influent, sedangkan larutan yang keluar


kolom disebut effluent. Proses pertukarannya adalah serapan dan proses
pengeluaran ion adalah desorpsi atau elusi. Mengembalikan resin yang sudah
terpakai kebentuk semula disebut regenerasi sedangkan proses pengeluaran ion dari
kolom dengan reagent yang sesuai disebut elusi dan pereaksinya disebut eluent.
Kapasitas pertukaran total adalah jumlah gugusan-gugusan yang dapat
dipertukarkan di dalam kolom, dinyatakan dalam miliekivalen. Kapasitas
penerobosan (break through capacity) didefinisikan sebagai banyaknya ion yang
dapat diambil oleh kolom pada kondisi pemisahan; dapat juga dikatakan sebagai
banyaknya miliekivalen ion yang dapat ditahan dalam kolom tanpa ada kebocoran
yang dapat teramati. Kapasitas penerobosan lebih kecil dari kapasitas total
pertukaran kolom dan tidak tergantung terhadap sejumlah variabel, seperti tipe
resin, afinitas penukaran ion, komposisi larutan, ukuran partikel, dan laju aliran.

III. ALAT DAN BAHAN


Alat: Bahan:
1. Kolom kromatografi 1. Resin penukar kanion IR-120 20-50 mesh
2. Buret 2. Larutan NaCl
3. Termometer 3. Larutan HCl 5%
4. Pemanas 4. Larutan NaOH 0,1 M
5. Alat gelas 5. Indikator pp
6. Statif dan klem 6. Aquadest
7. H2C2O4.2H2O 0,1 M

IV. CARA KERJA


A. Pembakuan larutan standar NaOH 0,1 M
1. Cuci buret dan isi dengan larutan NaOH yang akan dibakukan
2. Timbang 1,26 gr H2C2O4.2H2O, kemudian larutkan dalam labu takar 100
mL.
3. Siapkan Erlenmeyer dan diisi dengan 10 mL larutan asam oksalat.
Tambahkan 2 tetes indikator pp.
4. Titrasi dengan NaOH hingga timbul warna merah muda dalam larutan.
5. Ulangi titrasi sebanyak 3 kali, catat volume NaOH yang dibutuhkan,
kemudian hitung molaritas rata-rata NaOH.

6
B. Penentuan [Na+] dengan bantuan resin penukar kation
1. Siapkan kolom untuk resin.
2. Siapkan pasta yang mengandung 15 gram resin kation IR-120 salam
aquadest kemudian tuang ke dalam kolom. Buka kran supaya air mengalir,
tinggi cairan dijaga agar selalu di atas resin.
3. Untuk meyakinkan bahwa resin kation dalam bentuk hidrogen, cuci
dengan larutan 5% HCl. Tuangkan 10 mL asam tersebut ke dalam kolom
dan biarkan mengalir dengan kecepatan 40 tetes permenit dengan
mengatur kran. Jangan biarkan tinggi cairan turun sampai di bawah
permukaan resin. Cuci resin dengan aquadest sampai effluent (larutan hasil
cucian) memiliki pH 5.
4. Didihkan 100 mL aquadest untuk menghilangkan CO2 yang dapat
mengganggu titrasi pada langkah selanjutnya. Setelah dingin, timbang 0,2
gram NaCl murni kemudian larutkan dengan air tersebut sampai volume
20 mL. Tuangkan larutan dalam kolom penukar ion sebanyak 3 kali
masing-masing dengan kecepatan 40 tetes permenit. Tampung effluent
dalam gelas beker 250 mL. Bilas NaCl yang tersisa pada gelas dengan 10
mL aquadest bebas CO2, dan tuang ke dalam kolom.
5. Cuci kembali kolom dengan 2 × 20 mL aquadest bebas CO 2 dan tampung
effluent ke dalam gelas penampung yang sama dengan effluent NaCl.
6. Tuang larutan effluen dalam 3 buah erlenmeyer, masing-masing sebanyak
10 mL. Tambahkan masing-masing dengan 2 tetes indikator pp.
7. Titrasi dengan larutan standar NaOH 0,1 M hingga ekivalen. Catat volume
yang dibutuhkan.

7
PERCOBAAN IV
PEMISAHAN ZAT WARNA DENGAN KROMATOGRAFI KOLOM

I. TUJUAN
1. Mahasiswa dapat melakukan pemisahan campuran zat warna menjadi
komponen-komponennya dengan kromatografi kolom.
2. Mahasiswa mampu mengidentifikasi tingkat kepolaran zat warna.

II. DASAR TEORI


Kromatografi kolom merupakan teknik kromatografi yang paling tua (klasik).
Pemisahan yang terjadi di dalam kolom didasarkan pada perbedaan distribusi analit
dalam fase diam dan fase gerak. Dalam percobaan ini digunakan sistem
kromatigrafi fase normal, yaitu fase diam bersifat polar dan fase gerak cair bersifat
nonpolar. Aliran fase gerak cair sepanjang kolom dipengaruhi oleh adanya gaya
gravitasi. Fase diam yang umum digunakan dalam kromatografi kolom adalah silica
gel, alumina, tanah diatom, selulosa atau karbon aktif.
Pembuatan kolom kromatografi dapat dikerjakan dengan dua cara yaitu cara
basah (slurry method) dan cara kering (dry pack method).
Cara Basah (Slurry Method)
Pada cara basah, adsorben dicampur dengan sejumlah eluen (solven) hingga
membentuk semacam bubur, kemudian dituangkan ke dalam kolom kaca yang telah
diberi glasswool atau kapas pada bagian bawahnya untuk menahan bubur adsorben.
Untuk membuat kolom menjadi mampat, eluen dialirkan sambil diketuk-ketuk
perlahan agar gelembung udara tidak terjebak dalam kolom.
Cara Kering (Dry Method)
Cara kering lebih sederhana daripada cara basah, tetapi lebih beresiko karena
kemungkinan terjebaknua gelembung udara dalam kolom lebih besar. Pada cara ini
sejumlah cairan eluen dituangkan ke dalam kolom kaca yang telah diberi glasswool
atau kapas pada bagian bawahnya, kemudian adsorben kering dimasukkan sedikit
demi sedikit ke dalamnya. Untuk mencegah terjebaknya gelembung udara dalam
kolom, selama proses penuangan padatan adsorben, kolom kaca diketuk perlahan.
Untuk memampatkannya, cairan eluen dialirkan.
Hal yang harus diperhatikan dalam melakukan proses elusi dengan
kromatografi kolom adalah:
1. Pemilihan eluen
Pemilihan eluen memegang peranan yang sangat vital dalam kromatografi
kolom. Eluen yang digunakan bisa merupakan solven tunggal, campuran. Atau
kombinasi dari beberapa solven (elusi gradien). Pemilihan eluen sering
didasarkan pada kepolaran komponen yang akan dipisahkan. Penggunaan eluen
dalam elusi gradien, biasanya dimulai dari solven yang kurang polar, berturut-
turut hingga ke solven polar.

8
2. Kecepatan alir eluen
Seringkali, keberhasilan pemisahan dengan kromatografi kolom sangay
ditentukan oleh pengaturan kecepatan alir eluen. Kecepatan alir yang optimal
akan dapat meredusi difusi longitudinal dan transfer massa, yang dapat
menyebabkan pelebaran puncak kromatogram. Bila kecepatan alir terlalu besar,
kecenderungan analit untuk mengalami transfer massa makin besar, sehingga
sebagian analit akan terjebak dalam kolom. Sedangkan bila kecepatan alir
terlalu lambat, difusi longitudinal berpeluang makin besar. Kedua keadaan
tersebut sangat tidak menguntungkan dalam kromatografi kolom. Selain itu,
kecepatan alir hendaknya dijaga agar konstan. Teknik yang sering digunakan
untuk menjaga kestabilan kecepatan alir adalah dengan menjaga ketinggian
eluen tetap sama di atas permukaan fase diam.

Dalam kromatografi kolom, kromatogram lebih sering digambarkan sebagai


hubungan antara konsentrasi analit vs volume retensi (atau fraski). Hal ini
dikarenakan pengukuran waktu lebuh sulit dilakukan dalam kromatografi kolom.

III. ALAT DAN BAHAN


Alat: Bahan:
1. Gelas ukur 1. Rhodamin B
2. Gelas beaker 2. Metilen Blue
3. Kolom kromatografi 3. Etanol
4. Statif dan klem 4. Kloroform
5. Kapas 5. Metanol
6. Silica gel 60

IV. CARA KERJA


1. Larutkan sampel yang telah ditimbang seksama (10 mg) dengan etanol dalam
labu ukur 10 ml.
2. Siapkan eluen kloroform dan methanol, masing-masing dalam tempat yang
mudah dituang.
3. Ambil kolom kromatografi Cuci bagian dalam kolom dengan methanol
kemudian kloroform. Ambil sedikit kapas atau glass wool dan masukkan ke
dalam kolom hingga menempel ke dasar kolom, agar silica gel tidak ada yang
terbawa keluar eluen.
4. Dalam beaker glass, suspensikan 5 gram silica gel 60 dengan kloroform
secukupnya, hingga dapat dituang ke dalam kolom tersebut.
5. Tuang bubur silica ke dalam kolom, tunggu sesaat hingga silica gel tertata
dalam kolom. Alirkan eluen (kran dibuka) sambil diketuk-ketuk agar fase diam
tertata rapi dan tidak ada gelembung udara yang terjebak di fase diam.
6. Keluarkan cairan hingga cairan fase gerak tepat di atas fase diam (jangan
sampai kering).

9
7. Masukkan sejumlah 0,25 ml larutan sampel tersebut ke dalam kolom
kromatografi yang telah disipakan. Buka kran hingga cairan sampel terjerab ke
dalam silica.
8. Tambahlan sedikit eluen kloroform kurang lebih 1 ml. lalu buka kran hingga
permukaan eluen tepat dipermukaan silica.
9. Masukkan sedikit sebuk silica hingga menutup sisa-sisa sampel yang tidak
terjerap ke dalam fase diam.
10. Masukkan eluen dalam volume banyak dan lakukan elusi
11. Elusi kolom kromatografi dengan fase gerak kloroform hingga semua
Rhodamin B keluar seluruhnya.
12. Ganti eluen dengan methanol hingga Metilen Blue terelusi semuanya.
13. Tampung eluen tiap 3 ml ke dalam tabung reaksi.
14. Elusi dikerjakan hingga tampungan tidak mengandung analit

10
PERCOBAAN V
ANALISIS KANDUNGAN KAFEIN DALAM KOPI MENGGUNAKAN
SPEKTROFOMETRI UV-VIS

I. TUJUAN
Menetukan kadar kafein dalam kopi menggunakan spektrofotometer UV-Vis

II. DASAR TEORI


Kafein adalah salah satu jenis alkaloid yang banyak terdapat dalam biji kopi,
daun teh, dan biji cokelat. Kafein termasuk kelompok senyawa “metilxantin”.
Metilxantin merupakan senyawa yang terbentuk secara alami dan termasuk ke dalam
derivat xantin yang merupakan golongan senyawa alkaloid. Anggota kelompok
metilxantin lainnya adalah teofilin yang terkandung di dalam teh, dan teobromin yang
terkandung dalam cokelat. Kopi mengandung senyawa aktif yang secara farmakologi
merupakan turunan metilxantin, yakni kafein.
Kafein memiliki efek farmakologis yang bermanfaat secara klinis, seperti
menstimulasi sususan syaraf pusat, relaksasi otot polos terutama otot polos bronkus dan
stimulasi otot jantung. Kopi juga mengandung kafein yang berperan sebagai stimulan,
sehingga kopi sering dikonsumsi di pagi hari untuk membangkitkan semangat, siang
hari ketika tubuh merasa lelah bekerja, atau malam hari untuk begadang dan kerja
lembur. Selain efek stimulan yang terdapat pada kopi, ada beberapa manfaat dan risiko
yang lain dari kebiasaan minum kopi. Manfaat minum kopi telah diketahui antara lain
adalah mengurangi risiko penyakit alzheimer, batu empedu, dan parkinson. Sementara,
risiko minum kopi antara lain dapat menimbulkan kanker, kolesterol, tekanan darah,
kekurangan zat besi, dan sebagainya.
Penyangraian kopi terdapat 3 tingkatan, yaitu penyangraian ringan (light roast)
dengan kisaran suhu 193-199 °C, penyangraian sedang (medium roast) dengan kisaran
suhu 204 °C, dan penyangraian berat (dark roast) dengan kisaran suhu 213-221 °C.
Suhu penyangraian yang digunakan akan berpengaruh terhadap kadar air, keasaman,
rasa, aroma, dan warna. Penyangraian bertujuan untuk mengurangi kadar air,
menimbulkan perubahan warna, dan membentuk aroma spesifik.
Pada proses penyangraian sebagian kecil kafein akan menguap dan terbentuk
komponen-komponen lain yaitu aseton, furfural, amonia, trimethilamin, asam formiat,
dan asam asetat. Kafein di dalam kopi terdapat baik sebagai senyawa bebas maupun
dalam bentuk kombinasi dengan klorogenat sebagai kalium kafein klorogenat. Menurut
SNI 01-7152-2006 batas maksimum kafein dalam makanan dan minuman adalah 150
mg/hari dan 50 mg/sajian karena kadar kafein yang terlalu tinggi dapat berpengaruh
negatif terhadap kesehatan, Adapun untuk menghitung kadar kafein dalam kopi
seduhan tersebut digunakan metode ekstraksi dengan pelarut kloroform dan selanjutnya
diukur absorbansinya menggunakan Spektrofotometer UV-Vis.

11
III. ALAT DAN BAHAN
Alat: Bahan:
1. Gelas Beaker 1. Sampel Kopi
2. Gelas Ukur 2. CaCO3
3. Erlenmeyer 3. Kloroform
4. Corong Buchner 4. Akuades
5. Kertas Saring 5. Kafein

IV. CARA KERJA


A. Isolasi Kandungan Kafein Kopi
1. Lima gram kopi masukkan dalam gelas beaker tambahkan 100 mL akuades
panas kedalamnya sambil diaduk.
2. Larutan kopi panas disaring menggunakan corong buchner ke dalam
Erlenmeyer, kemudian filtratnya dimasukkan ke dalam corong pisah.
3. Tambahkan 1,5 gram CaCO3 lalu diekstraksi sebanyak 3 kali, masing-
masing dengan penambahan 25 mL kloroform.
4. Lapisan bawah diambil, kemudian ekstrak (fase kloroform) diuapkan hingga
kloroform menguap seluruhnya.

B. Pembuatan Larutan Baku Kafein


1. Ditimbang sebanyak 10 mg baku kafein masukkan dalam gelas beaker,
dilarutkan dengan akuades panas secukupnya.
2. Masukkan dalam labu ukur 10 mL kemudian diencerkan dengan akuades
hingga garis tanda batas dan homogenkan.

C. Uji Kandungan Kafein Kopi


1. Ekstrak kafein dari kopi yang bebas pelarut dimasukkan ke dalam labu ukur
100 mL.
2. Lakukan pengenceran 10 kali dalam labu ukur 10 mL dengan akuades
sehingga garis tanda dan dihomogenkan.
3. Tentukan panjang gelombangnya dengan alat spektrofotometer UV-Vis.

12
PERCOBAAN VI
ANALISIS KANDUNGAN PARACETAMOL DALAM TABLET DENGAN
KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)

I. TUJUAN
Mahasiswa mampu menganalisis secara kualitatif kandungan parasetamol dalam
sampel bentuk tablet menggunakan instrumen KCKT.

II. ALAT DAN BAHAN


Alat Bahan
1. Alat gelas 1. Paracetamol
2. Labu ukur 2. Metanol
3. Mikro pipet 3. Aquades
4. Mikro filter
III. DASAR TEORI
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) atau High Performance Liquid
Chromatography (HPLC) adalah kroamtografi cair yang menggunakan fase diam
padat atau cair yang dilapiskan pada padatan penyangga dengan ukuran partikel
kecil (5 – 10 μm) dan menggunakan tekanan tinggi 300 – 3000 Psi) untuk menjaga
aliran fase gerak. KCKT cocok digunakan untuk memisahkan dan menghitung
konsentrasi senyawa dalam campuran yang konsentrasinya kecil dan tekanan
uapnya rendah (non volatil).
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi efisiensi kolom sehingga harus
dioptimasi agar diperoleh pemisahan yang baik, yaitu :
1. Kecepatan alir fase gerak, kecepatan alir yang sangat lambat akan
menyebabkan terjadinya difusi longitudinal, sedangkan bila terlalu cepat akan
menyebabkan terjadinya transfer masa non ekuilibrium, sehingga terjadi
pelebaran pita kromatogram.
2. Ukuran partikel fase diam, semakin kecil ukuran partikel maka efisiensi
semakin baik, tetapi menyebabkan tekanan dalam kolom semakin besar
sehingga dibutuhkan kekuatan pompa yang semakin besar.
3. Kemampatan fase diam dalam kolom, susunan fase diam yang kurang mampat
(banyak rongga) menajdikan kolom kurang efektif karena terdapat banyak
ruang kosong (dead space) yang tidak aktif berinteraksi dengan analit.
4. Panjang kolom, semakin panjang akan semakin besar harg efisiensi kolom,
tetapi dapat menyebabkan terjadinya pelebaran pita.
5. Viskositas fase gerak, semakin kecil harga viskositas fase gerak maka efisien
kolom semakin besar.
6. Temperatur, semakin tinggi temperatur maka viskositas semakin rendah dan
efisiensi kolom menajadi lebih besar.

13
7. Jumlah sampel dan volume sampel, bila jumlah maupun volume sampel sangat
besar (overload) maka kemungkinan terjadinya pelebaran pita semakin besar,
sehingga efisiensi semakin berkurang.

Solven atau fase gerak untuk KCKT hendaknya memenuhi kriteria:


a. Mempunyai kemurnian tinggi
b. Sebelum digunakan disaring terlebih dahulu dangan kertas saring dengan
ukuran pori 0,2 μm.
c. Bebas dari gas yang dapat menganggu detektor atau menyumbat kolom. Dapat
dilakukan dengan memanaskan solven sebelum digunakan atau
mengaplikasikan motor vaccum.

Aspek analisis didasarkan pada waktu retensi, yaitu waktu yang dibutuhkan
untuk mengalirkan solut dari permulaan kolom sampai detektor. Solut yang
berinteraksi kuat dengan fase diam akan memiliki waktu retensi yang besar,
demikian pula sebaliknya. Waktu retensi tiap senyawa adalah khas pada kondisi
operasi tertentu, sehingga dapat digunakan sebagai parameter kualitatif. Untuk
kepentingan analisis kuantitatif, diperlukan data berupa luas area atau ketinggian
puncak kromatogram karena luas area atau ketinggian puncak ditentukan oleh
konsentrasi solut.

IV. CARA KERJA


1. Timbang 10 mg baku tunggal parasetamol larutkan dalam fase gerak masukkan
dalam labu ukur 10 ml.
2. Buat larutan standar parasetamol dengan konsentrasi 100 μg/ml saring
menggunakan mikrofilter.
3. Mempersiapkan fase gerak, methanol-air (50:50)
4. Optimasi alat meliputi:
a) Mengatur kecepatan alir 1 mL/menit, panjang gelombang detektor 244 nm.
b) Alirkan fasa gerak hingga diperoleh base line respon yang stabil.
5. Injeksikan larutan baku tunggal parasetamol ke dalam injektor KCKT
sebanyak 20 µL hingga diperoleh data waktu retensi.
6. Analisis sampel: filtrat hasil penyaringan tablet dengan fase gerak saring
menggunakan mikrofilter kemudian diinjeksikan ke dalam injektor kolom
KCKT, hingga diperoleh kromatogramnya.
7. Bandingkan kromatogram sampel dengan standar parasetamol.

14

Anda mungkin juga menyukai