Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH KEPERAWATAN HIV AIDS

“Penerapan Kewaspadaan Universal HIV AIDS”

Oleh Kelompok 5 :
Tya rama fitri (17113110)
Widya aprilyan (171131
Della silviana (1711311028)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2019

1
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah-
Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Penerapan
Kewaspadaan Universal HIV AIDS.”

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal. Terlepas dari semua itu, kami menyadari
sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya.
Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritikan dari Ibu/Bapak
Dosen dan saudara pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberi manfaat maupun inspirasi
terhadap pembaca.

Padang, 03 Februari 2019

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ 2

DAFTAR ISI....................................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 4

A. Latar Belakang ............................................................................................................... 4

B. Rumusan Masalah ......................................................................................................... 4

C. Tujuan............................................................................................................................. 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................ ..

A. Pengertian kewaspadaan universal..................................................................................6


B. Penerapan Kewaspadaan Universal.................................................................................6
C. Kewaspadaan Standar untuk Pelayanan Semua Pasien...................................................7
D. Kewaspadaan Universal dalam Tindakan Medik Invasif...............................................11
E. Kewaspadaan Universal di Kamar Bersalin...................................................................11
F. Kewaspadaan Universal di Kamar Operasi....................................................................13
G. Pengurangan Resiko Terhadap Tenaga Kesehatan........................................................14
H. Pencegahan Pada Populasi Minoritas.............................................................................15

BAB III PENUTUP ............................................................................................................

3.1 Kesimpulan ............................................................................................................ 19

3.2 Saran ...................................................................................................................... .19

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... .20

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) adalah suatu kumpulan gejala penyakit
kerusakan system kekebalan tubuh, bukan penyakit bawaan tetapi didapat dari hasil penularan.
Penyakit ini disebabkan oleh human immunodeficiency virus (HIV). Penyakit ini telah menjadi
msalah internasional karena dalam waktu relative singkat terjadi peningkatan jumlah pasien dan
semakin melanda banyak Negara. Sampai saat ini belum ditemukan vaksin atau obat yang
relative efektif untuk AIDS sehingga menimbulkan keresahan di dunia.
Sejarah tentang HIV/AIDS dimulai ketika tahun 1979 di Amerika Serikat ditemukan seorang gay
muda dengan pneumocystis carnii dan dua orang gay muda dengan sarcoma Kaposi. Pada tahun
1981 ditemukan seorang gay muda dengan kerusakan system kekebalan tubuh. Pada tahun 1980
WHO mengadakan pertemuan yang pertama tentang AIDS telah dilaksanakan secara intensif,
dan informasi mengenai AIDS sudah menyebar dan bertambah dengan cepat.
Masalah HIV/AIDS adalah masalah besar yang mengancam Indonesia dan banyak Negara
diseluruh dunia. UNAIDS, badan WHO yang mengurusi masalah AIDS, memperkirakan jumlah
odha diseluruh Dunia pada Desember 2004 adalah 35,9-44,3 juta orang. Saat ini tidak ada
Negara yang terbebas dari HIV/AIDS. HIV/AIDS menyebabkan berbagai krisis kesehatan, krisis
ekonomi, pendidikan dan juga krisis kemanusiaan. Dengan kata lain HIV/AIDS menyebabkan
krisis multidimensi. Sebagai krisis kesehatan, AIDS memerlukan respons dari masyarakat dan
memerlukan layanan pengobatan dan perawatan untuk individu yang terinfeksi HIV.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari kewaspadaan universal infeksi HIV dalam pelayanan kesehatan
masyarakat?
2. Bagaimana Penerapan Kewaspadaan Universal dalam pelayanan kesehatan masyarakat?
3. Bagaimana Standar kewaspadaan untuk Pelayanan Semua Pasien?
4. Bagaimana Kewaspadaan Universal dalam Tindakan Medik Invasif?
5. Bagaimana Kewaspadaan Universal di Kamar Bersalin?
6. Bagaimana Kewaspadaan Universal di Kamar Operasi?
7. Bagaimana cara Pengurangan Resiko Terhadap Tenaga Kesehatan?
8. Bagaimana cara Pencegahan Pada Populasi Minoritas?
9. Bagaimana cara Pencegahan terhadap serangan HIV?

4
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah disusunnya makalah ini, mahasiswa diharapkan dapat mengetahui dan memahami
tentang kewaspadaan universal infeksi HIV/AIDS dalam pelayanan kesehatan masyarakat.

2. Tujuan Khusus
Makalah ini disusun agar mahasiswa dapat:
a. Mengetahui cara untuk meningkatkan kewaspadaan universal terhadap bahaya infeksi
HIV/AIDS dalam pelayanan kesehatan masyarakat
b. Mengidentifikasi cara mewaspadai infeksi HIV/AIDS dalam pelayanan kesehatan
masyarakat.
c. Meningkatkan hubungan antara pengetahuan, sikap dengan kewaspadaan infeksi
HIV/AIDS dalam pelayanan kesehatan masyarakat
d. Mengetahui penerapan kewaspadaan universal terhadap infeksi HIV/AIDS dalam
pelayanan kesehatan masyarakat
e. Mengetahui tentang pengurangan resiko infeksi HIV/AIDS terhadap tenaga kesehatan

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian

Kewaspadaan universal adalah “ Prosedur-prosedur Operasional Standar ” (= SOP :


standard operating prosedures) yang perlu diketahui dan dipraktekkan secara konsisten saat
merawat orang yang terluka dan menangani yang meninggal, untuk meminimalkan risiko
penularan penyakit melalui darah (seperti HIV).
Universal precautions adalah tindakan pengendalian infeksi sederhana yang digunakan oleh
seluruh petugas kesehatan, untuk semua pasien, setiap saat, pada semua tempat pelayanan dalam
rangka mengurangi resiko penyebaran infeksi.
Universal precautions perlu diterapkan dengan tujuan untuk :
1. Mengendalikan infeksi secara konsisten
2. Memastikan standar adekuat bagi mereka yang tidak didiagnosis atau tidak terlihat secara
beresiko.
3. Mengurangi resiko bagi petugas kesehatan dan pasien.
4. Asumsi bahwa resiko atau infeksi berbahaya.

B. Penerapan Kewaspadaan Universal

Karena akan sulit untuk mengetahui apakah pasien terinfeksi atau tidak, petugas layanan
kesehatan harus menerapkan kewaspadaan universal secara penuh dalam hubungan dengan
semua pasien, dengan melakukan tindakan berikut:
1. Cuci tangan setelah berhubungan dengan pasien atau setelah membuka sarung tangan
2. Segera cuci tangan setelah ada hubungan dengan cairan tubuh
3. Pakai sarung tangan bila mungkin akan ada hubungan dengan cairan tubuh
4. Pakai masker dan kacamata pelindung bila mungkin ada percikan cairan tubuh
5. Tangani dan buang jarum suntik dan alat tajam lain secara aman; yang sekali pakai tidak
boleh dipakai ulang
6. Bersihkan dan disinfeksikan tumpahan cairan tubuh dengan bahan yang cocok
7. Patuhi standar untuk disinfeksi dan sterilisasi alat medis
8. Tangani semua bahan yang tercemar dengan cairan tubuh sesuai dengan prosedur
9. Buang limbah sesuai prosedur

Sebelum kewaspadaan universal pertama dikenalkan di AS pada 1987, semua pasien harus dites
untuk semua infeksi tersebut. Bila diketahui terinfeksi, pasien diisolasikan dan kewaspadaan
khusus lain dilakukan, misalnya waktu bedah. Banyak petugas layanan kesehatan dan pemimpin
rumah sakit masih menuntut tes HIV wajib untuk semua pasien yang dianggap anggota

6
‘kelompok berisiko tinggi’ infeksi HIV, misalnya pengguna narkoba suntikan. Namun tes wajib
ini tidak layak, kurang efektif dan bahkan berbahaya untuk beberapa alasan:
1. Hasil tes sering baru diterima setelah pasien selesai dirawat
2. Bila semua pasien dites, biaya sangat tinggi
3. Jika hanya pasien yang dianggap berisiko tinggi dites, infeksi HIV pada pasien yang
dianggap tidak berisiko tidak diketahui
4. Hasil negatif palsu menyebabkan kurang kewaspadaan saat dibutuhkan
5. Hasil positif palsu menyebabkan kegelisahan yang tidak perlu untuk pasien dan petugas
layanan kesehatan
6. Tes hanya untuk HIV tidak melindungi terhadap infeksi virus hepatitis dan kuman lain
dalam darah termasuk yang belum diketahui, banyak di antaranya lebih menular,
prevalensinya lebih tinggi dan hampir seganas HIV
7. Tes tidak menemukan infeksi pada orang yang dalam masa jendela, sebelum antibodi
terbentuk
8. Tes HIV tanpa konseling dan informed consent melanggar peraturan nasional dan hak asasi
manusia
Bila kewaspadaan universal hanya dipakai untuk pasien yang diketahui terinfeksi HIV, status
HIV-nya pasti diketahui orang lain, asas kerahasiaan tidak terjaga, dengan akibat hak asasinya
terlanggar.

C. Kewaspadaan Standar untuk Pelayanan Semua Pasien

Telah di kemukakan sebelumnya bahwa semua tenaga kesehatan di haruskan untuk


menganggap semua darah dan cairan tubuh yang berasal dari setiap pasien(walaupun pasien itu
bukan kasus AIDS) sebagai sumber yang potensial menularkan infeksi, maka seluruh petugas
kesehatan harus menerapkan kewaspadaan standar untuk pelayanan semua pasien yang meliputi:
1. Hygene tangan
2. Sarung tangan
3. Masker goggle(pelindung mata), face shiled (pelindung wajah)
4. Gaun
5. Peralatan untuk perawatan pasien
6. Pengendalian lingkungan
7. Penatalaksanaan linen
8. Kesehatan petugas kesehatan
9. Penempatan pasien
10. Hygene respirasi/etika batuk
11. Praktik menyuntik yang aman
12. Praktik pencegahan untuk prosedur lumbal pungsi.

7
Penjelasan :
1. Kebersihan tangan
a. Hindari menyentuh permukaan disekitar pasien agar tangan terhindar kontaminasi patogen
dari dan kepermukaan.
b. Bila tangan tampak kotor, mengandung bahan berprotein, cairan tubuh, cuci tangan dengan
sabun biasa antimikroba dengan air.
c. Bila tangan tidak tampak kotor, atau setelah membuang kotoran dengan sabun biasa + air,
dekontaminasi dengan alkohol handrub.
d. Sebelum kontak langsung dengan pasien.
e. Setelah menyentuh darah, cairan tubuh, sekresi, ekskresi, kulit yang tidak utuh, ganti
verband.
f. Setelah kontak dengan kulit pasien yang utuh.
g. Bila tangan beralih dari area tubuh terkontaminasi menuju area bersih.
h. Segera setelah melepas sarung tangan.
i. Setelah kontak dengan benda mati(termasuk alat medik) diarea pasien.
j. Cuci tangan dengan sabun biasa dan air mengalir bila kontak dengan di duga spora, karena
alkohol, klorhexdin, iodofor aktifitasnya lemah terhadap spora.
k. Jangan memakai kuku palsu, saat kontak langsung dengan pasien cegah kontaminasi saat
melepas APD.
l. Sebelum keluar ruangan pasien, melepas APD, membuang APD.

2. Sarung Tangan
a. Pakai sarung tangan bila mungkinterkontiminasi, mukus membran dan kulit yang tidak utuh,
kulit utuh yang potensial terkontaminasi.
b. Pakai sesuai ukuran tangan jenis tindakan.
c. Pakai sarung tangan sekali pakai atau pakai ulang untuk membersihkan lingkungan.
d. Lepaskan sarung tangan segera setelah selesai,sebelum menyentuh bahan terkontaminasi dan
permukaan lingkungan,sebelum beralih ke pasien lain.
e. Jangan memakai sarung tangan 1 pasang untuk pasien yang berbeda.
f. Gantilah sarung tangan bila tangan berpindah dari area tubuh tarkontaminasi ke area bersih.

3. Masker,Goggle,Face Shield
a. Pakailah untuk melindungi mukus membran mata,hidung,mulut selama melaksanakan
prosedur dan aktivitas perawatan pasien yang beresiko terjadi cipratan/semprotan dari
darah,cairan tubuh, sekresi, ekskresi.
b. Pilih sesuai tindakan yang akan dikerjakan.
c. Masker bedah dapat dipakai secara umumuntuk petugasRS untuk mencegah transmisi
melalui partikel besar dari droplet saat kontak erat(<3m) dari pasien saat batuk/bersin.
d. Pakailah selama tindakan yang menimbulkan airosol walaupun pada apasien tidak diduga
infeksi.

8
4. Gaun
a. Kenakan gaun (bersih, tidak steril) untuk melindungi kulit, mencegah baju menjadi kotor,
kulit terkontaminasi selama prosedur/semprotan cairan tubuh pasien.
b. Pilihlah yang sesuai antara bahan gaun dan tindakan yang akan dikerjakan dan perkiraan
jumlah cairan yang mungkin akan dihadapi.
c. Lepaskan gaun segera dan cucilah tangan untuk mencegah transmisi narkoba ke pasien lain
ataupun ke lingkungan.
d. Kenakan saat merawat pasien infeksi yang secara epidemiologik penting, lepaskan saat akan
keluar ke ruang pasien.
e. Jangan memakai gaun pakai ulang walaupun untuk pasien yang sama
f. Bukan indikasi pemakaian rutin masuk ke ruang resiko tinggi seperti ICU,NICU.

5. Peralatan Perawatan Pasien


a. Buat aturan dan prosedur untuk menampung, transportasi peralatan yang mungkin
terkontaminasi darah atau cairan tubuh.
b. Lepaskan bahan organik dari peralatan kritikal, semi kritikal dengan bahan pembersih sesuai
dengan sebelum di DTT atau sterilisasi.
c. Tangani peralatan pasien yang terkena darah, cairan tubuh, sekresi ekresi dengan benar
sehingga kulit dan mukus membran terlindungi, cegah baju terkontaminasi, cegah transfer
mikroba ke pasien lain dan lingkungan.Pastikan peralatan sekali pakai dibuang dan
dihancurkanmelalui cara yang benar dan peralatan pakai ulang diproses dengan benar.
d. Peralatan nonkritikal terkontaminasi didisinfeksi setelah dipakai.Peralatan semikritikal
didisinfeksi atau disterilisasi. Peralatan kritikal harus didisinfeksi kemudian disterilkan.
e. Peralatan makan pasien dibersihkan dengan air panas dan detergen.

6. Pengendalian Lingkungan
Pastikan bahwa rumah sakit membuat dan melaksanakan prosedur rutin untuk
pembersihan, disinfeksi permukaan lingkungan, tempat tidur, peralatan disamping tempat tidur
dan pinggirannya, permukaan yang sering disentuh dan pastikan kegiatan ini di monitor.

7. Penatalaksanaan Linen
Penanganan transport dan proses linen yang terkena darah, cairan tubuh, sekresi, ekresi dengan
prosedur yang benar untuk mencegah kulit, mukus membran terekspos dan terkontaminasi linen,
sehingga mencegah transfer microba ke pasien lain, petugas dan lingkungan.

8. Kesehatan Petugas Kesehatan


a. Berhati-hati dalam bekerja untukmencegah trauma saat menangani jarum, scapel dan alat
tajam lain yang dipakai setelah prosedur, saat membersihkan instrumen dan saat membuang
jarum.

9
b. Jangan recap jarum yang telah dipakai, memanipulasi jarum dengan tangan, menekuk jarum,
mematahkan, melepas jarum dari spuit.Buang jarum,spuit, pisau scalpel, dan peralatan tajam
habis pakai kedalam wadah tahan tusukan sebelum dibuang ke incenerator.
c. Pakai mouthpiece, resusitasi bag atau peralatan ventilasi lain pengganti metoda resusitasi
mulut ke mulut.
d. Jangan mengarahkan bagian tajam jarum kebagian tubuh selain akan menyuntik.

9. Penempatan Pasien
Temaptkan pasien yang potensial mengkontaminasi lingkungan atau tidak dapat
diharapkan menjadi kebersihan atau kontrol lingkungan kedalam ruang rawat yang terpisah. Bila
ruang isolasi tidak memungkinkan, konsultasikan dengan petugas pengendali infeksi.

10. Etika Batuk/Higiene Respirasi


a. Edukasi petugas akan pentingnya pengendalian sekresi respirasi untuk mencegah transmisi
pathogen dalam droplet dan fomite terutama selama musim/KLB virus respiratorik di
masyarakat.
b. Terapkan pengukuran kandungan sekresi respirasi pasien dengan individu dengan gejala
klinik infeksi respiratorik, dimulai dari unit emergensi.
c. Beri poster pada pintu masuk dan tempat strategis bahwa pasien rajal atau pengunjung
dengan gejala klinis infeksi saluran nafas harus menutup mulut dan hidung dengan tisu
kemudian membuangnya dan mencuci tangan.
d. Sediakan tisu dan wadah untuk lembahnya. Sediakan sabun, wastafel dan cara mencuci
tangan pada ruang tunggu pasien rajal, atau alkohol hundrub.
e. Pada musim infeksi saluran nafas, tawarkan masker pada pasien dengan gejala infeksi
saluran nafas, juga pendampingnya. Dorong untuk duduk berjarak ˃3 kaki dari yang lain.
f. Lakukan sebagai standar praktek.
g. Hygiene respirasi/etiket batuk dan praktek menyntik yang aman.
h. Penggunaan masker saat tindakan resiko tinggi tertentu, rposedur yang lama, termasuk
aspirasi pungsi cairan spinal, epidural anesthesia.
i. Efektif menurunkan transmisi patogen droplet melalui saluran nafas (influenza, adenovirus,
B perfusis, Mycoplasma pneumonia).

11. Praktik Menyuntik yang Aman


Pakai jarum yang steril, sekali pakai pada setiap suntikan untuk mencegah kontaminasi
pada peralatan injeksi dan terapi. Bila memungkinkan sekali pakai vial walaupun multidose.
Jarum atau spuit yang dipakai ulang untuk mengambil obat dalam vial multidose dapat
menimbulkan kontaminasi mikroba yang dapat menyebar saat obat dipakai untuk pasien lain.

10
12. Praktik Pencegahan untuk Prosedur Lumbal Pungsi
Pemakaian masker pada insersi kateter atau injeksi suatu obat kedalam area
spinal/epidural melaui prosedur lumbal pungsi misalnya saat melakukan anastesi spinal dan
epidural, myelogram, untuk mencegah transmisi droplet flora orofaring.

D. Kewaspadaan Universal dalam Tindakan Medik Invasif


Untuk memutus rantai penularan dalam tindakan medik invasif, maka kewaspadaan
dalam penggunaan alat pelindung diri antara lain :
1. Kacamata pelindung untuk menghindari percikan cairan tubuh pada mata.
2. Masker penutup hidung dan mulut untuk mencegah percikan pada mukosa hidung dan
mulut.
3. Celemek plastik (apron plastik) untuk mencegah kontak cairan tubuh pasien dengan
penolong.
4. Sarung tangan yang tepat untuk melindungi tangan yang aktif melakukan tindakan medik
infasif.
5. Penutup kaki (sepatu) untuk melindungi kaki dari kemungkinan terpapar cairan yang
infektif.

E. Kewaspadaan Universal di Kamar Bersalin


Tindakan di kamar bersalin harus memperhatikan kewaspadaan universal karena
kemungkinan kontak dengan darah dan cairan tubuh ditempat ini sangat tinggi. Setiap spesimen
darah dan cairan tubuh harus mendapat perlakuan sebagai bahan infeksius.
1. Pemeliharaan Kamar Bersalin
a. Lingkungan dijaga selalau dalam keadaan bersih dari debu
b. Linen dijaga selalu bersih untuk setiap pasien, segera ganti apabila tampak kotor atau ganti
pasien
c. Alat rumah tangga harus dilakukan perawatan dengan teliti
d. Setiap hari kamaar tidur dilap denga larutan klorin 0,05% dan dibilas dengan air
e. Setiap ada percikan atau tumpahan darah sedikit atau banyak, harus segera didekontaminasi
dengan larutan klorin 0,5% selama 10 menit, kemudian dilap kembali sampai kering, dan
dipel dengan deterjen dan air
f. Lantai dipel minimal 4 kali dalam sehari dengan menggunakaan lisol, dan dibersihkan
minimal sekali sehari dengan menggunakan deterjen dan air cukup
2. Ketentuan Umum Bagi Petugas di Kamar Bersalin
a. Patuh menerapkan kewaspadaan universal
b. Melakukan cuci tangan
c. Sebelum bekerja, sebelum memakai sarung tangan, setelah membuka sarung tangan, dan
sebelum keluar ruangan
d. Sebelum dan sesudah melakukan tindakan
e. Petugas yang berambut panjang, rambutnya harus diikat dan ditutup

11
f. Petugas dilarang makan, minum dan merokok didalam kamar bersalin
g. Petugas yang menderita luka terbuka atau lesi terbuka pada kulit tidak boleh melakukan
tindakan invasif kepada pasien. Luka harus diobati sampai sembuh sebelum diperkenankan
bekerja. Luka tergores ringan harus ditutupi dengan plester kedap air
h. Bila menggunakan alat tajam, misal skalpel, jarum, gunting, petugas harus memperhatikan
posisi bagian runcing alat tajam tersebut menjauhi tubuh petugas
3. Meja/Tempat Tidur untuk Bersalin
a. Meja bersalin harus selalau dalam keadaan rapih atau bersih
b. Barang pribadi/milik pasien dilarang ditaruh diatas tempat tidur/meja bersalin
c. Permukaan meja harus dibersihkan dengan disinfektan sebelum dan sesudah digunakan
d. Tumpahan atau percikan darah/cairan tubuh harus segera didekontaminasi dan dibersihkan
kembali dengan disinfektan
e. Sampah medis seperti darah, cairan tubuh, kasa terkontaminasi darah harus ditangani sesuai
dengan prosedur dekontaminasi
4. Alat Pelindung Diri di Kamar Bersalin
a. Alat peindung harus selalu dikenakan didalam kamar bersalin
b. Kegiatan dikaamr bersalin yang membutuhkan lengan/tangan untuk manipulasi intrauterin
atau pemeriksaan dalam, tentunya harus menggunakan gaun pelindung/celemek plastik dan
sarung tangan yang mencapai siku
c. Pada saat menangani atau menolong persalinan, maka petugas harus sealu mengeanakan :

1) Penutup kapala
2) Sarung tangan/celemek plastik
3) Pelindung wajah/masker
4) Sepatu pelindung yang menutup seluruh punggung dan telapak kaki
d. Satu set Alat Pelindung Diri tersebut harus dikenakan untuk menangani satun pasien dan
tidak dibawa keluar kecuali untuk dicuci, termasuk tidak boleh dibawa ke ruang makan atau
tempat lainnya
5. Penanganan Bayi
a. Penolong bayi baru lahir harus menggunakan sarung tangan
b. Cara penghisapan lendir dengan mulut penolong harus ditinggalkan, sebagai gantinya
penghisapan lendir harus dilakukan dengan pipa penghisapan secara hati-hati agar tidak
terjadi luka pada jalan nafas
c. Bila bayi perlu resusitasi, sedapat mungkin resusitasi dilakukan menggunakan ambu-beg,
tidak dilakukan tindakan mulut ke mulut
d. Potonglah tali pusat bayi pada saat pulpasi telah menurun atau hilang
e. Untuk contoh darah, spesimen diambil dari tali pusat
f. ASI dari Ibu yang terinfeksi HIV mempunyai resiko untuk bayi baru lahir, akan tetapi tidak
beresiko untuk tenaga kesehatan

12
F. Kewaspadaan Universal di Kamar Operasi
Perlu diketahui, penerapan Kewaspadaan Universal mutlak harus di jalankan pada
seluruh kegiatan di unit bedah/kamar operasi untuk semua pasien. Semua pasien harus dianggap
berpotensi menularkan infeksi sehingga perlu diambil langkah pencegahan yang memadai.
Kewaspadaan Universal yang harus dilaksanakan petugas adalah mengantisipasi percikan darah,
dimana darah dan cairan tubuh lainnya dianggap sebagai bahan infeksius.
a. Petugas
1) Cuci tangan secara bedah.
2) Pakai Alat Pelindung Diri seperti sarung tangan steril (wajib dikenakan), masker, gaun
pelindung, penutup rambut, dan pelindung mata/wajah.
3) Pakai celemek plastik atau kedap air untuk dipakai di lapisan dalam sebelum gaun bedah
steril, yang bertujuan untuk antisipasi terhadap adanya percikan darah atau cairan tubuh
dalam jumlah banyak. Gaun dilepas sebelum keluar ruang bedah.
4) Pakai masker sampai menutup hidung hingga seluruh bagian bawah wajah. Ganti masker
bila tampak kotor, terdapat cemaran bahan infeksi, tampak lembab, terlalu lama dipakai.
5) Pakai pelindung wajah.
6) Pakai alas kaki yang melindungi kaki dari seluruh ujung kaki dan telapak kaki (alas kaki
yang tahan tusukan).
7) Pastikan terdapat tempat pembuangan alat-alat tajam yang tertutup dan tahan tususkan
ditempat yang mudah dijangkau petugas.
8) Untuk menghindari paparan darah dan cairan tubuh pada luka terbuka, petugas yang
mempunyai lesi kulit terbuka tidak diperkenankan melaksanakan tindakan bedah.
9) Lepaskan baju operasi sebelum membuka sarung tangan agar tangan tidak terpapar oleh
darah/cairan tubuh dari baju operasi dan lepaskan baju operasi yang terkena percikan
darah/cairan tubuh sebelum keluar ruang bedah.
b. Pasien
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada psien adalah :
1) Pencukuran, pencucian, dan desinfeksi kulit untuk memperkecil kontaminasi kuman patogen.
Pencukuran dilakukan pada hari operasi, sebaiknya sesaat sebelum insisi bila tidak
memungkinkan, kurag dari 8 jam sebelum operasi.
2) Pembuatan lapangan steril
3) Prosedur operasi ;
a) Selain tercemar oleh darah secara kontak langsung, tertusuknya bagian tubuh oleh benda-
benda tajam merupakan kecelakaan yang harus dicegah, oleh karena itu inatrumen yang tajam
jangan diberikan ke dan dari operator oleh asisten atau instrumentator. Untuk memudahkan hal
ini, dipakai nampan guna menyerahkan instrumen tajam tersebut ataupun mengembalikannya.
Operator bertanggung jawab untuk menempatkan benda tajam secara aman.
b) Penggunaan alat tajam misalnya skalpel, jarum dan gunting dilakukan dengan posisi bagian
runcing alat menjauhi tubuh petugas.

13
c) Operator sebaiknya menggunakan sarung tangan 2 lapis atau ganti sarung tangan bila operasi
berlangsung lama untuk menghindari kerusakan sarung tangan.
d) Petugas seperti operator, asisten operator, instrumentator harus memakai pelindung wajah
untuk menghindari terkena percikan darah atau cairan tubuh.
e) Pada saat menjahit, lakukanlah prosedur sedemikian rupa sehingga jari/tangan terhindar dari
tusukan.
f) Jangan gunakan tangan untuk memisahkan jaringan, karena tindakan ini akan menambah
resiko terinfeksi.
g) Perlakukan spesimen yang dikirim untuk pemeriksaan patologi sebagai bahan infeksius.
h) Pncucian instrumen bekas pakai sebaiknya secara mekanik. Bila mencuci instrumen secara
manual, petugas harus menggunakan sarung tang rumah tangga dan instrumen tersebut
sebelumnya telah mengalami proses dekontaminasi dengan merendam dalam larutan chlorin
0,5% selama 10 menit.
4) Prosedur Anestesi
Prosedur anestesi merupakan salah satu aktifitas yang dapat memaparkan HIV pada tenaga
kesehatan pula. Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah:
a) Perlu disediakan nampan/troli untuk alat-alat yang sudah dipergunakan
b) Jarum harus dibuang segera mungkin setelah pemakaian ke dalam wadah yang aman
c) Pakailah obat-obatan sedapat-dapatnya untuk 1 dosis dengan 1 kali pemberian
d) Menutup jarum dalam spuit dengan penutup jarum adalah prosedur beresiko, untuk itu
hindari hal ini.

G. Pengurangan Resiko Terhadap Tenaga Kesehatan

Bagi tenaga kesehatan, petunjuk yang dikeluarkan oleh OSHA2 menginformasikan tindakan
pencegahan antara lain penggunaan alat perlindungan pribadi dapat menurunkan resiko terkena
darah atau bahan-bahan lain yang mungkin infeksius. Alat yang dianjurkan untuk digunakan
antara lain sarung tangan, baju pelindung, jas laboratorium, pelindung muka atau masker, dan
pelindung mata. Pilihan alat tersebut harus tepat sesuai dengan kebutuhan aktivitas pekerjaan
yang dilakukan oleh tenaga kesehatan.
Setelah penggunaan alat pelindungan diri tadi selesai digunakan dan dilepas, tangan harus
dicuci dengan sabun dan air sesegera mungkin. Alat-alat pelindung yang telah digunakan tadi
harus ditempatkan pada suatu tempat yang dirancang khusus sebagai tempat penyimpanan,
dekontaminasi atau pembuangan.
Tenaga kesehatan yang menderita dermatitis yang basah atau mempunyai lesi dengan cairan
eksudat harus menghindari kontak dengan semua pasien sampai kondisinya membaik. Dalam
keadaan dimana kulit atau membran mukosa bersentuhan dengan cairan tubuh yang secara
potensial dapat menimbulkan infeksi bagian tubuh yang bersentuhan tadi dibilas dengan sabun
dan air. Jika terjadi kontak dengan mata, irigasi dengan air secara berulang-ulang sangat
dianjurkan. Jika tenaga kesehatan terpapar secara parenteral, tertusuk jarum suntik, tergores

14
pisau bedah, atau paparan pada membran mukosa, maka perlu dilakukan pemeriksaan terhadap
HIV dan hepatitis.
Dalam upaya menurunkan seminimal mungkin resiko transmisi HIV atau VHB, CDC
menganjurkan tindakan-tindakan sebagai berikut:
1. Semua petugas kesehatan harus berusaha mematuhi petunjuk umum yang telah dijelaskan.
2. Dari data terakhir yang ada tidak ada dasar yang kuat untuk merekomendasikan
pembatasan kerja petugas kesehatan yang terinfeksi oleh HIV atau VHB, mereka tidak
diidentifikasi sebagai beresiko tinggi untuk memaparkan penyakit dalam melakukan prosedur
infasif, tetapi mereka harus melakukan pembedahan umum maupun perawatan gigi menurut
teknik yang direkomendasikan dan mematuhi tindakan pencegahan yang umum serta melakukan
teknik sterilisasi atau disinfeksi sesuai yang dianjurkan.
3. Prosedur yang mempunyai kecenderungan untuk menimbulkan pemaparan harus
diidentifikasi oleh intitusi dan organisasi penyakit dalam/bedah/kedokteran gigi dimana prosedur
tersebut dilaksanakan.
4. Petugas kesehatan yang melakukan prosedur yang mempunyai kecenderungan untuk
menimbulkan pemaparan harus mengetahui status antibody HIV mereka.
5. Petugas kesehatan yang terinfeksi oleh HIV tidak boleh melakukan prosedur yang
mempunyai resiko tinggi kecuali mereka telah mendapatkan petunjuk dari ahli yang
berkepentingan dalam hal ini dan telah diberitahu mengenai keadaan yang diperlukan, baru
mereka boleh melanjutkan prosedur-prosedur tersebut.
6. Pemeriksaan untuk petugas kesehatan terhadap antibodi HIV tidak diharuskan. Pengkajian
terakhir menyatakan kemungkinan petugas kesehatan dapat mentransmisikan HIV kepada pasien
dapat terjadi selama prosedur yang mudah terpapar oleh infeksi tersebut dilakukan tanpa
didukung oleh pengalihan sumber-sumber yang dibutuhkan dalam mengimplementasikan
program pemeriksaan. Ketaatan petugas kesehatan akan hal-hal yang dianjurkan dapat
ditingkatkan melalui pendidikan, pelatihan dan petunjuk kerahasiaan yang tepat dan aman.
Petunjuk bagi petugas kesehatan harus selalu diperbaharui, dan perlu dicatat bahwa mereka perlu
diinformasikan terus menerus terhadap adanya perubahan dimasa yang akan datang.

H. Pencegahan Pada Populasi Minoritas

1. Teori Epideminologi HIV


Pada beberapa masyarakat minoritas, ada yang percaya bahwa HIV merupakan salah satu
tindakan pemerintah AS dalam usahanya untuk mengendalikan pertumbuhan populasi. Mereka
percaya virus ini diciptakan untuk melenyapkan kaum homo dan kelompok minoritas. Adanya
teori yang menyatakan bahwa”AIDS berasal dari Afrika” sehingga mereka yang harus
disalahkan sebagai penyebab timbulnya penyakit ini. Promosi pemakaian kondom dianggap oleh
sebagian mereka untuk mengendalikan populasi yang dilakukan oleh kelompok mayoritas
sehingga dapat menekan populasi minoritas. Sedangkan yang lainnya berpendapat bahwa
program pertukaran jarum merupakan salah satu cara untuk memperkenalkan penggunaan obat-

15
obatan dengan suntikan pada masyarakat Afrika Amerika. Sehingga menyebabkan mereka
membuat pertahanan terhadap program pencegahan HIV sehingga mereka yang percaya kepada
teori ini mengabaikan pesan-pesan yang disampaikan oleh pemerintah.
2. Ketakutan pada Homoseksualitas/ Biseksualitas
Beberapa orang dari etnik minoritas ini tidak mendukung konsep mengenai homoseksual dan
memandang rendah pada mereka yang secara terang-terangan menunjukkan bahwa dirinya
adalah homo. Oleh karena itu sebagian pria dari golongan minoritas tersebut memilih untuk tetap
menutupi keadaan dirinya atau membina hubungan biseksual dengan wanita.
Petugas kesehatan dapat menganjurkan untuk melibatkan diri dengan kelompok-kelompok
pendukung untuk mengembangkan kepercayaan dirinya, serta dapat membantu dengan
mendidentifikasi narasumber yang berasal dari federal, negara bagian, dan pemerintahan
setempat serta organisasi-organisasi kemasyarakatan dimana pasien dapat bekerja sama.
3. Ketidakyakinan terhadap Tindakan Pencegahan
Masyarakat dari kalangan minoritas pernah mempunyai pengalaman yang negative dengan
tenaga kesehatan di masa lalu yang akhirnya menyebabkan mereka tidak mempercayai pesan-
pesan yang disampaikan mengenai pencegahan infeksi HIV.
Pembinaan kepercayaan dalam hubungan antara pasien dan tenaga kesehatan merupakan bagian
dari interaksi dan diperoleh melalui komunikasi yang jujur dan terbuka. Untuk itu, perlu kiranya
menyakinkan pasien bahwa mereka akan mendapatkan dukungan dan kepercayaan dari para
tenaga kesehatan.
4. Kemiskinan
Kalangan minoritas mewakili kelompok berpenghasilan yang dihubungkan dengan kemiskinan.
Kelompok ini mmemiliki angka pengangguran yang lebih tinggi, penghasilan yang lebih rendah
dan mempunyai status sosial ekonomi yang lebih renda. Jumlah penderita kelompok minoritas
lebih sedikit mencari bantuan medis untuk memperoleh pengobatan HIV/AIDS pada tingkat dini.
Tetapi mereka biasanya akan mencari bantuan setelah mereka menderita gangguan kesehatan
yang diakibatkan oleh HIV.
Satu hal yang jelas adalah bahwa tenaga kesehatan tidak dapat menghilangkan kemiskinan dan
memperbaiki pelayanan kesehatan untuk semua orang. Namun tenaga kesehatan dapat
memberikan pengaruh yang positif pada masyarakat minoritas tersebut.
5. Perbedaan Bahasa Dan Budaya Serta Pengaruhnya Dalam Komunikasi
Pelaksanaan program pencegahan HIV mengalami hambatan pada kelompok minoritas ini
karena adanya berbagai macam komunitas dengan latar belakang budaya dengan sikap dan
keyakinan yang spesifik, termasuk hal yang mengatur tentang perbedaan peran antara pria dan
wanita.
Bahasa merupakan salah satu penghalang bagi kelompok minoritas tertentu untuk mendapatkan
pendidikan kesehatan mengenai HIV karena adanya berbagai macam bahasa dan dipakai diantara
kelompok-kelompok tersebut.
Kesimpulan dari semua ini, didalam implementasikan atau meningkatkan partisipasi program
pencegahan HIV pada kelompok minoritas, para petugas kesehatan harus meningkatkan

16
pengertian tentang pengalaman hidup pasien, nilai-nilai, dan sistem-sistem keyakinan, untuk ini
mungkin memperlukan pertemuan baik diklinik maupun kunjungan kerumah. Melalui
pemahaman mengenai pasien sebagai individu, maka petugas kesehatan akan memiliki
pemahaman yang lebih baik mengenai cara-cara penyebaran informasi untuk mencegah HIV.
I. Pencegahan terhadap serangan HIV
Strategi pencegahan penularan AIDS dan penyakit menular yang lain tidak berbeda. Karena
pasien yang terinfeksi oleh penyakit tersebut sering kali belum dapat diidentifikasi dengan
Anamesis, pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan laboratorium sederhana, maka petunjuk
pencegahan dibawah ini sebaiknya dikerjakan secara rutin.
1. Riwayat penyakit yang lengkap
Selalu diusahakan mendapat riwayat penyakit yang lengkap. Tanyakan kepada pasien
secara khusus mengenai, penurunan berat badan pembesaran kelenjar dan infeksi lainya.
Konsultasi medis mungkin diperlukan bila ditemukan penyakit infeksi sistemik.
2. Teknik barrier
Teknik barrier yang penting harus diperhatikan:
a. Cuci tangan sampai bersih
b. Pakailah sarung tangan untuk melindungi diri
c. Gantilah sarung tangan diantara dua prosedur, untuk melindungi pasien.
d. Masker dipakai untuk melindungi diri terhadap cipratan darah dan ludah.
e. Kaca mata pelindung sebaiknya selalu dipakai
f. Pakailah baju praktek / laboratorium dan dicuci dalam air panas dengan ditergent
g. Baju luar tersebut harus diganti setiap hari
h. Spesiment darah,biopsi, dan spesimen lain harus diberi tanda yang jelah( misalnya “ awas
darah”)
i. Cipratan darah harus segera dibersihkan dengan larutn desinfektan seperti natrium
hipokloride. Pakailah sarung tangan sewaktu membersihkanya.
3. Teknik sterilisasi
Hal- hal yang perlu diperhatikan dalam teknik sterilisasi :
a. Sterilisasi :
Mematikan semua virus, bakteri, dan spora. Sterilisasi dapat dikerjakan dengn autoklaf tekanan
dua atmosfer(1 atm diatas tekanan atmosfer) selama 20 menit atau dengan oven listrik selama 2
jam pada suhu 1700c.
b. Desinfeksi derajat tinggi
Mematikan semua virus dan bakteri kecuali spora.
1) Direbus selama 20 menit
2) Dicuci dan direndam selama 30 menit dalam:
3) Cidex ( Glutar aldehyde 2 %)
4) Natrium hipokloride 0,5 %
5) Chloromin 2 %
6) Etanol 70 %

17
7) 2 propanol 70 %
8) Providon iodin 2,5 %
9) Formaldehyde 4 %
10) H2O2 6%
11) Sterilisasi dengan larutan sebaiknya tidak dipakai rutin bila ada indikasi sterilisasi dengan
pemanasan
4. Pencegahan kontaminasi silang
Hal- hal yang perlu diperhatikan dalam mencegah ialah:
a. Bila mungkin pakailah alat yang disposible
b. Bersihkanlah permukaan dengan detergent dan larutan desinfektan
c. Alat-alat yang terkontaminasi dimasukkan kantong dengan hati-hati
d. Jarum dibuang kedalam kaleng
e. Prosedur yang teliti dan hati-hati dikerjakan sewaktu membuat Rontgent mencuci film dan
prosedur pembuatan lainya.

18
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kewaspadaan universal adalah “ Prosedur-prosedur Operasional Standar ” (= SOP :
standard operating prosedures) yang perlu diketahui dan dipraktekkan secara konsisten saat
merawat orang yang terluka dan menangani yang meninggal, untuk meminimalkan risiko
penularan penyakit melalui darah (seperti HIV).
Kewaspadaan universal secara penuh dalam hubungan dengan semua pasien, dengan melakukan
tindakan berikut:
1. Cuci tangan setelah berhubungan dengan pasien atau setelah membuka sarung tangan
2. Segera cuci tangan setelah ada hubungan dengan cairan tubuh
3. Pakai sarung tangan bila mungkin akan ada hubungan dengan cairan tubuh
4. Pakai masker dan kacamata pelindung bila mungkin ada percikan cairan tubuh
5. Tangani dan buang jarum suntik dan alat tajam lain secara aman; yang sekali pakai
tidak boleh dipakai ulang
6. Bersihkan dan disinfeksikan tumpahan cairan tubuh dengan bahan yang cocok
7. Patuhi standar untuk disinfeksi dan sterilisasi alat medis
8. Tangani semua bahan yang tercemar dengan cairan tubuh sesuai dengan prosedur
9. Buang limbah sesuai prosedur

B. Saran
Setelah penyusunan makalah ini, kami memberi beberapa saran sebagai berikut:
1. Gunakan universal precautions.
2. Kurangi prosedur invasive yang tidak perlu.
3. Kembangkan protap (prosedur tetap pelaksanaan suatu tindakan) tempat kerja yang sesuai.
4. Sediakan sumber-sumber yang memungkinkan petugas patuh terhadap protap yang ada.
5. Penyuluhan dan dukungan untuk seluruh staf.
6. Supervisi siswa dan petugas yang tidak berpengalaman

19
DAFTAR PUSTAKA

Anik Maryunani, Ummu Aeman. 2009. Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Bayi
Penatalaksanaan di Pelayanan Kebidanan. Jakarta : Trans Info Media.
Sudoyo,Aru.W.2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta:Interna Publising
Widoyono.2011.Penyakit Tropis.Semarang:Erlangga
Hartono,Andry.2009.Harrison,Manual Kedokteran.Jakarta:Karisma Publishing Grou

20

Anda mungkin juga menyukai