Anda di halaman 1dari 14

Pemberdayaan Perempuan Pesisir dalam Memajukan Perkembangan

Ekonomi dan Kemaritiman

AULIYYA SALSABILA

071811733048

Departemen Antropologi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Airlanggga

2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Indonesia memiliki kawasan perairan yang sangat luas. Hal tersebut membuat Indonesia
memiliki kekeayaan yang melimpah pada keanekaragaman hayati dan biota lautnya. Total
luas laut Indonesia sekitar 5,8 juta kilometer persegi (km2), yang terdiri dari 2, 3 juta km2
kepulauan, 0,8 km2 perairan territorial dan 2,7 km2 perairan Zona Ekonomi Eksklusif
Indonesia. Panjang garis pantai yang dimiliki Indonesia hamper mencapai 90 ribu km dan
luas lautan 3.257.483 km2, hal ini dikukuhkan Indonesia sebagai negara yang memiliki garis
pantai terpanjang keempat di dunia. Posisi dan letak pulau-pulau yang ada di Indonesia ini
menjadikan Indonesia sebagai archipelagic state yang artinya negara kepulauan. Indonesia
terdiri dari 17.504 pulau. Hal ini menjadi sangat penting dalam sistem perdagangan dan
penyedia bahan baku bagi masyarakat nasioanal dan internasional. Sesuai dengan keputusan
Menteri Perikanan dan Kelautan Republik Indonesia No. REP/45/MEN/2011 bahwa sector
perikanan laut di Indonesia adalah sector yang mampu menyokong pembangunan ekonomi di
Indonesia. Nelayan yang hidup di Indonesia, menurut data Survei Sosial dan Ekonomi
Nasional 2013 yang dilakukan oleh BPS, ada sekitar 2,2% atau sekitar 1,4 juta orang. Angka
ini merupakan jumlah dari orang-orang yang merupakan kepala rumah tangga dan berprofesi
sebagai nelayan. Selanjutnya, untuk orang-orang yang berprofesi sebagai nelayan tapi bukan
kepala rumah tangga, berjumlah sekitar 0,87% atau sekitar 182 ribu orang (STATISTIK
KESEJAHTERAAN RAKYAT WELFARE STATISTICS 2018, 2018).
Kualitas hidup nelayan masih tergolong rendah meskipun kekayaan laut Indonesia
melimpah. Masyarakat nelayan yang berada di kawasan pesisir merupakan kelompok yang
jarang menerima sentuhan pembangunan dari pemerintah. Berdasarkan data akhir yang
dihimpun oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2011, di Indonesia terdapat nelayan
miskin dengan jumlah 7, 87 juta atau sekitar 25, 14% dari total penduduk miskin nasional
yang berjumlah 31, 02 juta orang. (Putri, 2016). Hasil tangkapan ikan oleh nelayan sangat
bergantung dengan cuaca. Pada masyarakat nelayan mata pencahariannya tidak menentu,
terdapat waktu tertentu para nelayan harus melaut dan ada waktu dimana para nelayan tidak
dapat melaut karena kondisi cuaca yang tidak memungkinkan. Hal inilah yang menjadi
penentu intensitas produksi yang terjadi di laut. Nilai jual ikan kadang rendah kadang juga
naik, itu semua tergantung jumlah ikan yang di dapat oleh nelayan. biasanya jika nelayan
memperoleh ikan sedikit maka harga jual juga rendah begitupun sebaliknya. Nelayan
tradisional memiliki masalah yang pelik akibat dari kondisi alam yang kurang
menguntungkan. Dalam kondisi yang demikian, maka diperlukan peran isteri untuk
membantu ekonomi keluarga dengan melakukan pekerjaan di luar rumah (publik) (Amir,
Hamzah and Limi, 2019). Namun, nyatanya peran istri dalam membantu perekonomian
keluarga dengan bekerja masih belum dianggap pemerintah sebagai pekerjaan tetap.
Pemerintah hingga saat ini tetap memberi label kepada perempuan pesisir lebih tepatnya istri
nelayan sebagai ibu rumah tangga. Pada hal ini ketidaksetaraan gender sangat ketara sekali.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.2.1 Bagaimanakah peran perempuan pesisir dalam kehidupannya sehari-hari ?
1.2.2 Apakah peran dan upaya pemerintah dalam membantu mewujudkan
pemberdayaan perempuan pesisir guna memajukan perekonomian dan
kemaritiman Indonesia ?
1.3 TUJUAN MASALAH
Pada makalah ini ditunjukan bahwa penelitian bertujuan untuk mengetahui kegiatan
apasaja yang dilakukan perempuan pesisir dalam kehidupan sehari-harinya, serta mengetahui
apasaja peran dan upaya pemerintah dalam membantu mengatasi masalah gender yang lebih
berfokus pada pemberdayaan perempuan pesisir untuk membantu memajukan perekonomian.
1.4 MANFAAT PENELITIAN
1.4.1 Manfaat Toeritis
Secara teoritis penelitian ini dapat bermanfaat, yaitu :
1.4.1.1 memberikan pemikiran untuk pemerintah agar semakin melihat kehidupan para nelayan
1.4.1.2 memberikan pemikiran untuk tidak membeda-bedakan gender sesame manusia
1.4.2 Manfaat Praktis
1.4.2.1 Manfaat Bagi Penulis
Dapat menambah wawasan tentang gender, kemaritiman di Indonesia, dan kehidupan di
daerah pesisir serta untuk memenuhi tugas mata kuliah antropologi maritime
1.4.2.2 Manfaat Bagi Pemerintah
Sebagai bahan dalam meningkatkan upaya pemberdayaan perempuan pesisir.
1.5 BATAS KAJJIAN
1.5.1 Nelayan di daerah pesisir
1.5.2 Perempuan pesisir atau istri nelayan
1.5.3 Kehidupan keluarga nelayan
1.5.4 Pemberdayaan perempuan pesisir
1.5.5 Perekenomian dalam daerah pesisir
1.6 METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode studi pustaka. Menurut M. Nazir studi
kepustakaan adalah teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan
terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan dan laporan-laporan yang ada
hubungannya dengan masalah yang dipecahkan. studi kepustakaan merupakan langkah
yang penting, dimana setelah seorang peneliti menetapkan topik penelitian, langkah
selanjutnya adalah melakukan kajian yang berkaitan dengan teori topic penelitian. Dalam
pencaran teori, peneliti akan mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya dari
kepustakaan yang berhubungan. Sumber-sumber kepustakaan dapat diperoleh dari buku,
jurnal, majalah, hasil-hasil penelitian dan sumber-sumber lainnya yang sesuai. Bila telah
memperoleh kepustakaan yang relevan, maka segera disusun secara teratur untuk
dipergunakan dalam penelitian. Oleh karena itu studi kepustakaan meliputi proses umum
sperti mengidentifikasi teori secara sistematis, penemuan pustaka dan analisis dokumen
yang memuat informasi yang berkaitan dengan topik penelitian (Nazir, 2003).
1.7 LANDASAN TEORI
1.7.1 Pemberdayaan Perempuan Pesisir
Pemberdayaan menurut Edi Suharto berasal dari kata “power” (kekuasaan atau
keberdayaan). Tujuan pemberdayaan adalah memampukan dan memandirikan
masyarakat terutama dari kemiskinan dan keterbelakangan. Pemberdayaan perempuan
merupakan proses kesadaran dan pembentukan kapasitas (capacity building) terhadap
partisipasi yang lebih besar untuk memiliki kekuasaan dan pengawasan dalam pembuatan
keputusan dan transformasi (transformation action) agar perempuan mampu
menghasilkan sesuatu yang bermanfaat. Penghasilan menjadi faktor penting untuk
perempuan agar memiliki kekuatan dalam posisi tawar dalam setiap pengambilan
keputusan di rumah tangga dan di luar rumah tangga termasuk keputusan terkait dengan
nasib perempuan itu sendiri (Suharto, 2005).
Menurut Khofifah Indar Parawansa dalam bukunya Mungukur Paradigma
Menembus Tradisi, pemberdayaan perempuan adalah agenda bangsa yang secara
keseluruhan menjadi tanggung jawab bersama pemerintah dan masyarakat. Disamping
itu, pemberdayaan perempuan perlu disiapkan dan dilaksanakan secara terencana, terarah,
terpadu dan berlanjut. Tujuan pemberdayaan perempuan untuk mepertahankan nilai-nilai
persatuan dan kesatuan serta niali historis perjuangan kaum perempuan. Hal ini dilakukan
dalam rangka melanjutkan usaha pemberdayaan perempuan serta kesejahteraan keluarga
dan masyarakat (Parawansa, 2006).
1.7.2 Teori Gender pada Kemaritiman
Davis dan Klein dalam tulisannya tentang introduction : Gender in the Maritime
Arena berpendapat bahwa konstruksi ideologi gender dalam pembagian kerja pada setiap
tipe masyaarakat nelayan berebda tergantung latar belakang sejarah sosial, ekonomi,
budaya dan kompleksitas perubahan sosial budayanya. Perbedaan konstruksi gender akan
menimbulkan status dan peran sosial berbeda dan kompleks, sehingga prestisenya juga
berbeda. Perbedaan ini dapat mengakibatkan konflik dalam hubungan gendernya dengan
nelaayan khususnya dalam rumah tangganya dan masyarakat nelayan umumnya. Status
perempuan nelayan tidak langsung berhubungan dengan apa yang dikerjakannya. Peran
ekonomi istri nelayan relative besar, namun statusnya ambivalen. Besar kontribusi
ekonomi perempuan nelayan tidak menjamin status sosialnya tinggi dalam masyarakat.
Status sosial tersebut tergantung pada lingkungannya, struktur dan ideologi serta budaya
masyarakatnya. Ideologi gender merupakan faktor dominan untuk mengorganisasi
hubungan diantara kerja, rumah tangga dan masyaraka. Hal terpenting yaitu tidak hanya
mempersalahkan status sosial perempuan nelayan, namun juga bagaimana cara untuk
mengubah dan meningkatkan status sosialnya (Andriati, 2020).

1.7.3 Teori Kemaritiman


Secara terminologi kemaritiman memiliki kata dasar maritim, yang dalam KBBI,
maritim adalah segala sesuatu yang berkenaan dengan laut dan berhubungan dengan
pelayaran dan perdagangan di laut. Selanjutnya, kemaritiman bermakna hal-hal yang
menyangkut masalah maritim atau sifat kepulauan Indonesia. Dengan demikian, sejarah
maritim adalah studi tentang aktivitas manusia di masa lampau yang berkaitan dengan
aspek-aspek kemaritiman, khususnya pelayaran dan perdagangan. Maritim berasal dari
bahasa Latin, mare yaitu laut. Ketika diserap ke dalam bahasa Inggris menjadi mere yang
pengertiannya sudah lain. Makna ensiklopedis dari maritim hanya ada dua, berlayar
sambil berdagang. Pengertian ini sejalan dengan arti kata maritime dalam kamus Merriam
Webster yaitu, of or relating to navigation of the sea. Kata inilah yang kemudian diserap
dalam bahasa Indonesia menjadi maritim, yang pengertiannya mengacu pada KBBI
Online yaitu, maritim/ma·ri·tim/ a berkenaan dengan laut; berhubungan dengan
pelayaran dan perdagangan di laut; kemaritiman/ke·ma·ri·tim·an/n hal-hal yang
menyangkut masalah maritim: sifat - kepulauan Indonesia. Pada kata maritime lebih
mengacu pada pengertiannya maka lebih terkait dengan salah satu fungsi dari
pemanfaatan laut yaitu berlayar dan berdagang. Dalam ilmu arkeologi, dikenal kajian
arkeologi maritim yang memfokuskan kajian pada segala sesuatu yang terkait dengan
kelautan dan pelayaran, baik itu yang ditemukan di lautan maupun di daratan. Dengan
demikian, situs di daerah pantai atau sungai dan kapal yang tertimbun tanah di daratan
menjadi cakupan arkeologi maritim (Mulyadi, 2016).
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Peran Perempuan Pesisir dalam Kehidupan Sehari-hari
Di Indonesia, kehidupan di daerah pesisir dapat dibilang kehidupan paling
terbelakang karena pemerintah jarang sekali mengamati lingkungan di daerah pesisir. Pada
daerah pesisir, banyak masyarakatnya yang bekerja sebagai nelayan maupun petani tambak.
Selain itu, jika daerah pesisir tersebut dijadikan sebagai obyek wisata, pantai, biasanya
masyarakatnya akan menjadi wirausahawan.
Dalam kehidupan rumah tangga nelayan, istri nelayan dan anak-anaknya selalu
membantu bekerja untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Hal tersebut dikarenakan hasil
atau perolehan sang suami selalu tidak menentu. Kelancaran melaut nelayan tergantung pada
alam. Jika gangguan alam, seperti hujan deras, hujan badai, angin kencang, ombak tinggi
maka nelayan tidak jadi melaut. Disaat nelayan tidak melaut, jika mereka tidak berusaha
mencari pekerjaan lain maka mereka tidak memiliki penghasilan. Saat nelayan tidak melaut
pada musim angin barat maka dimanfaatkan olehnya untuk membuat jarring atau membenahi
kapal yang sudah lumayan tidak layak pakai atau rusak. Sedangkan, sang istri menjadi buruh
di pasar ikan atau jika tidak bisa bekerja biasanya istri nelayan (yang menjadi buruh)
meminjam uang kepada pedagang/tengkulak/pemilik kapal dan uang itu akan dikembalikan
saat suami sudah melaut lagi. Pada saat hari dimana suami melaut, saat pagi istri sudah
membantu suami dalam mempersiapkan perbekalan, menentukan jenis alat tangkap yang
akan digunakan oleh suami dan peralatan melaut lainnya. Pekerjaan rumah tangganya
dilakukan setelah suami berangkat melaut. Selain mengurusi pekerjaan rumah tangganya,
istri biasanya menjadi buruh di tengkulak/pedagang/pemiliki kapal. Saat suami sudah pulang
dan membawa hasil melautnya, istri mendapat tugas untuk menjualnya di pasar ikan (Nurlaili
and Muhartono, 2017).
Selain nelayan, lelaki di daerah pesisir juga menjadi petani tambak. Namun,
petani tambak hanya sedikit karena tidak semua daerah pesisir pantai cocok utnuk dijadikan
tambak. Peran istri pada petani tambak biasanya saat pagi, istri menyiapkan perbekalan untuk
suami pergi ke tambak, istri ikut membantu dalam menjual ikan ke pasar, istri ikut dalam
memperbaiki jaring (Balubi et al., 2017).
Yang terakhir, jika daerah pesisir tersebut sudah dijadikan obyek wisata maka
masyarakat daerah tersebut biasanya bekerja sebagai wirausaha. Biasanya mereka membuka
rumah makan yang mengolah aneka ikan, menyewakan kapalnya untuk dijadikan alat
berkeliling pantai, membuka toko baju atau peralatan berenang. pada pekerjaan tersebut
biasanya suami dan istri melakukan pekerjaan secara bersama-sama. Contohnya, pertama,
saat sang suami mencari ikan, istri mendapat tugas untuk menjualnya di rumah makan
mereka, kedua, jika mereka membuka penyewaan kapal/perahu maka biasanya istri
berkeliling untuk mencari pelanggan sedangkan suami mendapat bagian untuk mengantarkan
pelanggan tersebut. Pada penyewaan kapal tersebut biasanya anak dari keluarga tersebut juga
ikut membantu.
Dalam hal ini, kontribusi ekonomi perempuan pesisir terhadap kehidupan
masyarakatnya merupakan wujud kapasitas aktualisasi diri mereka dan sebagai realitas sosial
yang tidak bisa diabaikan. Mereka dapat dianggap sebagai modal pemberdayaan. Perempuan
pesisir yang harus bekerja dalam konteks tanggung jawab domestik, produktif maupun
pemberdayaan komunitas merupakan suatu tuntutan dan kebutuhan kehidupan, yang dianut
dan disetujui oleh sebagian besar warga masyarakat pesisir. Konsep perempuan dalam
pemandirian ekonomi ini sesuai dengan konsep kerja yang diformulasikan oleh Caroline
O.N. Moser tentang peran perempuan (gender role) yang memiliki 3 kerangka utama yaitu:
1. Peran lipat tiga (the triple roles of woman) perempuan pada tiga peran yaitu reproductive
work, productive work, dan Community managing work. Ini berguna untuk pemetaan
pembagian kerja gender dan alokasi kerja.
2. Berupaya untuk membedakan antara kebutuhan yang bersifat praktis dan strategis bagi
perempuan dan laki-laki (practical and strategic gender needs). Kebutuhan strategis
berelasi dengan kebutuhan transformasi status dan posisi perempuan.
3. Pendekatan analisis kebijakan dari fokus pada kesejahteraan (welfare), Kesamaan
(equity), anti kemiskinan, efisiensi dan pemberdayaan atau dari Women in Development
(WID) ke Gender and Development (GAD) (Mardiyah, 2018).
2.2 Peran dan Upaya Pemerintah dalam Membantu Mewujudkan Pemberdayaan Perempuan
Pesisir Guna Memajukan Perekonomian dan Kemaritiman Indonesia
Melalui ketiga konsep gender role yang telah dijelaskan pada sub bab 2.1, Moser
mengatakan bahwa kerja perempuan lebih berat dibandingkan beban kerja laki-laki. Bahkan
Moser melihat bahwa pembagian peran gender merupakan salah satu faktor utama yang
menempatkan perempuan dalam posisi subordinat
Perempuan merupakan suatu potensi, dimana persaingan global yang semakin
menguat dan ketat, sehingga program pemberdayaan perempuan menjadi sangat penting
dalam menjawab berbagai tantangan dan sekaligus memanfaatkan peluang di masa yang
akan datang. Hal ini terlihat bahwa perempuan memiliki potensi untuk membawa perubahan,
maka program pemberdayaan perempuan sangat penting (Mardiyah, 2018).
Peran Pemerintah Dearah dalam Pemberdayaan Masyarakat Pesisir terutama pada
perempuan atau istri nelayan, dapat mengatasi kemiskinan di wilayah pesisir dan sentra-
sentra perikanan. Pada artikel berita Tempo, mengatakan bahwa Koalisi Rakyat untuk
Keadilan Perikanan (KIARA) mendorong pemerintah dapat memberdayakan masyarakat
pesisir secara optimal dalam rangka memperingati hari Nelayan Nasional (Tempo.Co, 2017).
Pemerintah sudah mendirikan PNPM Mandiri KP yang bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan usaha dan kesejahteraan, pengembangan wirausaha anggota KUKP serta
meningkatnya kualitas lingkungan. Sasaran PNPM Mandiri KP yaitu berkembangnya KUKP
di Kabupaten/Kota yang mencakup kegiatan perikanan tangkap, perikanan budidaya,
pengolahan dan pemasaran hasil perikanan, dan usaha garam rakyat serta masyarakat pesisir
lainnya.
Pada laman berita Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dinyatakan bahwa
mereka mendukung pengurustamaan gender sebagai salah satu startegi dalam pelaksaan
program kebijakan. Sekretaris Jenderal KKP Rifky Effendi Hardijanto mengungkapkan,
KKP mengusung program dan kegiatan yang bersifat responsif gender di bidang kelautan dan
perikanan guna meningkatkan peran perempuan nelayan melalui program pemberdayaan.
Saat bu Susi masih menjadi Menteri kelautan dan perikanan, beliau mengeluarkan
tiga aturan terkait kesetaraan gender di antaranya PermenKP nomor 28 Tahun 2016 tentang
Pedoman Pelaksanaan Pemantauan dan Evaluasi Program/Kegiatan Responsif Gender KKP;
PermenKP nomor 51 Tahun 2016 tentang Pedoman Pemetaan Pelaksanaan Pengarusutamaan
Gender Bidang Kelautan dan Perikanan di Daerah; dan KepmenKP nomor 67 Tahun 2016
tentang Roadmap Pemetaan Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender di Lingkungan KKP.
Dalam kelancaran pemberdayaan perempuan pesisir ini negara Indoensia dibantu
oleh Australia. Hal tersebut terjadi karena Duta Besar Australia untuk Indonesia Paul
Grigson telah meluncurkan strategi baru Australia untuk Kesetaraan Gender dan
Pemberdayaan Perempuan. Strategi, yang diluncurkan awal pekan ini oleh Menteri Luar
Negeri Julie Bishop merupakan rencana komprehensif untuk mendorong kemajuan dalam
tiga bidang utama dari kebijakan luar negeri dan kerja sama pembangunan Australia:
mengakhiri kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan; pemberdayaan ekonomi
perempuan; dan partisipasi perempuan dalam kepemimpinan dan pembangunan perdamaian
(Kedutaan Besar Australia Indonesia, 2016).
Beberapa program dan kegiatan responsif gender yang telah dilaksanakan di
antaranya bimbingan teknis dan bantuan pengembangan diversifikasi usaha bagi perempuan
nelayan; bantuan sarana produksi peralatan pembuatan abon ikan bagi perempuan nelayan;
praktik olahan hasil perikanan bagi perempuan nelayan; Bimtek pengembangan diversifikasi
usaha bagi perempuan nelayan; peningkatan akses permodalan khusus untuk perempuan di
wilayah pesisir melalui grameen bank; peningkatan wirausahawan muda di kawasan pesisir
bagi perempuan nelayan; dan pemberdayaan masyarakat pesisir dan pengembangan usaha
(regenerasi nelayan) (Kkp.Go.Id, 2017).
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
kehidupan di daerah pesisir dapat dibilang kehidupan paling terbelakang karena
pemerintah jarang sekali mengamati lingkungan di daerah pesisir. Peran perempuan
pesisir sangat penting dalam membantu memenuhi kebtuhan sehari-hari. Hal tersebut
dikarenakan hasil atau perolehan sang suami selalu tidak menentu. Dalam hal ini,
kontribusi ekonomi perempuan pesisir terhadap kehidupan masyarakatnya merupakan
wujud kapasitas aktualisasi diri mereka dan sebagai realitas sosial yang tidak bisa
diabaikan. Mereka dapat dianggap sebagai modal pemberdayaan. Perempuan pesisir yang
harus bekerja dalam konteks tanggung jawab domestik, produktif maupun pemberdayaan
komunitas merupakan suatu tuntutan dan kebutuhan kehidupan, yang dianut dan disetujui
oleh sebagian besar warga masyarakat pesisir.
Peran Pemerintah Dearah dalam Pemberdayaan Masyarakat Pesisir terutama pada
perempuan atau istri nelayan, dapat mengatasi kemiskinan di wilayah pesisir dan sentra-
sentra perikanan. Beberapa program dan kegiatan responsif gender yang telah
dilaksanakan di antaranya bimbingan teknis dan bantuan pengembangan diversifikasi
usaha bagi perempuan nelayan; bantuan sarana produksi peralatan pembuatan abon ikan
bagi perempuan nelayan; praktik olahan hasil perikanan bagi perempuan nelayan; Bimtek
pengembangan diversifikasi usaha bagi perempuan nelayan; peningkatan akses
permodalan khusus untuk perempuan di wilayah pesisir melalui grameen bank;
peningkatan wirausahawan muda di kawasan pesisir bagi perempuan nelayan; dan
pemberdayaan masyarakat pesisir dan pengembangan usaha (regenerasi nelayan).
3.2 KRITIK DAN SARAN
3.2.1 Kritik
Menurut saya, masih banyak hal-hal yang harus dilakukan dalam pemberdayaan
perempuan pesisir untuk meningkatkan perekonomian yang ada di Indonesia.
3.2.2 Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis
akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber -
sumber yang lebih banyak yang tentunga dapat di pertanggung jawabkan.
DAFTAR PUSTAKA

Amir, F., Hamzah, A. and Limi, M. A. (2019) ‘Alokasi Waktu Kerja dan Peran Istri Nelayan
dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga di Kelurahan Petoaha Kecamatan Nambo Kota
Kendari’, 4(1), pp. 6–10. doi: 10.33772/jia.v4i1.6416.

Andriati, R. (2020) Buku Ajar : Antropologi Maritim. VII. Surabaya: PT REVKA PETRA
MEDIA.

Balubi, M. et al. (2017) ‘Peran isteri dalam menunjang usaha budidaya ikan bandeng dan udang
peci di desa laosu jaya kecamatan bondoala kabupaten konawe sulawesi tenggara’, 4(2), pp.
159–165.

Kedutaan Besar Australia Indonesia (2016) ‘Australia dan Indonesia Bekerja Sama dalam
Pemberdayaan Perempuan’. Available at:
https://indonesia.embassy.gov.au/jaktindonesian/SM16_015.html.

Kkp.Go.Id (2017) ‘Kesetaraan Gender, KKP Prioritaskan Pemberdayaan Perempuan Nelayan’.


Available at: https://kkp.go.id/artikel/7325-kesetaraan-gender-kkp-prioritaskan-pemberdayaan-
perempuan-nelayan.

Mardiyah, M. (2018) ‘Peran Perempuan Pandulung Dalam Pemberdayaan Ekonomi Pesisir Di


Ujung Lero Kabupaten Pinrang’, Al-MAIYYAH : Media Transformasi Gender dalam Paradigma
Sosial Keagamaan, 10(2), pp. 210–233. doi: 10.35905/almaiyyah.v10i2.504.

Mulyadi, Y. (2016) ‘Kemaritiman, Jalur Rempah, dan Warisan Budaya Bahari Nusantara’,
Archeological Perspective, I(March). doi: 10.13140/RG.2.2.22616.08966.

Nazir, M. (2003) Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia jakarta.

Nurlaili, N. and Muhartono, R. (2017) ‘Peran Perempuan Nelayan Dalam Usaha Perikanan
Tangkap Dan Peningkatan Ekonomi Rumah Tangga Pesisir Teluk Jakarta’, Jurnal Sosial
Ekonomi Kelautan dan Perikanan, 12(2), p. 203. doi: 10.15578/jsekp.v12i2.6481.

Parawansa, K. I. (2006) Mengukur Paradigma Menembus Tradisi : Pemikiran Tentang


Keserasian Jender. Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia.

Putri, A. I. (2016) Peran dan Strategi Istri Nelayan dalam Membangun Ekonomi Keluarga dan
Komunitasnya.

STATISTIK KESEJAHTERAAN RAKYAT WELFARE STATISTICS 2018 (2018). Available at:


https://www.bps.go.id/publication/download.html?
nrbvfeve=ODFlZGUyZDU2Njk4YzA3ZDUxMGY2OTgz&xzmn=aHR0cHM6Ly93d3cuYnBz
LmdvLmlkL3B1YmxpY2F0aW9uLzIwMTgvMTEvMjYvODFlZGUyZDU2Njk4YzA3ZDUxM
GY2OTgzL3N0YXRpc3Rpay1rZXNlamFodGVyYWFuLXJha3lhdC0yMDE4Lmh0bWw
%3D&twoadfnoarfeauf=MjAyMC0wMy0yMSAxMjozMDoyNw%3D%3D.

Suharto, E. (2005) Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Bandung: PT Revika


Aditama.

Tempo.Co (2017) ‘Peran Pemerintah dalam Berdayakan Masyarakat Pesisir Masih Tipis’.
Available at: https://bisnis.tempo.co/read/863481/peran-pemerintah-dalam-berdayakan-
masyarakat-pesisir-masih-tipis/full&view=ok.

Anda mungkin juga menyukai