Auliyya Salsabila
Pendahuluan
Hari raya Idul Fitri atau yang biasa disebut dengan Lebaran adalah hari yang paling
ditunggu-tunggu oleh banyak masyarakat, terutama yang beragama Islam. Masyarakat yang
beragama islam memaknai hari raya Idul Fitri adalah sebagai bentuk rasa syukur dan hari
kemenangan setelah puasa Ramadhan selama satu bulan penuh. Pada hari raya Idul Fitri ini
dijadikan umat Islam untuk berkumpul dengan keluarga besar dan digunakan untuk saling
mengungkapkan maaf karena mayoritas umat islam juga mengartikan hari raya idul fitri dengan
“kembali menjadi suci” (Ulumuddin, 2010)1.
Keberagaman budaya yang dimiliki oleh Indonesia membuat perayaan hari raya Idul Fitri
melebur menjadi sebuah tradisi atau budaya yang unik dan menarik untuk dilakukan. Keriuhan
dan kebersamaan saat perayaan hari raya Idul Fitri menjadi salah satu hal yang paling dirindukan
oleh semua masyarakat muslim di Indonesia, karena pada momen hari raya ini semua keluarga
berkumpul dan bersukacita. Di Indonesia banyak sekali tradisi atau budaya yang dilakukan saat
hari raya, salah satu contohnya yaitu tradisi mudik atau bisa disebut juga dengan pulang
kampung. Pada tradisi ini biasanya banyak dilakukan oleh para perantau atau keluarga yang beda
daerah untuk pulang ke kampung halaman masing-masing. Biasanya masyarakat melakukan
mudik disaat libur sebelum hari raya dan transportasi yang digunakan untuk mudik berupa
pesawat terbang, kereta api, kapal laut, bus, dan kendaraan pribadi.
1
Ulumuddin Ihyaul. 2010. Makna Perayaan Hari Raya Idul Fitri dan Hari natal (Analisa Perbandingan Makna).
Fakultas Ushuluddin dan Filsafat. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Di Indonesia mudik merupakan fenomena sosial kultural di masyarakat. Secara harfiah
“mudik” berasal dari kata “udik” yang berarti kampung dan ditambah awalan “m” menjadi
“mudik” yang berarti pulang kampung, sedangkan lebaran adalah perayaan hari raya Idul Fitri
(Fuad, 2011)2. Mudik di Indonesia ini dijadikan sebuah tradisi atau budaya karena setiap
tahunnya para perantau yang beragama islam melakukan mudik disaat menjelang Lebaran
dengan maksud merayakan lebaran Idul Fitri bersama keluarganya. Fenomena mudik dan istilah
mudik terkenal pada tahun 1970-an. Saat itu banyak orang dari desa yang datang ke Jakarta
untuk mencari pekerjaan dan mengubah nasibnya. Para perantau ini biasanya hanya mendapat
jatah libur panjang saat lebaran, jadilah momen libur panjang itu digunakan para perantau untuk
pulang kampung. Fenomena mudik ini dimaknai oleh setiap orang dengan berbeda-beda,
contohnya seperti yang telah dikemukakan oleh salah seorang informan sebagai berikut :
“Alasan pertama aku sekeluarga mudik ke Semarang waktu lebaran ya karena pengen
silaturahmi, selain itu aku pribadi pengen mudik itu karna pengen liburan aja, di Jakarta
sumpek”
Informan tersebut memaknai mudik untuk silahturahmi dan untuk liburan. Manusia
adalah makhluk sosial, maka dari itu manusia harus menjaga kekerabatan dan kedekatannya
dengan orang lain melalui silaturahmi. Selain itu, dengan silahturahmi antarorang dapat juga
merasakan dan menikmati hidup bermasyarakat secara harmonis, damai, tolong-menolong serta
dapat menambah rezeki karena kita jadi banyak relasi. Selain itu informan lainnya juga
mengemukakan pendapatnya:
“kalo di keluargaku mudik itu ajang untuk kita bertemu dengan keluarga kita yang sudah tua”
Informan ini memaknai mudik sebagai wujud bakti seorang anak kepada orangtua. Disaat
perayaan Idul Fitri bakti anak dapat dilihat dengan cara seorang anak yang mendatangi kedua
orangtuanya dan duduk atau bersimpuh di depan orangtuanya sambil memohon maaf atas
berbagai kesalahan dan kekhilafan yang pernah dilakukan olehnya (Majid, no date)3.
2
Fuad, Muskinul. 2011. Makna Hidup di Balik Tradisi Mudik Lebaran (Studi Fenomenologi Atas Pengalaman
Pemudik dalam Merayakan Idul Fitri di Kampung Halaman). Komunika. Vol. 5, No. 1
3
Majid, A. Mudik Lebaran. Universitas Pendidikan Indonesia.
http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/M_K_D_U/195902251985031-ABD_MAJID/ARTIKEL/TEOLOGI_MUDIK.pdf
Tradisi mudik ini sebenarnya adalah bentuk kebutuhan psikologis manusia. Mudik
menimbulkan dorongan keinginan dan kerinduan untuk pulang ke kampung halaman, hal ini
merupakan kerinduan psikologis primordial. Mudik ini juga dapat menghilangkan stress karena
mudik dapat diartikan sebagai liburan dan kita merasakan suasana hati yang senang seperti yang
telah diungkapkan oleh salah seorang informan. Selain itu mudik juga merupakan instrumen
sosial dalam melakukan interaksi komunal untuk saling memaafkan antar sesama manusia,
dengan ini pribadi kita akan menjadi pribadi yang pemaaf dan tidak memiliki dendam antar
sesama manusia.
Dalam perspektif lain, tradisi mudik juga berhubungan dengan kebiasaan manusia untuk
berbuat kebaikan, saling menghormati, dan bekerjasama. Secara psikologis sikap ikhlas, berjabat
tangan dan saling memaafkan akan membangun persepsi dan emosi yang positif. Emosi positif
ini akan memberikan dampak pada memori setiap individu. Selain dampak positif yang telah
dijabarkan diatas, mudik juga memberikan dampak negative untuk beberapa individu, contohnya
mudik memunculkan budaya eufimisme, yaitu penuh dengan kepura-puraan dan memaksakan
diri untuk suatu hal yang dianggap individu itu kurang mampu dilakukannya. Perilaku tersebut
dapat dicontohkan dengan memaksakan diri untuk belanja melebihi batas kemampuannya
(Baidun, 2015)4.
Dampak negative teersebut hampir sama dengan yang diungkapkan oleh salah seorang
informan, yaitu “Saudaraku ada yang setiap lebaran memakai perhiasan yang banyak dan
ibuku selalu menyuruhku untuk memakai perhiasan juga agar aku nggak malu dihadapan
keluarga yang lain”. Dengan contoh dan penjabaran sekilas tentang dampak negative dari mudik
tersebut ini membuktikan bahwa mudik juga mempengaruhi kehidupan sosial dengan cara
membuat masyarakat mengubah perilakunya agar kelas sosialnya tidak menurun serta contoh ini
juga menimbulkan sifat iri, dengki dan ingin selalu mengubah perilakunya agar ia merasa tetap
lebih unggul dari orang lain.
4
Baidun, Akhmad. 2015. Tradisi Mudik Lebaran: Membentuk Karakter “Pemaaf”. Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28278/1/AKHMAD%20BAIDUN-
PSIKOLOGI.pdf
Analisis unsur-unsur paradigma dalam karya etnografi
1. Paradigma
Karya etnografi ini menggunakan paradigma etnosains, yang mana etnosains berarti
seperangkat pengetahuan yang dimiliki oleh suatu masyarakat yang berbeda dengan sistem
pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat yang lain. Etnosains bertujuan memberikan
gambaran tentang masyarakat dan lingkungannya dari perspektif masyarakat yang diteliti.
Berdasarkan pengertian dan tujuan tersebut, peneliti berusaha menyampaikan tentang berbagai
makna mudik menurut masyarakat dan menyampaikan hubungan mudik dengan psikologis dan
kehidupan sosial yang ada di masyarakat.
2. Konsep
3. Asumsi dasar
Asumsi dasar pada paradigma entosains adalah kebudayaan berupa pengetahuan dari proses
belajar secara kolektif yang ada dalam pikiran masyarakat yang terwujud dalam bahasa serta
kebudayaan ini dipahami secara berbeda-beda oleh masyarakat. Berdasarkan pengertian tersebut,
asumsi dasar yang dikemukan oleh beberapa informan yaitu mudik tempat untuk berkumpul
dengan keluarga dan mudik dapat mempengaruhi psikologis manusia dalam hal baik dan buruk.
4. Nilai-nilai
Nilai-nilai yang ada pada paradigma etnosians ini adalah perubahan sikap atau kebiasaan.
Dalam karya etnografi ini mudik dapat merubah pribadi individu menjadi pemaaf, tolong
menolong serta mudik ini dapat mengubah perilaku seorang menjadi tidak ingin kalah
dengan orang lain dengan melakukan segala cara terutama dalam hal konsumerisme
5. Model
kebudayaan berupa pengetahuan dari proses belajar secara kolektif yang ada dalam pikiran
masyarakat yang terwujud dalam bahasa serta kebudayaan ini dipahami secara berbeda-beda oleh
masyarakat.
Makna mudik oleh beberapa informan yaitu : 1) Silahturahmi dan liburan; 2). Sebagai bakti anak ke
orang yang lebih tua
Hubungan mudik dengan psikologis dan kehidupan sosial yang ada di masyarakat dapat membentuk
perubahan sikap atau kepribadian, contohnya dengan individu menjadi lebih pemaaf dan merubah
gaya hidup dan perilaku dalam hal konsumerisme
Permasalahan utama yang diteliti dalam karya etnografi ini adalah perbedaan persepsi antar
masyarakat terkait mudik dan dampak mudik terhadap kehidupan masyarakat.
7. Metode Penelitian
Penelitian karya etnografi ini menggunakan metode kualitatif berupa wawancara dengan
beberapa informan melalui telepon (video call) dikarenakan terhalang oleh pandemic covid-19.
Selain itu, penelitian ini juga menggunakan metode kajian pustaka dengan mencari jurnal, artikel
atau berita-berita yang berkaitan dengan topik mudik untuk melengkapi data wawancara yang
sudah ada.
8. Metode Analisis