Anda di halaman 1dari 10

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Tradisi mudik Lebaran dalam masyarakat Indonesia dari tahun ke tahun sangat mengesankan. Setiap tahun menjelang Lebaran (Idul Fitri), orang dalam jumlah jutaan seakan 'digerakkan' oleh suatu kekuatan luar biasa dari satu tempat (metropolis) yang dianggap sebagai tempat mencari nafkah ke suatu tempat (kampung halaman) lain yang disebut sebagai tempat asal-muasalnya. Menjelang Lebaran, masyarakat Indonesia bergerak dalam jumlah yang sangat menakjubkan. Sehingga budayawan terkemuka, almarhum Umar Kayam (1993), pernah mengatakan bahwa mudik Lebaran itu sebagai 'suatu ritus yang tidak jelas apakah itu suatu keajaiban fenomena agama, fenomena sosial, atau fenomena budaya'. Ritus mudik Lebaran ini telah memindahkan massa manusia dalam jumlah jutaan orang dari suatu kota ke kota lain. Atau, dari suatu kota ke daerah pedesaan (transmigrasi)--terutama di Pulau Jawa, Sumatra, dan Kalimantan--dalam waktu seminggu atau dua minggu secara ulang-alik. Dalam gerak perpindahan ulang-alik ini, jutaan manusia ambil bagian dalam ritus mudik Lebaran tersebut. Dalam makalah ini akan dibahas lebih lanjut mengenai tradisi mudik lebaran yang telah menjadi fenomena sosial maupun budaya bagi masyarakat Indonesia yang sebagian besar gemar merantau.

1.2

Rumusan Masalah Dari uraian di atas dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut: a. b. c. Mengapa mudik dikatakan sebagai suatu fenomena di Indonesia? Apa yang menyebabkan masyarakat melakukan mudik? Apa saja dampak positif dan negatif yang ditimbulkan oleh mudik lebaran? d. Bagaimana mudik dianggap sebagai peristiwa sosial dan ekonomi?

1.3

Batasan Masalah Batasan-batasan masalah untuk makalah ini ialah sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. Mudik sebagai suatu fenomena di masyarakat Indonesia. Faktor-faktor yang menyebabkan masyarakat melakukan mudik. Dampak positif dan negatif mudik lebaran. Fenomena mudik yang mempengaruhi kehidupan sosial dan ekonomi.

1.4

Tujuan Penulisan Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah: a. Mengidentifikasi bagaimana fenomena mudik yang terjadi di Indonesia. b. Mengetahui faktor-faktor penyebab masyarakat Indonesia melakukan mudik. c. d. Menganalisis dampak positif dan negatif yang ditimbulkan oleh mudik Menganalisis bagaimana mudik dianggap sebagai peristiwa yang berpengaruh dalam kehidupan sosial dan ekonomi di Indonesia.

1.5

Metode Penelitian Dalam penulisan makalah ini penulis menggunakan metode: 1. Metode Kepustakaan Penulis menggunakan buku-buku yang berhubungan dengan permasalahan yang diangkat sebagai sumber referensi dan literatur yang mendukung dalam pembuatan makalah ini. 2. Metode Internet Penulis menggunakan media internet untuk membrowsing berbagai informasi yang berkaitan dengan topik yang dibahas.

BAB II ISI

2.1

Mudik Sebagai Suatu Fenomena di Indonesia Mudik pada awalnya merupakan istilah yang digunakan oleh orang-orang

Jawa, yang kemudian menjadi populer ditelinga masyarakat Indonesia. Ada yang menduga istilah ini berasal dari kata "udik" yang berarti arah hulu sungai, pegunungan, atau kampung/desa. Orang yang pulang ke kampung disebut "meudik", yang kemudian dipersingkat menjadi mudik. Jadi pada esensinya, pengertian kata mudik itu adalah orang-orang yang tinggal di kota yang berlayar ke hulu sungai, pulang ke kampung. Di Sumatera Utara, istilah yang digunakan masih lebih akrab dengan "pulang kampung". Pulangnya para pendatang yang tinggal di kota ke desanya menjelang Lebaran (hari raya Idul Fitri), untuk sungkeman kepada kedua orangtua, bersilaturahim dengan keluarga besar dan tetangga. Tradisi mudik menunjukkan, betapa ikatan seseorang dengan tempat kelahirannya saat masih kecil di desa, masih mempunyai makna tersendiri dan menempati ruang kesadaran yang cukup penting. Selama setahun mereka meninggalkan desa kampung halamannya bekerja di kota membanting tulang siang dan malam, bekerja keras untuk memperbaiki nasib, mendapatkan penghasilan yang lebih baik dari sebelumnya, setelah mereka dapatkan semua, kesuksesan sudah di tangannya, ada kerinduan yang sangat mendalam untuk kembali ke kampung halamannya dengan cara mudik lebaran. Ada kepuasan emosional yang dialami dengan mudik, sebab seseorang dapat menunjukan kesuksesan dirinya pada sanak keluarga dan lingkungan tetangga di desa dan apa yang dilakukan di kota dengan segala suka duka, tidak sia-sia. Beberapa tahun belakangan ini, mudik menjadi satu fenomena sosialkeagamaan yang menarik untuk diperbincangkan, karena telah menjadi tradisi yang fenomenal di lingkungan umat Islam Indonesia, terutama pada hari-hari lebaran. Orang-orang kota yang berasal dari udik, tentu saja merasa tidak afdal jika kegiatan halal bi halal hanya dilakukan di kota, karena sebagian besar sanak-

keluarga dan kuburan leluhurnya ada di udik. Untuk itu mudik menjadi satu keharusan dan menjadi bagian dari tradisi lebaran di negeri ini. Suatu tradisi yang cukup unik, hanya menjadi milik umat Muslim Indonesia. Fenomena mudik ini kalau diruntutkan merupakan sebuah mata rantai yang terjadi sebagai hasil masyarakat (umat islam) dalam menyikapi fenomena lebaran. Dimana adanya pergeseran makna mengenai lebaran atau dalam agama dinamakan Idul Fitri menjadi hal yang penting untuk diperhatikan. Perbincangan terhadap fenomena ini menjadi penting karena nuansa yang terkandung di dalamnya yang dapat dianalisis dari berbagai pendekatan baik teologis, sosiologis, maupun ekonomis. Mudik dan lebaran merupakan fenomena yang tidak terpisahkan. Pro dan kontra selalu mewarnai fenomena tersebut setiap tahunnya. Fenomena mudik ini, dimulai sejak sekitar tahun 1970-an, ketika masyarakat Indonesia terutama di Jawa mulai memandang bulan Ramadhan sebagai suatu ritual yang harus dirayakan secara khusus dengan berbagai kemeriahannya, termasuk budaya Mudik Lebaran. Saat ini, tradisi mudik lebaran telah bergeser dari sekedar sebuah proses ritual untuk mengakhiri puasa Ramadhan menjadi sebuah momentum silaturahmi yang sangat kental muatan sosialnya. Ritual ini telah melewati lintas batas agama dan etnis serta menjadi budaya Indonesia yang sangat khas. Tradisi mudik lebaran ini, sebenarnya terkait erat dengan sistem kekerabatan yang melihat keluarga sebagai keluarga luas (extended family). Dengan demikian, menjadi tidak aneh ketika setiap lebaran akan selalu diselenggarakan pertemuan-pertemuan yang melibatkan keluarga luas tersebut. Hal inilah yang menyebabkan orang akan terdorong untuk berkumpul dengan para kerabatnya. Berkenaan dengan fenomena mudik, sebenarnya kita tidak bisa mengatakan itu sebagai gejala set-back, kemunduran atau keterbelakangan. Banyak orang yang beranggapan bahwa tradisi mudik lebaran merupakan sesuatu hal yang primitif, namun sebenarnya tradisi mudik seperti di Indonesia ini juga menjadi fenomena bagi masyarakat modern.

2.2

Faktor Penyebab Terjadinya Mudik Ada beberapa faktor yang menyebabkan masyarakat melakukan tradisi

mudik setiap tahunnya, yaitu pertama, arus migrasi dari desa ke kota yang terus terjadi. Ini tidak terlepas akibat masih terjadinya ketimpangan pembangunan antara desa dengan kota. Implementasi otonomi daerah tampaknya masih belum cukup untuk membendung arus migrasi dari desa ke kota. Solusi terbaik untuk mengatasi problem ini adalah mengimplementasikan pembangunan berkonsep tata ruang agar pembangunan di berbagai wilayah dapat berjalan selaras. Tanpa kebijakan demikian, kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah seperti Operasi Penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL), Operasi Yustisi Kependudukan (OYK) tidak akan menyelesaikan masalah bahkan justru akan menuai masalah baru. Kedua, adalah suatu kenyataan bahwa tradisi mudik telah menjadi budaya yang memiliki muatan-muatan psiko-sosial disamping muatan religius. Faktor kedua inilah yang tampaknya sulit untuk dirubah karena menyangkut budaya yang telah mengakar kuat pada masyarakat Indonesia. Apapun bentuknya, tradisi mudik lebaran merupakan sebagian warisan turun temurun budaya bangsa yang akan tetap lestari sepanjang masa seiring dengan sebagian kebutuhan hidup manusia berupa interaksi sosial, sosialisasi dan budaya itu sendiri. Lebih dari itu merupakan perpaduan yang tak ada duanya dengan ritual agama yang dianut oleh sebagian besar anak bangsa. Sungguh suatu momentum yang luar biasa seandainya juga dipakai sebagai upaya memupuk rasa kesetiakawanan sosial dan saling menghormati atau solidaritas antar umat seagama yang berbeda aliran bahkan antar agama berlainan yang konon terkesan semakin rapuh.

2.3

Dampak Positif dan Negatif Mudik Lebaran Aspek positif dari tradisi mudik lebaran yaitu semangat kekeluargaan, dan

saling memaafkan sebenarnya dapat dikemas sebagai sebuah modal sosial untuk membantu mengatasi krisis kepercayaan yang menjadi persoalan bangsa ini. Krisis kepercayaan yang dihadapi oleh bangsa ini sudah sedemikian akut, tidak sekedar krisis kepercayaan antara dunia luar terhadap negeri ini, melainkan juga

krisis kepercayaan internal antara rakyat terhadap pemerintah, elite-elite politik maupun para pemimpin agama. Maraknya separatisme disintegrasi, konflik bernuansa SARA, macetnya dialog antar elite merupakan contoh dari krisis kepercayaan tersebut. Sebuah bangsa yang mengalami krisis kepercayaan akan sulit mengembangkan jaringan ekonomi dan birokrasi yang sehat, efisien dan tahan lama karena tidak ada kekuatan yang saling menghubungkan dan menyangganya. Mengingat pentingnya unsur kepecayaan sebagai komponen dasar bagi sebuah pemerintahan yang demokratis, maka momentum lebaran tahunan ini akan menjadi lebih bermakna dan tidak sekedar menjadi ritual belaka ketika semua elemen masyarakat menyadari tentang arti penting semangat kekeluargaan yang menjadi inti dari tradisi mudik lebaran ini. Dalam hal inilah sangat penting untuk menggugah kesadaran masyarakat untuk membangun semangat

kekeluargaan dan saling memaafkan. Semangat kekeluargaan tersebut harus dibangun dari lingkup yang paling kecil yaitu keluarga, masyarakat kemudian ke lingkup yang paling luas yaitu negara. Meskipun tradisi mudik lebaran membawa dampak positif yakni menambah solidaritas kekeluargaan semakin kuat, akan tetapi tradisi ini juga membawa dampak negatif bagi kota maupun desa. Bagi kota, tradisi mudik adalah awal dari persoalan pembangunan kota, karena pada umumnya jumlah penduduk yang melakukan arus balik lebih besar dibandingkan dengan jumlah penduduk yang melakukan arus mudik. Bertambahnya jumlah penduduk kota akan menimbulkan berbagai masalah baik masalah fisik seperti kemerosotan lingkungan,

berkembangnya pemukiman kumuh, kebutuhan perumahan, masalah transportasi, kemacetan lalu lintas maupun masalah-masalah sosial yang khas seperti masalah pengangguran, anak jalanan, gelandangan, pengemis, kenakalan remaja bahkan sampai pada Pekerja Seks Komersial (PSK).

2.4

Mudik Sebagai Peristiwa Sosial dan Ekonomi Ada tiga makna penting yang terkandung dalam tradisi mudik lebaran ini,

yaitu peristiwa agama, sosial dan ekonomi. Sebagai suatu peristiwa sosial, mudik bermakna pemenuhan kepentingan berkumpul secara primordial dan emosional

untuk mempererat hubungan silaturahim. Di masyarakat kita, tradisi mudik Lebaran adalah merupakan peristiwa sosial yang besar atau yang tertinggi dan melibatkan interaksi manusia yang sangat banyak. Besaran secara kuantitatif dalam peristiwa mudik ini membuat tradisi ini menjadi masalah sosial yang tertinggi. Karena dalam sejarah kita, mobilisasi masyarakat terbesar tanpa ada komando hanya terjadi pada saat mudik Lebaran. Sebagai peristiwa ekonomi, mudik Lebaran merupakan peristiwa ekonomi yang tertinggi setiap tahun, karena peristiwa mudik itu dapat memberikan pemerataan ekonomi di seluruh Indonesia. Mudik lebaran telah menggerakkan secara lebih cepat roda perekonomian yang bermakna sebagai pemerataan atau pemulangan uang (perputaran uang) yang menumpuk di kota ke daerah-daerah. Suatu kesempatan orang desa untuk menerima uang dari kota. Namun biasanya hal itu dilakukan secara berlebihan, hingga mengarah pada pamer kekayaan, kesombongan diri, sehingga lebih banyak aspek-aspek mubazirnya daripada keuntungannya. Pamer keberhasilan dengan simbol-simbol barang mewah, seperti pakaian, barang elektronik, jam tangan dan sebagainya. Agar mereka dianggap berhasil, maka para pemudik akan memamerkan barang-barang mewah meskipun barangbarang tersebut diperoleh dari hasil hutang. Bagi mereka yang yang penting adalah gengsi. Bagi masyarakat desa, tradisi mudik lebaran ini menjadi masalah sosial yang tidak kalah serius. Hal ini dikhawatirkan akan merusak kultur desa yang lebih santun. Gaya hidup yang mereka bawa dari kota juga seringkali membawa ekses negatif bagi pola perilaku masyarakat desa. Sikap pamer keberhasilan tersebut akan menumbuhkan persoalan konsumerisme masyarakat pedesaan. Dalam hal ini, masyarakat desa akhirnya hanya akan menjadi sasaran pasar dari para pemilik kapital. Kondisi ini sebenarnya juga menjadi embrio bagi munculnya ketimpangan antara desa dan kota. Pamer kesuksesan inilah yang terkadang menimbulkan keinginan dari keluarga dan tetangga ingin ikut ke kota bersamanya, menumpang kesuksesannya sebagai jembatan mengubah nasib, maka terjadilah arus urbanisasi besar-besaran.

BAB III PENUTUP

3.1

Kesimpulan 1. Tradisi mudik lebaran merupakan sebuah proses ritual untuk mengakhiri puasa Ramadhan dan sebuah momentum silaturahmi yang sangat kental muatan sosialnya. Ritual ini telah melewati lintas batas agama dan etnis serta menjadi budaya Indonesia yang sangat khas. 2. Ada 2 faktor yang menyebabkan masyarakat di Indonesia setiap tahunnya melaksanakan ritual mudik yaitu arus migrasi dari desa ke kota (urbanisasi) yang terus terjadi dikarenakan sebagai akibat masih terjadinya ketimpangan pembangunan antara desa dengan kota dan merupakan tradisi yang telah membudaya, yang memiliki muatanmuatan psiko-sosial disamping muatan religius sehingga sulit untuk dirubah karena menyangkut budaya yang telah mengakar kuat pada masyarakat Indonesia. 3. Dampak positif dari tradisi mudik ini ialah semangat kekeluargaan, dan saling memaafkan sehingga dapat menjadi sebuah modal sosial untuk membantu mengatasi krisis kepercayaan yang menjadi persoalan bangsa. Sedangkan dampak negatif tradisi mudik ini mengakibatkan persoalan pembangunan di kota, karena pada umumnya jumlah penduduk di kota menjadi bertambah setiap tahun yang dapat menimbulkan berbagai masalah baik masalah fisik maupun masalah sosial yang khas. 4. Mudik berpengaruh terhadap kehidupan sosial di Indonesia yang merupakan peristiwa sosial terbesar karena melibatkan interaksi manusia yang sangat banyak atau mobilisasi masyarakat terbesar tanpa ada komando. Sedangkan untuk kehidupan ekonomi, mudik menggerakkan secara lebih cepat roda perekonomian sehingga dapat memberikan pemerataan ekonomi di seluruh Indonesia.

3.2

Saran Mudik yang terjadi di Indonesia khususnya yang selalu terjadi pada saat

menjelang lebaran merupakan fenomena unik yang hanya dimiliki oleh bangsa Indonesia. Ada baiknya jika hal ini tetap dilestarikan karena telah menjadi ciri khas masyarakat Indonesia menjelang Idul Fitri namun tentunya tidak terlepas dari peran pemerintah dan aparatur negara agar dapat selalu mengawasi kelancaran dan ketertibannya serta mengantisipasi berbagai kemungkinan merugikan seperti kecelakaan transportasi dan bertambahnya jumlah urbanisasi, sehingga dapat mengurangi resiko yang tidak diingikan dikemudian hari.

DAFTAR PUSTAKA

Mawardi dan Nur Hidayati. 2007. Ilmu Alamiah Dasar, Ilmu Sosial Dasar, Ilmu Budaya Dasar (IAD, ISD, IBD) untuk UIN, STAIN, PTAIS. Bandung : Pustaka Setia Setiadi, M. Elly, dkk. 2007. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar Edisi Kedua. Jakarta : Kencana

http://hempri.blogspot.com/2008/10/tradisi-mudik-lebaran-dan-problema.html http://socialpolitic-article.blogspot.com/2009/03/fenomena-ritus-mudiklebaran.html http://umum.kompasiana.com/2009/09/28/seputar-tradisi-mudik-lebaran-1perpaduan-antara-kegiatan-ekonomiritual-agamatradisi-budaya-sertasosialisasi-dan-interaksi-sosial-yang-harmonis/ http://www.beritaindonesia.co.id/visi-berita/makna-mudik-lebaran http://www.celotehmalik.co.cc/2010/09/fenomena-mudik-lebaran-suatukajian.html http://www.radarbanten.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&artid=58 302 http://www.waspada.co.id/index.php/images/index.php?option=com_content&vie w=article&id=52593:memaknai-tradisi-mudiklebaran&catid=25:artikel&Itemid=44

10

Anda mungkin juga menyukai