Anda di halaman 1dari 19

Makalah Dinamika Peran Indonesia

dalam Perdamaian Dunia Sesuai


dengan UUD 1945

Disusun Oleh: Kelompok 4

Berald Bagoes Wildan

Mayyadha Putri Santosa

Muhammad Yazid Y

Nadira Chandra Aryani

Shella Agustiana
Kata Pengantar
Puji syukur pada kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat,
rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan tugas tentang Mengupas
Penyelenggaraan Kekuasaan Negara ini dengan tepat waktu .
Kami sebagai penulis dan manusia yang tidak sempura menyadari
makalah ini masih banyak kekurangan yang harus dipenuhi, oleh karena itu
kami memohon kesadaran para pembaca dan selalu memberikan kritikan dan
saran demi kesempurnaan makalah yang akan datang.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembacanya.

Jakarta, 28 Agustus 2017

Penulis
Daftar Isi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam suatu negara tidak dapat berdiri sendiri. Seperti halnya individu sebagai
makhluk sosial. Negara tentunya akan memerlukan negara atau komponen yang lain. Bahkan
ada pula negara yang memiliki keterkaitan serta ketergantungan dalam aspek ekonomi, sosial,
dan politik. Jika adanya keterkaitan antar negara dengan negara lain tersebut tentunya ada
sebuah hubungan yang baik. Salah satunya merupakan negara kita sendiri yaitu negara
indonesia dengan negara-negara lain. Dinamakan masyarakat global, ditandai adanya saling
ketergantungan antar bangsa, adanya persaingan yang ketat dalam suatu kompetisi dan dunia
cenderung berkembang kearah perebutan pengaruh antar bangsa, baik lingkup regional,
ataupun lingkup global.

Namun pada kenyataanya masih banyak hubungan yang bertentangan antara negara
satu dengan yang lain. Yang mengakibatkan terjadinya konflik dan terusiknya perdamaian
dunia. Konflik biasanya dipicu dengan adanya masalah dalam hal sosial, ekonomi, politik,
agama maupun kebudayaan. Terjadinya konflik akibat adanya keserakahan, kurang saling
menghargai dan mengerti antara satu dengan yang lain. Dari masalah di atas dalam makalah
ini akan membahas mengenai apa yang dimaksud dengan perdamaian dunia itu sendiri, cara
mewujudkan perdamaian dunia serta partisipasi indonesia dalam perdamaian dunia.

1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana posisi negara dalam era global?


2. Apakah pengertian dari perdamaian dunia?
3. Apakah Indonesia sudah turut serta dalam perdamaian dunia ?
4. Bagaimana cara mewujudkan perdamaian dunia?
5. Bagaimana sistem pertahanan dan keamanan negara?

1.3. Tujuan

1. Mengetahui bagaimana posisi negara dalam era global.


2. Mengetahui yang dimaksud perdamaian dunia.
3. Mengetahui partisipasi Indonesia dalam perdamaian dunia.
4. Mengetahui bagaimana cara mewujudkan perdamaian dunia.
5. Mengetahui sistem pertahanan dan keamanan negara.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Posisi Negara Dalam Era Global

Sebagai suatu pendekatan, kondisi dan sebuah doktrin dasar nasional, ketahanan
nasional merupakan strategi pengembangan kemampuan nasional melalui
penyelenggaraan kesejahteraan dan keamanan yang seimbang pada seluruh aspek
pendidikan. Kemampuan nasional yang dikembangkan diharapkan mampu menghadapi
ancaman yang dapat membahayakan kelangsungan hidup bangsa dan negara.

Dalam membahas ketahanan nasional, sekarang ini kita tidak dapat melepaskan
diri dari pengaruh seluruh serta perkembangan kehidupan internasional. Hal ini karena
globalisasi dan perkembangan diluar negara turut mempengaruhi kelangsungan hidup
bangsa dan negara. Globalisasi adalah proses sosial yang muncul sebagai akibat dari
kemajuan dan inovasi tekhnologi serta perkembangan informasi dan komunikasi.

Namun, sebagai sebuah proses, globalisasi memiliki karakteristik sebagai


berikut :

1. Terkait erat dengan kemajuan teknologi, arus informasi, dan komunikasi lintas
batas negara.
2. Tidak dapat dilepaskan dari adanya akumulasi kapital, tingginya arus
investasi, keuangan, dan perdagangan global.
3. Berkaitan dengan semakin tingginya intesitas perpindahan manusia, barang,
jasa, dan pertukaran budaya yang lintas batas negara.
4. Ditandai dengan semakin meningkatnya tingkat keterkaitan dan
ketergantungan tidak hanya antar bangsa / negara tetapi juga antar masyarakat.

Globalisasi abad XXI diyakini berpengaruh besar terhadap kehidupan suatu


bangsa. Globalisasi akan menimbulkan ancaman dan tantangan yang ditengarai bisa
berdampak negatif bagi bangsa dan negara. Namun, disisi lain globalisasi
memberikan peluang yang akan berdampak positif bagi kemajuan suatu bangsa.

Oleh karena itu, dalam era seluruh ini perlu kita ketahui macam-macam
ancaman atau tantangan apa yang diperkirakan dapat melemahkan posisi negara-
bangsa. Perlu disadari bersama bahwa globalisasi menghadirkan fenomena-fenomena
baru yang sebelumnya belum pernah dihadapi oleh negara-bangsa. Fenomena baru itu
misalnya hadirnya perusahaan multinasional, semakin luasnya perdagangan seluruh,
dan persoalan lingkungan hidup.
Dalam mengahadapi globalisasi ini, bangsa-bangsa di dunia memberi respons
atau tanggapan yang dapat dikategorikan sebagai berikut :

a. Sebagian bangsa menyambut positif globalisasi karena dianggap sebagai jalan


keluar baru untuk perbaikan nasib umat manusia.
b. Sebagian masyarakat yang kritis menolak globalisasi karena dianggap sebagai
bentuk baru penjajahan (kolonialisme) melalui cara-cara baru yang bersifat
transnasional dibidang politik, ekonomi, dan budaya.
c. Sebagian yang lain tetap menerima globalisasi sebagai sebuah keniscayaan
akibat perkembangan teknologi informasi dan transportasi, tetapi tetap kritis
terhadap akibat negatif globalisasi.

Tampaknya bagi negara-negara Indonesia, globalisasi merupakan sesuatu yang


tidak bisa ditolak. Berbagai kebijakan yang dilakukan pemerintah Indonesia
menyiratkan bahwa Indonesia ikut serta dalam arus global. Misalnya dengan ikut serta
dalam forum WTO, APEC, dan AFTA. Globalisasi perlu diwaspadai dan dihadapi
dengan sikap arif bijaksana. Salah satu sisi negatif dari globalisasi adalah semakin
menguatnya nilai-nilai materialistik pada masyarakat Indonesia. Disisi lain nilai-nilai
solidaritas sosial, kekeluargaan, keramahtamahan sosial dan rasa cinta tanah air yang
pernah dianggap sebagai kekuatan kekuatan pemersatu dan ciri khas bangsa
Indonesia, makin pudar. Sisi negatif ini dimungkinkan karena masuknya nilai-nilai
global. Inilah yang menyebabkan krisis pada jati diri bangsa.

Disamping itu, diupayakan pula pembangunan moral bangsa yang


mengedepankan nilai-nilai kejujuran, amanah, keteladanan, sportifitas, disiplin, etos
kerja, gotong royong, kemandirian, sikap toleransi, rasa malu, dan tanggung jawab.
Tujuan tersebut dilaksanakan pula melalui pengarusutamaan nilai-nilai budaya pada
setiap aspek pembangunan. Kegiatan pokok yang akan ditempuh antara lain adalah :

1. Aktualisasi nilai moral dan agama.


2. Revitalisasi dan reaktualisasi budaya lokal yang bernilai luhur termasuk
didalamnya pengembangan budaya maritim.
3. Transformasi budaya melalui adopsi dan adaptasi nilai-nilai baru yang
positif untuk memperkaya dan memperkokoh khazanah budaya bangsa,
seperti orientasi pada peningkatan kinerja, budaya kritis, akuntabilitas dan
penerapan iptek.
2.2. Pengertian Perdamaian Dunia

Dalam studi perdamaian, perdamaian dipahami dalam dua pengertian. Pertama,


perdamaian adalah kondisi tidak adanya atau berkurangnya segala jenis kekerasan. Kedua,
perdamaian adalah transformasi konflik kreatif non-kekerasan. Dari dua definisi di atas dapat
disimpulkan bahwa perdamaian adalah apa yang kita miliki ketika transformasi konflik yang
kreatif berlangsung secara tanpa kekerasan. Perdamaian selain merupakan sebuah keadaan,
juga merupakan suatu proses kreatif tanpa kekerasan yang dialami dalam transformasi (fase
perkembangan) suatu konflik. Umumnya pemahaman tentang kekerasan hanya merujuk pada
tindakan yang dilakukan secara fisik dan mempunyai akibat secara langsung. Batasan seperti
ini terlalu minimalistis karena rujukannya berfokus pada peniadaan atau perusakan fisik
semata.

Kendati pun demikian, pengertian perdamaian tidak berhenti di situ. Perdamaian


bukan sekedar soal ketiadaan kekerasan atau pun situasi yang anti kekerasan. Lebih jauh dari
itu perdamaian seharusnya mengandung pengertian keadilan dan kemajuan. Perdamaian
dunia tidak akan dicapai bila tingkat penyebaran penyakit, ketidakadilan, kemiskinan dan
keadaan putus harapan tidak diminimalisir. Perdamaian bukan soal penggunaan metode
kreatif non-kekerasan terhadap setiap bentuk kekerasan, tapi semestinya dapat menciptakan
sebuah situasi yang seimbang dan harmoni, yang tidak berat sebelah bagi pihak yang kuat
tetapi sama-sama sederajat dan seimbang bagi semua pihak. Jadi perdamaian dunia
merupakan tiadanya kekerasan, kesenjangan, terjadinya konflik antar negara di seluruh dunia.
2.3. Mewujudkan Perdamaian Dunia

Ketika ada seseorang ataupun Negara yang lebih suka menyerukan peperangan,
mungkin saja hati nuraninya telah mati. Sebab semua yang hati nuraninya masih berfungsi
tentu akan memilih perdamaian. Bukankah perdamaian itu tidak sulit dan lebih memberikan
harapan? Mengapa harus kita persulit? Sebenarnya tidak sesulit yang kita bayangkan, andai
saja semua orang dan seluruh Negara di dunia ini mau bersama-sama “saling bergandengan
tangan” dan berkomitmen untuk terus menyerukan dan mewujudkan perdamaian dunia.

Sudah saatnya kini kita hapuskan paradigma bahwa mewujudkan sebuah perdamaian
itu sulit. Paradigma bahwa mewujudkan perdamaian itu sulit hanya akan terus membelenggu
fikiran kita dan menjadi batu sandungan yang menjegal segala upaya perdamaian itu sendiri.
Penulis terkadang merasa miris, mengapa begitu mudahnya kita serukan konflik dan
peperangan? Sementara itu begitu sulit hanya untuk sebuah perdamaian yang mana demi
kehidupan bangsa juga seluruh Negara yang lebih baik. Ini tentu menjadi PR untuk bangsa
Indonesia khususnya dan seluruh Negara di dunia yang masih bernurani tentunya.

Kita bersama harus yakin bahwa suatu saat nanti perdamaian dunia akan benar-benar
terwujudkan. Tentu yakin saja tidak cukup dan tidak akan pernah mengubah keadaan. Harus
ada upaya-upaya nyata yang kita lakukan bersama Negara-negara di seluruh penjuru dunia.
Selama ini memang sering ada upaya-upaya diplomasi dan pertemuan antar Negara guna
menciptakan perdamaian dunia. Pada akhirnya yang dihasilkan seperti biasa yaitu butir-butir
kesepakatan atau semacam perjanjian bersama yang selama ini belum banyak mampu
merubah keadaan.

Ada beberapa solusi atau upaya menurut Cipto Wardoyo yang harus dilakukan demi
mewujudkan perdamaian dunia, antara lain:

1. Melalui Pendekatan Cultural (Budaya)

Untuk mewujudkan perdamaian kita harus mengetahui budaya tiap-tiap masyarakat


ataupun sebuah Negara. Jika tidak akan percuma saja segala upaya kita. Dengan mengetahui
budaya tiap-tiap masyarakat atau sebuah Negara maka kita bisa memahami karakteristik dari
masyarakat atau Negara tersebut. Atas dasar budaya dan karakteristik masyarakat atau suatu
Negara, kita bisa mengambil langkah-langkah yang tepat dan efektif dalam mewujudkan
perdamaian disana. Pendekatan budaya ini merupakan cara yang paling efektif dalam
mewujudkan perdamaian di masyarakat Indonesia serta dunia.

2. Melalui Pendekatan Sosial dan Ekonomi

Dalam hal ini pendekatan sosial dan ekonomi yang dimaksudkan terkait masalah
kesejahteraan dan faktor-faktor sosial di masyarakat yang turut berpengaruh terhadap upaya
perwujudan perdamaian dunia. Ketika masyarakatnya kurang sejahtera tentu saja lebih rawan
konflik dan kekerasan di dalamnya. Masyarakat atau Negara yang kurang sejahtera biasanya
akan “tidak perduli” atas isu dan seruan perdamaian. Maka untuk mendukung upaya
perwujudan perdamaian dunia yang harus dilakukan terlebih dahulu adalah meningkatkan
pemerataan kesejahteraan seluruh masyarakat dan Negara di dunia ini.
3. Melalui Pendekatan Politik

Melalui pendekatan budaya dan sosial ekonomi saja belum cukup efektif untuk
mewujudkan perdamaian dunia. Perlu adanya campur tangan politik, dalam artian ada agenda
politik yang menekankan dan menyerukan terwujudnya perdamaian dunia. Terlebih lagi bagi
Negara-negara maju dan adidaya yang memiliki power atau pengaruh dimata dunia. Negara-
negara maju pada saat-saat tertentu harus berani menggunakan power-nya untuk “melakukan
sedikit penekanan” pada Negara-negara yang saling berkonflik agar bersedia berdamai
kembali. Bukan justru membuat situasi semakin panas, dengan niatan agar persenjataan
mereka terus dibeli.

4. Melalui Pendekatan Religius (Agama)

Pada hakikatnya seluruh umat beragama di dunia ini pasti menginginkan adanya
perdamaian. Sebab saya kira tidak ada agama yang mengajarkan kejahatan, kekerasan
ataupun peperangan. Semua Negara mengajarkan kebaikan, yang diantaranaya kepedulian
dan perdamaian. Maka dari itu setiap kita yang mengaku beragama dan ber-Tuhan tentu
harus memiliki kepedulian dalam turut serta mewujudkan perdamaian di masyarakat maupun
di kancah dunia. Para tokoh agama yang dianggap memiliki karisma dan pengaruh besar di
masyarakat harus ikut serta aktif menyerukan perdamaian.

Di lingkungan masyarakat sekarang ini banyak kita telah menemukan masalah-


masalah yang terjadi dan sering menimbulkan masalah di tengah tengah masyarakat yang
kurang memahami satu dengan yang lainnya. Sebaiknya agar terjadi perdamaian dunia adalah
kesadaran dari diri sendiri dan pemikiran, perbuatan yang tidak semena-mena agar tidak
terjadi kesalahpahaman dan konflik atau keributan di tengah masyarakat.

Kita harus memiliki suatu tujuan yang sama dengan orang lain untuk bersatu dan
berjuang demi mewujudkan perdamaian dunia. Kita juga harus saling mengalah, tidak egois
dan selalu menghargai orang lain. Jika kita hanya berpikir untuk kepentingan kita sendiri
tanpa memikirkan dampaknya terhadap orang lain, kebersamaan pun tentu tidak akan
terbentuk dengan baik. Dari kebersamaan tersebut, akan menjadi awal mula bisa
terbentuknya perdamaian. Setelah terbentuknya kebersamaan juga diiperlukan kesadaran.
Maksud dari kesadaran itu adalah kita dituntut untuk sadar terhadap situasi sekitar kita.

Contohnya dengan :

- Sadar dibentuknya peraturan, kita patut dan wajib mematuhi peraturan.


- Sadar terhadap kekurangan dan kelebihan orang lain.
- Sadar bahwa kita memiliki perbedaan dengan orang lain seperti suku, adat-
istiadat, agama, ras, dan status sosial.
- Sadar untuk mengendalikan diri dan menempatkan diri

Jadi dengan semua cara itu, kita dituntut untuk menjalin hubungan sesama dengan
baik, sehingga perdamaian dunia akan cepat terwujud.
2.4. Partisipasi Indonesia bagi Perdamaian Dunia

1. Pelaksanaan Konferensi Asia Afrika (KAA) 1955

Berakhirnya Perang Dunia II pada bulan Agustus 1945, tidak berarti berakhir pula
situasi permusuhan di antara bangsa-bangsa di dunia dan tercipta perdamaian dan keamanan.
Ternyata di beberapa pelosok dunia, terutama di belahan bumi Asia Afrika, masih ada
masalah dan muncul masalah baru yang mengakibatkan permusuhan yang terus berlangsung,
bahkan pada tingkat perang terbuka, seperti di Jazirah Korea, Indo Cina, Palestina, Afrika
Selatan, Afrika Utara.

Masalah-masalah tersebut sebagian disebabkan oleh lahirnya dua blok kekuatan yang
bertentangan secara ideologi maupun kepentingan, yaitu Blok Barat dan Blok Timur. Blok
Barat dipimpin oleh Amerika Serikat dan Blok Timur dipimpin oleh Uni Sovyet. Tiap-tiap
blok berusaha menarik negara-negara Asia dan Afrika agar menjadi pendukung mereka. Hal
ini mengakibatnkan tetap hidupnya dan bahkan tumbuhnya suasana permusuhan yang
terselubung diantara dua blok itu dan pendukungnya. Suasana permusuhan tersebut dikenal
dengan nama “Perang Dingin”.

Timbulnya pergolakan di dunia disebabkan pula masih adanya penjajahan di bumi


kita ini, terutama di belahan Asia dan Afrika. Memang sebelum tahun 1945, pada umumnya
dunia Asia dan Afrika merupakan daerah jajahan bangsa Barat dalam aneka bentuk. Tetapi
sejak tahun 1945, banyak di daerah Asia Afrika menjadi negara merdeka dan banyak pula
yang masih berjuang bagi kemerdekaan negara dan bangsa mereka seperti Aljazair, Tunisia,
dan Maroko di wilayah Afrika Utara; Vietnam di Indo Cina; dan di ujung selatan Afrika.

Beberapa negara Asia Afrika yang telah merdeka pun masih banyak yang menghadapi
masalah-masalah sisa penjajahan seperti Indonesia tentang Irian Barat, India dan
Pakistan.Sementara itu bangsa-bangsa di dunia, terutama bangsa-bangsa Asia Afrika, sedang
dilanda kekhawatiran akibat makin dikembangkannya senjata nuklir yang bisa memusnahkan
umat manusia. Situasi dalam negeri di beberapa Asia Afrika yang telah merdeka pun masih
terjadi konflik antar kelompok masyarakat sebagai akibat masa penjajahan (politik divide et
impera) dan perang dingin antara Blok dunia tersebut. Walaupun pada masa itu telah ada badan
internasional yaitu Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang berfungsi menangani masalah-
masalah dunia, namun nyatanya badan ini belum berhasil menyelesaikan persoalan tersebut.

Sedangkan kenyataannya, akibat yang ditimbulkan oleh masalah-masalah ini, sebagian


besar diderita oleh bangsa-bangsa di Asia Afrika. Keadaan itulah yang melatarbelakangi lahirnya
gagasan untuk mengadakan Konferensi Asia Afrika. Pada awal tahun 1954, Perdana Menteri
Ceylon (Srilangka) Sir Jhon Kotelawala mengundang para Perdana Menteri dari Birma (U Nu),
India (Jawaharlal Nehru), Indonesia (Ali Sastroamidjojo), dan Pakistan (Mohammed Ali) dengan
maksud mengadakan suatu pertemuan informal di negaranya.

Konferensi Kolombo telah menugaskan Indonesia agar menjajaki kemungkinan untuk


diadakannya Konferensi Asia Afrika. Dalam rangka menunaikan tugas itu Pemerintah
Indonesia melakukan pendekatan melalui saluran diplomatik kepada 18 negara Asia Afrika.
Maksudnya, untuk mengetahui sejauh mana pendapat negara-negara tersebut terhadap ide
mengadakan konferensi tersebut. Ternyata pada umumnya negara-negara yang dihubungi
menyambut baik ide tersebut dan menyetujui Indonesia sebagai tuan rumah pelaksanaan
konferensi.

Pada tanggal 18 April 1955 Konferensi Asia Afrika dilangsungkan di Gedung


Merdeka Bandung. Konferensi dimulai pada jam 09.00 WIB dengan pidato pembukaan oleh
Presiden Republik Indonesia Ir. Soekarno. Sidang-sidang selanjutnya dipimpin oleh Ketua
Konferensi Perdana Menteri RI Ali Sastroamidjojo.Konferensi Asia Afrika di Bandung
melahirkan suatu kesepakatan bersama yang merupakan pokok-pokok tindakan dalam usaha
menciptakan perdamaian dunia. Ada sepuluh pokok yang dicetuskan dalam konferensi
tersebut, maka itu disebut Dasasila Bandung.

Dasasila Bandung

1. Menghormati hak-hak dasar manusia dan tujuan-tujuan, serta asas-asas


kemanusian yang termuat dalam piagam PBB.
2. Menghormati kedaulatan dan integritas teritorial semua bangsa.
3. Mengakui persamaan semua suku-suku bangsa dan persamaan semua bangsa
besar maupun kecil.
4. Tidak melakukan campur tangan dalam soal-soal dalam negara lain.
5. Menghormati hak-hak tiap bangsa untuk mempertahankan diri secara sendirian
atau secara kolektif, yang sesuai dengan piagam PBB.
6. Tidak melakukan tekanan terhadap negara-negara lain.
7. Tidak melakukan tindakan-tindakan atau ancaman agresi terhadap integritas
teritorial dan kemerdekaan negara lain.
8. Menyelesaikan segala perselisihan internasional dengan jalan damai seperti
perundingan, persetujuan, dan lain-lain yang sesuai dengan piagam PBB.
9. Memajukan kerjasama untuk kepentingan bersama.
10. Menghormati hukum dan kewajiban-kewajiban internasional.

2. Gerakan Non-Blok/ Non Align Movement(NAM)

Gerakan Non-Blok (GNB) atau Non Align Movement(NAM) adalah suatu gerakan
yang dipelopori oleh negara-negara dunia ketiga yang beranggotakan lebih dari 100 negara-
negara yang berusaha menjalankan kebijakan luar negeri yang tidak memihak dan tidak
menganggap dirinya beraliansi dengan Blok Barat atau Blok Timur. Gerakan Non Blok
merepresentasikan 55 persen penduduk dunia dan hampir 2/3 keanggotaan PBB. Mayoritas
negara-negara anggota GNB adalah negara-negara yang baru memperoleh kemerdekaan
setelah berakhirnya Perang Dunia II, dan secara geografis berada di benua Asia, Afrika dan
Amerika Latin.

Setelah berakhirnya Perang Dunia II, tepatnya di era 1950-an negara–negara di dunia
terpolarisasi dalam dua blok, yaitu Blok Barat di bawah pimpinan Amerika Serikat dan Blok
Timur di bawah pimpinan Uni Soviet. Pada saat itu terjadi pertarungan yang sangat kuat antara
Blok Barat dan Timur, era ini dikenal sebagai era perang dingin (Cold War) yang berlangsung
sejak berakhirnya PD II hingga runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1989. Pertarungan antara Blok
Barat dan Timur merupakan upaya untuk memperluas sphere of dan sphere of influence. Dengan
sasaran utama perebutan penguasaan atas wilayah-wilayah potensial di seluruh dunia.

Dalam pertarungan perebutan pengaruh ini, negara-negara dunia ketiga (di Asia,
Afrika, Amerika Latin) yang mayoritas sebagai negara yang baru merdeka dilihat sebagai
wilayah yang sangat menarik bagi kedua blok untuk menyebarkan pengaruhnya. Akibat
persaingan kedua blok tersebut, muncul beberapa konflik terutama di Asia, seperti Perang
Korea, dan Perang Vietnam. Dalam kondisi seperti ini, muncul kesadaran yang kuat dari para
pemimpin dunia ketiga saat itu untuk tidak terseret dalam persaingan antara kedua blok
tersebut.

GNB menempati posisi khusus dalam politik luar negeri Indonesia karena Indonesia
sejak awal memiliki peran sentral dalam pendirian GNB. KAA tahun 1955 yang
diselenggararakan di Bandung dan menghasilkan Dasa Sila Bandung yang menjadi prinsip-
prinsip utama GNB, merupakan bukti peran dan kontribusi penting Indonesia dalam
mengawali pendirian GNB. Tujuan GNB mencakup dua hal, yaitu tujuan ke dalam dan ke
luar. Tujuan kedalam yaitu mengusahakan kemajuan dan pengembangan ekonomi, sosial, dan
politik yang jauh tertinggal dari negara maju. Tujuan ke luar, yaitu berusaha meredakan
ketegangan antara Blok Barat dan Blok Timur menuju perdamaian dan keamanan dunia.
Untuk mewujudkan tujuan tersebut, negera-negara Non Blok menyelenggarakan Konferensi
Tingkat Tinggi (KTT). Pokok pembicaraan utama adalah membahas persoalan-persoalan
yang berhubungan dengan tujuan Non Blok dan ikut mencari solusi terbaik terhadap
peristiwa-peristiwa internasional yang membahayakan perdamaian dan keamanan dunia.

Dalam perjalanan sejarahnya sejak KTT I di Beograd tahun 1961, Gerakan Non Blok
telah 16 kali menyelenggarakan Konferensi Tingkat Tinggi, yang terakhir KTT XVI yang
berlangsung di Teheran pada Agustus 2012. Indonesia sebagai salah satu pendiri GNB pernah
menjadi tuan rumah penyelenggaraan KTT GNB yang ke X pada tahun 1992. KTT X ini
diselenggarakan di Jakarta, Indonesia pada September 1992 – 7 September 1992, dipimpin
oleh Soeharto. KTT ini menghasilkan “Pesan Jakarta” yang mengungkapkan sikap GNB
tentang berbagai masalah, seperti hak azasi manusia, demokrasi dan kerjasama utara selatan
dalam era pasca perang dingin. KTT ini dihadiri oleh lebih dari 140 delegasi, 64 Kepala
Negara. KTT ini juga dihadiri oleh Sekjen PBB Boutros Boutros Ghali

3. Misi Pemeliharaan Perdamaian Garuda

Dalam rangka ikut mewujudkan perdamaian dunia, maka Indonesia memainkan sejumlah
peran dalam percaturan internasional. Peran yang cukup menonjol yang dimainkan oleh
Indonesia adalah dalam rangka membantu mewujudkan pemeliharaan perdamaian dan keamanan
internasional. Dalam hal ini Indonesia sudah cukup banyak pengirimkan Kontingen Garuda
(KONGA) ke luar negeri. Sampai tahun 2014 Indonesia telah mengirimkan kontingen Garudanya
sampai dengan kontingen Garuda yang ke duapuluh tiga (XXIII).
4. Pembentukan ASEAN

Menjelang berakhirnya konfrontasi Indonesia-Malaysia, beberapa pemimpin bangsa-


bangsa Asia Tenggara semakin merasakan perlunya membentuk suatu kerjasama regional
untuk memperkuat kedudukan dan kestabilan sosial ekonomi di kawasan Asia Tenggara.
Pada tanggal 5-8 Agustus di Bangkok dilangsungkan pertemuan antarmenteri luar negeri dari
lima negara, yakni Adam Malik (Indonesia), Tun Abdul Razak (Malaysia), S Rajaratman
(Singapura), Narciso Ramos (Filipina) dan tuan rumah Thanat Khoman (Thailand). Pada 8
Agustus 1967 para menteri luar negeri tersebut menandatangani suatu deklarasi yang dikenal
sebagai Bangkok Declaration.

Deklarasi tersebut merupakan persetujuan kesatuan tekad kelima negara tersebut


untuk membentuk suatu organisasi kerja sama regional yang disebut Association of South
East Asian Nations (ASEAN).

Menurut Deklarasi Bangkok, Tujuan ASEAN adalah:

1. Mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial dan perkembangan kebudayaan


di Asia Tenggara.
2. Memajukan stabilisasi dan perdamaian regional Asia Tenggara.
3. Memajukan kerjasama aktif dan saling membantu di negara- negara anggota dalam
bidang ekonomi, sosial, budaya, teknik, ilmu pengetahuan dan administrasi.
4. Menyediakan bantuan satu sama lain dalam bentuk fasilitas-fasilitas latihan dan
penelitian.
5. Kerjasama yang lebih besar dalam bidang pertanian, industri, perdagangan,
pengangkutan, komunikasi serta usaha peningkatan standar kehidupan rakyatnya.
6. Memajukan studi-studi masalah Asia Tenggara.
7. Memelihara dan meningkatkan kerjasama yang bermanfaat dengan organisasi-
organisasi regional dan internasional yang ada.

Dari tujuh pasal Deklarasi Bangkok itu jelas, bahwa ASEAN merupakan organisasi
kerjasama negara-negara Asia Tenggara yang bersifat non politik dan non militer.
Keterlibatan Indonesia dalam ASEAN bukan merupakan suatu penyimpangan dari kebijakan
politik bebas aktif, karena ASEAN bukanlah suatu pakta militer seperti SEATO misalnya.
ASEAN sangat selaras dengan tujuan politik luar negeri Indonesia yang mengutamakan
pembangunan ekonomi dalam negeri, karena terbentuknya ASEAN adalah untuk
mempercepat pembangunan ekonomi, stabilitas sosial budaya, dan kesatuan regional melalui
usaha dengan semangat tanggungjawab bersama dan persahabatan yang akan menjamin
bebasnya kemerdekaan negara-negara anggotanya.

Kerjasama dalam bidang ekonomi juga merupakan pilihan bersama para anggota
ASEAN. Hal itu disadari karena negara-negara ASEAN pada saat itu adalah negara-negara yang
menginginkan pertumbuhan ekonomi. Meskipun demikian kerja sama dalam bidang lain seperti
bidang politik dan militer tidak diabaikan. Indonesia dan Malaysia misalnya melakukan kerja
sama militer untuk meredam bahaya komunis di perbatasan kedua negara di Kalimantan.
Malaysia dan Thailand melakukan kerja sama militer di daerah perbatasannya untuk
meredam bahaya komunis. Akan tetapi Deklarasi Bangkok dengan tegas menyebutkan bahwa
pangkalan militer asing yang berada di negara anggota ASEAN hanya bersifat sementara dan
keberadaannya atas persetujuan negara yang bersangkutan.Pada masa-masa awal berdirinya
ASEAN telah mendapat berbagai tantangan yang muncul dari masalah-masalah negara
anggotanya sendiri. Seperti masalah antara Malaysia dan Filipina menyangkut Sabah, sebuah
wilayah di Borneo/Kalimantan Utara. Kemudian persoalan hukuman mati dua orang anggota
marinir Indonesia di Singapura, kerusuhan rasialis di Malaysia, dan permasalahan minoritas
muslim di Thailand Selatan.

Selain menghadapi permasalahan-permasalahan yang muncul dari negara-negara


anggotanya sendiri, seperti potensi konflik yang telah dijelaskan sebelumnya. Tantangan
ASEAN pada awal berdirinya adalah masalah keraguan dari beberapa negara-negara
anggotanya sendiri. Singapura misalnya, menampakan sikap kurang antusias terhadap
ASEAN, sementara Filipina dan Thailand meragukan efektivitas ASEAN dalam melakukan
kerja sama kawasan. Hanya Indonesia dan Malaysia yang menunjukkan sikap serius dan
optimis terhadap keberhasilan ASEAN sejak organisasi tersebut didirikan.

Keraguan beberapa negara anggota ASEAN sendiri dapat dimaklumi karena pada
masa 1969-1974 dapat dikatakan sebagai tahap konsolidasi ASEAN. Pada tahap tersebut
secara perlahan rasa solidaritas ASEAN terus menebal dan hal itu menumbuhkan keyakinan
bahwa lemah dan kuatnya ASEAN tergantung partisipasi negara-negara anggotanya. Pada
perjalanan selanjutnya ASEAN mulai menunjukkan sebagai kekuatan ekonomi yang
mendapat tempat di wilayah Pasifik dan kelompok ekonomi lainnya di dunia seperti
Masyarakat Ekonomi Eropa dan Jepang.

Selain sikap meragukan yang muncul dari beberapa negara anggotanya, tantangan
lainnya adalah munculnya citra kurang menguntungkan bagi ASEAN dari beberapa negara
luar. RRC menuduh bahwa ASEAN merupakan suatu proyek “pemerintah fasis Indonesia”
yang berupaya menggalang suatu kelompok kekuatan di kawasan Asia Tenggara yang
menentang Cina dan komunisme. RRC juga menuduh bahwa dalang dari kegiatan yang
diprakarsai oleh “pemerintah fasis Indonesia” tersebut adalah Amerika Serikat. Uni Soviet
tidak menunjukkan sikap penentangan, tetapi menganjurkan agar ASEAN digantikan oleh
sebuah lembaga keamanan bersama bangsa-bangsa Asia, yaitu Asian Collective Security
System. Citra kurang menguntungkan dari ASEAN juga muncul dari Jepang. Jepang bahkan
meramalkan ASEAN akan bubar dalam waktu yang singkat. Sikap dan penilaian berbeda dari
negara luar ASEAN muncul dari negara-negara Barat, terutama Amerika Serikat. Mereka
menyambut positif berdirinya ASEAN. Hal itu dapat dipahami karena negara-negara Barat
sangat menginginkan suatu kawasan damai dan perkembangan ekonomi di kawasan tersebut
untuk meredam bahaya komunisme di Asia Tenggara.
5. Peran Indonesia pada Organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa

Selain keikutsertaan melalui Kontingen Garuda dalam operasi pemeliharaan PBB,


Indonesia tercatat sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB. Sampai saat ini,
Indonesia sudah 3 (tiga) kali menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB, yaitu :

1. Keanggotaan Pertama Periode 1973 – 1974.


2. Keanggotaan Kedua Periode 1995 – 1996.
3. Keanggotaan Ketiga Periode 2007 – 2008.

Dukungan yang luas terhadap keanggotaan Indonesia di Dewan Keamanan ini merupakan
cerminan pengakuan masyarakat internasional terhadap peran dan sumbangan Indonesia
selama ini dalam upaya menciptakan keamanan dan perdamaian baik pada tingkat kawasan
maupun global. Peran dan kontribusi Indonesia tersebut mencakup antara lain keterlibatan
pasukan Indonesia di berbagai misi penjagaan perdamaian PBB sejak tahun 1957, upaya
perdamaian di kawasan seperti Kamboja dan Filipina Selatan, dalam konteks ASEAN ikut
serta menciptakan tatanan kawasan dibidang perdamaian dan keamanan, serta peran aktif
diberbagai forum pembahasan isu perlucutan senjata dan non-proliferi nuklir.

Dengan terpilih menjadi anggota, berarti Indonesia akan mengemban kepercayaan


masyarakat internasional untuk berpatisipasi menjadi Dewan Keamanan sebagai badan yang
efektif untuk menghadapi tantangan – tantangan global dibidang perdamaian dan keamanan
saat ini.

Proses lahirnya kebijakan politik luar negeri Indonesia bebas aktif dan dinamikanya sejak
kemerdekaan hingga masa reformasi, serta peran aktif Indonesia dalam memelihara
perdamaian dunia baik di tingkat regional dan global. Peran tersebut sesuai dengan komitmen
bangsa sebagaimana tertuang dalam alinea ke empat UUD 1945, yang menekankan
pentingnya peran Indonesia dalam ikut serta mewujudkan perdamaian dunia yang
berdasarkan kemerdekaan dan perdamaian abadi.
2.5. Keamanan dan Pertahanan Negara

Sistem Pertahanan dan Keamanan negara adalah suatu sistem pertahanan dan
keamanan yang komponennya terdiri dari seluruh potensi, kemampuan, dan kekuatan
nasional untuk mewujudkan kemampuan dalam upaya pertahanan dan keamanan negara
dalam mencapai tujuan nasional. Komponen kekuatannya terdiri dari berikut ini:

1. Komponen utama, yaitu ABRI dan cadangan TNI.


2. Komponen Perlindungan Masyarakat (Linmas).
3. Komponen pendukung, yaitu sumber daya dan prasarana nasional.

Undang-Undang Dasar 1945 Bab XII berjudul "Pertahanan dan Keamanan Negara".
Dalam bab itu, Pasal 30 Ayat (1) menyebut tentang hak dan kewajiban tiap warga negara ikut
serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara. Ayat (2) menyebut "usaha pertahanan
dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta
oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebagai
kekuatan utama, dan rakyat sebagai kekuatan pendukung".

Keterlibatan pasukan TNI dalam misi pemeliharaan perdamaian dunia sesuai dengan
ketentuan hukum nasional. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara
menyebutkan bahwa salah satu tugas TNI adalah melaksanakan kebijakan pertahanan negara
yang salah satunya ikut serta secara aktif dalam tugas pemeliharaan perdamaian regional dan
internasional. Selanjutnya, Undang-Undang No.34 Tahun 2004 tentang TNI lebih mempertegas
lagi dimana disebutkan bahwa salah satu tugas pokok TNI dalam Operasi Militer.

Selain Perang adalah Operasi Pemeliharaan Perdamaian Dunia. Tentunya pelaksanaan


dari penugasan tersebut selalu dilakukan sesuai dengan kebijakan politik luar negeri
Indonesia serta ketentuan yang berlaku dalam hukum nasional.

Hakikat pertahanan negara adalah segala upaya pertahanan bersifat semesta, yang
penyelenggaraannya didasarkan pada kesadaran atas hak dan kewajiban warga negara serta
keyakinan pada kekuatan sendiri. Penyelenggaraan Pertahanan dan Keamanan Negara
berdasarkan prinsip-prinsip seperti berikut:

1. Bangsa Indonesia berhak dan wajib membela serta mempertahankan kemerdekaan


negara.
2. Bahwa upaya pembelaan negara tersebut merupakan tanggung jawab dan
kehormatan setiap warga negara yang dilandasi asas:
a. Keyakinan akan kekuatan dan kemampuan sendiri
b. Keyakinan akan kemenangan dan tidak kenal menyerah (keuletan)
c. Tidak mengandalkan bantuan atau perlindungan negara atau kekuatan asing.
3. Pertentangan yang timbul antara Indonesia dengan bangsa lain akan selalu
diusahakan dengan cara-cara damai. Perang adalah jalan terakhir yang dilakukan
dalam keadaan terpaksa.
4. Pertahanan dan keamanan keluar bersifat defensif-aktif yang mengandung
pengertian tidak agresif dan tidak ekspansif. Ke dalam bersifat preventif-aktif yang
mengandung pengertian sedini mungkin mengambil langkah dan tindakan guna
mencegah dan mengatasi setiap kemungkinan timbulnya ancaman.
5. Bentuk perlawanan rakyat Indonesia dalam membela serta mempertahankan
kemerdekaan bersifat kerakyatan dan kesemestaan.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan

Perdamaian dunia merupakan tiadanya kekerasan, kesenjangan, terjadinya konflik


antar negara di seluruh dunia. Upaya untuk mewujudkan perdamaian dunia dilakukan
dalam pendekatan budaya, pendekatan sosial dan ekonomi, pendekatan politik dan
pendekatan kebudayaan. Selain itu, dengan melaksanakan amanat Pembukaan UUD 1945
Alenia IV Indonesia berpartisipasi dalam perdamaian dunia.
Daftar Pustaka
- http://irmayunittaa.blogspot.co.id dengan sedikit
perubahan
- readyygo.blogspot.com
- http://www.markijar.com/
- www.kemlu.go.id

Anda mungkin juga menyukai