Anda di halaman 1dari 4

Mudik pada Momen Hari Raya Idul Fitri di Indonesia sebagai Modal Mempererat

Tali Persatuan dan Kekeluargaan.

Aditya Pratama (2006587360)

Pendahuluan

Mudik merupakan fenomena sosial budaya yang sudah mandarah daging pada
masyarakat Indonesia. Berbagai alasan rasional sepertinya tidak bisa menjelaskan fenomena
ini erat kaitannya dengan nilai-nilai budaya bangsa Indonesia. Setahun sekali tidak ada
perjalanan pulang pergi sekedar untuk menghilangkan rasa rindu, namun mengandung arti
lain Lebih dalam dari itu, tentunya jika hanya ingin khawatir rindu dengan keluarga atau
kampung halaman bisa dilakukan di lain waktu di luar lebaran. (A H Arribathi & Qurotul
Aini, 2018).

Mudik juga telah menjadi sebuah bagian penting dalam kehidupan sosial masyarakat
Indonesia tidak hanya untuk melepas rindu pada keluarga yang telah lama tidak bertemu,
mudik juga salah satu ajang untuk mempererat tali persaudaraan. Mudik juga merupakan
salah satu Langkah praktis untuk saling mengenal darimana garis keturunan keluarga berasal
dan berasal dari silsilah keluarga siapa momen moment seperti ini selalu di tunggu tunggu
waktu mudik yaitu pada acara halalbihalal. Nilai nilai yang terdapat pada tradisi mudik ini
senantiasa terwariskan pada generasi ke generasi seperti nilai kekeluargaan, keharmonisan
dan nilai sopan santun atau unggah ungguh.

Ketiga nilai tersebut lekat adanya membangun sebuah fenomena perayaan hari suci
yang di nantikan oleh segenap umat muslim khususnya di Indonesia. Kehangatan tradisi hari
raya dan semaraknya pelaksanaan hari raya idul fitri kental dirasakan di desa desa Ketika
semua anggota keluarga yang berasal dari kota mudik ke kampung halaman. Tempat yang
sering dituju dalam tradisi mudik ini adalah orang tua maupun orang yang di tuakan.

Kehangatan serta keharmosisan yang terjadi pada moment hari raya Idul Fitri menjadi
bekal dan wujud nilai nilai kerukunan yang terjalin di masyarakat Indonesia. Bahkan para
pemudik tidak memikirkan besaran nominal uang yang harus dikeluarkan akan tetapi lebih
kepada moment kebersamaan, keharmonisan, dan kekeluargaan yang dicari serta moment
tersebut hanya terjadi setahun sekali sehingga para pemudik memanfaatkannya secara
maksimal.

Nilai Nilai pada tradisi Mudik

Tradisi Mudik merupakan tradisi yang lazim dilakukan oleh masyarakat Indonesia,
walaupun di era sekarang ini Indonesia berada di zaman globalisasi dimana kecepatan
teknologi informasi tidak dapat dielakkan lagi di tambah dengan dunia serasa tidak ada sekat
atau batasanya. Hal ini seharusnya membuat tradisi mudik bisa berganti menjadi lebih
canggih atau via daring, akan tetapi faktanya mudik masih menjadi primadona masyarakat
Indonesia.

Budaya Mudik memang merupakan warisan atau bahkan kebutuhan. tetapi melalui
pendekatan moral dan spiritual diisyaratkan sebagai wujud bakti anak kepada orang tuanya.
Tradisi Sungkeman, maaf maafan dan berziarah untuk mendoakan anggota keluarga yang
telah meninggal menunjukkan bahwa mudik bukan hanya perjalanan fisik, tetapi juga
perjalanan spiritual. Sungkeman atau mencium tangan orang tua bukan hanya bentuk kontak
fisik, tetapi memiliki makna spiritual spiritual, karena orang tua dapat dilihat sebagai
mediator anak mengenal tuhannya , ikatan batin dengan orang tua dan kewajiban mendoakan
Anggota keluarga seperti itu membantu menjaga tradisi mudik (A H Arribathi & Qurotul
Aini, 2018).

Kembali juga mengukuhkan fitrah manusia sebagai makhluk sosial.Kebersamaan dan


kekeluargaan yang manis terjadi antara satu orang dan satu sama lain saat kembali ke rumah.
Melalui keramahtamahan kita kembali diingatkan bahwa manusia tidak dapat melakukan ini
mempertahankan hidup dan hidup tanpa bantuan dan interaksi dengan orang lain. Terakhir,
sebagai bagian dari kepulangan, keramahtamahan menjadi perjalanan yang sangat manusiawi
dan cara interaktif membangun toleransi seperti kunjungan rumah dan pertemuan juga
dilakukan dan ditenun oleh orang-orang dari berbagai latar belakang, termasuk yang
beragama (A H Arribathi & Qurotul Aini, 2018).

Menurut sosiologUniversitas Gajah Mada Arie Sudjito Ada beberapa hal yang
menyebabkan kegagalan teknologi dapat menggantikan tradisi kembali. Salah satunya karena
teknologinya belum sampai Bagian dari budaya dasar Indonesia, terutama di masyarakat
pedesaan. Sehingga perantau hanya mengantre untuk tiket, kereta api dan pesawat untuk
mencapai kampung halaman saya sebelum Lebaran. Namun, bukan berarti tidak ada tradisi
mudik bisa menghilang Tradisi mudik mungkin sudah mulai memudar, namun relatif
bertahan lama. Setidaknya ada 4 hal yang diperjuangkan orang saat pulang kampung dan
susah digantikan oleh teknologi. Carilah berkah dengan terlebih dahulu berhubungan dengan
orang tua, kerabat dan tetangga. Kedua, terapi psikologis. Sebagian besar imigran bekerja di
kota Baiknya memanfaatkan momen lebaran untuk refreshing dari pekerjaan sehari-hari.
Sehingga ketika kembali bekerja, Kondisi tubuh menjadi segar. Ketiga, ingat asal usulnya.
Banyak pemudik yang sudah memiliki anaknya, sehingga pemudik bisa pulang untuk
memperkenalkan mengenai silsilah keluarga dan garis keturunan kepada generasi
penerusnya. Dan keempat adalah realisasi diri. Banyak pemudik menjadikan mudik sebagai
tempat dimana kamu bisa menunjukkan diri sebagai seseorang yang telah berhasil mengadu
Nasib di kota-kota besar (Aria Sudjito: 2012).

Pada tradisi mudik yang dilakukan masyarakat Indonesia setidaknya terdapat


beberapa nilai yang ditemukan,

1. Nilai Kebersamaan dan Kekeluargaan, Tidak dapat dipungkiri bahwa momen


lebaran dan mudik merupakan momen dimana para pemudik berkumpul Kembali
di kampung halaman, selain itu juga moment mudik ini menjadikan terhubungnya
Kembali tali silaturahmi antar keluarga.
2. Nilai Kesatuan dan persatuan yang kokoh, kegiatan mudik ini juga mendorong
terciptanya kesatuan dan persatuan. Hal ini dapat di amati Ketika musim mudik
di momen hari raya idul fitri para warga masyarakat saling maaf memaafkan
saling anjang sana anjang sini dan pasti juga adanya tradisi berbagi makanan.
Moment seperti ini jelas menjadikankerukunan di antara para masyarakat sekitar
terjalin secara harmonis. Tidak jarang para pemudik dari Ibu Kota atau rantauan
tidak luput dari di sambut dan di nanti nanti kehadirannya selain karena rasa rindu
yang telah lama tidak bertemu juga karena ingin bertukar informasi dan cerita
selama di rantauan.
3. Nilai Toleransi , Tidak semua orang bisa merasakan mudik di kampung halaman
hal itu bisa dikarenakan pekerjaannya, dana , dan tidak adanya kesempatan yang
sesuai. Nilai toleransi yang sangat tinggi di tonjolkan oleh masyarakat Indonesia
pada kesempatan ini yaitu dengan tetap merayakan lebaran walaupun via
telephon. Selain itu keluarga di rumah juga tidak mewajibkan para pemudik untuk
tiba di kampung halaman tepat saat hari raya akan tetapi orang orang dirumah
lebih mementingkan aspek keselamatan sampai dengan selamat di kampung
halaman. Sehingga di beberapa kasus dapat ditemui bahwa suatu keluarga di
kampung itu ada yang merayakan lebaran bersama sanak keluarga jauhnya itu
pada waktu hari H , ada juga yang setelah hari raya bahkan tidak merayakannya
bersama sanak keluarga jauh.

Penutup

Mudik merupakan warisan tradisi leluhur yang sarat akan makna di dalamnya.
Khususnya nilai nilai spiritual dan sosial masyarakat, nilai spiritual terkait tradsi mudik ini
adalah wujud bakti anak kepada orang tuanya dan leleuhurnya yang di lakukan dengan
tradisi sungkeman dan berziarah ke makam leluhur. Selain itu nilai sosial yang dapat di
teladani adalah nilai nilai kebersamaan, kekeluargaan dan toleransi sehingga terciptanya
tatanan masyarakat yang harmonis.

Daftar Pustaka

Meinarno, E. A., Putri, M. A., & Fairuziana. (2019). Isu-isu kebangsaan dalam ranah
psikologi Indonesia. Dalam S. E. Hafiz & E. A. Meinarno (Eds), “Psikologi Indonesia”.
Jakarta: Rajawali Pers.

Aini, A. H. (2018). MUDIK DALAM PERSPEKTIF BUDAYA DAN AGAMA (Kajian


Realistis Perilaku Sumber Daya Manusia). Core UK , 7-8.

Anda mungkin juga menyukai