Anda di halaman 1dari 3

Nama : Azka Hasbia Zahrani

NIM : P17334121452

Kelas : D4 2B

Mudik dan Silaturahmi Virtual

Tresna Wiwitan (Dosen Fakultas Ilmu Komunikasi – Unisba)

Tradisi budaya Mudik menjelang hari raya Idul Fitri bukan hanya terjadi di Indonesia tetapi
juga di Malaysia, Turki, Arab Saudi, dan Mesir. Masyarakat disana melakukan mudik di saat
menjelang Idul Fitri. Selain itu juga masyarakat Tiongkok melakukan mudik pada tahun baru
Imlek, masyarakat India melakukan mudik pada perayaan Diwali, dan di Amerika Serikat juga
tradisi mudik terjadi di saat perayaan Thanksgiving. Mudik dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) berarti berlayar atau pergi. Secara epistemologi mudik berarti pulang ke
kampung halaman. Mudik ke kampung halaman merupakan salah satu upaya untuk
melepaskan diri dari kepenatan aktivitas masyarakat kota yang cenderung individualistik.
Mudik berarti pula kembali kepada keluarga, keluarga merupakan institusi paling tua dan
paling dasar dari semua institusi manusia. Disinilah tempat seseorang untuk pertama kalinya
merasakan kasih sayang, ketulusan, pemberian, kesedihan, dan keluarga merupakan tempat
orang-orang memulai kehidupan. Masyarakat Indonesia yang cenderung mengedepankan
kolektivitas, ketergantungan terhadap keluarga cenderung tinggi sehingga budaya mudik selalu
ditunggu-tunggu di saat hari raya Idul Fitri (Lebaran)
Mudik merupakan simbol atau tanda yang disepakati untuk digunakan masyarakat Indonesia
untuk pulang ke kampung halaman, hubungan antara simbol yang dipilih dan arti yang
disepakati kadang berubah-ubah. Konon budaya mudik sudah ada sejak jaman kerajaan
Majapahit, mudik telah menjadi tradisi dalam kultur masyarakat Indonesia. Budaya mudik di
konstruksi dan disebarkan berulang-ulang dari generasi ke generasi lainnya sehingga menjadi
suatu ‘kebenaran’ atau ‘pengetahuan’ di masyarakat. Pengetahuan ini seringkali menjadi
kebenaran mutlak (taken for granted) di masyarakat dalam kurun waktu tertentu. Seperti yang
disampaikan Peter L. Berger dan Thomas Luckman dalam Teori Konstruksi Sosial yang
menjelaskan bahwa ‘realitas dikontruksi secara sosial ketika seseorang atau kelompok
berinteraksi bersama dalam suatu sistemsa sosial’. Publik menciptakan dan mengkonstruksi
berbagai realitas yang terjadi melalui kegiatan komunikasi dan bahasa adalah simbol yang
paling penting dalam mengkonstruksi realitas.
Mudik dan lebaran merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Said Aqiel Siradj (2006)
menegaskan makna tradisi lebaran sebenarnya menyamai spirit spiritual-vertikal. Dalam arti
orang-orang yang merayakan harus kembali kepada kefitrian (kesucian) jatidiri
kemanusiaannya sebagai hamba Allah SWT. Hal ini terkateoit dengan ibadah shaum yang
dilakukan selama satu bulan, spritual-vertikal manusia ditempuh dengan ibadah dan akan
sempurna jika dilanjutkan pada kesalehan sosial-horizontal. Silaturahim menjadi wujud
konkrit dalam tradisi Lebaran. Mudik seharusnya dimaknai bukan hanya pulang ke kampung
tetapi dimaknai dengan menyambung tali silaturahmi dengan keluarga, saudara, kerabat, dan
sahabat.
Di saat pandemi pemerintah melarang masyarakat untuk mudik ke kampung halaman, banyak
yang kecewa dengan aturan pemerintah ini. Apabila kita menyepakati bahwa Lebaran itu
silaturahmi, di era teknologi komunikasi ini silaturahmi tidak hanya bisa dilakukan secara
luring (pulang ke kampung halaman) tetapi bisa juga silaturahmi secara virtual menggunakan
berbagai platform yang tersedia, bisa whatsapp, google meet atau zoom. Lebih dari satu
tahun ini kita sudah terbiasa melakukan aktivitas secara daring (online), tidak ada salahnya
Lebaran ini pun kita melakukan silaturahim virtual.
Tidak mudah untuk merubah kebiasaan yang sudah menjadi bagian dari kultur masyarakat,
tidak mudah untuk membiasakan silaturahim virtual sebagai pengetahuan yang ‘taken for
granted bagi masyarakat Indonesia. Saat ini perkembangan teknologi komunikasi
memungkinkan diskursus masyarakat yang semakin luas, sehingga mempengaruhi pemahaman
mudik dan silaturahmi. Teori Konstruksi Sosial menurut Allen (2005), mendorong individu
untuk bersikap meragukan dan mengkritisi konstruksi tentang dunia yang ada selama ini.
Artinya konstruksi masyarakat mengenai mudik adalah pulang kampung dan silaturahim
dengan keluarga dapat dikritisi menjadi pulang kampung dan silaturahmi secara virtual.
Proses konstruksi ini sangat ditentukan oleh situasi yang ada, dengan situasi pandemi saat ini,
dimana kita harus mematuhi protokol kesehatan dengan menjaga jarak, menghindari
kerumuman dan menggunakan masker sangat memungkinkan untuk mengkonstruksi kembali
makna Mudik dan Silaturahmi.
Teori Konstruksi Sosial memandang bahwa individu secara aktif terlibat dalam dialog-dialog
publik, di dalam dialog ini media massa biasanya menjadi fasilitator dan juga investigator.
Peran media massa dan media online sangat penting dalam mengkonstuksi atau membangun
pemahaman masyarakat mengenai makna mudik dan silaturahim. Dalam kontek ini, suatu isu
akan berkembang jika semakin banyak orang yang mengkonstruksi realitas tersebut, jika
persepsi masyarakat terakumulasi maka memungkinkan terbangunnya suatu realitas sosial.
Regester dan Larkin (2008) menyatakan; ‘perception is the reality’, persepsi dalam pikiran
seseorang dapat mempengaruhi dirinya dalam memaknai realitas.
Saat ini dunia masih menghadapi krisis kesehatan, India memasuki tahapan tsunami covid-19,
dimana masyarakatnya mulai lalai menjalankan protokol kesehatan. Upacara keagamaan
menjadi salah satu pemicu munculnya tsunami covid-19 di India. Bercermin dari kasus di India
pemerintah Indonesia mengeluarkan aturan melarang mudik di saat Lebaran perlu kesadaran
dari semua pihak untuk mendukung aturan tersebut. Kita perlu merekonstruksi kembali makna
Mudik dan Silaturahmi di saat Lebaran, realitas Lebaran bisa dilakukan melalui Mudik dan
Silaturahmi Virtual. Perlu dukungan dari pihak media massa dan media online untuk
mengkonstruksi realitas tersebut. Sayangi orangtua dan sanak saudara kita di kampung, mari
kita konstruksi makna Mudik dan Silaturami menjadi “Mudik dan Silaturahmi Virtual”.
Silaturahim virtual tidak akan mengurangi keutamaan makna silaturahim, seperti apa yang
terdapat dalam Hadist Rasulullah SAW; “Barang siapa ingin dilapangkan rezekinya dan
ditambahkan umurnya, maka hendaklah menjalin silaturrahim” (HR. Bukhari)

Keterangan:
Teknik Komunikasi Informatif

i Teknik Komunikasi Persuasif


e
d Teknik Komunikasi Koersif
r
Teknik Komunikasi Instruktif
a

Anda mungkin juga menyukai