Anda di halaman 1dari 246

Puji Qomariyah

BUDAYA membaca dunia anak


M A S U K dunia
anak membaca dunia
anak membaca
KAMPUS

Pengantar :
Prof. Dr. Sunjoto. Dip. H.E., DEA
Puji Qomariyah

BUDAYA MASUK KAMPUS


membaca dunia anak, anak membaca dunia, dunia anak membaca

LocuS
Budaya Masuk Kampus
Membaca dunia anak, anak membaca dunia, dunia anak membaca
Hak Cipta © Puji Qomariyah

UWMY 15112011

Penulis : Puji Qomariyah


Penyelaras bahasa : Moh. Jauhar al-Hakimi
Co-writer & Data : Ajeng Anggin PH | Siti Fatimah | Wahyu Tri Widodo | Moh.
Hasruddin | Moh. Miftah Falah.
Foto : Tommy Theo L Ariawan | Rio Indar Atmoko D | Moh. Jauhar al-Hakimi

Hak cipta dilindungi oleh undang-undang


Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian
atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit

Perpustakaan Nasional : Katalog Dalam Terbitan (KDT)


Puji Qomariyah,
Budaya Masuk Kampus, Membaca dunia anak, anak membaca dunia,
dunia anak membaca Cet 1.
Yogyakarta : Penerbit Locus, 2011
xxix + 225 hlm; 14 cm x 21 cm

Pertama kali diterbitkan dalam bahasa Indonesia


oleh Penerbit LocuS
Jurusan Sosiologi UWMY
nDalem Mangkubumen KT III/237
Yogyakarta - 55132

ISBN : : 978-602-19430-0-7
Pengantar - i -

Pendidikan, Jalansutra Membangun Budaya dan Karakter Bangsa

oleh : Prof. Dr. Sunjoto Dip. H.E., DEA 1)

“...Apabila kita simak bersama, dampak paling menonjol


yang terjadi di era globalisasi sekarang ini adalah terjadinya
akselerasi teknologi dan informasi yang secara luar biasa telah
berhasil menembus batas-batas fisik yang sebelumnya sulit
untuk kita bayangkan akan terjadi. Adanya perubahan ini,
secara langsung maupun tidak langsung akan melahirkan
terjadinya pergeseran peran dan fungsi dari masyarakat yang
membuahkan tantangan baru bagi kita. Arus komunikasi
kapitalis yang diperkuat dengan mekanisme pasar yang serba
cepat telah memasuki setiap celah kehidupan kita, sehingga
perlu diimbangi dengan komunikasi budaya yang lebih
mengedepankan pada nilai-nilai luhur budaya bangsa dan
kemanusiaan kita sendiri. Itu jualah yang kemudian menjadi
tantangan terbesar yang harus kita hadapi dalam membangun
manusia agar lebih berbudaya dan lebih bermartabat...”

Kutipan pidato Gubernur Propinsi DI Yogyakarta Sri Sultan


Hamengkubuwana X pada pembukaan Pekan Budaya Masuk Kampus 2011
Universitas Widya Mataram Yogyakarta (UWMY) memberikan pesan yang
sangat jelas akan pentingnya upaya pelestarian budaya melalui komunikasi
yang tepat.

                                                            
1 Guru Besar Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada

Yogyakarta. Rektor UWMY periode 2008-2011.


- ii – Pengantar

Di tengah terjangan budaya global sekarang ini, pemberdayaan dan


penguatan terhadap keberadaan seni tradisi rupanya perlu segera
diupayakan. Nilai-nilai tradisi yang selama ini dianggap tidak berubah,
orisinil, abadi, langgeng, dan a-historis kini dituntut untuk menemukan posisi
dan maknanya yang baru. Karena itu disamping langkah rekonstruksi, upaya
dekonstruksi juga mesti dilakukan. Dekonstruksi dilakukan pada budaya
bukan dalam pengertian ekstrim pembongkaran dan penghancuran
melainkan melalui reinterpretasi dan inovasi. Pemikiran ini dilandasi bahwa
kesenian adalah merupakan proses kebudayaan yang selalu dinamis dan
akan berpeluang eksis dalam sanggaan kreativitasnya.
Secara filosofis, pembangunan karakter bangsa merupakan sebuah
kebutuhan asasi dalam proses berbangsa karena hanya bangsa yang
memiliki karakter dan jati diri yang kuat yang akan eksis. Secara ideologis,
pembangunan karakter merupakan upaya mengejawantahkan ideologi
Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Secara normatif,
pembangunan karakter bangsa merupakan wujud nyata langkah mencapai
tujuan negara, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia; memajukan kesejahteraan umum; mencerdaskan
kehidupan bangsa; ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi,dan keadilan sosial. Secara historis,
pembangunan karakter bangsa merupakan sebuah dinamika inti proses
kebangsaan yang terjadi tanpa henti dalam kurun sejarah, baik pada zaman
penjajahan maupun pada zaman kemerdekaan. Secara sosiokultural,
pembangunan karakter bangsamerupakan suatu keharusan dari suatu
bangsa yang multikultural.
Menggali akar kebudayaan dan kesenian dari dialektika imajinasi dan
pemikiran kreatif suatu bangsa, menjadi proses yang bisa diarahkan bagi
ikhtiar pembentukan karakter bangsa sebab kesenian berkembang tak lepas
dari proses perjalanan sebuah bangsa. Seni dalam segala perwujudannya
merupakan salah satu ekspresi proses kebudayaan manusia, sekaligus
pencerminan dari peradaban suatu masyarakat atau bangsa pada suatu
kurun waktu tertentu. Karena seni, bagaimanapun, merupakan bagian
Pengantar - iii -

langsung dari kehidupan manusia yang sama penting dengan aspek-aspek


kehidupan lainnya. Jejak peradaban suatu bangsa berkembang selaras
dengan perkembangan kebudayaannya. Di dalamnya perkembangan seni
tradisi, sains, dan teknologi. Seni tradisi dalam banyak hal dipengaruhi oleh
orientasi nilai hidup manusia dalam proses interaksinya dengan alam,
manusia sesama, dan Tuhan. Itulah sebabnya pada seni tradisi, kita
temukan begitu banyak aspek. Antara lain spiritualitas, magis, dan
kebiasaan-kebiasaan alamiah.
Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang
yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan yang diyakini dan
digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan
bertindak. Kebajikan terdiri atas sejumlah nilai, moral, dan norma, seperti
jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, dan hormat kepada orang lain.
Interaksi seseorang dengan orang lain menumbuhkan karakter masyarakat
dan karakter bangsa. Oleh karena itu, pengembangan karakter bangsa
hanya dapat dilakukan melalui pengembangan karakter individu seseorang.
Akan tetapi, karena manusia hidup dalam ligkungan sosial dan budaya
tertentu, maka pengembangan karakter individu seseorang hanya dapat
dilakukan dalam lingkungan sosial dan budaya yang bersangkutan.
Bertakwa, bertanggung jawab, berdisiplin, jujur, sopan, peduli, kerja
keras, sikap baik, toleransi, kreatif, mandiri, rasa ingin tahu, semangat
kebangsaan, menghargai, bersahabat, dan cinta damai, adalah karakter
postif sebuah bangsa. Agama dan budaya merupakan dua pondasi karakter
bangsa. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat beragama. Oleh karena
itu, kehidupan individu, masyarakat, dan bangsa selalu didasari pada ajaran
agama dan kepercayaannya. Secara politis, kehidupan kenegaraan pun
didasari pada nilai-nilai yang berasal dari agama. Atas dasar pertimbangan
itu, maka nilai-nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa harus didasarkan
pada nilai-nilai dan kaidah yang berasal dari agama. Selain dari agama,
bahwasannya tidak ada manusia yang hidup bermasyarakat yang tidak
didasari oleh nilai-nilai budaya yang diakui masyarakat itu. Nilai-nilai budaya
itu dijadikan dasar dalam pemberian makna terhadap suatu konsep dan arti
- iv – Pengantar

dalam komunikasi antaranggota masyarakat itu. Posisi budaya yang


demikian penting dalam kehidupan masyarakat mengharuskan budaya
menjadi sumber nilai dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa.
Watak, karakter, dan kepribadian bagaimana juga terbentuk melalui
pengalaman. Itulah sebabnya prinsip ‘learning by doing’ menjadi sangat
penting. Pengetahuan yang kita peroleh dari bacaan bisanya hanya bersifat
kognitif, hanya mengandung dimensi relektif. Akan tetapi, pengetahuan yang
diperoleh dari pengalaman praktik yang berdimensi refliktif sekaligus aktif.
Dari berbagai literatur disebutkan perilaku masyarakat amat erat
kaitannya dengan tingkat pendidikannya, namun begitu teori keterkaitan
perilaku masyarakat dengan tingkat pendidikan menjadi tidak sepenuhnya
berlaku. Yang bisa dijadikan instrumen untuk menjelaskannya tampaknya
adalah peranan pendidikan dalam membangun karakter bangsa (character
building).
Unesco menyebutkan bahwa pendidikan harus mengandung tiga
unsur: (a) belajar untuk tahu (learn to know), (b) belajar untuk berbuat (learn
to do) dan (c) belajar untuk hidup bersama (learn to live together). Unsur
pertama dan kedua lebih terarah membentuk having, agar sumberdaya
manusia mempunyai kualitas dalam pengetahuan dan keterampilan atau
skill. Unsur ketiga lebih terarah being menuju pembentukan karakter bangsa.
Pembangunan karakter bangsa memang harus dimulai dari membangun
individu masyarakat Indonesia secara berkesinambungan dan terus-
menerus, membangun karakter tidak bisa dilakukan secara cepat dan instan.
Pendidikan menjadi motor dalam upaya perbaikan dan pembentukan mental
karakter bangsa yang sesungguhnya, pendidikan terpadu merupakan solusi
alternatif dalam upaya membangun jati diri bangsa. Jika itu dapat
dilaksanakan pendidikan akan mampu membangun karakter kebangsaan.
Disadari ataupun tidak, peradaban manusia pada saat ini (mungkin)
sedang beralih dari Third Epoch (Jaman Ketiga) menuju Fourth Epoch
(Jaman keempat). Dari konsep nation state pada Jaman Ketiga menuju
globalization and interdependence of everything karena perkembangan dan
Pengantar - v -

kemajuan informasi. Stateless hampir tanpa batas dengan ditandai mobilitas


uang, mobilitas kapital, maupun mobilitas manusia secara terbatas, diikuti
dengan berkurangnya peran ideologi.
Pendidikan watak atau pendidikan karakter itu sangat penting
menentukan kualitas peradaban bangsa kita di masa depan. Pendidikan
karakter akan membantu pintu pencerahan dalam mencerdaskan kehidupan
bangsa. Arus informasi pengetahuan yang bergerak luas di dunia maya akan
sangat mudah dikuasai oleh siapa saja yang tercerahkan (enlightened
personalities). Semakin banyak, luas, dan mendalam informasi dikuasai oleh
anak bangsa kita, makin besar pula potensi bangsa kita untuk maju dan
berperan aktif dalam pergaulan antar peradaban moderen. Inilah salah satu
tantangan kita dalam menatap hari depan. Setelah revolusi industri yang
ditandai dengan penemuan mesin uap, Jaman keempat (4 th epoch) dimulai
dengan penemuan revolusi di bidang informasi yang akan mengubah hampir
keseluruhan cara pandang manusia, mengubah hubungan manusia dengan
negara, manusia dengan kapital, manusia dengan keluarga, manusia dengan
masyarakat, bahkan dengan ideologi. Masalahnya, saat ini masyarakat
masih menganggap hal tersebut hanya bidang teknologi informasi (IT)
semata. Di masa depan, kunci utama revolusi kesejahteraan terletak pada
kemampuan untuk to see unseen (melihat yang tidak nampak secara kasat
mata). Dengan to see unseen akan membuka kesadaran jiwa dan
menjawabnya dengan solusi yang rasional dan obyektif. Ketika
perkembangan IT telah mengaburkan sekat-sekat negara bahkan ideologi,
kearifan lokal menjadi tameng yang paling efektif. Di sinilah diperlukan
pendidikan budaya dan karakter bangsa yang tepat sehingga setiap anak
bangsa tidak tertelan jaman.
Dengan menggelar acara multi-event Pekan Budaya Masuk Kampus,
UWMY telah membuat sebuah langkah kecil dengan dampak yang besar di
masa datang. Sebuah kegiatan amal budaya untuk mendekatkan kampus
dengan masyarakat sekitarnya bagi terwujudnya kesejahteraan sosial bagi
masyarakat luas. Kegiatan PBMK tidak semata-mata gelaran budaya, namun
adalah rangkaian pendidikan karakter yang terintegrasi dalam kurikulum di
- vi – Pengantar

kampus yang berkelanjutan. PBMK merupakan upaya civitas akademika


UWMY untuk membuka diri untuk terjadinya persinggungan budaya antara
setiap elemen civitas akademika dengan masyarakat luas yang akan
membuka peluang bagi tumbuh-kembangnya budaya konstruktif yang lebih
berwarna, lebih beragam, dan lebih indah pada saatnya di tengah perjalanan
peradaban manusia yang berjalan sangat cepat.
Semoga langkah yang telah ditempuh UWMY dalam
mengembangkan pendidikan karakter dapat terus berlanjut di masa datang
dengan peningkatan pencapaian kualitas maupun kuantitas. Tidak sebatas
menggugurkan kewajiban atas semboyan sebagai kampus berbasis budaya,
namun mampu memberikan sumbangsih pikiran-pemikiran, tenaga, bagi
terwujudnya insan cita yang berkarakter dan berbudaya.
 
Daftar Isi - vii -

--- Daftar Isi ---

Kata Pengantar:
Pendidikan, Jalansutra Membangun Budaya dan Karakter Bangsa....... i
Oleh : Prof. Dr. Sunjoto. Dip. H.E., D.E.A

Daftar Isi ................................................................................................. vii


Daftar Gambar ....................................................................................... xi
Daftar Lampiran ...................................................................................... xv
Daftar Istilah/Glosarium .......................................................................... xvii

Prolog

Bab I. Mengenal Lebih Dekat : Pendidikan Karakter


Latar Belakang ...................................................................................... 1
Tujuan .................................................................................................... 4

Bab II. Widya Mataram, Kampus berbasis Budaya


A. Sejarah Universitas Widya Mataram Yogyakarta ............................. 13
B. Visi ................................................................................................... 15
C. Misi .................................................................................................. 15
Tujuan Pendidikan UWMY ............................................................... 15
Unit Penunjang ................................................................................ 16
Pusat Studi ...................................................................................... 18
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat .......................... 20
D. Kampus berbasis Budaya ................................................................ 23

Bab III. Budaya, Kebudayaan, dan Karakter Bangsa


A. Kerangka Konseptual ....................................................................... 27
Karakter Dasar ................................................................................. 38
B. Kebudayaan dan Karakter Bangsa .................................................. 30
Wujud Kebudayaan .......................................................................... 36
C. Kepribadian dan Kebudayaan .......................................................... 37
Faktor-Faktor yang Membentuk Kepribadian ................................... 39
Teori-Teori Perkembangan Kepribadian .......................................... 42
Tahap-Tahap Perkembangan Kepribadian ...................................... 46
D. Nilai yang ingin dikembangkan ........................................................ 51
- viii – Daftar Isi

Bab IV. Prosedur dan Rancangan


A. Prosedur/mekanisme dan Rancangan ............................................. 57
Perencanaan Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter ..... 61
B. Pengembangan Kreativitas Mahasiswa ........................................... 65
Mapawima. ....................................................................................... 65
Teater Dokumen. ............................................................................. 67
C. Plagiasi/Penjiplakan Karya Ilmiah .................................................... 72
D. Alur Pendidikan Karakter ................................................................. 74
E. Indikator Keberhasilan ..................................................................... 78

Bab V. Pelaksanaan
A. Pelaksanaan Pendidikan Karakter ................................................... 89
B. Pendidikan Karakter di Mata Mahasiswa .......................................... 94
Diskusi, jalan menuju budaya akademik ........................................... 99
C. Pencapaian Mahasiswa UWMY ....................................................... 101
Himpunan Mahasiswa Jurusan Teknik Arsitektur ............................. 102
Mapawima ........................................................................................ 102
D. Pelaksanaan Budaya Masuk Kampus ............................................. 103
1. Anak-anak
Suka ing Dina Minggu ................................................................ 104
Cublak-cublak suweng ................................................................ 107
Karawitan Anak Marsudi Ngesti Budaya, Gamping Sleman ....... 110

2. Lomba Kethoprak Anak


Cempaka Krida Budaya dari Bantul ........................................... 112
Tlaga Budaya SDN Cebongan – Sleman .................................... 114
Siswa Manunggal SD Wonosari Baru Gunungkidul ................... 115
Surya Tribudaya SDN Suryodiningratan 3 Yogyakarta ............... 117
Siwi Budaya SD Totogan Samigaluh Kulonprogo ....................... 119

3. Remaja
Tarian Penyambutan Tamu Abim Bima ...................................... 120
Tari Golek Menak. ....................................................................... 122
Tari Klasik Penutupan Sulung Dhayung. ..................................... 123
Tari Beriuk Tinjal. ........................................................................ 125
Presean. ...................................................................................... 126
Tari Tebe-tebe Ho Dahur. ........................................................... 128
Daftar Isi - ix -

4. Nyanyian
Nusantara Voices ........................................................................ 130

5. Teater
Teater Dokumen UWMY ............................................................. 131
Yuliono Perform........................................................................... 132

6. Gamelan tradisional
AsokaSwara Dhagsinarga .......................................................... 133
Surya Laras SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta........................ 136
Gamelan kontemporer Lumbung Artema Yogyakarta ................. 137

7. Dewasa/umum
• Wayang wong
Retno Aji Mataram Yogyakarta. .................................................. 143
Yayasan Siswa Among Beksa Yogyakarta. ............................... 144
Sanggar Seni Irama Tjitra Yogyakarta. ...................................... 146
YPBSM Pujokusuman Yogyakarta. ............................................. 148
Guntur Mataram Jakarta. ............................................................ 150
Suryo Kencono Yogyakarta......................................................... 150

• Chadroh
Komplek Q Ponpes al-Mounawwir Krapyak Yogyakarta ............. 153

8. Seminar
Seminar Budaya .......................................................................... 155

E. Catatan Pelaksanaan Pekan Budaya sebagai Bagian dari Pendidikan


Karakter di UWMY ............................................................................ 158
Harapan Masyarakat atas Budaya Masuk Kampus .......................... 160

Epilog, Refleksi untuk Menatap ke Depan ......................................... 163

Daftar Pustaka

Lampiran
Daftar Gambar - xi -

Daftar Gambar

Uraian Halaman

Gambar 1. Nonton Wayang sebagai bagian dari pementasan Suka


ing Dina Minggu yang ditampilkan TK Tejokusuman
Yogyakarta ......................................................................... 105
Gambar 2. Pementasan nembang Sholawat Badar oleh siswa-siswi
SD NU Yogyakarta setelah sebelumnya memainkan
dolanan anak Cublak-cublak suweng. ................................ 109
Gambar 3. Pementasan Tari kreasi baru SD N Bunder Kab.
Gunungkidul ........................................................................ 109
Gambar 4. Pementasan gamelan-karawitan anak-anak Marsudi
Ngesti Budaya Ds. Ambarketawang Kec. Gamping -
Sleman................................................................................ 111
Gambar 5. Penampilan kethoprak anak Cempaka Krida Budaya Kab.
Bantul.................................................................................. 113
Gambar 6. Pemeran terbaik Putri Lomba Kethoprak Anak dari SDN
Cebongan - Sleman. ........................................................... 115
Gambar 7. Penampilan kethoprak anak Siswa Manunggal SD N
Wonosari Baru Kab. Gunungkidul. ...................................... 115
Gambar 8. Penampilan kethoprak anak Siwi Budaya SDN Totogan
Samigaluh Kab. Kulonprogo saat tampil dalam lakon
Ajisaka. ............................................................................... 119
Gambar 9. Tarian Penyambutan Tamu Kehormatan yang
diperagakan Kelompok Tari Acemo (mahasiswa asal
Papua Barat yang belajar di Yogyakarta) di Kampus
UWMY, 23 Juni 2011. ......................................................... 121
- xii – Daftar Gambar

Gambar 10. Tari Golek Menak untuk menyambut tamu agung dalam
pembukaan Pekan Budaya Masuk Kampus 2011 di
Kampus UWMY, 23 Juni 2011. ........................................... 123
Gambar 11. Enam pasang penari membawakan Tarian Beriuk Tinjal... 126
Gambar 12. Dua pepadu Presean sedang beraksi di Pendopo Agung
nDalem Mangkubumen UWMY. ......................................... 127
Gambar 13. Penari Tebe-tebe Ho Dahur sesaat setelah beraksi di
Pendopo Agung nDalem Mangkubumen UWMY. ............... 129
Gambar 14. Penampilan musikalisasi puisi dengan judul Ibu Pertiwi
oleh Teater Dokumen UWMY.. ........................................... 131
Gambar 15. Penampilan Yuliono dengan monolog-nya ......................... 133
Gambar 16. Penampilan AsokaSwara Dhagsinarga. ............................. 135
Gambar 17. Penampilan Surya Laras dari SMA Muhammadiyah 1
Yogyakarta dengan seluruh pengrawitnya siswi puteri. ...... 137
Gambar 18. Penampilan Lumbung Artema dalam Pentas Seni Lintas
Agama dan Keyakinan, Pekan Budaya Masuk Kampus
2011, 30 Juni 2011. ............................................................ 139
Gambar 19. Cantrik dalam lakon Ciptoning Mintorogo oleh Paguyuban
Tari Retno Aji Mataram yang diperankan anak-anak usia
10-12 tahun. ........................................................................ 144
Gambar 20. Sanggar Tari Yayasan Siswa Among Beksa tampil dalam
lakon Sri Tumurun di nDalem Mangkubumen-UWMY. ....... 145
Gambar 21. Lakon Aji Tjandra Bhirawa yang dimainkan oleh Sanggar
Seni Irama Tjitra Yogyakarta dalam Pekan Budaya Masuk
kampus 2011.. .................................................................... 147
Gambar 22. Lakon Gatokaca Lahir dimainkan oleh YPBSM
Pujokusuman Yogyakarta dalam Pekan Budaya Masuk
kampus 2011 ...................................................................... 149
Daftar Gambar - xiii -

Gambar 23. Perang tanding Bambang Ekalaya melawan Arjuna dalam


lakon Palguna-Palgunadi yang dimainkan oleh Paguyuban
Kesenian Suryo Kencono, 29 Juni 2011. ............................ 151
Gambar 24. Penampilan hadroh Tsamrotul Muna Komplek Q Ponpes
al-Mounawwir Krapyak dalam Pentas Seni Lintas Agama
dan Keyakinan Pekan Budaya Masuk Kampus. ................. 154
Gambar 25. Diskusi Budaya dengan tema: Reinterpretasi dan
Rekonstruksi Budaya Konstruktif, di Gedung Nehru
UWMY 28 Juni 2011. .......................................................... 157
Daftar Gambar - xv -

Daftar Lampiran

Lampiran 1. Naskah Kethoprak Anak


Lampiran 2. Tata Lampah | Pethilan Ringgit Tiyang Pusat Olah Seni Retno
Aji Mataram Yogyakarta
Lampiran 3. Gendhing Penampilan AsokaSwara Dhagsinarga Gunungkidul
Lampiran 4. Naskah Musikalisasi Puisi
Lampiran 5. Naskah Pementasan Surya Laras
Lampiran 6. Penampilan Tari Golek dan Nusantara Voices
Lampiran 7. Makalah Seminar Budaya: Wayang Membangun Budaya
Konstruktif Bangsa
Notulensi Diskusi
Daftar Istilah - xvii -

Daftar Istilah/Glosarium
Akulturasi, yaitu proses yang timbul bila suatu kebudayaan bertemu dengan
unsur kebudayaan asing, dan kebudayaan asing tersebut berbaur
dengan kebudayaaan asli tanpa menghilangkan kebudayaan asli
tersebut. Misalnya berbaurnya masyarakat suku Jawa di perantauan
tidak saling menghilangkan kebudayaan dari masing-masing suku.
Asimilasi, yaitu proses penggabungan antara dua kebudayaan sehingga
melahirkan kebudayaan baru. Asimiulasi dapat timbul jika : (i). Adanya
golongan-golongan dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda,
(ii). Saling bergaul langsung secara intensif dala waktu yang relatif lama
(iii). Sifat khas kebudayaan-kebudayaan golongan yang saling
berinteraksi mengalami perubahan begitupun wujud kebudayaan
sehingga terbentuk kebudayaan campuran
Budaya akademik: merupakan cara hidup dari masyarakat ilmiah yang
beranekaragam, majemuk, multikultural yang bernaung dalam sebuah
institusi yang mendasarkan diri pada nilai-nilai kebenaran ilmiah dan
objektivitas
Budaya: keseluruhan sistem berpikir, nilai, moral, norma, dan keyakinan
(belief) manusia yang dihasilkan masyarakat
Disiplin; perilaku yang bertujuan untuk memaksa anggota masyarakat untuk
patuh.
Difusi, yaitu proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan dan sejarah ke
seluruh dunia bersamaan dengan terjadinya proses penyebaran dan
migrasi kelompok-kelompok manusia di muka bumi.
Enkulturasi (pembudayaan), yaitu proses seorang individu mempelajari dan
menyesuaikan pikiran serta sikapnya dengan adat istiadat, sistem norma,
dan peraturan-peraturan yang hidup dalam kebudayaannya. Proses
enkulturasi dimulai sejak kecil dalam alam pikiran setiap individu. Dengan
berkali-kali menghadapi proses dalam kesehariannya, seorang individu
dapat menangkap suatu pola yang mantap dan norma yang mengatur
tindakannya dibudayakan.
Gangsa, bahasa halus dari gamelan yang diambil dari istilah kata tembaga
dan rejasa disingkat ga da sa, kemudian berubah menjadi gangsa. Bahan
- xviii – Daftar Istilah

utama gamelan merupakan campuran tembaga dan rejasa (timah putih)


dalam perbandingan 3 (tiga) dan 10 (sedasa).
Gendhing,lagu dalam gamelan Jawa//Tukan pembuat gamelan, di dalam
keraton Yogyarakta terdapat sekelompok orang pembuat gamelan biasa
disebut abdi dalem gendhing dan tinggal di kampung Gamelan.
Hubungan sosial; tindakan beberapa pelaku yang berbeda-beda, sepanjang
tindakan itu mengandung makna dan diarahkan kepada tindakan orang
lain.
Ilmu Budaya Dasar: Mempelajari materi tentang nilai-nilai, kebudayaan,
berbagai permasalahan yang dihadapi manusia dalam kehidupan sehar-
harinya
Ilmu Alamiah Dasar: pengetahuan yang mengkaji tentang gejala-gejala
dalam alam semesta, termasuk di muka bumi ini, sehingga terbentuk
konsep dan prinsip.
Inovasi, yaitu proses pembaruan dari penggunaan sumber daya alam,
energi, dan modal, pengaturan baru dan tenaga kerja. Penggunaan
teknologi baru akan menyebabkan adanya sistem produksi dan produk-
produk baru.
Interaksi sosial; proses hubungan antara dua pihak yang ditandai dengan
adanya aksi (tindakan) yang dijawab dengan reaksi (tindakan balasan).
Internalisasi; proses seseorang memelajari atau menerima nilai dan norma
sepenuhnya sehingga menjadi bagian dari sistem nilai dan norma yang
ada pada diri seseorang.// merupakan proses panjang individu dilahirkan
sampai meninggal, dimana individu mengalami proses pembelajaran
mengenai rasa, hasrat (passion), nafsu (desire), serta emosi (emotion)
sepanjang hidup dalam kepribadiannya.
Kepribadian: merupakan ciri-ciri dan sifat-sifat khas yang mewakili sikap atau
tabiat seseorang, yang mencakup polapola pemikiran dan perasaan,
konsep diri, perangai, dan mentalitas yang umumnya sejalan dengan
kebiasaan umum
Kebudayaan: Keseluruhan sitem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia
dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia
dengan belajar.” (Koentjaraningrat)
Daftar Istilah - xix -

Karakter: sebagai gambaran tingkah laku yang menonjolkan nilai benar-


salah, baik-buruk, baik secara eksplisit maupun implisit
Masyarakat multikultural: masyarakat yang terdiri atas dua atau lebih
komunitas (kelompok) yang secara cultural dan ekonomi terpisah-pisah
serta memiliki struktur kelembagaan yang berbeda-beda satu sama
lainnya.
Nilai: prinsip standar, atau kualitas yang dianggap berharga atau diinginkan
oleh orang yang memegangnya. Nilai merupakan kumpulan sikap dan
perasaan yang diwujudkan melalui perilaku sosial orang yang memiliki
nilai sosial tersebut.//Pandangan tentang apa yang dianggap baik, pentig,
diinginkan dan dianggap layak, sekaligus juga baik. Tidak penting, tak
diinginkan, dan tak layak dalam sebuah kebudayaan atau masyarakat.//
Sebuah konsep yang menunjuk pada hal-hal yang dianggap berharga
dalam kehidupan
Norma: petunjuk atau patokan perilaku yang dibenarkan dan pantas
dilakukan dalam menjalani interaksi sosial dalam suatu masyarakat
tertentu. serangkaian petunjuk hidup yang berisi perintah dan larangan
yang dilengkapi sanksi bagi para para pelanggarnya.//serangkaian
petunjuk hidup yang berisi perintah dan larangan yang dilengkapi sanksi
bagi pelanggarnya.//ukuran mengenai perilaku yang dianggap baik.
Norma memberikan petunjuk mengenai perilaku yang semestinya diikuti
oleh warga masyarakat.
Sosialisasi, sebuah proses belajar berinteraksi dengan segala macam
individu di sekeliling sejak seorang individu berinteraksi dengan
lingkungan sekelilingnya, yang mendudukkan segala macam peran
dalam kehidupan sehari-hari.
Pathet, tinggi-rendahnya nada suatu lagu atau gendhing, dan juga
membatasi naik turunnya nada
Pengalaman: peristiwa yang dialami seseorang dalam masa hidupnya.
Waranggana, penyanyi/vokalis dalam kelompok karawitan. Biasa juga
disebut dengan sindhen.
“...Aku hanya orang biasa yang bekerja untuk bangsa
Indonesia dengan cara Indonesia. Namun yang penting untuk
kalian yakini, sebagai pejuang sampai menjelang ajal, sesaat
pun aku tak pernah mengkhianati tanah air dan bangsaku,
lahir maupun batin.
Aku tidak pernah mengkorup kekayaan negara.
Aku bersyukur kepada Tuhan yang telah menyelamatkan
setiap langkah perjuanganku...”
 
(Ki Hajar Dewantara)
Prolog

Akhir-akhir ini persoalan budaya dan karakter bangsa menjadi sorotan


tajam masyarakat. Persoalan yang muncul di masyarakat semisal praktik
korupsi, kolusi, kekerasan, pelanggaran HAM, ketidakjujuran, plagiasi/
penjiplakan, konsumersime di masyarakat, kehidupan berpolitik dan
bernegara yang tidak produktif dan sehat, menjadi topik di berbagai media
yang merupakan gambaran ketidakberhasilan dalam membangun karakter
dan kepribadian sebuah bangsa. Membangun karakter dan kepribadian
memerlukan upaya yang holistik dengan melibatkan seluruh elemen bangsa :
individu, keluarga, masyarakat berikut sistem sosial yang melingkupinya.
Pendidikan menjadi jembatan emas dalam mewujudkan pembangunan
karakter.
Karakter (character) mengacu pada serangkaian sikap (attitudes),
perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan (skills).
Karakter meliputi sikap seperti keinginan untuk melakukan hal yang terbaik,
kapasitas intelektual seperti berpikir kritis dan alasan moral, perilaku seperti
jujur dan bertanggung jawab, mempertahankan prinsip-prinsip moral dalam
situasi penuh ketidakadilan, kecakapan interpersonal dan emosional yang
memungkinkan seseorang berinteraksi secara efektif dalam berbagai
keadaan, dan komitmen untuk berkontribusi dengan komunitas dan
masyarakatnya. Sementara budaya diartikan sebagai keseluruhan sistem
berpikir, nilai, moral, norma, dan keyakinan (belief) manusia yang dihasilkan
masyarakat. Sistem berpikir, nilai, moral, norma, dan keyakinan itu adalah
hasil dari interaksi manusia dengan sesamanya dan lingkungan alamnya.
Sebagai aspek kepribadian, karakter merupakan cerminan dari
kepribadian secara utuh dari seseorang: mentalitas, sikap dan perilaku.
Pendidikan karakter semacam ini lebih tepat sebagai pendidikan budi pekerti.
Pembelajaran tentang tata-krama, sopan santun, dan adat-istiadat,
menjadikan pendidikan karakter semacam ini lebih menekankan kepada
perilaku-perilaku aktual tentang bagaimana seseorang dapat disebut
berkepribadian baik atau tidak baik berdasarkan norma-norma yang bersifat
kontekstual dan kultural. Semakin kuat seseorang memiliki dasar
pertimbangan, semakin kuat pula kecenderungan untuk tumbuh dan
berkembang menjadi warga negara yang baik. Pada akhirnya, norma dan
nilai budaya secara kolektif pada tingkat makro akan menjadi norma dan nilai
budaya bangsa.
Atas pijakan tersebut buku ini disusun buku judul: Budaya Masuk
Kampus, Membaca dunia anak, anak membaca dunia, dunia anak
membaca. Wujud kebudayaan yang beragam dan dinamis coba direfleksi
kembali untuk : i). masuk ke kampus serta ii). budaya untuk membiasakan
diri masuk kampus agar terjadi transformasi sosial-intelektual dunia
pendidikan dengan lingkungan sekitarnya sehingga kampus “tidak hanya”
berdiri di atas menara gading atas nama keunggulan komparatif yang
dimilikinya. Anak-anak menjadi perhatian penulis, mengingat merekalah
pembawa pesan antar generasi.
Buku Budaya Masuk Kampus tidak semata-mata laporan
pelaksanaan kegiatan Pekan Budaya Masuk Kampus yang dilaksanakan
oleh civitas akademika Universitas Widya Mataram Yogyakarta (UWMY),
namun adalah sebuah tawaran bagi pihak manapun untuk menjadikan buku
ini sebagai salah satu model pendidikan karakter yang dilakukan secara
formal maupun informal di dalam kampus sebagai tanggung jawab sosial
(social responsibilty) atas berbagai perkembangan di masyarakat.
Buku Budaya Masuk Kampus secara garis besar terdiri atas 3 (tiga)
bagian sebagai sebuah rangkaian yang tidak terpisahkan. Bagian pertama,
berisi tentang latar belakang penyusunan buku dengan memperhatikan
seluruh potensi yang ada di dalam civitas akademika UWMY : modal kultural,
modal intelektual, proses pendidikan, interaksi sosial-intelektual baik di
dalam kampus maupun dengan masyarakat luar, sebagai sebuah mata
rantai proses yang berjalan sepanjang waktu. Bagian kedua, memuat
landasan teori yang melatarbelakangi penyusunan buku Budaya Masuk
Kampus dengan mendasarkan pada apa yang telah dilakukan oleh civitas
akademika UWMY. Landasan teori ini diperlukan untuk memberikan
perspektif bagi pengembangan pendidikan karakter di UWMY sehingga
membuka ruang yang lebih luas di masa datang. Adanya landasan teori
tersebut, diharapkan juga dapat memberikan gambaran pengembangannya
saat ini maupun masa nanti. Terlebih, dengan menyertakan landasan teori
tersebut, buku ini dapat dijadikan panduan bagi mata kuliah pendidikan
karakter dengan menyesuaikan kurikulum yang sudah ada baik oleh
masyarakat umum maupun intern civitas akademika UWMY. Bagian ketiga,
berisi tentang rancangan pendidikan karakter yang telah dilakukan di civitas
akademika UWMY berikut indikator sebagai ukuran keberhasilan serta
evaluasi bagi pengembangan pendidikan karakter di UWMY di masa-masa
mendatang. Pada bagian ketiga juga dijelaskan bagaimana pendidikan
karakter dilaksanakan di civitas akademika UWMY untuk memberikan
gambaran kepada masyarakat luas dengan melibatkan masyarakat luar,
para pihak (stakeholders), serta seluruh civitas akademika UWMY terutama
mahasiswa yang nantinya akan membawa dan menyemaikan pemahaman
nilai-nilai yang telah dimiliknya kepada masyarakat luas. Inilah semangatnya,
merentangkan tangan bersama membangun budaya, karakter, dan
kepribadian sebuah bangsa di dunia pendidikan dalam ranah yang luas
(universal culture).
Buku Budaya Masuk Kampus akan dikembangkan menjadi buku seri
pendidikan karakter, yang oleh penulis akan diteruskan di masa-masa
datang dengan memperhatikan dinamika budaya di masyarakat. Harapannya
bisa menjadi oase bagi dahaga atas berbagai permasalahan yang terus
menerpa bangsa Indonesia. Penulisan tidak semata-mata untuk terhenti
pada kegiatan dokumentasi yang akan menjadi tulisan yang ‘hanya’ akan kita
baca sendiri, namun lebih dar itu untuk menyampaikan kabar pada generasi
nanti akan pentingnya sebuah sejarah yang runtut. Bukan untuk sekedar
mengenangnya, namun berjuang untuk masa depannya.
Bangsa yang besar adalah bangsa yang menjunjung tinggi dan
menghargai budayanya. Karakter dan kepribadian terwujud dalam sebuah
proses yang runtut dan panjang. Seumur hidup manusia, seumur hidup
bangsa itu sendiri. Inilah yang harus kita perjuangkan.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Ditjen Dikti Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia yang telah berkenan
memfasilitasi tersusun dan terbitnya buku ini. Semoga tersusunnya buku ini
bisa memberikan cakrawala baru bagi upaya pendidikan budaya dan
karakter bangsa.
Ungkapan terima kasih kami sampaikan kepada rekan-rekan
mahasiswa Widya Mataram yang telah bahu membahu menyukseskan acara
Pekan Budaya Masuk Kampus. Untuk itu kami sangat berterima kasih pada
rekan-rekan mahasiswa Widya Mataram yang telah bekerja dengan
semangat dan senang hati menyukseskan acara Pekan Budaya Masuk
Kampus. Kami sangat bangga pada anda semua, dengan kerja yang
pantang menyerah dalam satu irama yang padu. Tanpa kerelaan rentangan
anda semua, semua ini sangat berat untuk terwujud. Sekali lagi, kami
bangga dengan Anda. Pekan Budaya Masuk Kampus telah membuka
cakrawala baru bagi kita semua. Pekan Budaya Masuk Kampus mendapat
tanggapan yang cukup bagus di masyarakat. Inilah meomentum kita. Pekan
Budaya Masuk Kampus telah menemukan momentum baru untuk terus
bergerak menuju perubahan-perubahan yang lebih baik. Tetap jaga
momentum itu. Tetap solid. Tetaplah bergandengan tangan. Tetaplah
melangkah menuju perubahan yang lebih baik. Inilah sumbangsih Widya
Mataram untuk budaya dan kebudayaan.
Terima kasih kami sampaikan pula kepada seluruh pihak yang telah
membantu tersusunnya buku Budaya Masuk Kampus : TK Tejokusuman, SD
NU Yogyakarta, SD Bunder Gunungkidul, SDN Totogan Samigaluh
Kulonprogo, SMP Taman Dewasa Ibu Pawiyatan Yogyakarta, SMA Kolese
de Britto Yogyakarta, SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta, Saka
Bhayangkara Polda DIY, Pengurus Purna Paskibraka Kab. Gunungkidul,
Marsudi Ngesti Budaya - Gamping Sleman, Teater Dokumen UWMY, Teater
Pelajar Kota TEPLOK, Teater PeBeI Univ. Ahmad Dahlan Yogyakarta,
Teater 42 Univ. Ahmad Dahlan Yogyakarta, Lumbung Artema Yogyakarta,
Ikatan Pelajar & Mahasiswa Papua di Yogyakarta, IKPM Lombok di
Yogyakarta, Mahasiswa Timor leste di Yogyakarta, Kompleks Q Ponpes al-
Mounawwir Krapyak Yogyakarta, Nusantara voices, Yuliono perform,
Sanggar Origami Yogyakarta, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota
Yogyakarta, Sanggar Retno Aji Mataram Yogyakarta, Yayasan Siswa
Among Beksa Yogyakarta, Sanggar Irama Tjitra, YPBSM Pujokusuman,
Sanggar Guntur Mataram Jakarta, Sanggar Suryo Kencono Yogyakarta.
Serta seluruh pihak yang telah banyak membantu yang tidak dapat
disebutkan satu persatu.
Tiada gading yang tak retak, begitupun buku ini yang masih jauh dari
sempurna, dan terbuka atas berbagai masukan, saran, kritikan, untuk
penyempurnaannya di masa datang. Terima kasih.

Yogyakarta, Nopember 2011

Puji Qomariyah
Pendahuluan- 1 -
 
Bab I.

Mengenal Lebih Dekat: Pendidikan Karakter

engapa perlu pendidikan karakter? Apakah ”karakter” dapat


dididikkan? Karakter apa yang perlu dididikkan? Bagaimana
mendidikkan aspek-aspek karakter secara efektif?
Bagaimana mengukur keberhasilan sebuah pendidikan karakter?
Siapa yang harus melakukan pendidikan karakter? Bagaimana
hubungannnya dengan bidang studi lainnya? Inilah pertanyaan yang
memerlukan jawaban dalam kerangka duduk bersama mengurai
permasalahan bangsa dan mewujudkan setiap anak bangsa yang
berkarakter.

A. Latar Belakang
Dalam UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
disebutkan “...Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan
dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokrasi serta
- 2 - Pendidikan Karakter

bertanggung jawab...” Berdasar tujuan pendidikan nasional tersebut,


pendidikan karakter menjadi core value yang berorientasi pada upaya
pengembangan sumberdaya manusia yang beriman dan bertakwa pada
Tuhan YME dengan dibekali life skills.
Pendidikan karakter adalah usaha yang dilakukan secara individu dan
sosial dalam menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan
kebebasan individu itu sendiri. Pendidikan karakter harus bersifat
membebaskan, karena hanya dalam kebebasannya individu “dapat
menghayati kebebasannya sehingga ia dapat bertanggung jawab atas
pertumbuhan dirinya sendiri sebagai pribadi dan perkembangan orang lain
dalam hidup mereka” (Doni Koesoema, 2008)
Seorang profesor pendidikan dari Cortland University Thomas
Lickona (2007) menyebutkan: terdapat 11 prinsip agar pendidikan karakter
dapat berjalan efektif: (1) kembangkan nilai-nilai etika inti dan nilai-nilai
kinerja pendukungnya sebagai fondasi, (2) definisikan karakter secara
komprehensif yang mencakup pikiran, perasaan, dan perilaku, (3) gunakan
pendekatan yang komprehensif, disengaja, dan proaktif, (4) ciptakan
komunitas sekolah yang penuh perhatian, (5) beri siswa kesempatan untuk
melakukan tindakan moral, (6) buat kurikulum akademik yang bermakna dan
menantang yang menghormati semua peserta didik, mengembangkan
karakter, dan membantu siswa untuk berhasil. (7) Usahakan mendorong
motivasi diri siswa, (8) libatkan staf sekolah sebagai komunitas pembelajaran
dan moral, (9) tumbuhkan kebersamaan dalam kepemimpinan moral, (10)
libatkan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra, dan (11) evaluasi
karakter sekolah, fungsi staf sekolah sebagai pendidik karakter, dan sejauh
mana siswa memanifestasikan karakter yang baik.
Di dalam Kebijakan Nasional tersebut (2010) pembangunan karakter
bangsa secara fungsional memiliki tiga fungsi utama sebagai berikut :
Pertama, Fungsi Pembentukan dan Pengembangan Potensi, Pembangunan
karakter bangsa berfungsi membentuk dan mengembangkan potensi
manusia atau warga negara Indonesia agar berpikiran baik, berhati baik, dan
berperilaku baik sesuai dengan falsafah hidup Pancasila. Kedua, Fungsi
Pendahuluan- 3 -
 
Perbaikan dan Penguatan. Pembangunan karakter bangsa berfungsi
memperbaiki dan memperkuat peran keluarga, satuan pendidikan,
masyarakat, dan pemerintah untuk ikut berpartisipasi dan bertanggung jawab
dalam pengembangan potensi warga negara dan pembangunan bangsa
menuju bangsa yang maju, mandiri, dan sejahtera. Ketiga, Fungsi
Penyaring. Pembangunan karakter bangsa berfungsi memilah budaya
bangsa sendiri dan menyaring budaya bangsa lain yang tidak sesuai dengan
nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang bermartabat.
- 4 - Pendidikan Karakter

B. Tujuan
Membangun karakter dari pintu pendidikan harus dilakukan secara
komprehensif-integral, tidak hanya melalui pendidikan formal, namun juga
melalui pendidikan informal dan non formal. Selama ini, ada kecenderungan
pendidikan formal, informal dan non formal, berjalan terpisah satu dengan
yang lainnya. Akibatnya, pendidikan karakter seolah menjadi tanggung jawab
secara parsial.
Pendidikan merupakan salah satu strategi dasar dari pembangunan
karakter bangsa yang dalam pelaksanaannya harus dilakukan secara
koheren dengan beberapa strategi lain. Strategi tersebut mencakup, yaitu
sosialisasi/penyadaran, pemberdayaan, pembudayaan dan kerjasama
seluruh komponen bangsa. Pembangunan karakter dilakukan dengan
pendekatan sistematik dan integratif dengan melibatkan keluarga, satuan
pendidikan, pemerintah, masyarakat sipil, politik, media massa, dunia usaha,
dan dunia industri (Desain Induk Pembangunan Karakter, 2010). Sehingga
satuan pendidikan adalah komponen penting dalam pembangunan karakter
yang berjalan secara sistemik dan integratif bersama dengan komponen
lainnya.
Atas pijakan tersebut disusun buku dengan judul: Budaya Masuk
Kampus. Wujud kebudayaan yang beragam dan dinamis coba direfleksi
kembali untuk : i). masuk ke kampus serta ii). budaya untuk membiasakan
diri masuk kampus agar terjadi transformasi sosial-intelektual dunia
pendidikan dengan lingkungan sekitarnya sehingga kampus tidak hanya
berdiri di atas menara gading atas nama keunggulan komparatif yang
dimilikinya. Kegiatan tersebut untuk melengkapi pendidikan karakter yang
dilakukan di dalam perkuliahan di civitas akademika UWMY.
Diharapkan dari kampus dapat kembali memuncul-tumbuhkan
budaya-budaya konstruktif bagi masyarakat. Mampu membaca fenomena-
fenomena sosial serta me-reinterpretasi dan rekonstruksi dalam kehidupan
masyarakat yang mewujud dalam sistem sosial dan sistem budayanya.
Pendahuluan- 5 -
 
Upaya ini jika dilakukan secara intensif dan berkesinambungan selain
dapat melestarikan potensi seni-budaya juga dapat mendorong tumbuh-
kembangnya budaya konstruktif di masa datang. Tujuan pendidikan budaya
dan karakter bangsa adalah (Anonimous, 2010):
1. Mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif peserta didik sebagai
manusia dan warganegara yang memiliki nilai-nilai budaya dan
karakter bangsa;
2. Mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji
dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa
yang religius;
3. Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik
sebagai generasi penerus bangsa;
4. Mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang
mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan; dan
5. Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan
belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, serta
dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan (dignity).
Dengan demikian pendidikan karakter bertujuan mendorong lahirnya
pribadi-pribadi yang baik. Begitu tumbuh dalam karakter yang baik, anak-
anak akan tumbuh dengan kapasitas dan komitmennya untuk melakukan
berbagai hal yang terbaik dan melakukan segalanya dengan benar, dan
cenderung memiliki tujuan hidup. Pendidikan karakter yang efektif,
ditemukan dalam lingkungan institusi pendidikan yang memungkinkan semua
peserta didik menunjukkan potensi mereka untuk mencapai tujuan yang
sangat penting (Battistich, 2008)
Karakter, menurut Fromm berkembang berdasarkan kebutuhan
mengganti insting kebinatangan yang hilang ketika manusia berkembang
tahap demi tahap. Karakter membuat seseorang mampu berfungsi di dunia
tanpa harus memikirkan apa yang harus dikerjakan. Karakter manusia
berkembang dan dibentuk oleh pengaturan sosial (social arrangements).
- 6 - Pendidikan Karakter

Masyarakat membentuk karakter melalui pendidik dan orang tua agar


anak bersedia bertingkah laku seperti yang dikehendaki masyarakat.
Karakter yang dibentuk secara sosial meliputi accepting, preserving, taking,
exchanging, dan biophilous (Alwisol, 2006).
Karakter dikembangkan melalui tahap pengetahuan (knowing), acting,
menuju kebiasaan (habit). Hal ini berarti, karakter tidak sebatas
pengetahuan. Menurut William Kilpatrick, seseorang yang memiliki
pengetahuan tentang kebaikan belum tentu mampu bertindak sesuai
pengetahuannya itu kalau ia tidak terlatih untuk melakukan kebaikan
tersebut. Karakter tidak sebatas pengetahuan. Karakter lebih dalam lagi,
menjangkau wilayah emosi dan kebiasaan diri. Dengan demikian, diperlukan
tiga komponen karakter yang baik (components of good character) yaitu
moral knowing atau pengetahuan tentang moral, moral feeling atau perasaan
tentang moral dan moral action atau perbuatan bermoral. Hal ini diperlukan
agar siswa didik mampu memahami, merasakan dan mengerjakan sekaligus
nilai-nilai kebajikan.
Yang termasuk dalam moral knowing adalah kesadaran moral (moral
awareness), pengetahuan tentang nilai-nilai moral (knowing moral values),
penentuan sudut pandang (perspective taking), logika moral (moral
reasoning), keberanian mengambil menentukan sikap (decision making), dan
pengenalan diri (self knowledge). Unsur moral knowing mengisi ranah
kognitif mereka.
Moral Feeling merupakan penguatan aspek emosi siswa untuk
menjadi manusia berkarakter. Penguatan ini berkaitan dengan bentuk-bentuk
sikap yang harus dirasakan oleh siswa, yaitu kesadaran akan jati diri
(conscience), percaya diri (self esteem), kepekaan terhadap derita orang lain
(emphaty), cinta kebenaran (loving the good), pengendalian diri (self control),
kerendahan hati (humility).
Moral Action merupakan perbuatan atau tindakan moral ini
merupakan hasil (outcome) dari dua komponen karakter lainnya. Untuk
memahami apa yang mendorong seseorang dalam perbuatan yang baik (act
Pendahuluan- 7 -
 
morally) maka harus dilihat tiga aspek lain dari karakter yaitu : 1) kompetensi
(competence), 2) keinginan (will) dan 3) kebiasaan (habit).
Berkowitz (1998) menyatakan bahwa kebiasaan berbuat baik tidak
selalu menjamin bahwa manusia yang telah terbiasa tersebut secara sadar
(cognition) menghargai pentingnya nilai karakter (valuing). Karena mungkin
saja perbuatannya tersebut dilandasi oleh rasa takut untuk berbuat salah,
bukan karena tingginya penghargaan akan nilai itu. Misalnya saja ketika
seseorang berbuat jujur hal itu dilakukannya karena ia takut dinilai oleh orang
lain, bukan karena keinginannya yang tulus untuk menghargai nilai kejujuran
itu sendiri. Oleh sebab itu dalam pendidikan karakter diperlukan juga aspek
perasaan (domein affection atau emosi). Memakai istilah Lickona (1992)
komponen ini dalam pendidikan karakter disebut “desiring the good” atau
keinginan utnuk berbuat kebaikan. Menurut Lickona pendidikan karakter
yang baik dengan demikian harus melibatkan bukan saja aspek “knowing the
good” (moral knowing), tetapi juga “desiring the good” atau “loving the good”
(moral feeling) dan “acting the good” (moral action). Tanpa itu semua
manusia akan sama seperti robot yang terindoktrinasi oleh sesuatu paham.
Jelaslah bahwa karakter dikembangkan melalui tiga langkah, yakni
mengembangkan moral knowing, kemudian moral feeling, dan moral action.
Pendidikan karakter menurut Doni Koesoema (2007) merupakan
sebuah struktur antropologis yang terarah pada proses pengembangan
dalam diri manusia secara terus menerus untuk menyempurnakan dirinya
sebagai manusia yang berkeutamaan. Yakni dengan mengaktualisasikan
nilai-nilai keutamaan seperti keuletan, tanggung jawab, kemurahan hati, dan
lain-lain. Hal ini karena Doni Koesoema menganggap bahwa jiwa manusia
bisa diubah dengan pendidikan, dan ini bisa dilakukan di sekolah. Ia
menggagas lima metode pendidikan karakter yakni mengajarkan
pengetahuan tentang nilai, memberikan keteladanan, menentukan prioritas,
praksis prioritas dan refleksi. Semua metode tersebut dilaksanakan dalam
setiap momen di sekolah, yang kemudian diaktualisasikan ke masyarakat
supaya bisa mengontrolnya dan juga ikut memraktekkan.
- 8 - Pendidikan Karakter

Masyarakat Indonesia yang majemuk yang terdiri dari berbagai


budaya, karena adanya berbagai kegiatan dan pranata khusus dimana
setiap kultur merupakan sumber nilai yang memungkinkan terpeliharanya
kondisi kemapanan dalam kehidupan masyarakatta pendukungnya, setiap
masyarakat pendukung kebudayaan (culture bearers) cenderung menjadikan
kebudayaannya sebagai kerangka acuan bagi perikehidupannya yang
sekaligus untuk mengukuhkan jati diri sebagai kebersamaan yang berciri
khas (Fuad Hassan, 1998).
Masalah yang biasanya dihadapi oleh masyarakat majemuk adalah
adanya persentuhan dan saling hubungan antara kebudayaan suku bangsa
dengan kebudayaan umum lokal, dan dengan kebudayaan nasional.
Diantara hubungan-hubungan ini yang paling kritis adalah hubungan antara
kebudayaan suku bangsa dan umum lokal di satu pihak dan kebudayaan
nasional di pihak lain. Pemaksaan untuk mengubah tata nilai atau upaya
penyeragaman budaya seringkali dapat memperkuat penolakan dari budaya-
budaya daerah, atau yang lebih parah bila upaya mempertahankan tersebut,
justru disertai dengan semakin menguatnya etnosentrime. Etnosentrisme
secara formal didefinisikan sebagai pandangan bahwa kelompok sendiri
adalah pusat segalanya dan kelompok lain akan selalu dibandingkan dan
dinilai sesuai dengan standar kelompok sendiri. Etnosentrisme membuat
kebudayaan diri sebagai patokan dalam mengukur baik buruknya, atau tinggi
rendahnya dan benar atau ganjilnya kebudayaan lain dalam proporsi
kemiripannya dengan kebudayaan sendiri, adanya kesetiakawanan yang
kuat dan tanpa kritik pada kelompok etnis atau bangsa sendiri disertai
dengan prasangka terhadap kelompok etnis dan bangsa yang lain. Orang-
orang yang berkepribadian etnosentris cenderung berasal dari kelompok
masyarakat yang mempunyai banyak keterbatasan baik dalam pengetahuan,
pengalaman, maupun komunikasi, sehingga sangat mudah terprovokasi.
Perlu pula dipahami bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia masih
berada pada berbagai keterbatasan tersebut.
Ditambahkan oleh Budiono (2000) bahwa dalam masyarakat selalu
bekerja dua macam kekuatan yaitu kekuatan yang ingin menerima
Pendahuluan- 9 -
 
perubahan dan kekuatan yang menolak adanya perubahan. Meskipun selalu
terdapat dua kekuatan, namun sejarah memperlihatkan bahwa kaum
konservatif cepat atau lambat akan terdesak untuk memberi tempat pada
adanya perubahan. Proses itu seringkali tidak berjalan secara linier, tapi
berjalan maju mundur. Konflik antara kaum progresif dengan kaum
konservatif maupun konflik diantara kaum progresif itu sendiri. Dalam
“masyarakat yang sudah selesai”, konflik itu sudah ditempatkan dalam
suatu mekanisme yang biasanya merupakan tatanan sosial politik yang
sudah dirasionalisasikan sehingga konflik itu didorong untuk diselesaikan
secara argumentatif. Sebaliknya pada masyarakat berkembang (masyarakat
yang belum selesai) konflik itu biasanya berlangsung secara liar karena para
pelakunya masih sama-sama mencari mekanisme untuk menyelesaikan/
mengatasi perbedaan-perbedaan di antara mereka secara rasional,
susahnya dalam bersama-sama mencari mekanisme itu masing-masing
kekutan progresif itu juga berusaha untuk mencari kekuatan yang dominan,
untuk mencari dan menentukan bentuk mekanisme penyelesaian, kadang-
kadang bentuk mekanisme itu bisa diusahakan serasional mungkin tetapi
bisa saja terjadi bahwa usaha-usaha itu dipadu dengan pemaksaan fisik.
Dengan pemahaman pada fenomena tersebut landasan sosial
budaya masyarakat Indonesia yang bercorak pada masyarakat majemuk
(plural society) perlu memperoleh perhatian dan dikaji kembali, karena
ideologi masyarakat majemuk lebih menekankan pada keanekaragaman
suku bangsa akan sangat sulit untuk diwujudkan dalam masarakat yang
demokratis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Untuk mencapai
tujuan proses-proses demokratisasi, ideologi harus digeser menjadi ideologi
keanekaragaman budaya atau multi-kulturalisme, Kemajemukan masyarakat
Indonesia yang terdiri atas berbagai suku bangsa maka yang nampak
menyolok dalam kemajemukan masyarakat Indonesia adalah penekanan
pada pentingnya kesukubangsaan yang terwujud dalam komunitas-
komunitas suku bangsa, dan digunakannya kesukubangsaan tersebut
sebagai acuan utama bagi jati diri individu. Ada sentimen-sentimen kesuku
bangsaan yang memiliki potensi pemecah belah dan penghancuran sesama
- 10 - Pendidikan Karakter

bangsa Indonesia karena masyarakat majemuk menghasilkan batas-batas


suku bangsa yang didasari oleh stereotip dan prasangka yang menghasilkan
penjenjangan sosial, secara primordial dan subyektif. Konflik-konflik yang
terjadi antar etnik dan antar agama, sering kali berintikan pada
permasalahan hubungan antara etnik asli setempat dengan pendatang,
konflik-konflik itu terjadi karena adanya pengaktifan secara berlebihan jatidiri
etnik untuk solidaritas dalam memperebutkan sumber daya yang ada.
(Hamengku Buwono X. 2001).
Dengan mencermati berbagai permasalahan silang budaya dan
kondisi masyarakat Indonesia, dapat ditemui adanya berbagai masalah yang
ditengarai sebagai kendala penyelesaian masalah diantaranya adalah
(Poerwanti, 2005) :
1. Rendahnya tingkat pengetahuan, pengalaman, dan jangkauan
komunikasi sebagian masyarakat yang dapat mengakibatkan rendahnya
daya tangkal terhadap budaya asing yang negatif, dan keterbatasan
dalam menyerap serta mengembangkan nilai-nilai baru yang positif,
sekaligus mudah sekali terprofokasi dengan isu-isu yang dianggap
mengancam eksistensinya
2. Kurang maksimalnya media komunikasi dalam memerankan fungsinya
sebagai mediator dan korektor informasi,
3. Paradigma pendidikan yang lebih menekankan pengembangan
intelektual dengan mengabaikan pengembangan kecerdasan emosional,
pembentukan sikap moral, dan penanaman nilai budaya. Manusia terbuai
kegiatan dan pembangunan yang pragmatis, yang memberikan manfaat
materiil yang lebih mudah teramati dan terukur, sehingga seringkali
sanksi formal lebih ditakuti daripada sanksi moral.
4. Meningkatnya gejala “Societal crisis on caring” (krisis pengasuhan dan
kepedulian dalam masyarakat) karena tingginya mobilitas sosial dan
transformasi kultural yang ditangkap dan diadopsi secara terbatas.
Pendahuluan- 11 -
 
Sejalan dengan berbagai kendala yang ada maka upaya
penyelesaian permasalahan silang budaya dapat dilakukan dengan :
Pertama, dapat dilakukan dengan membangun kehidupan multi kultural yang
sehat ; dilakukan dengan meningkatkan toleransi dan apresiasi
antarbudaya. Yang dapat diawali dengan peningkatan tingkat pengetahuan
masyarakat tentang kebhinekaan budaya, dengan berbagai model
pengenalan ciri khas budaya tertentu, terutama psikologi masyarakat yaitu
pemahaman pola perilaku khusus masyarakatnya. Kedua, Peningkatan
peran media komunikasi, untuk melakukan sensor secara substantif yang
berperan sebagai korektor terhadap penyimpangan norma sosial yang
dominan, dengan melancarkan tekanan korektif terhadap subsistem yang
mungkin keluar dari keseimbangan fungsional. Pengungkapan skandal atau
perbuatan yang merugikan kepentingan umum dan melecehkan nilai-nilai
yang dijunjung tinggi oleh masyarakat, harus disiarkan dengan fungsi
sebagai pemeliharaan kestabilan. Sedang kontrol secara distributif,
berfungsi memelihara keseimbangan sistem melalui diseminasi selektif dan
berbagai ragam teknik-teknik penyebaran maupun penyaringan informasi,
yang mungkin dapat mengundang kemelut dalam masyarakat atau
menimbulkan perpecahan, justru media komunikasi dituntut untuk dapat
menampilkan berbagai informasi yang bersifat apresiatif terhadap budaya
masyarakat lain. Ketiga, Strategi pendidikan yang berbasis budaya, dapat
menjadi pilihan karena pendidikan berbasis adat tidak akan melepaskan diri
dari prinsip bahwa manusia adalah faktor utama, sehingga manusia harus
selalu merupakan subyek sekaligus tujuan dalam setiap langkah dan upaya
perubahan. Nilai-nilai budaya tradisional dapat terinternalisasi dalam proses
pendidikan baik di lingkungan keluarga, pendidikan formal maupun non
formal. Khususnya pendidikan di sekolah diperlukan adanya paradigma baru
yang dapat menyajikan model dan strategi pembelajaran yang dapat
menyeimbangkan proses homonisasi yang melihat manusia sebagai
makhluk hidup dalam konteks lingkungan ekologinya, yang memerlukan
terasahnya kemampuan intelektual untuk menghadapi tantangan
kesejagadan dengan pendidikan sebagai proses humanisasi yang lebih
menekankan manusia sebagai makhluk sosial yang mempunyai otonomi
- 12 - Pendidikan Karakter

moral dan sensivitas /kedaulatan budaya, sehingga terbentuk manusia yang


bisa mengelola konflik, dan menghargai kemajemukan, serta dapat tegar
terhadap arus perubahan dengan memperetajam sence of belonging, self of
integrity, sence of participation dan sence of responcibility sebagai benteng
terhadap pengaruh faktor eksternal tersebut, transformasi budaya harus
dipandu secara pelan-pelan, dan bukan merupakan revolusi yang
dipaksakan. (Poerwanti, 2003).
Setiap manusia adalah individu yang unik yang secara alamiah,
memiliki potensi yang sama untuk berkembang. Lingkungan,
ketidakberuntungan, serta sistem-sistem yang tumbuh di masyarakat yang
realitasnya justru menjadikan individu tumbuh menjadi masyarakat yang
beragam. Namun semua itu tidak lantas menghilangkan esensi diri individu
bersangkutan. Realitas apapun yang dihadapi, dia tetaplah manusia dengan
martabat yang seutuhnya; dengan rasa, rasio, dan nurani yang melekat di
dirinya.
Dengan dinamika dan keberagaman yang ada, akan tumbuh warna-
warni dalam kehidupan manusia, dimana tidak satupun individu yang
memiliki semua warna itu. Tidak ada manusia yang sempurna. Inilah
kelebihan setiap individu manusia, yang pada akhirnya setiap individu
memerlukan kelebihan individu lainnya di dalam perikehidupannya.
Rangkaian tangan. Interaksi sosial itulah yang akan menempatkan
kesejajaran martabat manusia dalam sebuah irama.
 
Evaluasi Diri - 13 -
 
Bab II.

Widya Mataram, Kampus berbasis Budaya

engan mengenal diri sendiri, kita akan menyadari bagaimana kita


memiliki syarat dan modal untuk terwujudnya sebuah bangsa yang
besar berkarakter dan berbudaya dalam kancah hubungan
internasional. Semangat berkebudayaan dalam cakupan luas (universal
culture) inilah yang akan terus dikembangkan UWMY di masa datang
sebagai sumbangsih bagi pencerdasan kehidupan berbangsa sekaligus
menghasilkan pribadi-pribadi yang memiliki karakter budaya bangsanya.

A. Sejarah Universitas Widya Mataram Yogyakarta


Universitas Widya Mataram Yogyakarta (UWMY) adalah salah satu
bentuk perguruan tinggi yang mengemban fungsi dan tugas dalam upaya
mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam kedudukannya sebagai perguruan
tinggi mandiri, merupakan bagian dari sistem pendidikan Nasional
berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945. Adapun tujuan
pendidikan tinggi adalah menyiapkan peserta didik menjadi anggota
masyarakat yang memiliki kemampuan, kecakapan dan ketrampilan dalam
- 14 - Pendidikan Karakter

pengembangan dan penyebarluasan ilmu pengetahuan, teknologi dan


kebudayaan serta mengupayakan penggunaannya bagi peningkatan taraf
kehidupan masyarakat dalam rangka memperkaya kebudayaan nasional.
Berada di atas areal seluas 43.307 m2 dalam lingkungan kompleks
nDalem Mangkubumen, Universitas Widya Mataram Yogyakarta (UWMY)
bernaung dibawah Yayasan Mataram Yogyakarta yang berdiri dengan Akte
Notaris No. 153 tanggal 28 Mei 1982. UWMY didirikan pada hari Kamis Legi
tanggal 7 Oktober tahun 1982 oleh (Alm.) Sri Sultan Hamengku Buwono IX
dan KGPH Mangkubumi (Kini Sri Sultan Hamengku Buwono X). Pada masa
awal pergerakan kemerdekaan Indonesia, nDalem Mangkubumen digunakan
untuk kegiatan belajar-mengajar fakultas kedokteran yang menjadi cikal
bakal khususnya Univ. Gadjah Mada (UGM) serta pada umumnya
pendidikan tinggi di Indonesia.
Pada saat didirikan UWMY terdiri dari 4 (empat) Fakultas, yaitu
Fakultas Ekonomi, Fakultas Hukum, Fakultas Sosial dan Politik serta
Fakultas Teknologi. Kemudian untuk memenuhi peraturan Pemerintah
bahwa didalam universitas harus memiliki 5 (lima) fakultas, maka pada
tanggal 16 April 1984 Fakultas Teknologi dipecah menjadi 2 (dua), yaitu
Fakultas Teknik dan Fakultas Teknologi Pertanian. Hingga periode
Nopember 2011, UWMY telah meluluskan sebanyak 5.794 sarjana,
sementara mahasiswa yang tercatat pada periode yang sama sebanyak
1.267 mahasiswa.
Kurikulum yang ditawarkan kepada mahasiswa disesuaikan dengan
kebutuhan peluang kerja yang ada. Syarat kelulusan program sarjana S 1,
setiap mahasiswa wajib menyelesaikan paling sidikit 144 SKS (satuan kredit
semester), menyusun laporan kerja praktek lapangan dan menyusun laporan
tugas akhir atau skripsi.
Saat ini terdapat 5 (lima) fakultas di UWMY dengan 8 (delapan)
program studi yaitu; Fakultas Hukum dengan Proram Studi Ilmu Hukum,
Fakultas Ekonomi dengan Program Studi Managemen dan Akuntansi,
Fakultas ISIPOL dengan Program Studi Administrasi Negara dan Sosiologi,
Evaluasi Diri - 15 -
 
Fakultas Teknik dengan Program Studi Teknik Arsitektur dan Teknik Industri
serta Fakultas Teknologi Pertanian dengan Program Studi Teknologi
Pangan.
B. Visi
Visi UWMY adalah menghasilkan peserta didik yang berwawasan
luas, berwawasan kebudayaan, peduli lingkungan, memiliki jiwa
kewirausahaan, dan ilmu pengetahuan dengan semangat kerakyatan dan
kebangsaan.
C. Misi
Misi UWMY adalah melaksanakan dan mengembangkan Tri Dharma
Perguruan Tinggi yang berkualitas di bidang pendidikan, penelitian dan
pengabdian kepada masyarakat, serta mendidik mahasiswa yang memiliki
keungulan kompetitif, peduli lingkungan, berbudaya dan beradab.
1. Menyelenggarakan pendidikan yang berkualitas dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa.
2. Menghasilkan lulusan yang memiliki keungulan kompetitif, peduli
lingkungan, berbudaya dan beradab
3. Mendorong kegiatan penelitian sebagai perwujudan, di bidang ilmu
pengetahuan, teknologi, seni budaya dan sosial politik, sesuai dengan
kondisi dan permasalahan yang dihadapi masyarakat.
4. Meningkatkan pengabdian kepada masyarakat atas dasar tanggung
jawab sosial demi kepentingan masyarakat.
5. Menjalin kerjasama secara berkelanjutan dengan lembaga pendidikan,
lembaga penelitian, pemerintah, dunia usaha dan masyarakat.

Tujuan Pendidikan UWMY


1. Menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki
kemampuan akademik, dan/atau profesional yang dapat menerapkan,
mengembangkan dan/atau memperkaya khasanah ilmu pengetahuan,
teknologi dan/atau kesenian.
- 16 - Pendidikan Karakter

2. Mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi dan


kesenian serta mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf
hidup masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional.
Unit Penunjang
1. Biro Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan
Biro Administrasi Akademik dan Kemahasiswaaan terdiri dari lima bagian,
yaitu bagian registrasi dan statistik, bagian akademik, bagian
kemahasiswaan dan alumni, bagian kerjasama dan bagian sistim informasi
(humas)
Tugas Biro Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan adalah memberikan
pelayanan teknis dan administratif di bidang akademik dan kemahasiswaan
di lingkungan universitas; yang meliputi kegiatan penyusunan kalender
akademik, registrasi dan her-registrasi mahasiswa/pendaftaran mahasiswa,
aktivitas kemahasiswaan dan alumi. Selain itu juga bertugas melakukan
persiapan yang berhubungan dengan penerimaan mahasiswa baru,
mengusahakan beasiswa, melakuakn proses administrasi cuti kuliah, widuda
dan lain lain.
2. Biro Administrasi Umum dan Keuangan
Biro Administrasi Umum dan Keuangan terdiri dari empat bagian, yaitu
bagian rumah tangga, bagian tata usaha/sekretariat rektorat, bagian
keuangan dan bagian kepegawaian. Tugas Biro Administrasi Umum dan
Keuangan adalah memberikan pelayanan teknis dan administratif di bidang
administrasi umum dan keuangan di lingkungan universitas; yang meliputi
administrasi kepegawaian, ketatausahaan, keuangan, sarana dan prasarana,
serta melakukan tugas rekrutmen, pengembangan dan pembinaan pegawai,
memproses berbagai peraturan umum, serta merawat semua sarana dan
prasarana yang dimiliki UWMY.
3. Perpustakaan
Perpustakaan dibuka 6 hari seminggu dari pukul 08.00 sampai 16.00.
Fasilitas yang tersedia berupa koleksi buku dan ruang baca.
Evaluasi Diri - 17 -
 
4. Kemahasiswaan dan alumni
Kemahasiswaan : Saat ini mahasiswa UWMY yang tersebar pada 8
(delapan) program studi dengan jumlah pada masing-masing program studi
berbeda-beda.
Untuk pengembangan bakat dan minat, penalaran serta kesejahteraan
mahasiswa, UWMY memberi kesempatan kepada mahasiwa untuk aktif
dalam UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) di tingkat Universitas. Selain sebagai
pengembangan bakat dan minat mahasiswa, UKM dapat menjadi sarana
yang sangat baik bagi mahasiswa untuk melatih kemampuan kepemimpinan
atau manajerial. UKM UWMY terdiri atas UKM bidang pengembangan minat
yaitu Teater Dokumen, Mapawima (Mahasiswa Pencinta Alam Widya
Mataram) dan Bola; UKM bidang penalaran yaitu Padma, HMJ (Himpunan
Mahasiswa Jurusan) Teknik Arsitektur dan Teknk Industri; UKM kerohanian
yaitu LDK (Lembaga Dakwah Kampus) dan PMK Paskah (Persatuan
Mahasiswa Kristen).
5. Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat
LPPM (Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat) UWMY
(Universitas Widya Mataram Yogyakarta) adalah suatu lembaga di UWMY
yang didirikan untuk membina, mengkoordinir dan melaksanakan kegiatan
penelitian dan pengabdian masyarakat dalam mengemban pelaksanaan Tri
Dharma Perguruan Tinggi.
Kehidupan dan perkembangan akademik di perguruan tinggi tidak terlepas
dari perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (ipteks), serta
tuntutan masyarakat yang terus meningkat seirama dengan meningkatnya
kualitas kehidupan. Oleh karena itu keberadaan LPPM diharapkan dapat
menjadi mitra bagi pemerintah selaku pengambil kebijakan maupun
lembaga-lembaga lainnya baik swasta maupun industri dalam mengatasi
berbagai persoalan yang sedang berkembang di masyarakat.
Penelitian dan pengabdian kepada masyarakat UWMY memiliki tujuan :
• Meningkatkan relevansi program penelitian dan pengabdian masyarakat
UWMY agar sesuai dengan kebutuhan masyarakat, sehingga dapat
membantu pemerintah dalam mempercepat laju pembangunan.
- 18 - Pendidikan Karakter

• Mengamalkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni di kalangan


masyarakat dan membantu masyarakat dalam melaksanakan
pembangunan melalui kegiaatn produktif dan memanfaatkan sumber
daya yang ada; sehingga UWMY menjadi universitas yang dekat dengan
masyarakat.
• Memantapkan jaringan kerjasama dengan PTN/PTS, dunia usaha,
instansi pemerintah maupun lembaga swadaya masyarakat.
Pusat Studi
UWMY memiliki beberapa pusat studi meliputi Pusat Studi Arsitektur
Tradisional, Pusat Studi Pengembangan Masyarakat Sipil dan Pusat Studi
Teknologi Pangan.
1. Pusat Studi Arsitektur Tradisional
Arsitek lingkungan binaan modern berkarakter lokalitas adalah merupakan
visi PS Arsitektur Tradisional, sedangkan misinya adalah :
• Mendokumentasikan warisan arsitektur dan lingkungan tradisional Jawa
• Mengkaji warisan arsitektur dan lingkungan tradisional dalam rangka
menggali kearifan lokal (genius locus) agar dapat disumbangkan untuk
membangun arsitektur modern yang berkarakter lokal.
2. Lembaga Studi Pengembangan Masyarakat Sipil
Visi Lembaga Studi Pengembangan Masyarakat Sipil (LSPMS) adalah
sebagai bagian dari kekuatan strategis untuk mendorong dan
mengembangkan masyarakat sipil yang kritis, cerdas dan tercerahkan
menuju tata kehidupan berbangsa dan bernegara yang domokratis, adil,
sejahtera, berkemanusiaan, beradap dan berbudaya.
Sedangkan misinya :
• Mengembangkan kajian-kajian kritis terhadap berbagai persoalan di
seputar pengembangan masyarakat sipil.
• Mengembangkan komunitas terdidik dan terorganisir di dalam kehidupan
masyarakat sipil, yakni suatu komunitas yang mampu membangun
Evaluasi Diri - 19 -
 
kekuatan partisipatif bagi proses transformasi sosial dalam tata
kehidupan berbangsa dan bernegara
• Mengembangkan peranan institusi-institusi sosial untuk mendorong
transformasi sosial masyarakat sipil menuju tatanan kehidupan
berbangsa dan bernegara yang demokratis, adil, sejahtera,
berkemanusiaan, beradap dan berbudaya.
3. Pusat Studi Teknologi Pangan.
Visi Pusat Studi Teknologi Pangan adalah untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dengan cara mencerdaskan dalam bidang
penciptaan, pengembangan dan penanganan produk hasil pertanian,
meliputi pengolahan dan pemasarannya, dengan misi :
• Memberikan pendidikan, pelatihan ketrampilan, pemagangan dan
bimbingan/ konsultasi kepada unit kegiatan usaha di pedesaan dan
perkotaan di bidang organisasi, manajemen, penguasaan teknologi,
produksi, kemitraan, pemodalan dan pemasaran.
• Mengenalkan dan mengembangkan agroindustri dalam upaya
memperluas kesempatan kerja, penguasaan teknologi dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
Selain itu, sebagai penunjang kegiatan belajar-mengajar, UMWY memiliki 11
(sebelas) laboratorium yang terdapat di UWMY, yakni :
1. Laboratorium PUSTEKOM
2. Laboratorium Komputer dan Internet
3. Laboratorium Peradilan Semu
4. Laboratorium Perancangan
5. Laboratorium Presentasi Gambar
6. Laboratorium Bengkel Tiga Dimensi
7. Laboratorium Ergonomi
8. Laboratorium Sistim Produksi
9. Laboratorium Proses Produksi
10. Laboratorium Kimia Pangan
11. Laboratorium Mikrobiologi dan Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian
- 20 - Pendidikan Karakter

Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat


LPPM (Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat) UWMY
(Universitas Widya Mataram Yogyakarta) adalah suatu lembaga di UWMY
yang didirikan untuk membina, mengkoordinir dan melaksanakan kegiatan
penelitian dan pengabdian masyarakat dalam mengemban pelaksanaan Tri
Dharma Perguruan Tinggi. Lembaga ini dibentuk bersamaan dengan
berdirinya Universitas Widya Mataram Yogyakarta, pada tahun 1982.
Kehidupan dan perkembangan akademik di perguruan tinggi tidak terlepas
dari perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (ipteks), serta
tuntutan masyarakat yang terus meningkat seirama dengan meningkatnya
kualitas kehidupan. Oleh karena itu keberadaan LPPM diharapkan dapat
menjadi mitra bagi pemerintah selaku pengambil kebijakan maupun
lembaga-lembaga lainnya baik swasta maupun industri dalam mengatasi
berbagai persoalan yang sedang berkembang di masyarakat.
Penelitian dan pengabdian kepada masyarakat UWMY memiliki tujuan :
• Meningkatkan relevansi program penelitian dan pengabdian masyarakat
UWMY agar sesuai dengan kebutuhan masyarakat, sehingga dapat
membantu pemerintah dalam mempercepat laju pembangunan.
• Mengamalkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni di kalangan
masyarakat dan membantu masyarakat dalam melaksanakan
pembangunan melalui kegiaatn produktif dan memanfaatkan sumber
daya yang ada; sehingga UWMY menjadi universitas yang dekat dengan
masyarakat.
• Memantapkan jaringan kerjasama dengan PTN/PTS, dunia usaha,
instansi pemerintah maupun lembaga swadaya masyarakat.
Semenjak dibentuk, LPPM-UWMY telah menjalankan berbagai program
terkait dengan tridharma perguruan tinggi terutama dalam penelitian dan
pengabdian masyarakat. Program tersebut dilakukan oleh berbagai civitas
akademika yang ada dalam lingkup UWMY terutama oleh staff edukatif
maupun mahasiswa untuk mengamalkan keilmuannya agar dapat
dimanfaatkan bagi perkembangan ilmu itu sendiri maupun bergunan bagi
Evaluasi Diri - 21 -
 
masyarakat. Secara umum, program yang dilakukan oleh LPPM-UWMY
adalah :
• Melaksanakan penelitian untuk mengembangkan pengetahuan dan
teknologi yang sesuai dengan kemajuan teknologi dan kebutuhan
masyarakat.
• Melaksanakan pembinaan, pelayanan dan pendampingan/fasility dalam
rangka pemberdayaan masyarakat baik masyarakat pendidikan, industri,
maupun masyarakat umum yang memerlukan bantuan Perguruan Tinggi.
• Melaksanakan kegiatan seminar, lokakarya, workshop dan pelatihan-
pelatihan dalam rangka peningkatan kapasitas sumber daya manusia
Untuk meningkatkan peran serta LPPM UWMY dalam meningkatkan gerak
pembangunan, telah dilaksanakan kerjasama dengan instansi pemerintah
maupun lembaga swadaya masyarakat dalam bentuk penelitian maupun
pengabdian masyarakat antara lain :
• Studi potensi investasi pada perusahaan pengolahan (manufacture) di
Kabupaten Kulon Progo.
• (Biro Bina Sosial Setwil Propinsi DIY, 1995/1996)
• Inkubator bisnis dan teknologi
• (Kanwil Departemen Koperasi & PPK DIY , 1996/1997)
• Penelitian tentang suplementasi agensia probiotik pada produk pangan
tradisional (tape ketan) (DIKTI, URGE, 2000/2001)
• Pelatihan drafting dan design menggunakan komputer (Gama Citra
Pratama, 1999 – 2001)
• Penelitian tentang Bisnis Sumber Daya Alam Militer di Kalimantan
(USAID, 2001)
• Penelitian dan Pendampingan Program Pemberdayaan Masyarakat
Pesisir (Dep. Kelautan dan Perikanan , Asahan Sumatra Utara, 2001)
• Penelitian tentang viabilitas dan stabilitas agensia probiotik pada produk
pangan tradisional (brem padat) (DIKTI, HIBAH BERSAING, 2001/2002 –
2002/2003)
• Pendampingan terhadap UKM/Usaha Kecil dan Menengah (BPD DIY,
tahun 2002)
- 22 - Pendidikan Karakter

• Pengabdian masyarakat di daerah Kabupaten Bantul (Desa Kebonagung,


Panggungharjo, Srandakan, Pajangan, Timbulharjo, dll) dalam rangka
DAFEP (BIPP, 2003-2004)
• Workshop Peace Jurnalism ( Lembaga Informasi Nasional Kerjasama
dengan Kementerian Komunikasi dan Informasi, 2003)
• Praktek Latihan dan Kemahiran Hukum (Bursa Efek Surabaya, Lembaga
Pemasyarakatan Lowokwaru, Kejaksaan Tinggi Bali, DPRD Prop. Bali,
Pemerintah Kabupaten Badung Bali, Kantor bea Cukai Surabaya dan
Peradilan Tata Usaha Negara Surabaya; 2004)
• Penyuluhan hukum (Kanwil DEPKEH HAM Propinsi D.I.Y., 2004)
• Pendampingan Penyelesaian Perkara Bagi Yang Tak Mampu (Kanwil
DEPKEH HAM Propinsi D.I.Y., 2004)
• Penyuluhan Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba bagi Generasi Muda
(Badan Narkotika Nasional, 2003-2004)
• Pelatihan kewirausahaan melalui model inkubator bisnis bagi keluarga
petani Kelurahan Pendowoharjo, Bantul, dengan memanfaatkan potensi
setempat melalui program DBK PKH-PNF (Dinas P& K Prop DIY, 2006)
• Optimalisasi produksi minyak bunga kantil (Michelia alba) dengan metode
Response Surface (DIKTI, Peneliti Muda, 2006)
• Analisis sistem pengolahan limbah cair batik menggunakan tawas dan
kapur di kota Yogyakarta (DIKTI, Peneliti Muda, 2006)
• Permen Probiotik : Teknik Enkapsulasi (ekstrusi) dan Fungsinya di Dalam
Kesehatan Saluran Pencernaan.) (DIKTI, Hibah bersaing, 2006, 2007)
• Perdagangan perempuan dan anak di Semarang Jawa Tengah (DIKTI,
Peneliti Muda, 2007)
• Penyebab kerusakan dan atau keropos dinding pada bangunan lama
oleh porositas bahan bangunan terhadap air tanah permukaan (DIKTI,
Peneliti Muda, 2007)
• Pemberdayaan sumber daya manusia koperasi dan pengaruhnya
terhadap kinerja organisasi (DIKTI, Peneliti Muda, 2007)
• Potensi dan partisipasi tenaga kerja wanita pedesaan pada industri
kerajinan kriya di kecamatan Pajangan Bantul Yogyakarta (DIKTI, Peneliti
Muda, 2007)
Evaluasi Diri - 23 -
 
• Pengaruh arsitektur klasik eropa pada bangunan Kraton Kasultanan
Yogyakarta (DIKTI, Peneliti Muda, 2007)
• Peran dan kedudukan wanita perguruan tinggi swasta di DIY (DIKTI,
Studi Kajian Wanita, 2007)
• Kapitalisasi dunia pendidikan (studi kasus semakin banyaknya program
studi yang ditutup pada perguruan tinggi di Yogyakarta) (DIKTI, Hibah
Bersaing 2007)
D. Kampus berbasis Budaya
Didirikan pada tahun 1982 oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX
bersama KGPH Mangkubumi sebagai pengejawantahan atas upaya
pencerdasan kehidupan berbudaya, berbangsa, dan bernegara.
Pengejawantahan atas upaya mencerdaskan kehidupan berbudaya,
berbangsa dan bernegara dengan memberikan kesempatan yang sama bagi
semua potensi anak bangsa untuk mendapatkan pengajaran dan pendidikan.
Pendidikan adalah hak setiap warga dimana negara berkewajiban
menyediakannya. Pada pijakan yang sama, kita memiliki tanggungjawab
yang sama untuk meningkatkan potensi sumberdaya manusia Indonesia.
Dalam sambutan pada saat pendirian Universitas Widya Mataram
Yogyakarta, Sri Sultan Hamengkubuwana IX menyatakan : “...saya
mendirikan Universitas Widya Mataram ini tidak untuk menambah deretan
panjang perguruan tinggi, tapi saya ingin memberikan alternatif bagi dunia
pendidikan di Yogyakarta sekaligus agar masyarakat luas mendapat
kesempatan untuk menambah wawasan Kebudayaan dan Kebangsaan...”.
Inilah point penting dari pendirian UWMY. Membangun budaya bangsa
dalam ranah pendidikan.
Atas dasar hal tersebut pada tahun 2004 seluruh civitas akademika
UWMY dibekali dengan mata kuliah Filsafat Budaya Mataram. Dengan ciri
khas tersebut diharapkan lulusan UWMY mampu menyemaikan semangat
kebangsaan yang pluralis, humanis, dalam keberagaman budaya bangsa
Indonesia. Dalam ranah yang lebih luas, kedepan mata kuliah ini akan
dikembangkan menjadi kajian sosial-budaya Indonesia atau sering disebut
- 24 - Pendidikan Karakter

dengan Indologi yang menjadi mata kuliah dasar umum (MKDU) bagi seluruh
mahasiswa UWMY.
Indologi adalah kajian tentang segala sesuatu yang menyangkut
masyarakat yang ada di bumi nusantara (Indonesia) dengan segala potensi
yang dimilikinya sumberdaya alam dan sumberdaya manusia dengan
dinamika sosio-kultur, sosio-politik, sosio-ekonomi, yang ada di dalamnya.
Kajian tersebut menyangkut realitas keberagaman suku bangsa,
keberagamaan, beserta permasalahan yang melingkupinya dalam rangka
mewujudkan kesejahteraan sosial bagi setiap insan Indonesia. Pemahaman
yang benar akan memunculkan sebuah integrasi sosial masyarakat
Indonesia di dalam sebuah kerangka kebangsaan. Sebagai bangsa yang
besar (kaya sumberdaya alam, banyak suku bangsa, serta tersebar di
berbagai wilayah daratan maupun kepulauan), Indonesia menyimpan potensi
konflik yang cukup besar berupa disintegrasi bangsa; namun di sisi lain
kondisi tersebut merupakan modal yang sangat besar bagi terwujudnya
kemandirian sebuah bangsa dengan masyarakatnya yang multi-etnis,
multikultur, serta multi-dimensi dalam pentas hubungan antar bangsa di
dunia.
Keberhasilan Belanda dalam masa penjajahan di Indonesia selama
kurang lebih 350 tahun adalah kemampuan mereka menguasai seluk-beluk
tentang bangsa Indonesia, adat-istiadat, bahasa, budaya, masyarakat
sehingga mereka mampu mengelola konflik di masyarakat. Kemampuan
itulah yang digunakan Belanda untuk menguasai bangsa Indonesia. Bahkan
dalam perkembangannya, bangsa Belanda memerlukan membuat kajian
tentang Indonesia. Hal ini dapat dilihat pada masa silan di Universitas Leiden
dibuka jurusan Indologi yang mempelajari segala hal berkaitang dengan
Indonesia mulai dari sejarah, potensi SDM, potensi SDA hingga dinamika-
struktur masyarakatnya. Kajian tersebut mengantarkan Belanda mampu
menguasai sosio-kultur bangsa Indonesia sekaligus memperetahankan
hegemoni penjajahan di Indonesia.
Hingga ditutupnya jurusan Indologi di Fakultas Hukum Univ. Leiden
Belanda, hanya 2 (dua) orang Indonesia yang belajar di Indologi salah
Evaluasi Diri - 25 -
 
satunya adalah mendiang Sri Sultan Hamengkubuwana IX meskipun beliau
tidak sampai menyelesaikan pendidikannya karena keburu dipanggil pihak
Keraton Ngayogyakarta mengingat Sultan HB VIII sedang sakit dan semakin
kritis, hingga meninggal tahun 1939 dan HB IX terpaksa naik tahta
menggantikan HB VIII sehingga tidak sempat menyelesaikan pendidikan
Indologi-nya di Univ. Leiden-Belanda. Pada garis besarnya, Indologi
mempelajari tentang Indonesia (ketika itu masih Hindia-Belanda) dengan
berbagai potensi dan permasalahannya: sosial, politik, ekonomi, budaya,
serta kepercayaan. Dengan sejarah panjang kerajaan yang ada di bumi
nusantara serta ragam suku bangsa dan tersebar di berbagai wilayah
daratan dan kepulauan, Indonesia merupakan sebuah bangsa yang besar.
Inilah tantangan bangsa saat ini. Potensi sumberdaya alam yang besar serta
kondisi sosio-kultur masyarakatnya merupakan potensi untuk dikembangkan
sekaligus merupakan potensi terjadinya konflik kepentingan. Dengan potensi
yang dimilikinya, integrasi dan distegrasi merupakan dua sisi mata uang.
Kunci utamanya adalah mengenal dan memahami karakter bangsa
Indonesia yang beragam suku bangsa, adat-istiadat, agama-kepercayaan,
dan tentunya perkembangan pemikiran setiap anggota masyarakatnya yang
semakin cerdas.
Pemahaman tentang Indologi saat ini bukanlah untuk mengenang
kejayaan kerajaan-kerajaan di bumi Nusantara pada masa lampau, namun
untuk mewujudkan mimpi masa keemasan di masa-masa datang dengan
berbekal modal sumberdaya alam yang terkandung di dalamnya serta modal
sosio-kultural dan geo-politik yang dimiliki setiap insan Indonesia. Dengan
mengenal diri sendiri, kita akan menyadari bagaimana kita memiliki syarat
dan modal untukl terwujudnya sebuah bangsa yang besar dalam kancah
hubungan internasional.
Di Indonesia, sosiologi sebagai sebuah kajian telah berkembang
sejak lama meskipun sebenarnya belum dipelajari secara formal sebagai
ilmu pengetahuan. Ajaran “wulang reh” yang diperkenalkan oleh
Mangkunegara IV dari Surakarta antara lain mengajarkan tata hubungan
antara para anggota masyarakat Jawa yang berasal dari berbagai golongan
- 26 - Pendidikan Karakter

yang berbeda menunjukkan adanya aspek sosiologi utamanya di bidang


intergroup relations. (Soekanto, 1985).
Pemuda Soewardi Soerjaningrat pun memberikan sumbangan
mengenai kepemimpinan dan kekeluargaan yang dipraktekkan dalam
organisasi pendidikan Taman Siswa yang hingga kini doktrin tentang Ing
ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani masih
digunakan sebagai salah satu pola kepemimpinan di Indonesia. Untuk
pertama kalinya, kuliah sosilogi diberikan/diperkenalkan di dunia akademik
dimana Prof. Mr. Soenario Kolopaking memberi kuliah di Akademi Ilmu
Politik di Yogyakarta pada tahun 1948. Dalam perkembangannya akademi
tersebut dilebur menjadi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGM saat ini)
dengan memberikan kuliah dalam bahasa Indonesia untuk yang pertama
kali. Sosiologi juga dikuliahkan sebagai ilmu pengetahuan pada jurusan
pemerintahan dalam negeri, hubungan luar negeri (internasional), dan
publisistik pada akademi tersebut.
Buku sosiologi dalam bahasa Indonesia pertama kali diterbitkan
dengan judul Sosiologi Indonesia ditulis oleh Mr. Djody Gondokusumo yang
memuat pengertian penting dari sosiologi secara teoritis dan bersifat sebagai
filsafat. Dalam bukunya Social Changes in Yogyakarta yang ditulis Selo
Soemardjan tahun 1962 yang merupakan desertasi untuk mendapatkan
gelar dotornya, Selo Soemardjan membahas perubahan-perubahan dalam
masyarakat di Yogyakarta sebagai akibat revolusi politik dan sosial pada
jaman kemerdekaan Indonesia.
Semangat berkebudayaan dalam cakupan luas (universal culture)
inilah yang akan terus dikembangkan UWMY di masa datang sebagai
sumbangsih bagi pencerdasan kehidupan berbangsa sekaligus
menghasilkan pribadi-pribadi yang memiliki karakter budaya bangsanya.
Budaya, Kebudayaan, dan Karakter Bangsa - 27 -
 
Bab III

Budaya, Kebudayaan, dan Karakter Bangsa

urikulum adalah jantungnya pendidikan (curriculum is the heart of


education). Oleh karena itu, sudah seharusnya kurikulum, saat
ini, memberikan perhatian yang lebih besar pada pendidikan
budaya dan karakter bangsa dibandingkan kurikulum masa sebelumnya.
Membentuk karakter, merupakan proses yang berlangsung seumur hidup.
Anak-anak akan tumbuh menjadi pribadi yang berkarakter jika ia tumbuh
pada lingkungan yang berkarakter pula. Dengan begitu, setiap anak yang
dilahirkan bisa berkembang optimal. Ada tiga pihak yang mempunyai peran
penting, yakni i). keluarga, ii). sekolah, dan iii). masyarakat.

A. Kerangka Konseptual
Karakter (character) mengacu pada serangkaian sikap (attitudes),
perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan (skills).
Karakter meliputi sikap seperti keinginan untuk melakukan hal yang terbaik,
kapasitas intelektual seperti berpikir kritis dan alasan moral, perilaku seperti
jujur dan bertanggung jawab, mempertahankan prinsip-prinsip moral dalam
situasi penuh ketidakadilan, kecakapan interpersonal dan emosional yang
memungkinkan seseorang berinteraksi secara efektif dalam berbagai
keadaan, dan komitmen untuk berkontribusi dengan komunitas dan
- 28 - Model Pendidikan Karakter

masyarakatnya. Karakteristik adalah realisasi perkembangan positif sebagai


individu (intelektual, sosial, emosional, dan etika. Individu yang berkarakter
baik adalah seseorang yang berusaha melakukan hal yang terbaik
(Battistich, 2008).
Karakter menurut Alwisol (2006) diartikan sebagai gambaran tingkah
laku yang menonjolkan nilai benar-salah, baik-buruk, baik secara eksplisit
maupun implisit. Karakter berbeda dengan kepribadian, karena pengertian
kepribadian dibebaskan dari nilai. Meskipun demikian, baik kepribadian
(personality) maupun karakter berwujud tingkah laku yang ditunjukkan ke
lingkungan sosial. Keduanya relatif permanen serta menuntun,
mengarahkan, dan mengorganisasikan aktivitas individu.
Kata karakter berasal dari Bahasa Yunani yang berarti “to mark”
(menandai) dan memfokuskan pada bagaimana mengaplikasikan nilai
kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku (Wynne, 1991). Oleh
sebab itu, seseorang yang berperilaku tidak jujur, kejam atau rakus dikatakan
sebagai orang yang berkarakter jelek, sementara orang yang berperilaku
jujur, suka menolong dikatakan sebagai orang yang berkarakter mulia. Jadi
istilah karakter erat kaitannya dengan personality (kepribadian) seseorang.
Sseorang bisa disebut orang yang berkarakter (a person of character)
apabila perilakunya sesuai dengan kaidah moral.
Pendidikan karakter diartikan sebagai the deliberate use of all
dimensions of school life to foster optimal character development. Hal ini
berarti, guna mendukung perkembangan karakter peserta didik, seluruh
komponen di sekolah harus dilibatkan, meliputi isi kurikulum (the content of
the curriculum), proses pembelajaran (the process of instruction), kualitas
hubungan (the quality of relationships), penanganan mata pelajaran (the
handling of discipline), pelaksanaan aktivitas ko-kurikuler, dan etos seluruh
lingkungan sekolah.
Budaya, Kebudayaan, dan Karakter Bangsa - 29 -
 
Karakter Dasar
Kilpatrick dan Lickona merupakan pencetus utama pendidikan
karakter yang percaya adanya keberadaan moral absolute dan bahwa moral
absolute itu perlu diajarkan kepada generasi muda agar mereka paham betul
mana yang baik dan benar. Lickona (1992) dan Kilpatrick (1992) juga
Brooks dan Goble tidak sependapat dengan cara pendidikan moral
reasoning dan values clarification yang diajarkan dalam pendidikan di
Amerika, karena sesungguhnya terdapat nilai moral universal yang bersifat
absolut (bukan bersifat relatif) yang bersumber dari agama-agama di dunia,
yang disebutnya sebagai “the golden rule”. Contohnya adalah berbuat jujur,
menolong orang, hormat dan bertanggungjawab.
Pendidikan karakter tidak dapat dipisahkan dari identifikasi karakter
yang digunakan sebagai pijakan. Karakter tersebut disebut sebagai karakter
dasar. Tanpa karakter dasar, pendidikan karakter tidak akan memiliki tujuan
yang pasti. Karakter (character) mengacu pada serangkaian sikap
(attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan
(skills). Karakter meliputi sikap seperti keinginan untuk melakukan hal yang
terbaik, kapasitas intelektual seperti berpikir kritis dan alasan moral, perilaku
seperti jujur dan bertanggung jawab, mempertahankan prinsip-prinsip moral
dalam situasi penuh ketidakadilan, kecakapan interpersonal dan emosional
yang memungkinkan seseorang berinteraksi secara efektif dalam berbagai
keadaan, dan komitmen untuk berkontribusi dengan komunitas dan
masyarakatnya. Karakteristik adalah realisasi perkembangan positif sebagai
individu (intelektual, sosial, emosional, dan etika. Individu yang berkarakter
baik adalah seseorang yang berusaha melakukan hal yang terbaik
(Battistich, 2008).
Karakter menurut Alwisol (2006) diartikan sebagai gambaran tingkah
laku yang menonjolkan nilai benar-salah, baik-buruk, baik secara eksplisit
maupun implisit. Karakter berbeda dengan kepribadian, karena pengertian
kepribadian dibebaskan dari nilai. Meskipun demikian, baik kepribadian
(personality) maupun karakter berwujud tingkah laku yang ditunjukkan ke
- 30 - Model Pendidikan Karakter

lingkungan sosial. Keduanya relatif permanen serta menuntun,


mengarahkan, dan mengorganisasikan aktivitas individu.
B. Kebudayaan dan Karakter Bangsa
Pada hakikatnya, kebudayaan adalah warisan sosial, dalam artian
bahwa kebudayaan diturunkan dari generasi ke generasi melalui suatu
proses pembelajaran, baik secara formal maupun informal. Proses
pembelajaran formal umumnya dilakukan lewat program-program pendidikan
dalam berbagai institusi pendidikan seperti sekolah, kursus, akademi,
perguruan tinggi, maupun tempat pelatihan kerja dan ketrampilan. Seluruh
wujud kebudayaan dikemas dalam mata pelajaran dan kurikulum yang
disusun dan diberikan secara sistematik, sementara proses pembelajaran
secara informal terjadi melalui proses enkulturasi (enculturation) maupun
sosialisasi (socialization).
Enkulturasi merupakan proses penerusan kebudayaan kepada
seseorang/individu yang dimulai setelah dia dilahirkan, yakni pada saat
kesadaran diri yang bersangkutan mulai tumbuh dan berkembang. Untuk
memunculkan kesadaran diri tersebut, seseorang harus dilengkapi dengan
lingkungan sosialnya. Dalam waktu yang bersamaan, individu akan
memperoleh orientasi yang bersifat ruang, waktu, dan normatif. Dalam
proses enkulturasi tersebut, seseorang/individu memperlajari dan
menyesuaikan alam pikiran serta sikap perilaku dengan adat istiadat, sistem
norma, peraturan-peraturan yang terdapat di dalam kebudayaannya.
Sosialisasi berkaitan dengan proses pembelajaran budaya dalam
hubungannya dengan sistem sosial, semenjak kanak-kanak hingga masa
tuanya dengan bermacam-macam pola tindakan dalam interaksi dengan
semua orang di sekitarnya yang menduduki bermacam-macam status dan
peranan sosial yang ada dalam kehidupan masyarakat sehar-hari.
Persoalan budaya dan karakter bangsa kini menjadi sorotan tajam
masyarakat. Sorotan itu mengenai berbagai aspek kehidupan, tertuang
dalam berbagai tulisan di media cetak, wawancara, dialog, dan gelar wicara
di media elektronik. Selain di media massa, para pemuka masyarakat, para
Budaya, Kebudayaan, dan Karakter Bangsa - 31 -
 
ahli, dan para pengamat pendidikan, dan pengamat sosial berbicara
mengenai persoalan budaya dan karakter bangsa di berbagai forum seminar,
baik pada tingkat lokal, nasional, maupun internasional. Persoalan yang
muncul di masyarakat seperti korupsi, kekerasan, kejahatan seksual,
perusakan, perkelahian massa, kehidupan ekonomi yang konsumtif,
kehidupn politik yang tidak produktif, dan sebagainya menjadi topik
pembahasan hangat di media massa, seminar, dan di berbagai kesempatan.
Berbagai alternatif penyelesaian diajukan seperti peraturan, undang-undang,
peningkatan upaya pelaksanaan dan penerapan hukum yang lebih kuat.
Alternatif lain yang banyak dikemukakan untuk mengatasi, paling
tidak mengurangi, masalah budaya dan karakter bangsa yang dibicarakan itu
adalah pendidikan. Pendidikan dianggap sebagai alternatif yang bersifat
preventif karena pendidikan membangun generasi baru bangsa yang lebih
baik. Sebagai alternatif yang bersifat preventif, pendidikan diharapkan dapat
mengembangkan kualitas generasi muda bangsa dalam berbagai aspek
yang dapat memperkecil dan mengurangi penyebab berbagai masalah
budaya dan karakter bangsa. Memang diakui bahwa hasil dari pendidikan
akan terlihat dampaknya dalam waktu yang tidak segera, tetapi memiliki
daya tahan dan dampak yang kuat di masyarakat.
Kurikulum adalah jantungnya pendidikan (curriculum is the heart of
education). Oleh karena itu, sudah seharusnya kurikulum, saat ini,
memberikan perhatian yang lebih besar pada pendidikan budaya dan
karakter bangsa dibandingkan kurikulum masa sebelumnya. (Anonimous,
2010)
Budaya diartikan sebagai keseluruhan sistem berpikir, nilai, moral,
norma, dan keyakinan (belief) manusia yang dihasilkan masyarakat. Sistem
berpikir, nilai, moral, norma, dan keyakinan itu adalah hasil dari interaksi
manusia dengan sesamanya dan lingkungan alamnya. Sistem berpikir, nilai,
moral, norma dan keyakinan itu digunakan dalam kehidupan manusia dan
menghasilkan sistem sosial, sistem ekonomi, sistem kepercayaan, sistem
pengetahuan, teknologi, seni, dan sebagainya. Manusia sebagai makhluk
sosial menjadi penghasil sistem berpikir, nilai, moral, norma, dan keyakinan;
- 32 - Model Pendidikan Karakter

akan tetapi juga dalam interaksi dengan sesama manusia dan alam
kehidupan, manusia diatur oleh sistem berpikir, nilai, moral, norma, dan
keyakinan yang telah dihasilkannya. Ketika kehidupan manusia terus
berkembang, maka yang berkembang sesungguhnya adalah sistem sosial,
sistem ekonomi, sistem kepercayaan, ilmu, teknologi, serta seni. Pendidikan
merupakan upaya terencana dalam mengembangkan potensi peserta didik,
sehingga mereka memiliki sistem berpikir, nilai, moral, dan keyakinan yang
diwariskan masyarakatnya dan mengembangkan warisan tersebut ke arah
yang sesuai untuk kehidupan masa kini dan masa mendatang.
Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang
yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang
diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir,
bersikap, dan bertindak. Kebajikan terdiri atas sejumlah nilai, moral, dan
norma, seperti jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, dan hormat kepada
orang lain. Interaksi seseorang dengan orang lain menumbuhkan karakter
masyarakat dan karakter bangsa. Oleh karena itu, pengembangan karakter
bangsa hanya dapat dilakukan melalui pengembangan karakter individu
seseorang.
Akan tetapi, karena manusia hidup dalam ligkungan sosial dan
budaya tertentu, maka pengembangan karakter individu seseorang hanya
dapat dilakukan dalam lingkungan sosial dan budaya yang berangkutan.
Artinya, pengembangan budaya dan karakter bangsa hanya dapat dilakukan
dalam suatu proses pendidikan yang tidak melepaskan peserta didik dari
lingkungan sosial,budaya masyarakat, dan budaya bangsa.
Lingkungan sosial dan budaya bangsa adalah Pancasila; jadi
pendidikan budaya dan karakter bangsa haruslah berdasarkan nilai-nilai
Pancasila. Dengan kata lain, mendidik budaya dan karakter bangsa adalah
mengembangkan nilai-nilai Pancasila pada diri peserta didik melalui
pendidikan hati, otak, dan fisik.
Pendidikan adalah suatu usaha yang sadar dan sistematis dalam
mengembangkan potensi peserta didik. Pendidikan adalah juga suatu usaha
Budaya, Kebudayaan, dan Karakter Bangsa - 33 -
 
masyarakat dan bangsa dalam mempersiapkan generasi mudanya bagi
keberlangsungan kehidupan masyarakat dan bangsa yang lebih baik di masa
depan. Keberlangsungan itu ditandai oleh pewarisan budaya dan karakter
yang telah dimiliki masyarakat dan bangsa. Oleh karena itu, pendidikan
adalah proses pewarisan budaya dan karakter bangsa bagi generasi muda
dan juga proses pengembangan budaya dan karakter bangsa untuk
peningkatan kualitas kehidupan masyarakat dan bangsa di masa
mendatang. Dalam proses pendidikan budaya dan karakter bangsa, secara
aktif peserta didik mengembangkan potensi dirinya, melakukan proses
internalisasi, dan penghayatan nilai-nilai menjadi kepribadian mereka dalam
bergaul di masyarakat, mengembangkan kehidupan masyarakat yang lebih
sejahtera, serta mengembangkan kehidupan bangsa yang bermartabat.
Budaya, yang menyebabkan peserta didik tumbuh dan berkembang,
dimulai dari budaya di lingkungan terdekat (kampung, RT, RW, desa)
berkembang ke lingkungan yang lebih luas yaitu budaya nasional bangsa
dan budaya universal yang dianut oleh ummat manusia. Apabila peserta
didik menjadi asing dari budaya terdekat maka dia tidak mengenal dengan
baik budaya bangsa dan dia tidak mengenal dirinya sebagai anggota budaya
bangsa. Dalam situasi demikian, dia sangat rentan terhadap pengaruh
budaya luar dan bahkan cenderung untuk menerima budaya luar tanpa
proses pertimbangan (valueing). Kecenderungan itu terjadi karena dia tidak
memiliki norma dan nilai budaya nasionalnya yang dapat digunakan sebagai
dasar untuk melakukan pertimbangan (valueing).
Semakin kuat seseorang memiliki dasar pertimbangan, semakin kuat
pula kecenderungan untuk tumbuh dan berkembang menjadi warga negara
yang baik. Pada titik kulminasinya, norma dan nilai budaya secara kolektif
pada tingkat makro akan menjadi norma dan nilai budaya bangsa. Dengan
demikian, peserta didik akan menjadi warga negara Indonesia yang memiliki
wawasan, cara berpikir, cara bertindak, dan cara menyelesaikan masalah
sesuai dengan norma dan nilai ciri ke-indonesiaannya.
- 34 - Model Pendidikan Karakter

Hal ini sesuai dengan fungsi utama pendidikan yang diamanatkan


dalam UU Sisdiknas, “mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa”. Oleh karena itu, aturan dasar yang mengatur pendidikan
nasional (UUD 1945 dan UU Sisdiknas) sudah memberikan landasan yang
kokoh untuk mengembangkan keseluruhan potensi diri seseorang sebagai
anggota masyarakat dan bangsa. (Anonimous, 2010)
Di masa lalu, kebudayaan nasional digambarkan sebagai “puncak-
puncak kebudayaan di daerah-daerah di seluruh Indonesia”. Namun
selanjutnya, kebudayaan nasional Indonesia perlu diisi oleh nilai-nilai dan
norma-norma nasional sebagai pedoman bagi kehidupan berbangsa dan
bernegara di antara seluruh rakyat Indonesia. Termasuk di dalamnya adalah
nilai-nilai yang menjaga kedaulatan negara dan integritas teritorial yang
menyiratkan kecintaan dan kebanggaan terhadap tanah air, serta
kelestariannya, nilai-nilai tentang kebersamaan, saling menghormati, saling
mencintai dan saling menolong antar sesama warganegara, untuk bersama-
sama menjaga kedaulatan dan martabat bangsa.
Pembentukan identitas dan karakter bangsa sebagai sarana bagi
pembentukan pola pikir (mindset) dan sikap mental, memajukan adab dan
kemampuan bangsa, merupakan tugas utama dari pembangunan
kebudayaan nasional. Singkatnya, kebudayaan nasional adalah sarana bagi
kita untuk memberikan jawaban atas pertanyaan: “Siapa kita (apa identitas
kita)? Akan kita jadikan seperti apa bangsa kita? Watak bangsa semacam
apa yang kita inginkan? Bagaimana kita harus mengukir wujud masa depan
bangsa dan tanah air kita?”
Jawaban terhadap sederet pertanyaan di atas telah dilakukan dalam
berbagai wacana mengenai pembangunan kebudayaan nasional dan
pengembangan kebudayaan nasional. Namun strategi kebudayaan nasional
untuk menjawab wacana tersebut di atas belum banyak dikemukakan dan
dirancang selama lebih dari setengah abad usia negara ini, termasuk dalam
kongres-kongres kebudayaan yang lalu.
Budaya, Kebudayaan, dan Karakter Bangsa - 35 -
 
Gagasan tentang kebudayaan nasional Indonesia yang menyangkut
kesadaran dan identitas sebagai satu bangsa sudah dirancang saat bangsa
kita belum merdeka. Hampir dua dekade sesudah Boedi Oetomo,
Perhimpunan Indonesia telah menanamkan kesadaran tentang identitas
Indonesia dalam Manifesto Politiknya (1925), yang dikemukakan dalam tiga
hakekat, yaitu: (1) kedaulatan rakyat, (2) kemandirian dan (3) persatuan
Indonesia. Gagasan ini kemudian segera direspons dengan semangat tinggi
oleh Sumpah Pemuda pada tahun 1928.
Di masa awal Indonesia merdeka, identitas nasional ditandai oleh
bentuk fisik dan kebijakan umum bagi seluruh rakyat Indonesia (di antaranya
adalah penghormatan terhadap Sang Saka Merah-Putih, lagu kebangsaan
Indonesia Raya, Bahasa Nasional, pembentukan TKR yang kemudian
menjadi TNI, PNS, sistem pendidikan nasional, sistem hukum nasional,
sistem perekonomian nasional, sistem pemerintahan dan sistem birokrasi
nasional). Di pihak lain, kesadaran nasional dipupuk dengan menanamkan
gagasan nasionalisme dan patriotisme. Kesadaran nasional selanjutnya
menjadi dasar dari keyakinan akan perlunya memelihara dan
mengembangkan harga diri bangsa, harkat dan martabat bangsa sebagai
perjuangan mencapai peradaban, sebagai upaya melepaskan bangsa dari
subordinasi (ketergantungan, ketertundukan, keterhinaan) terhadap bangsa
asing atau kekuatan asing.
Secara internal manusia dan masyarakat memiliki intuisi dan aspirasi
untuk mencapai kemajuan. Secara internal, pengaruh dari luar selalu
mendorong masyarakat, yang dinilai statis sekali pun, untuk bereaksi
terhadap rangsangan-rangsangan dari lingkungannya. Rangsangan besar
dari lingkungan pada saat ini datang dari media masa, melalui pemberitaan
maupun pembentukan opini. Pengaruh internal dan khususnya eksternal ini
merupakan faktor strategis bagi terbentuknya suatu kebudayaan nasional.
Sistem dan media komunikasi menjadi sarana strategis yang dapat diberi
peran strategis pula untuk memupuk identitas nasional dan kesadaran
nasional. (Farida, 2003)
- 36 - Model Pendidikan Karakter

Dalam penataan mindset untuk membentuk kebudayaan nasional


Indonesia, Farida (2003) mengambil titik-tolak utama sebagai awal strategis:
(1) identitas nasional dan (2) kesadaran nasional. Pertama, rakyat Indonesia
yang pluralistik merupakan kenyataan, yang harus dilihat sebagai aset
nasional, bukan resiko atau beban. Rakyat adalah potensi nasional harus
diberdayakan, ditingkatkan potensi dan produktivitas fisikal, mental dan
kulturalnya. Kedua, tanah air Indonesia sebagai aset nasional yang
terbentang dari Sabang sampai Merauke dan dari Miangas sampai Rote,
merupakan tempat bersemayamnya semangat kebhinekaan. Adalah
kewajiban politik dan intelektual kita untuk mentransformasikan
“kebhinekaan” menjadi “ketunggalikaan” dalam identitas dan kesadaran
nasional. Ketiga, diperlukan penumbuhan pola pikir yang dilandasi oleh
prinsip mutualisme, kerjasama sinergis saling menghargai dan memiliki
(shared interest) dan menghindarkan pola pikir persaingan tidak sehat yang
menumbuhkan eksklusivisme, namun sebaliknya, perlu secara bersama-
sama berlomba meningkatkan daya saing dalam tujuan peningkatan kualitas
sosial-kultural sebagai bangsa. Keempat, membangun kebudayaan nasional
Indonesia harus mengarah kepada suatu strategi kebudayaan untuk dapat
menjawab pertanyaan, “Akan kita jadikan seperti apa bangsa kita?” yang
tentu jawabannya adalah “menjadi bangsa yang tangguh dan
entrepreneurial, menjadi bangsa Indonesia dengan ciri-ciri nasional
Indonesia, berfalsafah dasar Pancasila, bersemangat bebas-aktif mampu
menjadi tuan di negeri sendiri, dan mampu berperanan penting dalam
percaturan global dan dalam kesetaraan juga mampu menjaga perdamaian
dunia”. Kelima, yang kita hadapi saat ini adalah krisis budaya. Tanpa segera
ditegakkannya upaya “membentuk” secara tegas identitas nasional dan
kesadaran nasional, maka bangsa ini akan menghadapi kehancuran.
Budaya, Kebudayaan, dan Karakter Bangsa - 37 -
 
Wujud kebudayaan
Dalam bukunya The World of Man (1959) J.J Hoenigman
membedakan tiga gejala kebudayaan sebagai berikut : 1). Gagasan,
merupakan wujud ideal kebudayaan yang berupa kumpulan ide-ide, nilai-
nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya. Wujud kebudayaan ini
terletak dalam kepala-kepala atau di dalam pikiran warga masyarakat
tersebut. Ide-ide dan gagasan manusia banyak yang hidup bersama dalam
suatu masyarakat member jiwa pada masyarakat tersebut. Gagasan itu tidak
berada lepas satu dari yang lain, melainkan selalu dan saling berkaitan
dalam suatu sistem yang disebut sistem budaya (cultural system). Dalam
bahasa Indonesia terdapat istilah untuk menyebut wujud ideal dari
kebudayaan dalam istilah adat atau adat-istiadat. Saat ini, kebudayan ideal
banyak juga yang tersimpan di dalam arsip, disket, compact disc, microfilm,
pita computer, dan lain-lain. 2). Aktivitas, merupakan wujud kebudayaan
sebagai suatu kegiatan serta tindakan berpola dari manusia dalam
masyarakat itu. Wujud yang kedua ini sering pula disebut dengan sistem
sosial (sosial system), yang terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling
berinteraksi, serta bergaul dengan manusia seutuhnya. Sebagai rangkaian
aktivitas manusia dalam suatu masyarakat, sistem sosial bersifat konkret,
terjadi disekeliling kita sehari-hari, bisa diobservasi, difoto, dan
didokumentasikan. 3). Artefak, merupakan wujud kebudayaan fisik yang
berupa hasil dari aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam
masyarakat. Wujud artefak dapat berupa benda-benda atau hal-hal yang
dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Sifat artefak paling konkret
diantara ketiga wujud kebudayaan yang lainnya sehingga paling mudah
dilihat dan diidentifikasi dalam kehidupan sehari-hari.
Ketiga wujud kebudayaan tersebut saling terkait. Kebudayaan ideal
dan adat-istiadat mengatur dan memberi arah kepada tindakan dan karya
manusia. Baik pikiran dan ide-ide maupun tindakan manusia menghasilkan
benda-benda kebudayaan fisik. Sebaliknya, kebudayaan fisik membentuk
membentuk suatu lingkungan hidup tertentu yang makin lama makin
menjauhkan manusia dari lingkungan alamiahnya sehingga memengaruhi
- 38 - Model Pendidikan Karakter

pola-pola perbuatannya bahkan cara berpikirnya. Contohnya : kehidupan


kota dengan berbagai fasilitas dan kemudahan akibat perkembangan
teknologi, informasi, dan pola modernisasi membuat masyarakat kota
semakin cenderung memiliki pola piker praktis-pragmatis, individualis,
materialis, dengan berkurangnya kepekaan terhadap kondisi sosial-
lingkungan sekitarnya. (Koentjaraningrat, 2002)
C. Kepribadian dan Kebudayaan
Pengkajian kebudayaan dan kepribadian dalam kompleks disiplin ilmu
antropologi sudah berkembang sekitar tahun 1920-an dengan banyaknya
penelitian yang mempergunakan konsep dan teori psikologi. yang meneliti
terhadap masalah-masalah pribadi, nilai universal dari konsep dan teori
psikologi, generalisasi watak bangsa, dan kebutuhan naluriah manusia.
(Kodiran, 2004).
Setiap kebudayaan memiliki kepribadian umum atau modal
personality structure. yaitu sejumlah ciri watak yang kadang-kadang secara
keseluruhan dan adakalanya hanya sebagian dari ciri watak berada di dalam
jiwa mayoritas warga suatu masyarakat. Hal ini selain ditentukan oleh bakat
masing-masing individu, juga dibentuk oleh latar belakang kebudayaan dan
sub-kebudayaan dari lingkungan sosial tempat individu tersebut diasuh dan
dibesarkan. (Linton, 1945)
Kepribadian menunjuk pada pengaturan sikap-sikap seseorang untuk
berbuat, berpikir, dan merasakan, khususnya apabila dia berhubungan
dengan orang lain atau menanggapi suatu keadaan. Kepribadian mencakup
kebiasaan, sikap, dan sifat yang dimiliki seseorang apabila berhubungan
dengan orang lain.
Secara umum yang dimaksud kepribadian adalah sifat hakiki yang
tercermin pada sikap seseorang yang membedakan dengan orang lain.
Roucek dan Warren memberikan batasan kepribadian sebagai organisasi
faktor-faktor biologis, psikologis, dan sosiologis yang mendasari perilaku
seseorang. Dari pengertian yang diungkapkan oleh para ahli di atas, dapat
kita simpulkan secara sederhana bahwa yang dimaksud kepribadian (
Budaya, Kebudayaan, dan Karakter Bangsa - 39 -
 
personality ) merupakan ciri-ciri dan sifat-sifat khas yang mewakili sikap atau
tabiat seseorang, yang mencakup polapola pemikiran dan perasaan, konsep
diri, perangai, dan mentalitas yang umumnya sejalan dengan kebiasaan
umum.
Kepribadian seseorang bersifat unik dan tidak ada duanya. Unsur-
unsur yang memengaruhi kepribadian seseorang itu meliputi : i).
Pengetahuan; Pengetahuan seseorang bersumber dari pola pikir yang
rasional, yang berisi fantasi, pemahaman, dan pengalaman mengenai
bermacam-macam hal yang diperolehnya dari lingkungan yang ada di
sekitarnya. Semua itu direkam dalam otak dan sedikit demi sedikit
diungkapkan dalam bentuk perilakunya di masyarakat. ii). Perasaan;
Perasaan merupakan suatu keadaan dalam kesadaran manusia yang
menghasilkan penilaian positif atau negatif terhadap sesuatu atau peristiwa
tertentu. Perasaan selalu bersifat subjektif, sehingga penilaian seseorang
terhadap suatu hal atau kejadian akan berbeda dengan penilaian orang lain.
Contohnya penilaian terhadap jam pelajaran yang kosong. Mungkin kamu
menganggap sebagai hal yang tidak menyenangkan karena merasa rugi
tidak memperoleh pelajaran. Lain halnya dengan penilaian temanmu yang
menganggap sebagai hal yang menyenangkan. Perasaan mengisi penuh
kesadaran manusia dalam hidupnya. iii). Dorongan Naluri; Dorongan naluri
merupakan kemauan yang sudah menjadi naluri setiap manusia. Hal itu
dimaksudkan untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidup manusia, baik
yang bersifat rohaniah maupun jasmaniah. Sedikitnya ada tujuh macam
dorongan naluri, yaitu untuk mempertahankan hidup, seksual, mencari
makan, bergaul dan berinteraksi dengan sesama manusia, meniru tingkah
laku sesamanya, berbakti, serta keindahan bentuk, warna, suara, dan gerak.
- 40 - Model Pendidikan Karakter

1. Faktor-Faktor yang Membentuk Kepribadian


Secara umum, perkembangan kepribadian dipengaruhi oleh lima
faktor, yaitu warisan biologis, warisan lingkungan alam, warisan sosial,
pengalaman kelompok manusia, dan pengalaman unik.
a. Warisan Biologis (Heredity)
Warisan biologis memengaruhi kehidupan manusia dan setiap manusia
mempunyai warisan biologis yang unik, berbeda dari orang lain. Artinya tidak
ada seorang pun di dunia ini yang mempunyai karakteristik fisik yang sama
persis dengan orang lain, bahkan anak kembar sekalipun. Faktor keturunan
berpengaruh terhadap keramah-tamahan, perilaku kompulsif (terpaksa
dilakukan), dan kemudahan dalam membentuk kepemimpinan, pengendalian
diri, dorongan hati, sikap, dan minat. Warisan biologis yang terpenting
terletak pada perbedaan intelegensi dan kematangan biologis. Keadaan ini
membawa pengaruh pada kepribadian seseorang. Tetapi banyak ilmuwan
berpendapat bahwa perkembangan potensi warisan biologis dipengaruhi
oleh pengalaman sosial seseorang. Bakat memerlukan anjuran, pengajaran,
dan latihan untuk mengembangkan diri melalui kehidupan bersama dengan
manusia lainnya.
b. Warisan Lingkungan Alam (Natural Environment)
Perbedaan iklim, topografi, dan sumber daya alam menyebabkan manusia
harus menyesuaikan diri terhadap alam. Melalui penyesuaian diri itu, dengan
sendirinya pola perilaku masyarakat dan kebudayaannyapun dipengaruhi
oleh alam. Misalnya orang yang hidup di pinggir pantai dengan mata
pencaharian sebagai nelayan mempunyai kepribadian yang berbeda dengan
orang yang tinggal di daerah pertanian. Mereka memiliki nada bicara yang
lebih keras daripada orang-orang yang tinggal di daerah pertanian, karena
harus menyamai dengan debur suara ombak. Hal itu terbawa dalam
kehidupan sehari-hari dan telah menjadi kepribadiannya.
c. Warisan Sosial (Social Heritage) atau Kebudayaan
Kita tahu bahwa antara manusia, alam, dan kebudayaan mempunyai
hubungan yang sangat erat dan saling memengaruhi. Manusia berusaha
Budaya, Kebudayaan, dan Karakter Bangsa - 41 -
 
untuk mengubah alam agar sesuai dengan kebudayaannya guna memenuhi
kebutuhan hidup. Misalnya manusia membuka hutan untuk dijadikan lahan
pertanian. Sementara itu kebudayaan memberikan andil yang besar dalam
memberikan warna kepribadian anggota masyarakatnya.
d. Pengalaman Kelompok Manusia (Group Experiences)
Kehidupan manusia dipengaruhi oleh kelompoknya. Kelompok manusia,
sadar atau tidak telah memengaruhi anggota-anggotanya, dan para
anggotanya menyesuaikan diri terhadap kelompoknya. Setiap kelompok
mewariskan pengalaman khas yang tidak diberikan oleh kelompok lain
kepada anggotanya, sehingga timbullah kepribadian khas anggota
masyarakat tersebut.
e. Pengalaman Unik ( Unique Experience )
Setiap orang mempunyai kepribadian yang berbeda dengan orang lain,
walaupun orang itu berasal dari keluarga yang sama, dibesarkan dalam
kebudayaan yang sama, serta mempunyai lingkungan fisik yang sama pula.
Mengapa demikian? Walaupun mereka pernah mendapatkan pengalaman
yang serupa dalam beberapa hal, namun berbeda dalam beberapa hal
lainnya. Mengingat pengalaman setiap orang adalah unik dan tidak ada
pengalaman siapapun yang secara sempurna menyamainya.
Menurut Paul B. Horton, pengalaman tidaklah sekedar bertambah, akan
tetapi menyatu. Pengalaman yang telah dilewati memberikan warna
tersendiri dalam kepribadian dan menyatu dalam kepribadian itu, setelah itu
baru hadir pengalaman berikutnya.

Selain kelima faktor pembentuk kepribadian yang telah kita bahas di


atas, F.G. Robbins dalam Sumadi Suryabrata (2003), mengemukakan ada
lima faktor yang menjadi dasar kepribadian, yaitu :
a. Sifat Dasar
Sifat dasar merupakan keseluruhan potensi yang dimiliki seseorang yang
diwarisi dari ayah dan ibunya. Dalam hal ini, Robbins lebih menekankan
- 42 - Model Pendidikan Karakter

pada sifat biologis yang merupakan salah satu hal yang diwariskan dari
orang tua kepada anaknya.
b. Lingkungan Pre-natal
Lingkungan prenatal merupakan lingkungan dalam kandungan ibu. Pada
periode ini individu mendapatkan pengaruh tidak langsung dari ibu. Maka
dari itu, kondisi ibu sangat menentukan kondisi bayi yang ada dalam
kandungannya tersebut, baik secara fisik maupun secara psikis. Banyak
peristiwa yang sudah ada membuktikan bahwa seorang ibu yang pada waktu
mengandung mengalami tekanan psikis yang begitu hebatnya, biasanya
pada saat proses kelahiran bayi ada gangguan atau dapat dikatakan tidak
lancar.
c. Perbedaan Individual
Perbedaan individu merupakan salah satu faktor yang memengaruhi proses
sosialisasi sejak lahir. Anak tumbuh dan berkembang sebagai individu yang
unik, berbeda dengan individu lainnya, dan bersikap selektif terhadap
pengaruh dari lingkungan.
d. Lingkungan
Lingkungan meliputi segala kondisi yang ada di sekeliling individu yang
memengaruhi proses sosialisasinya. Proses sosialisasi individu tersebut
akan berpengaruh pada kepribadiannya.
e. Motivasi
Motivasi adalah dorongan-dorongan, baik yang datang dari dalam maupun
luar individu sehingga menggerakkan individu untuk berbuat atau melakukan
sesuatu. Dorongandorongan inilah yang akan membentuk kepribadian
individu sebagai warna dalam kehidupan bermasyarakat.
2. Teori-Teori Perkembangan Kepribadian
Ada beberapa teori yang membahas mengenai perkembangan
kepribadian dalam proses sosialisasi. Teori-teori tersebut antara lain Teori
Tabula Rasa, Teori Cermin Diri, Teori Diri Antisosial, Teori Ralph Conton,
dan Teori Subkultural Soerjono Soekanto.
Budaya, Kebudayaan, dan Karakter Bangsa - 43 -
 
a. Teori Tabula Rasa.
Pada tahun 1690, John Locke mengemukakan Teori Tabula Rasa dalam
bukunya yang berjudul " An Essay Concerning Human Understanding."
Menurut teori ini, manusia yang baru lahir seperti batu tulis yang bersih dan
akan menjadi seperti apa kepribadian seseorang ditentukan oleh
pengalaman yang didapatkannya. Teori ini mengandaikan bahwa semua
individu pada waktu lahir mempunyai potensi kepribadian yang sama.
Kepribadian seseorang setelah itu semata-mata hasil pengalaman-
pengalaman sesudah lahir (Haviland, 1989). Perbedaan pengalaman yang
dialami seseorang itulah yang menyebabkan adanya bermacam-macam
kepribadian dan adanya perbedaan kepribadian antara individu yang satu
dengan individu yang lain. Teori tersebut tidak dapat diterima seluruhnya.
Kita tahu bahwa setiap orang memiliki kecenderungan khas sebagai warisan
yang dibawanya sejak lahir yang akan memengaruhi kepribadiannya pada
waktu dewasa. Akan tetapi juga harus diingat bahwa warisan genetik hanya
menentukan potensi kepribadian setiap orang. Tumbuh dan berkembangnya
potensi itu tidak seperti garis lurus, namun ada kemungkinan terjadi
penyimpangan. Kepribadian seseorang tidak selalu berkembang sesuai
dengan potensi yang diwarisinya. Warisan genetik itu memang memengaruhi
kepribadian, tetapi tidak mutlak menentukan sifat kepribadian seseorang.
Pengalaman hidup, khususnya pengalaman-pengalaman yang diperoleh
pada usia dini, sangat menentukan kepribadian individu.
b. Teori Cermin Diri.
Teori Cermin Diri (The Looking Glass Self) ini dikemukakan oleh Charles H.
Cooley. Teori ini merupakan gambaran bahwa seseorang hanya bisa
berkembang dengan bantuan orang lain. Setiap orang menggambarkan diri
mereka sendiri dengan cara bagaimana orang-orang lain memandang
mereka. Misalnya ada orang tua dan keluarga yang mengatakan bahwa anak
gadisnya cantik. Jika hal itu sering diulang secara konsisten oleh orang-
orang yang berbedabeda, akhirnya gadis tersebut akan merasa dan
bertindak seperti seorang yang cantik. Teori ini didasarkan pada analogi
dengan cara bercermin dan mengumpamakan gambar yang tampak pada
- 44 - Model Pendidikan Karakter

cermin tersebut sebagai gambaran diri kita yang terlihat orang lain.
Gambaran diri seseorang tidak selalu berkaitan dengan faktafakta objektif.
Misalnya, seorang gadis yang sebenarnya cantik, tetapi tidak pernah merasa
yakin bahwa dia cantik, karena mulai dari awal hidupnya selalu diperlakukan
orang tuanya sebagai anak yang tidak menarik. Jadi, melalui tanggapan
orang lain, seseorang menentukan apakah dia cantik atau jelek, hebat atau
bodoh, dermawan atau pelit, dan yang lainnya. Ada tiga langkah dalam
proses pembentukan cermin diri.
1) Imajinasi tentang pandangan orang lain terhadap diri seseorang, seperti
bagaimana pakaian atau tingkah lakunya di mata orang lain.
2) Imajinasi terhadap penilaian orang lain tentang apa yang terdapat pada
diri masing-masing orang. Misalnya, pakaian yang dipakai.
3) Perasaan seseorang tentang penilaian-penilaian itu, seperti bangga,
kecewa, gembira, atau rendah diri.
Meskipun demikian, teori ini memiliki dua kelemahan yang menjadi sorotan
banyak pihak. Pertama, pandangan Cooley dinilai lebih cocok untuk
memahami kelompok tertentu saja di dalam masyarakat yang memang
berbeda dengan kelompok-kelompok lainnya. Misalnya anak-anak belasan
tahun, memang peka menerima pendapat orang lain tentang dirinya.
Sedangkan orang dewasa tidak mengacuhkan atau menghiraukan
pandangan orang lain, apabila memang tidak cocok dengan dirinya. Kedua,
teori ini dianggap terlalu sederhana. Cooley tidak menjelaskan tentang suatu
kepribadian dewasa yang bisa menilai tingkah laku orang lain dan juga
dirinya.
c. Teori Diri Antisosial.
Teori ini dikemukakan oleh Sigmund Freud. Dia berpendapat bahwa diri
manusia mempunyai tiga bagian, yaitu id, superego, dan ego.
1) Id adalah pusat nafsu serta dorongan yang bersifat naluriah, tidak sosial,
rakus, dan antisosial.
Budaya, Kebudayaan, dan Karakter Bangsa - 45 -
 
2) Ego adalah bagian yang bersifat sadar dan rasional yang mengatur
pengendalian superego terhadap id. Ego secara kasar dapat disebut
sebagai akal pikiran.
3) Superego adalah kompleks dari cita-cita dan nilai-nilai sosial yang
dihayati seseorang serta membentuk hati nurani atau disebut sebagai
kesadaran sosial.
Gagasan pokok teori ini adalah bahwa masyarakat atau lingkungan sosial
selamanya akan mengalami konflik dengan kedirian dan selamanya
menghalangi seseorang untuk mencapai kesenangannya. Masyarakat selalu
menghambat pengungkapan agresi, nafsu seksual, dan dorongan-dorongan
lainnya atau dengan kata lain, id selalu berperang dengan superego . Id
biasanya ditekan tetapi sewaktu-waktu ia akan lepas menantang superego,
sehingga menyebabkan beban rasa bersalah yang sulit dipikul oleh diri.
Kecemasan yang mencekam diri seseorang itu dapat diukur dengan bertitik
tolak pada jauhnya superego berkuasa terhadap id dan ego . Dengan cara
demikian, Freud menekankan aspek-aspek tekanan jiwa dan frustasi sebagai
akibat hidup berkelompok.
d. Teori Ralph dan Conton.
Teori ini mengatakan bahwa setiap kebudayaan menekankan serangkaian
pengaruh umum terhadap individu yang tumbuh di bawah kebudayaan itu.
Pengaruh-pengaruh ini berbeda antara kebudayaan yang satu dengan
kebudayaan yang lain, tetapi semuanya merupakan bagian dari pengalaman
bagi setiap orang yang termasuk dalam masyarakat tertentu (Horton,
1993:97). Setiap masyarakat akan memberikan pengalaman tertentu yang
tidak diberikan oleh masyarakat lain kepada anggotanya. Dari pengalaman
sosial itu timbul pembentukan kepribadian yang khas dari masyarakat
tersebut. Selanjutnya dari pembentukan kepribadian yang khas ini kita
mengenal ciri umum masyarakat tertentu sebagai wujud kepribadian
masyarakat tersebut.
- 46 - Model Pendidikan Karakter

e. Teori Sub-kultural Soerjono Soekanto.


Teori ini mencoba melihat kaitan antara kebudayaan dan kepribadian dalam
ruang lingkup yang lebih sempit, yaitu kebudayaan khusus (sub-cultural). Dia
menyebutkan ada beberapa tipe kebudayaan khusus yang memengaruhi
kepribadian, yaitu sebagai berikut :
1) Kebudayaan Khusus Atas Dasar Faktor Kedaerahan. Di sini dijumpai
kepribadian yang berbeda dari individuindividu yang merupakan anggota
suatu masyarakat tertentu, oleh karena masing-masing tinggal di
daerahdaerah yang berlainan dengan kebudayaan khusus yang berbeda
pula.
2) Cara Hidup di Kota dan di Desa yang Berbeda. Ciri khas yang dapat
dilihat pada anggota masyarakat yang hidup di kota besar adalah sikap
individualistik. Sedangkan orang desa lebih menampakkan diri sebagai
masyarakat yang mempunyai sikap gotong royong yang sangat tinggi.
3) Kebudayaan Khusus Kelas Sosial. Dalam kenyataan di masyarakat,
setiap kelas sosial mengembangkan kebudayaan yang saling berbeda,
yang pada akhirnya menghasilkan kepribadian yang berbeda pula pada
masing-masing anggotanya. Misalnya kebiasaan orang-orang yang
berasal dari kelas atas dalam mengisi waktu liburannya ke luar negeri.
Kebiasaan tersebut akan menghasilkan kepribadian yang berbeda
dengan kelas sosial lainnya di masyarakat.
4) Kebudayaan Khusus Atas Dasar Agama. Agama juga mempunyai
pengaruh yang besar untuk membentuk kepribadian individu. Adanya
mazhabmazhab tertentu dalam suatu agama dapat melahirkan
kepribadian yang berbeda-beda di kalangan anggotaanggota mazhab
yang berlainan itu.
5) Kebudayaan Khusus Atas Dasar Pekerjaan atau Keahlian. Pekerjaan
atau keahlian yang dimiliki seseorang juga mempunyai pengaruh
terhadap kepribadiannya. Contohnya kepribadian seorang guru pasti
berbeda dengan militer. Profesi-profesi tersebut mempunyai cara yang
berbeda dalam mendidik anak dan cara bergaul.
Budaya, Kebudayaan, dan Karakter Bangsa - 47 -
 
3. Tahap-Tahap Perkembangan Kepribadian
Tahap-tahap perkembangan kepribadian setiap individu tidak dapat
disamakan satu dengan yang lainnya. Tetapi secara umum dapat
dirumuskan sebagai berikut :
Fase Pertama. Fase pertama dimulai sejak anak berusia satu sampai
dua tahun, ketika anak mulai mengenal dirinya sendiri. Pada fase ini, kita
dapat membedakan kepribadian seseorang menjadi dua bagian penting,
yaitu sebagai berikut.
1) Bagian yang pertama berisi unsur-unsur dasar atas berbagai sikap yang
disebut dengan attitudes yang kurang lebih bersifat permanen dan tidak
mudah berubah di kemudian hari. Unsur-unsur itu adalah struktur dasar
kepribadian (basic personality structure) dan capital personality . Kedua
unsur ini merupakan sifat dasar dari manusia yang telah dimiliki sebagai
warisan biologis dari orang tuanya.
2) Bagian kedua berisi unsur-unsur yang terdiri atas keyakinan-keyakinan
atau anggapan-anggapan yang lebih fleksibel yang sifatnya mudah
berubah atau dapat ditinjau kembali di kemudian hari.
Fase Kedua. Fase ini merupakan fase yang sangat efektif dalam
membentuk dan mengembangkan bakat-bakat yang ada pada diri seorang
anak. Fase ini diawali dari usia dua sampai tiga tahun. Fase ini merupakan
fase perkembangan di mana rasa aku yang telah dimiliki seorang anak mulai
berkembang karakternya sesuai dengan tipe pergaulan yang ada di
lingkungannya, termasuk struktur tata nilai maupun struktur budayanya. Fase
ini berlangsung relatif panjang hingga anak menjelang masa kedewasaannya
sampai kepribadian tersebut mulai tampak dengan tipe-tipe perilaku yang
khas yang tampak dalam hal-hal berikut ini :
1) Dorongan-Dorongan (Drives)
Unsur ini merupakan pusat dari kehendak manusia untuk melakukan
suatu aktivitas yang selanjutnya akan membentuk motif-motif tertentu
untuk mewujudkan suatu keinginan. Drivers ini dibedakan atas kehendak
dan nafsu-nafsu. Kehendak merupakan dorongan-dorongan yang bersifat
- 48 - Model Pendidikan Karakter

kultural, artinya sesuai dengan tingkat peradaban dan tingkat


perekonomian seseorang. Sedangkan nafsu-nafsu merupakan kehendak
yang terdorong oleh kebutuhan biologis, misalnya nafsu makan, birahi
(seksual), amarah, dan yang lainnya.
2) Naluri (Instinct)
Naluri merupakan suatu dorongan yang bersifat kodrati yang melekat
dengan hakikat makhluk hidup. Misalnya seorang ibu mempunyai naluri
yang kuat untuk mempunyai anak, mengasuh, dan membesarkan hingga
dewasa. Naluri ini dapat dilakukan pada setiap makhluk hidup tanpa
harus belajar lebih dahulu seolah-olah telah menyatu dengan hakikat
makhluk hidup.
3) Getaran Hati
Emosi atau getaran hati merupakan sesuatu yang abstrak yang menjadi
sumber perasaan manusia. Emosi dapat menjadi pengukur segala
sesuatu yang ada pada jiwa manusia, seperti senang, sedih, indah,
serasi, dan yang lainnya.
4) Perangai
Perangai merupakan perwujudan dari perpaduan antara hati dan pikiran
manusia yang tampak dari raut muka maupun gerak-gerik seseorang.
Perangai ini merupakan salah satu unsur dari kepribadian yang mulai riil,
dapat dilihat, dan diidentifikasi oleh orang lain.
5) Inteligensi (Intelligence Quotient-IQ)
Inteligensi adalah kemampuan berpikir yang dimiliki oleh seseorang.
Sesuatu yang termasuk dalam intelegensi adalah IQ, memori-memori
pengetahuan, serta pengalaman-pengalaman yang telah diperoleh
seseorang selama melakukan sosialisasi.
6) Bakat (Talent)
Bakat pada hakikatnya merupakan sesuatu yang abstrak yang diperoleh
seseorang karena warisan biologis yang diturunkan oleh leluhurnya,
seperti bakat seni, olahraga, berdagang, berpolitik, dan lainnya. Bakat
merupakan sesuatu yang sangat mendasar dalam mengembangkan
Budaya, Kebudayaan, dan Karakter Bangsa - 49 -
 
keterampilan-keterampilan yang ada pada seseorang. Setiap orang
memiliki bakat yang berbeda-beda, walaupun berasal dari ayah dan ibu
yang sama.
Fase Ketiga. Pada proses perkembangan kepribadian seseorang,
fase ini merupakan fase terakhir yang ditandai dengan semakin stabilnya
perilaku-perilaku yang khas dari orang tersebut. Pada fase ketiga terjadi
perkembangan yang relatif tetap, yaitu dengan terbentuknya perilaku-
perilaku yang khas sebagai perwujudan kepribadian yang bersifat abstrak.
Setelah kepribadian terbentuk secara permanen, maka dapat diklasifikasikan
tiga tipe kepribadian, yaitu kepribadian normatif, kepribadian otoriter, dan
kepribadian perbatasan.
1) Kepribadian Normatif ( Normative Man )
Kepribadian ini merupakan tipe kepribadian yang ideal, di mana
seseorang mempunyai prinsip-prinsip yang kuat untuk menerapkan nilai-
nilai sentral yang ada dalam dirinya sebagai hasil sosialisasi pada masa
sebelumnya. Seseorang memiliki kepribadian normatif apabila terjadi
proses sosialisasi antara perlakuan terhadap dirinya dan perlakuan
terhadap orang lain sesuai dengan tata nilai yang ada di dalam
masyarakat. Tipe ini ditandai dengan kemampuan menyesuaikan diri
yang sangat tinggi dan dapat menampung banyak aspirasi dari orang
lain.
2) Kepribadian Otoriter ( Otoriter Man )
Tipe ini terbentuk melalui proses sosialisasi individu yang lebih
mementingkan kepentingan diri sendiri daripada kepentingan orang lain.
Situasi ini sering terjadi pada anak tunggal, anak yang sejak kecil
mendapat dukungan dan perlindungan yang lebih dari lingkungan orang-
orang di sekitarnya, serta anak yang sejak kecil memimpin kelompoknya.
3) Kepribadian Perbatasan
Kepribadian ini merupakan tipe kepribadian yang relatif labil di mana ciri
khas dari prinsip-prinsip dan perilakunya seringkali mengalami
perubahan-perubahan, sehingga seolah-olah seseorang itu mempunyai
lebih dari satu corak kepribadian. Seseorang dikatakan memiliki
- 50 - Model Pendidikan Karakter

kepribadian perbatasan apabila orang ini memiliki dualisme budaya,


misalnya karena proses perkawinan atau karena situasi tertentu hingga
mereka harus mengabdi pada dua struktur budaya masyarakat yang
berbeda.
Ciri-ciri dan unsur kepribadian seseorang individu dewasa
sebenarnya sudah tertanam kedalam jiwa seseorang sejak awal, yaitu pada
masa kanak-kanak melalui proses sosialisasi. Koentjaraningrat menyatakan
bahwa kepribadian adalah watak khas seseorang yang tampak dari luar
sehingga orang luar memberikan kepadanya suatu identitas khusus. Jadi,
terbentuknya kepribadian dipengaruhi oleh faktor kedaerahan, cara hidup di
kota atau di desa, agama, profesi, dan kelas sosial.
Kepribadian ada yang selaras dan ada yang tidak selaras dengan
lingkungan alam serta sosial. Kepribadian juga sangat ditentukan oleh cara-
cara ia diajari makan, bermain, disiplin, dan bergaul dengan anak-anak yang
lainnya pada waktu kecil. Tiap-tiap kebudayaan mempunyai cara
pengasuhan anak yang berbeda-beda yang menunjukan adanya kesamaan
pola-pola adat dan norma-norma tertentu.
Bagian tersebut menjelaskan hubungan antara kebudayaan dan
kepribadian. Kepribadian mengacu pada ciri-ciri khas dan sifat-sifat yang
mewakili sikap atau tabiat seseorang. Termasuk didalam konsep kepribadian
adalah pola-pola pemikiran, perasaan, konsep diri, perangi, mentalitas, dan
segala kebiasaan-kebiasaan. Individu dan perilakunya disesuaikan dengan
masyarakat dan kebudayaannya.
Budaya, Kebudayaan, dan Karakter Bangsa - 51 -
 
Hubungan Kebudayaan dan Kepribadian

MASYARAKAT KEBUIDAYAAN

INDIVIDU
dan
PERILAKUNYA

KEPRIBADIAN

 
Keterangan: memengaruhi secara langsung
memengaruhi secara tidak langsung
Kepribadian umum suatu masyarakat berbeda dengan masyarakat
lainnya karena tiap masyarakat mengembangkan kebudayaannya sendiri
atau tipe kepribadian yang sesuai dengan kebudayaannya. Setiap
masyarakat juga memiliki kepribadian dasar, itu ada karena individu anggota
masyarakat itu mendapat pengaruh lingkungan kebudayaan setempat yang
sama selama masa pertumbuhannya.
Suatu kebudayaan sering memancarkan suatu watak khas tertentu
yang tampak dari luar. Watak inilah yang terlihat oleh orang asing. Watak
khas itu sering tampak pada gaya tingkah laku masyarakatnya, kegemaran-
kegemaran, dan berbagai benda budaya hasil karya mereka.
Koentjaraningrat memberikan contoh seorang Batak yang
mengamati kebudayaan Jawa yang tampak dari lua. Ia akan mengatakan
bahwa watak khas kebudayaan jawa memancarkan keselarasan,
kesuraman, ketenangan yang berlebihan sehingga sering terlihat lamban,
gemar akan tingkah laku yang mendetail ke dalam atau njlimet, gemar akan
- 52 - Model Pendidikan Karakter

karya dan gagasan yang berbelit-belit. Kemudian gambaran orang Batak


tentang watak kebudayaan jawa biasanya akan digambarkan bahwa bahasa
jawa terpecah kedalam tingkat-tingkat bahasa yang rumit dan mendetail
Sopan santun dan gaya tingkah laku yang pantang berbicara dan tertawa
keras-keras serta gerak-gerik yang pantang agresif. Tingkah lakunya tenang
tak tergoyahkan. Orang Jawa gemar akan warna-warna gelap dan tua,
senang pada seni suara gamelan yang tidak keras, menyukai benda-benda
kesenian dan kerajinan dengan hiasan yang sangat mendetail dengan
bentuk berliki-liku.
Demikian pula jika orang Batak tadi mengamati kebudayaan Sunda.
Ia akan menggambarkan kebudayaan Sunda sebagai kebudayaan yang
memancarkan keselarasan seperti Kebudayaan jawa. Kebudayaan Sunda
gemar akan warna-warna yang muda dan menyala. Selain itu menyukai seni
suara gamelan dengan lagu-lagu yang lebih polos, dan dengan bunyi
gamelan yang sangat keras.
Demikianlah jika kepribadian suatu masyarakat dilihat oleh orang di
luar masyarakat kebudayaan itu. Namun demikian, belum tentu apa yang
diungkapkan di atas sepenuhnya benar. Itu hanyalah gambaran umum suatu
kepribadian masyarakat tertentu menurut pengamatan sepintas berdasarkan
kepribadian umum yang terlihat.
D. Nilai yang ingin dikembangkan
Terminologi ”karakter” sedikitnya memuat dua hal: values (nilai-nilai)
dan kepribadian. Suatu karakter merupakan cerminan dari nilai apa yang
melekat dalam sebuah entitas. ”Karakter yang baik” pada gilirannya adalah
suatu penampakan dari nilai yang baik pula yang dimiliki oleh orang atau
sesuatu, di luar persoalan apakah ”baik” sebagai sesuatu yang ”asli” ataukah
sekadar kamuflase. Dari hal ini, maka kajian pendidikan karakter akan
bersentuhan dengan wilayah filsafat moral atau etika yang bersifat universal,
seperti kejujuran. Pendidikan karakter sebagai pendidikan nilai menjadikan
“upaya eksplisit mengajarkan nilai-nilai, untuk membantu siswa
Budaya, Kebudayaan, dan Karakter Bangsa - 53 -
 
mengembangkan disposisi-disposisi guna bertindak dengan cara-cara yang
pasti” (Curriculum Corporation, 2003).
Sebagai aspek kepribadian, karakter merupakan cerminan dari
kepribadian secara utuh dari seseorang: mentalitas, sikap dan perilaku.
Pendidikan karakter semacam ini lebih tepat sebagai pendidikan budi pekerti.
Pembelajaran tentang tata-krama, sopan santun, dan adat-istiadat,
menjadikan pendidikan karakter semacam ini lebih menekankan kepada
perilaku-perilaku aktual tentang bagaimana seseorang dapat disebut
berkepribadian baik atau tidak baik berdasarkan norma-norma yang bersifat
kontekstual dan kultural.
Bahwa budaya mengandung makna dan pemahaman yang universal
dan beragam, karenanya tidak ada tafsir tunggal atas budaya itu sendiri.
Budaya; baik yang konstruktif maupun destruktif; sifatnya dinamis sejalan
dengan peradaban dan perjalanan kehidupan manusia, karenanya
perubahan atas budaya adalah sebuah keniscayaan. Namun begitu, dalam
koridor hidup manusia yang tidak bisa terlepas dengan lingkungan
sekitarnya, sehingga untuk melanjutkan kehidupan manusia itulah diperlukan
interpretasi sekaligus rekonstruksi atas budaya-budaya konstruktif sehingga
kehidupan manusia berjalan dengan seimbang.
Membentuk karakter, merupakan proses yang berlangsung seumur
hidup. Anak-anak akan tumbuh menjadi pribadi yang berkarakter jika ia
tumbuh pada lingkungan yang berkarakter pula. Dengan begitu, fitrah setiap
anak yang dilahirkan suci bisa berkembang optimal. Ada tiga pihak yang
mempunyai peran penting, yakni keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Dalam pembentukan karakter, ada tiga hal yang berlangsung secara
terintegrasi. Pertama, anak mengerti baik dan buruk, mengerti tindakan apa
yang harus diambil, mampu memberikan prioritas hal-hal yang baik. Kedua,
mempunyai kecintaan terhadap kebajikan, dan membenci perbuatan buruk.
Kecintaan ini merupakan obor atau semangat untuk berbuat kebajikan.
Misalnya, anak tak mau berbohong. Karena tahu berbohong itu buruk, ia
- 54 - Model Pendidikan Karakter

tidak mau melakukannya karena mencintai kebajikan. Ketiga, anak mampu


melakukan kebajikan, dan terbiasa melakukannya.
Melalui proses tersebut, selanjutnya ada sembilan pilar karakter yang
penting ditanamkan pada anak. Ia memulainya dari (1) cinta Tuhan dan alam
semesta beserta isinya; (2) tanggung jawab, kedisiplinan, dan kemandirian;
(3) kejujuran; (4) hormat dan santun; (5) kasih sayang, kepedulian, dan kerja
sama; (6) percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah; (7)
keadilan dan kepemimpinan; (8) baik dan rendah hati; dan (9) toleransi, cinta
damai, dan persatuan. Karakter baik ini harus dipelihara. Lalu, bagaimana
menanamkan karakter pada anak?
Mengutip hasil riset otak mutakhir, menyebut usia di bawah tujuh
tahun merupakan masa terpenting. “Salah didik memengaruhi saat ia
dewasa” (Ratna, 2003). Pada usia anak seperti inilah pembangunan watak,
akhlak atau karakter bangsa (nation and character building,), mulai
dilakukan.
Goldman, D (2001) menyebutkan “Pengalaman masa lalu merupakan
pelajaran bagi kehidupan anak. Jika anak belajar dalam kecemasan, ia akan
belajar untuk menyalahkan. Jika anak hidup dengan permusuhan, ia akan
belajar untuk berkelahi. Jika anak hidup dengan ejekan, ia akan belajar untuk
selalu merasa malu. Jika anak hidup dengan toleransi, ia akan belajar
toleransi. Jika anak hidup dalam dorongan dan semangat, ia akan belajar
percaya. Jika anak hidup dengan pujian, ia akan belajar untuk menghargai.
Jika anak hidup dengan kejujuran, ia akan belajar tentang keadilan. Jika
anak hidup dengan penerimaan dan persahabatan, ia akan belajar untuk
menemukan cinta di dunia ini.”
Pendidikan nilai mengandung makna proses bimbingan melalui suri
teladan pendidikan yang berorientasi pada penanaman nilai-nilai kehidupan
yang di dalam mencakup segala aspek kehidupan : agama, budaya, etika,
estetika, hingga terwujudnya anak-anak yang memiliki kecerdasan
intelektual, emosional, maupun spiritual; sehingga pada akhirnya muncul
generasi yang bisa memanusiakan manusia, memberdayakan dirinya sendir
Budaya, Kebudayaan, dan Karakter Bangsa - 55 -
 
dan manusia lainnya, civilizing dalam pola pikir dan perilaku. (Djahari dalam
Hakam, 2006).
Pada tahun 2011, Universitas Widya Mataram Yogyakarta
menyelenggarakan Pekan Budaya Masuk Kampus 2011 pada tanggal 23
Juni hingga 1 Juli 2011. PBMK tahun ini adalah penyelenggaraan yang
pertama kali, merupakan persembahan Widya Mataram untuk anak-anak
Yogyakarta. Untuk anak-anak Indonesia. Ruang publik untuk berekspresi
dan berkesenian dengan menampilkan kreativitas dalam berbagai bentuk.
Upaya ini sekaligus untuk mendorong tumbuhkembangnya budaya-budaya
konstruktif di masyarakat. Dengan memberikan ruang untuk berekspresi,
berkreasi, dan berkesenian, harapan kami semenjak dini anak-anak
Indonesia berani mengaktualisasikan kemampuan dirinya.
Persinggungan budaya semenjak dini inilah yang nantinya akan
semakin menguatkan serta memunculkan keberagaman budaya yang pada
akhirnya mewujudkan pemahaman atas perkembangan masyarakat yang
semakin majemuk. Kebudayaan adalah sesuatu yang dinamis, sehingga
mengenalkan realitas tersebut semenjak dini akan membantu membentuk
karakter serta kepribadian sehingga pada akhirnya akan menumbuh-
kembangkan bunga-bunga yang akan mewarnai kehidupan masyarakat.
PBMK 2011 sebagai bagian pendidikan karakter di dalam civitas
akademika UWMY dengan mengusung tema besar “Membaca dunia anak,
anak membaca dunia, dunia anak membaca” memposisikan anak sebagai
subyek kegiatan untuk mengenal budaya dalam ranah yang universal, tidak
semata-mata kesenian, namun adalah seluruh perikehidupan yang tumbuh di
masyarakat. Setidaknya, dengan menjadikan PBMK sebagai agenda rutin
tahunan, ada upaya pembelajaran dan pendidikan karakter melalui
pengenalan budaya dan kesenian dari dalam kampus untuk masyarakat
secara terus menerus sepanjang waktu. Dolanan anak, permainan
tradisional, seni tradisi, banyak mengajarkan dan membawa pesan moral
tentang kebersamaan, gotong royong, kerja keras, jujur dan sportif, saling
menghargai, saling menyayangi, saling menolong, serta kecintaan pada
lingkungan sekitar dan juga Tuhan YME. Semangat berkebudayaan melalui
- 56 - Model Pendidikan Karakter

dolanan anak, kreativitas seni pertunjukan, lomba, inilah yang ingin


disampaikan kepada anak (juga civitas akademika dan masyarakat luas),
mengingat mereka (anak-anak) adalah pembawa pesan bagi generasi nanti.
Dalam kaitan dengan hal-hal di atas, strategi ‘Pembangunan Karakter
Bangsa’ menjadi penting dalam mewujudkan manusia Indonesia yang lebih
berbudaya dan bermartabat. Dengan semakin derasnya penetrasi budaya
asing melalui media cetak dan elektronik, sudah waktunya digagas dan
dirumuskan kebijakan Pembangunan Karakter Bangsa dalam dimensi jangka
pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Pendidikan ilmu-ilmu sosial
dan atau ilmu-ilmu budaya menempati posisi strategis dalam proses
pembangunan karakter bangsa.
Langkah-langkah yang perlu dilakukan perlu diarahkan pada
pembentukan dan penguatan fondasi di lingkungan keluarga, sekolah, dan
masyarakat agar memiliki ketahanan budaya. Untuk itu diperlukan
pendayagunaan seluruh ‘potensi budaya’ yang ada. Nilai-nilai yang ada di
dalamnya perlu direinterpretasi, direadaptasi, dan direkontekstualisasi untuk
disumbangkan dalam rangka pembangunan karakter Bangsa. Nilai-nilai yang
akan diinternalisasikan perlu dikomunikasikan dengan menggunakan bahasa
yang tepat.
Prosedur dan Rancangan - 57 -
 
Bab IV.

Prosedur dan Rancangan

ksistensi perguruan tinggi tidak lepas dari penerapan sistem yang


mengarah pada peningkatan kualitas dengan mengedepankan
manajemen (profesional) sebagai pijakan organisasi yang sehat.
Refleksinya adalah terwujudnya visi-misi lembaga secara efektif-
efisien sehingga pada akhirnya mampu berperan sebagai pendorong daya
saing bangsa. Upaya yang dapat dilakukan untuk mencapai hasil seperti itu
dengan membangun budaya akademik (academic culture).

A. Prosedur/mekanisme dan Rancangan


Pendidikan adalah suatu proses enkulturasi, berfungsi mewariskan
nilai-nilai dan prestasi masa lalu ke generasi mendatang. Nilai-nilai dan
prestasi itu merupakan kebanggaan bangsa dan menjadikan bangsa itu
dikenal oleh bangsa-bangsa lain. Selain mewariskan, pendidikan juga
memiliki fungsi untuk mengembangkan nilai-nilai budaya dan prestasi masa
lalu itu menjadi nilai-nilai budaya bangsa yang sesuai dengan kehidupan
masa kini dan masa yang akan datang, serta mengembangkan prestasi baru
yang menjadi karakter baru bangsa. Oleh karena itu, pendidikan budaya dan
karakter bangsa merupakan inti dari suatu proses pendidikan.
- 58 - Model Pendidikan Karakter

Mengacu pada Desain Induk Pendidikan Karakter dari Kemendiknas


(2010) secara makro pengembangan karakter dapat dibagi dalam tiga tahap,
yakni perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi hasil. Pada tahap
perencanaan dikembangkan perangkat karakter yang digali, dikristalisasikan,
dan dirumuskan dengan menggunakan berbagai sumber, antara lain
pertimbangan: (1) filosofis - Agama, Pancasila, UUD 1945, dan UU N0.20
Tahun 2003 beserta ketentuan perundang-undangan turunannya; (2)
pertimbangan teoretis - teori tentang otak (brain theories), psikologis
(cognitive development theories, learning theories, theories of personality)
pendidikan (theories of instruction, educational management, curriculum
theories), nilai dan moral (axiology, moral development theories), dan sosial-
kultural (school culture, civic culture); dan (3) pertimbangan empiris berupa
pengalaman dan praktek terbaik (best practices) dari antara lain tokoh-tokoh,
satuan pendidikan unggulan, pesantren, kelompok kultural.
Pada tahap implementasi, dikembangkan pengalaman belajar
(learning experiences) dan proses pembelajaran yang bermuara pada
pembentukan karakter dalam diri individu peserta didik. Proses ini
dilaksanakan melalui proses pembudayaan dan pemberdayaan
sebagaimana digariskan sebagai salah satu prinsip penyelenggaraan
pendidikan nasional. Proses ini berlangsung dalam tiga pilar pendidikan
yakni dalam satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat. Dalam masing-
masing pilar pendidikan akan ada dua jenis pengalaman belajar (learning
experiences) yang dibangun melalui dua pendekatan yakni intervensi dan
habituasi. Dalam intervensi dikembangkan suasana interaksi belajar dan
pembelajaran yang sengaja dirancang untuk mencapai tujuan pembentulkan
karakter dengan menerapkan kegiatan yang terstruktur (structured learning
experiences). Agar proses pembelajaran tersebut berhasilguna peran dosen
sebagai sosok anutan (role model) sangat penting dan menentukan.
Sementara itu dalam habituasi diciptakan situasi dan kondisi (persistent-life
situation), dan penguatan (reinforcement) yang memungkinkan peserta didik
pada satuan pendidikannya, di rumahnya, di lingkungan masyarakatnya
membiasakan diri berprilaku sesuai nilai dan menjadi karakter yang telah
Prosedur dan Rancangan - 59 -
 
diinternalisasi dan dipersonalisai dari dan melalui proses intervensi. Proses
pembudayaan dan pemberdayaan yang mencakup pemberian contoh,
pembelajaran, pembiasaan, dan penguatan harus dikembangkan secara
sistemik, holistik, dan dinamis.
Dalam konteks makro kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia
pelaksanaan pendidikan karakter merupakan komitmen seluruh sektor
kehidupan, bukan hanya sektor pendidikan nasional. Keterlibatan aktif dari
sektor-sektor pemerintahan lainnya, khususnya sektor keagamaan,
kesejahteraan, pemerintahan, komunikasi dan informasi, kesehatan, hukum
dan hak azasi manusia, serta pemuda dan olah raga. Pada tahap evaluasi
hasil, dilakukan asesmen program untuk perbaikan berkelanjutan yang
sengaja dirancang dan dilaksanakan untuk mendeteksi aktualisasi karakter
dalam diri peserta didik sebagai indikator bahwa proses pembudayaan dan
pemberdayaan karakter itu berhasil dengan baik.
Menyadari pentingnya pendidikan karakter untuk memberi bekal pada
mahasiswa, materi-materi pendidikan karakter diberikan secara formal (intra-
kurikuler) dalam kurikulum pada seluruh mahasiswa maupun kegiatan ekstra
kurikuler. Materi kuliah yang berkaitan dengan pendidikan kurikulum
diantaranya Ilmu Budaya Dasar, Ilmu Alamiah Dasar, serta mata kuliah
kewidyamataraman dalam Filsafat Budaya Mataram. Ketiga mata kuliah
tersebut menjadi mata kuliah dasar umum (MKDU) yang diberikan pada
semester awal perkuliahan diluar mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan
serta Pendidikan Agama.
Ilmu Budaya Dasar (IBD) mencakup materi tentang nilai-nilai,
kebudayaan, berbagai permasalahan yang dihadapi manusia dalam
kehidupan sehar-harinya. Dengan mempelajari IBD, diharapkan mahasiswa
nantinya memiliki pengetahuan dasar dan pengertian umum tentang konsep-
konsep yang dikembangkan untuk mengkaji permasalahan manus,
kemanusiaan, dan kebudayaan, sehingga pada setiap individu mahasiswa :
i). tumbuh wawasan tentang kemanusiaan dan kebudayaan serta
mengembangkan daya kritis terhadap permasalahan yang menyangkut
kedua hal tersebut, ii). penajaman kepekaan terhadap lingkungan budaya
- 60 - Model Pendidikan Karakter

sehingga bisa segera menyesuaikan dengan lingkungan barunya, iii). tidak


terkungkung dalam egosentris, iv). mampu mengembangkan komunikasi
untuk membuka ruang dialog antar sesama.
Ilmu Alamiah Dasar (IAD). Manusia yang mempunyai rasa ingin tahu
terhadap rahasia alam mencoba menjawab dengan menggunakan
pengamatan dan penggunaan pengalaman, tetapi sering upaya itu tidak
terjawab secara memuaskan. Inilah yang menjadi dasar penyusunan IAD.
Manusia adalah makhluk yang lemah dibanding makhluk lain namun dengan
akal budinya dan kemauannya yang sangat kuat maka manusia dapat
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan ilmu pengetahuan
dan teknologi manusia dapat hidup dengan lebih baik lagi. Akal budinya dan
kemauannya yang sangat kuat itulah sifat unik dari manusia. IAD merupakan
pengetahuan yang mengkaji tentang gejala-gejala dalam alam semesta,
termasuk di muka bumi ini, sehingga terbentuk konsep dan prinsip.
Sementara Filsafat Budaya Mataram, mempelajari tentang teori
kebudayaan dengan latar belakang pada sejarah dan budaya keraton
Mataram hingga saat ini di dalam memberikan sumbangsih tenaga,
pemikiran bagi perjuangan bangsa Indonesia. Kedepan, sedang disusun
kajian sosiologi-budaya nusantara dalam bentuk kajian Indologi untuk
dijadikan ciri khas UWMY serta penguatan kampus berbasis budaya.
Dalam ketiga mata kuliah tersebut diajarkan dan dikembangkan nilai-
nilai dasar religius, kejujuran, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif , mandiri,
demokratis, rasa keingintahuan, komunikasi, menghargai prestasi, cinta
damai, rasa keadilan, tanggungjawab, peduli lingkungan, peduli sosial,
semangat kebangsaan dan cinta tanah air. Nilai-nilai inilah yang nantinya
disemaikan di masyarakat.
Pelaksanaan pendidikan karakter diberikan baik di kelas maupun di
luar kelas dengan membuka ruang dialog dan berekspresi seluas-luasnya
bagi seluruh civitas akademika sehingga memberi peluang bagi tumbuhnya
budaya baru yang lebih dinamis di civitas akademika UWMY.
Prosedur dan Rancangan - 61 -
 
Dalam bentuk ekstra kurikuler, pendidikan karakter dilaksanakan
dengan memberikan keleluasaan kepada mahasiswa untuk
mengembangkan seluruh potensi dirinya dalam berbagai aras. Untuk
pengembangan bakat dan minat, penalaran serta kesejahteraan mahasiswa,
UWMY memberi kesempatan kepada mahasiwa untuk aktif dalam UKM (Unit
Kegiatan Mahasiswa) di tingkat Universitas. UKM UWMY terdiri atas UKM
bidang pengembangan minat yaitu Teater Dokumen, Mapawima (Mahasiswa
Pencinta Alam Widya Mataram) dan Sepak bola; UKM bidang penalaran
yaitu HMJ (Himpunan Mahasiswa Jurusan) Teknik Arsitektur dan Teknk
Industri; UKM kerohanian yaitu LDK (Lembaga Dakwah Kampus) dan PMK
Paskah (Persatuan Mahasiswa Kristen). Dalam pembelajaran berorganisasi
mahasiswa diakomodasi dalam himpunan mahasiswa masing-masing
jurusan serta badan eksekutif mahasiswa masing-masing fakultas.
Perencanaan Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter.
Perencanaan pengembangan pendidikan budaya dan karakter yang
dilakukan civitas akaemika UWMY meliputi :
Pertama, Program Pengembangan Diri. Program pengembangan diri
dilakukan melalui pengintegrasian ke dalam kegiatan sehari-hari di kampus.
Kegiatan tersebut berupa kegiatan rutin kampus dalam proses belajar
mengajar, kegiatan spontan, keteladanan berupa perilaku dan sikap civitas
akademika (dosen dan karyawan) dalam memberikan contoh terhadap
tindakan-tindakan yang baik sehingga diharapkan menjadi panutan bagi
peserta didik untuk mencontohnya, serta pengkondisian yang harus
mencerminkan kehidupan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang
diinginkan.
Kedua, Pengintegrasian dalam proses akademik non-akademik.
Pengembangan nilai-nilai pendidikan budaya dan karakter diintegrasikan
dalam berbagai kegiatan baik akademik maupun non akademik. Dengan
pendidikan karakterk-budaya yang diintegrasikan dalam layanan akademik
dan non akademik, mahasiswa maupun civitas akademika lainnya
mempunyai kesempatan untuk saling asah, saling asih, saling asuh di dalam
- 62 - Model Pendidikan Karakter

berbagai aktivitas sehar-hari di kampus. Kebersamaan yang tumbuh


akanmewujudkan suasana yang lebih cair serta membuka peluang
terbukanya dialog dalam berbagai arah. Semangat kebersamaan inilah yang
akan menjadi jembatan bagi interkasi sosial-intelektual dalam masyarakat
yang semakin majemuk, terbuka, dan dinamis.
Ketiga, Pengembangan Budaya Akademik. Kualitas manusia
Indonesia seutuhnya dapat dikelompokkan dalam dua kategori karakteristik
yaitu (i) kualitas fisik, seperti : kesegarah fisik, kesehatan, daya tahan fisik,
dan lain-lain. Sementara (ii). kualitas non-fisik terdiri beberapa komponen :
a. Kualitas kepribadian yang harus ada setiap individu pembangunan
meliputi : kecerdasan, kemandirian, kreativitas, ketahanan mental,
keseimbangan antara emosi dan rasio); b. kualitas bermasyarakat, berupa
keselarasan hubungan dengan sesama manusia; c. kualitas berbangsa:
tingkat kesadaran berbangsa dan bernegara, bahwa martabat bangsa dan
negaranya sama dengan martabat bangsa dan negara lain; d. kualitas
spiritual: religiusitas dan moralitas; e. wawasan lingkungan: kualitas yang
diperlukan untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan; f. kualitas
kekaryaan: kemampuan mewujudkan aspirasi dan potensi diri dalam bentuk
kerja nyata guna menghasilkan sesuatu dengan mutu sebaik-baiknya.
Pengembangan SDM yang berorientasi pada kualitas tersebut diharapkan
akan menghasilkan individu-individu yang berkarakter yang nantinya menjadi
penopang bagi terwujudnya kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Pendidikan merupakan proses dalam berbagai arah, ini mengandung
makna bahwa transformasi budaya, ilmu pengetahuan, teknologi,
berlangsung dalam berbagai arah pula. Era global saat ini telah membawa
dampak terjadinya berbagai perubahan tatanan, baik bidang politik, ekonomi,
sosial dan budaya, termasuk pendidikan tinggi. Perubahan tersebut
menuntut setiap perguruan tinggi untuk mempunyai daya adaptasi yang
tinggi agar perguruan tinggi dan lulusannya tidak tertinggal dan tersisih dari
persaingan global. Karenanya, pengelolaan perguruan tinggi harus
menerapkan sistem manajeman yang berorientasi pada kualitas. Sistem
Prosedur dan Rancangan - 63 -
 
manajemen kualitas memfokuskan pada perbaikan yang terus-menerus dan
berkelanjutan untuk memperkuat dan mengembangkan kualitas layanan dan
produk.
Eksistensi perguruan tinggi tidak lepas dari penerapan sistem yang
mengarah pada peningkatan kualitas dengan mengedepankan manajemen
(profesional) sebagai pijakan organisasi yang sehat. Refleksinya adalah
terwujudnya visi-misi lembaga secara efektif-efisien sehingga pada akhirnya
mampu berperan sebagai pendorong daya saing bangsa. Upaya yang dapat
dilakukan untuk mencapai hasil seperti itu dengan membangun budaya
akademik (academic culture).
Budaya akademik merupakan cara hidup dari masyarakat ilmiah yang
beranekaragam, majemuk, multikultural yang bernaung dalam sebuah
institusi yang mendasarkan diri pada nilai-nilai kebenaran ilmiah dan
objektivitas. Budaya akademik hendaknya dibangun berdasarkan prinsip
kebebasan berpikir, berpendapat dan mimbar akademik yang dinamis,
terbuka serta ilmiah.
Budaya akademik sebagai suatu sub-sistem perguruan tinggi
memegang peranan penting dalam upaya membanggun dan
mengembangkan kebudayaan dan peradaban masyarakat (civil society) dan
bangsa secara keseluruhan. Indikator kualitas perguruaan tinggi sekarang
dan terlebih lagi pada millenium ketiga ini akan ditentukan oleh kualitas
civitas akademika dalam mengembangkan dan membanggun budaya
akademik ini.
Budaya akademik dimiliki oleh setiap orang yang melibatkan dirinya
dalam aktivitas akademik. Membanggun budaya akademik bukan perkara
yang mudah. Diperlukan upaya sosialisasi terhadap kegiatan akademik,
sehingga terjadi kebiasaan di kalangan akademisi untuk melakukan norma-
norma kegiatan akademik tersebut. Tumbuhnya budaya akademik akan
memacu tumbuhnya kesadaran kritis setiap saat, yang itu artinya peluang
bagi perubahan yang lebih baik di masa datang.
- 64 - Model Pendidikan Karakter

Prinsip mengedepankan kebebasan akademik, menjunjung tinggi


kebenaran ilmiah, obyektivitas, keterbukaan, serta otonomi keilmuan
membuat perguruan tinggi tidak terpengaruh oleh kekuasaan atau
kepentingan seperti politik praktis. Budaya akademik tidak datang begitu
saja namun muncul dari sebuah proses panjang yang meliputi berbagai
kegiatan akademik yang terencana secara sistematis. Tumbuh dan
berkembangnya interaksi antar unsur civitas akademika yang terus-menerus
dalam norma-norma akademik yang nantinya akan melahirkan suatu
perilaku, tradisi dan budaya ilmiah di dalam masyarakatnya (masyarakat
ilmiah/kampus). Budaya akademik sebagai sistem dan tata nilai diharapkan
ke depan dapat memegang peranan penting dalam pembangunan bangsa
secara keseluruhan.
Suasana dan budaya akademik tidak bisa terwujud dengan sendirinya
tetapi harus direncanakan, diorganisasikan, dioperasikan dan dikendalikan
dengan model manajemen yang baik. Suasana akademik dapat juga
dikendalikan melalui penggunaan PDCA (plan, do, check-ballance dan
action) yang diharapkan dapat menghasilkan pengembangan dan perbaikan
secara berkelanjutan.
Suasana akademik merupakan hasil interaksi dari berbagai macam
komponen pendukung seperti tersedianya sarana-prasarana. Tersedianya
sumber daya manusia yang memadai, tersedianya laboratorium dan
perpustakaan. Juga terbentuknya organisasi dan manajemen yang baik serta
tersedianya kurikulum yang dinamis. Suasana yang kondusif dapat dicapai
apabila derajat kepuasan dan derajat motivasi civitas akademika dalam
berperilaku untuk mencapai tujuan pribadi, sebagai fungsi dari tujuan sebuah
perguruan tinggi. Artinya kinerja seluruh anggota civitas akademika terkait
dan menunjang kinerja institusi. Sehingga manajemen perguruan tinggi
mampu melakukan sinkronisasi antara tujuan pribadi dengan visi, misi dan
tujuan institusi.
Prosedur dan Rancangan - 65 -
 
B. Pengembangan Kreativitas Mahasiswa
Mapawima (Mahasiswa Pecintaalam Widya Mataram)
“Kami jelaskan apa sebenarnya tujuan kami. Kami katakan bahwa
kami adalah manusia-manusia yang tidak percaya pada slogan. Patriotisme
tidak mungkin tumbuh dari hipokrisi (kemunafikan) dan slogan-slogan.
Seseorang hanya bisa mencintai secara sehat kalau ia mengenal obyeknya.
Dan mencintai tanah air indonesia dapat ditumbuhkan dengan mengenal
indonesia bersama rakyatnya dari dekat. Pertumbuhan jiwa yang sehat dari
pemuda harus pula pertumbuhan fisik yang sehat. Karena itulah kami naik
gunung” (Soe Hok Gie dalam Catatan Seorang Demonstran).
Sepenggal kalimat Soe Hok Gie dalam bukunya yang berjudul
Catatan Seorang Demonstran telah menginspirasi dan membuka kesadaran
banyak mahasiswa di tanah air pada masanya maupun masa-masa
setelahnya akan pentingnya bersikap kritis, rasionalis, serta tanggap
terhadap berbagai perubahan serta permasalahan bangsa. Untuk itu
diperlukan pribadi-pribadi yang sehat fisik, mental, maupun spiritualnya
dengan menempa dirinya sehingga muncul manusia yang tangguh,
berkarakter, serta selalu menyemaikan semangat berbudaya.
Berdirinya Mahasiswa Pecinta Alam Universitas Widya Mataram
Yogyakarta berawal dari komunitas mahasiswa Fakultas Hukum yang
peduli terhadap isu-isu yang berkaitan lingkungan serta kegiatan
kepecintaalaman atau kegiatan alam bebas. Dengan berjalannya waktu,
keanggotaan komunitas mengalami peningkatan, bukan hanya dari
mahasiwa Fakultas Hukum saja tetapi juga diikuti oleh mahasiwa dari
fakultas lainnya. Melihat perkembangan tersebut muncul pemikiran akan
kebutuhan suatu wadah atau organisasi yang mampu menampung dan
mengakomodir setiap anggota komunitas dari setiap fakultas yang ada di
lingkungan Universitas Widya Mataram Yogyakarta.
Maka pada tanggal 9 Januari 1987 dideklarasikan organisasi
Mahasiwa Pecinta Alam universitas Widya Mataram Yogyakarta yang
kemudian disingkat MAPAWIMA. Dengan terbentuknya Mapawima
- 66 - Model Pendidikan Karakter

menandai era baru dalam perkembangan organisasi pencinta alam menjadi


salah satu Unit Kegiatan Mahasiwa (UKM) di Universitas Widya Mataram
Yogyakarta sampai sekarang. Tujuan dari MAPAWIMA adalah ikut berperan
serta dalam menumbuh-kembangkan dinamika mahasiswa yang intelektual,
dinamis, kreatif dan berwasawasan lingkungan.
Disamping MAPAWIMA juga merupakan salah satu UKM yang
mewadahi minat dan hobi mahasiwa yang berkaitan dengan kegiatan alam
bebas (adventure) dan konservasi lingkungan yang bersifat terbuka bagi
seluruh mahasiwa Universitas Widya Mataram Yogyakarta.
Tahun 2011 dalam rentang usia yang menginjak tahun ke-23 sejak di
dirikan pada tahun pada tahun 1987 sampai sekarang, MAPAWIMA
menorehkan beberapa prestasi dalam ekspedisi-ekspedisi besar di
Indonesia, seperti ekspedi gunung, di Jawa, Sumatera, Bali, Nusa Tenggara
Barat, Sulawesi, Kalimantan dan Kepulauan Maluku. Hanya menyisakan
Pegunungan Jayawijaya yang sampai saat ini belum berhasil di realisasikan,
namun ambisi dan cita-cita untuk melakukan ekspedisi ke Puncak Jaya
masih tertanam di hati segenap Keluarga besar MAPAWIMA sampai detik
ini. Ekspedisi ke luar Indonesia sudah lama di rintis, tapi karena kendala
pembiayaan kegiatan yang relatif mahal, MAPAWIMA baru berhasil
mengadakan satu Ekspedisi yaitu ekspedisi ke gunung Kinabalu di Khucing
Malaysia. Disamping itu Mapawima juga pernah melakukan kegiatan
ekspedisi susur gua di Jawa, Sumatera dan Sulawesi, melakukan ekspedisi
arung jeram di sungai Elo, Serayu dan Sungai Tarik.
Ekspedisi-ekspedisi di atas hanya merupakan contoh dari sekian
banyak kegiatan alam bebas yang pernah di lakukan dan tentunya kegiatan-
kegiatan tersebut akan terus di selenggarakan di waktu yang akan datang.
Visi Mapawima. Menjadi Organisasi Mahasiswa Pecinta Alam yang
unggul dan berkualitas dan berkepribadian luhur serta bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa.
Misi Mapawima. 1). Menyelenggarakan kegiatan di alam bebas yang
bersifat ilmiah maupun keterampilan untuk memupuk ketahanan fisik, mental
Prosedur dan Rancangan - 67 -
 
serta kemandirian, dan turut serta dalam usaha pelestarian alam dan
lingkungan hidup. 2). Mengadakan kegiatan yang mampu mewadahi
penerapan dari berbagai disiplin ilmu yang di miliki oleh anggota. 3).
Menyelenggarakan berbagai kegiatan pengabdian kepada masyarakat.
Dengan mengonsentrasikan diri pada kegiatan alam terbuka/bebas,
konservasi, serta SAR, MAPAWIMA terus berusaha meningkatkan
kemampuan diri anggotanya agar dapat bermanfaat bagi UWMY,
masyarakat luas, bangsa dan negara. Setidaknya dapat berdayaguna bagi
dirinya sendiri. Menjaga kelestarian alam sekitarnya, hidup harmonis dengan
lingkungan, serta menjaga setiap kehidupan umat manusia. Nilai inilah yang
selalu ditanamkan pada setiap anggotanya serta disemaikan pada
lingkungan sekitarnya: civitas akademika UWMY, masyarakat sekitar
kampus, serta masyarakat luas.
Teater Dokumen
Sebagai salah satu UKM di lingkungan civitas akademika UWMY,
Teater Dokumen mewadahi mahasiswa UWMY yang ingin menyalurkan
bakat dan minat berkesenian maupun berteater. Teater Dokumen dibentuk
pada tanggal 18 Nopember 1994. Pendopo Agung nDalem Mangkubumen
menjadi tempat anggota Teater Dokumen berlatih maupun melakukan
kegiatan pementasan dengan lainnya di Yogyakarta. Terinspirasi oleh tempat
latihan di Pendopo Mangkubumen itulah, akhirnya teater ini dinamakan
dengan Teater Dokumen.
Teater dokumen merupakan Unit Kegiatan Mahasiswa yang bertujuan
sebagai upaya pengembangan minat, kreatifitas, dan bakat mahasiswa
UWMY khususnya aktifitas teater, sastra, dan aktifitas kesenian bagi
pengembangan nilai-nilai budaya bangsa di lingkup kampus UWMY.
Sebagai satu-satunya organisasi berkesenian di UWMY, Teater
Dokumen UWMY Dengan wawasan nusantaranya menanamkan tanggung
jawab moral dalam mendukung visi budaya dari kampus UWMY. Khususnya
dalam menjaga khasanah budaya bangsa melalui penampilannya yang
- 68 - Model Pendidikan Karakter

kental suasana tradisi, di panggung panggung pertunjukan seni di UWMY,


wilayah lokal Jogjakarta dan sekitarnya.
Teater Dokumen UWMY memiliki visi menjadi UKM yang memiliki
kader-kader yang mampu eksis di bidang seni pertunjukan (teater, Sastra,
Tari) bercorak Nilai-Nilai Budaya Asli Indonesia di wilayah Yogyakarta dan
Nasional pada tahun 2013. Untuk mencapai terwujudnya visinya, Teater
Dokumen UWMY terus berbenah dan mendorong anggota-anggotanya untuk
terus mengembangkan bakat dan kreativitas dalam panggung-panggung
pertunjukan seni dan budaya di wilayah Yogyakarta.
Proses penerimaan mahasiswa baru menjadi momentum yang
ditunggu-tunggu oleh pengurus organisasi dimana pada setiap tahun ajaran
baru akan ada banyak mahasiswa yang mempercayakan dirinya untuk
dididik di universitas dan memilih organisasi mahasiswa yang sesuai dengan
minat dan bakatnya. Perkenalan Teater Dokumen biasanya memanfaatkan
momentum ospek mahasiswa baru untuk menarik perhatian calon anggota
baru untuk mau masuk da terlibat di organisasi kemahasiswaan teater
dokumen. Proses pendaftaran dan seleksi mahasiswa baru selanjutnya diuji
melalui tes kreativitas dan bakat seni yang mereka miliki. Distribusi bakat-
bakat seni kemudian dimatangkan melalui latihan rutin yang dilakukan
seminggu dua kali di dalam lingkungan kampus UWMY.
Anggota baru secara resmi diterima sebagai anggota setelah mereka
mengikuti pendidikan dasar keteateran (seni peran) dan pendidikan bakat
kesenian yang biasanya dilakukan di luar kampus UWMY. Melalui
kepanitiaan pendidikan dasar konsep disusun mengikuti potensi bakat yang
dimiliki calon anggota baru dan menyesuaikan dengan sumber daya pendidik
yang tersedia. Untuk tenaga pendidik/ pelatih menggunakan SDM di teater
sendiri dan mengundang beberapa pelatih dari Dewan Teater Jogjakarta,
atau melalui jaringan antar lembaga komunitas teater yang ada di
Yogyakarta.
Dalam rangka melakukan pembinaan bakat anggotanya Teater
Dokumen membuat program kerja pengurus yang terdiri dari :
Prosedur dan Rancangan - 69 -
 
• Bidang Teater dan seni Peran
Bidang teater bertanggun jawab untuk memberikan pembinaan pada
pengembangan bakat-bakat keteateran. Keteateran adalah seni
pertunjukan peran. Di sini para aktor dan aktris dapat memanggungkan
cerita yang ditulis dan dibuat oleh unit keproduksian dan calon peserta
diharapkan dapat mendalami karakter tokoh-tokoh yang diperankan
sehingga sebuah pertunjukan dapat dipentaska secara apik. Kehidupan
nyata diangkat dalam pertunjukan dan dipanggungkan untuk hiburan.
Banyak pesan-pesan kehidupan yang hendak disampaikan dalam
pertunjukan peran. Kehidupan layaknya panggung peran, dan pelakunya
adalah tokoh-tokoh yang memerankan sebuah karakter. Pertunjukan
yang selalu diangkat tahun 2010-2011 yakni: pementasan teater dengan
tema Tolak KIK, Merpati selalu Ingkar Janji, dan Petang di Taman.
Pertunjukan seni peran ini sebagai transfer menjaga otentitas budaya
dengan memanfaatkan property-properti bercitra budaya yang etnik,
klasik dan bercorak symbol-simbol budaya. Seperti ukiran, pakaian tradisi
(misalnya tenunan dan batik) serta peran-peran kehidupan yang berisi
nilai-nilai kehidupan yang diangkat dari tradisi budaya Indonesia.
• Bidang Sastra
Sastra menjadi bidang binaan yang ikut di tumbuh kembangka di dalam
organisasi teater dokumen. Sastra yang dimaksud diantaranya Penulisan
Puisi, Cerpen, dan novel. Di dalam teater dokumen sendiri membuka
pelatihan penuslisan tersebut. Karya-karya sastra yang telah ditulis selalu
diangkat dalam seni pertunjukan sastra berupa musikalisasi puisi,
pembacaan cerpen. Sementara itu Seni peran, pertunjuka sangat
tergantung pada penulisan cerita yang diangkat. Bakat-bakat penulisan
kemudian di bina untuk menciptaka penulis-penulis sastra yang kreatif
dan dinamis. Sering cerita-cerita seni peran yang diangkat dipanggung
pertunjukan teater adalah cerpen karya dari mahasiswa binaan teater
dokumen uwmy.
- 70 - Model Pendidikan Karakter

• Bidang Seni Tari


Tari adalah bidang baru yang dibuka pada awal tahun 2011, seni tari
diangkat merujuk pada potensi bakat yang dimiliki oleh anggota. Dan
sebelumnya dibina di sanggar-sanggar tari sekitar Yogyakarta. Tari yang
diangkat lebih pada tarian asli Yogyakarta. Selain itu juga terdapat
kelompok musik pengiring tarian Jawa yang memanfaatkan seperangkat
alat musik tradisional gamelan. Bidang tari teater dokumen
memanfaatkan SDM dari luar mahasiswa untuk musik pengiring karena
komposisi tidak terpenuhi dan tergolong bidang baru. Kedepan bidag seni
tari menjadi salah satu bidang yang diseriusi oleh teater dokumen.
• Bidang Seni Musik
Musik menjadi ruh dalam setiap penampilan dipanggung pertunjukan.
Komposisi musik dibutuhkan berupa musk pengiring pementasan baik
pembacaan puisi, cerpen dan pementasan naskah teater dan
musikalisasi puisi. Adapun corak musik yang coba diangkat oleh teater
dokumen berupa musik etnik. Musik etnik sendiri bagi teater dokumen
merupakan musik yang memanfaatkan peralatan-peralatan yang berupa
alat-alat musik tradisional. Berupa angklung, gamelan, jimbe, alat-alat
musik pada pertunjukan akapela, dan alat-alat musik modern berupa
gitar, orgen, bas, dll yang disesuaika aransemennya untuk mendukung
corak etnik yang diangkat dalam setiap pementasan teater dokumen.
Penggunaan musik etnik ini karena teater dokumen secara umum musik
etnik sagat serasi dengan pertunjukan tari, Teater serta pementasan
pertunjukan sastra asli indonesia.
Selain diisi dengan pertunjukan musik, tari, lokakarya, teater, dan
permainan sains untuk anak-anak, Festival Darwin juga dimeriahkan dengan
seni visual, bazar makanan, komedi, kabaret, serta pertunjukan film.
Dalam perjalanan waktu, Teater Dokumen telah melakukan pentas
baik di lingkup UWMY, seputaran Yogyakarta bersama dengan seniman
teater Yogyakarta lainnya melakukan pentas di Taman Budaya
Yogyakarta.Beberapa waktu yang lalu, pada bulan Pebruari 2011 melakukan
Prosedur dan Rancangan - 71 -
 
pentas kolaborasi di Kampus Unnes Semarang. Beberapa event
pementasan yang pernah dilakukan Teater Dokumen diantaranya :
1. Karnaval Andong Rias se-Yogyakarta 31 Juli 2010
2. Nominator Lomba Cipta Cerpen Mahasiswa se-Indonesia
diselenggarakan Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Obsesi Sekolah
Tinggi Agama Islam Negeri Purwokerto 1 Maret 2010
3. Pementasan Pertunjukan Sastra di Taman Budaya Yogyakarta :
Seonggok Cinta dan Perjalanan : 31 Januari 2011
4. Pentas Teater : Petang , Taman Gagasan Teater Alam Yogyaarta
5. Pentas Pertunjukan Sastra Malioboro dalam rangka Penggalangan
Dana Kemanusiaan untuk korban bencana Merapi : i) Cakrawala
Mengantar Debu-Debu Duka; ii). Dukamu, dukaku duka kita
6. Pementasan teater dengan tema : PORTAL di UGM, kerjasama dengan
BEM-KM UGM
7. Musikalisasi Puisi di Panggung Nusantara Festival Malioboro : Mereguk
Perjalanan
8. Melaksanakan Pendidikan dasar
9. Pendidikan tari di Sanggar Tari Siswa Among Beksa di Pendopo
nDalem Mangkubumen untuk pembinaan bakat tari dan membuka
pendidikan tari bagianggota Teater Dokumen.
10. Menyelenggarakan event Mangkubumen Art Party #1 dengan tema
One World One Love, Pendopo nDalem Mangkubemen, 6 Juli 2011
dengan menampilkan seniman Yogyakarta dan manca negara: Untung
Basuki, Bamboo wukir ensamble, Dmitry (Belgia), Tim (Australia)
11. Nominator Lomba Deklamasi se-DIY diselenggarakan Studio
Pertunjukan Sastra, Taman Budaya Yogyakarta, 26 September 2011

Tumbuhnya kesadaran, kritis serta tanggap atas permasalahan di


sekitarnya telah membentuk para anggota Teater Dokumen menjadi pribadi
yang peduli terhadap realitas yang ada. Kepedulian tersebut dituangkan
dalam berbagai karya pementasannya dalam ranah berkesenian.
- 72 - Model Pendidikan Karakter

C. Plagiasi/Penjiplakan Karya Ilmiah


Terkait dengan praktik plagias/penjiplakan karya ilmiah yang akhir-
akhir ini banyak terjadi dan mencoreng dunia perguruan tinggi, UWMY sudah
lama mengembangkan program anti penjiplakan karya ilmiah. Upaya
tersebut terus didorong dengan melibatkan peran aktif seluruh civitas
akademika UWMY. Secara garis besar, praktik plagiasi karya ilmiah
bersumber pada : i). ketidak tahuan, ii). kesengajaan. Praktik
plagiasi/penjiplakan karya ilmiah adalah gambaran sikap pragmatis
mahasiswa dalam menyelesaikan tugas pendidikannya. Untuk meminimalisir
praktik plagiasi karya ilmiah, civitas akademika UWMY menempuh beberapa
cara diantaranya dengan memberikan pelatihan penulisan karya ilmiah
dengan memperhatikan kaidah berpikir ilmiah pada seluruh mahasiswa.
Pengawasan internal terhadap praktik plagiasi/penjiplakan karya ilmiah
ditempuh civitas akademika UWMY dengan menumbuhkan sikap kejujuran
pada setiap mahasiswa UWMY dalam menyusun karya ilmiahnya. Dalam
penyusunan skripsi, mahasiswa UWMY harus membuat surat pernyataan
tentang karya ilmiah yang disusunnya bebas dari praktik plagiasi/penjiplakan
yang memiliki konsekuensi akademis jika di kemudian hari mahasiswa yang
bersangkutan ternyata terbukti melakukan plagiasi karya ilmiahnya mulai dari
pembatalan karya ilmiahnya, pengulangan penelitian skripsi, hingga
pencabutan gelar akademiknya.
Praktik penjiplakan karya ilmiah di dunia pendidikan (tinggi)
sesungguhnya merupakan masalah mentalitas (moral). Salah satu nilai
tertinggi dari karya ilmiah terletak pada keasliannya, ini mengandung makna
bahwa terdapat nilai-nilai kejujuran dari penulis/peneliti dalam penyusunan
karya/tulisan ilmiahnya. Tidak terhindarkan bahwa dalam penyusunan
tulisan/karya ilmiah seseorang mengutip dari sumber lain sebagai
referensinya. Hal ini dilakukan semata-mata untuk mempertajam serta
memberikan berbagai sudut pandang atas karya ilmiah yang sedang
disusun. Satu hal yang harus diperhatikan adalah mencantumkan sumber
dari kutipan tersebut dalam setiap karya ilmiah.
Prosedur dan Rancangan - 73 -
 
Pengawasan internal institusi pendidikan (perguruan tinggi)
memegang peran yang cukup sentral dalam memerangi praktik penjiplakan
karya ilmiah. Adanya pengawasan internal akan meminimalisir terjadinya
praktik penjiplakan pada tahap-tahap berikutnya. Tentunya ini memerlukan
kesiapan perangkat-perangkat di dalamnya semisal tertibnya pendataan,
regulasi, kesiapan SDM, hingga pembentukan karakter (character building)
pada seluruh civitas akademika.
Secara bertahap, dalam lingkup internal institusi pendidikan/
perguruan tinggi perlu diintensifkan metode-metode penulisan/penyusunan
karya ilmiah yang adaptif dan terbarukan sehingga civitas akademika
(dosen/mahasiswa) memahami prinsip dasar penyusunan/penulisan karya
ilmiah. Ketidaktahuan akan menjadi awal mata rantai praktik penjiplakan.
Secara mendasar civitas akademika (mahasiswa/dosen) harus memahami
dasar-dasar penyusunan/penulisan karya ilmiah. Ini diperlukan untuk
menghindari kesalahan secara teknis mulai dari pemilihan tema, penentuan
metode, penentuan desain, sistematika penulisan, hingga penyusunan karya
ilmiah. Tahap berikutnya yang tidak kalah penting adalah menanamkan
filosofi penulisan/penyusunan karya ilmiah dengan menggunakan kaidah
ilmiah yang sistematis, obyektif, logis, empiris, dan dilakukan dengan jujur,
sehingga karya ilmiah dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan
maupun secara moral.
Masyarakat pun memiliki peran dalam mengawasi dan mengantisipasi
terjadinya praktik penjiplakan karya ilmiah, karena pada dasarnya
masyarakat pula yang nantinya akan memanfaatkan hasil dari karya ilmiah
tersebut. Artinya, masyarakat harus turut mendorong pula terwujudnya
perkembangan ilmu pengetahuan-teknologi yang bermanfaat bagi
masyarakat yang dilandasi atas proses yang jujur.
Yang paling mendasar dalam memerangi praktik penjiplakan karya
ilmiah (dan juga kekayaan intelektual lainnya) adalah mencetak pribadi yang
jujur atas karya ilmiah yang nantinya dihasilkan. Berbagai regulasi yang ada
tanpa dibarengi kejujuran hanya akan memunculkan upaya untuk mencari
celah-celah bagi pikiran pragmatis. Munculnya sikap dan pikiran pragmatis
- 74 - Model Pendidikan Karakter

pada civitas akademika (terutama mahasiswa) biasanya muncul karena


rendahnya motivasi untuk meg-upgrade kemampuan diri, kurangnya
pemahaman atas permasalahan yang akan ditulis, kemampuan menulis,
ketidaktahuan, yang pada akhirnya berujung pada mencari jalan pintas
dalam menyusun karya ilmiah. Jika hal tersebut yang terjadi, bisa dilakukan
pembimbingan yang lebih intensif pada mahasiswa dengan memberikan
pelatihan penulisan ilmiah ataupun melibatkan mahasiswa dalam berbagai
kegiatan penelitian sehingga mahasiswa memiliki bekal sekaligus
mengetahui sejak dini betapa untuk bisa menyusun sebuah karya ilmiah
diperlukan kaidah-kaidah ilmiah serta prasyarat yang harus dipenuhi agar
nantinya karya ilmiah tersebut dapat dipertanggungjawabkan. (Qomariyah,
2011)
D. Alur Pendidikan Karakter
Dengan mengacu pada UU No 20/tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, pembangunan karakter bangsa harus disikapi dan
diperlakukan sebagai suatu gerakan nasional yang harus menjadi komitmen
seluruh komponen bangsa dengan membangun generasi Indonesia yang
jujur, cerdas, tangguh, dan peduli.
Melihat sifat komprehensif dan kompleksitas dari pembangunan
karakter bangsa tersebut, telah ditetapkan yang menjadi lingkup sasaran
pembangunan karakter bangsa mencakup ranah sebagai berikut. (Kebijakan
Nasional, 2010) :
Lingkup Keluarga yang “...merupakan wahana pembelajaran dan
pembiasaan karakter yang dilakukan oleh orang tua dan orang dewasa lain
dalam keluarga terhadap anak sebagai anggota keluarga sehingga
diharapkan dapat terwujud keluarga berkarakter mulia yang tecermin dalam
perilaku keseharian.”
Lingkup Satuan Pendidikan yang “...merupakan wahana pembinaan dan
pengembangan karakter yang dilakukan dengan menggunakan (a)
pendekatan terintegrasi dalam semua mata pelajaran, (b) pengembangan
budaya satuan pendidikan, (c) pelaksanaan kegiatan kokurikuler dan
Prosedur dan Rancangan - 75 -
 
ekstrakurikuler, serta (d) pembiasaan perilaku dalam kehidupan di
lingkungan satuan pendidikan. Pembangunan karakter melalui satuan
pendidikan dilakukan mulai dari pendidikan usia dini sampai pendidikan
tinggi.”
Lingkup Pemerintahan yang “...merupakan wahana pembangunan karakter
bangsa melalui keteladanan penyelenggara negara, elite pemerintah, dan
elite politik. Unsur pemerintahan merupakan komponen yang sangat penting
dalam proses pembentukan karakter bangsa karena aparatur negara
sebagai penyelenggara pemerintahan merupakan pengambil dan pelaksana
kebijakan yang ikut menentukan berhasilnya pembangunan karakter pada
tataran informal, formal, dan nonformal.”
Lingkup Masyarakat Sipil yang “...merupakan wahana pembinaan dan
pengembangan karakter melalui keteladanan tokoh dan pemimpin
masyarakat serta berbagai kelompok masyarakat yang tergabung dalam
organisasi sosial kemasyarakatan sehingga nilai-nilai karakter dapat
diinternalisasi menjadi perilaku dan budaya dalam kehidupan sehari-hari.”
Lingkup Masyarakat Politik yang “...merupakan wahana yang melibatkan
warga negara dalam penyaluran aspirasi dalam politik. Masyarakat politik
merupakan suara representatif dari segenap elite politik dan simpatisannya.
Masyarakat politik memiliki nilai strategis dalam pembangunan karakter
bangsa karena semua partai politik memiliki dasar yang mengarah pada
terwujudnya upaya demokratisasi yang bermartabat.”
Lingkup Dunia Usaha dan Industri yang “...merupakan wahana interaksi
para pelaku sektor riil yang menopang bidang perekonomian nasional.
Kemandirian perekonomian nasional sangat bergantung pada kekuatan
karakter para pelaku usaha dan industri yang di antaranya dicerminkan oleh
menguatnya daya saing, meningkatnya lapangan kerja, dan kebanggaan
terhadap produk bangsa sendiri.”
Lingkup Media Massa yang “...merupakan sebuah fungsi dan sistem yang
memberi pengaruh sangat signifikan terhadap publik, khususnya terkait
dengan pembentukan nilai-nilai kehidupan, sikap, perilaku, dan kepribadian
- 76 - Model Pendidikan Karakter

atau jati diri bangsa. Media massa, baik elektronik maupun cetak memiliki
fungsi edukatif atau pun nonedukatif bergantung dari muatan pesan
informasi yang disampaikannya.”
Sistematika alur pendidikan karakter bangsa digambarkan dalam
bagan berikut:

Sumber : Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat Republik


Indonesia (2010)
Secara psikologis dan sosial kultural pembentukan karakter dalam diri
individu merupakan fungsi dari seluruh potensi individu manusia (kognitif,
afektif, konatif, dan psikomotorik) dalam konteks interaksi sosial kultural
(dalam keluarga, satuan pendidikan, dan masyarakat) dan berlangsung
sepanjang hayat. Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses
psikologis dan sosial-kultural tersebut dapat dikelompokan dalam: Olah Hati
(Spiritual and emotional development) , Olah Pikir (intellectual development),
Olah Raga dan Kinestetik (Physical and kinestetic development), dan Olah
Rasa dan Karsa (Affective and Creativity development) yang secara
diagramatik dapat digambarkan dalam diagram Venn dengan empat
lingkaran sebagai berikut. (Kemdiknas, 2010)
Prosedur dan Rancangan - 77 -
 

Sumber : Kementrian Koordinator Kesejahteraan Rakyat Republik


Indonesia (2010)
Urgensi dari pengejawantahan komitmen nasional pendidikan
karakter, secara kolektif telah dinyatakan pada Sarasehan Nasional
Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa sebagai Kesepakatan Nasional
Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa sebagai berikut :
1. Pendidikan budaya dan karakter bangsa merupakan bagian integral yang
tidak terpisahkan dari pendidikan nasional secara utuh.
2. Pendidikan budaya dan karakter bangsa harus dikembangkan secara
komprehensif sebagai proses pembudayaan. Oleh karena itu, pendidikan
dan kebudayaan secara kelembagaan perlu diwadahi secara utuh.
3. Pendidikan budaya dan karakter bangsa merupakan tanggung jawab
bersama antara pemerintah, masyarakat, sekolah dan orangtua. Oleh
karena itu pelaksanaan budaya dan karakter bangsa harus melibatkan
keempat unsur tersebut.
- 78 - Model Pendidikan Karakter

4. Dalam upaya merevitalisasi pendidikan dan budya karakter bangsa


diperlukan gerakan nasional guna menggugah semangat kebersamaan
dalam pelaksanaan di lapangan.

E. Indikator Keberhasilan
Nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan budaya dan karakter
di UWMY diidentifikasi dari sumber-sumber (anonimous, 2010) :
Pertama, Religius. masyarakat Indonesia adalah masyarakat
beragama. Oleh karena itu, kehidupan individu, masyarakat, dan bangsa
selalu didasari pada ajaran agama dan kepercayaannya. Secara politis,
kehidupan kenegaraan pun didasari pada nilai-nilai yang berasal dari agama.
Atas dasar pertimbangan itu, maka nilai-nilai pendidikan budaya dan karakter
bangsa harus didasarkan pada nilai-nilai dan kaidah yang berasal dari
agama.
Kedua, Budaya. Tidak ada manusia yang hidup bermasyarakat yang
tidak didasari oleh nilai-nilai budaya yang diakui masyarakat itu. Nilai-nilai
budaya itu dijadikan dasar dalam pemberian makna terhadap suatu konsep
dan arti dalam komunikasi antaranggota masyarakat itu. Posisi budaya yang
demikian penting dalam kehidupan masyarakat mengharuskan budaya
menjadi sumber nilai dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa.
Ketiga, Pancasila. nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila
menjadi nilai-nilai yang mengatur kehidupan politik, hukum, ekonomi,
kemasyarakatan, budaya, dan seni. Pendidikan budaya dan karakter bangsa
bertujuan mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang lebih
baik, yaitu warga negara yang memiliki kemampuan, kemauan, dan
menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupannya sebagai warga
negara.
Keempat, Tujuan Pendidikan Nasional. Tujuan pendidikan nasional
memuat berbagai nilai kemanusiaan yang harus dimiliki warga negara
Indonesia. Oleh karena itu, tujuan pendidikan nasional adalah sumber yang
Prosedur dan Rancangan - 79 -
 
paling operasional dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter
bangsa.
Berdasar keempat sumber pendidikan karakter tersebut di atas,
civitas akademika UWMY sampai saat ini terus mengembangkan pendidikan
karakter dengan nilai-nilai pengembangan melalui seluruh tahapan dan
proses belajar-mengajar dengan indikator keberhasilnanya sebagai berikut :.

Tabel 1. Indikator Keberhasilan Pengambangan Pendidikan Karakter di


Universitas Widya Mataram Yogyakarta.

Nilai Deskripsi Indikator Ket


Religius Sikap dan • menjalankan perintah Tuhan dan
perilaku yang menjauhi larangan Tuhan
patuh dalam • berserah diri selalu pada Tuhan
melaksanakan • mendoa untuk siapa saja
ajaran agama • mencintai kebaikan, berusaha
yang dianutnya, menjadi orang yang terbaik
toleran terhadap • mencintai semua mahluk Tuhan
pelaksanaan • menghargai perbedaan
ibadah agama • menghormati semua manusia
lain, serta hidup • mengakui keberadaan atau
rukun dengan eksistensi orang lain
pemeluk agama • Tidak fanatik yang berlebihan
lain. • menghargai HAM
Jujur Perilaku yang • menepati janji atau menepati
didasarkan pada kesanggupan
upaya menjadikan • teguh pada kebenaran
dirinya sebagai • memiliki rasa takut pada
orang yang selalu kesalahan atau dosa
dapat dipercaya • mampu menentukan pilihan halal
dalam perkataan, atau haram, baik atau buruk
tindakan, dan • mampu memilih yang boleh dan
pekerjaan. yang tidak boleh dilakukan,
meskipun boleh dilakukan
- 80 - Model Pendidikan Karakter

• rela melakukan sesuatu yang


benar meski berat
• berlaku sopan tanpa tendensi
• tidak berlaku curang
• tidak menipu, memalsu,
merampas, berbohong,
memanipulasi
• tidak membuat fitnah
• tulus
• tidak iri hati, tidak congkak
• tidak menyuap
• tidak menempuh jalan yang
diharamkan
• tanpa pamrih
• supportif
• jika tobat dan minta maaf tidak
hanya dibibir saja
Toleransi Sikap dan • tidak membanggakan dirinya
tindakan yang sendiri
menghargai • mengakui keberadaan orang lain
perbedaan • tidak adigang, adigung, adiguna
agama, suku, (tidak membanggakan
etnis,pendapat, kekuasaan, keberan dan
sikap, dan kepndaiannya)
tindakan orang • ramah
lain yang berbeda • tidak egois
dari dirinya • sopan santun
• penuh kasih dan sayang
• berbuat budi darma hidup
• memberikan pertolongan pada
yang memerlukan
• berlaku adil
• tidak banyak menuntut hak
• rendah hati
Disiplin Tindakan yang • melakukan kewajiban dengan
menunjukkan senang hati
Prosedur dan Rancangan - 81 -
 
perilaku tertib dan • bertanggung jawab atas apa
patuh pada yang dilakukan
berbagai • menghargai waktu (tepat waktu)
ketentuan dan • melakukan seuatu dengan
peraturan. planning dan tujuan yang jelas
• jujur
• mempunyai program hidup yang
jelas
• tidak banyak mengeluh dalam
menjalankan pekerjaan
• konsisten
• ikhlas menjalankan tugas
Kerja Keras Perilaku yang • berani berkorban untuk mencapai
menunjukkan target
upaya sungguh- • selalu belajar dari kesalahan
sungguh dalam yang pernah dilakukan (selalu
mengatasi belajar dari pengalaman)
berbagai • tidak pernah putus asa
hambatan belajar, • selalu bersemangat
tugas dan • selalu berusaha
menyelesaikan • tidak pernah menyerah
tugas dengan • menyukai tantangan
sebaik-baiknya.
Kreatif Berpikir dan • selalu ingin tahu (wanting to
melakukan know)
sesuatu • senang melakukan eksperimen
untuk • menyukai inovasi baru
menghasilkan • ingin menjadi beda dari yang lain
cara atau hasil • senang menerima kritik
baru dari sesuatu • tidak takut salah
yang telah dimiliki. • tidak takut kalah
• punya harapan besar
• punya cita-cita
• punya pandangan hidup yang
jelas
• punya mimpi
- 82 - Model Pendidikan Karakter

• menghargai seni
• hidupnya dinamis
• tidak mudah kecewa
• menyukai keindahan
• bersikap optimis
Mandiri Sikap dan prilaku • kreatif
yang tidak mudah • anti plagiasi
tergantung pada • menghargai hasil karya orang
orang lain dalam lain
menyelesaikan • tidak korup
tugas-tugas. • tidak mudah menyerah
• pekerja keras
• pemberani
• lincah
Demokratis Cara berpikir, • menghargai hak orang lain
bersikap, dan • menghormati perbedaan
bertindak yang • menghargai pendapat orang lain
menilai sama hak • terbuka/ open minded
dan kewajiban • tidak memaksakan kehendak
dirinya dan orang • siap menerima saran dan kritik
lain. • siap minta maaf jika salah
• siap menang dan siap kalah
• tidak otoriter
• bersikap adil dan diperlakukan
adil
• mengutamakan musyawarah
Rasa Ingin Sikap dan • kritis
Tahu tindakan yang • berjiwa problem solver
selalu • selalu bertanya
berupaya untuk • tidak cepat puas dengan hasil
mengetahui lebih yang dicapai
mendalam dan • sering melakukan penelitian
meluas dari • tidak takut trial and error
sesuatu yang • tidak apatis
dipelajari, dilihat, • tidak skeptis
dan didengar.
Prosedur dan Rancangan - 83 -
 
Semangat Cara berpikir, • pancasilais: menjunjung tinggi
Kebangsaa bertindak, dan nilai-nilai persatuan, kemanusian
n berwawasan yang dan keadilan sosial
menempatkan • berjiwa right or wrong is my
kepentingan country
bangsa dan • mengikatkan diri pada norma-
negara di atas norma dan ukuran-ukuran yang
kepentingan diri dibuat oleh negara: sadar dan
dan kelompoknya. rela menjadi wajib pajak.
Cinta Cara berpikir, • bangga berbahasa Indonesia
Tanah Air bersikap, dan • mencintai hasil karya anak
berbuat yang bangsa, bangga menggunakan
menunjukkan produksi dalam negeri
kesetiaan, • menjaga lingkungan
kepedulian, dan • merawat benda-benda
penghargaan bersejarah
yang tinggi • menghargai keberagaman
terhadap bahasa, • menghormati perjuangan para
lingkungan fisik, pahlawan
sosial, budaya, • tidak menjual aset bangsa pada
ekonomi, dan investor asing
politik bangsa. • lebih mencintai rupiah daripada
dolar
• mengenal lingkungan bangsa
sendiri
• selalu menggali budaya luhur
bangsa
• bangga menjadi bangsa
Indonesia
• mengabdikan diri pada negara,
rela berkorban: memberikan
secara ikhlas harta, benda,
waktu, tenaga, pikiran bahkan
nyawa demi negara
Mengharga Sikap dan • kreatif, inovatif,suka tantangan
i Prestasi tindakan yang • selalu belajar
- 84 - Model Pendidikan Karakter

mendorong • anti mencontek


dirinya untuk • supportif
menghasilkan • wanting to know
sesuatu yang • banyak melakukan penelitian dan
berguna bagi pengabdian pada masyaraka
masyarakat,
mengakui, dan
menghormati
keberhasilan
orang lain.
Bersahabat Tindakan yang • ramah
/komunikati memperlihatkan • tidak pelit berbagi ilmu
f rasa senang • mampu bekerja dengan tim
berbicara, • mampu menjaga perasaan
bergaul, dan • luwes
bekerja sama • tidak sombong
dengan orang
lain.
Cinta Sikap, perkataan, • menghargai perbedaan
Damai dan tindakan yang • anti terorisme
menyebabkan • anti konflik (destruktif)
orang lain merasa • sangat fungsionalis
senang dan aman
atas kehadiran
dirinya
Gemar Kebiasaan • suka menabung
Membaca menyediakan • mengikuti perkembangan beriita
waktu • membiasakan diri menulis
untuk membaca • menghargai hasil karya orang
berbagai bacaan lain
yang memberikan • mengkoleksi buku atau referensi
kebajikan bagi yang lain
dirinya. • tidak wasting time untuk yang
tidak berguna
• wawasan luas
• punya argumentasi yang rasional
Prosedur dan Rancangan - 85 -
 
• punya analisis permasalahan
yang tajam
• tidak pernah kehabisan bahasan
pembicaraan
• up to date
Peduli Sikap dan • senang bertanam
Lingkunga tindakan yang • suka keindahan
n selalu • membiasakan diri menggunakan
berupaya produk-produk ramah lingkungan
mencegah • mengurangi atau membatasi alat-
kerusakan pada alat elektronik yang mengandung
lingkungan alam CFC
di sekitarnya dan • hemat energi
mengembangkan • membiasakan anak-anak sejak
upaya-upaya dini untuk membedakan sampah
untuk organik dan an organik
memperbaiki • mengurangi penggunaan plastik
kerusakan alam • mengurangi penggunaan tissu,
yang sudah kertas atau barang-barang yang
terjadi. menghabiskan sumber daya
alam
• belajar untuk mendaur ulang
• menggunakan produk-produk
yang berlabel eco-labelling
• memberikan kritik pada negara
yang melakukan konspirasi
dengan pebisnis lokal dan
investor untuk mengekploitasi
SDA dengan tidak arif
• back to nature
• bermitra dengan alam
• memulai dari diri sendiri untuk
menjadi pelopor green action:
bersepeda, mengurangi
menggunakan kendaraan
bermotor, biasakan jalan kaki dll)
- 86 - Model Pendidikan Karakter

Peduli Sikap dan • senang berbagi: bersedekah,


Sosial tindakan yang berzakat
selalu • punya sikap simpati dan empati
ingin memberi • suka menolong
bantuan pada • sadar akan hak orang lain
orang lain dan •
masyarakat yang
membutuhkan.
Tanggungj Sikap dan • sadar akan hakikat dirinya
awab perilaku sebagai mahkluk individu, sosial
seseorang untuk dan makhluk Tuhan
melaksanakan • berani menanggung resiko
tugas dan • ujur terhadap dirinya dan jujur
kewajibannya, terhadap orang lain
yang seharusnya • bersikap mandiri dan tidak
dia lakukan, pengecut
terhadap diri
sendiri,
masyarakat,
lingkungan (alam,
sosial dan
budaya), negara
dan
Tuhan Yang
Maha Esa.

Di dalam PP 17 tahun 2010, Pasal 84 ayat (2) a.dinyatakan bahwa


pendidikan tinggi antara lain bertujuan “…menghasilkan insan yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, dan
berkepribadian luhur; sehat, berilmu, dan cakap; kritis,kreatif,inovatif,
namdiri,percaya diri dan berjiwa wirausaha; serta toleran, peka sosial dan
lingkungan, demokratis dan bertanggung jawab...” Dengan demikian
perguruan tinggi sebagai satuan pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi
sepenuhnya terikat dan harus merujuk pada fungsi dan tujuan pendidikan
nasional yang secara substantif mengandung visi dan missi pendidikan
Prosedur dan Rancangan - 87 -
 
karakter. Oleh karena itu secara imperatif perguruan tinggi merupakan salah
satu situs pendidikan karakter yang mengejawantahkan pembangunan
karakter bangsa.
Pengembangan nilai/karakter di perguruan tinggi juga mencakup pilar
Tridharma Perguruan Tinggi, yakni pendidikan yang mencakup kegiatan
pembelajaran secara kurikuler, ko-kurikuler dan ekstra kurikuler; penelitian,
dan pengabdian kepada masyarakat); serta pengembangan budaya satuan
pendidikan tinggi (university culture ~ academic culture) yang tercermin
dalam kegiatan keseharian dalam berbagai bentuk perilaku keseharian di
kelas, laboratorium, lapangan olah raga, studio, situs virtual, dan dalam
masyarakat kampus atau kantor, dan lingkungan kampus/kantor.
Dalam kegiatan pendidikan di kelas (riil dan atau virtual)
pengembangan nilai/karakter dilaksanakan dengan menerapkan pendekatan
terintegrasi dalam semua mata kuliah (embeded approach). Khusus, untuk
matakuliah Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Ilmu Budaya
Dasar, Ilmu Alamiah Dasar, serta Filsafat Budaya Mataram sesuai dengan
misi kurikukulernya mengembangkan nilai dan sikap maka pengembangan
nilai/karakter harus menjadi fokus utama yang dapat menggunakan berbagai
strategi/metode pendidikan nilai (value/character education). Untuk semua
matakuliah tersebut nilai/karakter harus dikembangkan sebagai dampak
pembelajaran (instructional effects) dan juga dampak pengiring (nurturant
effects).
Sementara itu untuk matakuliah lainnya, yang secara formal memiliki
misi akademik utama selain pengembangan nilai/karakter, wajib
dikembangkan berbagai kegiatan yang diyakini memiliki dampak pengiring
(nurturant effects) bagi berkembangnya nilai/karakter dalam diri peserta
didik.
Dalam lingkungan satuan pendidikan tinggi, suasana kehidupan
kampus seyogyanya dikondisikan agar lingkungan fisik dan alam, akademik,
sosial-kultural, dan/atau lingkungan komunikasi elektronik pada satuan
pendidikan memungkinkan para peserta didik bersama dengan civitas
- 88 - Model Pendidikan Karakter

akademika dan tenaga kependidikannya terbiasa membangun kegiatan


keseharian di satuan pendidikannya yang memang mencerminkan
perwujudan nilai/karakter. Dalam kegiatan ko-kurikuler, yakni kegiatan
belajar di luar kelas atau diluar website yang terkait langsung pada suatu
materi dari suatu mata pelajaran seperti di studio, laboratorium dan
sejenisnya, atau kegiatan ekstra kurikuler, yakni kegiatan satuan pendidikan
yang bersifat umum dan tidak terkait langsung pada suatu mata pelajaran,
seperti kegiatan pengembangan bakat minat dan inovatif-kreatif, dll, perlu
dikembangkan proses pembiasaan dan penguatan (reinforcement) yang
diyakini mampu menguatkan pengembangan nilai/karakter secara
kontekstual, misalnya gerakan Go Green, Kampus Ilmiah dan Religius,
Kampus Unggul Mutu dan Berakhlaq Mulia, dan sejenisnya. (Winataputra,
2010).
Budaya Masuk Kampus - 89 -

Bab V.

Budaya Masuk Kampus

engan adanya proses sosialisasi nilai melalui seni budaya


ini tidak saja dapat menciptakan suasana damai dalam
masyarakat, akan tetapi juga dapat melahirkan
kesantunan, kelembutan, ketenangan batin, serta harmoni
di dalam masyarakat kita, sekaligus akan menyentuh dimensi batin
dan rasa manusiawi agar lebih peka dalam menangkap essensi nilai
budaya dan kemanusiaan dari bangsa kita sendiri. (Sri Sultan
Hamengkubuwana X)

A. Pelaksanaan Pendidikan Karakter


Sebagai bagian dari pelaksanaan Tridharma perguruan tinggi
pelaksanaan pendidikan karakter di UWMY dilakukan dalam tiga metode
yaitu :
Pertama, intra-kurikuler dalam bentuk perkuliahan dimana mahasiswa
UWMY diberikan landasan teori pendidikan karakter dalam mata kuliah dasar
umum (MKDU) yaitu Ilmu Budaya Dasar (IBD), Ilmu Alamiah Dasar (IAD)
serta Filsafat Budaya Mataram. Ketiga mata kuliah tersebut diberikan agar
mahasiswa mengetahui dan memahami teori kebudayaan kaitannya dengan
penerapan atas keilmuan yang dimilikinya di masyarakat nantinya. Meskipun
ada penilaian secara akademis, namun MKDU ketiga mata kuliah tersebut
- 90 - Model Pendidikan Karakter

dimaksudkan untuk memberikan pemahaman pada mahasiswa bahwa


filsafat, budaya dan karakter merupakan mata rantai yang tidak terpisahkan.
Pelaksanaan perkuliahan ketiga mata kuliah tersebut ditangani langsung oleh
rektorat. Melalui proses belajar setiap mata pelajaran atau kegiatan yang
dirancang sedemikian rupa sehingga setiap kegiatan belajar-mengajar dapat
mengembangkan kemampuan dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.
Oleh karena itu, tidak selalu diperlukan kegiatan belajar khusus untuk
mengembangkan nilai-nilai pada pendidikan budaya dan karakter bangsa.
Meskipun demikian, untuk pengembangan nilai-nilai tertentu seperti kerja
keras, jujur, toleransi, disiplin, mandiri, semangat kebangsaan, cinta tanah air,
dan gemar membaca dapat melalui kegiatan belajar yang biasa dilakukan
dosen. Untuk pegembangan beberapa nilai lain seperti peduli sosial, peduli
lingkungan, rasa ingin tahu, dan kreatif memerlukan upaya pengkondisian
sehingga peserta didik memiliki kesempatan untuk memunculkan perilaku
yang menunjukkan nilai-nilai itu.
Kedua, ko-kurikuler, dengan memberikan ruang berdiskusi dalam
mimbar akademik mahasiswa di dalam kampus untuk mengembangkan
wawasan keilmuan serta kepekaan sosialnya. Selama ini, Pendopo Agung
nDalem Mangkubumen menjadi ruang yang cukup representatif bagi
mahasiswa maupun dosen dalam melakukan diskusi baik secara formal-
maupun informal. Diskusi sebagai ruang berinteraksi secara ilmiah dalam
berbagai aras telah membuka peluang interaksi sosial-intelektual-budaya.
Dalam proses demikian, diharapkan terjadi pembelajaran bersama di dalam
mengembangkan budaya konstruktif melalui sharing ide, tindakan, maupun
pemikiran.
Ketiga, ekstra kurikuler, adanya unit kegiatan mahasiswa (UKM
dimaksudkan untuk memberikan kesempatan seluas-luasnya pada
mahasiswa untuk mengembangkan-mengekspresikan bakat, minat, dan
kemampuannya, belajar berorganisasi, mengembangkan penalaran,
melengkapi keilmuan yang didapatkan dari proses belajar-mengajar secara
intra-kurikuler.
Budaya Masuk Kampus - 91 -

Untuk pemantapan pelaksanaan pendidikan karakter di UWMY, mulai


tahun 2011 civitas akademika UWMY menggelar Pekan Budaya Masuk
Kampus. (PBMK). Pelaksanaan kegiatan berlangsung pada tanggal 23 Juni
s/d 1 Juli 2011 dengan melibatkan mahasiswa di dalam kepanitiaan dalam
jumlah yang besar dari seluruh fakultas yang ada di UWMY.
Secara langsung maupun tidak langsung, keterlibatan mahasiswa
dalam kepanitiaan tersebut merupakan bagian dari pendidikan karakter.
Selama masa persiapan, mahasiswa bekerjasama dengan lainnya dilibatkan
dalam penyusunan program. Interaksi antar mahasiswa inilah yang membuka
ruang untuk berkomunikasi, meningkatkan kemampuan, kreativitas,
menghargai pendapat, pembelajaran atas tanggung jawab, peduli atas
permasalahan sosial-lingkungan, sekaligus menumbuhkan kecintaan pada
tanah air dan bangsa.
PBMK 2011 adalah penyelenggaraan yang pertama kali dengan
mementaskan seluruh produk budaya. Dengan mengusung tema besar
‘membaca dunia anak, anak membaca dunia, dunia anak membaca’ PBMK
menyampaikan pesan pentingnya pendidikan karakter dan budaya dilakukan
semenjak dini dari masa kanak-kanak. Memahami dunia anak sesungguhnya
kita sedang membaca masa depan sebuah bangsa. Karenanya perlu
diberikan landasan serta pemahaman yang tepat atas karakter dan budaya
bangsa, sehingga nantinya pesan yang kita sampaikan saat ini bisa
tersampaikan pada generasi nanti. Pada diri anak-anak, mereka
sesungguhnya sedang mengemban tugas sebagai pembawa pesan antar
generasi.
Tujuan PBMK adalah untuk sounding UWMY pada masyarakat luas,
mendorong upaya pelestarian dan menumbuhkembangkan budaya-budaya
konstruktif di masyarakat, sekaligus sebagai upaya mengukuhkan kembali
Widya Mataram sebagai kampus berbasis budaya.
Untuk mencapai tujuan tersebut, UWMY menjalin kerjasama dengan
pihak-pihak luar diantaranya Dinas Pariwisata Prop. DI Yogyakarta, Dinas
Kebudayaan Prop. DIY, Dinas Dikpora DIY, Dinas Pariwisata dan
- 92 - Model Pendidikan Karakter

Kebudayaan Kota Yogyakarta, serta Humanisma sebagai consultative


program. Di luar pihak-pihak tersebut, UWMY juga menggandeng 4 (empat)
pemkab dan 1(satu) pemkot di wilayah Propinsi DI Yogyakarta sebagai upaya
awal konservasi, edukasi, serta menumbuhkembangkan budaya konstruktif
secara bersama-sama antar pihak (stakeholders).
Konsep PBMK adalah kegiatan budaya multi-event di dalam lingkup
kampus Universitas Widya Mataram. Pada PBMK 2011, awalnya
direncanakan beberapa event budaya: 1). Festival Dolanan Anak, 2).
Pergelaran Wayang Ringkes Anak, 3). Seminar Kebudayaan, 4). Panggung
seni-kreativitas. Namun dalam perjalanannya setelah mendapat tantangan
dari Rektor UWMY, akhirnya tensi Pergelaran Ketoprak Ringkes Anak
dinaikkan menjadi perlombaan dengan mengundang SD di seluruh wilayah
Prop. DI Yogyakarta.
Gayung bersambut, setelah Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota
Yogyakarta menawarkan kerjasama pada panitia PBMK 2011 untuk
menyinergikan Pekan Budaya Masuk Kampus dengan Pergelaran Wayang
Wong gagrag Ngayogyakarto sebagai sebuah rangkaian acara yang
menyatu. Dengan sinergi kerjasama tersebut, durasi pelaksanaan kegiatan
Pekan Budaya Masuk Kampus 2011 bertambah panjang 3(tiga) hari sehingga
total pelaksanaan selama 9 (sembilan) hari pada tanggal 23 Juni hingga 1 Juli
2011.
Kegiatan PBMK dimaksudkan untuk memberikan ruang berkespresi
kepada internal civitas akademika (khususnya mahasiswa) maupun
masyarakat umum untuk bersama-sama menyampaikan pesan moral dari
seni pertunjukan yang ditampilkannya sekaligus pembelajaran budaya
bersama dalam ranah yang luas dengan tujuan untuk tumbuhnya karakter
bangsa yang kuat dari budaya yang dimilikinya. Untuk maksud tersebut, dari
dalam civitas akademika UWMY menampilkan Teater Dokumen, kreativitas
HMJ Teknik Arsitektur, serta kreativitas Mapawima UWMY.
Penampilan/pementasan seni pada acara PBMK tidak semata-mata
bertujuan untuk performance art, namun pementasan tersebut sesungguhnya
Budaya Masuk Kampus - 93 -

merupakan penyampaian pesan budaya dalam ranah seni pertunjukan


dengan menyampaikan filosofi atas pertunjukan tersebut pada khalayak
ramai.
Kepanitiaan mahasiswa disusun dalam sebuah team work sesuai
kapasitas penyelenggaran PBMK. Kepanitian PBMK bersifat terbuka bagi
mahasiswa, dimana mahasiswa yang berkeinginan untuk terlibat dalam
kepanitian PBMK ataupun mahasiswa yang ingin belajar berkegiatan
diberikan kesempatan yang sama. Namun begitu, untuk kelancaran dan
suksesnya penyelenggaraan, ditekankan komitmen pada mahasiswa untuk
secara serius dalam kepanitiaan tersebut. Inilah pembelajaran pertama
pendidikan karakter pada mahasiswa dengan belajar langsung pada kegiatan
bersama. Dari keterlibatan mahasiswa tersebut diharapkan tumbuh
kesadaran pada diri mahasiswa untuk belajar berorganisasi kaitannya dengan
peningkatan kapasitas diri, bekerjasama, berkomunikasi, berbeda pendapat,
sekaligus bertanggungjawab. PBMK dimaksudkan sebagai manifestasi atas
pembelajaran karakter secara intra-kurikuler dalam bentuk yang lebih riil,
terencana, terprogram, dan berkesinambungan.
Dampak keterlibatan mahasiswa di dalam kepanitian, kedalam,
mahasiswa belajar manajemen dan berorganisasi, bekerjasama, mencintai
almamater, menghargai perbedaan pendapat, menjunjung tinggi sportivitas,
mengembangkan budaya-budaya konstruktif, berkegiatan bersama, belajar
menggali ide, berlatih kesabaran. Sementara dampak keluar, mahasiswa
belajar bersosialisasi dengan masyarakat luas untuk memperkenalkan
budaya akademik yang dijalaninya dengan menjalin kerjasama untuk
terselenggaranya acara PBMK. Mahasiswa yang terlibat dalam kepanitiaan
maupun sebagai penampil untuk mengaktualisasikan potensi dirinya baik
secara perorangan maupun kelompok, sekaligus mahasiswa dapat belajar
dan memahami budaya dalam lingkup yang luas (universal culture) dari hal-
hal yang kecil : menghargai masyarakat umum yang datang sebagai tamu
yang bisa diajak belajar bersama, belajar bersama dengan anak-anak
membaca dunia, parkir gratis, melayani masyarakat, membudayakan masuk
- 94 - Model Pendidikan Karakter

kampus agar tersosialisasi serta terinternalisasi nilai-nilai budaya konstruktif


dalam berbagai aras.
Pekan Budaya Masuk Kampus (PBMK) selain melibatkan mahasiswa
dan civiitas akademika UWMY sekaligus melibatkan masyarakat luas sebagai
edukasi, konservasi, pengembangan, serta penguatan budaya dan karakter
bangsa. PBMK mengundang masyarakat luas mulai dari peserta didik tingkat
TK, SD/MI, SMP/MTs, SMA/K, perguruan tinggi, pelaku seni
(individu/kelompok), serta masyarakat luas untuk membiasakan diri masuk
kampus sehingga perguruan tinggi tidak hanya berdiri di atas menara gading
bagi masyarakat sekitarnya.
B. Pendidikan Karakter di Mata Mahasiswa UWMY
Pendidikan karakter yang diberikan kepada mahasiswa dalam
perkuliahan baik secara langsung ataupun tidak langsung dirasakan
manfaatnya oleh mahasiswa. Bagi mahasiswa, pendidikan karakter
merupakan bekal pengetahuan sekaligus pembelajaran kaitannya dengan
nilai-norma serta budaya.
Menurut Wahyu Tri Widodo (mahasiswa Fisip UWMY/2010) manfaat
pendidikan karakter yang memiliki hubungan erat dengan moral dengan
menanamkan sifat-sifat yang mulia kepada individu maupun kelompok
masyarakat seperti : tanggung jawab, sikap adil, jujur, berkebangsaan,
disiplin, peduli, tekun, saling menghormati dan rasa percaya diri. Sehingga
dengan sifat-sifat yang ditanamkan ini maka diharapkan akan dapat
menciptakan sumberdaya manusia yang berkualitas yang nantinya akan
mampu membawa pengaruh positif dan kemajuan pada lingkup kehidupan
yang universal. Selain itu, dengan menginternalisasikan watak-watak mulia
seperti tersebut diatas sejak dini, maka akan mampu menghasilkan bibit
unggul dibandingkan dengan proses sosialisasi yang dilakukan melalui cara
selain pendidikan karakter.
Mengenai pembentukan mahasiswa berkarakter budaya di Widya
Mataram maka pemimpin universitas dan seluruh staf-stafnya harus mampu
memanfaatkan potensi mahasiswanya. Dalam hal ini, potensi mahasiswa
Budaya Masuk Kampus - 95 -

Widya Mataram sangatlah besar dan bermacam seperti : potensi seni musik,
tari, suara, lukis, olah raga sepak bola dan futsal, potensi berwira usaha, dan
sebagainya. Dengan beragam potensi tersebut maka diharapkan universitas
dapat menyediakan sarana maupun prasarana untuk menghimpun dan
mengembangkan potensi yang ada.
Untuk pengembangan pendidikan di civitas akademika Widya
Mataram seluruh unsur yang ada di universitas yang mencakup
kepemimpinan kampus, administrasi, pengajar, karyawan dan sebagainya
lebih ditingkatkan dalam melayani mahasiswa, dan lebih digiatkan lagi agar
atmosfer kampus kita ini semakin jelas dan tidak terkesan sepi seolah di
kampus ini bukan sebuah universitas tempat para penimba ilmu berada.
Kemudian harapan saya pribadi tentang pendidikan di kampus Widya
Mataram adalah kampus ini kelak benar-benar bisa mendidik saya sehingga
saya keluar dari kampus ini insya Allah menjadi insan berkualitas untuk
kemudian dapat saya manfaatkan dimanapun saya berada dan dapat
membawa perubahan progresif dimulai dari diri pribadi, keluarga, sahabat,
dan masyarakat hingga akhirnya untuk bangsa dan Negara.
Senada dengan pernyataan di atas, Yusuf Randi (mahasiswa Fak.
Hukum/2011) mengatakan bahwa pendidikan karakter bermanfaat untuk
pencarian dan pembentukan jatidiri sehingga pada akhirnya berdampak pada
tumbuhnya rasa nasionalisme setiap individu. Dalam proses pencarian jatidiri
itulah pendidikan karakter berperan dalam memunculkan sikap serta pola
pikir yang kritis, rasional. Pendapat ini juga diamini Azky A Hafiz (mahasiswa
Fak. Teknik/2008) yang mengatakan bahwa selain untuk pembentukan
karakter, penemuan jatidiri akan membantu mahasiswa dalam
mempersiapkan masa depan yang lebih terarah. Azky menambahkan tentang
perlunya pengembangan budaya anti pencontekan/penjiplakan/plagiasi,
budaya anti korupsi, maupun budaya diskusi, di lingkungan civitas akademika
adalah sebuah keharusan untuk menciptakan pribadi-pribadi unggul yang
jujur, serta menghargai adanya perbedaan dalam banyak hal.
- 96 - Model Pendidikan Karakter

Dengan cara pengenalan, pengarahan, fasilitasi mahasiswa untuk


mengembangkan kreativitasnya sekaligus menjaga dan melestarikan budaya
bangsa.
Menurut Syayihatun Afriliani (mahasiswa Teknologi Pertanian)
memberi pendidikan karakter pada mahasiswa berarti bisa mengarahkan
mahasiswa dalam membuka cakrawala dalam pribadi mereka meskipun pada
akhirnya keputusan akhir membentuk pribadi kembali pada diri sendiri.
Mengingat pentingnya pendidikan karakter, perlu adanya kurikulum tentang
pendidikan karakter yang diajarkan di dalam kelas maupun di luar kelas.
Ruang dialog dalam bentuk UKM, diskusi, ataupun bentuk lainnya akan
membantu pelaksanaan pendidikan karakter.
Ari Anggoro (mahasiswa Fakultas Teknik jurusan Arsitektur)
berpendapat bahwa dengan adanya enkulturasi maupun sosialisasi,
pendidikan karakter akan mendorong setiap mahasiswa untuk mengenal satu
sama lain. Ini akan membantu mahasiswa untuk proses selanjutnya :
bekerjasama, saling menolong, tumbuhnya kebersamaan, hingga saling
menghormati antar sesama mahasiswa. Kondisi ini sangat menguntungkan
bagi tumbuhnya budaya akademis di dalam civitas akademika UWMY yang
pada akhirnya nanti dapat diabdikan bagi terwujudnya kesejahteraan sosial di
masyarakat.
Interaksi yang intensif antar mahasiswa akan membuka peluang
terjadinya transformasi sosial di antara mereka. Interaksi juga membantu
mahasiswa untuk saling mengenal satu sama lain sehingga memudahkan
untuk saling belajar, saling memahami, serta saling menghargai. Dalam
masyarakat kecil di kapus, mahasiswa dapat belajar banyak hal tentang
realitas kehidupan masyarakat sehingga mahasiswa harus belajar
bertoleransi dengan sesama mahasiswa lainnya di dalam mewujudkan
kehidupan yang harmoni. Adanya perbedaan dapat menjadi pendorong
dinamika yang jika dikelola dengan benar akan menumbuhkan keberagaman
sekaligus kebersamaan. Inilah perlunya pendekatan secara pribadi setiap
individu mahasiswa. Pendidikan karakter berawal dari kesadaran diri sendiri
yang didukung oleh keluarga/orangtua, dunia pendidikan, serta masyarakat.
Budaya Masuk Kampus - 97 -

Pendapat lebih komprehensif diungkapkan Frederich Hurefeyren/Fajar


(mahasiswa Fakultas Eknonomi/20) yang melihat sisi positif manfaat
pendidikan karakter berupa penanaman nilai-nilai dasar ilmu pengetahuan
bagi mahasiswa. Dalam pendidikan karakter terjadi transformasi identitas
yang dijadikan sandaran tingkah laku dan laku pikir mahasiswa yang diangkat
dari nilai-nilai lokalitas atau kearifan lokal yang selanjutnya adaptif terhadap
perkembangan budaya bangsa yang khas. Dalam kehidupan keseharian
mahasiswa, Fajar melihat muara dari pendidikan karakter adalah terwujudnya
budaya akademik yang sehat di dalam civitas akademika UWMY dengan
beberapa indikasi berupa i). Anti plagiasi yang terus diupayakan oleh
mahasiswa melalui pengembangan dan peningkatan kemampuan
pengetahuan individu. Plagiasi terjadi karena mahasiswa tidak mampu
membangun pengetahuan yang kuat dan prinsip-prinsip membangun
kepribadian yang bertanggungjawab, dan budaya pragmatis; ii). Anti korupsi,
dengan melakukan penyadaran bersama secara terus menerus akan bahaya
laten korupsi yang hingga saat ini menjadi problem utama bangsa.
Penyadaran tersebut dalam bentuk simbol-simbol, himbauan, hingga
pembiasaan/pelatihan kejujuran dengan penyusunan laporan
pertanggungjawaban (LPJ) dalam setiap kegiatan secara transparan, terukur,
dan dapat dipertanggungjawabkan. Sebagai masukan, secara umum Fajar
melihat bahwa dunia pendidikan belum berani menyajikan langsung identitas
budaya sebagai ruh pendidikan akademik. Pendidikan karakter yang muncul
terkesan masih menjadikan budaya barat sebagai referensi/literatur. Dengan
mencontohkan feminisme, dimana hingga hari ini masih minim literatur yang
memandang perempuan sebagai sosok yang agung namun belum ter-explore
secara optimal. Di sinilah, dunia pendidikan Indonesia dituntut
tanggungjawabnya untuk mencari referensi/literatur-literatur tersebut dalam
perkembangan peradaban asli Indonesia. Agar mahasiswa memiliki karakter
dan berbudaya, Fajar melihat perlunya penanaman nilai-nilai dasar
membangun “harga diri” manusia Indonesia.
Osmar Nur (mahasiswa Fak. Teknik UWMY) menganggap bawha
pendidikan karakter merupakan media pembelajaran mahasiswa yang
- 98 - Model Pendidikan Karakter

berkaitan pada sikap mental berpikir mahasiswa. Keterlibatan mahasiswa


dalam pendidikan karakter semisal pengembangan budaya akademi,
pendidikan anti korupsi, maupun pelatihan anti pencontekan karya ilmiah di
dalam kampus UWMY cukup baik, hanya pengembangan ke luar masih
kurang. Ini menjadi otokritik bagi mahasiswa untuk lebihaktif lagi bersama-
sama civitas akademika UWMY lainnya di dalam menyebarluaskan
pendidikan karakterk bagi masyarakat melalui berbagai saluran, salah
satunya pengabdian kepada masyarakat. Osmar memberikan saran bagi
pengembangan pendidikan karakter dengan peningkatan terus menerus
terhadap sistem pendidikan (karakter) yang sudah berjalan. Dalam hal ini
perlu adanya rancangan serta pelaksanaan yang dapat berjalan dalam
koridor budaya akademik yang kritis, transparan.
Edi Syahputra (mahasiswa Teknologi Pertanian) berpendapat adanya
pendidikan karakter bermanfaat dalam pengembangan daya kreativitas
mahasiswa, membentuk pola pikir yang realistis-rasional, kritis, serta
membentuk kepribadian mahasiswa yang peduli terhadap lingkungan
sekitarnya. Mengenai budaya akademik di civitas akademika UWMY, Edi
menganggap perlu adanya pengembangan yang lebih intensif lagi dengan
membiasakan budaya diskusi. Begitupun dengan dengan menyikapi praktik
korupsi dan penjiplakan, perlu lebih ditingkatkan lagi dengan melibatkan
partisipasi mahasiswa secara keseluruhan sehingga mahasiswa memiliki
pemahaman yang beragam. Kekurangan tersebut bisa dijembatani dengan
memberikan bekal pelatihan berorganisasi, membimbing dan mengarahkan
mahasiswa dalam berkegiatan, tumbuhkan suasana kompetisi yang sehat,
membuka seluas-luasnya ruang dialog. Intinya adalah menumbuhkan daya
pikir kritis mahasiswa dengan tetap mengedepankan mawas diri didalam
berpikir dan bertindak.
Mahasiswa berpendapat bahwa pendidikan karakter harus diberikan
semenjak dini sebagai pondasi atas pendidikan selanjutnya. Masa taman
kanak-kanak adalah masa yang ideal untuk memperkenalkan pendidikan budi
pekerti dari hal yang sederhana yang dapat dimulai dengan 4 (empat) kata
yaitu tolong, maaf, terima kasih, dan permisi. Pengenalan empat kata
Budaya Masuk Kampus - 99 -

tersebut dalam kehidupan sehari-hari anak akan menumbuhkan rasa


penghormatan dan penghargaan pada orang lain dan juga diri sendiri secara
proporsional. Pada masa-masa berikutnya bisa dilanjutkan dengan
pendidikan karakter baik dalam kurikulum pendidikan maupun pemraktekan
langsung di masyarakat dimulai dari tingkat yang paling awal yakni keluarga.
Diskusi, jalan menuju budaya akademik
Tidak terbantahkan, diskusi menjadi sarana utama bagi civitas
akademika dalam mengembangkan keilmuan, pemikiran, idealisme, maupun
pengetahuan. Diskusi dalam berbagai arah akan membuka ruang interaksi
sosial-intelektual yang dinamis. Dinamika inilah yang akan menjadi trigger
bagi tumbuhnya budaya akademik di perguruan tinggi yang pada akhirnya
berujung pada sumbangan pengabdian bagi masyarakat atas keilmuan dan
pengetahuan yang dimiliki sebuah civitas akademika.
Menyadari pentingnya manfaat diskusi bagi civitas akademika
terutama mahasiswa, sejak lama budaya diskusi dilakukan di internal civitas
akademika UWMY dengan mengedepankan obyektivitas,keterbukaan, dalam
berbagai arah. Bagi mahasiswa UWMY, rindangnya pohon sawo kecik yang
meneduhi bangunan Pendopo Agung UWMY banyak membuka kesadaran
bersama akan pentingnya diskusi. Baik secara formal maupun informal, dari
sekedar obrolan kecil antar mahasiswa maupun mahasiswa dengan
dosennya, diskusi telah turut memberikan warna bagi perjalanan UWMY.
Budaya diskusi menemukan momentumnya ketika UWMY menjalin
kerjasama dengan Kemitraan Partnership Regional DIY, dan Kompas Kantor
Biro Yogyakarta menyelenggarakan Diskusi Seri tentang Keistimewaan
Yogyakarta pada tahun 2007. Keistimewaan Yogyakarta yang saat itu
menjadi hotspot dinamika politik lokal-nasional digali pemikiran konstruktif
dari berbagai aspek kehidupan.
Diskusi serie dengan tema Keistimewaan Yogyakarta: Tahta untuk
Kesejahteraan Rakyat pada serie I (pertama) dilakukan di Pendopo Agung
nDalem Mangkubumen UWMY pada tanggal 24 April 2007 dengan
menghadirkan 3 (tiga) pembicara yakni : 1). Abdul Muhaimin dari Forum Umat
- 100 - Model Pendidikan Karakter

Beragama DIY, 2). Prof. Dr. Dahlan Thaib, pakar hukum tata negara, serta
Agung Djojosoekarto, chief cluster Kemitraan Partnership membahas tentang
Tahta untuk Kesejahteraan Rakyat : Peluang dan Tantangan Yogyakarta di
masa datang.
Diskusi II (kedua) dilakukan di Kantor Kemitraan Partnership DIY pada
tanggal 9 Mei 2007 dengan tiga pembicara: 1). Dr. Purwo Santoso, pakar
politik lingkungan UGM, 2). Sutaryono, M.Si, peneliti pertanahan STPN
Yogyakarta serta 3. Idham Ibty. MAP, regional manager Kemitraan
Partnership dengan tema Keistimewaan Yogyakarta untuk Pembaharuan
Kesejahteraan Publik.
Serie III (ketiga) dilaksanakan pada tanggal 25 Mei 2007 di kantor
Kompas Biro Yogyakarta dengan tema: Yogyakarta, masalalu masakini masa
nanti, sebuah perspektif sosio-kultural dengan menghadirkan pembicara anak
muda yang peduli terhadap perkembangan Yogyakarta. Ketiga pembicara
tersebut adalah 1). Antariksa dari Sanggar Anak Wayang, 2). Ari Sujito,
sosiolog UGM, dan Puji Qomariyah, sosiolog UWMY.
Budaya diskusi terus berlanjut dengan dilaksanakannya diskusi-diskusi
di lingkungan civitas akademika UWMY pada tahun-tahun berikutnya. Tahun
2008 dengan mengangkat tema Ketika Pelajar Bicara tentang Pendidikan
dengan menghadirkan pembicara: 1). Eko Prasetyo, peneliti dan penulis
masalah pendidikan, 2). Haryadi Suyuti, wakil Walikota Yogyakarta serta 3).
Drs. Mustofa. M.Si dari Dinas Dikpora Prop DIY yang secara bersama-sama
membahas permasalahan pendidikan di Yogyakarta serta solusi yang
ditawarkan. Selain dihadiri praktisi maupunpemerhati pendidikan, diskusi
mengundang para siswa SMA serta guru yang ada di wilayah Yogyakarta
untuk memberikan gambaran realitas kehidupan serta permasalahan
pendidikan yang dihadapinya.
Bulan Oktober tahun yang sama dilakukan diskusi tentang Indologi
yang menghadirkan 3 (tiga) pembicara yaitu: Dr. Widya Nayati Kepala Pusat
Studi Kebudayaan Yogyakarta, 2). Rahmat Arifin, ketua KPID DI Yogyakarta,
serta Tirun Marwito. S.H., dari Dewan Kebudayaan Kota Yogyakarta.
Budaya Masuk Kampus - 101 -

Dalam diskusi terbatas, civitas akademika UWMY melakukan diskusi


dengan KGPA Paku Alam IX tentang pentingnya pengenalan dan
pemahaman sejarah bangsa bagi masa depan bangsa.
Hingga saat ini, diskusi baik yangdilakukan secara formal dalam acara
diskusi/seminar rutin dilakukan di UWMY; sementara diskusi yang sifatnya
informal intern civitas akademikan UWMY intensif dilakukan
C. Pencapaian Mahasiswa UWMY
Menyadari pentingnya keterlibatan mahasiswa dalam pendidikan
karakter secara langsung di dalam pembentukan karakter-kepribadian, dalam
kegiatan Pekan Budaya Masuk Kampus yang merupakan salah satu kegiatan
pendidikan karakter dan budaya bagi civitas akademika UWMY dan
masyarakat luas, mahasiswa dilibatkan secara aktif baik di dalam kepanitiaan
maupun sebagi pementas/penampil. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan
pengalaman langsung kepada mahasiswa bagaimana mereka belajar
mengelola konflik, belajar bekerjasama, belajar berorganisasi, belajar
bersosialisai dengan masyarakat luas, hingga belajar mengemukakan
pendapat/berekspresi di muka umum. Inilah salah satu strategi awal untuk
melihat efektivitas pendidikan karakter dapat dirjalankan di dalam civitas
akademika UWMY.
Keterlibatan mahasiswa dalam kepanitiaan berlangsung dalam
rentang waktu yang cukup lama yakni semenjak persiapan pada bulan
Januari 2011. Dengan keterlibatan tersebut, mahasiswa belajar berorganisasi
secara langsung dalam lingkup kecil kepanitiaan. Dalam keterlibatan tersebut,
mahasiswa belajar bekerjasama dengan mahasiswa lain maupun dengan
masyarakat, mendelegasikan tugas, menghargai adanya pendapat, belajar
mengemukakan pendapat, jujur dan terbuka atas kritik/saran/masukan,
bertoleransi, serta bertanggungjawab baik secara individu maupun tim atas
tugas yang diembannya.
Keberhasilan pelaksanaan PBMK tidak semata-mata dari kemeriahan
acara, namun bagaimana acara tersebut dapat terencana, terorganisasi,
- 102 - Model Pendidikan Karakter

terkoordinasi, serta terlaksana dengan keterlibatan mahasiswa di dalam


mengelola acara secara keseluruhan.
Studio Arsitektur UWMY. Kreativitas mahasiswa Teknik Arsitektur dalam
PBMK 2011 dengan menampilkan karyanya berupa gazebo yang
berbahan konstruksi dari bambu. Gazebo dengan ukuran 2 x 6 m2
tersebut beratap daun kelapa dengan ikatan tali ijuk. Keseluruhan desain
gazebo merupakan karya asli mahasiswa teknik Arsitektur UWMY yang
merupakan karya hasil belajar di Lab Arsitektur dengan bimbingan dosen.
Yang menarik dari desain gazebo adalah adalah penggunaan material
yang mudah didapatkan yaitu berupa bambu, daun kelapa kering serta tali
ijuk. Secara konstruksi, gazebo tersebut cukup mampu menahan terpaan
angin serta tempias air hujan. Selain menggunakan tali ijuk untuk
mengikat, sambungan bambunya menggunakan teknik kandang sapi yang
cukup kuat. Ujicoba terhadap air dilakukan dengan penyemprotan
(mengingat selama penyelenggaraan PBMK tidak turun hujan), dan
terbukti susunan daun kelapa kering tidak bocor oleh siraman air.
Alternatif penggunaan bambu sebagai rangka konstruksi bisa menjadi
pilihan yang realistis mengingat ketersediaan kayu semakin hari semakin
berkurang sementara persediaan bambu di masyarakat sampai saat ini
masih belum termanfaatkan secara optimal.
Mapawima UWMY. Pekan Budaya Masuk Kampus terbuka bagi
masyarakat umum baik yang ingin berpartisipasi dalam pementasan,
menonton, maupun partisipasi lainnya. Dengan demikian, masyarakat
yang berkunjung selama PBMK adalah tamu yang sudah selayaknya
dihormati dan dilayani oleh civitas akademika UWMY. Semangat inilah
yang ditekankan kepada mahasiswa untuk memberikan layanan terbaik
bagi pengunjung agar merasa aman, nyaman selama berada di Kampus
UWMY sehingga masyarakat bisa lebih dekat lagi dengan UWMY dan
tidak memosisikan UWMY sebagai institusi pendidikan/perguruan tinggi
yang identik dengan menara gading bagi masyarakat umum. Melengkapi
layanan yang diberikan selama PBMK, dengan dimotori Mapawima
UWMY menyediakan parkir gratis bagi pengunjung selama
Budaya Masuk Kampus - 103 -

penyelenggaraan PBMK. Perparkiran yang selalu menjadi masalah di


berbagai tempat/kota meskipun berbayar. Dengan semangat bersama
dan gotong royong, parkir bisa disediakan dengan tanpa memungut biaya.
Pada tingkat ini sesungguhnya telah tumbuh kesadaran di masyarakat
untuk membiasakan dirinya menjadi rapih, tertib, teratur. Yang diperlukan
adalah arahan. Dalam hal parkir gratis selama PBMK, banyaknya
pengunjung yang membawa kendaraan bermotor setiap hari tentulah
membawa konsekuensi pengaturan menjaga ketertiban dan keamanan.
Dalam pelaksanaan pengaturan parkir, ternyata tidak serumit yang
dibayangkan meskipun pada saat-saat pementasan yang ramai
pengunjung terdapat 350-400 kendaraan roda dua yang memerlukan
pengaturan parkir. Kuncinya adalah kerjasama, saling menghargai, saling
percaya, antara pengunjung dan pengatur parkir. Pengunjung yang
hendak parkir cukup diarahkan untuk mengatur kendaraannya sendiri
pada areal yang telah ditentukan secara rapi. Pengamanan dilakukan
bersama antara pengunjung dan petugas parkir. Dengan parkir rapi yang
dilaksanakan secara mandiri oleh masyarakat pengunjung, mahasiswa
petugas parkir dimudahkan dalam menjaga dan mengawasi kendaraan.
Inilah sebentuk sinergi mewujudkan keamanan dan kenyamanan bersama
tanpa harus mengeluarkan biaya banyak. Dengan pola tersebut,
pengelolaan parkir selama PBMK berjalan dengan lancar, aman, dan
nyaman, tanpa harus memungut biaya parkir bagi pengunjung. Pada titik
ini, mahasiswa telah menyebarkan budaya baru bagi masyarakat luas :
dengan kerjasama saling menghargai, parkir yang aman dan nyaman pun
dapat diwujudkan, bahkan tanpa harus memungut biaya.
D. Pelaksanaan Budaya Masuk Kampus
Pekan Budaya Masuk Kampus (PBMK) di kampus UWMY akan
dijadikan ruang untuk pendidikan karakter bagi seluruh lapisan masyarakat :
civitas akademika UWMY, pelajar/mahasiswa, para pihak (stakeholders), dan
masyarakat luas. Langkah ini ditempuh sebagai sinergi strategi pendidikan
dan pembangunan karakter-budaya bangsa sehingga dengan rentangan
tangan bersama langkah yang ditempuh bisa menjadi lebih ringan serta
- 104 - Model Pendidikan Karakter

tumbuh kesadaran bersama untuk mewujudkan setiap individu/anak bangsa


yang tangguh, berbudaya, dan bermoral Pancasila. Upaya ini ditempuh
semenjak dini pada peserta dididik (mulai dari TK/SD), dimana UWMY
berusaha membuka diri seluas-luasnya bagi terwujudnya ruang berekspresi
bersama. Adanya interkasi sosial-intelektual itulah, nantinya diharapkan
tumbuh pula bunga-bunga yang beragam dan indah yang turut mewarnai
perjalanan bangsa Indonesia. Pendidikan dan pembelajaran budaya melalui
seni tradisi maupun seni kontemporer semenjak dini akan serta membentuk
pribadi-pribadi yang kuat, tangguh, berkarakter, dan berbudaya baik yang
pada akhirnya akan disampaikan pada generasi nanti.
Inilah salah satu titik singgungnya, budaya yang baik akan
menciptakan pribadi-pribadi yang bertanggungjawab, bertoleransi, suka
bekerjasama, menghargai adanya realitas keberagaman dan keberagamaan,
yang diperlukan bagi perkembangan bangsa di masa datang yang semakin
plural. Tumbuhnya budaya baik semenjak dini akan menjadi penangkal bagi
praktik-praktik korupsi, penjiplakan. Dengan mempelajari budaya konstruktif
semenjak dini, akan tumbuh pemahaman terhadap norma dan nilai yang
nantinya bisa menjadi pegangan hidup di masyarakat.
Dalam pemaparan pelaksanaan PBMK, dibagi dalam penampilan
anak-anak, penampilan remaja, penampilan dewasa/umum, serta
pelaksanaan diskusi budaya. Pembagian tersebut semata-mata untuk
meudahkan dalam mengurai penampilan kelompok/regu/individu sehingga
filosofi, pesan moral, maupun penampilan bisa tersampaikan secara mudah
kepada masyarakat umum.
1. Anak-anak
¾ Suka ing Dina Minggu ~ Bergembira di Hari Minggu.
Siswa-siswi TK Tejokusuman memainkan beberapa dolanan anak dan
tembang yang terangkum dalam satu permainan. TK Tejokusuman didirikan
oleh Paguyuban Trah Hamengkubuwana I beralamat di nDalem
Mangkubumen semenjak dini telah diperkenalkan pelajaran ekstra berupa
tarian dan tembang dengan iringan musik gamelan.
Budaya Masuk Kampus - 105 -

Dikisahkan, pada hari Minggu anak putra-putri mengisi hari liburnya dengan
bermain bersama, bergembira setelah beberapa hari sibuk belajar di kelas
dengan berbagai permainan/dolanan anak. Dalam pementasan tersebut, TK
Tejokusuman memainkan dolanan anak Jaranan, Jamuran, Tuku Kluwih
serta Menonton Wayang.

Gambar 1. Nonton Wayang sebagai bagian dari pementasan Suka ing Dina
Minggu yang ditampilkan TK Tejokusuman Yogyakarta . (foto :
kiem)
Jamuran; biasanya dimainkan anak perempuan, umur anak-anak yang
bermain dolanan ini setingkat usia TK sampai SD, sekitar 6-13 tahun. Jika
ada anak di bawah usia 6 tahun ikut, biasanya dianggap pupuk bawang atau
bawang kothong alias dianggap cuma ikut-ikutan, karena dianggap belum
paham tentang cara bermain yang sesungguhnya. Dolanan jamuran ini, dulu
sering dimainkan di saat waktu senggang di hari libur di saat pagi, sore, atau
malam hari ketika bulan purnama.
Dolanan jamuran tidak membutuhkan peralatan bantu kecuali hanya tanah
lapang atau halaman yang cukup luas. Biasanya memakai halaman rumah,
- 106 - Model Pendidikan Karakter

halaman sekolah, halaman balai desa, atau di lapangan. Sebelum anak-anak


melakukan permainan ini, mereka melakukan ‘hompipah’ untuk menentukan
pemenang dan yang ‘dadi’. Anak yang bermain umumnya lebih dari 4 anak.
Idealnya sekitar 10 anak. Setelah dilakukan ‘hompipah’, anak yang kalah
akan menjadi pemain ‘dadi’. Ia berposisi di tengah, sementara anak lain
mengelilinginya sambil melingkar dan bergandengan tangan.
Anak-anak yang mengelilinginya sambil menyanyikan sebuah tembang
jamuran, yaitu: “...jamuran, ya ge ge thok/ jamur apa ya ge ge thok/ jamur
gajih mbejijih saara-ara/ semprat-semprit jamur apa?...” Setelah nyanyian
selesai, maka anak yang ‘dadi’ segera mengucapkan sebuah jamur, misalnya
‘jamur lot kayu’. Maka seketika pemain yang mengelilinginya harus segera
mencari pohon atau benda-benda yang berasal dari kayu untuk dipeluknya.
Jika ada anak yang kesulitan mencarinya maka bisa segera ditangkap oleh
anak yang dadi. Jadilah anak yang ditangkap itu menjadi anak yang ‘dadi’. Ia
harus berada di tengah, semantara anak lain termasuk yang menangkapnya
kembali mengelilingi anak yang baru ‘dadi’ tadi. Begitulah seterusnya, ketika
permainan kembali mulai, anak-anak mengawali dengan tembang jamuran
seperti di atas.
Berbagai jenis jamur yang biasanya diucapkan oleh anak yang ‘dadi’. Hal itu
biasanya tergantung dari wawasan anak yang ‘dadi’. Macam-macam jenis
jamur yang sering diucapkan anak saat bermain jamuran, seperti jamur
kethek menek, jamur kendhil borot, jamur gagak, jamur kendhil, dan
sebagainya. Saat anak yang ‘dadi’ mengucapkan ‘jamur kethek menek’, maka
pemain lain harus segera mencari tempat yang bisa dipanjat. Yang penting
mereka tidak menginjak tanah. Ketika ada anak yang kesulitan mencari
tempat panjatan dan segera ditangkap oleh anak yang ‘dadi’, maka anak
yang ditangkap akan berubah menjadi anak yang ‘dadi’. Jika ada anak yang
‘dadi’ sampai berulangkali, dinamakan ‘dikungkung’.
Anak yang bermain jamuran harus bisa bersosialisi dengan teman, tidak
boleh egois, harus cekatan, banyak akal, dan tidak boleh cengeng. Jika anak
tidak bisa memenuhi kriteria itu tentu akan mudah ditinggalkan teman-teman
Budaya Masuk Kampus - 107 -

bermain lainnya. Itulah pendidikan yang diajarkan dalam permainan


tradisional jamuran.
Filosofi. Dalam permainan/dolanan anak tersebut, anak-anak dilatih jasmani
dalam bentuk olah gerak dan tari sekaligus mengenalkan seni-budaya yang
dimilikinya. Selain itu juga memberikan kesempatan kepada anak-anak untuk
bermain bersama dalam suasana yang gembira. Dalam dolanan anak
terkandung juga pendidikan sosial.
Pesan Moral. Dalam pementasan Suka ing Dina Minggu, ada
beberapa pesan moral yang terkandung dalam pementasan tersebut
yaitu untuk saling menghargai/menghormati, tolong-menolong, melatih
kepercayaan diri semenjak dini, serta melatih kerjasama dalam
kebersamaan.
¾ Cublak-cublak suweng.
Dolanan anak ini dimainkan oleh siswa-siswi SD NU Yogyakarta yang
beralamat di Jl. Ringroad Barat Nogotirto Sleman. Sekolah yang baru berdiri
2 (dua) tahun sejak 29 Mei 2009 ini menekankan sistem pembelajaran
terpadu antara ilmu pengetahuan umum dengan ilmu pengetahuan agama.
Dengan kata lain SD NU tidak sekedar mengasah kemampuan berpikir
semata, akan tetapi juga kecerdasan emosional dan kecerdasan spritual yang
didukung oleh kondisi fisik yang prima.
Dikisahkan suasana desa yang sangat nyaman, tentram dan rukun, karena
kehidupan masyarakatnya yang selalu menjaga kerukunan antar sesama,
rasa gotong royong yang tinggi serta menjunjung nilai-nilai tradisi budaya.
Pada suatu ketika ada beberapa anak yang sedang melakukan kegiatan
dolanan cublak- cublak suweng dengan hati yang riang dan gembira. Mereka
selalu asyik bermain sambil belajar dengan lingkungan sekitarnya. Kebiasaan
bermain itu membudaya dari dulu hingga sekarang. Penanaman nilai agama
yang ditanamkan, sangat melekat pada masing-masing anak. Sehingga nilai
Budaya & nilai Agama tidak lekang oleh zaman dan arus globalisasi.
- 108 - Model Pendidikan Karakter

Filosofi. Permainan ini dinamakan cublak-cublak suweng karena dulu


permainan ini yang dicublek-cublek itu suweng. Permainan ini biasanya
dilakukan pada sore hari atau malam hari ketika terang bulan, di halaman
yang luas. Permainan ini terkenal di provinsi Jawa Tengah & Yogyakarta.
Permainan ini biasanya dilakukan oleh 5-7 orang, biasanya anak berumur 6-
13 th. Yang diperlukan dalam permainan ini yaitu suweng atau kerikil .
Sebelum permainan dimulai biasanya anak-anak melakukan hompimpa agar
adil siapa yang akan menjadi penebak krikilnya itu. Orang yang harus
menebak adalah orang yang kalah dalam ping sut dan ia harus duduk
menungging dengan kepala mencium lantai dan mata ditutup. Sementara,
anak-anak lain menengadahkan telapak tangan di punggung orang yang
harus menebak. Satu anak kemudian bertugas memegang kerikil atau benda
lain yang akan disembunyikan. Permainan kemudian dimulai dengan
menyentuhkan kerikil ke setiap telapak tangan peserta lain. Sepanjang
permainan, anak-anak mendendangkan lagu cublak-cublak suweng.
Syairnya, “cublak-cublak suweng, suwenge teng-gelenter, mambu ketundung
gudel, pa empo lera lere, sopo ngguyu ndeliake“. Setelah sampai pada
kata ndelikake, kerikil harus digenggam oleh anak yang tangannya terakhir
kali disentuh.
Setelah kerikil digenggam, orang yang harus menebak bangun dan duduk
bersimpuh. Sementara anak lain menyanyikan lagu, “sir, sir pong ndelik
gopong” sebanyak mungkin hingga orang yang harus menebak menentukan
siapa yang menyembunyikan kerikil. Sambil menyanyi, telunjuk tangan
digoyangkan dan diarahkan ke orang yang harus menebak. Dia hanya
diberikan kesempatan satu kali. Bila tak berhasil, dia akan menjadi orang
yang harus menebak pada permainan berikutnya.
Pesan Moral. Penanaman nilai budaya, kerjasama dan kejujuran
ditanamkan dalam permainan ini. Karena jika tidak adanya sebuah
kerjasama dan kejujuran dalam tim permainan ini tidak akan sukses.
Budaya Masuk Kampus - 109 -

Gambar 2. Pementasan nembang Sholawat Badar oleh siswa-siswi SD NU


Yogyakarta setelah sebelumnya memainkan dolanan anak Cublak-
cublak suweng. (foto : kiem)

Gambar 3. Pementasan Tari kreasi baru SD N Bunder Kab. Gunungkidul. (foto


: kiem)
- 110 - Model Pendidikan Karakter

¾ Karawitan Anak-anak
Paguyuban Karawitan Jawa Marsudi Ngesthi Budaya didirikan pada
tanggal 1 Januari 1992 oleh Bapak Mardi Suyoto (alm). Anggota terdiri atas
remaja, bapak-bapak, dan ibu-ibu warga Dusun Bodeh, Kelurahan
Ambarketawang, Kecamatan Gamping serta anggota masyarakat di luar
Dusun Bodeh. Sifat organisasi terbuka, tidak membeda-bedakan suku,
bangsa, agama, profesi dan lain-lain. Jumlah anggota saat ini sekitar 50 (lima
puluh) orang. Paguyuban yang beralamat di Bodeh, RT02/RW 23,
Ambarketawang, Gamping, Sleman, DIY Telp. (0274) 6499582, 08122766051
dengan kontak person Drs. Sudaryanta rutin melakukan latihan seminggu 1
kali setiap Malam Kamis. Sebagai Pelatih saat ini adalah Bapak Drs. Sutarto
guru SMK N 3 Kasihan Bantul (SMKI).
Paguyuban Karawitan Jawa Marsudi Ngesthi Budaya didirikan dengan tujuan
untuk berpartisipasi dalam upaya pelestarian budaya bangsa sekaligus
menanamkan nilai-nilai karakter bangsa kepada para generasi muda
(ramaja). Dalam pengembangannya, saat ini Marsudi Ngesthi Budaya
dipimpin bersama oleh Ibu Suhartini dan Bapak Hartjojo. Dalam
perkembangannya mengalami pasang surut mengenai jumlah anggota,
sumber dana yang sangat terbatas dan waktu latihan yang sering berganti
karena adanya banyak kesibukan anggota maupun pengurus. Namun berkat
rahmat dan ridho Allah S.W.T. sampai saat ini latihan tetap berjalan dengan
baik. Paguyuban selain mengadakan pentas pada hari-hari besar nasional
tertentu, juga menerima panggilan atau undangan pentas dari berbagai pihak.
Dalam pementasan selama 60 menit, Marsudi Ngesti Budaya memainkan
gendhing campursari. Yang menarik dari penampilan Marsudi Ngesti Budaya
adalah keseluruhan pemain (pengrawit dan waranggana) yang tampil
sebanyak 15 (lima belas) adalah anak-anak SD dan SMP/MTs. Bahkan
waranggana memiliki kualitas suara dan penguasaan cengkok yang sangat
terlatih. Selama 60 menit mereka mempertontonkan bakat dan kemampuan
memainkan karawitan dengan kompak. Bibit-bibit muda berbakat telah
mereka tampilkan, tinggal bagaimana masyarakat menangkap bakat mereka
agar lebih berkembang dikemudian hari dengan memberikan apresiasi, ruang
Budaya Masuk Kampus - 111 -

berkekspresi, serta dukungan baik moral maupun material sehingga bakat


yang telah terpupuk hingga saat ini di bidang seni budaya pertunjukan tidak
menjadi sia-sia.

Gambar 4. Pementasan gamelan-karawitan anak-anak Marsudi Ngesti Budaya


Ds. Ambarketawang Kec. Gamping - Sleman. (foto : kiem)
Pesan Moral. Pelestarian budaya (Jawa) merupakan salah satu
bentuk pendidikan karakter dan budaya bangsa khususnya bagi para
remaja dan merupakan sarana hiburan untuk mengurangi ketegangan
pikiran setelah menjalankan tugas dan kewajiban masing-masing
sebagai warga masyarakat dan rumah tangga, serta untuk melatih
kepekaan pikiran dan perasaan dan menjalin kerja sama.

2. Lomba Kethoprak Anak


Dalam Pekan Budaya Masuk Kampus diadakan Lomba Kethoprak Ringkes
Anak tingkat DI Yogyakarta. Lomba ini sebagai salah satu upaya konservasi
budaya seni tradisi Kethoprak yang akhir-akhir ini mulai kehilangan ruang
pementasan sekaligus mulai ditinggalkan penonton. Banyak nilai moral dalam
pertunjukan kethoprak yang bisa disampaikan melalui lakon serta alur cerita.
- 112 - Model Pendidikan Karakter

Selain konservasi budaya, lomba kethoprak juga bertujuan untuk


menumbuhkan keberanian pada anak-anak untuk menunjukkan
kemampuannya. Dengan dikemas dalam kemasan format lomba,
sesungguhnya lomba kethoprak ringkes anak tidak semata-mata mencari
juara karena sesungguhnya mereka yang tampil dalam lomba adalah juara.
Meski begitu, lomba tetap dijalankan secara sportif agar anak-anak selain
berkompetisi untuk menunjukkan kemampuan terbaiknya, sekaligus
menghargai proses berkompetisi secara sehat dan jujur. Selain pesan moral
yang disampaikan, jalannya lomba itu sendiri merupakan sebuah proses
pembelajaran bersama. Piala kejuaraan lomba bukanlah tujuan satu-satunya.
Lomba diikuti 5 (lima) grup ketoprak dari berbagai wilayah Yogyakarta.
Kelima grup tersebut adalah 1). Cempaka Krida Budaya dari Bantul, 2). SD
Totogan Samigaluh Kulonprogo, 3). SDN Suryodiningratan 3 Yogyakarta, 4)
SDN Cebongan - Sleman, 5). SD Wonosari Baru Gunungkidul. Lomba
memperebutkan piala bergilir Sri Sultan Hamengkubuwana X dan KGPA
Paku Alam IX untuk beberapa kategori : a). Grup penampil, b).
Penyutradraan, c). Pemain terbaik putra-putri, d). Kostum terbaik. Lomba
Kethoprak Ringkes Anak menggunakan dialog bahasa Jawa sebagai bentuk
upaya pelestarian kearifan lokal budaya tradisi serta pengembangan bahasa
Jawa.
Cempaka Krida Budaya. Kethoprak anak asal dusun Dagan Timbulharjo
Sewon - Bantul pimpinan Ibu Pujirah mementaskan lakon Joko Wasis
Joko Bodho yang mengisahkan tentang 2 (dua) kakak beradik yang
beranjak dewasa. Mbok Sembogo, ibu kakak beradik menasehati pada
Joko Wasis untuk mengajak adiknya Joko Bodho mencari limu ke kota
sebagai bekal hidup dan mengabdi kepada negara. Joko Wasis
menyanggupinya, namun tidak mau mengajak adiknya dan berangkat
sendiri ke kota. Mengetahui kakanya berangkat sendiri ke kota, Joko
Bodho minta restu ibunya untuk menyusul kakaknya. Saat bertemu
adiknya, Joko Wasis menyuruh pulang Joko Bodho karena Joko Bodho
harus menemani ibunya karena rupanya yang jelek, pemalas, dan bodoh,
sehingga nantinya akan menghambat Joko Wasis saat di pemulangan.
Budaya Masuk Kampus - 113 -

Meski begitu Joko Bodho tetap mau ikut kakanya belajar ke kota,
sehingga sampai hati Joko Wasis menganiaya adiknya agar tidak
mengikutinya dan meninggalkan adiknya yang menangis sendirian di
tengah hutan.

Gambar 5. Penampilan kethoprak anak Cempaka Krida Budaya Kab. Bantul.


(foto : kiem)
Saat Joko Bodho menangis, datanglah dewa yang menghibur dan
memberikan hadiah Banyak Emas (Angsa Emas) yang dapat dimintai apa
saja untuk teman mencari kakaknya di kota. Di kota, Joko Wasis belajar di
tempat Kyai Dwijo. Saat murid-murid sedang beristirahat, dikejutkan
dengan kedatangan seorang anak yang buruk rupanya. Anak itu ikut main
bersama, sehinga murid-murid berlarian ketakutan. Saat itulah, Joko
Bodho bertemu dengan kakaknya di tempat belajar Kyai Dwijo. Joko
Wasis malu pada teman-temannya mempunyai adik yang buruk rupa, dan
menyuruh pergi adiknya dan tidak boleh ikut belajar di tempat Kyai Dwijo.
Dengan perasaan kesal, Joko Bodho meninggalkan tempat Kyai Dwijo.
Sebelum pergi dia mengeluarkan Banyak Emas dan karena merasa lapar
dia minta diberikan makanan. Melihat kejadian tersebut, murid-murid
- 114 - Model Pendidikan Karakter

heran dan berebutan ingin memeiliki Banyak Emas. Mendengar keributan


yang terjadi, keluarlah Kyai Dwijo menanyakan apa yang terjadi sehingga
murid-murid membuat keributan dan tidak segera belajar. Setelah
mengetahui duduk persoalannya, Kyai Dwijo memberikan nasihat kepada
seluruh muridnya bahwa menuntut ilmu itu wajib bagi semua anak-anak,
tidak memandang miskin, kaya, tidak pandai, jelek rupa. Semua anak
boleh belajar agak menjadi pandai. Akhirnya, Joko Bodho pun diterima
sebagai muridnya Kyai Dwijo dan dapat belajar bersama kakaknya dan
juga murid-murid lainnya.
Pesan Moral. Dalam pementasan lakon tersebut, anak-anak
serta penonton diberikan pesan untuk tidak melihat seseorang
dari fisiknya. Apapun yang ada pada setiap orang adalah
karunia Tuhan yang maha esa yang harus disyukuri. Serta
diberikan penjelasan bahwa menuntut ilmu itu hak sekaligus
kewajiban bagi anak-anak agar mempunyai bekal di kemudian
hari..
Tlaga Budaya. Kelompok kethoprak anak dari SDN Cebongan Ibu
Widarti. S.E., mementaskan lakon Rukun Agawe Santosa.
Dikisahkan, di Kerajaan Majapahit yang dipimpin seorang ratu Prabu Putri
Kencana Wungu terjadi gejolak. Kekacauan melanda negeri, perang
saudara, sehingga rakyat hidup menjadi tidak tentram karena ada salah
satu wilayahnya yang memberontak ingin mendirikan negara sendiri.
Berbulan-bulan terjadi perang saudara.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut Prabu Kencana Wungu
memanggil seluruh pembantunya menanyakan seluruh permasalahan
yang sedang terjadi. Berkat kejelian dan rasa tanggungjawab sebagai
Ratu, Prabu Kencana Wungu mengirim seorang pemuda dari desa
sebagai panglima perang yang ditugaskan untuk menjadi juru runding
agar dapat meredam permusuhan maupun peperangan yang telah
memakan banyak korban harta benda serta korban jiwa yang meninggal.
Budaya Masuk Kampus - 115 -

Berkat adanya dialog dan


musyawarah, peperangan dapat
diakhiri karena telah menemukan
titik temu permasalahan dan dapat
diselesaikan. Dengan berakhirnya
perang saudara, negara menjadi
damai, tentram, sehingga
rakyatnya dapat berusaha lagi
dengan saling gotong royong dan
saling menolong sehingga negeri
menjadi kuat dan kesejahteraan
pun meningkat.

Gambar 7. Penampil kethoprak anak Siswa Manunggal SD N Wonosari Baru


Kab. Gunungkidul. (foto : kiem)
Pesan Moral. Musyawarah serta mufakat dalam
menyelesaiakn permasalahan akan menumbuhkan rasa
- 116 - Model Pendidikan Karakter

kebersamaan, saling menghargai, bergotong royong untuk


menncari jalan keluar bersama-sama sehingga permasalahan
dapat diselesaikan dengan lebih ringan, lebih cepat, dan
memberikan manfaat bagi masyarakat banyak
Siswa Manunggal. Kelompok kethoprak anak dari SDN Wonosari Baru
Kab. Gunungkidul mementaskan lakon Ngundhuh Wohing Pakarti.
Dikisahkan, di Kademangan Seneng hiduplah seorang Demang yang
memiliki anak bernama Bagus Umbaran dan Joko Degsio. Bagus
Umbaran sebagai anak tertua adalah anak yang yang taat beribadahm
rajin belajar, patuh dan taat kepada orangtua, sedangkan Joko Degsioa
sebaliknya suka mencuri, suka bersenang-senang, pemalas, tidak mau
membantu orang tua. Jika dinasihati, Joko Degsio selalu membantah,
marah-marah, bahkan mengusi orangtua dan kakanya. Setelah berhasil
mengusir orangtua dan kakaknya, Joko Degsio berniat menjadi Adipati
Tanjung Buwono dan berencana menghancurkan kadipaten.
Ki Demang dan Nyi Demang serta Bagus Umbaran menghindar dari
konflik keluarga. Selanjutnya Bagus Umbaran berniat mencari pekerjaan
dan minta ijin kedua orangtuanya untuk mencari pekerjaan ke Kdadipaten
Tunjung Buwono. Upayanya berhasil, setelah diterima menjadi prajurit di
KadipatenTanjung Buwono dan diberi tugas untuk menumpas perusuh
yang tidak lain adalah adiknya sendiri Joko Degsio. Dalam mengemban
tugas, Bagus Umbaran berhasil meringkus Joko Degsio di hutan Randhu
Gilang dan menyerahkan Joko Degsio kepada Adipati Tunjung Buwono
untuk mendapatkan hukuman. Adipati Tunjung Buwono menyerahkan
sepenuhnya kepada pengadilan kadipaten untuk memberikan hukuman
dan tidak mencampuri proses dan keputusan pengadilan. Kepada Bagus
Umbaran, Adipati Tunjung Buwono memberikan penghargaan sedangkan
Joko Degsio dihukum atas perbuatannya.
Pesan Moral. Kita akan mendapat balasan atas apa yang
telah kita kerjakan. Perbuatan baik akan berbuah manis,
sebaliknya perbuatan jahat akan mendapat balasan serta
Budaya Masuk Kampus - 117 -

hukuman yang setimpal. Karena, kita harus selalu berbuat baik


kepada diri sendiri, orang tua, serta masyarakat.
Surya Tri Budaya. Kelompok kethoprak anak dari SDN 3
Suryadiningratan Yogyakarta pimpinan Drs. Sugeng Santosa. M.Pd
mementaskan lakon Joko Budhug.
Dikisahkan, hiduplah seorang bocah yang karena kesaktiannya di kutuk
seorang penyihir jahat. Akibatnya, bocah itu memiliki luka di sekujur tubuh
dengan bau yang sangat tajam dan amis. Luka itu tak pernah kering. Jika
mulai kering, selalu saja muncul luka-luka baru, disebabkan memar. Jaka
Budhug, begitulah nama anak itu. Jaka Budhug berubah menjadi seorang
anak kecil yang mempunyai luka disekujur tubuhnya, dan lukanya
menimbulkan bau amis. Jaka Budhug berjalan-jalan di desa tersebut, dan
melihat anak-anak didesa itu sedang bermain. Muncullah keinginan
dihatinya untuk bergabung, namun anak-anak tersebut menolak
kehadiran Jaka Budhug dan memaki-makinya dengan ejekan. Jaka
Budhug pun pergi. Ditengah jalan, perutnya mulai lapar, dan Jaka Budhug
mendatangi salah satu rumah dan meminta makan. Saat itu Jaka Budhug
pun kembali di tolak bahkan di maki-maki.
Desa tersebut adalah desa yang makmur, namun penduduk di Desa itu
sangatlah angkuh. Sampai suatu hari ada seorang Janda tua (Nyai
Banarawa) yang baik dan mau menampung dan memberi makan Jaka
Budhug. Setelah selesai makan, Jaka Budhug berterimakasih kepada
Nyai, sambil berkata, "Nyai, kalau Nyai mendengar suara kentongan, Nyai
harus langsung naik ke perahu atau lisung ya dengan membawa bekal
enthong, gula jawa, dan kelapa", kemudian Nyai tersebut menjawab "Iya".
Ketika Jaka Budhug sedang di perjalanan meninggalkan masyarakat desa
tersebut, Jaka Budhug bertemu dengan anak-anak yang sering
menghinanya dan langsung mengusir Jaka Budhug dengan kata-kata
kasar. Tak terima dengan perlakuan itu, ia pun langsung menancapkan
sebatang lidi yang kebetulan ada di sana. Lalu dengan wajah berang ia
- 118 - Model Pendidikan Karakter

pun bersumpah, bahwa tak ada seorang pun yang sanggup mengangkat
lidi ini, kecuali dirinya.
Satu persatu mulai berusaha mencabut lidi yang di tancapkan Jaka
Budhug, namun anak-anak tidak ada yang bisa mencabutnya. Sampai
akhirnya orang-orang dewasa yang berusaha mencabut lidi tersebut.
Namun hasilnya tetap tidak bisa. Akhirnya Jaka Budhug sendiri yang
menarik lidi tersebut, karena hanya dia yang bisa mencabutnya . Saat
itupun keluarlah air dari tanah bekas lidi itu menancap, airnya sangat
deras keluar dari tanah, dan terjadilah banjir bandang di Desa Rawa
Pening dan menewaskan seluruh masyarakat di desa itu, kecuali Nyai.
Setelah lidi tersebut lepas, Jaka Budhug langsung membunyikan
kentongan untuk memperingati Nyai Banarawa. Akhirnya Nyai yang
sedang menumbuk padi segera masuk ke lisung, dan selamatlah dia.
Pesan Moral. Dalam pementasan lakon tersebut, anak-anak
serta penonton diberikan pesan untuk tidak melihat seseorang
dari fisiknya. Apapun yang ada pada setiap orang adalah
karunia Tuhan yang maha esa yang harus disyukuri. Serta
diberikan penjelasan bahwa menuntut ilmu itu hak sekaligus
kewajiban bagi anak-anak agar mempunyai bekal di kemudian
hari..
Budaya Masuk Kampus - 119 -

Gambar 8. Penampilan kethoprak anak Siwi Budaya SDN Totogan Samigaluh


Kab. Kulonprogo saat tampil dalam lakon Ajisaka. (foto : kiem)
Siwi Budaya. Kelompok kethoprak dari SDN Totogan Samigaluh
Kulonprogo mementaskan lakon Ajisaka,Dumadining Aksara Jawa. Selain
pemain kethoprak anak, seluruh pengrawit (penabuh gamelan) Siwi
Budaya adalah anak-anak. Meskipun pengrawit/penabuh gamelan tidak
masuk dalam penilaian lomba, adanya pengawit anak-anak yang
mengiringi lomba kethoprak ringkes menjadi warna tersendiri dimana telah
tumbuh generasi penerus pengrawit yang nantinya bisa meneruskan seni
pertunjukan tradisi. Tampilnya pengrawit anak-anak menjadi angin segar
di dalam upaya konservasi budaya seni pertunjukan tradisi kethoprak
yang dalm 1 (satu) dasa warsa terakhir seolah mengalami mati suri.
(naskah pementasan terlampir)
Pelaksanaan Lomba Kethoprak Ringkes Anak melibatkan pelaku-pelestari
kethoprak tradisional di Yogyakarta. Selama persiapan lomba, Bondan
Nusantara, penulis naskah-sutradara-pemain kethoprak yang merupakan
maestro kethoprak di Yogyakarta banyak memberikan bantuan teknis
untuk pelaksanaan lomba mulai dari temu teknik, penjadwalan, penjurian,
- 120 - Model Pendidikan Karakter

hingga penataan panggung, Dewan juri yang diketuai oleh Ign. Wahono
(pemerhati kethoprak) dibantu anggota Drs. Pardiman Joyonegoro
(acapela Mataraman) serta seorang dosen dari UWMY. Keluar sebagai
juara dalam lomba tersebut :
• Penyutradaraan terbaik : SD Totogan Samigaluh (Siwi Budaya)
• Kostum terbaik : SD Totogan Samigaluh (Siwi Budaya)
• Pemain terbaik putra : Fuad Nur Ikhsan (SD Totogan Samigaluh)
• Pemain terbaik putri : Nadia Safira Anggraeni (SD N Cebongan
Sleman)
• Penampil terbaik I : SD Totogan Samigaluh (Siwi Budaya)
Penampil terbaik II : SD N Cebongan Sleman (Tlaga Budaya)
Penampil terbaik III : SD N Wonosari Baru Gunungkidul (Siswa
Manunggal)
Penampil terbaik harapan I : Cempaka Krida Budaya
Penampil terbaik harapan II : SD N 3 Suryadiningratan Yogyakarta
(Surya Tri Budaya)
• Juara Umum : SD Totogan Samigaluh (Siwi Budaya)

3. Remaja
¾ Tarian Penyambutan Tamu Abim Bima.
Tarian ini diperagakan oleh Kelompok Tari yang beranggotakan mahasiswa/i
asal Papua Barat yang sedang belajar di Yogyakarta. Kelompok Tari Acemo
dibentuk sebagai upaya pelestarian budaya Papua sekaligus untuk
memperkenalkan taritarian daerah khas bumi Cenderawasih di berbagai
tempat. Acemo sendiri diambil dari salah satu bahasa suku Arfak yang
mendiami daerah selatan dan utara Kota Manokwari. Acemo memiliki arti
selamat.
Tarian penyambutan tamu yang dilakukan Kelompok Tari Acemo berlangsung
kurang lebih 20 menit, dimulai dari Gerbang masuk kampus UWMY. Di
gerbang kampus, tamu kehormatan yang akan membuka acara Pekan
Budaya Masuk Kampus di sambut 10 (sepuluh) penari yang mengenakan
pakaian adat Papua Barat yang didominasi warna merah menyala serta
Budaya Masuk Kampus - 121 -

peralatan berburu. Kelompok tari yang dikoordinir oleh Albert Ramar


mempertunjukkan tarian Abim Bima yang bermakna Tumbuh Tanah. Dari
gerbang kampus, Tamu Kehormatan diarak menuju Pendopo Agung nDalem
Mangkubumen sebagai tempat utama pembukaan PBMK.

Gambar 9. Tarian Penyambutan Tamu Kehormatan yang diperagakan


Kelompok Tari Acemo (mahasiswa asal Papua Barat yang belajar di
Yogyakarta) di Kampus UWMY, 23 Juni 2011. (foto : Tommy)
Tarian Abim Bima biasanya dipentaskan pada acara-acara penting semisal
pelantikan Kepala Suku, membuat rumah baru, kelahiran anak/bayi,
menyambut tamu-tamu kehormatan, serta membuka lahan pertanian baru.
Pesan Moral. Bagi suku besar Arfak, tarian ini memiliki filosofi sebagai
cerminan penghormatan kepada alam, sesama manusia, serta Tuhan
yang Maha Kuasa. Tarian Abim Bima sekaligus menyampaikan pesan
sebagai penghormatan dan pujian kepada setiap insan manusia untuk
melestarikan budayanya sebagai salah satu harta yang tidak ternilai
harganya.
- 122 - Model Pendidikan Karakter

¾ Tarian Penyambutan Tari Golek Menak : Dewi Kelasworo vs Dewi


Adaninggar.
Disebut juga Beksa Golek Menak, atau Beksan Menak. Mengandung arti
menarikan wayang Golek Menak. Tari Golek Menak merupakan salah satu
jenis tari klasik gaya Yogyakarta yang diciptakan oleh Sri Sultan Hamengku
Buwana IX. Penciptaan tari Golek Menak berawal dari ide sultan setelah
menyaksikan pertunjukkan Wayang Golek Menak yang dipentaskan oleh
seorang dalang dari daerah Kedu pada tahun 1941. Tari Golek Menak
ditarikan oleh Ajeng Anggin dan Vidyana Arsanti, dua orang penari yang
merupakan anggota Yayasan Siswa Among Beksa.
Tari Golek Menak ditarikan untuk menyambut tamu agung di Pendopo
nDalem Mangkubumen yang akan membuka acara penting. Tarian
iniditarikan sesaat tamu agung memasuki Pendopo Agung.

Ajeng Anggin yang memerankan Dewi Kelasworo bersama Vidyana Arsanti


yang memainkan peran Dewi Adaninggar menampilkan tari tersebut untuk
pembukaan acara PBMK dengan menampilkan pethilan/beksan (adegan
pertempuran) Menak Dewi Adaninggar melawan Dewi Kelasworo. Dalam
pementasan tersebut digunakan 3 (tiga) buah peralatan yaitu : panah, keris
dan tombak.
Saat ini Ajeng Anggin tercatat sebagai mahasiswa jurusan Sosiologi UWMY.
Dari banyaknya gerak atau ragam tari klasik Yogyakarta ada 3 (tiga) buah
yang dapat diterapkan di kehidupan yaitu:
Nyembah. Nyembah dalam sebuah tarian berarti
menandakan akan dimulainya atau diakhirinya tarian
tersebut. Dalam hal ini nyembah adalah bagian dari sebuah
bentuk penghormatan seseorang terhadap orang lain. Disini
terdapat makna nyembah dalam bentuk menghormati dan
menghargai orang lain.
Budaya Masuk Kampus - 123 -

Gambar 10. Tari Golek Menak untuk menyambut tamu agung dalam pembukaan
Pekan Budaya Masuk Kampus 2011 di Kampus UWMY, 23 Juni 2011.
(foto : kiem)
Jengkeng/Sila (ragam duduk). Jengkeng/Sila dalam sebuah
tarian dilakukan oleh penari pada saat akan mengawali dan
mengakhiri sebuah tarian. Proses ini biasanya juga di barengi
dengan nyembah. Ketika seorang perempuan duduk ataupun
jengkeng dengan semestinya sebagai perempuan pasti akan
membawa dampak positif bagi dirinya ataupun yang melihat.
Ngaca. Ngaca (bercermin) biasa ada dalam ragam tari Golek,
ngaca (bercermin) biasa dilakukan agar tetap memiliki
kesadaran diri : siapa dan darimana berasal. Sikap lembah
manah, andap ashor dapat diperoleh dari ragam ini.
¾ Tarian Penyambutan Tari Golek Sulung Dhayung.
Tari Jawa klasik ini dimainkan oleh Ajeng Anggin pada saat penutupan Pekan
Budaya Masuk kampus, berasal dari kota Yogyakarta. Tarian itu
menggambarkan perempuan muda yang mempunyai keinginan untuk selalu
melihat dirinya terbaik. Tarian ini Tujuannya adalah untuk melestarikan dan
- 124 - Model Pendidikan Karakter

mengembangkan tari klasik Yogyakarta dan Mataram. Ragam-ragam tari ini


memiliki arti yang menggambarkan perempuan muda dan perasaannya
tersebut. Dimana ragam-ragam tersebut memiliki arti, sedang ingin
berdandan, selalu ingin tarlihat bahagia, cantik hingga perempuan yang
menginjak remaja yang sudah mulai mengenal lawan jenis. Tarian ini
biasanya di persembahkan untuk menyambut tamu (welcome dance), tarian
yang berdurasi kurang lebih 15 menit biasanya di tarikan oleh satu orang
penari dan tidak ada batas maksimal dalam penari menarikan tari tersebut.
Dengan busana yang cantik, make up cantik serta gendhing (musik) yang
membawa semangat, tarian ini mampu menarik tidak hanya seniman atau
orang pribumi sja, melainkan orang-orang dari manca Negara juga. Tarian ini
diciptakan oleh KGPH.Poeger ( adik dari Sri Sultan hamengkubuwana.IX)
pada tahun 1970-an dimana beliau juga salah satu penari dan guru tari di
Kraton Yogyakarta. Tarian tersebut menggambarkan seorang anak
perempuan yang usianya menginjak remaja atau dewasa dimana ia baru
mulai menganal dunia baru, yaitu seperti baru mulai mengenal lawan
jenis,suka berhias diri, dan mulai berubahnya bentuk fisik pasca menstruasi
pertama. Dengan atribut dan make-up menambah ciri khas dari tarian Golek
Sulungdhayung semakin meriah namun tetap anggun dan elegan. Atribut
yang dipakai oleh penari antara lain:
a. Jamang bulu (mahkota) dipakai di bagian kepala
b. Sinyong (sebagai sanggul)
c. Ceplok jebehan (bunga), pelik (bungan kecil dari kertas), mentul, pethat
sebagai perhiasan di kepala
d. Sumping dan giwang sebagai hiasan pada telinga
e. Kladbau sebagai hiasan di bahu
f. Kalung dan gelang tangan sebagai perhiasan pelengkap
g. Rompi sebagai baju atau atasan
h. Jarik atau kain denagn motif batik Yogyakarta (parang) dengan seredan
kiri sebagai bawahan
i. Sampur cinde sebagai selendang
j. Slepe sebagai hiasan pada perut (seperti sabuk)
Budaya Masuk Kampus - 125 -

k. Dan riasan cantik seperti putri Kraton

Pesan Moral. Baik tari Golek Menak maupun Golek Sulung Dayung,
keduanya memberikan pesan kepada kita untuk memberikan yang
terbaik dari seluruh kemampuan kita bagi kehidupan dengan
memberikan semaksimal dan sesempurna mungkin pada batas
kemampuan manusia yang sesungguhnya jauh dari sempurna.

¾ Tarian Beriuk Tinjal.


Tari beriuk Tinjal ini salah satu tari kreasi yang berasal dari Lombok-yang di
ciptakan oleh Lalu Gde Suparman . Tari Beriuk tinjal adalah sebuah
gambaran kehidupan Masyarakat pedesaan yang kesehariannya pada saat
bertani menggarap sawah dengan gotong royong bersama-sama sehingga
terlihat dari proses awal mencerminkan bagaimana pelaksanaannya sejak di
mulainya petani yang mencangkul tanahnya, dilanjutkan dengan najuk nalet
padi, ngome, sambil bersenda-gurau yang akhirnya kemudian ngerampek
(panen).
Tarian Beriuk Tinjal dipentaskan oleh IKPM (Ikatan Keluarga Pelajar dan
Mahasiswa) Lombok di Yogyakarta. Sebagai mahasiswa yang merantau ke
Yogyakarta, IKPM Lombok menampilkan seni pertunjukan sebagai bentuk
pelestarian seni budaya sekaligus upaya promosi atas seni budaya daerah
asalnya.
Tari beriuk tinjal ini ditarikan oleh pasangan-pasangan laki-laki dan
perempuan ,dengan berbusana yang mencerminkan ciri khas tradisional
Sasak Lombok dalam mengerjakan sawahnya. Keuletan, ketekunan, telaten
dan semangat yang tinggi, kemudian kebersamaan dalam merajut hasil nya
pada saat panen (ngerampek) diekspresikan dengan penuh kegembiraan dan
kesenangan .
Filosofi. Pada dasarnya tiap desa masyrakatnya masih erat dalam gotong-
royong yang dalam bahasa Sasak disebut Beriuk Tinjal atau bahasa Bima
disebut Hancobu. Tiap masyarakat mempunyai pimpinan lokal yang biasanya
berasal dari kerabat tertentu, yang berasal dari penduduk pertama dari desa
- 126 - Model Pendidikan Karakter

itu. Pimpinan masyarakat mendapat gelar datu di Lombok, di Sumbawa Barat


bergelar dea atau di Bima atau Dompu disebut ncuki.

Gambar 11. Enam pasang penari membawakan Tarian Beriuk Tinjal (foto : Rio)

¾ Tarian Presean.
Budaya Presean atau bertarung dengan rotan memang sudah dikenal
masyarakat Lombok sejak lama. Namun budaya yang penuh dengan
kekerasan itu berubah menjadi unik ketika dipadukan gaya bela diri yang unik
dan lucu dari pemainnya.
Dengan bertelanjang badan dan sebuah rotan di tangan kanan serta sebuah
perisai yang terbuat dari kulit binatang di tangan kiri, dua orang pemuda yang
dikenal dengan nama pepadu ini bersiap saling mengadu kejantanan didepan
ratusan penonton yang mengelilingi mereka diluar arena. Sambil menari-nari
kedua orang pemuda ini saling menghalau lawan dengan rotan di tangannya
tanpa rasa cemas atau takut badannya dijadikan sasaran empuk rotan lawan.
Presean adalah salah satu kekayaan budaya bumi gogo rancah (lombok).
Acara ini berupa pertarungan dua lelaki Sasak bersenjatakan tongkat rotan
Budaya Masuk Kampus - 127 -

(penjalin) serta berperisai kulit kerbau tebal dan keras (ende). Petarung biasa
disebut pepadu. Presean bermula dari luapan emosi para prajurit jaman
kerajaan taun jebot sehabis mengalahkan lawan di medan perang. Acara
tarung presean ini juga diadakan untuk menguji keberanian/nyali lelaki sasak
yang wajib jantan dan heroik saat itu.
Hingga akhirnya lestari sampai sekarang ini menjadi hiburan perayaan yang
diadakan setiap memperingati 17 agustus-an. Konon Presean juga salah satu
bentuk upacara memohon hujan bagi suku Sasak di musim kemarau.

Gambar 12. Dua pepadu Presean sedang beraksi di Pendopo Agung nDalem
Mangkubumen UWMY. (foto : kiem)

Uniknya dari pertarungan presean, pesertanya tidak pernah dipersiapkan


secara khusus. Pepadu atau petarung diambil dari penonton yang mau adu
nyali dan ketangguhan mempermainkan tongkat rotan dan perisai yang
disediakan. Penonton/calon peserta bisa mengajukan diri atau dipilih oleh
wasit pinggir (pakembar sedi). Setelah mendapat lawan, pertarungan akan
dimulai dan dimpimpin oleh wasit tengah (pekembar).
- 128 - Model Pendidikan Karakter

Peraturan perang presean cukup sederhana, pepadu tidak boleh memukul


bagian bawah perut lawannya. Nilai tertinggi diperoleh jika pepadu berhasil
memukul kepala lawannya. Uniknya, di sela-sela pertarungan para pepadu
dan para wasit harus menari jika musik dimainkan. Mungkin maksudnya
untuk melepas ketegangan selama jalannya pertandingan.
Di beberapa daerah, permainan seperti ini banyak dijumpai semisal di Blitar-
Jawa Timur berupa Ritual Adu Cambuk. Ada cara unik yang dilakukan warga
Dusun Sumberagung, Desa Bangle, Kecamatan Kanigoro, Kabupaten Blitar,
mendatangkan hujan. Mereka menggelar adu kekuatan dengan beradu
cambuk di atas panggung. Cambuk terbuat dari sapu lidi yang sudah dianyam
kecil menyerupai cambuk sapi. Setiap peserta yang sedang berhadapan
bertelanjang badan di atas panggung, diiringi gamelan. Setiap orang
mendapat jatah mencambuk lawannya tiga kali. Setelah itu ganti pasangan
lainnya.
Meski banyak yang terluka karena terkena cambuk, tak ada jatuh korban atau
luka serius. Sebab, luka itu segera akan sembuh bila sudah disentuh oleh
guru silatnya, yang berjaga-jaga di bawah panggung. Di Kabupaten
Banjarnegara ritual serupa dikenal masyarakat setempat dengan Ujungan,
sementara di sekitar Gunung Bromo, Suku Tengger mengenal tradisi Ojhung
yang hampir sama dengan Presean.

Pesan Moral. Presean ini tidak membawa dendam di antara para


pepadu dikarenakan para pepadu diharuskan bersalaman dan pelukan
persahabatan di awal dan akhir permainan tanda tidak adanya
dendam dan semua hanyalah permainan. Presean juga membawa
pesan bahwa manusia adalah makhluk yang lemah di hadapan
pencipta-Nya. Dengan merasakan sakit saat terkena pukulan dari
lawan main, pepadu diingatkan bahwa dalam kehidupan sehari-hari
jika tidak ingin disakiti janganlah kita berbuat sesuatu yang dapat
menyakiti orang lain.
Budaya Masuk Kampus - 129 -

¾ Tarian Tebe-tebe Ho Dahur.


Tari tradisional Timor Leste berjudul Tebe-tebe Ho Dahur sekilas memang
tampak sederhana. Lima penari perempuan memutar badan dengan
mengibaskan kain putih di tangan mereka, sementara empat penari pria
mengayunkan pedang. Tari ini bukan menceritakan peperangan, tapi
ungkapan kegembiraan atas kemenangan. Tari yang akan dibawakan oleh
mahasiswa Timor Leste yang sedang menuntut ilmu pada berbagai
perguruan tinggi di Yogyakarta ditampilkan dalam durasi waktu 15 menit
dengan mengenakan pakaian adat yang menggambarkan pakaian adat dan
assesori dari 13 (tiga belas) distrik yang ada di Timor Leste. Tarian ini biasa
diiringi 6 (enam) orang pemusik, namun pada pementasan di Pekan Budaya
Masuk Kampus; keterbatasan alat dan musisinya, musik pengiring dengan
alunan rekaman kaset.

Gambar 13. Penari Tebe-tebe Ho Dahur sesaat setelah beraksi di Pendopo Agung
nDalem Mangkubumen UWMY. (foto : kiem)

Pesan Moral. Tari Tebe-tebe Ho Dahur ini dibawakan pada hari-hari


penting seperti, saat panen, upacara adat, serta pada saat menerima
tamu (guest welcoming). Tarian ini juga mencerminkan suatu
- 130 - Model Pendidikan Karakter

kebahagiaan yang besar. Rasa bahagia karena mendapat tamu,


ataupun juga rasa bahagia karena panen yang bagus dan
memuaskan.

4. Nyanyian
Nusantara Voices yang terdiri dari beberapa mahasiwa UWMY yang berasal
dari berbagai wilayah di Indonesia menampilkan lagu daerah di Indonesia
pada acara penutupan (closing ceremony) PBMK. Penampilan dimulai
dengan lagu Indonesia Raya dikiuti berturut-turut Bengawan Solo, Gundul-
Gundul Pacul, Rek Ayo Rek, Gambang Suling, Ampar-Ampar Pisang,
Bungong Jeumpa, Kicir-Kicir, Apusse, Ramko Rambe Yamko. Meskipun
hanya beberapa lagu daerah yang ditampilkan karena keterbatasan waktu,
semangat untuk mengangkat budaya dari berbagai daerah merupakan upaya
untuk menggali kembali khasanah budaya yang tumbuh di bumi nusantara
dalam bentuk lagu. Yang menarik dari penampilan Nusantara Voices
diantaranya lagu Bungong Jeumpa dinyanyikan oleh mahasiswa asli
Yogyakarta yang mengenakan kebaya lengkap. Dengan aksen khas Jawa,
lagu Bungong Jeumpa menjadi berbeda dari penutur aslinya, sementara lagu
Gundul-gundul Pacul dan Gambang Suling dinyanyikan oleh mahasiswa yang
berasal dari Medan dengan logat melayunya.

Pesan Moral. Dengan 300 suku bangsa dengan kurang lebih 250 bahasa
daerah, Indonesia adalah bangsa besar yang memiliki khasanah budaya
yang sangat beragam. Keberagaman tersebut ditunjukkan dengan seni
budaya tradisi yang memiliki makna, filosofi, maupun ajaran moral yang
masih relevan hingga saat ini. Melalui lagu, kita diingatkan untuk
mengembangkan rasa persamaan, persaudaraan, toleransi antar sesama.
Kita bisa menjadi besar manakala kita bisa merentangkan tangan
bersama, berdiri sama tinggi, duduk sama rendah di dalam hubungan
antar individu, antar budaya, antar suku bangsa sebagai sebuah keluarga
besar. Dengan saling mengenal adat-istiadat suku lain akan semakin
menumbuhkan kecintaan kita pada tanah air Indonesia seperti pepatah
Budaya Masuk Kampus - 131 -

tak kenal maka tak sayang, tak sayang maka tak cinta. Dengan
mengenalkan (kembali) lagu daerah, harapannya kita mulai mencintai
(kembali) keindonesiaan kita. Dalam lagu maupun dalam kehidupan
sehari-hari kita.
5. Teater
¾ Teater Dokumen UWMY
Teater Dokumen UWMY menampilkan musikalisasi puisi dan pembacaan
sebuah puisi yang mengangkat tema tentang keadaan ibu pertiwi (Indonesia).
Perjalanan panjang dan kesedihan yang belakangan ini menimpa Indonesia
baik itu kegelisahan bangsa maupun bencana yang menimpa Indonesia yang
tiada henti-hentinya. Keseluruhan pementasan dikemas dalam sebuah karya
seni puisi musik etnik, diantaranya di aransemen menjadi musikalisasi puisi.
selain itu kita juga memakai beberapa alat musik tradisional, seperti: mini
gamelan, rainstik, maracas.

Gambar 14. Penampilan musikalisasi puisi dengan judul Ibu Pertiwi oleh Teater
Dokumen UWMY. (foto : kiem)
- 132 - Model Pendidikan Karakter

Filosofi. Pementasan musikalisasi puisi Ibu Pertiwi sebagai ungkapan


kesedihan serta keprihatinan anak bangsa atas kondisi yang sedang dialami
Ibu Pertiwi akhir-akhir ini. Berbagai permasalahan menimpa. Bencana alam,
bencana kemanusiaan, serta berbagai permasalahan bangsa yang
belumkunjung menemukan titik terang. Meski begitu, hidup harus tetap
berjalan dan diperjuangkan. Apapun yang harus dihadapi. Kesedihan ibu
pertiwi adalah kesedihan bersama.
Alat-alat musik tradisional merupakan suatu kekayaan bangsa yang dapat di
padu padankan dengan seni dan sastra sehingga menghasilkan suatu karya
yang belum tentu dimiliki oleh bangsa lain
Pesan Moral. Sebagai anak-anak muda penerus bangsa ,agar lebih
peka terhadap kondisi realita yang ada saat ini menimpa bangsa kita
,yaitu bangsa Indonesia. Perebutan kekuasaan yang kerap terjadi
akan mengakibatkan kehancuran bangsa. Rasa nasionalisme harus
ditumbuhkan (kembali) pada diri masing-masing agar tercipta sebuah
negara yang utuh tanpa pamrih apa pun. Kuatkanlah tali silaturahmi
terhadap sesama manusia dan rasa solidaritas sesama bangsa
Indonesia dimana pun berada terutama yang sedang mengalami
musibah bencana alam, karena seorang yang menangis itu sama saja
dengan kesedihan sebuah bangsa. seorang kelaparan sama artinya
dengan laparnya sebuah bangsa.
¾ Yuliono monolog
Pria kelahiran Wonosobo15 Juni 1987 mementaskan pantomim/monolog
dengan judul Menyatu dengan Alam. Kemampuan memainkan pantomim
dimiliki Yuliono sejak kecil dan terus berkembang hingga tahun 2003 ketika
memutuskan hijrah ke Yogyakarta. Tercatat sebagai mahasiswa Fakultas
Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Yuliono banyak
mementaskan pantomimnya di berbagai tempat sebagai hobi, penyaluran
bakat, maupun untuk menghibur masyarakat.
Budaya Masuk Kampus - 133 -

Gambar 15. Penampilan Yuliono dengan monolog-nya. (foto : kiem)


Dalam pementasan Menyatu dengan Alam, Yuliono menyampaikan pesan
cerita bahwa menyatu dengan alam adalah penyatuan manusia dengan
lingkungan sekitarnya; tumbuhan, satwa, dan alam untuk saling menyayangi,
tidak menyakiti makhluk hidup, tidak menebang pohon sembarangan agar
kehidupan dapat berjalan dengan harmonis dan seimbang dan saling
memberikan manfaat.
Filosofi. Air adalah sumber kehidupan, karenanya siklus air harus
dipertahankan agar tetap berkesinambungan agar dapat memberikan
manfaat bagi seluruh kehidupan.

Pesan Moral. Simbiosis mutualisma antar seluruh elemen yang ada di


alam akan dapat menjaga kelestarian alam. Pemanfaatan sumberdaya
alam harus bijaksana dengan memperhatikan kemampuan alam. Jika
kita menyayangi satwa, satwa pun akan memberikan manfaat bagi
- 134 - Model Pendidikan Karakter

kehidupan manusia. Begitupun, ketika kita merawat pohon/tumbuhan,


pada saatnya dia akan memberikan manfaat bagi kehidupan manusia.
6. Gamelan tradisional
¾ AsokaSwara Dhagsinarga
AsokaSwara Dhagsinarga adalah salah satu grup karawitan dari Kabupaten
Gunungkidul. Grup karawitan ini pada mulanya tercetus dari permintaan
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kab. Gunung Kidul untuk membuat grup
karawitan yang didalamnya diisi oleh para pemuda-pemudi yang ada di
kabupaten Gunungkidul. Dari usulan dan permintaan tersebut maka saya
dan teman-teman mennggapi usulan tersebut dengan baik karena semakin
jarangnya kaum pemuda dan pemudi yang masih mau berkarya untuk ikut
menghidupkan sebuah kesenian warisan budaya kita sendiri istilah bahasa
jawa melu nguri uri kabudayan jawi. Sebagian besar anggotanya merupakan
anggota Paskibraka Kab. Gunungkidul yang tergabung dalam pengurus
Purna Paskibraka Indonesia Kab. Gunungkidul. Di sela-sela kesibukannya,
mereka masih menyempatkan diri untuk latihan karawitan bersama.
Dalam Pekan Budaya Masuk Kampus mereka menampilkan 4 (empat)
gendhing Jawa yakni : Jaranan, Gugur Gunung, Sluku-Sluku Bathok serta
Gethuk.
Budaya Masuk Kampus - 135 -

Gambar 16. Penampilan AsokaSwara Dhagsinarga. (foto : kiem)


Pesan Moral. Wong mati ora obah, dalam lagu Sluku-sluku Bathok
mengingatkan bahwa saat kematian datang maka kita sama sekali ora
obah (tidak bisa berbuat apa-apa). Sehingga saat kita hidup, kita harus
senantiasa bersiap dan waspada. Selalu mengumpulkan amal
kebaikan sebagai bekal untuk dibawa mati. (selengkapnya dalam
lampiran)
Kalau kita menyimak lirik dari tembang Gugur Gunung karya Ki Narto
Sabdho, maknanya mengajak kita harus bersatu padu dalam setiap
menghadapi suatu jenis pekerjaan. Dengan cara saling membantu,
bahu membahu dan tentunya terkoordinasi. Bergotong-royong saling
membantu sesungguhnya adalah dalam rangka berbagi beban
sekaligus tanggungjawab dalam kehidupan bermasyarakat, dimana
tidak ada satu pun manusia yang tidak memerlukan bantuan orang
lain. Istilah gugur gunung memberi inspirasi dan spirit kepada orang
banyak agar tidak silau terhadap pekerjaan yang sangat berat.
Mungkin dapat dipersamakan dengan ungkapan: berat sama dipikul
ringan sama dijinjing, sebuah ungkapan luhur yang menekankan
kebersamaan.
- 136 - Model Pendidikan Karakter

¾ Kelompok Karawitan Surya Laras


Kelompok Karawitan Surya Laras SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta.
Angkatan pertama dibentuk sebagai bagian dari mata pelajaran Bahasa Jawa
pada tahun 2008. Nama Surya Laras baru diberikan pada angkatan kedua
(2009) oleh pembinanya Drs. Dudi Sambojo. Pada angkatan ketiga (2010),
Surya Laras yang anggotanya merupak siswa SMA Muhammadiyah I
Yogyakarta mulai tampil pada acara wisuda maupun mengiringi acara resepsi
pernikahan.
Yang unik dari Surya Laras adalah, seluruh pengrawit dan waranggananya
adalah siswi perempuan termasuk pengendhangnya, serta pengrawit berasal
dari berbagai wilayah di Indonesia, semisal seorang penabuh kendhangnya
dari Pontianak, penabuh saronnya dari Banjarmasin.
Dalam Pekan Budaya Masuk Kampus, Surya Laras menampilkan karawitan
selama 60 menit dengan gendhing yang dimainkan : 1). Manyar Sewu, 2).
Tamba Ati, 3). Gugur Gunung, 4). Sluku-sluku Bathok, 5). Sholawat Badar, 6).
Mbok ya Mesem, 7). Yogyakarta Berhati Nyaman, Runtung, 9). Mikat Manuk,
10). Suwe Ora Jamu.
Sampai saat ini, untuk latihannya Surya Laras sementara masih meminjam
peralatan gamelan Pemkot Yogyakarta yang berada di SMP Muhammadiyah
4 Yogyakarta.
Filosofi. Menanamkan budaya bangsa sendiri agar tetap lestari dan diminati
generasi muda sekarang ini melalui komodifikasi seni tradisi agar tetap
menarik tanpa meninggalkan wujud aslinya. Pada tataran ini, Surya Laras
cukup berhasil ketika menampilkan Sholawat Badar dalam lantunan irama
gendhing dan gamelan, tanpa mengubah substansi keduanya. Materi
gendhing lainnya berisi tentang pesan/ajakan agar berkiprah bagi bangsa
sesuai kemampuan.

Pesan Moral. Melalui karawitan, nilai adiluhung yang penuh estetika,


etika, media hiburan dan informasi, sekaligus media dakwah dalam
membina moral bangsa Indonesia lewat lantunan lirik gendhing yang
berisi tentang nilai-norma yang bisa kita jalankan di masyarakat.
Budaya Masuk Kampus - 137 -

Gambar 17. Penampilan Surya Laras dari SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta


dengan seluruh pengrawitnya siswi puteri. (foto : kiem)
¾ Gamelan kontemporer : Lumbung Artema
Lumbung Artema adalah sebuah komunitas seni independent yang terlahir
di lingkungan Pendopo Agung Tamansiswa pada awal tahun 2010 tepatnya
tanggal 5 Januari 2010 dan dimana tidak terikat oleh instansi pendidikan ,
instansi pemerintah atau swasta manapun . Lumbung Artema dibentuk oleh
anak – anak muda yang dulu pernah menempuh pendidikan diperguruan
Tamansiswa ( Taman Madya ) dan tergabung dalam ekstrakulikuler teater
sekolah ( Teater Tema ), namun perkembangannya sekarang anggota
Lumbung Artema juga terdiri dari anak – anak muda pelajar maupun
mahasiswa / mahasiswi Kota Yogyakarta yang selalu mencoba belajar dan
memahami ajaran – ajaran Ki Hadjar Dewantara.
Sejak Lumbung Artema terlahir sampai sekarang selalu menyampaikan dan
mengembangkan ajaran – ajaran Ki Hadjar Dewantara lewat sebuah
pertunjukkan seni “ sebagai sebuah tontonan yang kemudian menjadi sebuah
tuntunan “. Niteni ( memperhatikan ), Niroke ( menirukan ) , Nambahi (
mengembangkan / mengolah ) adalah salah satu dari sekian banyak ajaran Ki
- 138 - Model Pendidikan Karakter

Hadjar Dewantara yang kami gunakan sebagai slogan / pedoman kami dalam
proses berkarya. Dalam ajaran Ki Hadjar Dewantara tersebut ( Niteni , Niroke
, Nambahi ) mengandung makna atau pesan bahwa “ kebudayaan mengikuti
perkembangan zaman “.
Neng ( meneng / diam ) , Ning ( wening / jernih ) , Nung ( hanung / kokoh ) ,
Nang ( menang / sejahtera ) metode yang kami pakai dalam menyelesaikan
masalah proses berkarya kami. Lumbung Artema mempunyai fokus kegiatan
di bidang teater , sastra ( puisi , geguritan ) , musik ( musikalisasi puisi ,
gamelan pengiring , gamelan concert ) dan art organizer.
• Gamelan kontemporer dalam acara “ Bhiennale Anak “ di Taman Budaya
Yogyakarta tanggal 22 Januari 2010.
• Penata – Pengiring Musik ( gamelan ) kethoprak “ Opera Sutawijaya “
teater Jubah Macan SMA N 3 Yogyakarta di Concert Hall Taman Budaya
Yogyakarta tanggal 9 dan 10 April 2010.
• Gamelan kontemporer tanggal di Pendopo Tamansiswa, penyambutan
tamu siswa-siswi SMA DIY-JATENG tanggal 19 April 2010.
• Gamelan kontemporer + puisi dalam acara “ Malam Penganugrahan
Festival Teater Remaja 2010 “ di Fakultas Seni Pertunjukkan Jurusan
Teater Kampus ISI Yogyakarta tanggal 1 Mei 2010.
• Gamelan kontemporer + puisi dalam acara “ Pentas Seni HUT 88 tahun
Tamansiswa “ di Pendopo Agung Tamansiswa tanggal 18 Juli 2010.
• Gamelan kontemporer dalam acara “ Hari Anak Nasional “ Dinas
Pendidikan Kota Yogyakarta di Taman Pintar tanggal 28 Juli 2010.
• Penata – Pengiring Musik ( gamelan ) pargelaran Wayang Kartun “ Tiba-
tiba Banjir “ di Taman Pintar Yogyakarta , tanggal 12 November 2010.
• Penata – Pengiring Musik ( gamelan ) pargelaran Wayang Republik “Jogja
Istimewa “ dalam acara Pengukuhan Yogyakarta sebagai Kota Republik di
Pagelaran Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat tanggal 4 Januari 2011.
• Penata – Pengiring Musik ( gamelan ) pargelaran Wayang Republik “Jogja
Istimewa“ dalam acara Diskusi tentang Keistimewaan DIY di Pendopo
Bangsal Kepatihan Daerah Istimewa Yogyakarta tanggal 11 Januari 2011.
Budaya Masuk Kampus - 139 -

• Penata – Pengiring Musik ( gamelan ) pargelaran Wayang Kartun


“Durmagati Nglindur “ dalam acara Festival Wayang Bandung di Kampus
ITENAS Bandung tanggal 29 April 2011.
• Penata – Pengiring Musik ( gamelan ) pargelaran Wayang Boneka
“Kembali ke Sekolah “ dalam acara Penanaman Pohon Massal di
Kepuharjo , Cangkringan tanggal 7 Mei 2011.
• Gamelan kontemporer dalam acara “ Pekan Budaya Masuk Kampus “ di
Universitas Widya Mataram Yogyakarta tanggal 30 Juni 2011.
• Pentas Opera Gamelan Drama berkolaborasi dengan beberapa
komunitas seni pelajar dan mahasiswa kota Yogyakarta dengan naskah “
Terug Naar Het Natonale ( Kembalilah pada Asalmu ) di Gedung Societet
Taman Budaya Yogyakarta tanggal 30 Oktober 2011.

Gambar 18. Penampilan Lumbung Artema dalam Pentas Seni Lintas Agama dan
Keyakinan, Pekan Budaya Masuk Kampus 2011, 30 Juni 2011.. (foto :
kiem)
Dalam Pekan Budaya Masuk Kampus 2011 di Universitas Widya Mataram
Yogyakarta, Lumbung Artema menampilkan pertunjukkan Gamelan
Kontemporer yang menggabungkan alat tradisional ( gamelan ) dan alat
modern ( drum, gitar, bass ). Meskipun gamelan merupakan warisan nenek
- 140 - Model Pendidikan Karakter

moyang bangsa ini tapi gamelan tidak familiar di kalangan anak muda jaman
sekarang karena gamelan mungkin dianggap sesuatu yang kuno/tidak
menarik. Di kalangan anak muda jaman sekarang gamelan dianggap hanya
milik orang tua yang menampilkan alunan musik pelan yang bikin ngantuk.
Oleh karena itu Lumbung Artema membentuk kelompok musik gamelan
kontemporer yang memadukan gamelan dan alat modern dalam setiap
petunjukkan dengan harapkan gamelan nantinya bisa disukai anak – anak
muda jaman sekarang. Lumbung artema mencoba untuk menunjukkan ke
kalangan anak muda kalau gamelan iramanya tidak selalu pelan, gamelan
bisa kita garap dengan nada cepat seperti rock, reagge, SKA, hip hop, disco.

Pesan Moral. Gamelan mengajarkan kita banyak hal yaitu


keselarasan, kekompokkan, gotong royong yang artinya ketika alat
gamelan ditabuh satu - satu tidak akan menghasilkan nada yang indah
tapi ketika alat gamelan ditabuh dengan secara bersamaan akan
menghasilkan nada yang indah. Jadi ketika kita kaitkan dengan
kehidupan social kita sehari – hari bahwa gamelan mengajarkan kita
untuk tidak bersifat individual.
Pesan ajaran Ki Hadjar Dewantara yaitu “...kebudayaan berkembang
sesuai perkembangan zaman...“ mempunyai makna bahwa seni dan
budaya yang telah ada selama ini harus melakukan inovasi agar tidak
ketinggalan zaman dan agar tidak hilang di tanah air nya sendiri. Maka
oleh karena itu kami melakukan inovasi terhadap gamelan yang sesuai
dengan jiwa anak muda jaman sekarang tapi tanpa meninggalkan
unggah ungguh dalam bermain gamelan.
Dan pesan dari sesepuh kami yang akan selalu kami ingat ketika kami
proses berkarya yaitu “jangan sampai anak cucu kita nantinya harus
bikin passport dulu kalau mau belajar gamelan “.
Budaya Masuk Kampus - 141 -

7. Dewasa/umum
¾ Wayang wong
Penyelenggaraan Pagelaran Wayang Wong Gagrak Ngayogyakarta
merupakan kerjasama antara Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota
Yogyakarta dengan Panitia Pekan Budaya Masuk Kampus UWMY.
Penyelenggaraan yang berlangsung selama 3 (tiga) malam di Pendopo
Agung nDalem Mangkubumen Universitas Widya Mataram Yogyakarta pada
tanggal 27-29 Juni 2011 dengan mementaskan 6 (enam) kelompok/sanggar
wayang wong di Kota Yogyakarta merupakan salah satu upaya konservasi
seni tradisi wayang wong gaya Yogyakarta yang akhir-akhir ini sudah jarang
dipentaskan untuk umum. Salah seorang pengunjung/penonton Kaneko
Poetro yang selalu menyaksikan setiap gelaran budaya di Pendopo Agung
nDalem Mangkubumen menyebutkan bahwa pagelaran ini adalah yang
pertama kali diselenggarakan sejak tahun pertengahan tahun 1960-an.
DI sanggar tari menyelenggarakan program pendidikan keterampilan menari
sekaligus mengandung pendidikan nilai-nilai budaya Jawa. Setelah mengikuti
program pendidikan berupa kegiatan pelatihan (kursus) tari, siswa diharapkan
mampu terampil dan luwes dalam menari sesuai dengan iringan dan karakter
tari yang dibawakan. Lebih dari itu siswa diharapkan mampu
mengembangkannya, baik sebagai penari maupun pengajar tari. Program
pendidikan dibagi menjadi beberapa kelas yang dibedakan menjadi tari putra
dan putri. Pembelajaran tari yang ditempuh selama tiga tahun melalui
pentahapan yaitu, tahap dasar, tahap terampil, dan tahap mahir.
Pendidikan kesenian sangat penting sebagai pembentuk watak dan mental
anak. Pendidikan dan pengalaman tari memberikan manfaat secara pribadi,
sosial, kebudayaan, maupun kreativitas. Seni tari seperti cabang seni lainnya,
memberikan kesenangan dan kegembiraan pada pelakunya. Gerakan tari
dilakukan oleh seluruh tubuh secara intelektual, emosional, dan fisikal, tari
merupakan sarana yang ideal untuk menumbuhkan kesadaran diri,
perkembangan diri, dan rasa percaya diri pada anak-anak. (Sal Murgiyanto,
2004).
- 142 - Model Pendidikan Karakter

Persepsi anak mulai meningkat ketika dapat melakukan rangkaian gerak


sesuai dengan irama iringannya. Jika diajarkan secara kreatif, tari dapat
menumbuhkan imajinasi anak, dan dapat menjadi sarana pribadi anak untuk
mengkomunikasikan pengalaman realitasnya kepada orang lain dalam bentuk
gerak yang ritmis dan indah. Kegiatan kesenian tidak untuk dinikmati sendiri
oleh pelaku atau penciptanya. Dalam proses menari, baik penari maupun
penata tari mengkomunikasikan pengalaman pribadinya kepada orang lain,
sehingga terjadi komunikasi antara penari dan penonton, oleh karena itu tari
memasuki dimensi sosial. (Sal Murgiyanto, 2004).
Kegiatan tari selalu membutuhkan bantuan orang lain, yaitu penari, pemain
musik, penata panggung, penata cahya, perias, penata busana, bahkan
penjaga gedung dan pembersih tempat kegiatan itu diselenggarakan. Dapat
dikatakan tari merupakan kegiatan kesenian yang menjadi wadah sosialisasi
anak-anak, dan menggugah kesadaran posisinya dalam kelompok ketika
menari, secara tidak langsung mereka belajar menempatkan diri di tengah
masyarakat.
Secara garis besar, terdapat 2 (dua) aliran/gaya/gagrak Wayang Wong yaitu :
i). Gagrak Surakarta serta ii). Gagrak Mataram/Yogyakarta. Bagi sebagian
besar masyarakat umum, kedua gaya tersebut tidak terlalu berbeda. Namun
bagi mereka pemerhati seni wayang orang seperti yang diungkapkan Drs.
Suparna (Kepala Seksi . Seni dan Cagar Budaya Dinas Pariwisata-
Kebudayaan Kota Yogyakarta) ada beberapa hal yang bisa dibedakan secara
gampang oleh masyarakat awam yakni :
a. Wayang wong gaya Mataram menggunakan istilah Wayang Wong
sementara untuk Surakarta menggunakan istilah Wayang Orang.
b. Dalam pementasannya, Wayang Orang lebih terkesan glamour, meriah,
dengan tata panggung yang cukup mewah (biasanya dipergelarkan dalam
gedung dengan tata panggung yang lengkap), sementara Wayang Wong
gagrak Yogyakarta terkesan lebih agung/anggun dalampenampilan tanpa
terlalu memperhatikan tata panggung, bahkan bisa digelar di sebuah
pendopo tanpa backdrop yang berlebihan.
Budaya Masuk Kampus - 143 -

c. Alur ceritanya masih sama dengan menggunakan pakem Ramayana dan


Mahabarata, namun pada Wayang Wong gagrak Yogyakarta lebih banyak
dipengaruhi oleh gaya bahasa Banyumasan.
d. Paling sederhana membedakan keduanya dalah penggunaan jemparing
dimana untuk Wayang Wong menggunakan anak panah yang terikat pada
busurnya, sementara Wayang Orang Surakarta, anak panah terlepas dari
busurnya.
Perbedaan tersebut bukanlah hal yang mendasar sebagai kekayaan
khasanah budaya yang ada di masyarakat, yang justru menguatkan dan
menambah keragaman budaya yang ada.
1. Retno Aji Mataram Yogyakarta.
Paguyuban Seni Tari dan Karawitan pimpinan KRT Sunaryadi Maharsiworo
SST.M.Sn. mementaskan lakon Ciptoning Mintaraga dengan pemain
wayang wong paling kecil berusia 10 tahun sementara pemain paling tua
berusia 60 tahun. Dalam gelaran tersebut, Sanggar Retno Aji Mataram
membawa bintang tamu penari terkenal Didik Nini Thowok.
Naskah garapan Guntur Widiatmaka HS ini mengisahkan situasi kahyangan
(langit) yang darurat karena para dewa di kahyangan terdesak Prabu
Newatakawaca yang ingin memperistri Bathari Supraba. Para dewa tidak
mau mendengar suara rakyat kahyangan. Merasa tidak ada jalan lain, pada
dewa meminta bantuan pada Begawan Suciptaning Mintaraga (Raden
Harjuna) untuk mengalahkan Prabu Newata Kawaca. Raden Harjuna
menerima permintaan dari para dewa itu tanpa pamrih. Inilah sikap ksatria
utama. Berbeda dengan pemimpin jaman sekarang yang harus banyak
berfikir untuk membantu rakyatnya meski hanya sedikit saja. ditugaskan
penguasa. Beda dengan sifat pemimpin yang harus berpikir ulang ketika
harus memberi bantuan sedikit saja bagi rakyatnya. Dengan kepandaian dan
kesaktian berperang yang dimiliki Raden Harjuna, Prabu Dewatakawaca
berhasil dikalahkan. Raden Harjuna akhirnya memperistri Bathari Supraba
sebagai balas jasa para dewa di kahyangan. (naskah pementasan terlampir)
- 144 - Model Pendidikan Karakter

Gambar 19. Cantrik dalam lakon Ciptoning Mintaraga oleh Paguyuban Tari Retno Aji
Mataram yang diperankan anak-anak usia 10-12 tahun. (foto : kiem)
Pesan Moral. Pemimpin tidak boleh segan mendengarkan
nasihat atau aspirasi masyarakat jika memang memiliki
kebenaran. Namun sebaliknya, jika pemimpin menghilangkan
peran masyarakat hingga tak mau lagi untuk sekedar
mendengar uneg-unegnya, tinggal menunggu masa
kehancuran itu tiba. Sebab sesungguhya pemimpin merupakan
pengejawantahan amanat rakyat.
2. Yayasan Siswa Among Beksa Yogyakarta.
Sanggar tari dan karawitan yang berdiri sejak tahun 1952 saat ini dipimpin
oleh KRT Pujaningrat (Romo Dinusatomo). Pada pagelaran tersebut,
Yayasan Siswa Among Beksa mementaskan lakon Sri Tumurun yang
merupakan naskah karya KRT. Wiraningrat.
Dikisahkan, sang Hyang Btara Guru memerintahkan pada Btara Narada
menemui Btara Wisnu untuk menyampaikan pesan bahwa Btara Wisnu harus
dipenjara karena telah berbuat Sedeng Nyidra Asmara dengan Dewi Sri
Budaya Masuk Kampus - 145 -

Sekar. Di lain pihak, Karungkala bermaksud meminang Dewi Sri Sekar


namun keinginannya ditolak Dewi Sri Sekar karena telah jatuh hati pada
Btara Wisnu.
Karungkala yang dibantu oleh laskar Bajubarat berperang dengan Btara
Wisnu yang dibantu oleh para Dewa. Dalam peperangan tersebut, Btara
Wisnu dapat mengalahkan Karungkala dan prajuritnya. Akhirnya Btara Wisnu
mendapatkan Dewi Sri Sekar, namun atas sabda dari Hyang pada wenang,
melalui Btara Narada bahwa sudah saatnya Dewi Sri turun ke Marcapada,
dan turunnya Dewi Sri ke bumi di Mangopada dengan disaksikan oleh para
Dewa.

 
Gambar 20. Sanggar Tari Yayasan Siswa Among Beksa tampil dalam lakon Sri
Tumurun di nDalem Mangkubumen-UWMY. (foto : Rio)
Pesan Moral. Kebenaran harus ditegakkan apapun resiko dan
pengorbanannya. Pesan moral ini sejalan dengan prinsip
- 146 - Model Pendidikan Karakter

hukum yang pernah disampaikan oleh Lucius Calpurnius Piso


Caesoninus (43 SM): Fiat justitia ruat coelum, hendaklah
keadilan ditegakkan, walaupun langit akan runtuh.
3. Sanggar Seni Irama Tjitra Yogyakarta.
Sanggar seni yang berdiri sejak tahun 1949 saat ini dipimpin oleh Drs.
Sunardi mementaskan lakon Aji Candrabirawa yang merupakan naskah karya
Drs. Sunardi.
Dikisahkan, jejaka muda yang bernama Narasoma adalah putra Prabu
Mandrapati raja dari Negara Mandraraka atau Madras. Ia adalah sosok
pemuda yang cerdas dan berilmu tinggi. Walaupun ia mempunyai watak suka
pamer, rakyat Mandaraka memakluminya, karena memang pada diri
Narasoma banyak hal yang dapat dipamerkan, termasuk juga
ketampanannya. Ia diangkat menjadi putra mahkota dan disiapkan menjadi
raja Negara Mandraraka. Selain Narasoma, Prabu Mandrapati mempunyai
anak perempuan bernama Dewi Madrim. Narasoma sangat menyayangi
adiknya, demikian juga Dewi Madrim sangat manja kepada kakaknya.
Pada suatu siang, ketika sedang dalam perjalanan bersama adiknya,
Narasoma dicegat oleh seorang pandeta berjubah putih, bermuka buruk
seperti raksasa. Pendeta tersebut mengaku bernama Bagaspati dari
pertapaan Hargabelah dan berniat mengambil menantu Narasoma untuk
dijodohkan kepada Dewi Setyawati putrinya. Hal tersebut dilakukuan oleh
Bagaspati karena ciri-ciri yang ada pada Narasoma sesuai dengan ciri-ciri
ksatria yang menemui putrinya di dalam mimpi. Narasoma menolaknya
karena mempunyai anggapan bahwa putri Begawan Bagaspati buruk rupa
seperti bapaknya.
Demi menuruti permintaan putri satu-satunya yang sangat dikasihi, Begawan
Bagaspati terpaksa menggunakan cara paksa untuk membawa Narasoma ke
hadapan putrinya. Narasoma mencoba melawan Bagaspati. Namun ternyata
kesaktian Narasoma tidaklah banyak berarti berhadapan dengan Bagaspati.
Dengan tidak membutuhkan waktu lama Bagaspati dapat menguasai
sepenuhnya Narasoma, dan membawanya ke pertapaan Hargobelah.
Budaya Masuk Kampus - 147 -

Sesampainya di Hargobelah bersama dengan Madrim adiknya, Narasoma


dipertemukan dengan Dewi Setyawati. Tidak seperti yang dibayangkan
Narasoma, ternyata Dewi Setyawati sangat cantik jelita. Narasoma jatuh hati
pada pandangan pertama. Dewi Madrim adiknya mendesak agar Narasoma
segera meminang Dewi Setyawati. Namun sayang, sifat sombong dan suka
pamer yang dimiliki Narasoma menghalangi cintanya kepada Dewi Setyawati.
Narasoma enggan untuk meneruskan cintanya karena malu mempunyai
mertua yang buruk muka.

Gambar 21. Lakon Aji Tjandra Bhirawa yang dimainkan oleh Sanggar Seni Irama
Tjitra Yogyakarta dalam Pekan Budaya Masuk kampus 2011. (foto :
Rio)
Dewi Setyawati bersedih, gara-gara orang tuanya yang berwajah raksasa,
pujaan hatinya tidak mau meminang dirinya. Bagaspati mengetahui
kesedihan putrinya. Oleh karenanya ia rela mengorbankan dirinya demi
kebahagiaan putrinya terkasih. Maka diberikannya hidupnya dan sekaligus
mantra sakti aji Candrabirawa kepada Narasoma asalkan Narasoma mau
menyunting putrinya.
- 148 - Model Pendidikan Karakter

Pada saat mengakhiri hidupnya Bagaspati masih diperkenankan


menyaksikan kebahagiaan putrinya di pelaminan berdampingan dengan
pujaan hatinya Narasoma.
Narasoma memboyong Dewi Setyawati di negara Mandaraka. Setelah
menjadi raja Narasoma memakai gelar Prabu Salya. Sebagai penghargaan
kepada mertuanya yang rela mengorbankan dirinya dan memberikan aji
Candrabirawa, Prabu Salya mengangkat Dewi Setyawati menjadi satu-
satunya prameswari dan berjanji akan setia pada pasangannya sampai mati.
Pasangan Salya dan Setyawati dianugerahi lima anak yakni: Dewi Erawati,
Dewi Surtikanti, Dewi Banowati, Raden Burisrawa dan Raden Rukmarata.
Pesan Moral. Kasih sayang orang tua pada anaknya sepanjang
jalan seperti ditunjukkan oleh Resi Bagaspati, sepanjang hidupnya
bahkan jika perlu pengorbanan jiwa dan raganya akan dipertaruhkan
asalkan anak mendapatkan kebahagiaan. Sudah sepatutnyalah jika
kita berbakti pada kedua orang tua.
4. YPBSM Pujokusuman Yogyakarta.
Yayasan Pamulang Beksa Sasmita Mardawa Pujokusuman dibentuk pada
tahun 1992 merupakan gabungan dari sanggar tari Mardawa Budaya yang
dibentuk tahun 1962 serta sanggar tari Pamulang Beksa Yogyakarta yang
didirikan pada tahun 1976. Dengan dipimpin oleh Siti Sutiyah. S.Sn, YPBSM
mementaskan lakon/naskah Gatotkaca Lahir yang digarap oleh Siti Sutiyah
merangkap sutradara.
Gatotkaca lahir mengisahkan tentang kelahiran Gatotkaca anak Bimasena
(Werkudara). Di khayangan Jongring Salaka, Bthara Guru dan para Dewa
merasa prihatin karena adanya serangan Ditya Sekipu utusan Prabu Pracona
dari kerajaan Gilingwesi.
Naga Pracona bukanlah sembarang sembarang makhluk, dia adalah raja
yang mempunyai kesaktian mumpuni dan bisa dikatakan sama bahkan sedikit
diatas diatas para dewa, jelas sangat merepotkan barisan dewa-dewa yang
dipimpin oleh Batara Indra dalam menghadapi nya. Serangan petir Bthara
Budaya Masuk Kampus - 149 -

Indra tidak ubahnya lemparan daun-daun kering dari anak-anak, kobaran api
Bthara Brahma hanya menjadi menjadi mainan saja.
Bthara Narada memberikan pendapat bahwa di Ngarcapada terdapat bayi
yang mempunyai kelebihan dan tidak dapat dipotong ariari pusarnya. Bayi
tersebut diharapkan bisa dijadikan andalan/jago para Dewa. Bthara Guru
merapal mantra dan melihat Kaca Trenggana, diperoleh keterangan bahwa
yang bisa mengalahkan Naga Pracona hanyalah Jabang Tutuka anak Bima
yang baru lahir. Selanjutnya Bthara Guru memerintahkan Bthara Narada
untuk memberikan senjata darinya yang bernama panah Konta Wijayadanu
kepada Arjuna untuk memotong ari-ari Jabang Tutuka dengan imbalan bayi
tersebut harus menjadi panglima perang mengahadapi Naga Pracona.

Gambar 22. Lakon Gatokaca Lahir dimainkan oleh YPBSM Pujokusuman


Yogyakarta dalam Pekan Budaya Masuk kampus 2011. (foto : kiem)
Setelah tali pusar dipotong dan dimasukkan kawah Candradimuka, bayi
tersebut kemudian diberinama Raden Gatotkaca. Kemudian Gatotkaca yang
dibantu Raden Narayana, para Pendawa dan para Dewa dihadapkan untuk
bertarung dengan Ditya Sekipu. Akhirnya Raden Gatotkaca dapat
mengalahkan Prabu Pracona dan pengikutnya. Karena jasanya yang besar
- 150 - Model Pendidikan Karakter

Raden Gatotkaca diangkat menjadi putra Bthara Guru dengan julukan Guru
Putra.
Pesan Moral. Manusia yang lahir ke dunia hendaknya bisa berguna
bagi orang lain, idealnya dari mulai menghirup nafas di bumi ini
hingga akhir hayatnya bisa berguna bagi orang lain. Kelahiran anak
sudah pasti menjadi kebanggaan dari orangtua, apalagi jika sang
anak benar-benar bisa berguna dan berjasa bagi sesama. Untuk
mencapai keberhasilan jangan segan-segan menempa kemampuan
anak sesuai dengan batas kemampuan anak tersebut, sehingga
bisa memaksimalkan seluruh bakat dan kemampuannya yang
terpendam, disamping itu tempaan yang diterima oleh anak akan
menjadikannya kuat, tabah dan dewasa dalam berfikir dan
bertindak. Selain itu jika memegang amanat handaklah bisa
dipercaya dan tepat memberikannya kepada tujuan yang benar,
jangan sampai salah menyampaikan amanat dikarenakan akan
menimbulkan malapetaka diakhir kemudian. Seluruh perjuangan
pasti membutuhkan pengorbanan.
5. Guntur Mataram Jakarta.
Sanggar Tari Guntur Mataram adalah sanggar tari yang dibentuk di Jakarta
oleh para alumnus sangar seni tari-karawitan yang saat ini mencari nafkah di
Jakarta. Untuk nguri-uri kabudayan serta sebagai penyaluran hobi, minat,
serta bakat mereka membentuk kelompok seni tari-karawitan yang rutin
berlatih. Pada pagelaran Wayang Wong gagrak Yogyakarta mereka
menampilkan beksan dengan lakon Anggodo-Antareja. Beksan ini
merupakan cuplikan dari sekuel Anggodo Duta.
6. Paguyuban Kesenian Suryo Kencono Yogyakarta.
Sebagai salah satu sanggar tari-karawitan yang masih eksis di Yogyakarta,
Paguyuban Suryo Kencono menampilkan lakon Palguna-Palgunadi yang
merupakan naskah karya RM. Sagitama. S.Sn dengan pimpinan produksi R.
Ay. Nurul Maliki.
Budaya Masuk Kampus - 151 -

Lakon ini termasuk lakon pakem yang popular, menceritakan tentang usaha
Prabu Palgunadi alias Bambang Ekalaya untuk dapat berguru pada Begawan
Durna.
Suatu hari ketika Bambang Ekalaya sedang berlatih memanah, seekor anjing
berburu menggonggonginya. Karena dianggap mengganggu, diambilnya
tujuh buah anak panah, dipasangnya pada busurnya, dan dengan sekali
bidik, ketujuh anak panah itu melesat lalu menancap tepat ke moncong anjing
itu. Tidak lama kemudian, datanglah pemilik anjing itu. la ternyata Arjuna.
Waktu itu Arjuna memang sedang berburu ditemani anjingnya. Ketika melihat
anjingnya mati dengan tujuh buah anak panah menancap sekaligus di
moncongnya, ia sangat marah.

Gambar 23. Perang tanding Bambang Ekalaya melawan Arjuna dalam lakon
Palguna-Palgunadi yang dimainkan oleh Paguyuban Kesenian Suryo
Kencono, 29 Juni 2011. (foto : kiem)
Namun, selain marah Arjuna juga merasa keahliannya memanah kini tersaing
oleh seseorang. Sebagai orang yang selama ini dikenal paling ahli memanah.
Arjuna tidak sanggup membidik sasaran dengan sekaligus tujuh buah anak
panah seperti yang dilakukan oleh pembunuh anjingnya. Karena itu dengan
- 152 - Model Pendidikan Karakter

hati amat penasaran Arjuna mencari orang itu. Setelah berjumpa dengan
orang, yang ternyata tampan nggak kalah darinya, Arjuna mendapat
keterangan bahwa si Pemanah bernama Ekalaya dari negeri Nisada.
Palgunadi memiliki istri yang cantik jelita bernama Dewi Anggraini.
Cinta berjuta rasa selaksa warna, karena cinta orang yang semula jahat bisa
menjadi baik, begitupun karena cinta seorang ksatria utama tega bisa
menghalakan segala cara untuk mendapatkan cintanya. Secara kebetulan
suatu saat Arjuna berjumpa dengan Dewi Anggraini, istri Prabu Palgunadi.
Melihat kecantikannya, Arjuna jatuh cinta, tetapi wanita cantik itu ternyata
tidak melayani rayuan Arjuna. Ketika Arjuna mengejar-ngejar Dewi Anggraini,
perbuatannya dipergoki oleh Aswatama, putra Begawan Durna. Aswatama
menegur Arjuna, tetapi ksatrja tampan itu tidak peduli, dan mereka pun
berkelahi.
Kesempatan itu digunakan Anggraini untuk lari pulang ke Kerajaan
Paranggelung dan mengadukan perbuatan Arjuna terhadap dirinya. Namun,
Palgunadi tidak percaya. Sepengetahuannya Arjuna adalah ksatria utama,
tidak mungkin melakukan perbuatan nista seperti yang dilaporkan istrinya.
Palgunadi bahkan menuduh Anggraini sengaja mengadu-adu dirinya agar
bermusuhan dengan Arjuna, dan bilamana ia mati - akan ada alasan bagi
Anggraini untuk bisa diperistri Arjuna. Prasangka buruk Palgunadi kepada
Anggraini ini akhirnya lenyap setelah Aswatama datang dan membenarkan
pengaduan istri Palgunadi itu.
Karena sudah jelas persoalannya, Palgunadi lalu mendatangi Arjuna dan
menantangnya. Tantangan ini dilayani, walaupun sebenarnya hati kecil
Arjuna merasa bersalah. Palgunadi alias Ekalaya akhirnya gugur dalam
perang tanding itu. Kekalahan Pagunadi tidak terlepas dari peran Begawan
Durna untuk memotong jempolnya sebagai bentuk bakti seorang murid
kepada gurunya, meskipun Bambang Ekalaya tidak pernah berguru pada
Begawan Durna. Dengan hilangnya satu jari tersebut, kemahiran memanah
Palgunadi menjadi berkurang sehingga dapat dikalahkan oleh Arjuna.
Budaya Masuk Kampus - 153 -

Mendengar gugurnya Palgunadi yang dikalahkan Arjuna, Dewi Angraini


melakukkan bunuh diri sebagai bentuk kecintaannya pada suaminya
Bambang Ekalaya/Palgunadi.
Pesan Moral. Kesetian yang ditunjukkan Dewi Anggraini pada
suaminya Bambang Ekalaya adalah wujud orang yang memegang
teguh prinsip sehingga sampai mati pun dipilihnya untuk memegang
teguh kesetiaan tersebut. Kesetian Bambang Ekalaya pada gurunya
(Resi Durna) ditunjukkan dengan memotong salah satu jarinyaatas
permintaaan sang Resi. Kesetiaan harus dipegang teguh meskipun
banyak tawaran harta-benda yang menggiurkan. Begitupun
kecintaan kita pada bangsa dan negara (nasionalisme) harus
dipertahankan sampai titik darah penghabisan, layaknya kesetiaan
Dewi Anggraini yang memilih mati untuk menyusul suaminya
sebagai bentuk kecintaannya yang tidak bisa dibeli dengan apapun.
¾ Hadroh
Hadroh adalah kesenian lokal yang harus dipertahankan dan termasuk drum
ensemble yang biasa digunakan sebagai iringan untuk menyanyikan
nyanyian puji-pujian. Kesenian ini terdiri dari beberapa rebana antara 8 atau
bahkan 10 rebana yang dimainkan dalam musik ensemble ini. Para pemain
memainkannya dengan cara memukul dengan tangan kosong. Hal inilah yang
berdampak dalam memperlancar peredaran darah. Selain bernilai sejarah,
ternyata kesenian ini juga dapat memberikan dampak – dampak positif lain.
Pada malam terakhir PBMK digelar Pentas Seni Lintas Agama dan
Keyakinan dengan mengundang Keluarga Mahasiswa Hindu Dharma UGM,
Paduan Suara Gereja Pugeran Yogyakarta, chadroh Kompleks Q Ponpes al-
Mounawwir Krapyak Yogyakarta, serta Lumbung Artema. Tujuannya adalah
untuk mencoba membuka ruang-ruang dialog antar umat beragama melalui
pementasan seni sehingga kerukunan serta toleransi antar umat beragama
dapat tercapai secara mengalir dengan menempatkan kesejajaran umat
manusia.
- 154 - Model Pendidikan Karakter

Pada pentas seni ini, hanya Lumbung Artema dan Komplek Q Ponpes al-
Mounawwir yang bisa hadir, sementara dua grup lainnya dengan alasan yang
tidak bisa ditinggalkan mundur menjelang acara pementasan dimulai.
Hadroh Komplek Q al-Mounawwir dengan nama Tsamrotul Muna lahir dari
pemikiran para santri- santri sejak adanya program dari bidang Bakat dan
Minat yang sekarang bernama PSDM (pengembangan Sumberdaya Manusia
) yang bertugas menggali, menampung dan memvasilitasi bakat dan minat
yang di miliki para santri, salah satunya di bidang seni sholawat dan Hadroh.
Awalnya group ini mengusung lagu kosidah, seiring berjalannya waktu
menjadi sholawat qudsiyah dan sekarang mulai mencoba membuat inovasi-
inovasi baru.

Gambar 24. Penampilan hadroh Tsamrotul Muna Komplek Q Ponpes al-Mounawwir


Krapyak dalam Pentas Seni Lintas Agama dan Keyakinan Pekan
Budaya Masuk Kampus. (foto : kiem)
Hadroh Tsamrotul Muna yang terdiri dari 10 personil 4 vokalis dan 6 anggota
pada alat, semula menggunakan musik Qudsiyah dengan alat musik rebana
klasik. Dalam perjalan waktu sempat mengalami pergantian beberapa
Budaya Masuk Kampus - 155 -

personil sampai pada format sekarang yaitu 3 (tiga) pada vokal dan 6 (enam)
orang pada alat.
Berawal dari sebatas perkumpulan anak- anak yang gemar terhadap musik
hadroh sampai akhirnya membentuk sebuah grup yang diberi nama
Tsamrotul Muna dengan bimbingan seorang pelatih. Step by step
berkembang mulai berani mengisi tiap acara intern pondok, sampai akhirnya
berani keluar mencoba mengikuti berbagai event lomba dan menerima
berbagai undangan manggung. Beberapa prestasi yang telah diraih
Tsamrotul Muna diantaranya Juara I se- DIY thn 2009, Juara III se- DIY
tahun 2010, Juara I se- DIY tahun 2011 Lomba Hadroh tingkat Prop. DI
Yogyakarta.
Selain bertujuan melestarikan seni musik pesantren, ada juga hal lain yang
ingin disampaikan pada para sntri generasi muda tentunya bahwa kita
memiliki seni bermusik tradisi islami sebagai sarana kita bersholawat serta
media dakwah. Sukur-sukur jika khazanah musik rebana atau hadroh ini
mampu merambah ke dunia luar tidak hanya ramai di kalangan pesantren
saja.

8. Seminar Budaya
Seminar Kebudayaan dengan tema Reinterpretasi-rekonstruksi Budaya
Konstruktif yang menghadirkan penulis novel Cerita Wayang Pitoyo Amrih
dengan memaparkan makalah dengan judul Wayang Membangun Budaya
Konstruktif Bangsa. Rencananya dalam seminar menghadirkan Octo Lampito
(pimred KR) dan Kingkin Teja Angkasa (antropolog Kolese de-Britto), namun
adanya urusan mendadak yang tidak bisa ditinggalkan, kedua pemakalah
tersebut berhalangan hadir. Acara seminar budaya yang dipandu oleh
moderator AB Widyanta (sosiolog muda lulusan UGM) berlangsung pada
tanggal 28 Juni 2011 di Gedung Nehru.
Pitoyo Amrih dilahirkan di Semarang pada tanggal 13 Mei 1970.
Menyelesaikan pendidikan sarjana Teknik Mesin Institut Teknologi Bandung
pada tahun 1993, kemudian sempat hidup di Jakarta, Pekanbaru, dan saat ini
- 156 - Model Pendidikan Karakter

menekuni profesi utama di bidang engineering di sebuah perusahaan farmasi


di Solo.
Pitoyo kembali menggali ingatannya akan falsafah Jawa yang diperolehnya
dari kisah wayang di masa kecil dulu, ketika mendapati bahwa ilmu
pengembangan diri modern, seharusnya hanya menjadi pelengkap bagi nilai-
nilai kearifan lokal. Nilai budaya kearifan lokal yang seharusnya menjadi hal
utama dalam pengembangan diri, saat ini seperti asing di negeri sendiri.
Pitoyo mulai menulis buku yang mencoba mengangkat kembali falsafah dan
nilai kearifan budaya Jawa yang tersalut dalam kisah-kisah Dunia Wayang.
Pitoyo juga punya obsesi tersendiri untuk menulis sequel kisah dunia wayang
versi Yoyakarta-Surakarta dalam bentuk novel secara lengkap sejak dari
jaman para dewa, masa Harjunasasra, kejayaan Sri Rama, kisah
Mahabarata, sampai dengan perang besar Baratayudha, kejayaan dan
keruntuhan Parikesit, agar selain kisah itu menjadi lestari, juga nilai falsafah
Jawa itu bisa tersampaikan ke generasi selanjutnya.
Dan pendekatan yang dia lakukan sebagai pembeda dengan buku-buku
wayang serupa lainnya adalah, pada pilihan mengambil cerita kehidupan
detail imajinatif tokoh-tokoh dunia wayang yang dia anggap bisa memberikan
inspirasi bagi kehidupan kita manusia. Itulah mengapa Pitoyo Amrih selalu
memberi penekanan bahwa novel Dunia Wayang yang dia tulis, adalah
sebuah kisah inspiratif. Dan baginya, kisah inspiratif tidak harus dari
perjalanan tokoh protagonis yang watak baiknya memang bisa menjadi
tauladan menjalani hidup, tapi juga pada tokoh antagonis ataupun tokoh
kontroversial, dimana justru dari kekeliruan-kekeliruan jalan hidupnyalah kita
juga bisa memetik hikmah pelajaran dan inspirasi agar tidak melakukan
kesalahan yang sama.
Budaya Masuk Kampus - 157 -

Gambar 25. Diskusi Budaya dengan tema: Reinterpretasi dan Rekonstruksi Budaya
Konstruktif, di Gedung Nehru UWMY 28 Juni 2011. (foto : kiem)
Pitoyo Amrih memulai pemaparan tentang definisi wayang kemudian
melompat mencoba memahami arti terminologi “Budaya Konstruktif Bangsa”.
Dalam hal ini Pitoyo Amrih mencoba menyamakan persepsi akan arti sebuah
nilai. Nilai yang dalam ranah individu selalu dikonotasikan pada paradigma
atau persepsi seseorang yang sebuah kebenaran. Sebuah kondisi “yang
seharusnya” bagi setiap orang adalah “Nilai” yang dimiliki orang tersebut.
Sehingga kemudian nilai dapat coba kita tarik definisinya berupa :
• Nilai Pribadi, yaitu konsensus akan sebuah benar dan salah dari masing-
masing pribadi manusia.
• Nilai Etika, Hukum, atau Norma masyarakat, dimana konsensus tersebut
bisa terdefinisi secara kolektif sehigga membentuk benar-salah bagi
sebuah kelompok, baik skala beberapa individu, maupun kelompok
masyarakat yang kemudian membentuk bangsa.
• Nilai Agama. Peserta diskusi di ajak untuk sedikit membuat garis pemisah
antara agama yang memiliki sifat mutlak karena merupakan wahyu Ilahi,
- 158 - Model Pendidikan Karakter

dengan nilai agama yang berisi muatan hasil pemahaman, persepsi,


paradima dan penafsiran individu-individu.
• Nilai Budaya, adalah nilai hasil budi daya manusia yang bila beruntun tak
terputus dalam kurun waktu tertentu bisa membentuk Nilai Peradaban,
yang mungkin menjadi rujukan bagi Nilai Etika, Hukum dan Norma.
Dari jabaran tersebut Pitoyo berusaha membawa peserta diskusi untuk fokus
pada nilai budaya, dimana hal ini bila kita renungi merupakan salah satu
produk budaya konstruktif bangsa. Nilai budaya kita pastilah dipelajari,
ditelaah, dan ditafsirkan dari sejarah peradaban bangsa kita sendiri. Sebuah
nilai karena pasti memuat penglihatan benar-salah, pastilah bersisi hal-hal
yang bersifat konstruktif, hal-hal yang akan membawa kita pada sesuatu yang
lebih baik. Sehingga Nilai Budaya Bangsa adalah salah satu Budaya
Kostruktif Bangsa. (makalah seminar terlampir)
E. Catatan Pelaksanaan Pekan Budaya sebagai Bagian dari Pendidikan
Karakter di UWMY
Di tengah arus informasi dan globalisasi saat ini yang hampir-hampir
tidak mengenal batas negara, pendidikan karakter dan budaya menjadi
hotspot pembicaraan di berbagai ranah. Dunia pendidikan menjadi salah satu
yang memegang peranan penting, mengingat di dunia pendidikan akses
informasi dan teknologi terhadap isu yang berkembang dianggap cukup
memadai. DI samping itu, pendidikan karaktek adalah proses yang berjalan
seumur hidup bahkan mungkin sepanjang perkembangan peradaban
manusia untuk menyikapi segala perubahan yang terjadi sehingga kehidupan
berjalan dalam keselarasan. Inilah salah satu makna penting dari
pelaksanaan pendidikan karakter di bangku sekolah, menyediakan sarana-
prasarana pendidikan karakter yang berimbang bagi civitas akademikanya
maupun bagi masyarakat luas.
Menyadari dinamika yang terus berkembang, dunia pendidikan pun
harus selalu tanggap terhadap perubahan yang terjadi sehingga dapat
mengantisipasinya dengan lebih dini, proporsional, rasional, obyektif,
sehingga proses serta luaran yang dihasilkan adalah sebuah proses yang
Budaya Masuk Kampus - 159 -

runtut melalui proses berpikir yang kritis, analitis, obyektif, dan berdayaguna
di dalam menyikapi setiap dinamika perubahan di masyarakat.
Begitupun, pelaksanaan pendidikan karakter di civitas akademika
UWMY hingga saat ini masih terus dijalankan dengan memperhatikan aspek
sosio-kultural-intelektual yang ada di dalamnya. Upaya ini memerlukan
kerjasama antara mahasiswa dengan seluruh civitas akademika yang ada
dan juga rentangan tangan bersama dari masyarakat.
Mengenai pelaksanaan pendidikan karakter selama ini di UWMY,
Retno Kusumawiranti (dosen jur. Administrasi Negara Fisip UWMY)
memberikan gambaran adanya beberapa mata kuliah yang mengajarkan
etika yang diharapkan bisa mengembangkan soft skill mahasiswa, seperti
Etika Adminitrasi Publik, praktikum dan seminar, filsafat budaya mataram.
Dengan kurikulum praktikum dan seminar akan memperkecil terjadinya
praktik plagiasi atau penyontekan, karena ada proses pembimbingan,
presentasi penguasaan materi dan masukan untuk revisi dari dosen atau
audien yang lain. Ini merupakan upaya penanaman budaya akademik yang
jujur dan sportif melalui kurikulum. Diharapkan upaya ini sebagai pencegahan
terjadinya plagiasi.
Kurikulum disusun tidak semata memenuhi kebutuhan pasar kerja,
tetapi juga bisa menggali potensi mahasiswa, ketika potensi itu diberikan
ruang untuk diekspresikan, maka mereka akan leluasa menyalurkan bakat
dan minatnya. Jadi kurikulum harus bisa mewadahi potensi mahasiswa
sekaligus membentuk karakter yang baik bagi mahasiswa.
Mengukurnya memang sulit apakah kurikulum tersebut sudah bisa
menghasilkan karakter mahsiswa yang baik atau belum, namun setidaknya
proses pembentukan kejujuran bisa terlihat pada hasil akhir pembelajaran,
yaitu skripsi. Skripsi adalah cermin diri dan cermin intelektualitas mahasiswa.
Di UWMY, dengan rasion dosen:mahasiswa setiap dosen bisa mengenal
betul masing-masing mahasiswa, karena jumlahnya tidak terlalu banyak,
rasio mahasiswa dan dosen rata-rata adalah sebagai berikut :
- 160 - Model Pendidikan Karakter

2006 / 2007 2007 / 2008 2008 / 2009 2009 / 2010


1 : 27 1 : 30 1 : 31 1 : 24 1 : 30 1 : 19 1 : 25 1 : 24
Setiap satu dosen menjadi pembimbing akademik 20-30 mahasiswa.
Rasio dosen dan mahasiswa ini menyebabkan kedekatan antara mahasiwa
dan dosen relatif dekat, kemampuan dan intelektualitasnya cenderung
dipahami secara mendalam oleh dosen, sehingga bisa dilihat pada hasil
karya ilmiah mahasiswa. Mahasiwa yang kurang pintar dan terlihat kurang
banyak membaca, namun ketika menulis skripsi bagus dan sangat cepat,
sudah dipastikan bukan karyanya sendiri, mungkin dibuatkan atau bahkan
membeli. Dengan memperhatikan hal-hal tersebut memudahkan dosen
melakukan proses pembimbingan, dosen akan meminta mahasiswa
mengganti skripsinya atau direvisi. Hasil penanaman kejujuran bisa dipetik
pada akhir studi. Pada titik inilah, salah satu pendidikan karakter diperguruan
tinggi terbentuk.
Harapan Masyarakat atas Budaya Masuk Kampus
Ada harapan dari masyarakat terhadap pelaksanaan Pekan Budaya
Masuk Kampus. Drs Pardiman Djojonegoro, seniman dan budayawan dari
acapela Mataraman memberikan catatan khusus sebagai berikut :
Saya memberi apresisasi yang setulus-tulusnya kepada Universitas
Widya mataram yang telah membuat program Budaya Masuk
Kampus yang salah satu progamnya menyelenggarakan festival
Ketoprak bocah 2011. Di Yogya, event lomba ketoprak yang
melibatkan anak tersebut bisa dibilang pertama kali digelar. Karena
dengan digelarnya event tersebut berarti Universitas Wiidya
Mataram tidak hanya peduli, tapi juga cermat dalam memilih tema,
...peduli pada lunturnya sikap kebangsaan pada akhir-akhir ini dan
cermat karena membidik seni tradisi sebagai media pendidikan
karakter building..., justru disaat seni tradisi banyak dibiarkan
termangu di sudut kebudayaan, padahal kita semua tahu dalam seni
tradisi syarat akan sebuah norma dan nilai luhur yang mungkin bisa
mengantar bangsa ini menjadi besar.
Budaya Masuk Kampus - 161 -

Keberhasilan Widya Mataram adalah dalam hal menjaring akses


dengan para donator dan para sponsorsip dibuktikan dengan banyak
ragam pemberi hadiah atau piala Mulai dari Gubernur hingga Bupati,
dengan begitu betapa Widya Mataram mendapat suport yang luar
biasa dari berbagai fihak salah satunya pemerintah.
Yang menjadi catatan adalah event tersebut kurang semarak, karena
kebetulan penyelenggaraannya bertepatan dengan bulan – bulan
sibuk karena di Yogya bersamaan dengan banyak event yang
digelar mulai dari FKY sampai Festival Gamelan sehingga sangat
disayangkan banyak stan-stand yang menarik tetapi tidak sempat
diapresiasi oleh masyarakat. Termasuk penyelenggaraan festifal
ketoprak bocah yang seharusnya pesertanya melimpah dan
antusias karena mempunyai magnet yang kuat yaitu piala dari
Gubernur dan Bupati.
Info yang saya dengar banyak sekali SD yang pengin ikut tapi
karena informasi baru mereka dapatkan seminggu sebelum hari HA.
Mereka memutuskan tidak ikut karena waktu Seminggu terlalu
singkat untuk menyiapkan pruduk seni tradisi apalagi ketoprak anak-
anak. Karena banyak norma dan unggah-ungguh yang harus hadir di
pertunjukan itu.
Alangkah baiknya jika penyelenggaraan yang akan datang sosialisai
program bisa lebih panjang waktunya, minimal 3 (tiga) bulan
sebelum atau setahun sebelum sehingga mempunyai prepare waktu
yang panjang. dan lebih baik lagi bekerja sama dengan fihak terkait
dan para seniman untuk mengemasnya sehingga acara itu bisa
mempunyai arti yang lebih.
Dengan segala kelebihan dan kekurangannya yang perlu dicatat
adalah Widya Mataram telah mengisyaratkan kepada masayarakat
Yogya bahwa Widya Mataram menjadi salah satu kampus yang
peduli pada budaya dan peduli akan sebuah nilai yang harusnya bisa
mengantar bangsa (baca : INDONESIA) yang kita sayangi ini
menjadi salah satu mercusuar dunia.
- 162 - Model Pendidikan Karakter

Bondan Nusantara, pelaku dan pegiat kethoprak tradisional


Yogyakarta yang terlibat membantu dalam mempersiapkan lomba kethoprak
anak-anak memberikan apresiasi postif atas penyelenggaraan lomba tersebut
sebagaimana diungkapkan : “...saya apreciate dengan kegiatan Pekan
Budaya Masuk Kampus yang diselenggarakan oleh Universitas Widya
Mataram Yogyakarta. Budaya merupakan sarana keakraban dan
pembentukan karakter sangat diperlukan di jaman yang kian global dan
pragmatis, dan individual. Adanya lomba tersebut mengajarkan anak sedini
mungkin bekerjasama dalam tim, bersosialisasi, berinteraksi dengan
lingkungan. Inilah semangatnya, sportivitas. Dan dengan adanya lomba
kethoprak, ada rentangan bersama-sama dari berbagai pihak untuk
mengembalikan anak-anak pada kodratnya yakni dunia bermain dalam
permainan anak-anak...”
Sementara Kaneko Poetro (65 tahun), pengunjung dari Gamping-
Sleman yang pernah tinggal di nJeron Beteng berharap acara pementasan
seni-budaya di dalam kampus UWMY yang kebetulan dulunya adalah
nDalem putra mahkota di masa-masa datang terus dikembangkan. Dalam
ingatan Kaneko Poetro, pementasan seni budaya di kampus UWMY (nDalem
Mangkubumen) adalah pementasan yang pertama kali semenjak tahun 1965
dalam penuturannya : “...saya sebagai warga asli Yogyakarta salut dengan
upaya untuk menggugah kembali karya seni pertunjukan dilingkungan ini
(nDalem Mangkubumen) yang telah sekian puluh tahun menghilang, Semoga
dapat dilestarikan di tahun-tahun mendatang dengan mementaskan secara
rutin agar tidak hilang sehingga tidak terjadi keterputusan pemahaman
budaya pada generasi nanti....” Baginya, dengan adanya pementasan di
nDalem Mangkubumen bukan sekedar mengenang masa lalu tentang
keberadaan Pendopo nDalem Mangkubumen sebagai salah satu pusat
kekuasaan, namun adalah sebuah oase atas pendidikan budaya di
lingkungan nDalem Mangkubumen yang jika dikembang-lestarikan akan
menjadi sarana yang efektif untuk dilakukan pendidikan budaya dalam
berbagai arah: civitas akademika UWMY, instansi pemerintah, serta warga
masyarakat luas.
Epilog - 163 -
 
Epilog

Refleksi untuk Menatap ke Depan


 

Jejak peradaban suatu bangsa berkembang selaras


dengan perkembangan kebudayaannya. Di dalamnya
terdapat perkembangan seni tradisi, sains, dan
teknologi. Inilah semangatnya, mempertahankan
budaya luhur bangsa sendiri sebagai sumber nilai-nilai yang
mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara di tengah-
tengah terjangan arus informasi dan globalisasi yang hampir-
hampir tanpa sekat kehidupan dalam tatanan kehidupan dunia
internasional.

Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang


yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan yang diyakini dan
digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan
bertindak. Seni sebagai sub-sistem kebudayaan memiliki kontribusi yang
cukup berarti bagi pembentukan karakter bangsa di tengah era globalisasi
mengingat i). seni adalah gudang penyimpanan makna-makna kebudayaan
- 164 - – Model Pendidikan Karakter

(Wolff, 2009), ii). Budaya dan seni tradisi merupakan bagian integral dari
kehidupan sosio-kultural-religius masyarakat. (Pilliang, 2005), iii). Tradisi
merupakan akar perkembangan kebudayaan yang memberi ciri khas identitas
atau keperibadian suatu bangsa seni tradisi menyediakan bahan baku yang
melimpah. (Mugiyanto, 2004).
Jika kebudayaan dirumuskan sebagai gejala apa yang dipikirkan,
maka seni merupakan unsur yang amat penting yang memberikan wajah
manusiawi, unsur-unsur keindahan, keselarasan, keseimbangan, perspektif,
irama, harmoni, proporsi dan sublimasi pengalaman manusia, pada
kebudayaan. Tanpa nilai-nilai maka manusia akan jatuh menjadi binatang
ekonomi atau kekuasaan belaka. (Lubis, 1992)
Religius, kejujuran, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif , mandiri,
demokratis, rasa keingintahuan, komunikasi, menghargai prestasi, cinta
damai, rasa keadilan, tanggungjawab, peduli lingkungan, peduli sosial,
semangat kebangsaan dan cinta tanah air adalah karakter postif sebuah
bangsa. Agama dan budaya merupakan dua pondasi karakter bangsa.
Masyarakat Indonesia adalah masyarakat beragama. Oleh karena itu,
kehidupan individu, masyarakat, dan bangsa selalu didasari pada ajaran
agama dan kepercayaannya. Secara politis, kehidupan kenegaraan pun
didasari pada nilai-nilai yang berasal dari agama. Atas dasar pertimbangan
itu, maka nilai-nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa harus didasarkan
pada nilai-nilai dan kaidah yang berasal dari agama. Selain dari agama,
bahwasannya tidak ada manusia yang hidup bermasyarakat yang tidak
didasari oleh nilai-nilai budaya yang diakui masyarakat itu. Nilai-nilai budaya
itu dijadikan dasar dalam pemberian makna terhadap suatu konsep dan arti
dalam komunikasi antaranggota masyarakat itu. Posisi budaya yang demikian
penting dalam kehidupan masyarakat mengharuskan budaya menjadi sumber
nilai dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa.
Jejak peradaban suatu bangsa berkembang selaras dengan
perkembangan kebudayaannya. Di dalamnya terdapat perkembangan seni
tradisi, sains, dan teknologi. Inilah semangatnya, mempertahankan budaya
luhur bangsa sendiri sebagai sumber nilai-nilai yang mengatur kehidupan
Epilog - 165 -
 
berbangsa dan bernegara di tengah-tengah terjangan arus informasi dan
globalisasi yang hampir-hampir tanpa sekat kehidupan dalam tatanan
kehidupan dunia internasional.
Universitas Widya Mataram Yogyakarta (UWMY) masih harus banyak
berbenah dalam penyelenggaraan Pekan Budaya Masuk Kampus yang
merupakan salah satu puncak penyelenggaraan pendidikan karakter di civitas
akademika UWMY didalam memperkenalkan, melestarikan, serta
mengembangkan budaya di masyarakat, seni tradisi salah satunya.
Sebagai sebuah kegiatan multi-event yang baru pertama kali
diselenggarakan, tentulah PBMK 2011 masih banyak kekurangan. Konsep
penyelenggaraan PBMK adalah menyediakan ruang publik berkreasi dan
berkesenian bagi masyarakat luas dari berbagai jenjang usia, latar belakang
budaya, adat istiadat, pendidikan, sehingga masyarakat diberikan
kesempatan yang leluasa untuk menampilkan kreativitasnya di Pendopo
Agung nDalem Mangkubumen.
Secara khusus dalam kata sambutannya Sri Sultan Hamengkubuwana
X selaku Gubernur Propinsi DI Yogyakarta memberikan penekanan dari
pelaksanaan Pekan Budaya Masuk Kampus kaitannya dengan pendidikan
dan pembentukan karakter sebagai berikut:
“...Apabila kita simak bersama, dampak paling menonjol yang terjadi
di era globalisasi sekarang ini adalah terjadinya akselerasi teknologi
dan informasi yang secara luar biasa telah berhasil menembus
batas-batas fisik yang sebelumnya sulit untuk kita bayangkan akan
terjadi. Adanya perubahan ini secara langsung maupun tidak
langsung akan melahirkan terjadinya pergeseran peran dan fungsi
dari masyarakat, yang membuahkan tantangan baru bagi kita.
Arus komunikasi kapitalis yang diperkuat dengan mekanisme pasar
yang serba cepat telah memasuki celah kehidupan kita, sehingga
perlu diimbangi dengan komunikasi budaya yang lebih
mengedepankan pada nilai-nilai luhur budaya bangsa dan
kemanusiaan kita sendiri. Itu jualah yang kemudian menjadi
- 166 - – Model Pendidikan Karakter

tantangan terbesar yang harus kita hadapi dalam membangun


manusia agar lebih berbudaya dan lebih bermartabat.
Untuk itulah, saya menyampaikan apresiasi yang tinggi, serta
menyambut baik penyelenggaraan Pekan Budaya Masuk Kampus
ini, karena dapat memberikan nuansa tersendiri bagi civitas
akademika khususnya para mahasiswa, disamping belajar secara
formal juga dituntut untuk selalu meluangkan waktu serta
menuangkan ide, gagasan, serta kreativitasnya dalam kegiatan seni
budaya ini bersama dengan warga masyarakat.
Ini sangat penting artinya bagi perkembangan kota Yogyakarta
sebagai kota budaya dan seni. Dengan adanya proses sosialisasi
nilai melalui seni budaya ini tidak saja dapat menciptakan suasana
damai dalam masyarakat, akan tetapi juga dapat melahirkan
kesantunan, kelembutan, ketenangan batin, serta harmoni di dalam
masyarakat kita, sekaligus akan menyentuh dimensi batin dan rasa
manusiawi agar lebih peka dalam menangkap essensi nilai budaya
dan kemanusiaan dari bangsa kita sendiri.
Seni budaya harus kita pertahankan keberadaannya, dimana
tanggungjawab untuk mempertahankan khasanah seni budaya yang
sudah ada sejak nenek moyang adalah dengan sebanyak mungkin
menampilkan pertunjukan-pertunjukan seni budaya bangsa sendiri di
tengah kuatnya pengaruh budaya global. Dengan cara seperti itu,
seni budaya akan terus hidup dan kemudian menjadi warisan leluhur
untuk diturunkan kepada generasi selanjutnya, sehingga harus
dijaga kelestariannya dan perkembangannya...”
Secara jelas, Sri Sultan Hamengkubuwana X dalam kapasitasnya
sebagai kepala daerah mengingatkan perlunya mempertahankan seni budaya
dengan sesering mungkin menampilkan pertunjukan-pertunjukan seni budaya
bangsa sendiri. Untuk itu diperlukan sinergi dan strategi komunikasi budaya
yang lebih mengedepankan pada nilai-nilai luhur budaya bangsa dan
kemanusiaan kita sendiri.
Epilog - 167 -
 
Seni sebagai gudang penyimpan makna-makna kebudayaan berarti di
dalamnya mengkristalisasikan pencapaian peradaban manusia pelaku utama
kebudayaan itu yang terimplementasi dalam karakter bangsanya. Karakter
bangsa dalam antropologi dipandang sebagai tata nilai budaya dan keyakinan
yang mengejawantah dalam kebudayaan suatu masyarakat dan
memancarkan ciri-ciri khas keluar sehingga dapat ditanggapi orang luar
sebagai kepribadian masyarakat tersebut. Karakter bangsa adalah kualitas
jati diri bangsa yang membedakannya dengan bangsa lain. Karakter bangsa
Indonesia bersumber pada nilai-nilai kebangsaan yang kita miliki Karena itu,
dalam konteks kehidupan kekinian, karakter sebuah bangsa dapat
dieksplorasi dari nilai-nilai seni kebudayaannya. Konstruksi karakter bangsa
itu kini kita sadari sebagai sebuah pondasi signifikan dalam kehidupan
berbangsa di era kesejagatan ini. Carut-marutnya kehidupan berbangsa
ditengarai disebabkan kelalaian membangun karakater bangsa. (Suartaya,
2011)
Perguruan tinggi sebagai salah satu institusi pendidikan perlu
memahami bahwa proses pendidikan dapat dilakukan secara formal,
informal dan non formal. Melalui interaksi lingkungan pendidikan inilah yang
membentuk nila-nilai inti karakter.
Hal tersebut harus secara berkesinambungan dilakukan dengan
memperhatikan prinsip dasar pendidikan karakter yang unik diantaranya :
1). Adanya proses berkelanjutan, sebagai pendidikan alih generasi.
2).Pendidikan terkait semua ranah tujuan pendidikan sebagai keutuhan.
3).Pendidikan tak terpisahkan dari penguasaan sains, teknologi, dan seni.
4). Perlu dilakukan pembelajaran yang mendidik sebagai wahana utama.
5).Melibatkan ragam aspek perkembangan dalam konteks kehidupan
kultural. 6). Perlu penciptaan lingkungan pembudayaan terutama budaya
akademik (academic cultural). 7). Perlu adanya proses sepanjang hayat,
sebagai keteladanan sejak dini sampai dewasa. (8) Pendidikan karakter
bersifat multi level, multi chanel, dan multi setting.
Upaya melakukan pendidikan karakter dalam pembangunan
masyarakat masa depan yang memiliki daya saing dan mandiri, perlu
- 168 - – Model Pendidikan Karakter

mensinergikan banyak hal. Sinergisitas tersebut pertama berupa nilai agama,


kebudayaan, dan potensi individual, serta faktor lain. Kedua pembelajaran
yang mendidik pengetahuan, baik hardskills dan softskills. Ketiga perlu
dilakukan upaya mengembangkan, mengubah, memperbaiki, terapi dengan
menggunakan core values kerja keras, hirau mutu, jujur, efesien, demokratis.
Di tengah terjangan budaya global sekarang ini, pemberdayaan dan
penguatan terhadap keberadaan seni tradisi perlu segera diupayakan.
Begitupun dengan membuka seluas-luasnya ruang dialog dalam berbagai
arah dan aras untuk tumbuh-kembangnya budaya akademik di institusi
perguruan tinggi untuk terwujudnya budaya konstruktif di masa datang. Inilah
tantangan kita bersama saat ini dan di masa datang.
Daftar Pustaka - 169 -
 
Daftar Pustaka

Agustian, Ari Ginanjar. 2007. Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi


dan Spiritual: ESQ. Jakarta: Arga.
Alwisol. 2006. Psikologi Kepribadian. UMM Press. Malang.
Andersen, Heine & Lars Bo Kaspersen (Ed). 2000. Classical and Modern Social
Theory. Blackwell Publishers Inc. Massachusetts.
Anh, To Thi. 1984. Nilai Budaya Timur dan Barat : Konflik atau Harmoni.
Gramedia. Jakarta.
Annonimous. 2010. Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa.
Balitbang Pusat Kurikulum Kemendiknas. Jakarta.
Arikunto, Suharsimi. 1991. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta : Rineka Cipta.
Bahmueller, C. F. 1997. A Framework For Teaching Democratic Citizenship : An
International Project In The International Journal of Social Education.
Battistich, Victor. 2007. “Character Education, Prevention, and Positive Youth
Development”. Illinois: University of Missouri, St. Louis. (versi web)
Brouwer, M.A.W. 2003. Perjalanan Spiritual. Dari Gumujeng Sunda, Eksistensi
Tuhan, sampai Siberia. Penerbit Kompas. Jakarta.
___________. 2003. Young Love. Bunga Rampai Tulisan tentang Masalah
Asmara. Penerbit Kompas. Jakarta.
___________. 2004. Cahaya Ilahi dan Opera Manusia. Penerbit Kompas.
Jakarta.
___________. 2004. Post Festum. Demokrasi dan Kesetaraan. Penerbit
Kompas. Jakarta.
Capra, Fritjof. 2007. The Turning Point. Science, Society, and The Rising Culture
(terjemahan). Jejak. Yogyakarta.
Cogan J.J. and Derricott. B.J. 1998. Multidemensional Civic Education, Tokyo.
Danandjaja, James. 1988, Antropologi Psikologi. Raja Grafindo Persada,
Jakarta
Gall, Meredith D. (et.al). 2003. Educational Research: An Introduction. (Seventh
Edition). Pearson Education, Inc. Boston.
- 170 - – Daftar Pustaka

Gay, L.R. 1982. Educational Reseach: Competencies for Analysis & Application.
A Bell & Howell Company. Colombus.
Giddens, Anthony. 1989. Sociology. Polity Press. Cambridge.
Giddens, Anthony. et.al. 2008. La sociologie. Historie et idees. (Terjemahan)
Kreasi Wacana. Yogyakarta.
Horton, Paul B dan Chester L. Hunt. 1996. Sosiologi. I & II. Erlangga. Jakarta.
Hurlock, Elizabeth B. 1999. Developmental Psychology atau Psikologi
Perkembangan. (terjemahan). Erlangga. Jakarta.
Ihromi, T.O. 1990. Pokok-pokok Antropologi Budaya. Gramedia. Jakarta.
Kartono, St. 2002. Menembus Pendidikan yang Tergadai. Galang Press.
Yogyakarta.
Khairuddin. 2002. Sosiologi Keluarga. Liberty. Yogyakarta
Kilpatrick,W. 1992. “Why Johny Can’t Tell Right From Wrong.” Simon &
Schuster, Inc. New York.
Koentjaraningrat. 1991. Metode-metode Penelitian Masyarakat. Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta.
___________. 2002. Pengantar Ilmu Antropologi (cetakan kedelapan). Rineka
Cipta. Jakarta.
___________. 2002. Kebudayaan, Mentalitet, dan Pembangunan. Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta.
___________. 2003. Pengantar Ilmu Antropologi. Rineka Cipta. Jakarta.
___________. 2004. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Djambatan.
Jakarta.
Koesoema, Doni. 2007. Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman
Global. Grasindo. Jakarta.
______________. 2009. Pendidikan Karakter Di Zaman Keblinger,
Mengembangkan Visi Guru Sebagai Pelaku Perubahan Dan Pendidik
Karakter Jakarta: PT.Grasindo.
______________. 2007. Tiga Matra Pendidikan, BASIS, Edisi Juli-Agustus 2007.
Kusumohamodjojo, Budiono. 2000, Kebhinekaan Masyarakat Indonesia,
Grasindo. Jakarta
Daftar Pustaka - 171 -
 
Lickona, T. 1992. Educating for Character, How Our Schools Can Teach
Respect and Responsibility. Bantam Books. New York.
Lickona, T., Schaps, E., & Lewis, C. 2003. CEP’s Eleven Principles of Effective
Character Education. Character Education Partnership. Washington, DC.
Linton, R. 1945. The Cultural Background of Personality. Appleton. New York.
Mochtar Lubis, 1992. Budaya, Masyarakat dan Manusia Indonesia. Yayasan
Obor Indonesia. Jakarta
___________.1997. Manusia Indonesia: Sebuah Pertangungjawaban. Idayu
Press. Jakarta
Masinambow, E.K.M., (Ed). 2003. Hukum dan Kemajemukan Budaya. Yayasan
Obor Indonesia. Jakarta.
Muhammad Ar. 2003., Pendidikan di Alaf Baru: Rekonstruksi atas Moralitas
Pendidikan. Prismasophie. Yogyakarta.
Murgiyanto, Sal. 2004. Tradisi dan Inovasi: Beberapa Masalah Tari di Indonesia.
Wedatama Widya Sastra. Jakarta.
Nasikun, J. 2004. Sistem Sosial di Indonesia. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Parsons, Talcot, and Shils, Edward A. (Eds). 1951. Towards a General Theory of
Action. Harvard University Press. Cambridge, Mass.
Piliang, Yasraf Amir. 2005. Penguatan Seni Pertunjukan Tradisi dalam Era
Merkantilisme Budaya (dalam Seni Pertunjukan Indonesia: Menimbang
Pedekatan Emik). STSI Surakarta, Surakarta
Poerwanto, Hari. 2000. Kebudayaan dan Lingkungan; dalam Perspektif
Antropologi. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Reading, Hugo. F. 1986. Kamus Ilmu-ilmu Sosial. Rajawali Pers. Jakarta.
Ritzer, George. 1992. Sociology Theory. McGraw-Hill. New York.
___________. 2002. Sosiologi Ilmu Berparadigma Ganda. Raja Grafindo.
Jakarta.
___________. 2004. Teori Sosiologi Modern. (Terjemahan). Pernada Media.
Jakarta.
Setya Yuwana Sudikan, 2001, Metode Penelitian Kebudayaan. Citra Wacana.
Surabaya
Sarwono, S. W. 2001. Psikologi Sosial – Psikologi Kelompok dan Psikologi
Terapan. Balai Pustaka. Jakarta.
- 172 - – Daftar Pustaka

Soekanto, Soerjono. 2002. Kamus Sosiologi. Rajawali. Jakarta.


____________. 2002. Sosiologi Suatu Pengantar. Raja Grafindo. Jakarta.
Sunarto, Kamanto. 1985. Pengantar Sosiologi : Suatu Bunga Rampai. Yayasan
Obor Indonesia. Jakarta.
Suryabrata, Sumadi. 1982. Pengukuran dalam Psikologi Kepribadian. Rajawali
Press. Jakarta.
_____________. 2006. Psikologi Kepribadian. Rajawali Press. Jakarta.
Susanto, Astrid. 1985. Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial. Binacipta.
Bandung.
Tjokrowinoto, Moeljarto. 1996, Pembangunan: Dilema dan Tantangan. Pustaka
Pelajar. Yogyakarta.
Unaradjan, Dolet. 2000. Pengantar Metode Penelitian Ilmu Sosial. Grasindo.
Jakarta.
Winataputra, Udin Saripudin. 2001. Jatidiri Pendidikan Kewarganegaraan
sebagai Wahana Pendidikan Demokrasi. (disertasi, tidak dipublikasikan).
Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.
Wolff, Janet. 2009. Art Under Pressure: Memperjuangkan Keanaragaman
Budaya di Era Globalisasi (terj. Umi Haryati). INSISPress. Yogyakarta.
Qomariyah, Puji. 2011. Praktik Penjiplakan Karya Ilmiah di Dunia Pendidikan Di
Yogyakarta (laporan penelitian). Tidak/belum dipublikasikan. Kopertis
Wilayah V DIY. Yogyakarta.

Websites:
• http://tembi.org/wayang/20110311-Salya.htm
• http://www.tembi.org/ensiklopedi/20090616/index.htm
• http://www.civsoc.com/nature/nature1.html: Civic Culture
• http://www.big.com/character education
• http://pendikar.dikti.go.id/gdp/
• http://duniawayang.pitoyo.com
Daftar Pustaka - 173 -
 
lain-lain :
(peraturan perundang-undangan, makalah, jurnal, publikasi media)

• Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional,


Jakarta: Depdiknas
• Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007, Tentang
Rencana Pembangunan Jangka Panjang 2005-2025, Sekretariat Negara.
• Undang-Undang Nomor 24 tahun 2003, tentang Bendera, Bahasa, dan
Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan, Jakarta: Pustaka Yustisia
• Peraturan Pemerintah RI, Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan, Jakarta: Depdiknas
• Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2010 Tentang
Pengeloaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, Jakarta: Kemdiknas
• Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa , Jakarta: Kemko
Kesejahteran Rakyat.
• Desain Induk Pendidikan Karakter, Jakarta: Kemdiknas. 2010.
• Kebudayaan Nasional Indonesia : Penataan Pola Pikir (makalah) oleh Meutia
Farida Hatta pada tulisan ini pernah diajukan pada Kongres Kebudayaan V
di Bukittinggi , tgl 20– 22 Oktober 2003.
• Pemahaman Psikologi Masyarakat Indonesia Sebagai Upaya Menjembatani
Permasalahan Silang Budaya (makalah) oleh Endang Poerwanti, dosen
dan peneliti pada Lembaga Kebudayaan Universitas Muhammadiyah
Malang. 2003.
• Implementasi Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa melalui
Pendidikan Karakter. (Konsep, Kebijakan, dan Kerangka Programatik).
(makalah). Udin Saripudin Winataputra (2010)
• Konsep dan Strategi Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi:
Tinjauan Psiko-Pedagogis dan Sosioandragogis, (Bahan SUSCADOS
Dikwar) Jakarta: Dijen Pendidikan Tinggi. Udin Saripudin Winataputra (2005)
• Konsep dan Strategi Pendidikan Kewarganegaraan di Sekolah: Tinjauan
Psiko-Pedagogis. (makalah). Jakarta: Panitia Semiloka Pembudayaan Nilai
Pancasila, Dit. Dikdas, Ditjen Mandikdasmen. Udin Saripudin Winataputra.
2006.
• Pendidikan Kesadaran Kehidupan Kerkonstitusi, Jurnal Pendidikan dan
Kebudayaan, Juni 2006. Udin Saripudin Winatasaputra.
- 174 - – Daftar Pustaka

• Pembentukan karakter bangsa: hendaknya berangkat dari budaya lokal.


Kompas, Senin 24 Januari 2000
• Membangun karakter bangsa lewat pendidikan; Kompas, Selasa 7 Maret
2000
• Pembentukan karakter bangsa: hendaknya berangakat dari budaya lokal.
Kompas, Senin 24 Januari 2000
• Membangun karakter bangsa lewat pendidikan. Kompas, Selasa 7 Maret
2000
• Lembaga pendidikan gagal dalam membangun karakter bangsa, Kompas,
Senin 17 Maret 2003
• “Model Pengintegrasian Budi Pekerti ke dalam Mata Pelajaran Pendidikan
Agama Islam”. Dikdasmen - Depdiknas RI.
http:///www.dikdasmen.depdiknas.go.id/budipekerti/model.htm.
• Remaja Nongkrong di Mall Rentan Penyakit Menular Seksual. KBRI Gemari,
3 Oktober 2002.
• Pendidikan Karakter: Paradigma Baru dalam Pembentukan Manusia
Berkualitas. (makalah Falsafah Sains. PPS S3 ITB). Bandung. Dwi Hastuti
Martianto. 2002.
http://tumoutou.net/702_05123/dwi_hastuti.htm
• Membangun SDM Indonesia melalui Pendidikan Holistik Berbasis Karakter.
(makalah). Ratna Megawangi. 2006.
• Pelaku Video Porno 90 Persen Remaja (artike/opini) oleh Timur Arif Riyadi,
Media Indonesia, 10 April 2008
• Pendidikan Karakter. (artikel/opini) oleh Doni Koesoema. Kompas. Pebruari
2007
• Implementasi Budaya Jawa Dalam Menjaga Keutuhan dan Persatua
Bangsa, Mungkinkah?. (makalah seminar) oleh Hamengku Buwana X.
Solo, Agustus 2001
• Seni Tradisi: Modal Budaya Membangun Karakter Bangsa Melalui
Rekonstruksi Kreatif Dan Dekonstruksi Kritis (makalah seminar) Dies Natalis
ISI Denpasar tahun 2011, Senin, 25 Juli 2011. Kadek Suartaya. 2011
Lampiran
Lampiran - 175 -
 
Lampiran 1. Naskah Kethoprak Anak

Judul : Ajisaka.
Dumadining Aksara Jawa
Penulis : Bambang Tembong
Oleh : Kelompok Kethoprak Anak Siwi Budaya
SD N Totogan Samigaluh Kulonprogo
Para Pemain
• Ajisaka : Fuad Nur Ikhsan
• Dora : Yordan Hermawan Widodo
• Sembada : Adi Prastyo
• Prabu Dewata Cengkar : Agung Mahastri Pranoto
• Patih Jugul Mudha : Lutfi Mustofa
• Wadya Butha : Eko Setyobudi
Ridho Pangestu
Yongki Kurniawan
Bagas Seto Ardhanu
Agus Fajar Setiono
Monika Anggi Septiani
• Pak Rono : Sinto Nuswantoro
• Mbok Rono : Sri Suhartati
• Kemuning : Efri Wulandari

Adegan I : Ing daleme Ajisaka


Ajisaka : Paman Dora lam Paman Sembada, dina iki wus dadi katetepanku
bakal ngulandara, lelana menyang Tanah Jawa. Apa sakabehe
ubarampe wus samekta? luwih-luwih bab pangan. Awit antarane
India lan Tanah Jawa iku adoh, mula sakabehe ubarampe kudu
serep, aja nganti kentekan ana ing marga, durung tumeka papan
kang dituju.
Dora : Sedaya ingkang panjenengan kersakaken sampun samekta,
sampun boten kirang-kirang anggen kula nyamektakaken.
Sembada : Kula uigi sampun nyiyagakaken titihan arupa baeta, ingkang badhe
kangge lumampah ing samangkih.
Ajisaka : Menawa kabeh wus siaga, ayo tumuli budhal dina iki.
Dora : Sendika, sumangga kula dherekaken.
- 176 - Lampiran

/Sembada

Gangsa mungel swasana gambira (saget mawi Gendhing Prau Layar)


kalajeng swasana gagah kangge ngiringi buta sami jejogetan, lajeng
suwuk koprak.

Adegan II : Ing Margi

Para gandarwo Medhang Kamolan ingkang dipun pandegani Patih


Jugulmudha samya bebidhalan sarwi jejpgedan dherekaken Prabu
Dewata Cengkar, arsa pados memangsan. Lajeng sami kendel wonten
margi.

Prabu Dewata Cengkar (Prabu DC)


: Heg...heghe... he bojleng-bojleng iblis laknat. Tih... patiiiih... Patih
Jugulmudha, kepiye barisane para gandarwa prajuritku, isih wutuh,
ora padha cicir tih... tansah satya tuhu marang aku.
Patih Jugulmudha (Patih JM)
: Sedaya boten wonten ingkang badhal dawuh, tansah nindakaken
dhawuh panjenenganipun sang Prabu Dewata Cengkar,
salajengipun badhe kados pundi sinuwun?
Prabu DC : Nerusake laku, jujug desa iring Kidul kae, ing kana ana kulawarga
kang wus tumeka titimangsa kudu asrah salah sijining kulawarga
kanggo srah-srahan minangka panganku, wus dadi kekarepanku
saben telung dina sepisan aku kudu ngokop getih manungsa,
ngemah-emah daging lan balunge, yen ora keturutan awakku
adhem panas kaya kena virus tikus.
Patih JM : Wah, kula ugi asring ngraosaken adhem panas, menawi
kedhongan mboten gadhah dhuwit.
Prabu DC : Hegheghe... aja dlaweran lambemu tiiiih, ayo kabeh enggal budhal.
Aku selak ora sabar pengin gaglak daginge manungsa.
Patih JM : Sendhika.....

Gangsa mungsel sora swasana gembira, sedaya lajeng sami


bebidhalan, suwuk.
Lampiran - 177 -
 
Adegan III : Ing Margi
Ajisaka : Paman Dora lam Paman Sembada, iki anggone lelana awake
dewe wus tumeka tlatah Tanah Jawa
Dora : Saklajengipun badhe kados pundhi, kula ndherek
Sembada : Menapa badhe nerasaken lampah, kanthi darat?
Ajisaka : Wus samestine nerusake laku kanthi darat, ananging awit
ubarampe ingkang digawa akeh mula wektu dina iki, sawetara
salah siji, paman Dora utawa Paman Sembada kudu ana ingkang
keri ing papan kene, mesanggrah lan jaga ubarampe, saiki tak tari
sapa sing melu nerusake lakuku?
Dora : Kula ingkang dherek rumiyin
/Sembada
Ajisaka : Saiki tinimbang rebutan, kowe sakloron tak parengke pingsut. sing
menang tak keparengakedherek aku luwih dhisik
Dora : Ayo, kowe apa aku ingkang menang
Sembada : Iya. Ayo.
Dora : Aku menang, ayo kowe kalah. Kula ingkang menang Gus.
Ajisaka : Menawa mangkono ateges Pamas Sembada, ingkang keri lan jaga
ubarampe ana papan kene. Aku nlan Paman Dora sawetara dhisiki
laku. Reksanen barang-barang iki kaya jaga awakmu dhewe, lan iki
tak tinggali pusaka wasiat awujud curiga kanggo sipat kandel
sawayah-wayah ana parigawe, Poma-dipoma welingku aja nganti
barang-barang lan pusaka iki diwenehke sapa wae kejaba aku
dhewe ingkeng teka lan jupuk rene.
Sembada : Nuwun inggih, ngestokaken dhawuh.
Ajisaka : Wis ayo Paman Dora, nerusake laku, sanajan sawetara rada
lingsir, mengko menawa kepetengen ana marga, golek tumpangan
inepan ing desa sireng lor kae.
Dora : Mangga, kula dherekaken.

Lajeng bebidhalan, gangsa mungel kasambat ilustrasi sedhih.


- 178 - Lampiran

Adegan IV : Omahe Pak Rono

Pak Rono wonten ngajengan griya, namung mlampah lon-lonan mrika-


mriki kados tiyang bingung, katungka tekning mbok Rono medal,
mlangkah kori sarwi ngendika

Mbok Rono : Uwis ta pak, aja dipikir jero-jero. Aku saguh dadi srah-srahan, ben
aku sing dimangsa Dewata Cengkar. Sampean nerusake urip
bebarengan karo anak wedok, aku ikhlas dadi korban ngrungkebi
kulawarga.
Pak Rono : Mbokne. Aja seru-seru nggonmu omong. Mundhak keprungu
baguse Ajisaka kang saiki lagi mertamu lang ngaso ana omahe
dhewe kene. Mbokne, aku jejering wong lanang kudu tanggung
jawab marang kulawarga, mula iklasna aku dadi mangsane
Dewata Cengkar. Dudu kowe. (Ajisaka ngrungoke rembugane
kulawargane pak Rono kanthi sesingidan neng buri kori...)
Mbok Rono : Aku wae pak
Pak Rono : Aku wae mbokne
Mbok Rono : Aku
Pak Rono : Aku
Kemuning : Aku wae, minangka anakipun Bapak lan Simbok, manah kula
kagigah. Panjenengan ingkang ngukir jiwa raga, kinarya
lantaraning Pengeran nyipta badan kula, milo boten nama lepat
menawi kula bela pati dhateng bapak lan simbok, awit sapengker
kula badhe nilar ganda arum, mugi kula kalebet bocah ingkang
saged mikul dhuwur mendhem jero. Mila simbok lan bapak kula
suwun iklasing penggalih, Simbok, bapak, sedaya lepat nyuwun
pangapunten. Kepareng nyuwun pamit.
Pak Rono : Aja ndhuk ! (swasana kaget, nyaketi Kemuning)
/Mbok Rono
Ajisaka : Aja kowe kemuning. Pak Rono, Mbok Rono, lan kowe Kemuning,
kula sampun midhanget sedaya pengandikanipun panjenengan.
Ing batos tuwuh raos eklas, dhateng para kawula ing kukuban
Medhang Kamolan, ingakng kedah tansah caos srah-srahan
dhateng Prabu Dewata Cengkar kanthi gilir-gumanti. Menawi
kalantur-lantur mekaten badhe telas Kewula Medhang Kamolan.
Pramila kepareng kula ingkang badhe nrenggalani kridhanipun
Lampiran - 179 -
 
Dewata Cengkar. Murid ical panandhanging kawula Medhang
Kamolan, sepira kadigdayane Dewata Cengkar, tandingana
Ajisaka

Gangsal mungel Sampak seseg, Ajisaka papagan kaliyan Prabu


Dewata Cengkar. Iringan suwuk seseg.

Prabu DC : Heg...heghe... he bojleng-bojleng iblis laknat padha jeg-jegan.


Sapa kowe nom-noman wani malang kadhak ana ngarepku
Ajisaka : Aku Ajisaka. Apa kowe kang aran Prabu Dewata Cengkar? Yen
ngono ayo panganen aku.
Prabu DC : Whe ladalah, dedeg piadegmu ra sepiroa bebasan midak kapuk
ora pendeng, gembelo sirahmu, ketemu pirang perkara wani
marang aku.
Ajisaka : Aku minangka badan wakile Pak Rono lan para kawula Medhang
Kamolan, kepingin weruh bangkemu jrebabah dhepani bantala.
Prabu DC : Iblis laknat pada jejegan, Ajisaka lekna mripatmu, jrengen
grobogmu, apa kowe ora ngerti sepira kadigdayane Dewata
Cengkar. Whe ladalah... sya gregetke, daya-daya selak kepingin
ngemah-emah kwandhamu.
Ajisaka : Dewata Cengkar, aku saguh dadi panganmu, nanging aku jaluk ijol
lemah saamne serbanku iki
Prabu DC : Whe ladalah, gene ki mung sepele. Yoh tak turuti, kene serbanmu
tak gelare

Gangsal mungel , raos trintim, rep.


Narasi

Kocapa... Prabu Dewata Cengkar amiwiti gelar serbanira Dyan Ajisaka. Lon-
lonan serban kagelar lampahira mundur. Eloking kahanan serban kagelar
saya wiar, saya wiar, Prabu Dewata Cengkar saya mundur, saya mundur,
wiyaring serban datan saged ingukur bebasan tanpa wates. Cinarita, rikala
semanten Prabu Dewata Cengkar nngenira gelar serban datan rinaos
sampun dumugi pinggiring segara Kidul, noya-nayu baskara titimangsa.
Tanggap dyan Ajisaka, sanalika pucuking serban kang cinepeng Dyan
Ajisaka sigra lepasaken sarbi kaseblakaken, sanalika Prabu Dewata
Cengkar jrebabah ing Samodra Alun segunung-gunung. Kaelokaning jagat,
Prabu Dewata Cengkar salah kedaden dadya Bajul Seta.
- 180 - Lampiran

Gangsa suwuk seseg.


Prajurite Prabu Dewata Cengkar sanalika nyembah marang Ajisaka lan
netepake Ajisaka supaya jumeneng nata ing Medhang Kamolan.

Patih JM : Sasampunipun Dewata Cengkar seda, Medhang Kamolan


komplang, mila awit saking panyuwunipun kawula,
Panjenenganipun dalem supados nglenggahi dhampar kencana
Medhang Kamolan.
Ajisaka : Manawa kuwi panyuwune para kawula, ingsun saguhi.
Gangsa mungel ilustrasi jumenengan, suwuk.
Ajisaka : Paman Dora jeneng sira aja wedi kangelan ingsun utus tumuju ing
pinggiring samodra kidul, mapag Paman Sembada, jaken mrene,
matura manawa aku ingkang dhawuh. Kakang Patih Jugul Mudha
ayo pisowanan dibudhalke dhisik.
Patih JM : Sendika
Gangsa mungel, suwuk.

Adegan V : Ing Pesisir


Sembada : Wus sawetara anggonku ngenteni Bagus Ajisaka, nanging tumeka
saiki durung ana pawarta. Muga-muga tindake ora nemu alangan
sawiji. Banjur enggal-enggal mapag aku ana kene.
Katungka praptane Dora
Sembada : E..... Dora, kene-kene.... slamet ta kang?
Dora : Antuk pamujimu ora ana alangan sawiji apa, kowe ya basuki ta
dhi?
Sembada : Pangestune slamet kang, lha endi Bagus Ajisaka?
Dora : Iki ngono dhi...., ora perlu tak critake bab lakuku lan Bagus Ajisaka.
Besuk yen kabeh wus dha ketemune, tak critani sak kabehe.
Bakune wektu iki Bagus Ajisaka wis jumeneng nata ing Medhang
Kamolan terus sabanjure aku diutus nemoni kowe mrene iki, aku
supaya marani kowe lan ngajak rana, uga jupuk ubarampe. Ayo
digawa menyang Medhang Kamolan.
Sembada : Mengko dhisik, aku tak omong. Ora ateges aku maido karo kowe,
lan badhal dhawuhe Bagus Ajisaka. Kowe kelingan biyen dawuhe
Lampiran - 181 -
 
Bagus Ajisaka, manawa aku ora entuk lunga-lunga lan kudu tansah
jaga utawa ngreksa sakabehe ubarampe kang ditinggal kalebu
pusaka iki. Mula wektu iki aku jaluk pangapura sanajan kowe kuwi
sedulurku sinarawesi, aku ora bisa nuruti panjalukmu.
Dora : Iki dudu panjalukku, nanging dhawuhe Bagus Ajisaka, mula enggal
mangkat. Sakabehe ubarampe digawa. Mulak selak dadi
pangarep-arep.
Sembada : Ora dhi, aku ora bisa yen ora Bagus Ajisaka dhewe kang tumeka
ana kene. Becike yen kowe ora sabar enggal balia, aku tetep bakal
netepi kewajiban lan tanggungjawabku.
Dora : Sembada, aku iki duta ngrampungi dudu duta panglawung. Aku iki
utusane ratu, mula kowe manuta aku, ayo budhal dina iki. (ilustrasi
iringan radi tegang)
Sembada : Ora. Aku ora manut sapa wae, kejaba Baguse Ajisaka
Dora : Piye ? (ilustrasi iringan radi tegang, lajeng rep). Yen ngono kowe
nantang aku?
Sembada : Manawa kowe nganggep nantang ya sakkarepmu. Cethane aku
mung ngetoke dhawuh.
Dora : Dadi kowe ajak pasulayan?
Sembada : Yen panampamu kaya ngono, tak turuti.
Dora : Ayo diteter kadigdayane.

Iringan sora, perang atndhing Dora lan Sembada.


Sembada ambruk ngunus keris sarwi lon-lonan tangi. Iringan rep...
Sembada : Dora... pusaka iki kagungane Baguse Ajisaka, welinge biyen
marang aku, pusaka iki bisa digunakke yen sawayah-wayah aku
nemu rubeda. Kowe dina iki tak anggep rubeda, mula kepeksa
pusaka iki kang bakal mungkasi uripmu.
Dora : Sembada, aku ora wedi mati, awit aku uga ngemban dhawuh, yen
pancen wis pesthiku kudu mati kara pusaka kuwi, tak wujud!
Sembada : Yoh, tampanana pusaka iki, mati dening aku.
Dora : Adhuh.... Sembada kowe tegel marang aku.... kanggo
nyampurnakke lelakon.... kepeksa... aku tegel marang kowe!
- 182 - Lampiran

Iringan seseg... suwuk. keris ingkang tumancep ing padharane Dora, kalolos
katamakaken ing padharanipun Sembada. Kekalihira sirna sesarengan praptane
Ajisaka.
Ajisaka :
Wadhuh... jebul kaya ngene dadine. Mula sapungkure Paman Dora atiku melang-
melang, kaya ninggal bayi, sapinggiring waton, banjur kemudu-kudu aku nusul
mrene. Paman Dora lan Paman Sembada, kowe sakloron ora luput. Ingkang luput
aku, awit jenengsira amung nuhoni dhawuhku. Jejering utusan sira setya tuhu
marang ingkang ngutus. Mula minangka pepeling sedamu, aku bakal ngripta aksara
Jawa ing tembe isa meinangka tuladha
Sepisan HA NA CA RA KA tegese ana utusan
Kaping loro DA TA SA WA LA tegese datan swala
Kaping telu PA DHA JA YA NYA tegese tetandhingan pada sektine
Kaping papat MA GA BA THA NGA tegese nya punarpane, kanyata
kekalihira samyuh

Sedamu sakloron kena kanggo tuladha, kasetyan kang tulus mujudake


tanggungjawab. Dora lan Sembada gugur bebarengan, ngrungkebi kasetyane
marang Ajisaka.

Iringan gesang, para wadya gandarwa rame-rame ngusung kwandanipun Dora


lan sembada.
Iiringan seseg, rep, sedaya paraga medal lajeng paring pakormatan. Iringan
seseg. Suwuk.

TANCEP KAYON
Lampiran - 183 -
 
Lampiran 2. Tata Lampah | Pethilan Ringgit Tiyang
Pusat Olah Seni Retno Aji Mataram Yogyakarta
========================================

Lampahan : Ciptoning Mintaraga


Oleh : Pusat Olah Seni Retno Aji Mataram Yogyakarta
Alamat :

Pimpinan : KRT. Sunaryadi Maharsiworo. SST., M.Sn


Naskah : Guntur Widiatmaka HS
Sutradara : RM. Kusmahardika T.SS
Penata Tari : Dra. Ratnaningsih
Penata Karawitan : Drs. Subuh., M.Hum
Tata Rias-Busana : Dra. Mari Condronegoro
Endang Retno Wigiarti. S.Sn
Keprak : Prof. Dr. Y. Sumandya Hadi. S.ST., M.Hum
Pemaos Kandha : KRT. Sunaryadi Mahrsiworo. SST., M.Sn

Jumlah Pemain : 80 orang


Jumlah Pengrawit : 30 orang

I
PRATAPAN NGINDRAKILA
> Lagon Wetah Slendro sanga
Lumaksita anaraga, Risang winyanging beksa, trapsilastaweng byantara, Ae ana,
Tajem tumaneming driya, mananti wedharing kandha, o.
-- Kandha --
Sebetbyar wauta, hanenggih ingkang rinengging gupita, lelangen pethilan ringgit
tiyang karipto dening pakempalan Pusat Olah Seni Retno Aji Mataram, pethikan
saking carios Mahabarata, lampahan Ciptoning Mintaraga. Wauta, cinekak lajering
carita, kocap ing madyaning pratapan Ngidrakila, Sang Begawan Suciptohening
Mintaraga, inggih sang Resi Mintaraga ingkan gentur kasutapanira, samana lagya
mudhar semadinira, kaadhep para cantrik menguyu jejanggan. Kang para cantrik
caluthangan solahira.
> Gendhing : Ladrang Cluthang, Laras Slendro pathet sanga
> Gendhing Suwuk.
- 184 - Lampiran

> Lagon Jugag Slendro Sanga


Ambeg risang pamarta, sang Begawan Mintaraga, pandhita gentur tapane, o.
Pocapan :
Mintaraga
Cantrik Donokarti, kanca-kancanira
apa padha seba kabeh
Cantrik Dana karti
Kawula nuwun sang adi panembahan,
kanca-kanca kula inggih pepak seba
sedaya
Iya, lega atiku yen kaya mangkono.
Mangertiya menawa aku antuk sasmita
yen bakal kena godha, nampa
cobaning Jawata. Mula saka iku sira
sak kanca pada sumingkira.
Kawulanuwun inggih dhateng sendika.

(Donokarti nembang, ngajak kanca-kancanipun bidhal – ical mangiwa)


> Gendhang Plajaran. Suwuk.
-- Kandha --
Wauta, Sang Resi Mintaraga wus datan keweran, ywan antuk pacobaning jawata.
Lahing riku sigra mateg semedinia, sedhakep asuku tunggal, ngekes pancadriya,
sirna kamanungsanira, Sang Resi nulya hanglinang suksma. Mangkana dereng
dangu semedinira, katungka praptanira para habsari, lampahira sinekar ing wardaya.
> Mlebet sekar macapat :
> Jineman mlebet gendhing
(para habsari majeng beksa.)
Pocapan :
Dewi Supraba
Yayi Dresnala sarta para Hapsari
kapya
Para Hapsari
Punapi kakang mbok
Awit timbalane Sang Hyang Jagad Giri
nata, kinen nggodha Pangeran janaka
ing Ngindrakila pangkat dina iki uga
Lampiran - 185 -
 
Inggih dhateng sendika

Para hapsari nyembah abur-aburan kalajengaken beksa nggodha Sang Resi


Mintaraga.
> Gendhing Plajaran
(Para widadari wangsul, ical mengiwa)
> Gangsa Rep.
-- Kandha --
Wauta sakpengkerira para hapsari, katungka praptanira Ditya Tumenggung
Mamangmurka kairing Ki Lurah Tigig tuwin Saraita, mangkana lampahira dumrojog
tanpa larapan.
> Gangsa Gesang Plajaran
(Mamangmurka sembahan, ulap-ulap, tancep jumeneng ing gawang pinggir)
> Gangsa Rep.

Pocapan :
Mamangmurka
Togog
Togog
Kawula nuwun mas Tumenggung
BegawanSuciptahening, parandene
gedhe perbawane, yen kaya
mangkono Gog, aku ndak ngaturake
apa kang dadi kersane Ratu Gustiku
Inggih, ingkang ngatos-atos
> Gangsa Gesang
(Mamangmurka pendhapan, jengkeng, sila)
> Suwuk, Ada-ada
Gurura krura mangsah panggah, sigra ditya Mamangmurka, cingak kang sumewo
Pocapan :
Mamangmurka
Kornon, Sang Adi Panembahan.
Sowan kula punika kautus Gusti kula
Prabu Winatakawaca saking negari
- 186 - Lampiran

Ima Imantaka. Sepisan, ngaturaken


pangabekti wonten ngarsanipun Sang
Adi Panembahan. Kepriye Gog, aku
matur kok mendel wae
Togog
Punika temtu wonten lampah
sampaeyan ingkang klentu. Mila
sampeyan nyuwun pangapunten
rumiyin.
Ah ora Gog. Aku arep matur sepisan
maneh. Kulanon Sang Adi
Panembahan, kaping kalihipun
nyuwunaken pangestu awit badhe
palakramanipun ratu Gusti kula, dhaup
kaliyan Sang Dyah Ayu Dewi Supraba.
Inggih, ingkang ngatos-atos

| Mamangmurka tancep – jumeneng |


Pocapan :
Mamangmurka
Ee hae! Pong corot bangkon pincang
celeng beles. Ora jamak Mintaraga,
ambeg sumekti sekti, ora gelem aweh
wangsulan, kaya wong budheg bisu.
Prayogane ndak rudha paripeksa,
ndak boyong ing Imantaka. W hae !!
> Keprak nitir,
(Togog, Sarawita sumela atur, menggak Mamangmurka)
Togog
Lo, lo, lo sampun ta sampun, menika
awrat sangsaranipun, mindhak
mboten sae kedadosanipun Mas
Tumenggung
Sarawita
Inggih, mboten sae kedadosanipun,
mantuk mawon, matur Kanjeng Dewaji
yen mboten angsal damel.
Ah...Embuh ora idhep, mangsa
kelakona ora.
-- Kandha --
Lampiran - 187 -
 
Wauta! Tumenggung Mamangmurka, mawantu-wantu aturira, datan antuk
wangsulan pangandika, saklangkung kurdhanira. Mangkrak kurda nirbaya nir
weweka, jaja-bang, mawingga-winga, mangkono wengis wijiling waspa!
> Gendhing Plajaran seseg
(Mamamngmurka ngobrak-abrik pratapan, ngangsang Mintaraga, kontal ical
mengiwa. Togog, Sarawita bingung nututi. Mintaraga ugi nututi, ical mengiwa)
> Gendhing playon, suwuk
-- Kandha --
Wauta! Tumenggung Mamamngmurka ingkang ngetok kasudiran ngobrak-abrik
pratapan, kacarita kataman wewalering Sang resi Mintaraga, sekala salah kedaden
dados wrahasakalangkung ageng. Daya wewalering Sang Resi kang tumanduk ing
anggane Tumenggung Mamangmurka, ndadekke pengaribawa Gara-gara.
> Gendhing Sampak Gara-gara, Slendro Manyuro
| Gareng, Petruk, Bagong sami gegojegan – tetembangan |
> Medalipun Semar
| Semar ngajak Gareng Petruk, Bagong, nyaketi pratapan Ngindrakila, mbok menawi
sang Resi manggih rubeda |
-- Kandha --
Wauta Sinigeg lampahira prepat Punakawan hanyakerti pratapan Ngindrakila,
gantya lajering carita, kocapa Wraha Mamangmurka sansaya muntap manahira,
arsa merjaya sSang resi Mintaraga. E e hae, Mintaraga mara papagna aku, ayo
padha ngadu kaprawiran. E e hae!
> Gendhing Plajaran
| Wraha saking tengen, tancep |
> Gangsa Rep

Pocapan :
Wraha
Mintaraga, ana ngendi kowe, yen
nyata prawira, papagna aku
Mamangmurka. E... Hae!

> Gangsa gesang, seseg


- 188 - Lampiran

| Togog, Sarawita mlebet saking tengen, badhe nyaketi Mamangmurka naging ajrih
kepara mlajar |
> Gangsa Suwuk
Pocapan :
Wraha
Kepriye Gog, dene kowe sajak wedi
karo aku, kepara girap-girap lumayu,
aku kena apa Gog
Togog
Lha napa sampeyan mboten krasa,
warni sampeyan santun sipat wraha,
mila kula lan Sarawita sami ajrih
Ah.. apa hiya Gog?
Elho... enggih, sayektos.
Adhuh mati aku
> Tlutur Jugag
Linang tresna prawidyeng lara wiyaga, mari asih karantan kawelas arsa. o.
Pocapan :
Wraha
E... hae, ora talah Mintaraga, banget
gawe wirang marang aku. Saiki kowe
Togog lan Saraita becik padha baliya,
matura Kangjeng Dewaji, yen aku mati
ana kenen
Togog
Nggih langkung prayogi. Yen kados
mekaten, kula bidhal sapunika.
Hiya padha budala
> Gendhing Plajaran
(Kilatawarna, Kelatarupa mabur mengiwa – ical)
> Lajengan :
| Mintaraga saking tengen kontal ngiwa dipun tampani prepat Punakawan – tancep|
> Gangsa Rep, Rambangan Pangkur :
Tiba kantep Resi Tama, Riwe mijil den usap wanti-wanti. Netepaken jejamangipun.
Sigra musthi jemparing pambengkas satru. Den Embat winawas sipat. Sara lumepas
lir thathit.
Lampiran - 189 -
 
|Salebeting rambangan, Mintaraga muryani busana – abiyantu punakawan – lajeng
ngasta jemparing – Wraha mlebet saking tengen – Kelatawarna, Kelatarupa mabur
ngatutken, ngawat-awati saking pinggir|
> Gendhing nDrawah Plajaran
|Perang tubrukan – Minataraga njemparing – Kilatawarna nyarengi njemparing –
Wraha ambruk – Minatarag lan Kilatawarna, Kelatarupa, cengkah – kotal sareng –
tancep. Semar nubruk Kelatawarna, Kelatarupa. Kelatawarna, Kelatarupa mlajar
nengen – Semar ngoyak, Mintaraga nututi|
> Lajengan :
| Badhar dados Bthara Guru lan Narada dipun oyak Semar, tiga sareng saking kiwa
– Mintaraga nututi saking kiwa kasarengan Hapsari saking tengen sedaya – tancep |
> Gangsa suwuk
> Lagon jugag
Alon tata kang sumewa, ingkang medhar sabdanira, Sang Hyang Jagad Giri Nata. O
Pocapan :
Guru
Hong yang-yang panihanya kita
kakang Ismaya, Tekap kita ing ngarsa
ulun
Semar
Iya dak trima Guru, kowe mbagekake
menyang aku
Narada
O hok, hong yang-yang panihanya kita
kakang Ismaya, tekap kita ing ngarsa
ulun
Iya dak trima Narada, kowe
mabgekake menyang aku. Lha kowe
Guru, teka ana pertapan Ngendrakila,
nganggo salinrupa ngrencana
momonganku Mintaraga, ana karepmu
apa, yen ijih kowe bacutke, olehmu
ngaru biru momonganku, tandhingmu
aku, aja bocah kowe layani.
Dadya kawruhan kita kakang Isamaya,
ulun arsa neter kasudibyane kaki
Mintaraga, semangkin ulun arsa minta
- 190 - Lampiran

sraya nyirnake Prabu Winatakwaca


kang ambeg angkara
Oo kwi kang dadi karepmu
Kakang Ismaya, enggih. Kaki
Minatarag ulun arsa mintasraya
jenengprana nyirnakke pPrabu
Winatakwaca kang ambeg angkara
sarta kumasura nyuwun garwa nini
Supraba.
Mintaraga
Inggih dhateng sendika
Laksita kita, ulun paringi kanti nini
Supraba, kinarya sarana sirnane
Winatakwaca. Kajaba iku kaki, ulun
arsa paring nugrahaning Jawata,
pusaka wrastra kang aran Kyai
Pasopati
Mintaraga
Inggih dhateng anuwun
Ywan kadya mangkana, Kakang
Ismaya, Kakang Narada, miwah para
Jawata, sumawi samya anjampangi
kaki Mintaraga, lumarap mring
Ngimantaka, laksita ing ri semangkin,
haywa klayatan.
Sedaya sareng
- Iya Guru
- Inggih dhateng sumanggan
> Gangsa Plajaran
| Guru, Narada, para Hapsari, para Dewa, Prepat – ical menengen – Mintaraga
jumeneng tancep |
> Gangsa Rep
Pocapan :
Mintaraga
Risang wara Dewanti
Supraba
Ulung Sang Pandhita
Sumangga sami andum damel, Sang
Dewi kula aturi ngrumiyini lampah,
nandhukna pamilut dhateng Prabu
Lampiran - 191 -
 
Winatakwaca, amrih purun
amedharaken wewadining kadigdayan
Punapi mangkon Sang Pandhita
Sang Wara Dewanti inggih, wondene
kula tansah badhe caket lan Sang
Dewi, nanging lampah panglemunan,
pramila sampun kuwatosing penggalih.
Ywan kadya mangkono, manira bidhal
semangkin
Gangsa gesang
|Supraba mabur ngiwa – ical – Mintaraga nututi|

> Gangsa suwuk


> Lagon jugag
| Lepas tindakira Sang Tapa, miwah Sang Wara Dewanti, mring pakuwon
Pringgabaya. o. |

II
NGIMANTAKA
-- Kandha --
Wauta sigeg ingkang samya andon lampah, gatya ingkang winursita, kocapa Prabu
Winatakwaca, narendra nagara Ngimantaka, ing mangka wonten pakuwon
Pringgabaya, hakarsa lenggah ing tarub agung wewangunan. Sri Narendra hamiji
para manggalaning praja, yen sinawang Prabu Winatakwaca, ana teka katon
ngumambang galihira.
> Gendhing Ladrang Kumambang, Pelog Barang
| Sembahan gentosan – Winatakwaca majeng gendhing – ndawah ladrang – seseg –
suwuk – Nglana – wangsul Kumambang – tancep |
> Gangsa Rep

Pocapan :
Winatakwaca
Nimas, nimas Supraba, besuk apa
tumeka ing negara Ngimantaka, ndak
gawe tetimbangan mukti Nimas.
nimas, sumawi sun pondhong, sumawi
sun emban, ngger ngger, adhine pun
kakang (gumujeng – nubruk –
- 192 - Lampiran

mondhong raja putri)


Raja Putri Halimassa’idah
- Non Kaka Prabu, mugi sampun
sanget – sanget kasmaran wanodya,
mboten sae kedadosanipun
- Sampun Kaka Prabu, kula pun rayi
piyambak Dewi Supraba mboten
wenten, kaka prabu – kaka prabu.
Hendrokumara
Inggih yayi Prabu, wategipun yeng
sanget-sanget kasmaran wanodya,
gonyeh kulitipun, mbedhel ototipun,
getas tosanipun sarta suda bawa
leksananipun
Patih Bomakendra
Non Kangjeng Dewaji, yen Kangjeng
Dewaji badhe palakrama,abdi dalem
pun Bomakendra sagah dados woting
ngajuda. Dewaji. dewaji. Ihiii.
E... Hae..., kaya wong edang ginawe
aku iki
> Gangsa Ladrang Seseg. Suwuk
> Kawin Sekar Retnajiwa :
Risedhengnya, Prabu Winatakwaca siniwaka, lenggah ing dhampar rukmi, Kyana
Putih, Bomakendra neng ngayun, myang pra raja, nyandhong sanda Sang Prabu. o
o.

Pocapan :
Winatakwaca
Patih Bomakendra
Bomakendra
Non Kangjeng Dewaji
Kancanira ing Ngimantaka, apa ora
ana owah tatane
Non Kangjeng Dewaji, kanca-kanca
kula ing Ngimantaka, mboten wonten
ewah tatanipun.
Hiya lega atiku, yen kaya mengkono,
Yayi ratu Halimasa’idah, Kaka Prabu
Hendrakumara, Paman Prabu
Lampiran - 193 -
 
Gurdhahangkara. Salebeting wonten
pesanggrahan, punapa mboten
wonten kekiranganipun
Raja Telukan (tiga sareng)
Kawulanuwun Kaka, yayi, anak Prabu,
inggih mboten wonten kekiranganipun.
Inggih sokur bage sewu
-- Kandha --
Wauta dereng dangu dennya sami wawan pangandika, katungka sowanira Ki Lurah
Togog, Saraita, drumojog tanpa larapan

> Gendhing Plajaran


| Togog, Saraita dhateng |
> Gangsa Suwuk

Anglir bawaningkang, sinung wadi gawe gelar, nararya mbek sru su dira, pamuk
sang mangrempak, surangga kara, gita umangsah. Ha
| Dumrojog praptanira, Lurah Togog Saraita, cingak sagung kang tumingal. oo |
Pocapan :
Winatakwaca
Iki Togog Sraita, tekamu dumrojog
tanpa larapan, ana wigati apa?
Togog,
Kulanuwun kangjeng Dewaji, kula
enggal nyaosi priksa yeng
Tumenggung Mamangmurka kengaing
walatipun Begawan Mintaraga, salah
kedaden. Dados wraha ageng.
Mara tutugna
Inggih sendika. Awit saking punkia
wau, Mas Tumenggung prasapa,
mboten nedya gesang, yen mboten
saged mocok murdanipun Begawan
Mintaraga. Kula lajeng kapurih
wangsul, matur Kangjeng Dewaji
Punika.
E... hae.., pong corot bangkong
pincang celeng Beles, ora talah
Mintaraga, ora gelem mangestonei
marang aku. Bomakendra, kaka
- 194 - Lampiran

Prabu, Paman Prabu


Raja Telukan (tiga sareng)
Kula non Dewaji/yayi/anak Prabu
Kula nedya ngrebat nimas Supraba,
ijengandika kula aturi tata-tata
sasumektaning ngayuda.
Inggih dhateng sendika
Togog lan Saraita, padha handherekna
tindak ingsung manjing pakuwon
Togog, Saraita
Inggih dhateng sendika
> Gendhing Plajaran
| Winatakwaca, Togog, Saraita – ical mengiwa – Patih, para Raja –ical menengen |
> Rep
-- Kandha --
Wauta sigeg ingkang sami tata sasumektaning ngayud, gentya kocapa Dewi
Supraba, cinarita sampun wonten pakuwon pasanggrahipun Prabu Winatakwaca,
sareng mulat Prabu Winatakwaca manjing pakuwon hanulya den pethukaken,
tindakira hakapang-kapang.

> Gendhing Ayak-ayak


| Winatakwaca, Togog, Saraita saking tengen – Supraba saking kiwa – tancep |
> Gangsa Suwuk
> Lagon Jugag
Esmu eram Sri Nirbita, babo, mulat sang Dewi Supraba, tanpa kanthi praptanira. O
o.

Pocapan :
Jenengsira nimas Supraba, tanpa
kanthi
Inggih Kaka Prabu, marak ulun punika
sumedya pasrah jiwa raga ing
ngarsane kaka Prabu
(Gumujeng). Iya nimas dadi jeneng
sira gelem dadi garwane pun kakang,
mukti ana Ngimantaka
Kaka Prabu, enggih. Lha punika kula
sumedya matur, nanging tan prayogi
Lampiran - 195 -
 
ywan ngantos kepireng para prepat.
Iya prayoga nimas. Togog lan Saraita,
kowe sumingkira dhisik, aku sumedya
pepanggihan kalawan nimas Supraba
Togog, Saraita
Inggih dhateng sendika

> Lagon Jugag


Alon tata lenggahira – babo – sira Prabu Winatakwaca – miwah sang Dewi Supraba
–O–

| Togog, Saraita – ical mengiwa – Winatakwaca, Supraba tata lenggah ajeng-


ajengan, lintupapan – Mintaraga medal saking tengen – tancep |

Pocapan :
Winatakwaca
Nimas Dewi Supraba, mara sira
enggal matura
Supraba
Kaka Prabu, reh ulun wus dadya
garwa, keparenga Kaka Prabu
andhawuhke, punapi wewadosane
kaka Prabu ingakng kedah ulun
singkiri
Iya, nimas. Dadiya sumurupmu, jeneng
sira aja leladi dhaharan kang atos-atis
Lha punapi darurane
Mulane mengkono nimas, sebab
kadibyane pun kakang peparingane
Ywang Kalalodra, mapan ana
madyaning telak. Iya iku nimas, pati
uripe pun kakang
Kaka Prabu enggih
> Gangsa Slendro Manyuro
-- Kandha --
Wauta! Sang Resi Mintaraga, hingkang mateg aji panglemunan, wus trewaca
pamirenganira, pundi dununing pejah gesangira Prabu Winatakwaca, nulya hanjebol
ponang gapura, sanalika gapura jugrug, gumebrug swaranira!
> Gangsa Plajaran, Seseg.
- 196 - Lampiran

| Mintaraga majeng – perang sawetawis – Mintaraga, Supraba oncat – Winatakwaca


ical |

Perangan :
1. Sambu x Prajurit, prajurit kawon – katutuh Raja Alus – ugi kawon
2. Gareng x Denawa Jim kalih – jim oncat – kasarengan Petruk ngoyak Togog,
Saraita – Gareng nimbung – Togog, Saraita mlajar – Gareng, Petruk ngoyak –
ical.
3. Brama x Raja Gagag – Raja Gagah kawon – katutuh Bomakendra – ugi kawon
4. Keparak mengasah punakawan, ayak-ayak/slepeg
5. Mintaraga x Winatakwaca – Mintarag api-api pejah – Supraba medal _
Winatakwaca ngungrum (nubruk-nubruk) Supraba – Mintaraga namakaken
Pasopati – Winatakwaca pejah.
> Gendhing Gangsaran, Rep
> Galong – Rep
| Prepegan |

Pocapan :
Bthara Guru
Yoga kekasih Permadi, ulun
waspadakke kita bisa ungguling yuda
Permadi
Sang Hywang Pukulun inggih
Ywan kadya mangkana, reh wus
sampating karya, swawi samya kerit
laksitaulun, samya hangasokake
sarisa
Sedaya sareng
Enggih sumawi/inggi dhateng
sumangga
Gendhing Ayak-ayak Slendro Manyura

| Tayungan – ringgit bidhal – ical |


Gangsa suwuk
Lagon Jugag Slendro Manyura
Brastha Pramudyaning beksa – titising rek kawiragan – tutlu bawaning wirama. O

== TAMAT ==
Lampiran - 197 -
 
Lampiran 3. Gendhing Penampilan AsokaSwara Dhagsinarga
Gunungkidul

Jaranan
Jaranan jaranan jarane jaran Teji
Sing numpak Mas Ngabehi, sing ngiring para abdi
Jrek jrek nong, jrek jrek gung jrek ejrek turut lurung
Gedebuk krincing gedebuk krincing thok thok gedebuk jedher
Gedebuk krincing gedebuk krincing thok thok gedebuk jedher

Lagu Sluku-Sluku Bathok


Gubahan : Walisongo

Sluku-sluku bathok
Bathoke ela-elo
Si Rama menyang Solo
Oleh-olehe payung mutho
Pak jenthit lolo lo bah
Yen mati ora obah
Yen obah medeni bocah
Yen urip golekko dhuwit

Sluku-sluku bathok, Bathoke ela-elo : berasal dari Bahasa Arab : Ghuslu-


ghuslu bathnaka, artinya mandikanlah batinmu. Membersihkan batin dulu
sebelum membersihkan badan atau raga. Sebab lebih mudah
membersihkan badan dibandingkan membersihkan batin atau jiwa. Dalam
lagu Indonesia Raya juga mendahulukan jiwa lebih dulu : Bangunlah
jiwanya, bangunlah badannya ...
Bathoke ela-elo ` batine La Ilaha Illallah : maksudnya hatinya senantiasa
berdzikir kepada Allah, diwaktu senang apalagi susah, dikala menerima
nikmat maupun musibah, sebab setiap persitiwa yang dialami manusia,
pasti mengandung hikmah.
Si Rama menyang Solo ~ Mandilah, bersucilah, kemudian kerjakanlah
shalat. Allah menciptakan Jin dan manusia tidak lain adalah agar supaya
menyembah, menghambakan diri kepada-Nya. Menyadari betapa
besarnya anugerah dan jasa yang telah diperoleh manusia dan betapa
bijaksana Allah dalam segala ketetapan dan pekerjaan-Nya. Kesadaran
ini dapat mendorong seorang hamba untuk beribadah kepada Allah
- 198 - Lampiran

sebagai ungkapan rasa syukur atas nikmat yang telah diterima. Manusia
sendirilah yang akan memperoleh manfaat ibadah yang dilakukannya.
Oleh-oleh payung motha ~ Lailaha Illalah hayyun mauta : dzikir pada
Allah mumpung masih hidup, bertaubat sebelum datangnya maut.
Manusia hidup di alam dunia tidak sekedar memburu kepentingan
duniawi saja, tetapi harus seimbang dengan urusan-urusan ukhrowi.
Kesadaran akan hidup yang kekal di akhirat, menumbuhkan semangat
untuk mencari bekal yang diperlukan.
Mak jentit lolo lobah wong mati ora obah, nek obah medeni bocah, nek
urip golekka dhuwit : Kalau sudah sampai saatnya, mati itu sak jenthitan
selesai, habis itu tidak bergerak. Walau ketika hidup sebagai raja diraja,
sugih banda-bandhu, mukti wibawa, ketika mati tidak ada yang dibawa.
Ketika masih hidup supaya berkarya, giat berusaha.
Demikian, kilas balik rekaman masa kanak-kanak ketika ngaji di surau.
Jethungan, gebak sodor, jamuran dan model-model permainan lainya,
penuh simbol menuju kesadaran beragama. Dengan sarana-prasarana
serta serta fasilitas yang murah-meriah, pesan-pesan moral dapat
terserap di hati masyarakat.
Dakwah keagamaan dalam perkembangannya telah mengalami berbagai
perubahan bentuk cara dan penekanan. Dahulu pemaparan ajaran
agama dititikberatkan pada usaha mengaitkan ajaran-ajarannya dengan
alam metafisika, sehingga surga, neraka, nilai pahala dan beratnya
siksaan mewarnai hampir setiap ajakan keagamaan.
Dalam zaman perkembangan IPTEK sekarang ini aktivitas keagamaan
pada umumnya dimaknai oleh usaha menghubungkan antara ajaran
agama dan pembangunan masyarakat. Ajaran agama diharapkan dapat
mendorong masyarakat untuk lebih berpartisipasi dalam pembangunan
dalam arti luas sambil membentengi penganut-penganutnya dari segala
macam dampak negatif yang mungkin terjadi akibat kemajuan IPTEK,
akibat pembangunan.
Tembang sluku-sluku bathok sekedar contoh bagaimana para mubaligh
tempo dulu menyampaikan pesan-pesan ajaran agama yang dikemas
sedemikian rupa sehingga terkesan di hati. Rupanya, kita masih harus
banyak belajar memilih dan memilah materi dakwah. Kalau tidak,
mungkin diam lebih bermanfaat daripada bicara. (sumber :
http://setyawara.webnode.com)
Lampiran - 199 -
 
Gugur Gunung
Gubahan : Ki Narto Sabdho

Ayo (ayo) … kanca (kanca) … ngayahi karyaning praja


Come (come) … friends (friends) let’s do our work
Kene (kene) … kene (kene) … gugur gunung tandang gawe
Come here (come here) … come here (come here) … together we do the work
Sayuk-sayuk rukun bebarengan ro kancane
Harmoniously (let’s be) together with friends
Lila lan legawa kanggo mulyaning negara
[Work] sincerely for the glory of our country
Siji (loro) telu (papat) … maju papat papat
One (two) three (four) … let’s go (forward) infours
Diulung-ulungake mesthi enggal rampunge
Pass if over to the other, for sure if will finish
Holobis kuntul baris, holobis kuntul baris ( 2x )
- 200 - Lampiran

Lampiran 4. Naskah Musikalisasi Puisi

Judul : Ibu Pertiwi


Naskah : Fatimah az-Zahra
Oleh : Teater Dokumen UWMY
Alamat : nDalem Mangkubumen KT III0237 Yogyakarta - 55132
Telpon : 0274-381722
Para Pemain

1. Fatimah az-Zahra vokal


2. Mursalim vokal
3. Ucok jimbe
4. Baswan bass
5. Eben gitar

Puisi I : Ibu Pertiwi

Oleh : Fatimah az-zahra

Oh …ibu pertiwi
Oh…indonesiaku
Kini kau menangis berguling-guling
Kini kau menangis menyusuri hutan Merapi
Dan kau pun menangis di Papua Barat Wasior
Kini kau menangis di tepi Pantai Mentawai

Oh..ibu pertiwi
Kini kedua kakimu patah
Kini kedua tanganmu pun patah
Anak-anak mu tak lagi mampu berjalan
Anak-anakmu tak lagi kuat menerjang

Oh… Ibu pertiwi


Oh… Indonesiaku
Oh… Ibu pertiwi
Oh.. Indonesiaku
Lampiran - 201 -
 
Puisi II : Mereguk Perjalanan

Oleh : Ginandjar Wilujeng

Mereguk perjalanan,ingin ku endapkan semua gelisah


Biar ku dimamah,biarku digerus ,air yang mengalir
Ini hari,kian gelap,ini waktu…terus berlalu
Orang lalu lalang, terhimpit kebosanan, tersekat pada dinding
Tersedak etalase, berdegup bagai mesin, dilindas tirani
Berebut kekuasaan bukan tuk sesama
Berebut kebenaran, mengatas namakan tuhan
Bila ku tenggelam malam teruslah berjalan
Benar…salah…terang…gelap….
Siapa diriku sebenarnya, siapa dirimu sebenarnya
Siapakah kita sebenarnya, siapa mereka sebenarnya
Dapatkah kita masih bisa disebut sebagai manusia
Bila kita tak lagi bisa sekedar berbagi saja…..
- 202 - Lampiran

Lampiran 5. Naskah Pementasan Surya Laras

Jenis : Gamelan/Karawitan
Pembina : Drs. Dudi Sambojo
Oleh : Surya Laras angkatan IV (2011)
SMA Muhammadiyah I Yogyakarta
Alamat : Jl. Gotongroyong II, Petingen, Karangwaru,
Tegalrejo, Yogyakarta, DI. Yogyakarta 55241
Telpon : 0274-563739, 519533
Para Pemain :
• Rifka dan Intan bonang
• Eliza dan Nisa gong/kempul
• Agil dan Desita kethuk/kenong
• Fitri dan Saren waranggana
• Fatma dan Lintang gendher/slenthem
• Riana dan Sunarmi demung
• Luthfi dan Muthia saron
• Lafi dan Laela saron
• May Puji kendhang
Dalam pementasan selama 60 menit pada tanggal Juni 2011, Surya Laras
mementaskan gendhing : 1). Manyar Sewu, 2). Tamba Ati, 3). Gugur
Gunung, 4). Sluku-sluku Bathok, 5). Sholawat Badar, 6). Mbok ya Mesem, 7).
Yogyakarta Berhati Nyaman, Runtung, 9). Mikat Manuk, 10). Suwe Ora
Jamu.

Mbok Ya Mesem
gubahan : Ki Narto Sabdho

E e e mbok ya mesem, mrengut pedahe apa


E e e mbok ya ngguyu, susah pedahe apa
Panjalukku dhik, tetapa ing janji
Aja ewa, aja tansah cuwa
Nadyan aku uga tan selaking janji
E…mesem’a tansah ta enteni
Yo bareng angudiluhuring kakagaman
Watone tumemen mesthi kasembadan
Lampiran - 203 -
 
Lampiran 6. Penampilan Tari Golek dan Nusantara Voices

Jenis : Tarian
Tema/Lakon : 1. Golek Menak : Beksan Dewi Kelasworo - Dewi Aninggar
2. Tari Golek Sulung Dhayung
Oleh : Ajeng Anggin/Vidyana Arsanti
Alamat : Jl.Kadipaten Kidul 44 Rt 10/ Rw 03,
Kel.Kadipaten, Kec.Kraton 55132 Yogyakarta, Indonesia
Telpon : 0274-563739, 519533

Ajeng Anggin PH. Lahir di Yogyakarta 14 Maret 1991. Selain menuntut ilmu di
Univ.Widya Mataram Yogyakarta tingkat 3, juga mempunyai hobi menari terutama
menari tarian klasik gaya Yogyakarta. Memulai latihan menarinya di sanggar tari
YSAB ( Yayasan Siswa Among Bekso) pada tahun 2003. Namun, sebelumnya ia
sudah lebih dulu mengenal tari melalui lingkungan sekitar dan pada saat ia duduk di
bangku taman kanak-kanak. Beberapa pengalaman pentas tari telah di lakoni sejak
duduk di bangku taman kanak-kanak. Lingkungan yang berlatar belakang kesenian
dan bakat yang dimiliki itulah yang mendorong ia untuk mengembangkan tari
tersebut. Saat ini tercatat sebagai mahasiwa jurusan Sosiologi Univ. Widya
Mataram Yogyakarta (UWMY).
Pementasan tari yang pernah diikuti, yaitu :
• Pementasan Ramayana ballet di beberapa tempat dri tahun 2008 hingga
sekarang : i). di Candi Prambanan Yogyakarta, ii). di Ndalem Kaneman
Yogyakarta, iii). Di Ndalem Njoyokusuman (Gadri Resto) Yogyakarta
• Pementasan Wayang Wong
1. Fragmen Wisnu Kromo pada tahun 2008 di Ndalem Yudaningratan
Yogyakarta
2. Fragmen Kumbakarna Gugur pada tahun 2010 di Ndalem Yudaningratan
Yogyakarta
3. Fragmen Kumbakarna Gugur dalam misi kebudayaan di TMII Jakarta pada
tahun 2010
4. Fragmen Sri Tumurun pada tahun 2011 di Ndalem Mangkubumen
Yogyakarta
• Pementasan Tari di Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat dari tahun 2008 hingga
Sekarang :
1. Tari Golek Sulungdhayung
2. Tari Golek Pamularsih
- 204 - Lampiran

3. Tari Golek Boworogo


4. Tari Srimpi
5. Tari Beksan Putri
6. Tari Beksan Kakung-Putri
7. Tari Bedhaya
8. Tari Golek Menak
• Pementasan Tari Reog Keprajuritan gaya Yogyakarta pada tahun 2011 di
Kaliurang Yogyakarta dan Taman Budaya Yogyakarta

Vidyana Arsanti. Lahir di Yogyakarta 02 Mei 1986. Selain menjadi ast.Dosen UGM
jurusan Geografi, ia juga mempunyai hobi menari terutama menari tarian klasik gaya
Yogyakarta. Memulai latihan menarinya di sanggar tari PLT ( Bagong Kusudiharjo
sanggar) tahun 2000 dan YSAB ( Yayasan Siswa Among Bekso) pada tahun 2005.
Beberapa pengalaman pentas tari telah di lakoni sejak belajar tari tersebut. Dengan
latar belakang dukungan keluarga dan bakat yang dimiliki itulah yang mendorong ia
untuk mengembangkan tari tersebut. Tari yang sudah ia bisa antara lain : Tari Sari
Sumekar, Tari Matoyo Retna, Tari Golek Sulungdhayung, Tari Golek Pamularsih.
Tari Srimpi, Tari Bedhaya, Tari Golek Menak, Tari Persembahan, Tari Fragmen
Ramayana, Beberapa Tari Kreasi Baru, Hingga menari Wayang Wong yang berlatar
Mahabarata.
Lampiran - 205 -
 
Jenis : Paduan Suara
Tema : Dari Sabang Sampai Merauke
Oleh : Nusantara Voices paduan suara mahasiswa UWMY ~
Alamat : Kampus UWMY
nDalem Mangkubumen KT III/237 Yogyakarta

Rek Ayo Rek


Asal : Jawa Timur

Rek ayo rek mlaku mlaku nang tunjungan


Rek ayo rek rame rame bebarengan
Mangan tahu jadhi campur nganggo timun
Malam minggu gak apik dhigawa nglamun
Ngalor ngidur liwat took numpak motor
Masih untung nyenggal nyenggol ati lega
Sapa ngerti nasib awak lagi mujur
Kenal anak e sing dodol rujak cingur
Ja dhipikir kon padha gak duwe sangu
ja dhipikir angger padha gelem melu aku
cah ayo cah sapa gelem melu aku
cah ayo cah golek kenalan cah ayu

Gundul Pacul
Asal : Jawa Tengah

Gundul gundul pacul cul gelelengan


Nyunggi nyunggi wakul kul gembelengan
Wakul ngglimpang segane dadi dak ratan
Wakul ngglimpang segane dadi sak ratan

Bungong Jeumpa
Asal : Nanggro Aceh Darussalam

Bungong jeumpa bungong jeumpa megah di Aceh


Bungong telebeh, telebeh indah lagoina
Puteh kuneng mejampu mirah
Keumang siulah cidah that rupa
Lam sinar buleun lam sinar buleun angen peu ayon
Ru roh mesuson mesuson, nyang malamala
Mangat that mebe
- 206 - Lampiran

Ampar-ampar Pisang
Asal : Kalimantan Selatan/Pencipta: Hamiedan AC

Ampar ampar pisang


Pisangku balum masak
Masak sabigi dihurung bari-bari
Masak sabigi dihurung bari-bari
Mangga lepak mangga lepok
Patah kayu bengkok
Bengkok dimakan api, apinya canculupan
Patah kayu bengkok
Bengkok dimakan api, apinya canculupan
Jari kaki sintak dahulu akan masak
Ampar ampar pisang
Pisangku balum masak
Masak sabigi dihurung bari-bari
Masak sabigi dihurung bari-bari
Mangga ricak mangga ricak
Patah kayu bengkok
Tanduk sapi tanduk sapi kulibir bawang
Nang mana batis kutung dikitip bidawang

Yamko Rambe Yamko – Provinsi Papua / Irian Jaya


Asal : Papua

Hee yamko rambe yamko aronawa kombe


Hee yamko rambe yamko aronawa kombe
Teemi nokibe kubano ko bombe ko
Yuma no bungo awe ade
Teemi nokibe kubano ko bombe ko
Yuma no bungo awe ade
Hongke hongke hongke riro
Hongke jombe jombe riro
Hongke hongke hongke riro
Hongke jombe jombe riro

Apuse
Asal : Papua
Apuse kokon dao
Yarabe soren doreri
Wuf lenso bani nema baki pase
Apuse kokon dao
Lampiran - 207 -
 
Yarabe soren doreri
Wuf lenso bani nema baki pase
Arafabye aswarakwar
Arafabye aswarakwar

Terjemahan bebas bahasa Indonesia :


Kakek-nenek ku mau
pergi ke negeri seberang, Teluk Doreri
Pegang saputangan dan melambaikan tangan
Kakek/nenek aku mau
pergi ke negeri seberang, Teluk Doreri
Pegang saputangan dan melambaikan tangan
Kasihan aku, selamat jalan cucuku
Kasihan aku, selamat jalan cucuku

Gambang Suling
Asal : Jawa Tengah

Gambang suling, ngumandhang swarané


Thulat thulit, kepénak uniné
Uuuuniné mung
Nreyuhaké ba reng lan kentrung
Ke tipung suling, sigrak kendhangané

Kicir kicir
Asal : Betawi

Kicir kicir ini lagunya


Lagu lama ya tuan dari jakarta
Saya menyanyi ya tuan memang sengaja
Untuk menghibur menghibur hati nan duka

Burung dara burung merpati


Terbang cepat ya tuan tiada tara
Bilalah kita ya tuan suka menyanyi
Badanlah sehat ya tuan hati gembira
Buah mangga enak rasanya
Si manalagi ya tuan paling ternama
Siapa saja ya tuan rajin bekerja
Pasti menjadi menjadi warga berguna
- 208 - Lampiran

Makalah Seminar Budaya


28 Juni 2011, Gedung Nehru UWMY

Wayang Membangun Budaya Konstruktif Bangsa


oleh : Pitoyo Amrih

Disusun dalam rangka diskusi yang bertema Reinterpretasi dan Rekonstruksi


Budaya Konstruktif, dalam rangka Pekan Budaya Masuk Kampus 2011, Universitas
Widya Mataram Yogyakarta, Selasa, 28 Juni 2011.

Saya beranggapan bahwa sebagian besar dari kita pasti pernah mendengar istilah
‘Wayang’ dalam kehidupannya. Tapi apakah wayang itu? Apakah wayang sekedar
murni sebuah karya seni pentas? Ataukah lebih dari itu? Bila kita melihat di literatur,
secara akademis memang banyak sekali para budayawan berusaha membuat
definisi tentang wayang ini. Dalam hal ini, saya mencoba untuk membuat cakupan
definisi yang lebih luas. Tentunya sekedar merangkum dari semua definisi yang
pernah ada. Seperti yang pernah saya sampaikan pada seminar dalam rangka
Bandung Wayang Festival 2011 yang baru lalu, bahwa wayang adalah :
Media kreatif pertunjukkan dengan peraga menceritakan simbol-simbol sebuah kisah
dalam rangka mengkomunikasikan nilai-nilai kehidupan.
Wayang pada perspektif Pertunjukan Dengan Peraga
Dalam sejarah kita mengenal wayang beber, wayang kulit purwa, kemudian di
wilayah Sunda kita mengenal wayang golek, kemudian ada wayang tengul, wayang
orang, sampai kemudian yang modern saat ini muncul kreasi wayang suket, wayang
climen, wayang kampung sebelah, dan entah kreasi pertunjukan wayang apa lagi
yang mungkin muncul di masa datang.
Ini semua adalah hasil kreasi budi daya, yang juga banyak memiliki nilai kehidupan
yang bisa memberikan kepada kita banyak pembelajaran. Misalnya konsep kata
‘Wayang’ itu sendiri. Atau falsafah ‘kelir’ dalam pertunjukan wayang. Yang
seharusnya kita gali, kita tafsirkan, kita maknai, diskusikan sehingga menjadi bagian
dari pembangunan karakter kita sendiri.
Wayang dengan pendekatan Simbol-simbol Sebuah Kisah
Sebuah pertunjukan dengan peraga butuh sebuah kisah yang juga merupakan
analogi dan personifikasi dari kehidupan yang diharapkan menjadi inspirasi nilai bagi
setiap penikmatnya. Kisah yang kebetulan popular adalah kisah Ramayana dan
Mahabarata. Tapi kemudian banyak orang yang menganggap bahwa kisah itu sama
dengan kisah yang ada di India. Kisah Ramayana dan Mahabarata yang dipakai
dalam pertunjukan wayang adalah kisah yang sudah digubah dan melalui proses
Lampiran - 209 -
 
akulturasi budaya yang begitu panjang di tanah Jawa. Jadi ketika kita membaca
kisah terjemahan asli dari India, akan terasa benar beda nuansa dan roh-nya bila
kita bandingkan dengan kisah yang dipertunjukkan dalam wayang, walaupun
menggunakan nama-nama tokoh yang sama.

Tabel 1. Kisah Wayang vs Nilai Masa Kini dalam lakon Pewayangan

Uraian Ket.
Nilai etika pemberdayaan Contoh simbolisasi kisah yang tetap relevan
modern
Nilai kepemimpinan Lakon Wahyu Makutarama, Semar Maneges,
Petruk Dadi Ratu
Nilai kejujuran dan Lakon Sumantri Ngenger, Bima Suci, Kresna
integritas Gugah
Nilai perjuangan, Lakon Rama Tambak, Babat Alas Wanamarta,
produktivitas Wirata Parwa
Nilai nasionalisme Lakon KumbakarnoGugur, KikisTunggarana
Kisah inilah yang kemudian coba saya tulis kembali ketika kita merasakan bahwa
sedikit sekali naskah yang menceritakan kisah tersebut dalam akulturasi budaya
Jawa. Karena kisah inilah yang sebenarnya memuat nilai-nilai budaya lokal yang
bisa menjadi pondasi bagi pembangunan karakter bangsa.
Wayang sebagai Pengkomunikasi Nilai-nilai
Dalam hal ini saya mencoba untuk memberi penekanan bahwa bila kita melihat
secara keseluruhan, maka wayang sebenarnya tidak berhenti hanya menjadi sebuah
komoditi budaya, baik dalam bentuk pertunjukkan, maupun dalam perspektif kisah
yang dipakai. Ada hal yang juga penting ketika kita melihat bahwa wayang pada
hakekatnya adalah sebuah media untuk mengkomunikasikan nilai-nilai budaya kita
sendiri yang sudah ada begitu lama.
Nilai-nilai yang tertuang dalam ungkapan, tembang, perlambang, nasehat kearifan,
kata-kata, dialog dalam kisah Dunia Wayang, yang menjadi tugas kita semua untuk
terus mencari, menggali, mengumpulkan, membuat tafsir terhadapnya, merenungi,
memaknainya, dan setiap kebaikan yang ada padanya, coba kita jadikan menjadi
bagian dari kehidupan kita.
- 210 - Lampiran

Tabel 2. Membangun Budaya Konstruktif Bangsa

Uraian Keterangan
Bangga sebagai bangsa • Lakon Sesaji Rajasuya
• Karakter Kumbakarno, Bisma
Berpikir positif • Karakter Sukrasana, Yudhistira, Sadewa.
Lakon Sumantri Ngenger
Gotong royong • Lakon Rama Tambak
• Karakter para Pandawa
Menghargai perbedaan • Masuknya karakter Punakawan dalam
wayang
• adanya konsep kelir
Menghindari kekerasan • Karakter Kresna, Yudhistira
Tidak menyerah • Karakter Bima, Gatotkaca
• Lakon BimaBungkus,
Sadar hak orang lain • Falsafah karakterPunakawan, karakter
Kamadjaya
• Lakon Makutarama, falsafah Wanda
Sampai di sini, kita bisa melihat bahwa Wayang membawa sebuah nilai. Dan Nilai,
yang saya pahami adalah pengertian sederhana dari pemikiran kita ketika melihat
sebuah kejadian, apa yang ada dikepala kita dalam rangka mengkonfirmasi benar
salahnya sesuai pemahaman kita akan benar salah, sehingga kita bisa melakukan
telaahan ‘bagaimana seharusnya’. Konstruksi ‘Bagaimana seharusnya’ inilah yang
disebut sebagai Nilai. Sehingga, sesuai tema dalam diskusi kali ini, bahwa sebuah
nilai, apapun itu, apakah itu nilai agama, nilai estetika, nilai budaya, ataupun nilai
pribadi, pastilah sebuah produk dari budaya konstruktif.
Pertanyaan berikutnya adalah, di tengah budaya global dan budaya modern saat ini,
apakah wayang masih relevan bisa dipakai sebagai bagian dari budaya konstruktif.
Hal ini tentunya berawal dari kebutuhan orang masa kini akan sebuah nilai. Kita
melihat banyak teori pengembangan diri modern yang cukup laku, baik itu di
lingkungan pribadi, instansi pemerintah, maupun perusahaan. Ini adalah bukti bahwa
manusia haus akan nilai. Sehingga menjadi kewajiban kita untuk juga membawa ke
permukaan hal-hal yang seharusnya merupakan pengembangan diri dari karakter
budaya lokal ataupun bangsa kita sendiri.
Di sinilah kita kemudian menjadi wajib untuk tidak sekedar belajar atas nilai budaya
konstruktif yang dimiliki bangsa lain, tapi juga mau belajar, menggali,
menginterpretasikan kembali membuat tafsir-tafsir apa yang sudah diupayakan
pendahulu kita dalam menyusun nilai dari suatu peradaban kita sendiri. Nilai yang
Lampiran - 211 -
 
bisa jadi tersimpan dalam karya sastra, bangunan, upacara adat, seni pertunjukan,
termasuk wayang di antaranya.
Saya bisa sebutkan di sini contoh-contoh budaya konstruktif yang berangkat dari
karifan budaya lokal sebagai bagian dari karakter bangsa kita sendiri yang masih
relevan dan termuat dalam wayang. Baik itu dilihat dari falsafah seni pentasnya, atau
pun nilai cerita yang terkandung di dalamnya. Misalnya mengenai nilai-nilai
kepemimpinan, nilai kejujuran dan integritas, nilai perjuangan, produktifitas,
nasionalisme, termasuk hal-hal yang bisa tumbuh sebagai budaya kostruktif bagi
bangsa, seperti sikap bangga sebagai bangsa, berpikir positif, gotong-royong,
mnghargai perbedaan, menghindari kekerasan, tidak menyerah, sadar hak orang
lain, dan sebagainya.

Pitoyo Amrih
- penulis novel wayang -
- 212 - Lampiran

Notulensi Diskusi

Tema : Reinterpretasi-Rekonstruksi Budaya Konstruktif


Tempat : Gedung Nehru – Universitas Widya Mataram Yogyakarta
Waktu : Selasa, 28 Juni 2011; pukul 09.00 WIB - selesai

Sambutan Ketua Panitia Pekan Budaya


Puji Qomariyah:

Assalamu ‘alaikum wr. wb.

Salam sejahtera bagi kita semua atas berkat rahmat Tuhan YME, saat ini
kita bisa diberi kesempatan untuk berkumpul dalam suasana yang menggembirakan.
Pertama-tama, perkenankan saya mengucapkan beribu terima kasih atas
kehadirannya di dalam acara Seminar Kebudayaan dengan tema Reinterpretasi-
Rekonstruksi Budaya Konstruktif. Seminar ini merupakan rangkaian dari Pekan
Budaya Masuk Kampus 2011 hasil kerjasama antara Universitas Widya Mataram
Yogyakarta dengan Dinas Pariwisata Prop. DIY, Dinas Kebudayaan Prop. DIY,
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Yogyakarta, serta Humanisma-Yogyakarta.
Bahwa budaya mengandung makna dan pemahaman yang universal dan
beragam, karenanya tidak ada tafsir tunggal atas budaya itu sendiri. Budaya; baik
yang konstruktif maupun destruktif; sifatnya dinamis sejalan dengan peradaban dan
perjalanan kehidupan manusia, karenanya perubahan atas budaya adalah sebuah
keniscayaan. Namun begitu, dalam koridor hidup manusia yang tidak bisa terlepas
dengan lingkungan sekitarnya, sehingga untuk melanjutkan kehidupan manusia
itulah diperlukan interpretasi sekaligus rekonstruksi atas budaya-budaya konstruktif
sehingga kehidupan manusia berjalan dengan seimbang.
Hadirin sekalian yang saya muliakan, saya tidak akan berpanjang lebar
dalam memberikan kata sambutan, karena para pemakalah nantinya yang akan
mengupas lebih jauh tentang reinterpretasi-rekonstruksi budaya konstruktif dalam
sudut pandang serta latar belakang yang dimilikinya. Semoga paparan para
pemakalah dapat memberikan pencerahan sekaligus terbuka untuk diperdebatkan
dalam frame diskusi yang mulia ini sehingga semakin menambah wawasan serta
sudut pandang kepada kita semua bahwa kebudayaan pada akhirnya akan
membentuk peradaban manusia.
Sumbangsih pemikiran dalam diskusi ini akan sangat berarti bagi kita semua.
Dalam kesempatan ini kami panitia menyampaikan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah berkenan membantu
menyukseskan acara seminar kebudayaan ini. Terima kasih kami sampaikan kepada
Dinas Pariwisata Prop. DIY, Dinas Kebudayaan Prop. DIY, Dinas Pariwisata dan
Lampiran - 213 -
 
Kebudayaan Kota Yogyakarta, Real Good, Media partner kami : Radio Anak Jogja,
Radio Retjo Buntung, Harian Jogja, Kompas Gramedia.
Kurang lebihnya, dengan keterbatasan yang ada dalam menyambut para
hadirin, kami mohon maaf sebesar-besarnya.
Dengan budaya dan kebudayaan yang konstruktif, semoga kita dapat
meningkatkan kualitas kehidupan manusia dengan lebih baik di masa-masa datang.
Selamat berdiskusi.

Terima kasih.

Wassalamu ‘alaikum. Wr. Wb.

Prolog Moderator : AB. Widyanta. S.Sos.


(sosiolog, bekerja di Pusat Studi ASEAN - UGM)
Assalammualaikum Wr.wb.
Salam sejahtera untuk kita semua. Terimakasih Mbak Puji atas waktu dan
kesempatan yang diberikan kepada saya. Adalah sebuah kehormatan bagi saya
dipercaya untuk menjadi moderator Diskusi Budaya dengan tema “Reinterpretasi
dan Rekonstruksi Budaya Kontruktif” pada hari ini.
Bapak dan Ibu hadirin semua yang kami hormati, khususnya Mas Pitoyo Amrih
sebagai narasumber tunggal dalam diskusi kita hari ini, selamat pagi dan
selamat datang dalam acara Diskusi Budaya dengan tema “Reinterpretasi dan
Rekonstruksi Budaya Kontruktif”. Perkenankan saya untuk memberikan catatan
pengantar, sebelum nanti Bapak Pitoyo Amrih mempresentasikan materi diskusi
yang tentunya sangat menarik dan sudah kita nanti-nantikan bersama.
Sebagai penghantar Diskusi Budaya yang bertema “Reinterpretasi dan
Rekonstruksi Budaya Kontruktif”, saya ingin mencoba memapar atau lebih
tepatnya meng-elaborasi situasi Bangsa Kita dalam beberapa waktu terakhir ini.
Di berbagai media masa kita dijejali dengan berbagai berita yang membuat hati
kita miris. Dalam dua bulan terakhir, Harian Kompas misalnya saja, secara serial
mengulas keterpurukan Bangsa ini. Seluruh lini kehidupan Bangsa kita telah
tersandera oleh korupsi. Selain negara ini telah mengarah kepada kleptokrasi,
masyarakat kita pun semakin permisif terhadap praktik korupsi. Bangsa ini
terancam membusuk oleh kebangkrutan moral.
Lagi-lagi opini Kompas hari ini, 28 Juni 2011, yang ditulis oleh Herry Priyono
mengulas hal serupa. Judulnya cukup provokatif: Pembusukan Kolosal. Di dalam
opini itu ditegaskan bahwa Korupsi bukan hanya pencurian dan penggelapan
uang negara, melainkan juga pembusukan kehidupan bersama. Ciri kolosal
- 214 - Lampiran

pembusukan ini telah mencapai tahap ketika suasana kehidupan bersama kita
luluh lantak menjadi jaringan benalu kolosal. Pendek kata, korupsi bukan semata
masalah hukum atau ekonomi, tetapi yang jauh lebih besar tingkatan
kerusakannya adalah perkara budaya bangsa ini. Yang kita hadapi adalah
kebangkrutan budaya.Lantas bagaimana kita mesti menyikapi situasi
kebangkrutan kolosal semacam itu? Kita tak tahu lagi dari mana mengurainya.
Naga-naganya kita saat ini berkencenderungan untuk jatuh pada gejala yang
semakin kuat betapa kita kehabisan akal untuk melahirkan kembali Indonesia.
Melahirkan kembali Indonesia. Nampaknya menjadi kata/kalimat yang sejalan
dengan spirit diskusi kita hari ini. Tema “Reinterpretasi dan Rekonstruksi Budaya
Konstruktif” memiliki agenda yang sama tentang bagaimana melahirkan kembali
Indonesia kita. Dalam hal ini kata Re- yang menempel pada kata Re-interpretasi,
Re-konstruksi, merujuk pada makna revitalisasi atas segala sesuatu yang bisa
menjadi fundamen kuat bagi tegaknya kembali kehormatan dan kemartabatan
Bangsa yang kita cintai ini.
Kata “Budaya Konstruktif” nampaknya memang dikedepankan sebagai tema
yang merujuk pada sesuatu “penanda besar” yang diharapkan akan mampu
menandingi budaya yang telah membusuk (pembusukan kolosal) sebagai
realitas pahit bangsa kita hari-hari ini. Apa yang ingin saya tegaskan pada
pengantar diskusi ini adalah bahwa kita semua yang hadir pada hari ini adalah
insan-insan peduli sekaligus gelisah yang berupaya untuk membincang dan
mencari solusi atas kebangkrutan total itu dengan mencari serpihan nilai-nilai
budaya yang bisa memperkuat konstruksi bangunan banga ini. Saya kira ini
adalah bagian dari ikhtiar kita untuk melahirkan kembali Indonesia.
Untuk mempersingkat waktu, saya segera ingin membacakan curiculum vitae
narasumber tunggal kita, Mas Pitoyo Amrih, yang akan memaparkan penggalian
nilai-nilai budaya konstruktif yang terkandung dalam dunia wayang. Mas Pitoyo
Amrihini lahir di Semarang pada tanggal 13 Mei 1970. Menempuh pendidikan
dasar dan menengah di Kota Semarang. Menyelesaikan pendidikan sarjana
Teknik Mesin Institut Teknologi Bandung pada tahun 1993, kemudian sempat
hidup di Jakarta, Pekanbaru, dan saat ini menekuni profesi utama di bidang
engineering di sebuah perusahaan farmasi di Solo. Ia menikah dengan Hestrini
R. Wulandaridan dikaruniai putra Danendra Amrih. Saat ini ia tinggal di wilayah
Solo, Jawa Tengah.
Dalam dunia tulis menulis, Mas Pityo Amrih telah melahirkan banyak karya.
Sebagaimana Bapak Ibu hadirin juga bisa membacanya dalam paper, beberapa
karya beliau diantaranya: Antareja-Antasena, Jalan Kematian Para Ksatria
(Pinus, 2007); Narasoma, Ksatria Pembela Kurawa (Pinus, 2008); The Darkness
of Gatotkaca (DivaPress, 2009); Pertempuran 2 Pemanah Arjuna-Karna
Lampiran - 215 -
 
(DivaPress, 2009); Perjalanan Sunyi Bisma Dewabrata (DivaPress, 2010); Resi
Durna, Sang Guru Sejati (DivaPress, 2010); Memburu Kurawa (DivaPress,
2011). Itulah tadi curiculum vitae dari Mas Pitoyo Amrih.
Tanpa berpanjang kata, kini giliran Mas Pitoyo Amrih untuk memaparkan
presentasinya. Saya serahkan waktu secukupnya kepada Mas Pitoyo Amrih.
Silakan Mas Amrih. Terimakasih.

Sessi Diskusi
Pengantar Diskusi dari Moderator: AB.Widyanta
Terimakasih Mas Pitoyo Amrih atas paparan yang sangat menarik seputar dunia
wayang. Saya kira terlalu panjang untuk mengulas paparan Mas Amrih. Namun
perkenankan saya untuk memberikan beberapa catatan penting dari paparan
Mas Amrih di awal. Setelah menguarai panjang lebar sejarah pewayangan di
Nusantara, kita diberikan pemahaman oleh Mas Amrih bahwa wayang adalah
media kreatif pertunjukkan dengan peraga menceritakan simbol-simbol sebuah
kisah dalam rangka mengkomunikasikan nilai-nilai kehidupan.
Dalam hemat saya, definisi ini memberikan pemaknaan yang mendalam bahwa
wayang adalah dunia simbol konstruksi manusia, hasil daya cipta dan karsa,
untuk memaknai berbagai peristiwa ataupun realitas dunia yang melingkupi
berdasarkan konteks semasa. Tentu saja wayang sebagai hasil cipta rasa dan
karsa manusia melalui perubahan berdasarkan gerak jaman yang
melingkupinya.
Simbol-simbol dalam bentuk visual wayang dan juga penuturan dalang berupaya
menghadirkan pola komunikasi antara manusia dan jaman yang bergerak itu.
Kandungan petatah-petitih dari sang dalang adalah upaya mereproduksi nilai-
nilai budaya luhur/kontruktif. Dan disitulah bagaimana reinterpretasi/penggalian
akar nilai pondasi sebuah tatanan masyarakat senantiasa dihadirkan. Dalam
konteks kekinian, itulah yang coba tetap dijadikan sebagai ruang interpretasi
atas laku dan tindak tanduk perangai manusia. Dalam jangkauan terluasnya,
kehidupan berbangsa dan bernegarapun bisa dilacak dari penggalian nilai luhur
dari akar dan nilai budaya yang telah diwariskan nenek moyang kepada kita.
Kira-kira itu tadi beberapa catatan saya atas materi dan paparan dari Mas Amrih.
Selanjutnya kita akan memasuki sesi tanya jawab. Saya mencoba akan
membuka dua termin tanya jawab. Setiap termin saya membuka kesempatan
tiga penanya untuk memberikan pertanyaan ataupun komentarnya. Saya buka
saja termin tanya jawab yang pertama untuk tiga orang penanya. Saya
persilahkan.
- 216 - Lampiran

Termijn Pertama
1. As Martadani :
Terimakasih atas kesempatannya. Ada beberapa komentar terkait seminar pagi
ini dan juga paparan dari narasumber Pak Pitoyo Amrih. Komentar saya yang
pertama, nampaknya dengan tema diskusi yang berjudul “Reinterpretasi dan
Rekonstruksi Budaya Konstruktif” ini, panitia sangat kental bau
postmodernismenya. Kata reinterpretasi dan rekonstruksi ini banyak dipakai
kalangan postmodernis untuk melihat realitas masyarakat hari ini. Sepertinya
panitia hendak menunjukkan perspektif postmodernis dalam memandang
budaya ini.

2. Suwarjo
Terimakasih atas kesempatan dan waktu untuk saya. Saya termasuk orang yang
sebenarnya tidak tahu mendalam tentang wayang. Orang tua saya jauh lebih
mendalam pengetahuannya tentang dunia pewayangan. Saya tahu dari orang
tua saya itu. Ketika kecil saya diajak dan sering diperdengarkan siaran wayang
di radio.
Dalam beberapa diskusi pewayangan yang pernah saya ikuti. Selalu saja bahwa
untuk menyebarluaskan dan mengenalkan dunia pewayangan ini, kita selalu
terkendala dengan minimnya sekolah pedalangan. Terlebih kuatnya pengaruh
budaya modern ini, anak-anak muda kita tidak banyak lagi yang tertarik pada
wayang. Bagaimana kita mesti menyikapi semakin langkanya sekolah-sekolah
pedalangan ini?
Pertanyaan saya yang kedua, pertunjukan wayang ini memang potensial untuk
dijadikan sarana mengkomunikasikan nilai-nilai budaya luhur. Memang televisi
saat ini pun sudah menyiarkan siaran wayang kulit. Tapi itu hanya hari-hari
tertentu saja, dan itu sangat terbatas. Pagelaran wayang ini sangat penting untuk
sarana penyebarluaskan nilai-nilai budaya itu, namun masyarakat seringkali juga
terbentur pada biaya “nanggap”. Hitungan ongkos/biaya untuk nanggap
sangatlah mahal. Tentu ini butuh pemikiran untuk memasyarakatkan wayang
tanpa harus terbentur dana. Mohon tanggapan.

3. Mahasiswa:
Terimakasih atas kesempatan untuk saya. Saya orang Papua yang tidak tahu
banyak tentang dunia wayang. Saya sendiri tidak mengerti atau belum bisa
menggunakan bahasa Jawa. Tapi saya sangat setuju dengan pemaparan dari
narasumber tadi bahwa wayang ini merupakan sarana untuk
mengkomunikasikan berbagai nilai budaya yang konstruktif.
Persoalannya adalah apakah memang masih relevan pertunjukan wayang ini
bagi kaum muda kita. Kita bisa pastikan bahwa yang disukai anak muda kita
Lampiran - 217 -
 
adalah dunia pertunjukan yang modern, dan bukannya pertunjukan wayang. Bisa
dihitung dengan jari berapa kaum muda kita yang masih menyukai wayang.
Pertanyaan saya dengan cara seperti apa agar anak-anak muda kita bisa
menyukai wayang? Apakah perlu kemasan baru untuk pertunjukan wayang ini
agar disukai oleh kawula muda kita? Mungkin pemerintah perlu memikirkan dan
memberikan atensi juga bagi penyebarluasan pertunjukan wayang ini bagi kaum
muda sehingga mereka bisa belajar nilai-nilai budaya dan tidak terlalu berkiblat
pada nilai-nilai modern yang tertentangan dengan nilai-nilai luhur itu.

Tanggapan Narasumber : Pitoyo Amrih


Terkait dengan pertanyaan pertama. Saya sendiri memang menyadari bahwa
tema diskusi hari ini dikaitkan dengan dunia pewayangan membutuhkan
interpretasi yang tidak ringan. Saya mencoba-coba mengkaitkannya dengan
konteks berbangsa dan bernegara dalam beberapa waktu terakhir. Tanggapan
pertama tadi mengajak untuk melebarkan pembicaraan ke ranah politik dan
perikehidupan bangsa saat ini yang dinilai sudah memprihatinkan dengan fakta
contoh praktik-praktik kemerosotan moral di dalamnya.
Pada wilayah ini, saya hanya memberi garis bawah bahwa, bisa jadi keadaan di
luar sana begitu menyesakkan, kita boleh saja berwacana dan berdiskusi serta
berkomentar bagaimana sebaiknya, salah siapa dan sebagainya, tapi menurut
saya yang paling penting adalah ‘apa yang bisa kita lakukan’ atas keadaan itu,
agar segala sesuatunya tidak bertambah buruk, bahkan harus menjadi lebih
baik. Kita bisa menggali berbagai nilai-nilai budaya yang diwariskan kepada kita
melalui dunia pewayangan.
Menanggapi pertanyaan dari penanya kedua yang ketiga yang nampaknya
hampir sama. Yaitu ingin menyoroti tentang bagaimana memasyarakatkan
wayang di jaman yang telah berubah serba modern ini. Tentu saja ini memang
menjadi keprihatinan kita semua. Pertunjukan wayang memang tidak murah,
karena membutuhkan banyak peraga, pengrawit yang jumlahnya cukup banyak.
Selain itu peralatan pertunjukan wayang juga tidaklah sedikit. Demikian juga
sekolah pedalangan atau tempat belajar mendalang bagi anak-anak kita
memang juga menjadi kendala tersendiri untuk memasyarakatkan dunia wayang.
Tapi saya kira, ada yang bisa kita tempuh untuk tetap memasyarakatkan wayang
itu. itulah mengapa saya tertarik untuk menuliskan kisah-kisah/lakon ke dalam
novel. Karena dunia wayang yang dituliskan dalam bentuk novel atau komik juga
bisa memunculkan kegairahan kaum muda untuk mencintai wayang. Novel dan
komik itu sendiri bisa memiliki segmen tersendiri bagi kaum muda kita.
- 218 - Lampiran

Termijn Kedua
Jaya
Dari paparan narasumber tadi, terkesan bahwa wayang itu menyajikan berbagai
nilai budaya luhur. Padahal di dalam lakon-lakon wayang itu sendiri terceritakan
kisah angkara murka, kejahatan, perselingkuhan, dan berbagai sifat buruk juga.
Bagaimana kita mesti memaknai sifat-sifat buruk/jahat dalam simbo-simbol
pewayangan itu. Dan itu yang juga terjadi dalam realitas kita. Mohon juga diulas
mengenai sisi buruk itu agar tidak timpang. Karena terkesan dalam seluruh
paparan tadi yang dibahas hanyalah hal-hal / sifat yang baik-baik saja.
Terimakasih.

Tanggapan Narasumber
Pitoyo Amrih:
Menanggapi pada penanya pertama (termin II). Saya sepaham dengan itu. Saya
sendiri sejak awal mengatakan bahwa definisi wayang adalah media kreatif
pertunjukkan dengan peraga menceritakan simbol-simbol sebuah kisah dalam
rangka mengkomunikasikan nilai-nilai kehidupan.Dengan definisi itu, kita menjadi
akan paham tentang berbagai simbol-simbol dan kisah yang tidak tunggal (hal-
hal baik saja). Dalam berbagai lakon wayang selalu saja ada tokoh jahat maupun
tokoh baik. Ada keangkaramurkaan ada kebaikan.

Saya ingin mengatakan bahwa pertunjukan wayang memang memuat berbagai


macam contoh gambaran karakter tokoh-tokoh wayang dengan sifat
kemanusiawiannya. Maka dalam hal ini, pelajaran yang bisa kita ambil tidak
hanya pada sifat baik seseorang, tapi kita juga bisa belajar dari kesalahan-
kesalahan yang dilakukan seseorang tokoh wayang, sehingga kita tidak perlu
melakukan kesalahan seperti yang disimbolkan pada tokoh tersebut
Biodata Penulis
 
 

 
 

Puji Qomariyah. Dilahirkan di Rembang pada 22 Agustus 1974, Puji


menyelesaikan pendidikan sarjananya pada jurusan Sosiologi Fisip
UGM pada tahun 1998. Pada tahun 2005, menyelesaikan pasca
sarjananya pada jurusan Ilmu Politik Sekolah Pasca Sarjana UGM.
Saat ini tercatat sebagai dosen jurusan Sosiologi Universitas Widya
Mataram Yogyakarta (UWMY). Di tengah kesibukannya sebagai
Ketua Jurusan Sosiologi UWMY beberapa tulisannya sempat dimuat
di Kompas regional Yogyakarta: Mereka “Belajar” di Jalanan, Pagar
Setinggi 1 Meter, serta narasumber beberapa media cetak lokal untuk
permasalahan sosial. Buku yang telah diterbitkan diantaranya: i).
Agama dan Relasi Sosial, Menggali Kearifan Dialog. ISBN : 979-
9492-58-2, ii). Teori Ringkas, Latihan Soal & Pembahasan.
SOSIOLOGI SMA. ISBN : 978-602-8055-54-3, iii) Berkenalan dengan
Sosiologi, sebuah pengantar (dalam proses terbit).
Di luar itu, saat ini menjadi ketua komite sebuah SD di Kabupaten
Sleman.
Alamat yang bisa dihubungi : p_qomariyah@yahoo.co.id
Seri Pendidikan Karakter # 01
Budaya Masuk Kampus. Wujud Puji Qomariyah. Dilahirkan
kebudayaan yang beragam dan dinamis coba di Rembang pada 22 Agustus
1974, Puji menyelesaikan
direfleksi kembali untuk masuk ke kampus serta
pendidikan sarjananya pada
budaya untuk membiasakan diri masuk kampus agar jurusan Sosiologi Fisip UGM
terjadi transformasi sosial-intelektual dunia pada tahun 1998. Pada tahun
pendidikan dengan lingkungan sekitarnya sehingga 2005, menyelesaikan pasca
kampus “tidak hanya” berdiri di atas menara gading sarjananya pada jurusan Ilmu
Politik Sekolah Pasca Sarjana
atas nama keunggulan komparatif yang dimilikinya.
UGM. Saat ini tercatat sebagai
Upaya ini juga sejalan dengan semangat mendiang Sri dosen jurusan Sosiologi
Sultan Hamengkubuwana IX yang menggelorakan Universitas Widya Mataram
Yogyakarta (UWMY). Di tengah
Tahta untuk Rakyat dalam ranah pendidikan.
kesibukannya sebagai Ketua
Pendidikan untuk Rakyat, sehingga pendidikan dapat Jurusan Sosiologi UWMY
lebih terjangkau bagi berbagai lapisan masyarakat; beberapa tulisannya sempat
dan pada akhirnya dapat meningkatkan potensi dimuat di Kompas regional
sumberdaya manusia. Semangat yang disampaikan Yogyakarta: Mereka “Belajar” di
Jalanan, Pagar Setinggi 1 Meter.
oleh Sri Sultan HB IX adalah untuk menumbuhkan
Buku yang telah diterbitkan
wa wa s a n Ke r a k y a ta n , Ke b u d a y a a n , d a n diantaranya: i). Agama dan Relasi
Kebangsaan, agar bangsa ini bisa berdiri tegak sejajar Sosial, Menggali Kearifan Dialog.
dengan bangsa lain secara bersama-sama di dalam ISBN : 979-9492-58-2, ii). Teori
menghadapi perubahan dan tantangan jaman : ilmu Ringkas, Latihan Soal &
Pembahasan. SOSIOLOGI SMA.
pengetahuan, teknologi, dan inovasi di dalam
ISBN : 978-602-8055-54-3, iii)
mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Berkenalan dengan Sosiologi,
Indonesia. sebuah pengantar (dalam proses
Dengan demikian diharapkan dari kampus dapat terbit).
kembali memuncul-tumbuhkan budaya-budaya
konstruktif bagi masyarakat. Mampu membaca
fenomena-fenomena sosial serta me-reinterpretasi
dan rekonstruksi dalam kehidupan masyarakat yang
mewujud dalam sistem sosial dan sistem budayanya.
Penerbit LocuS
Jurusan Sosiologi UWMY
nDalem Mangkubumen KT III/237
Yogyakarta - 55132

LocuS

Anda mungkin juga menyukai