Anda di halaman 1dari 11

Nama: Eli Yanti

NIM : 2020114320002

BAB I

PENDAULUAN

1.1 Latar Belakang


Manusia adalah makhluk hidup yang diberikan berbagai potensi oleh Tuhan,
setidaknya manusia diberikan panca indera dalam hidupnya. Namun tentu saja potensi
yang dimilikinya harus digunakan semaksimal mungkin sebagai bekal dalam menjalani
hidupnya. Untuk memaksimalkan semua potensi yang dimiliki oleh kita sebagai manusia,
tentunya harus ada sesuatu yang mengarahkan dan membimbingnya, supaya berjalan dan
terarah sesuai dengan apa yang diharapkan. Mengingat begitu besar dan berharganya
potensi yang dimiliki manusia, maka manusia harus dibekali dengan pendidikan yang
cukup sejak dini. Dikarenakan, pendidikan itu adalah usaha yang disengaja dan terencana
membantu mempersiapkan generasi muda untuk terjun ke dalam kehidupan masyarakat
memberi bekal pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai untuk hidup, bekerja dan
mencapai perkembangan lebih lanjut di masyarakat.
Secara sosiologi, pendidikan adalah sebuah warisan budaya dari generasi ke generasi,
agar kehidupan masyarakat berkelanjutan, dan identitas masyarakat itu tetap terpelihara.
Sosial budaya merupakan bagian hidup manusia yang paling dekat dengan kehidupan
sehari-hari, dan hampir setiap kegiatan manusia tidak terlepas dari unsur sosial budaya.
Dan pada kenyataannya masyarakat mengalami perubahan sosial yang begitu cepat, maju
dan memperlihatkan gejala desintegratif yang meliputi berbagai sendi kehidupan dan
menjadi masalah, salah satunya dirasakan oleh dunia pendidikan. Tidak hanya perubahan
sosial, budaya pun berpengaruh besar dalam dunia pendidikan akibat dari pergeseran
paradigma pendidikan yaitu mengubah cara hidup, berkomunikasi, berpikir, dan cara
bagaimana mencapai kesejahteraan. Dengan mengetahui begitu pesatnya arus
perkembangan dunia diharapkan dunia pendidikan dapat merespon hal-hal tersebut secara
baik dan bijak. Sehingga, landasan sosial budaya merupakan landasan yang dapat
memberikan pemahaman tentang dimensi kesosialan dan dimensi kebudayaan sebagai
faktor yang mempengaruhi terhadap perilaku individu.
Pendidikan dalam penyelenggaraannya juga berlandaskan pada landasan sosial.
Landasan sosial pendidikan menekankan pada pendidikan dalam prosesnya
memperhatikan kondisi dan proses sosial yang terjadi di suatu masyarakat ataupun sebuah
bangsa. Kondisi sosial suatu masyarakat akan mempengaruhi penyelenggaraan bidang
pendidikan, seperti proses pembelajaran, pengembangan kurikulum, dan pola kerjasama
sekolah dengan masyarakat. Landasan sosial pendidikan mencakup kekuatan sosial
masyarakat yang selalu berkembang dan berubah sesuai dengan perkembangan jaman.
Kekuatan tersebut dapat berupa kekuatan nyata dan potensial yang berpengaruh dalam
perkembangan pendidikan dan sosial budaya seiring dengan dinamika masyarakat.

1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui landasan sosial budaya
dalam perkembangan ilmu pendidikan dan kajian spiritual.

1.3 Manfaat
Manfaat dari penulisan makalah terdiri atas manfaat teoretis dan praktis. Manfaat
teoretis dalam makalah ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran berkaitan
dengan landasan sosial budaya pendidikan.
Manfaat praktis makalah ini meliputi dosen dan mahasiswa. Bagi dosen dan
mahasiswa, makalah ini diharapkan dapat menjadi referensi dalam mengetahui dan
mempelajari hal-hal yang terungkap dalam landasan sosial budaya pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Karakteristik Sosial Budaya Pendidikan

Potensi yang dimiliki manusia yaitu otak mampu menghasilkan kebudayaan, hasil
dari potensi yang tercermin dari berbagai hasil manusia merupakan sumber
pembentukan kebudayaan. Kebudayaan merupakan pengalaman universal manusia,
manifestasi lokal dan regionalnya bersifat unik. Sosial budaya bersifat dinamis tetapi
juga bersifat dinamis, dengan adanya perubahan terus menerus dan tetap.
Koentjaraningrat (1974) mengemukakan bahwa kebudayaan memiliki unsur-unsur
yang universal yaitu bahasa, sistem teknologi, sistem ekonomi, organisasi sosial,
sistem pengetahuan, sistem religi, dan sistem kesenian. Bentuk manifestasi dari unsur-
unsur sosial budaya berbagai masyarakat bersifat unik.

Semua masyarakat memiliki unsur budaya bahasa tetapi tidak ada dua bahasa
yang identik sama. Masing-masing kebudayaan memiliki kekerabatan dan persamaan
tetapi tidak identik. Keragaman atau keunikan dari unsur-unsur sosial budaya
terbentuk karena adanya keragaman lingkungan dan sejarah perkembangan suatu
masyarakat. Kebudayaan bersifat stabil dan dinamis. Unsur-unsur sosial budaya
biasanya bertahan dan stabil untuk suatu periode waktu tertentu, tetapi kontak budaya
dan perubahan lingkungan mempengaruhi terjadinya perubahan budaya (enkulturasi
dan akulturasi). Pendidikan memegang peranan penting dalam perubahan sosial
budaya manusia. Sosial budaya membentuk karakter suatu masyarakat.

Berdasarkan kajian tentang sosial budaya, Murdock (2015) mengidentifikasi


karakteristik kebudayaan yang bersifat universal, yaitu: (1) kebudayaan dipelajari dan
bukan bersifat insting, karena itu kebudayaan tidak dapat diselidiki asal usulnya dari
gen atau kromosom; (2) kebudayaan ditanamkan, generasi baru tidak memiliki pilhan
tentang kurikulum kebudayaan, hanya manusia yang dapat menyampaikan warisan
sosialnya dan generasi berikutnya dapat menyerap dan mengembangkan; (3)
kebudayaan bersifat sosial dan dimiliki bersama oleh manusia dalam berbagai
masyarakat yang terorganisasi; (4) kebudayaan bersifat gagasan, kebiasaan-kebiasaan
kelompok dikonsepsikan atau diungkapkan sebagai norma-norma ideal atau pola
perilaku; (5) kebudayaan sampai pada satu tingkat memuaskan individu dan
kebutuhan kelompok sosial secara budaya dapat didefinisikan; dan (6) kebudayaan
bersifat integratif, selalu ada tekanan ke arah konsistensi dalam setiap kebudayaan,
jika tidak maka konflik akan cepat menghancurkannya. Kebudayaan yang terintegrasi
dengan baik memiliki kepaduan sosial (social cohesion) di antara institusi dan
kelompok sosial yang mendukung kebudayaan tersebut.

Konsep budaya multikultural merupakan suatu ideologi yang mengkaji perbedaan


budaya, mengakui, dan mendorong pluralisme budaya sebagai suatu corak kehidupan
masyarakat (Zubaedi, 2005:61). Multikultural akan menjadi pemersatu yang
mengakomodasi perbedaan dalam masyarakat yang heterogen. Antar individu hidup
berdampingan dalam kesetaran derajat politik, hukum, ekonomi, sosial, dan budaya.
Prinsip multikultural dapat dijadikan sebagai strategi dan pendekatan dalam
pengembangan kurikulum karena disesuaikan dengan kondisi budaya daerah.
Relevansi antara kurikulum dan sosial budaya dijadikan pedoman dalam penyusun
kurikulum sehingga pelaksanaannya diharapkan dapat mengembangkan potensi
peserta didik dan potensi daerah.

Kebudayan bersifat stabil tetapi dapat berubah, perubahan diukur dari elemen
yang relatif stabil dan stabilitas diukur dari elemen budaya yang berubah dengan
cepat. Beberapa kebudayaan bersifat fleksibel dari yang lain, menyesuaikan diri
terhadap perubahan yang cepat tanpa mengalami disintegrasi. Beberapa aspek
kebudayaan relatif lebih reseptif terhadap perubahan dibandingkan dengan aspek yang
lain. Teknologi berubah dengan cepat dibandingkan dengan nilai-nilai, namun
demikian tidak ada nilai dan ideologi yang secara keseluruhan tetap bersifat statis.

2.2 Hubungan Sosial Budaya dengan Pendidikan

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab


I pasal 1 ayat 2 menyatakan bahwa pendidikan nasional adalah pendidikan yang
berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia, dan
tanggap terhadap tuntutan zaman. Sehingga di dalam penentuan tujuan dan proses
pelaksanaannya, pendidikan di Indonesia harus selalu berakar pada budaya atau
karakter nasional dan disisi lain pendidikan juga harus mampu memenuhi tuntutan
jaman, apalagi di era globalisasi yang menuntut high skilled labor (tenaga
berketerampilan tinggi) yang bisa diterima oleh pasar global. Oleh karena itu,
orientasi pendidikan harus selalu merujuk pada dua hal penting yaitu melestarikan
karakter nasional dan menciptakan lulusan yang dapat bersaing secara kompetitif di
pasar global atau mencetak manusia yang bertindak lokal dan berpikir global.

Peran sekolah adalah sebagai pewaris, pemelihara, dan pembaharu kebudayaan.


Kartono (1977) menyatakan bahwa sekolah hendaknya dapat dijadikan sebagai: (1)
sentrum budaya untuk mengoperkan nilai dan benda budaya sendiri agar budaya
nasional tidak hilang ditelan masa; (2) arena untuk mengumpulkan ilmu pengetahuan
modern, teknik dan pengalaman; dan (3) bengkel latihan untuk mempraktikkan hak
asasi manusia selaku warga negara yang bebas ditengah iklim demokrasi. Sekolah
memiliki tugas mewariskan, memelihara, dan mengembangkan budaya yang
tercermin dalam kurikulum. Archie (2008) berpendapat:

Teachers working with students need increased awareness that


different cultures interpret important concepts differently. The teacher
trained on concepts of cultural centers is more prepared to stimulate
learning among her students; she is aware of another reality and armed
with a tool to employ a more multicultural approach to learning. The
multicultural movement affirms a need for more culturally consistent
models of education.
Guru bekerja sama dengan peserta didik meningkat kesadaran dengan
menterjemahkan konsep budaya dengan cara berbeda. Guru mengarahkan ke konsep
pusat kebudayaan dengan mempersiapkan dan motivasi belajar diantara peserta didik
untuk sadar akan kenyataan dan berbekal belajar sebagai alat mendekati dunia kerja.
Pergerakan multikultural meyakinkan bidang pendidikan sebagai suatu kebutuhan
dengan model budaya yang konsisten. Mangunwijaya menyatakan bahwa proses
pendidikan memiliki dua aspek yang saling mengisi, yaitu sebagai proses hominisasi
dan proses humanisasi (Tilaar, 2004).

Pendidikan harus memiliki paradigma baru yang dapat menyajikan model dan
strategi pembelajaran sehingga diharapkan dapat menyeimbangkan proses hominisasi
dan humanisasi. Proses hominisasi melihat manusia sebagai makhluk hidup dalam
konteks lingkungan ekologinya yang memerlukan terasahnya kemampuan intelektual
untuk menghadapi tantangan globalisasi. Proses humanisasi menekankan manusia
sebagai mahluk sosial yang mempunyai otonomi moral dan sensitivitas (kedaulatan
budaya). Terkait dengan hubungan sosial budaya dengan pendidikan, ada dua konsep
yang dipahami, yakni proses hominisasi dan proses humanisasi. Berikut ini akan
diuraikan kedua konsep tersebut.

a. Hominisasi
Pendidikan sebagai proses hominisasi melihat manusia sebagai mahluk
hidup di dalam dunia dan ekologinya. Proses hominisasi tersebut manusia
memerlukan kebutuhan biologis seperti makan, beranak pinak, memerlukan
pemukiman, dan pekerjaan untuk menopang kehidupan. Proses hominisasi
memenuhi kebutuhan manusia sebagai mahluk biologis. Pendidikan harus
mampu menghasilkan output kompetitif yang mampu bersaing untuk
mendapatkan pekerjaan dalam menopang kehidupannya yang lebih baik secara
ekonomis dan sosial. Pendidikan harus memiliki orientasi intelektual yang
dibutuhkan manusia untuk bersaing secara kompetitif sehingga mereka dapat
diterima pasar, terlebih dalam era global yang lebih berasaskan knowledge
based economy.
b. Humanisasi
Pendidikan melihat manusia sebagai mahluk yang bermoral (human being).
Mahluk yang bermoral berarti bahwa manusia bukan hanya sekedar hidup tetapi
hidup untuk mewujudkan eksistensi, yaitu bahwa manusia hidup bersama-sama
dengan sesama manusia sebagai ciptaan Yang Maha Kuasa. Proses humanisasi
tingkah laku manusia diarahkan kepada nilai-nilai kehidupan yang vertikal di
dalam kenyataan hidup bersama dengan manusia lain. Nilai-nilai luhur tersebut,
apakah diwahyukan ataupun yang dipelihara di dalam kehidupan bersama
manusia karena disepakati, dapat mengikat kehidupan bersama nenuju suatu
cita-cita bersama, yaitu kehidupan yang lebih baik, lebih tenteram, dan
berkeadilan. Hal-hal tersebut dijalin dan terjalin di dalam nilai-nilai kebudayaan
suatu masyarakat atau suatu kelompok hidup bersama manusia. Proses
humanisasi mencapai puncaknya pada seseorang yang berpendidikan dan
berbudaya (educated and civilized human being).

2.3 Sosiologi dan Pendidikan


Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dalam kelompok-
kelompok dan struktur sosialnya. Salah satu bagian sosiologi, yang dapat dipandang
sebagai sosiologi khusus adalah sosiologi pendidikan. Wuradji (1988) menulis bahwa
sosiologi pendidikan meliputi:
1. Iinteraksi guru-siswa;
2. Dinamika kelompok di kelas dan di organisasi intra sekolah;
3. Struktur dan fungsi sistem Pendidikan
4. Sistem masyarakat dan pengaruhnya terhadap pendidikan.

Wujud dari sosiologi pendidikan adalah tentang konsep proses sosial. proses sosial
merupakan suatu cara berhubungan antar idividu, antar kelompok atau antara individu,
dan kelompok yang menghasilkan bentuk hubungan tertentu. Interaksi dan proses sosial
dapat terjadi sebagai akibat dari salah satu atau gabungan dari faktor-faktor berikut:
1. Imitasi atau peniruan bisa bersifat positif dan bisa pula bersifat negative.
2. Sugesti akan terjadi kalau seorang anak menerima atau tertarik pada pandangan atau
sikap orang lain yang berwibawa atau berwewenang atau mayoritas.
3. Seorang anak dapat juga mensosialisasikan diri lewat identifikasi yang mencoba
menyamakan dirinya dengan orang lain, baik secara sadar maupun di bawah sadar
4. Simpati akan terjadi manakala seseorang merasa tertarik kepada orang lain.

Ada implikasi konsep sosial pada pendidikan, yaitu:


1) Sekolah dan masayarakat sekitarnya harus saling menunjang
2) Perlu dibentuk badan kerjasama antara sekolah dan tokoh masyarakat
3) Pendidikan (Sekolah) harus berfungsi secara maksimal sebagai wahana proses
sosialisasi anak.
4) Dinamika kelompok harus diarahkan untuk kepentingan belajar

2.4 Kebudayaan dan Pendidikan

Kebudayaan menurut Taylor adalah totalitas yang kompleks yang mencakup


pengetahuan, kepercayaan, seni, hukum, moral, adat, dan kemampuan-kemampuan serta
kebiasaan-kebiasaan yang diperoleh orang sebagai anggota masyarakat (Imran Manan,
1989). Kebudayaan produk perseorangan ini tidak disetujui Hasan (1983) dengan
mengemukakan kebudayaan adalah keseluruhan dari hasil manusia hidup bermasyarakat
berisi aksi-aksi terhadap dan oleh sesama manusia sebagai anggota masyarakat yang
merupakan kepandaian, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan lain-lain
kepandaian. Sedangkan Kneller mengatakan kebudayaan adalah cara hidup yang telah
dikembangkan oleh anggota-anggota masyarakat.
Dari ketiga devinisi kebudayaan diatas, tampaknya devinisi terakhir yang paling
tepat, sebab mencakup semua cara hidup ditambah dengan kehidupan manusia yang
diciptakan oleh manuasia itu sendiri sebagai warga masyarakat (Made Pidarta, 1997 :
157). Bisa dikatakan bahwa, kebudayaan adalah hasil cipta dan karya manusia berupa
norma-norma, nilai-nilai, kepercayaan, tigkah laku, dan teknologi yang dipelajari dan
dimiliki oleh semua anggota masyarakat.
Antara pendidikan dan kebudayaan terdapat hubungan yang sangat erat dalam arti
keduanya berkenaan dengan suatu hal yang sama yaitu nilai-nilai. Pendidikan membuat
orang berbudaya, pendidikan dan budaya bersama dan memajukan.
Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa pendidikan adalah bagian dari
kebudayaan. Bila kebudayaan berubah maka pendidikan juga bisa berubah dan bila
pendidikan berubah akan dapat mengubah kebudayaan. Pendidikan adalah suatu proses
membuat orang kemasukan budaya, membuat orang berprilaku mengikuti budaya yang
memasuki dirinya. Sekolah sebagai salah satu dari tempat enkulturasi suatu budaya
sesungguhnya merupakan bahan masukan bagi anak dalam mengembangkan dirinya.
Dapat dituliskan bahwa Hubungan antara kebudayaan dan pendidikan adalah :
1. pendidikan membentuk atau menciptakan kebudayaan
2. pendidikan melestarikan kebudayaan
3. pendidikan menggunakan dan berdasarkan kebudayaan
 
Implikasi Konsep Kebudayaan pada Pendidikan, yaitu :
1. Materi pelajaran banyak dikaitkan dengan keadaan dan msalah masyarakat setempat
(melalui MULOK)
2. Metode belajar ditekankan pada kegiatan siswa baik individual maupun kelompok.

2.5 Sosial Budaya Berdasarkan Kajian Spiritual


Hubungan Islam dan Budaya
Islam mengajarkan kepada umatnya untuk selalu beramal dan berkarya, untuk selalu
menggunakan pikiran yang diberikan Allah untuk mengolah alam dunia ini menjadi
sesuatu yang bermanfaat bagi kepentingan manusia. Dengan demikian, Islam telah
berperan sebagai pendorong manusia untuk “ berbudaya “. Dan dalam satu waktu
Islamlah yang meletakkan kaidah, norma dan pedoman.
PANDANGAN ISLAM TERHADAP KEBUDAYAAN MANUSIA
Islam membiarkan beberapa adat kebiasaan manusia yang tidak bertentangan dengan
syariat dan adab-adab Islam atau sejalan dengannya. Oleh karena itu, Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak menghapus seluruh adat dan budaya masyarakat Arab
yang ada sebelum datangnya Islam. Akan tetapi Rasulullah SAW melarang budaya-
budaya yang mengandung unsur syirik, seperti pemujaan terhadap leluhur dan nenek
moyang, dan budaya-budaya yang bertentangan dengan adab-adab Islami.
Baik agama (kehidupan beragama) maupun kehidupan budaya
manusia, keduanya berasal dari sumber yang sama, yaitu merupakan
potensi fitrah (pembawaan) manusia, bertumbuh dan berkembang
secara terpadu bersama-sama dalam proses kehidupan manusia secara
nyata di muka bumi dan secara bersama pula menyusun suatu sistem
budaya dan peradaban suatu masyarakat/bangsa. Namun keduanya
memiliki sifat dasar “ketergantungan dan kepasrahan”, sedangkan
kehidupan budaya mempunyai sifat dasar “kemandirian dan
keaktifan”. Oleh karena itu, dalam setiap tahap/fase pertumbuhan dan
perkembangannya menunjukkan adanya gejala, variasi, dan irama
yang berbeda antara lingkungan masyarakat/bangsa yang satu dengan
lainnya.20
Agama dan kebudayaan dapat saling memepengaruhi sebab
keduanya adalah nilai dan simbol. Agama adalah simbol ketaatan
kepada Tuhan. Demikian pula kebudayaan, agar manusia dapat hidup
dilingkungannya.21 Jadi kebudayaan agama adalah simbol yang
mewakili nilai agama.

Berdasarkan uraian tentang Islam dan Kebudayaan, maka

dapat disimpulkan Pertama, Agama (Islam) bersumberkan wahyu dan

memiliki norma-norma sendiri. Karena bersifat normatif, maka

cenderung menjadi permanen. Sedangkan budaya adalah buatan

manusia. Oleh sebab itu ia berkembang sesuai dengan perkembangan zaman dan cenderung
untuk selalu berubah. Sehingga budaya Islam
adalah budaya yang berdasar pada nilai-nilai Islam yaitu al-Qur’an

dan Hadis. Kedua, dalam perkembangannya, Kebudayaan Islam

banyak dipengaruhi oleh kebudayaan lokal disekitar semenanjung

Arab yang telah lebih dulu berkembang, sehingga budaya Islam

sendiri banyak beralkulturasi dengan budaya-budaya lokal tersebut.

Namun perkembangan kebudayaan menurut Islam bukanlah value free

(bebas nilai), tetapi justru value bound (terikat nilai).

Ada sejumlah prinsip dasar yang terkandung di dalam Alquran dan hadis, sehingga umat
Islam dapat mengembangkan kebudayaan secara maksimal. Prinsip-prinsip tersebut antara
lain:

1. Penghargaan terhadap akal fikiran

Islam menempatkan akal fikiran dalam posisi yang tinggi, sebagaimana firman-Nya dalam
Surat Ali Imran:190, 191:

ِ ‫ا‬JJَ‫ت أِل ُولِي اأْل َ ْلب‬


‫ودًا َو َعلَى‬JJ‫ا َوقُ ُع‬JJ‫ذ ُكرُونَ هَّللا َ قِيَا ًم‬Jْ Jَ‫)الَّ ِذينَ ي‬190(‫ب‬ ِ Jَ‫ف اللَّ ْي ِل َوالنَّه‬
ٍ ‫ا‬JJَ‫ار آَل ي‬J ْ ‫ض َو‬
ِ ‫اختِاَل‬ ِ ْ‫ت َواأْل َر‬ ِ ‫إِ َّن فِي خَ ْل‬
ِ ‫ق ال َّس َم َوا‬
)191(‫ار‬ ِ َّ‫اب الن‬ َ ‫ض َربَّنَا َما خَ لَ ْقتَ هَ َذا بَا ِطاًل ُس ْب َحانَكَ فَقِنَا َع َذ‬ِ ْ‫ت َواأْل َر‬ ِ ‫ق ال َّس َم َوا‬ِ ‫ُجنُوبِ ِه ْم َويَتَفَ َّكرُونَ فِي خَ ْل‬

ِArtinya: Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan
siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang
mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka
memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah
Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa
neraka.(Q.S.3:190,191).

Hadis nabi menyatakan: “Agama itu adalah akal, tidak ada agama bagi seseorang yang tidak
mmpunyai akal”

2. Anjuran menuntut ilmu


Anjuran atau dorongan Islam agar umat Islam menguasai ilmu pengetahuan ini antara lain
dijelaskan dalam surah al-Mujadalah: 11 berbunyi:

‫وا‬JJُ‫ع هَّللا ُ الَّ ِذينَ َءا َمن‬J


ِ Jَ‫ ُزوا يَرْ ف‬J‫ ُزوا فَا ْن ُش‬J‫ َل ا ْن ُش‬J‫ح هَّللا ُ لَ ُك ْم َوإِ َذا قِي‬ ِ ِ‫يَاأَيُّهَا الَّ ِذينَ َءا َمنُوا إِ َذا قِي َل لَ ُك ْم تَفَ َّسحُوا فِي ْال َم َجال‬
ِ ‫س فَا ْف َسحُوا يَ ْف َس‬
)11(ٌ‫ت َوهَّللا ُ بِ َما تَ ْع َملُونَ خَ بِير‬ ٍ ‫ِم ْن ُك ْم َوالَّ ِذينَ أُوتُوا ْال ِع ْل َم َد َر َجا‬

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah


dalam majelis", maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan
apabila dikatakan: "Berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan
orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan
beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.(Q.S.58:11).

Hadis nabi berbunyi: ”Menuntut Ilmu itu wajib atas tiap-tiap orang Islam, laki-laki maupun
perempuan”.Dalam hadis lain juga dinyatakan: “Tutntutlah ilmu dari buaian sampai ke liang
lahat”.

Anda mungkin juga menyukai